Unstable Angina Pectoris

45
Laporan Kasus ANGINA PEKTORIS TIDAK STABIL Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Pada Bagian/SMF Kardiologi Fakultas Kedokteran Unsyiah BPK RSUDZA Banda Aceh oleh Syarifah Fadliza Al-attas 1407101030011 Pembimbing dr. Adi Purnawarman, Sp.JP., FIHA BAGIAN/SMF KARDIOLOGI i

description

angina pectoris unstable

Transcript of Unstable Angina Pectoris

Page 1: Unstable Angina Pectoris

Laporan Kasus

ANGINA PEKTORIS TIDAK STABIL

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Pada Bagian/SMF Kardiologi Fakultas Kedokteran Unsyiah

BPK RSUDZA Banda Aceh

olehSyarifah Fadliza Al-attas

1407101030011

Pembimbingdr. Adi Purnawarman, Sp.JP., FIHA

BAGIAN/SMF KARDIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA

BPK RUMAH SAKIT dr. ZAINOEL ABIDINBANDA ACEH

2015

i

Page 2: Unstable Angina Pectoris

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT atas limpahan

berkah dan anugrah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus

yang berjudul “Angina Pektoris Tidak Stabil”. Shalawat berangkaikan salam

kepada Rasulullah Muhammad SAW yang telah membawa perubahan besar

dalam kehidupan manusia dari zaman yang penuh dengan kebodohan menuju

zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

Laporan Kasus ini ditulis untuk melengkapi tugas-tugas penulis dalam

menjalankan klinik kepaniteraan senior di SMF/Bagian Ilmu Kardiologi dan

Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala-Rumah Sakit

Umum Daerah dr. Zainoel Abidin, Banda Aceh.

Dalam penulisan dan penyusunan Laporan Kasus ini penulis telah banyak

mendapatkan bantuan dan bimbingan dari dr. Adi Purnawarman, Sp.JP selaku

pembimbing penulisan Laporan Kasus ini. Oleh karena itu, penulis

menyampaikan penghargaan, rasa hormat dan ucapan terima kasih kepada dr. Adi

Purnawarman, Sp.JP karena telah membantu penulis menyelesaikan laporan kasus

ini.

Penulis juga berharap penyusunan laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi

penulis sendiri dan juga bagi para pembaca. Dengan disusunnya laporan kasus ini

diharapkan dapat menjadi bahan belajar untuk pengembangan ilmu, serta menjadi

inspirasi untuk menciptakan karya yang lebih baik lagi kedepannya.

Semoga Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Pengasih memberkati dan

melimpahkan rahmat serta karunianya kepada kita semua.

Banda Aceh, Agustus 2015

Penulis

ii

Page 3: Unstable Angina Pectoris

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................. iDAFTAR ISI................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................... 1BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................ 3

2. 1 Definisi.......................................................................... 32. 2 Epidemiologi................................................................. 42. 3 Etiologi......................................................................... 42. 4 Patofisiologi................................................................. 52. 5 Diagnosis.......................................................................82. 6 Tatalaksana................................................................... 112. 7 Komplikasi.................................................................... 152. 8 Prognosis....................................................................... 16

BAB III LAPORAN KASUS................................................................ 183.1 Identitas Pasien........................................................... 183.2 Anamnesis................................................................... 183.3 Vital Sign.................................................................... 193.4 Pemeriksaan Fisik...................................................... 193.5 Pemeriksaan Laboratorium.......................................... 203.6 Diagnosa Banding......................................................... 213.7 Terapi .......................................................................... 213.8 Pemeriksaan Penunjang............................................... 223.9 Prognosis................................................................... 25

BAB IV ANALISA KASUS.................................................................. 26BAB V KESIMPULAN........................................................................ 28DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 29LAMPIRAN FOLLOW UP PASIEN........................................................ 31

iii

Page 4: Unstable Angina Pectoris

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Spektrum penyakit jantung koroner................................................ 3Gambar 2. Lesi penyebab pada angina tidak stabil........................................... 6Gambar 3. Patogenesis Sindrom Koroner Akut................................................ 7Gambar 4. Gambaran EKG pada Sindrom Koroner Akut.................................8

iv

Page 5: Unstable Angina Pectoris

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Karakteristik demografi pasien di International OASIS-2 Register............4Tabel 2. Lokalisasi infark berdasarkan lokasi letak perubahan EKG.......................9Tabel 3. Karakteristik Beberapa Cardiac Marker.................................................... 11Tabel 4. Perbandingan APTS, NSTEMI, STEMI................................................... 11Tabel 5. Klasifikasi Killip pada AMI..................................................................... 16Tabel 6. Skoring resiko TIMI untuk SKA............................................................... 16

v

Page 6: Unstable Angina Pectoris

BAB IPENDAHULUAN

Angina tidak stabil memiliki spektrum presentasi klinis yang disebut

secara kolektif sebagai sindrom koroner akut (ACS), yang terdiri dari infark

miokard dengan elevasi segmen-ST (STEMI) dan non-STEMI (NSTEMI) serta

angina tidak stabil. Angina tidak stabil dianggap sebagai ACS di mana tidak

terdeteksi enzim dan biomarker nekrosis miokard. Angina sendiri merupakan

istilah yang biasanya digunakan untuk sindrom nyeri yang timbul dari dugaan

iskemia miokard. Nyeri dada merupakan gejala spesifik yang dapat disebabkan

oleh kelainan pada jantung atau non-jantung. 1

Saat ini telah terjadi peningkatan insiden angina tidak stabil di Amerika

Serikat dan setiap tahunnya lebih dari satu juta orang dirawat di rumah sakit

karena angina tidak stabil. Selain itu, insiden angina tidak stabil di luar rumah

