Uns Lakimpanghk

download Uns Lakimpanghk

of 14

description

vbnvnmbnb,m,mm,m

Transcript of Uns Lakimpanghk

B. TINJAUAN PUSTAKA 1. Tinjauan Teori Karbohidrat terbagi menjadi tiga kelompok utama, gula, oligosakarida (rantai pendek karbohidrat) dan polisakarida. Gula meliputi (i) monosakarida, (ii) disakarida dan (iii) polisakarida (alkohol gula). Oligosakarida yang baik adalah malto-oligosakarida, terutama terjadi dari hidrolisis pati dan non glukan seperti raffinose dan stachyose (galactosides), Frukto dan galacto-oligosakarida oligosakarida lainnya. Polisakarida dapat dibagi menjadi Pati (1:4 dan 1:6 glucans) dan non-Pati polisakarida (NSPs), komponen utama polisakarida adalah polisakarida dinding sel tanaman seperti selulosa, hemiselulosa dan pektin (Chumming and Stephen, 2007). Karbohidrat merupakan sumber utama dari energi yang dikonsumsi oleh tubuh manusia. Karbohidrat merupakan polihidroksi alkohol dengan gugus karbonil aktif yang terdiri dari aldehida atau keton grup. Monosakarida tidak dapat dihidrolisis menjadi lebih jauh sederhana. Disakarida dapat dihidrolisis menjadi dua monosakarida. Polisakarida terdiri dari homopolisakarida dan heteropolisakarida. Pati adalah bentukpenyimpanan glukosa dalam tubuh. Pati terdiri dari amilosa dan amilopektin. Pati berisi amilase (10-20%) dan amilopektin (80-90%). Pati memberikan warna biru dengan penambahan iod (Asif, et.al, 2011). Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa maupun karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi seperti pati, pektin, selulosa, dan lignin. Pada umumnya buah-buahan mengandung monosakarida seperti glukosa dan fruktosa. Disakarida seperti gula tebu banyak terkandung dalam batang tebu; di dalam air susu terdapat laktosa atau gula susu. Beberapa oligosakarida seperti dekstrin terdapat dalam sirup pati, roti, dan bir. Sedangkan berbagai polisakarida seperti pati, banyak terdapat dalam serealia dan umbi-umbian; selulosa dan pektin banyak terdapat dalam buah-buahan. Sumber karbohidrat utama bagi bahan makanan kita adalah serelia dan umbi-umbian (Winarno, 2004). Kandungan karbohidrat yang tinggi dalam bekatul dapat dimanfaatkan untuk produksi gula reduksi. Karbohidrat dalam bekatul berbentuk polisakarida, terutama pati, sehingga diperlukan enzim amilase untuk menghidrolisis pati menjadi polimer pendek berupa dekstrin dan gula reduksi. Proses pemecahan pati menjadi gula reduksi disebut sebagai proses sakarifikasi. Gula reduksi dapat dimanfaatkan untuk berbagai hal, misalnya produksi etanol dan asam laktat (Dewi, dkk. 2004). Oksidasi mempunyai peranan penting dalam kimia dan analisis karbohidrat. Gula pereduksi teroksidasi oleh zat pengoksidasi lemah seperti larutan benedict dan fehling. Pati adalah poliglukosida berbobot molekul tinggi sebagai tempat menyimpan karbohidrat bagi tumbuh tumbuhan. Amilopektin, komponen pati yang larut air, berbeda dengan amilosa dalam hal rantai cabang poliglukosida yang dihubungkan dengan atom karbon. Pati selain dikonsumsi sebagai sumber karbohidrat, digunakan dalam makanan sebagai zat pengental dan pen-jel. Penerapanutama pati di luar bidang pangan ialah sebagai zat perekat untuk memperbaiki kekuatan dan mutu penulisan permukaan kertas (Pine, 1988). Pati dapat dikonversi dengan cara menghidrolisis suspensi pati secara terkendali dengan menggunakan asam dan pemanasan. Beberapa bagian dari ikatann glikosidik akan mengalami pemutusan dengan perlakuan asam sehingga dapat dihasilkan molekul pati yang lebih pendek. Hal ini mengakibatkan sifat kemampuan gelatinisai pati menurun, dimana akan dihasilkan pati dengan viskositas yang lebih rendah pada saat pemasakan. Dengan demikian, konsentrasi pati yang dapat digunakan dalam proses