ACARA IV IPB UNS

42
ACARA IV PENILAIAN KARAKTERISTIK BEBERAPA BAHAN PANGAN A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pada umumnya hasil pertanian bersifat sangat mudah rusak (highly perishable). Hal ini disebabkan karena sifat fisik dan kimianya yang memungkinkan berbagai kerusakan sifat fisik dan kimianya yang memungkinkan berbagai kerusajan baik fisik, mekanik, kimia dan mikrobiologi mudah terjadi. Hasil pertanian umumnya mempunyai tekstur yang lunak,kadar air tinggi, komponen zat-zat gizi dan sejumlah enzim yang masih aktif. Faktor-faktor ini sangat berpengaruh terhadap perubahan- perubahan yang akan mengakibatkan kerusakan. Setelah panen, hasil pertanian akan mengalami perubahan-perubahan fisiologis secara spontan. Perubahan-perubahan ini biasanya disertai atau diikuti oleh perubahan fisik, kimia, dan mikrobiologi. Kerusakan bahan merupakan akibat dari perubahan-perubahan yang terjadi. Pemahaman tentang sifat-sifat bahan dan perubahan-perubahannya yang terjadi dapat digunakan untuk menilai dan menetapkan mutu bahan tersebut. Selain itu hal tersebut dapat juga

description

ilmu pengetahuan bahan KARAKTERISTIK BAHAN PANGAN

Transcript of ACARA IV IPB UNS

ACARA IV

PENILAIAN KARAKTERISTIK BEBERAPA BAHAN PANGAN

A. PENDAHULUAN

1. Latar BelakangPada umumnya hasil pertanian bersifat sangat mudah rusak (highly

perishable). Hal ini disebabkan karena sifat fisik dan kimianya yang

memungkinkan berbagai kerusakan sifat fisik dan kimianya yang

memungkinkan berbagai kerusajan baik fisik, mekanik, kimia dan

mikrobiologi mudah terjadi. Hasil pertanian umumnya mempunyai tekstur

yang lunak,kadar air tinggi, komponen zat-zat gizi dan sejumlah enzim

yang masih aktif. Faktor-faktor ini sangat berpengaruh terhadap

perubahan-perubahan yang akan mengakibatkan kerusakan.

Setelah panen, hasil pertanian akan mengalami perubahan-perubahan

fisiologis secara spontan. Perubahan-perubahan ini biasanya disertai atau

diikuti oleh perubahan fisik, kimia, dan mikrobiologi. Kerusakan bahan

merupakan akibat dari perubahan-perubahan yang terjadi.

Pemahaman tentang sifat-sifat bahan dan perubahan-perubahannya

yang terjadi dapat digunakan untuk menilai dan menetapkan mutu bahan

tersebut. Selain itu hal tersebut dapat juga digunakan untuk menentukan

cara-cara penanganan dalam usaha mempertahankan mutunya. Dalam hal

ini diperlukan cara-cara analisis komponen penting yang berpengaruh

terhadap mutu.

Proses-proses pengolahan primer pada bahan perlu diketahui untuk

meningkatkan nilai guna dan nilai tambah tersebut melalui proses

pengolahan selanjutnya Hasil pengolahan primer yang merupakan produk

intermediae atau bahan baku pada proses pengolahan berikutnya

diharapkan mempunyai sifat-sifat yang dikehendaki. Hal ini dimaksudkan

sebagai usaha untuk memperoleh produk akhir dengan mutu yang

diharapkan.

Umbi-umbian adalah bahan nabati yang diperoleh dari dalam

tanah. Misalnya ubi kayu, ubi jalar, kentang, dan sebagainya. Pada

umumnya, umbi-umbian tersebut merupakan sumber karbohidrat terutama

pati. Ubi jalar sering pula digunakan untuk makanan pokok. Secara fisik,

ubi jalar merupakan umbi dari bagian batang tanaman dan memiliki kulit

yang tipis. Warna kulit ubi jalar bervariasi dan tidak selalu sama dengan

warna umbi. Warna daging umbinya bermacam-macam. Demikian pula

bentuk umbinya seringkali tidak seragam.

2. Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum acara IV “Penilaian Karakteristik Beberapa

Bahan Pangan” ini adalah :

a. Menghitung jumlah bagian yang dapat dimakan (Edible Portion) dari

sayuran dan buah-buahan.

b. Mengamati beberapa sifat kimia buah dan sayuran.

c. Mengamati struktur dan sifat fisik umbi-umbian.

d. Mengamati beberapa sifat fisik minyak dan lemak.