sakit memiliki angka yang sama besar dengan angka pasien yang harus

mendapatkan perawatan. Hal tersebut akan meningkatkan kewaspadaan terhadap

angina tidak stabil namun insidennya akan tetap tinggi dikarenakan angka harapan

hidup yang lebih baik dan meningkatnya kelangsungan hidup setelah serangan

angina tidak stabil.2

Usia rata-rata presentasi angina tidak stabil adalah 62 tahun (berkisar

antara 23-100 tahun). Rata-rata wanita yang mengalami angina tidak stabil adalah

5 tahun lebih tua daripada pria, dengan sekitar setengah dari wanita berumur lebih

tua dari 65 tahun. Hal tersebut hanya terjadi pada sekitar sepertiga dari pria. Orang

kulit hitam cenderung mengalami angina tidak stabil pada usia yang lebih muda.3

Risiko infark miokard, komplikasi, dan kematian pada angina tidak stabil

bervariasi karena spektrum klinis yang luas dan ditutupi oleh istilah angina tidak

stabil. Prediktor lain yang menunjukkan hasil jangka panjang lebih buruk pada

angina tidak stabil termasuk disfungsi sistolik ventrikel kiri yang mendasari dan

tingkat yang lebih luas dari penyakit jantung koroner.4 Tingkat troponin positif

berkorelasi dengan kematian jangka menengah dalam mode tergantung dosis

(kisaran, 1,0-7,5% pada 6 minggu) independen usia, tingkat CKMB isoenzim

(CK-MB), dan penyimpangan segmen-ST.5

Page 7: Unstable Angina Pectoris

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Angina tidak stabil merupakan salah satu spektrum presentasi klinis

disebut secara kolektif sebagai sindrom koroner akut (ACSS), yang berada

diantara infark miokardelevasi segmen-ST (STEMI) dan non-STEMI (NSTEMI).

Angina tidak stabil dianggap ACS di mana tidak ada terdeteksi enzim dan

biomarker nekrosis miokard.1

Gambar 1. Spektrum penyakit jantung koroner

2

Page 8: Unstable Angina Pectoris

2.2 Epidemiologi

Data demografi internasional terbaik yang tersedia adalah dari register

OASIS-2(Organization to Assess Strategies for Ischemic Syndromes)6.

Tabel 1. Karakteristik demografi pasien di International OASIS-2 Register

Karena angina tidak stabil terkait erat dengan kejadian kejadian koroner,

perkiraan tren internasional dapat ditemukan di register MONICA (Monitoring

Trends and Determinants in Cardiovascular Diseases) yang disponsori oleh

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Proyek besar ini memonitor lebih dari 7 juta

orang berusia 35-64 tahun dari 30 populasi di 21 negara dari pertengahan 1980-

an.3

Wanita yang mengalami angina tidak stabil akan berusia lebih tua dan

memiliki prevalensi lebih tinggi hipertensi, diabetes mellitus, CHF, dan riwayat

keluarga PJK dibandingkan laki-laki. Pria cenderung memiliki insiden yang lebih

tinggi dari MI sebelumnya dan revaskularisasi, proporsi yang lebih tinggi dari

enzim jantung positif pada saat masuk rumah sakit, dan tingkat yang lebih tinggi

dari kateterisasi dan revaskularisasi. Namun, hasil ini lebih terkait dengan tingkat

keparahan penyakit daripada jenis kelamin.3

2.3 Etiologi

Sindroma koroner akut ditandai oleh adanya ketidakseimbangan antara

pasokan dengan kebutuhan oksigen miokard1.

2

Page 9: Unstable Angina Pectoris

Etiologi SKA antara lain:

1. Penyempitan arteri koroner karena robek/pecahnya thrombus yang ada

pada plak aterosklerosis. Mikroemboli dari agregasi trombosit beserta

komponennya dari plak yang ruptur mengakibatkan infark kecil di distal.

2. Obstruksi dinamik karena spasme fokal yang terus-menerus pada segmen

arteri koroner epikardium. Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas

otot polos pembuluh darah dan/atau akibat disfungsi endotel.

3. Penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme/thrombus: terjadi

pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis progresif atau dengan stenosis

ulang setelah intervensi koroner perkutan (PCI).