pengolahan dapat lebih besar. Pati akan lebih larut dengan viskositas yang lebih rendah, tetapi dapat menghasilkan struktur gel yang lebih kuat (Kusnandar, 2011). Amilosa dan amilopektin di dalam granula pati dihubungkan dengan ikatan hidrogen. Apabila granula pati dipanaskan di dalam air, maka energi panas akan menyebabkan ikatan hidrogen terputus, dan air masuk ke dalam granula pati. Air yang masuk selanjutnya membentuk ikatan hidrogen dengan amilosa dan amilopektin. Meresapnya air ke dalam granula menyebabkan terjadinya pembengkakan granula pati. Ukuran granula akan meningkat sampai batas tertentu sebelum akhirnya granula pati tersebut pecah. Pecahnya granula menyebabkan bagian amilosa dan amilopektin berdifusi keluar. Proses masuknya air ke dalam pati yang menyebabkan granula mengembang dan akhirnya pecah disebut dengan gelatinisasi, sedangkan suhu dimana terjadinya gelatinisasi disebut dengan suhu gelatinisasi. Proses gelatinisasi pati menyebabkan perubahan viskositas larutan pati (Bastian, 2011). Amilosa memiliki kemampuan untuk membentuk ikatan hidrogen atau mengalami retrogradasi. Semakin banyak amilosa pada pati akan membatasi pengembangan granula dan mempertahankan integritas granula. Semakin tinggi kadar amilosa maka semakin kuat ikatanintramolekulnya. Sifat amilosa yang penting jika dibandingkan dengan amilopektin adalah amilosa lebih mudah keluar dari granula dan memiliki kemampuan untuk mudah berasosiasi dengan sesamanya. Tingginya amilosa pada substitusi tepung tapioka akan menghasilkan tekstur yang tinggi karena dilihat dari bentuk rantai amilosa yang lurus atau terbuka maka amilosa memiliki luas permukaan yang lebih besar sehingga memungkinkan untuk lebih banyak menyerap atau mengikat air dan sifat binder yang dimiliki tepung tapioka akan mengurangi kerapuhan sehingga lebih halus (Harijono dkk., 2000) dalam (Lestari, 2008). Bentuk granula merupakan ciri khas dari masing-masing pati. Perbedaan bentuk maupun ukuran granula ternyata hanya untuk mengidentifikasi macam umbi atau merupakan ciri khas dari masingmasing pati umbi. Tidak ada hubungan yang nyata antara gelatinisasi dengan ukuran granula pati, tetapi suhu gelatinisasi mempunyai hubungan dengan kekompakan granula, kadar amilosa dan amilopektin. Granula pati dapat menyerap air dan membengkak tetapi tidak dapat kembali seperti semula. Air yang terserap dalam molekul menyebabkan granula mengembang. Kadar amilosa yang tinggi dapat meningkatkan absorbsi air (Richana, 2004). Amilosa dan amilopektin merupakan komponen utama pati yang berperan sebagai rangka struktur pati. Kedua molekul tersebut tersusun oleh beberapa unit glukosa yang saling berikatan. Amilosa merupakan molekul linier polisakarida dengan ikatan -1,4 dengan derajat polimerasi (DP) beberapa ratus unit glukosa, sedangkan amilopektin mempunyai struktur amilosa pada rantai lurus dan juga memiliki konfigurasi bercabang yang terdapat pada setiap 20-25 residu glukosa dengan ikatan -1,6 (Whistler & Daniel 1984, diacu dalam Munarso 2004). 2. Tinjauan BahanPereaksi benedict berupa larutan yang mengandung kuprisulfat, natriumkarbonat dan natriumsitrat. Glukosa dapat mereduksi ion Cu ++ dari kuprisulfat menjadi ion Cu+ yang kemudian mengendap sebagai Cu2O. Endapan yang terbentuk dapat berwarna hijau, kuning atau merah bata. Warna endapan ini tergantung pada konsentrasi karbohidrat yang diperiksa. Glukosa adalah suatu aldoheksosa dan sering disebut dektrosa karena mempunyai sifat dapat memutar cahaya terpolarisasi ke arah kanan. Amilum terbentuk dari glukosa dengan jalan penggabungan molekul molekul glukosa yang membentuk rantai lurus maupun berabang dengan melepaskan molekul air (Poedjiadi dan Titin, 2009). Benedict test, digunakan untuk mendeteksi disakarida. 