B. TINJAUAN PUSTAKA

1. Tinjauan Bahan

Tanaman ubi jalar (Ipomea batatas L. sin. batatas edulis

Choisy) berasal dari Amerika bagian tengah, kemudian tersebar ke

berbagai negara di dunia, yang memiliki sistem pertanian cukup maju,

termasuk Indonesia. Daerah yang cocok untuk membudidayakan ubi

jalar adalah dataran rendah sampai ketinggian 500dpl., yang bersuhu 21

- 270 C, berkelembaban 50 - 60%, mendapatkan panas sinar matahari 11

– 12 jam/hari, dengan curah hujan 700 mm – 1500 mm/tahun. Di

dataran tinggi (pegunungan) dengan ketinggian mencapai 1.000 m dpl.,

ubi jalar masih mampu tumbuh dengan baik, namun pencapaian umur

panennya lebih lama (Rukmana, 2001).

Jeruk purut (Citrus hystrix DC, Rutaceae) adalah tanaman jeruk

Asia Tenggara dengan aroma yang sangat kuat. Senyawa volatil bebas

dalam minyak daun jeruk purut didistilasi oleh distilasi uap telah

dilaporkan (Lawrence et al., 1971). Sitronelal adalah senyawa volatil

utama yang ditemukan dalam minyak atsiri dari daun jeruk purut.

Senyawa volatil yang lainnya yang ditemukan dalam minyak daun

jeruk purut adalah α-pinene, Camphene, β-pinene, sabinene, myrcene,

limonene, trans-ocimene, γ-terpinene, ρ-cymene, Terpinolene, copaene,

linalool, β-cubebene, isopulegol, caryophyllene, citronellyl asetat,

sitronelol, geranil asetat, δ-cadinene (Tinjan, 2007).

Setiap macam buah-buahan mempunyai komposisi yang

berbeda-beda dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu perbedaan

varietas, keadaan iklim tempat tmbuh, pemeliharaan tanaman, cara

pemanenan, tingkat kematangan waktu dipanen, kondisi selama

pemeraman dan kondisi penyimpanan. Buah-buahan umumnya

merupakan sumber vitamin C dan provitamin A (karoten), di samping

B1 serta beberapa macam mineral seperti kalsium dan besi. Kadar

vitamin dan mineral beberapa jenis bauh-buahan (per 100 gram bahan) :

Buah Vit. A Vit. B Vit.C Kalsium Besi

(I.U) (mg) (mg) (mg) (mg)

Adpokat

Jambu bol

Jeruk Keprok

Mangga golek

Nangka

Nenas

Pepaya

Pisang raja

110

87

298

2415

92

69

274

665

0,03

0,01

0,05

0,05

0,02

0,04

0,06

0,04

8

15

22

20

2

13

59

7

6

9

23

9

13

8

17

7

0,5

0,8

0,3

0,5

0,3

0,2

0,1

0,6

Ubi kayu berbentuk seperti silinder yang ujungnya mengecil dengan

diameter rata-rata sekitar 2-5 cm dan panjang sekitar 20-30 cm.

Umbinya mempunyai kulit yang terdiri dari 2 lapis kulit yaitu kulit luar

dan kulit dalam. Daging umbi berwarna putih atau kuning. Pada bagian

tengah daging umbi terdapat suatu jaringan yang tersusun dari serat dan

diantara kulit dalam dan daging umbi terdapat lapisan kambium. Kulit

ubi jalar (lpomoea batatas L.) relatif tipis dibanding dengan kulit ubi

kayu. Warna daging ubi jalar bermacam-macam contohnya putih,

kuning, jingga kemerah-merahan atau ungu. Warna kulit luar juga

berbeda-beda, biasanya putih kekuningan atau merah ungu dan tidak

selalu sama dengan warna daging umbi. Demikian juga bentuknya

sering tidak seragam (bulat, lonjong, benjol-benjol). Daging umbi

biasanya mengandung serat, ada yang sedikit ada pula yang banyak

mengandung serat (Muchtadi, 2011).

Dalam sistematika tanaman, ubi kayu termasuk kelas

Dicotyledoneae. Ubi kayu masuk dalam famili Euphorbiaceae yang

mempunyai 7200 spesies, beberapa diantaranya punya nilai komersial,

seperti karet (Hevea brasiliensis), jarak (Ricinus comunis dan Jatropha

curcas), umbi – umbian (manihot spp), dan tanaman hias (euphorbia

spp). Manihot esculenta Crantz mempunyai nama lain M. utilissima dan

M. alpi. semua genus Manihot berasal dari Amerika Selatan. Brasil

merupakan pusat asal dan sekaligus pusat keragaman ubi kayu. Manihot

mempunyai 100 spesies yang telah diklasifikasikan dan mayoritas

ditemukan di daerah yang relatif kering (Prihandana, 2005).