4. Inflamasi: penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur, trombogenesis.

Makrofag, limfosit T ↑ metalloproteinase penipisan dan ruptur plak

5. Keadaan/faktor pencetus:

a. ↑ kebutuhan oksigen miokard: demam, takikardi, tirotoksikosis

b. ↓ aliran darah koroner

c. ↓ pasokan oksigen miokard: anemia, hipoksemia.2

2.4 Patofisiologi

SKA dimulai dengan adanya ruptur plak arteri koroner, aktivasi kaskade

pembekuan dan platelet, pembentukan trombus, serta aliran darah koroner yang

mendadak berkurang. Hal ini terjadi pada plak koroner yang kaya lipid dengan

fibrous cap yang tipis (vulnerable plaque). Ini disebut fase plaque disruption

‘disrupsi plak’. Setelah plak mengalami ruptur maka tissue factor ‘faktor jaringan’

dikeluarkan dan bersama faktor VIIa membentuk tissue factor VIIa complex

mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa sebagai penyebab terjadinya produksi

trombin yang banyak. Adanya adesi platelet, aktivasi, dan agregasi, menyebabkan

pembentukan trombus arteri koroner. Ini disebut fase acute thrombosis ‘trombosis

akut’.7

Proses inflamasi yang melibatkan aktivasi makrofage dan sel T limfosit,

proteinase, dan sitokin, menyokong terjadinya ruptur plak serta trombosis

tersebut. Sel inflamasi tersebut bertanggung jawab terhadap destabilisasi plak

melalui perubahan dalam antiadesif dan antikoagulan menjadi prokoagulan sel

2

Page 10: Unstable Angina Pectoris

endotelial, yang menghasilkan faktor jaringan dalam monosit sehingga

menyebabkan ruptur plak.7

Endotelium mempunyai peranan homeostasis vaskular yang memproduksi

berbagai zat vasokonstriktor maupun vasodilator lokal. Jika mengalami

aterosklerosis maka segera terjadi disfungsi endotel (bahkan sebelum terjadinya

plak). Disfungsi endotel ini dapat disebabkan meningkatnya inaktivasi nitrit oksid

(NO) oleh beberapa spesies oksigen reaktif, yakni xanthine oxidase,

NADH/NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide phosphate oxidase), dan

endothelial cell Nitric Oxide Synthase (eNOS). Oksigen reaktif ini dianggap dapat

terjadi pada hiperkolesterolemia, diabetes, aterosklerosis, perokok, hipertensi, dan

gagal jantung.7, 8

Fase selanjutnya ialah terjadinya vasokonstriksi arteri koroner akibat

disfungsi endotel ringan dekat lesi atau respons terhadap lesi itu. Pada keadaan

disfungsi endotel, faktor konstriktor lebih dominan (yakni endotelin-1,

tromboksan A2, dan prostaglandin H2) daripada faktor relaksator (yakni nitrit

oksid dan prostasiklin).7, 8

Gambar 2. Lesi penyebab pada angina tidak stabil.

Seperti kita ketahui bahwa NO secara langsung menghambat proliferasi

sel otot polos dan migrasi, adesi leukosit ke endotel, serta agregasi platelet dan

sebagai proatherogenic. Melalui efek melawan, TXA2 juga menghambat agregasi

2

Page 11: Unstable Angina Pectoris

platelet dan menurunkan kontraktilitas miokard, dilatasi koroner, menekan

fibrilasi ventrikel, dan luasnya infark.8

SKA yang diteliti secara angiografi 60—70% menunjukkan obstruksi plak

aterosklerosis yang ringan sampai dengan moderat, dan terjadi disrupsi plak

karena beberapa hal, yakni tipis - tebalnya fibrous cap yang menutupi inti lemak,

adanya inflamasi pada kapsul, dan hemodinamik stress mekanik.8

Gambar 3. Patogenesis Sindrom Koroner Akut

2

Page 12: Unstable Angina Pectoris

2.5 Diagnosis

Diagnosis ACS dapat ditegakkan dari 3 komponen utama, yaitu dari

anamnesis, EKG, dan pengukuran enzim-enzim jantung (cardiac marker).1, 2

2.5.1 Anamnesis

Pasien dengan SKA biasanya datang dengan keluhan nyeri dada yang

khas kardial (gejala kardinal), yaitu2:

Lokasi: substernal, retrosternal, atau prekordial

Sifat nyeri: sakit, seperti ditekan, ditindih benda berat, seperti

diperas/dipelintir, rasa terbakar, atau seperti ditusuk.

Penjalaran: ke lengan kiri, leher, rahang bawah,

punggung/interskapula, perut, atau lengan kanan.

Nyeri membaik/hilang dengan istirahat atau nitrat.

Gejala penyerta: mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin,

cemas, lemah.

Faktor pencetus: aktivitas fisik, emosi

Faktor resiko: laki-laki usia >40 tahun, wanita menopause, DM,

hipertensi, dislipidemia, perokok, kepribadian tipe A, obesitas.

2.5.2 Elektro Kardiografi1, 2

Pada iskemia miokardium, dapat ditemukan depresi segmen ST (≥ 1mV)

atau inverse gelombang T simetris (> 2mV) pada dua lead yang bersebelahan.

Gambar 4. Gambaran EKG pada Sindrom Koroner Akut

2

Depresi ST pada iskemia miokard:A. Depresi ST horizontal, spesifik untuk iskemiaB. Depresi ST landai ke bawah, spesifik untuk iskemiaC. Depresi ST landai ke atas, tidak spesifik untuk

iskemia

Inverse T pada iskemia miokard:A. Inverse T yang kurang spesifik untuk iskemiaB. Inverse T berujung lancip dan simetris, spesifik

untuk iskemia.

Page 13: Unstable Angina Pectoris

Perubahan EKG yang khas menyertai infark miokardium, dan perubahan

paling awal terjadi hampir seketika pada saat mulainya gangguan miokardium.

Pemeriksaan EKG harus dilakukan segera pada setiap orang yang dicurigai

menderita infark sekalipun kecurigaannya kecil.