2 ml larutan benedict dipindahkan ke 5 tetes larutan tes dalam tabung mendidih, dan panas diterapkan dalam penangas air selama 2-3 menit. Warna merah setelah pemanasan mengindikasikan adanya disakarida. Uji Iodine dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya kandungan pati. Warna biru-hitam mengidentifikasikan bahwa terdapat pati dalam sampel tersebut (Aladesida, 2013). Glukosa dan gula-gula lain yang mampu mereduksi semyawa pengoksidasi disebut gula pereduksi. Sifat ini berguna dalam analisa gula. Dengan mengukur jumlah dari senyawa pengokisdasi yang tereduksi oleh suatu larutan gula tertentu, dapat dilakukan pendugaan konsentrasi gula. Aldosa merupakan gula pereduksi yang berarti bahwa fungsi aldehida bebas dari bentuk rantai terbuka mampu untuk dioksidasi menjadi gugus asam karboksilat. Glukosa sebagai suatu aldoheksosa yang merupakan gula pereduksi (Lehninger, 1982). Berbeda dengan pati dan selulosa, rendahnya gula reduksi yang dihasilkan dari hidrolisis sukrosa dapat disebabkan oleh jenis ikatan kimia yang berbeda antara maltosa dan sukrosa. Maltosa merupakan pereduksi sempurna dengan ikatan -glukosida, dan proses hidrolisisnyamenghasilkan 2 molekul glukosa, sedangkan sukrosa bukan pereduksi dan mempunyai ikatan --glikosidik. Untuk memutus ikatan sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa dibutuhkan enzim yang spesifik, yang mungkin kurang dalam cairan rumen yang dikoleksi untuk mendapatkan enzim kasar (Syahrir, dkk. 2011). Pati dari tapioka terdiri atas 17% amilosa dan 83% amilopektin. Granula tapioka berbentuk semibulat dengan salah satu bagian ujungnya mengerucut dengan ukuran 535 m. Suhu gelatinisasinya berkisar antara 5264C, kristalinisasi 38%, kekuatan mengembang 42, dan kelarutan 31%. Kekuatan mengembang dan kelarutan tapioka lebih kecil dibanding pati kentang, tetapi lebih besar dari pati jagung. Suhu gelatinisasi tapioka berkisar antara 58,570,0C, bergantung pada varietas ubi kayu yang digunakan untuk memproduksi tapioka (Herawati, 2012).C. METODOLOGI 1. Alat a. Tabung reaksi b. Pipet Volume c. Pipet tetes d. Lampu spiritus e. Pemanas air f. Beaker glass g. Gelas obyek h. Gelas penutup i. Mikroskop j. Kompor listrik k. Pengaduk kaca l. Penjepit kayu m. Termometer n. pH universal o. Sendok 2. Bahan a. Larutan sukrosa 5% b. NaOH 0,1 N c. HCl 0,1 N d. Air suling e. NaHCO3 (kristal) f. Pereaksi Benedict g. Larutan glukosa 0,1M h. Tepung tapioka i. Tepung beras j. Larutan Iodin 3. Cara Kerja a. Pengaruh Asam dan Alkali Terhadap Gula Sederhana Percobaan 1 Disiapkan 3 tabung reaksi 2ml sakarosa murni 5%Dimasukkan ke dalam masing-masing tabung Perlakuan 1 : ditambahkan dengan 5ml NaOH Perlakuan 2 : ditambahkan dengan 5ml HCl 0,1 N Perlakuan 3 : ditambahkan dengan 5ml aquades Ketiga tabung dipanaskan dengan lampu spiritus sampai mendidih selama 2-3 menit Diamati perubahan warnanya NaHCO3 kristal Dimasukkan pada tabung ke 2 untuk penetralan 2ml masing-masing larutanDipindahkan ke dalam 3 tabung reaksi yang lain Ditambahkan 3 ml peraksi benedict Dipanaskan pada penangas air mendidih selama 5 menit Percobaan 2 5ml larutan glukosa 0,1 M Dimasukkan masing-masing ke dalam tabung Perlakuan 1 : ditambahkan 2ml NaOH 0,1 N Perlakuan 2 : ditambahkan 2ml HCl 0,1 N Perlakuan 3 : ditambahkan 2ml aquades Dipanaskan ke 3 tabung pada lampu spiritus sampai mendidh selama 5 menit Diamati perubahan warna yang terjadi b. Gelatinisasi Pati 2 jenis pati (tapioka dan tepung beras) Diambil masing-masing sendok teh kedalam 4 gelas beaker 100ml Aquades Ditambahkan bertetes-tetes sampai terbentuk pasta kental Perlakuan 1 : ditambahkan air suhu kamar sambil diaduk Perlakuan 2 : ditambahkan air bersuhu 500C sambil diaduk Perlakuan 3 : ditambahkan air bersuhu 650C sambil diaduk Perlakuan 4 : ditambahkan air bersuhu 800C ambil diaduk Dibuat masing-masing preparat pada gelas obyek. Larutan iodine encer Ditambahkan pada gelas obyek Diamati dengan gelas penutup dan diamati dibawah mikroskop Dibuat gambar granula pati pada masing-masing preparat Dibandingkan pula dengan pengamatan pada preparat dari suspensi pati dalam air dingin + larutan iodineD. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1.1 Hasil Pengamatan Pengaruh Asam dan Alkali Terhadap Sukrosa Kel 1 4 2 5 3 6 Perlakuan 2ml larutan sukrosa 5% + 5ml NaOH 0,1 N 2ml larutan sukrosa 5% + 5ml HCl 0,1 N 2ml larutan sukrosa 5% + 5ml aquades Pemanasan I Warna awal Warna akhir Bening Bening Bening Bening Bening Bening Bening Bening Bening Bening Bening Bening Pemanasan II Warna Endapan Biru tua Tidak ada Biru tua Tidak ada Biru Tidak ada Biru Biru Biru Tidak ada Tidak ada Tidak ada Sumber : Laporan Sementara Dari data diatas telah didapatkan hasil percobaan pengaruh asam dan alkali terhadap sukrosa. Sukrosa merupakan karbohidrat yang termasuk dalam jenis disakarida. Sukrosa atau yang biasa disebut gula tebu terdiri dari glukosa dan fruktosa. Pada percobaan ini dilakukan dengan tiga perlakuan. Perlakuan pertama yaitu larutan sukrosa 5% ditambahkan dengan 5ml NaOH 0,1 N dengan dua kali pemanasan. Warna awal dari larutan tersebut adalah bening dan setelah dilakukan pemanasan dengan lampu spiritus selama 2-3 menit tidak terjadi perubahan warna pada larutan. Setelah pemanasan pertama, sampel diambil sebanyak 2ml dan dipindahkan ke tabung reaksi yang lain dan ditambahkan dengan 3ml pereaksi benedict. Setelah penambahan benedict larutan berubah warna menjadi biru tua dan dilakukan pemanasan untuk ke dua kalinya pada penangas air mendidih selama 5 menit, tidak terdapat endapan pada larutan. Perlakuan kedua yaitu larutan sukrosa 5% ditambahkan dengan 5ml HCl 0,1 N dengan dua kali pemanasan. Warna awal dari larutan tersebut adalah bening dan setelah dilakukan pemanasan dengan lampu spiritus selama 2-3 menit tidak terjadi perubahan warna pada larutan. Setelah pemanasan pertama larutan ditambahkan dengan kristal NaHCO3, sampel diambil sebanyak 2ml dan dipindahkan ke tabung reaksi yang lain dan ditambahkan dengan 3ml pereaksi benedict. Setelah penambahan benedict larutan berubah warna menjadi biru dan dilakukan pemanasan untuk ke dua kalinya pada penangas air mendidih selama 5 menit, tidak terdapat endapan pada larutan. Seharusnya menghasilkan warna merah bata atau kecoklatan dengan adanya endapan, namun pada praktikum kali ini terjadi penyimpangan yang diakibatkan oleh suhu pemanasan yang tidak stabil dan reagen benedict tidak dapat bekerja dengan baik pada kondisi asam. Sedangkan pada suasana yang sedikit basa, benedict mampu bekerja secara maksimal (Wilbraham, 1992). Perlakuan ketiga yaitu 2ml larutan sukrosa 5% ditambahkan dengan 5ml aquades. Perlakuan selanjutnya tidak berbeda dengan perlakuan pertama dan kedua. Warna awal pada larutan bening dan tidak terjadi perubahan warna setelah pemanasan. Setelah penambahan pereaksi benedict, larutan berubah warna menjadi biru dan tidak terdapat endapan setelah pemanasan yang kedua pada penangas air mendidih.Pengujian benedict dilakukan untuk mengetahui adanya gula pereduksi dalam suatu sampel bahan. Gula pereduksi memberikan uji positif dengan pereaksi benedict. Uji positif diperoleh apabila gula yang bentuk hemiasetal dan hemiketalnya berada dalam kesetimbangan dengan bentuk terbuka. Glukosa dan fruktosa termasuk dalam jenis gula pereduksi. Sedangkan sukrosa termasuk dalam jenis gula non pereduksi yang tidak memberikan uji positif karena struktur gula