Selama infark miokard akut, EKG berkembang melalui tiga stadium:

1) Gelombang T runcing diikuti dengan inverse gelombang T

Secara akut, gelombang T meruncing (peaking), kemudian inverse

(simetris). Perubahan gelombang T menggambarkan iskemia miokardium. Jika

terjadi infark sejati, gelombang T tetap inverse selama beberapa bulan sampai

beberapa tahun.

2) Elevasi segmen ST

Secara akut, segmen ST mengalami elevasi dan menyatu dengan

gelombang T. elevasi segmen ST menggambarkan jejas miokardium. Jika terjadi

infark, segmen ST biasanya kembali ke garis iso elektrik dalam beberapa jam.

3) Muncul gelombang Q baru

Gelombang-gelombang Q baru bermunculan dalam beberapa jam

sampai beberapa hari. Gelombang ini menandakan infark miokard, syarat: lebar ≥

0,04 detik, dalam ≥ 4mm atau ≥ 25% tinggi R. Pada kebanyakan kasus,

gelombang ini menetap seumur hidup pasien.

Tabel 2. Lokalisasi infark berdasarkan lokasi letak perubahan EKG

Lokasi Lead Perubahan EKG

Anterios ekstensif V1-V6 ST elevasi, gelombang Q

Anteroseptal V1-V4 ST elevasi, gelombang Q

Anterolateral V4-V6 ST elevasi, gelombang Q

Posterior V1-V2 ST depresi, Gelombang R tinggi

Lateral I, aVL, V5, V6 ST elevasi, gelombang Q

Inferior II, III, aVF ST elevasi, gelombang Q

2

Page 14: Unstable Angina Pectoris

Ventrikel kanan V4R, V5R ST elevasi, gelombang Q

2.5.3 Cardiac Marker1, 2

Kerusakan miokardium dikenali keberadaanya antara lain dengan

menggunakan test enzim jantung, seperti: kreatin-kinase (CK), kreatin-kinase MB

(CK-MB), cardiac specific troponin (cTn) I/T, laktat dehidrogenase (LDH), dan

myoglobin. Peningkatan nilai enzim CKMB atau cTn T/I >2x nilai batas atas

normal menunjukkan adanya nekrosis jantung (infark miokard). Pemeriksaan

enzim jantung sebaiknya dilakukan secara serial.

a. Cardiac specific troponin (cTn)

Paling spesifik untuk infark miokard

Troponin C Pada semua jenis otot

Troponin I & T Pada otot jantung

Troponin I memiliki ukuran yang lebih kecil, sehingga mudah

dideteksi

b. Myoglobin

Marker paling cepat terdeteksi (hal ini karena ukuran molekulnya

sangat kecil), 1-2 jam sejak onset nyeri

Ditemukan pada sitoplasma semua jenis otot

c. Creatine Kinase (CK)

Ditemukan pada otot, otak, jantung

Murah, mudah, tapi tidak spesifik

d. Lactat Dehidrogenase (LDH)

Ditemukan di seluruh jaringan

LD1 & LD2 memiliki konsentrasi tinggi pada otot jantung,

normalnya LD2 > LD1

Pada pasien infark jantung: LD1 > LD2

e. Creatine Kinase-Myocardial Band (CKMB)

Spesifik untuk infark miokard

2

Page 15: Unstable Angina Pectoris

Tabel 3. Karakteristik Beberapa Cardiac Marker

Tabel4. Perbandingan APTS, NSTEMI, STEMI

Perbedaan APTS NSTEMI STEMI

Nyeri dada <15 menit >15 menit >15 menit

EKG Normal/iskemik iskemik evolusi

Cardiac marker normal meningkat meningkat

2.6 Tatalaksana

Penanganan dini yang harus segera diberikan pada pasien dengan keluhan

nyeri dada tipikal dengan kecurigaan SKA adalah1, 2:

1. Oksigenasi

Untuk membatasi kekurangan oksigen pada miokard yang mengalami cedera dan

menurunkan beratnya ST-elevasi pada STEMI.

Diberikan sampai pasien stabil dengan level oksigen 5-10 liter/menit secara kanul

hidung/sungkup.

2. Nitrogliserin (NTG)

Diberikan secara sublingual (SL) (0,3 – 0,6 mg), dapat diulang sampai 3x dengan

interval 5-10 menit jika keluhan belum membaik setelah pemberian pertama,

dilanjutkan dengan drip intravena 5-10 μg/menit (jangan lebih 200 μg/menit).

2

Cardiac Marker Meningkat Puncak Normal

cTn T 3 jam 12-48 jam 5-14 hari

cTn I 3 jam 24 jam 5-10 hari

CKMB 3 jam 10-24 jam 2-4 hari

CK 3-8 jam 10-36 jam 3-4 hari

Mioglobin 1-2 jam 4-8 jam 24 jam

LDH 24-48 jam 3-6 hari 8-14 hari

Page 16: Unstable Angina Pectoris

Kontraindikasi: hipotensi

Manfaat:

memperbaiki pengiriman oksigen ke miokard;

menurunkan kebutuhan oksigen di miokard;

menurunkan beban awal (preload) sehingga mengubah tegangan dinding

ventrikel;

dilatasi arteri koroner besar dan memperbaiki aliran kolateral;

menghambat agregasi platelet (masih menjadi pertanyaan)

.

3. Morphine

Dosis 2 – 4 mg intravena

Manfaat:

mengurangi kecemasan dan kegelisahan;

mengurangi rasa sakit akibat iskemia;

meningkatkan venous capacitance;

menurunkan tahanan pembuluh sistemik;

menurunkan nadi dan tekanan darah.

Efek samping: mual, bradikardi, dan depresi pernapasan.

4. Aspirin

Dosis yang dianjurkan ialah 160–325 mg perhari, dan absorpsinya lebih baik

"chewable" dari pada tablet, terutama pada stadium awal. Aspirin suppositoria

(325 mg) dapat diberikan pada pasien yang mual atau muntah. Aspirin boleh

diberikan bersama atau setelah pemberian GPIIb/IIIa-I atau UFH (unfractioned

heparin).

Harus diberikan kepada semua pasien SKA jika tidak ada kontraindikasi (ulkus

gaster, asma bronkial).

Efek: menghambat COX-1 dalam platelet dan mencegah pembentukan TXA2,

sehingga mencegah agregasi platelet dan konstriksi arterial.

2

Page 17: Unstable Angina Pectoris

5. Antitrombolitik lain: Clopidogrel, Ticlopidine

Derivat tinopiridin ini menghambat agregasi platelet, memperpanjang waktu

perdarahan, dan menurunkan viskositas darah dengan cara menghambat aksi ADP

(adenosine diphosphate) pada reseptor platelet, sehingga menurunkan kejadian

iskemi.

Pemasangan stent koroner dapat memicu terjadinya trombosis dan iskemia

berulang, tetapi dapat dicegah dengan pemberian Aspirin dosis rendah (100

mg/hari) bersama Ticlopidine 2x 250 mg/hari. Efek samping: netropenia,

trombositopenia (jarang), purpura trombotik trombositopenia perlu evaluasi

hitung sel darah lengkap pada minggu II – III.

Clopidogrel sama efektifnya dengan Ticlopidine bila dikombinasi dengan Aspirin,

namun tidak ada korelasi dengan netropenia dan lebih rendah komplikasi

gastrointestinalnya bila dibanding Aspirin, meskipun tidak terlepas dari adanya

risiko perdarahan. Dosis: 1 x 75 mg/hari peroral, cepat diabsorbsi dan mulai

beraksi sebagai antiplatelet agregasi dalam 2 jam setelah pemberian obat dan 40–

60% inhibisi dicapai dalam 3–7 hari .

Penelitian CAPRIE (Clopidogrel vs ASA in Patients at Risk of Ischemic

Events ) menyimpulkan bahwa Clopidogrel secara bermakna lebih efektif

daripada ASA untuk pencegahan kejadian iskemi pembuluh darah (IMA, stroke)

pada aterosklerosis.

2.7 Komplikasi

Komplikasi:

Aritmia

Disfungsi ventrikel kiri

Hipotensi

Lain-lain:

o Emboli Paru Dan Infark Paru

o Emboli Arteri Sistemik

o Stroke Emboli

o Ruptur Jantung

2

Page 18: Unstable Angina Pectoris

o Disfungsi & Ruptur m. Papilaris

2.8 Prognosis

Risiko MI, komplikasi, dan kematian pada angina tidak stabil bervariasi

karena spektrum klinis yang luas dan ditutupi oleh interval angina tidak stabil.

Agresivitas pendekatan terapi harus sepadan dengan estimasi risiko individual.10

Tabel 5. Klasifikasi Killip pada AMI:

Klas Definisi Mortalitas (%)

I Tak ada tanda gagal jantung kongestif 6

II + S3 dan/atau ronki basah 17

III Edema paru 30-40

IV Syok kardiogenik 60-80

Tabel 6. Skoring resiko TIMI untuk SKA:

Usia >65 tahun 1

>3 faktor resiko PJK (riw.kel, HT, kol ↑, DM,

rokok)

1

Diketahui PJK 1

Pemakaian ASA 7 hari terakhir 1

Angina berat (<24 jam) 1

↑ petanda biokimia 1

Deviasi ST 1

2

Page 19: Unstable Angina Pectoris

BAB IIILAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. AR

Umur : 58 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Status : Menikah

Alamat : Desa Cot Bak U, Sabang.

No.CM : 0-93-64-86

Tanggal Masuk : 12 Agustus 2015

Tanggal Pemeriksaan : 14 Agustus 2015

3.2 Anamnesis

3.2.1 Keluhan Utama

Nyeri dada

3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan nyeri dada ± 30 menit sebelum masuk

rumah sakit. Nyeri dada memberat dalam 1 minggu dan dirasakan seperti remasan

dan tidak hilang dengan istirahat. Nyeri dada telah dirasakan kurang lebih 15

menit dan menjalar ke leher dan punggung belakang. Nyeri dada kali ini

merupakan gejala nyeri dada kedua setelah sebelumnya juga pernah mengalami

hal yang sama kurang lebih 2 tahun yang lalu. Keluhan nyeri dada disertai dengan

keluhan keringat dingin dan mual namun tidak ada keluhan muntah.

3.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit hipertensi kurang lebih sudah 20 tahun dan rutin

berobat. Riwayat diabetes mellitus disangkal. Sebelumnya pasien juga rutin

berkunjung ke poli jantung.

3.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga dengan keluhan yang sama.

Page 20: Unstable Angina Pectoris

3.2.5 Riwayat Pemakaian Obat

Pasien rutin mengkonsumsi obat dari poli yaitu aspilet, platogrix, nitrokaf,

cardace, atorvastatin.