nonpereduksi berbentuk siklik yang berarti bahwa hemiasetal dan hemiketalnya tidak berada dalam kesetimbangannya Sukrosa oleh HCl dalam keadaan panas akan terhidrolisis, lalu menghasilkan glukosa dan fruktosa. Monosakarida dan beberapa disakarida mempunyai sifat dapat mereduksi terutama dalam suasana basa. Sifat reduktor ini disebabkan oleh adanya gugus aldehida dan keton bebas dalam molekul karbohidrat. Saat sukrosa dipanaskan, sebagian sukrosa akan terurai menjadi glukosa dan fruktosa, yang disebut gula invert. Inversi sukrosa terjadi dalam suasan asam. Tabel 1.2 Hasil Pengamatan Pengaruh Asam dan Alkali Terhadap Gula reduksi (Larutan Glukosa) Kel. 1 4 2 5 3 6 Perlakuan 5ml larutan glukosa 0,1 M + 2ml NaOH 0,1 N 5ml larutan glukosa 0,1 M + 2ml HCl 0,1 N 5ml larutan glukosa 0,1M + 2ml Aquades Sumber : Laporan Sementara Warna awal Bening Bening Bening Bening Bening Bening Warna akhir Coklat teh Coklat teh Bening Bening Bening BeningPada umumnya karbohidrat dapat dikelompokkan menjadi monosakarida, ologosakarida, serta polisakarida. Monosakarida merupakan suatu molekul yang dapat terdiri dari lima atau enam atom C, sedangkan oligosakarida meruapakn polimer dari 2-10 monosakarida, dan pada umumnya polisakarida merupakan polimer yang terdiri lebih dari 10 monomer monosakarida. Monosakarida Monosakarida dengan enam atoom C disebut heksosa, misalnya glukosa, fruktosa dan galaktosa. Sedangkan yang mempunyai lima atom C disebut pentosa, misalnya xilosa, arabinosa dan ribosa. Oligosakarida Oligosakarida yang terdiri dari dua molekul disebut disakarida, dan bila terdiri dari tiga molekul disebut triosa ; bila sukrosa terdiri dari molekul glukosa dan fruktosa, laktosa terdiri dari molekul glukosa dan galaktosa Polisakarida Polisakarida dalam bahan makanan contohnya selulosa, hemiselulosa, pektin, lignin. Sebagai sumber energi contohnya pati, dekstrin, glikogen, fruktan. Larutan basa encer pada suhu kamar akan mengubah sakarida. Perubahan ini terjadi pada atom C anomerik dan atom C tetangganya tanpa mempengaruhi atom-atom C lainnya. Jika D-glukosa dituangi larutan basa encer maka sakarida itu akan berubah menjadi campuran: D-glukosa, Dmanosa, D-fruktosa. Perubahan menjadi senyawaan tersebut melalui bentukbentuk enediolnya. Bilamana basa yang digunakan berkadar tinggi maka akan terjadi fragmentasi atau polimerisasi. Sehingga monosakarida akan mudah mengalami dekomposisi dan menghasilkan pencoklatan non-enzimatis biladipanaskan dalam suasana basa. Tetapi pada disakarida dalam suasana sedikit basa akan lebih stabil terhadap reaksi hidrolisis (Soeharsono,1978). Percobaan kali ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh asam dan alkali terhadap gula reduksi. Percobaan ini menggunakan sampel 5ml larutan glukosa 0,1 M. Glukosa merupaka karbohidat yang termasuk kedalam jenis monosakarida. Tidak jauh berbeda dengan percobaan pada sukrosa, percobaan pada glukosa juga dilakukan dengan tiga perlakuan namun pemanasan hanya dilakukan satu kali. Perlakuan pertama yaitu larutan sampel ditambahkan dengan 2ml NaOH 0,1 N warna awalnya bening dan setelah dilakukan pemanasan dengan lampu spiritus selama 5 menit warnanya berubah menjadi coklat teh. Sedangkan perlakuan kedua, sampel ditambahkan dengan 2ml HCl 0,1N. Pada perlakuan kedua tidak terjadi perubahan warna sebelum dan sesudah pemanasan, warna tetap bening. Perlakuan ketiga sampel ditambahkan dengan 2ml aquades. Pada perlakuan ini juga didapatkan hasil yang sama dengan perlakuan kedua. Dimana tidak terjadi perubahan warna setelah pemanasan.Pada pengamatan penentuan suhu gelatinisasi pada tepung tapioka ini bertujuan untuk mengetahui suhu gelatinisasi pada pati tapioka. Bahan yang digunakan adalah polisakarida berupa tepung tapioka, kisaran suhu yang dipakai dalam percobaan ini yaitu suhu kamar, 50C, 65C, dan 80C. Pada percobaan ini, masing-masing dibuat preparat mikroskopisnya pada gelas obyek dan ditambah larutan Iodine encer, agar warna yang terlihat lebih jelas, sehingga dapat ditentukan range suhu gelatinisasi. Semua pengamatan menggunakan perbesaran 10 x 100 kali. Dari percobaan tersebut dapat diketahui bahwa pada pasta kental tapioka dengan perlakuan pada suhu kamar belum terlihat pemecahan granula, bentuk granula tapioka kecil dan bergerombol. Sejumlah kecil air mungkin akan di adsorbsi pada permukaan granula. Pada suhu 50C air yang teradsorbsi lebih banyak dan ukuran graula mulai membesar namun belum terjadi gelatinisasi. Pada tepung tapioka yang ditambah air pada suhu 65C, sudah mulai terjadi gelatinisasi dan pada tambahan air pada suhu 80C gelatinisasi telah terjadi hampir keseluruhan bagian. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa kisaran suhu gelatinisasi pada tepung tapioka adalah antara suhu 50C - 65C. Percobaan ini telah sesuai dengan teori menurut Wurzburg (1989) dalam Herawati (2012), suhu gelatinisasi tapioka berkisar antara 58,570,0C, bergantung pada varietas ubi kayu yang digunakan untuk memproduksi tapioka.Granula pati tepung tapioka akan menyerap air lebih cepat jika dipanaskan sehingga ukuran granula pati akan mengembang karena menyerap air. Semakin tinggi suhu, maka akan semakin banyak air yang diserap oleh granula pati, sehingga ukurannya akan semakin besar. Hal ini sesuai dengan pendapat Bastian (2011) yang menyatakan bahwa apabila granula pati dipanaskan di dalam air, maka energi panas akan menyebabkan ikatan hidrogen terputus, dan air masuk ke dalam granula pati. Air yang masuk selanjutnya membentuk ikatan hidrogen dengan amilosa dan amilopektin. Meresapnya air ke dalam granula menyebabkan terjadinya pembengkakan granula pati. Ukuran granula akan meningkat sampai batas tertentu sebelum akhirnya granula pati tersebut pecah. Pecahnya granula menyebabkan bagian amilosa dan amilopektin berdifusi keluar. Proses masuknya air ke dalam pati yang menyebabkan granula mengembang dan akhirnya pecah disebut dengan gelatinisasi, sedangkan suhu dimana terjadinya gelatinisasi disebut dengan suhu gelatinisasi.Pati dari tapioka terdiri atas 17% amilosa dan 83% amilopektin. Granula tapioka berbentuk semibulat dengan salah satu bagian ujungnya mengerucut dengan ukuran 535 m. Suhu gelatinisasinya berkisar antara 5264C, kristalinisasi 38%, kekuatan mengembang 42%, dan kelarutan 31%. Kekuatan mengembang dan kelarutan tapioka lebih kecil dibanding pati kentang, tetapi lebih besar dari pati jagung. Suhu gelatinisasi tapioka berkisar antara 58,570,0C, bergantung pada varietas ubi kayu yang digunakan untuk memproduksi tapioka (Herawati, 2012). Tabel 1.3.2 Hasil Pengamatan Penentuan Suhu Gelatinisasi Tepung Beras Kel Perlakuan Gambar KeteranganPengamatan Referensi 1 Pati Beras + aquades suhu kamar Bentuknya bulat bergerombol, ukurannya kecil Perbesaran : 10 x 100 3 Pati Beras + aquades suhu 50C Bentuknya masih tetap bulat, ukurannya agak besar Perbesaran : 10 x 100 2 Pati Beras + aquades suhu 65C Bentuknya tetap bulat, ukuran lebih besar Perbesaran : 10 x 100 Pati Beras + aquades suhu 80C Bentuknya tidak beraturan, ukurannya membengkak maksimal (granula pati pecah) Perbesaran : 10 x 100 4 Sumber: Laporan Sementara Pada pengamatan penentuan suhu gelatinisasi pada tepung beras ini bertujuan untuk mengetahui suhu gelatinisasi pati tepung beras. Bahan yang digunakan polisakarida berupa tepung beras, kisaran suhu yang dipakai dalam percobaan ini adalah suhu kamar, 50C, 65C, dan 80C. Pada percobaan ini, masing-masing dibuat preparat mikroskopisnya