3.2.6 Riwayat Kebiasaan Sosial

Pasien merupakan seorang kuli bangunan.

3.3 Vital sign (14 Agustus 2015)

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Kompos mentis

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Heart rate : 75x/i

Respiratory rate : 21 x/i

Temperatur : 36,4°C

3.4 Pemeriksaan Fisik

Kepala

Mata : Konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-), pupil isokor mm/3mm,

sklera ikterik (-/-)

Telinga : dalam batas normal

Hidung : dalam batas normal

Mulut : swelling (-), stomatitis (-), leukoplakia (-),

Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-), TVJ R+2 cmH2O

Dada

Paru-paru : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung : BJ I> BJ II, reguler, bising (-)

Abdomen

Inspeksi : Distensi (-), simetris

Palpasi : Nyeri tekan (-), soepel (+), hepar, lien dan renal tidak teraba.

Perkusi : timpani (+)

Auskultasi : peristaltik dalam batas normal

2

Page 21: Unstable Angina Pectoris

Ekstremitas

Superior: Edema (-), sianosis (-)

Inferior : Edema (-), sianosis (-)

Genetalia : tidak dilakukan pemeriksaan

3.5 Pemeriksaan Laboratorium

a. Hematologi dan Kimia Klinik (12 Agustus 2015)

Hemoglobin : 12,3 g/dl

Hematokrit : 37%

Eritrosit : 4,8x106

Leukosit : 13,5x 103

Trombosit : 446 x 103

Diftell count : 4/0/0/60/28/7

Troponin I : < 0,10 ng/mL

CK-MB : 18 U/L

Elektrolit(Na/K/Cl) : 134/3,3/106

Ureum/ kreatinin :54/1,48

b. Hematologi, imunoserologi, dan kimia klinik (13 Agustus 2015)

Elektrolit (Na /K /Cl /Mg) : 137/3,3/102/2,1

3.6 Diagnosis Banding

a. Angina Pektoris Tidak Stabil

b. Infark Miokard Non-ST Elevasi

Diagnosis Kerja: Angina Pektoris Tidak Stabil

3.7 Terapi

Drip. NTG 5 mg/ jam

Inj. Ceftriaxon 1 gr/ 12 jam

Arixtra 2,5 mg/24 jam

Plavix 1x75 mg

2

Page 22: Unstable Angina Pectoris

Ascardia 1x80 mg

Cardace 1x2,5 mg

Atorvastatin 1x20 mg

KSR 2x2

3.8 Pemeriksaan penunjang

EKG 12 Agustus 2015

EKG 13 Agustus 2015

2

Sinus RitmeHR: 74 x/menitAxis: normo AxisPR-Interval: 0,18 detikKompleks QRS: < 0,10 detikHipertrofi: adaST-Elevasi/Depresi: tidak adaT inversi: tidak adaQ-patologis:tidak ada

Page 23: Unstable Angina Pectoris

EKG 14 Agustus 2015

EKG 15 Agustus 2015

2

Sinus RitmeHR: 61 x/menitAxis: normo AxisPR-Interval: 0,21 detikKompleks QRS: < 0,10 detikHipertrofi: adaST-Elevasi/Depresi: tidak adaT inversi: tidak adaQ-patologis: tidak ada

Sinus RitmeHR: 64 x/menitAxis: normo AxisPR-Interval: 0,20 detikKompleks QRS: < 0,9 detikHipertrofi: adaST-Elevasi/Depresi: tidak adaT inversi: tidak adaQ-patologis: tidak ada

Page 24: Unstable Angina Pectoris

Foto X-Ray Thoraks (13 Agustus 2015)

2

Cor: jantung tidak membesar (CTR ˂ 50%)Aorta elongasiPulmo: tampak infiltrate di parakardial kananSinus phrenicus kanan dan kiri tajam

Kesimpulan:Cor dalam batas normalAorta elongasibronkhopneumonia

Sinus RitmeHR: 63 x/menitAxis: normo AxisPR-Interval: 0,20 detikKompleks QRS: < 0,10 detikHipertrofi: adaST-Elevasi/Depresi: tidak adaT inversi: tidak adaQ-patologis: tidak ada

Page 25: Unstable Angina Pectoris

Ekokardiografi

2

Page 26: Unstable Angina Pectoris

3.9 PROGNOSIS

o Quo ad vitam : Dubia ad bonam

o Quo ad functionam : Dubia ad bonam

o Quo ad sanactionam : Dubia ad bonam

2

Katup: Dalam batas normalTemuan:Dimensi ruang jantung normalTrombus (-)Hipometrik inferiorFungsi sitolik LV normal (EF 80%)Fungsi diastolik LV fungsi baik

KesimpulanLVH eksentrikMild Lv regional systolic dysfunction

Page 27: Unstable Angina Pectoris

BAB IVANALISA KASUS

Pasien merupakan seorang laki-laki berusia 58 tahun dengan keluhan

utama nyeri dada sejak 30 menit sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dada

dirasakan seperti remasan menjalar ke leher dan punggung serta tidak berkurang

dengan istirahat dan lebih dari 20 menit. Gejala tersebut dapat menunjukkan telah

terjadi suatu peristiwa yang disebut sebagai sindrom koroner akut. Sindrom

koroner akut merupakan suatu spektrum miokard akut dan atau nekrosis miokard

yang pada umumnya terjadi akibat menurunnya aliran darah koroner. Sindrom

koroner akut dapat dibedakan menjadi angina pektoris tidak stabil, STEMI dan

Non-STEMI berdasarkan gambaran EKG dan biomarker nekrosis atau infark

miokard 1, 2, 9, 11

Gambaran EKG pada pasien ini tidak menunjukkan ada suatu elevasi

ataupun depresi dari segmen-ST dan atau inversi gelombang T. Tidak ditemukan

pula adanya peningkatan dari biomarker jantung berupa Troponin I dan CK-MB

sehingga dapat disimpulkan bahwa hal ini merupakan suatu angina pektoris tidak

stabil. 1 Angina pektoris tidak stabil umumnya terjadi pada laki-laki dengan rasio

laki-laki dibandingkan dengan perempuan adalah 3:2 dengan usia rata-rata

presentasi adalah 68 tahun di Amerika Serikat.12

Pasien memiliki riwayat hipertensi selama ± 20 tahun dan berobat teratur

dipoli jantung. Sedangkan riwayat diabetes mellitus tidak ada. Hipertensi dapat

meningkatkan kejadian seluruh jenis penyakit jantung koroner dan meningkatkan

angka mortalitas penyakit jantung koroner.15 Sehingga dapat dinyatakan bahwa

pada pasien yang kami laporkan hipertensi merupakan faktor risiko utama dalam

terjadinya angina pektroris tidak stabil.

Gejala pada saat ini merupakan gejala ulangan. Pada penyakti jantung

koroner serangan berulang sering terjadi. Penggunaan terapi statin telah

dinyatakan dapat mengurangi serangan berulang.17 Begitu pula dengan terapi

lainnya dan revaskularisasi sebelumnya dapat mengurangi kemungkinan serangan

berulang.1 Pada pasien ini kesalahan diagnosa merupakan penyebab utama

serangan berulang.

2

Page 28: Unstable Angina Pectoris

Pasien mendapatkan terapi nitrogliserin, clopidogrel, atorvastatin

dan anti koagulan. Terapi tersebut merupakan terapi inisial untuk pasien

dengan SKA tanpa elevasi segmen ST sesuai dengan pedoman dari

American Heart Association.1

2

Page 29: Unstable Angina Pectoris

BAB VKESIMPULAN

Pada pasien ini didapatkan keluhan nyeri dada selama lebih kurang 20

menit yang menjalar ke leher dan punggung belakang, nyeri dada dirasakan

seperti remasan dan tidak hilang dengan istirahat. Hasil EKG pasien menunjukkan

tidak ada ST elevasi maupun depresi dan cardiac markers menunjukkan hasil

yang normal sehingga ditegakkan diagnosis Angina pektoris tidak stabil. Angina

pektoris tidak stabil merupakan suatu keadaan sindrom koroner akut yang

ditandai dengan gejala nyeri dada tipikal, tidak ada elevasi segmen ST, dan tidak

ada ditemukan peningkatan pada biomarker iskemia atau infark miokard.

Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama penyebab terjadinya angina

pektoris tidak stabil. Penanganan awal yang cepat dan ketepatan diagnosa

merupakan kunci utama keberhasilan penatalaksanaan angina pektoris tidak stabil.

2

Page 30: Unstable Angina Pectoris

DAFTAR PUSTAKA

1. Amsterdam, E. A.; Wenger, N. K.; Brindis, R. G., et al. 2014 AHA/ACC guideline for the management of patients with non–ST-elevation acute coronary syndromes: a report of the American College of Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines, Journal of the American College of Cardiology. 2014, 64, e139-e228.

2. Braunwald, E. Unstable angina and non–ST elevation myocardial infarction, American journal of respiratory and critical care medicine. 2012, 185, 924-932.

3. Luepker, R. V. WHO MONICA project: what have we learned and where to go from here?, Public Health Reviews. 2011, 33, 1.

4. Lupón, J.; Valle, V.; Marrugat, J., et al. Six-month outcome in unstable angina patients without previous myocardial infarction according to the use of tertiary cardiologic resources, Journal of the American College of Cardiology. 1999, 34, 1947-1953.

5. Meune, C.; Balmelli, C.; Twerenbold, R., et al. Patients with acute coronary syndrome and normal high-sensitivity troponin, The American journal of medicine. 2011, 124, 1151-1157.

6. Yusuf, S.; Pogue, J.; Anand, S., et al. Effects of recombinant hirudin (lepirudin) compared with heparin on death, myocardial infarction, refractory angina, and revascularisation procedures in patients with acute myocardial ischaemia without ST elevation: a randomised trial, Lancet. 1999, 353, 429-438.

7. Stone, G. W.; Maehara, A.; Lansky, A. J., et al. A prospective natural-history study of coronary atherosclerosis, New England Journal of Medicine. 2011, 364, 226-235.

8. Willerson, J. T. Systemic and local inflammation in patients with unstable atherosclerotic plaques, Progress in cardiovascular diseases. 2002, 44, 469-478.