pada gelas obyek, dari setiap sampel diambil 1 tetes dan ditambah 1 tetes larutan Iodine encer, agar warna yang terlihat lebih jelas, sehingga dapat ditentukan range suhu gelatinisasi. Pada tepung beras yang telah ditambah air pada suhu kamar, granula pati belum ada yang pecah. Bentuknya bulat bergerombol dan ukurannya kesil. Sedangkan yang ditambah air pada suhu 50C, bentuknya tetap bulat. Lebih banyak air yang diadsorbsi pada permukaan granula, ukuran granula pun lebih besar. Pada suhu 65C, lebih banyak air diadsorbsidi permukaan granula, ikatan hidrogen antar polimer-polimer pati dalam granula mungkin mulai melemah, warnanya mulai pudar, dan sedikit granula mulai pecah. Beberapa amilosa mulai lepas dan berada di permukaan granula sehingga struktur granula menjadi lebih terbuka. Pada suhu 80C, granula pati akan mencapai gelatinisasi optimum dan granula membengkak maksimal menyebabkan rusaknya granula sehingga isinya keluar. Kondisi ini disebabkan oleh ketidakmampuan struktur dan ikatan hidrogen untuk mempertahankan polimer pati untuk tetap bersama-sama pati menunjukkan peristiwa gelatinisasi. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa kisaran suhu gelatinisasi pada pati tepung beras adalah suhu 65C-80C. Hasil percobaan ini telah sesuai dengan teori menurut Juliano, (1972) dalam Masniawati (2012) yang mengungkapkan bahwa suhu gelatinisasi ketan berkisar antara 58-78.5C, sedangkan suhu gelatinisasi beras berkisar antara 58-79C. Suhu gelatinisasi pati tapioka dan maizena berbeda karena dipengaruhi oleh jenis, sifat, dan komponen yang terkandung dalam masing-masing bahan tersebut. Granula pati beras memiliki ukuran paling kecil diantara pati-pati yang umum diproduksi. Pati ini memiliki ukuran yang bervariasi dari 3-5. Pati beras menyerupai pati gandum tetapi sedikit lebih seragam dan berbentuk poligonal.Granula pati tepung beras akan menyerap air lebih cepat jika dipanaskan sehingga ukuran granula pati akan mengembang karena menyerap air. Semakin tinggi suhu, maka akan semakin banyak air yang diserap oleh granula pati, sehingga ukurannya akan semakin besar. Hal ini sesuai dengan pendapat Bastian (2011) yang menyatakan bahwa apabila granula pati dipanaskan di dalam air, maka energi panas akan menyebabkan ikatan hidrogen terputus, dan air masuk ke dalam granula pati. Air yang masuk selanjutnya membentuk ikatan hidrogen dengan amilosa dan amilopektin. Meresapnya air ke dalam granula menyebabkan terjadinya pembengkakan granula pati. Ukuran granula akan meningkat sampai batas tertentu sebelum akhirnya granula pati tersebut pecah. Pecahnya granula menyebabkan bagian amilosa dan amilopektin berdifusi keluar. Proses masuknya air ke dalam pati yang menyebabkan granula mengembang dan akhirnya pecah disebut dengan gelatinisasi, sedangkan suhu dimana terjadinya gelatinisasi disebut dengan suhu gelatinisasi. Pati dalam jaringan tanaman mempunyai bentuk granula (butir) yang berbeda. Amilosa dan amilopektin di dalam granula pati dihubungkan dengan ikatan hidrogen. Apabila granula pati dipanaskan di dalam air, maka energi panas akan menyebabkan ikatan hidrogen terputus, dan air masuk ke dalam granula pati. Air yang masuk selanjutnya membentuk ikatan hidrogen dengan amilosa dan amilopektin. Meresapnya air ke dalam granula menyebabkan terjadinya pembengkakan granula pati. Ukuran granula akan meningkat sampai batas tertentu sebelum akhirnya granula pati tersebut pecah. Pecahnya granula menyebabkan bagian amilosa dan amilopektin berdifusi keluar. Proses masuknya air ke dalam pati yang menyebabkan granula mengembang dan akhirnya pecah disebut dengan gelatinisasi, sedangkan suhu dimana terjadinya gelatinisasi disebut dengan suhu gelatinisasi. Menurut