9. Anderson, J. L.; Adams, C. D.; Antman, E. M., et al. ACC/AHA 2007 guidelines for the management of patients with unstable angina/non–ST-elevation myocardial infarction: a report of the American College of Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines (Writing Committee to Revise the 2002 Guidelines for the Management of Patients With Unstable Angina/Non–ST-Elevation Myocardial Infarction) developed in collaboration with the American College of Emergency Physicians, the Society for Cardiovascular Angiography and Interventions, and the Society of Thoracic Surgeons endorsed by the American Association of Cardiovascular and Pulmonary Rehabilitation and the Society for

2

Page 31: Unstable Angina Pectoris

Academic Emergency Medicine, Journal of the American College of Cardiology. 2007, 50, e1-e157.

10. Cannon, C. P.; McCabe, C. H.; Stone, P. H., et al. The Electrocardiogram Predicts One-Year Outcome of Patients With Unstable Angina and Non–Q Wave Myocardial Infarction: Results of the TIMI III Registry ECG Ancillary Study fn1, Journal of the American College of Cardiology. 1997, 30, 133-140.

11. Anderson, J. L.; Adams, C. D.; Antman, E. M., et al. 2011 ACCF/AHA focused update incorporated into the ACC/AHA 2007 guidelines for the management of patients with unstable angina/non–ST-elevation myocardial infarction a report of the american college of cardiology foundation/american heart association task force on practice guidelines, Circulation. 2011, 123, e426-e579.

12. Shroff, G. R.; Heubner, B. M.; Herzog, C. A. Incidence of acute coronary syndrome in the general Medicare population, 1992 to 2009: a real-world perspective, JAMA internal medicine. 2014, 174, 1689-1690.

13. Hankey, G. J. Vascular disease of the heart, brain and limbs: new insights into a looming epidemic, The Lancet. 2005, 366, 1753-1754.

14. DeVon, H. A.; Zerwic, J. J. The symptoms of unstable angina: do women and men differ?, Nursing research. 2003, 52, 108-118.

15. Hu, F. B.; Stampfer, M. J.; Solomon, C. G., et al. The impact of diabetes mellitus on mortality from all causes and coronary heart disease in women: 20 years of follow-up, Archives of internal medicine. 2001, 161, 1717-1723.

16. Zadok Batsheva, M.; Feldman, A.; Rosenfeld, R. Misdiagnosed Acute Coronary Syndrome: Characteristics of Patients with Acute Coronary Syndrome Discharged Home from the Emergency Department, sraeli Journal of Emergency Medicine. 2007, 7, 3-10.

17. Ray, K. K.; Cannon, C. P.; McCabe, C. H., et al. Early and late benefits of high-dose atorvastatin in patients with acute coronary syndromes: results from the PROVE IT-TIMI 22 trial, Journal of the American College of Cardiology. 2005, 46, 1405-1410.

2

Page 32: Unstable Angina Pectoris

FOLLOW UPTanggal S O A P13 Agustus

2015

Hari kedua

rawatan

Nyeri dada KU : nyeri dada

Kes : CM

TD :120/80 mmHg

HR : 70x/menit

RR : 19 x/menit

Suhu :36,5°C

Mata : dbn

T/H/M : dbn

Leher : TVJ R±2cmH2O

Thorax : Simetris (+), Ves

(+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)

Jantung : BJ 1 > BJ II,

regular, bising (-)

Abdomen : Distensi (-),

H/L/R tidak teraba,

peristaltik normal

Ekstremitas : edema (-/-)

Unstable

angina

pectoris.

Drip. NTG 5 mg/ jam

Inj. Ceftriaxon 1 gr/

12 jam

Arixtra 2,5 mg/24 jam

Plavix 1x75 mg

Ascardia 1x80 mg

Cardace 1x2,5 mg

Atorvastatin 1x20 mg

KSR 2x2

Tanggal S O A P14 Agustus 2015Hari rawatan ketiga

Nyeri dada berkurang.

KU : nyeri dada

Kes : CM

TD :120/70 mmHg

HR : 68x/menit

RR : 18 x/menit

Suhu :36,6°C

Mata : dbn

T/H/M : dbn

Leher : TVJ R±2cmH2O

Thorax : Simetris (+), Ves

(+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)

Jantung : BJ 1 > BJ II,

Unstable angina pectoris.

Drip. NTG 5 mg/ jam

Inj. Ceftriaxon 1 gr/

12 jam

Arixtra 2,5 mg/24 jam

Plavix 1x75 mg

Ascardia 1x80 mg

Cardace 1x2,5 mg

Atorvastatin 1x20 mg

KSR 2x2

2

Page 33: Unstable Angina Pectoris

regular, bising (-)

Abdomen : Distensi (-),

H/L/R tidak teraba,

peristaltik normal

Ekstremitas : edema (-/-)

Tanggal S O A P15 Agustus 2015Hari keempat rawatan

Nyeri dada (-).

KU : nyeri dada

Kes : CM

TD :110/80 mmHg

HR : 70x/menit

RR : 19 x/menit

Suhu :36,6°C

Mata : dbn

T/H/M : dbn

Leher : TVJ R±2cmH2O

Thorax : Simetris (+), Ves

(+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)

Jantung : BJ 1 > BJ II,

regular, bising (-)

Abdomen : Distensi (-),

H/L/R tidak teraba,

peristaltik normal

Ekstremitas : edema (-/-)

Unstable angina pectoris.

Plavix 1x75 mg

Ascardia 1x80 mg

Cardace 1x2,5 mg

Atorvastatin 1x20 mg

ISDN 3X5 mg

KSR 2x2

2