teori Harper (1981) dalam Masniawati (2012) mekanisme terjadinya gelatinisasi dapat dibagi menjadi tiga tahapan. Pertama, granula pati mulai berinteraksi dengan molekul air dan dengan peningkatan suhu suspensi terjadilah pemutusan sebagian besar ikatan intermolekul pada kristal amilosa. Kemudian pada tahap kedua terjadi pengembangan granula pati. Tahap akhir adalah mulai berdifusinya molekul-molekul amilosa keluar dari granula sebagai akibat dari meningkatnya suhu panas dan air yang berlebihan, hal ini menyebabkan granula mengembang lebih lanjut. Proses gelatinisasi terus terjadi sampai seluruh molekul amilosa terdifusi keluar granula dan hanya menyisakan amilopektin. Amilosa dan amilopektin merupakan komponen utama pati yang berperan sebagai rangka struktur pati. Kedua molekul tersebut tersusun oleh beberapa unit glukosa yang saling berikatan. Amilosa merupakan molekul linier polisakarida dengan ikatan -1,4 dengan derajat polimerasi (DP) beberapa ratus unit glukosa, sedangkan amilopektin mempunyai struktur amilosa pada rantai lurus dan juga memiliki konfigurasi bercabang yang terdapat pada setiap 20-25 residu glukosa dengan ikatan -1,6 (Whistler & Daniel 1984, diacu dalam Munarso 2004). Amilosa memiliki kemampuan untuk membentuk ikatan hidrogen atau mengalami retrogradasi. Semakin banyak amilosa pada pati akan membatasi pengembangan granula dan mempertahankan integritas granula. Semakin tinggi kadar amilosa maka semakin kuat ikatan intramolekulnya. Sifat amilosa yang penting jika dibandingkan dengan amilopektin adalah amilosa lebih mudah keluar dari granula dan memiliki kemampuan untuk mudah berasosiasi dengan sesamanya. Tingginya amilosa pada substitusi tepung tapioka akan menghasilkan tekstur yang tinggi karena dilihat dari bentuk rantai amilosa yang lurus atau terbuka maka amilosa memiliki luas permukaan yang lebih besar sehingga memungkinkan untuk lebih banyak menyerap atau mengikat air dan sifat binder yang dimiliki tepung tapioka akan mengurangi kerapuhan sehingga lebih halus (Harijono dkk., 2000) dalam (Lestari, 2008). Amilopektin merupakan komponen pati yang membentuk kristalinitas granula pati. Viskositas pasta amilopektin akan meningkat apabila konsentrasinya dinaikkan (0-3%). Akan tetapi hubungan ini tidak linier sehingga diperkirakan terjadi interaksi atau pengikatan secara acak diantara molekul-molekul cabang (Ulyarti 1997). Amilopektin yang memiliki rantai cabang lebih panjang memiliki kecendrungan yang kuat untuk membentuk gel. Adanya amilopektin pada pati akan mengurangi kecendrungan pati dalam membentuk gel. Keuletan tepung beras yang tinggi pada saat pemanasan mengakibatkan amilopektin akan mengembang yang menyebabkan lapisan molekul pati lebih tipis sehingga rongga udara disekitarnya semakin besar dan strukturnya makin renggang, akibatnya bangunan amilopektin kurang kompak dan mudah dipatahkan (Harijono dkk., 2000). Winarno (2004) yang menyebutkan bahwa kandungan amilopektin yang rendah akan menurunkan kekentalan karena amilopektin yang tinggi dapat mengikat air sehingga pembengkakan butir-butir pati terjadi lebih lambat, akibatnya suhu gelatinasi lebih tinggi. Adanya amilopektin menyebabkan gel lebih tahan terhadap kerusakan mekanik. E. KESIMPULAN Kesimpulan yang didapatkan dari praktikum Kimia Pangan acara Karbohidrat adalah : o Glukosa tidak stabil pada kondisi basa dan stabil pada kondisi asam dan netral o Sukrosa relatif stabil terhadap alkali sedangkan pada koondisi asam akan mengalami hidrolisa. o Uji benedict dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya gula reduksi pada sampel o Suhu gelatinisasi pada tepung tapioka berkisaran antara 50-650C o Suhu gelatinisasi pada tepung beras berkisaran antara 65-800C