Lemak adalah sekelompok ikatan organik yang terdiri atas

unsur-unsur Carbon (C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O), yang

mempunyai sifat tidak larut dalam air. Lemak yang mempunyai titik

lebur tinggi bersifat padat pada suhu kamar, sedangkan yang

mempunyai titik lebur rendah, bersifat cair. Lemak di dalam makanan

yang memegang peranan penting ialah yang disebut trigliserida, yang

molekulnya terdiri atas satu molekul glycerol (glycerin) dan tiga

molekul asam lemak. Menurut sumbernya, kita membedakan lemak

nabati dan lemak hewani. Lemak nabati berasal dari tumbuh-tumbuhan,

sedangkan lemak hewani berasal dari binatang termasuk ikan, telur, dan

susu. Kedua jenis lemak ini berbeda dalam jenis asam lemak yang

menyusunnya. Lemak nabati mengandung lebih banyak asam lemak

tidak jenuh, yang menyebabkan titik cair yang lebih rendah, dan dalam

suhu kamar berbentuk cair, disebut minyak. Lemak hewani

mengandung terutama asam lemak jenuh, khususnya yang mempunyai

rantai karbon panjang, yang membuatnya berbentuk padat dalam suhu

kamar. Lemak berbentuk padat inilah yang oleh kaum awam biasa

disebut lemak atau gajih (Iman, 2001).

2. Tinjauan Alat

Untuk mengukur konsentrasi/kadar gula dalam sirup, dapat

digunakan salah satu dari kedua alat berikut. Dari derajat Brix yang

ditunjukkan pada hand refraktometer dan dengan mencocokkannya

dengan angka pada tabel/daftar konversi, dapat diketahui kadar gula

dalam sirup. Sementara derajat Brix dapat diketahui dengan

meneteskan sirup ditempat tertentu pada alat tersebut, sehingga

akhirnya secara otomatis alat tersebut akan menunjukkan derajat Brix

(Suprapti, 2003).

Jumlah kandungan karbohidrat dapat diperkirakan dengan

mengukur konsentrasi sukrosa dalam larutan dengan refraktometer

gula. Dimana teknik ini secara umum cepat, mudah digunakan, dan

dapat diandalkan, tetapi dapat bermasalah di dalam dua situasi.

Pertama, ketika melakukan sampling dengan volume yang sangat

sedikit (<1 ml), hanya refraktometer dengan set prisma yang sangat

dekat akan memungkinkan pengukuran konsentrasi yang akurat. Kedua,

ketika larutan gula sangat terkonsentrasi (kental), seperti ketika nektar

atau tetesan madu telah terkena udara kering, tetesan akan menjadi

terlalu kental untuk ditarik ke dalam tabung kapiler (Dungan, 2004).

Refraktometer, yang mengukur SSC telah digunakan sebagai

metode pra - panen untuk menentukan kadar gula pada jagung manis

(Kleinhenz, 2003; Randle et al., 1984; Zhu et al., 1992). Dalam banyak

hasil panen SSC mengukur, terutama gula dan asam dengan

kemungkinan beberapa komponen dinding sel yang larut dalam air. Hal

ini membuat refraktometer sebagai prediktor kadar sukrosa yang baik

(Hale, 2005).

Pengukuran total gula ada pada setiap sampel dihasilkan

refraktometer yang memberikan konsentrasi gula, yang dinyatakan

dalam bentuk persentase sukrosa dalam pembacaan langsung pada

skala. Berdasarkan hasil kerja Schneller (1926), Zebran dan Martin

(1944) dan yang lainnya menyarankan ada kesepakatan yang dekat di

antara indeks refraksi dari penyusun utama gula, tidak ada koreksi yang

diterapkan pada pembacaan refraktometer (Wykes, 1952).

3. Tinjauan Teori

Padatan terlarut ini diukur menggunakan hand refractometer

yang terukur dengan satuan derajat brix (˚Brix). Brix adalah jumlah zat

padat yang larut (dalam g) setiap 100 g larutan. Kandungan brix dari

tiap ruas berbeda-beda, oleh karena itu pengukuran brix dilakukan pada

batang bagian pangkal, tengah, dan ujung agar mewakili kandungan

brix batang secara keseluruhan (Hasanah, 2010).

Proses browning adalah proses browning adalah proses

pencoklatan pada buah yang terjadi akibat proses enzimatik oleh

polifenol oksidasi. Proses browning terbagi menjadi dua yaitu

enzimatik dan non enzimatik. Reaksi pencoklatan enzimatik adalah

proses kimia yang terjadi pada sayuran dan buah-buahan oleh enzim

polifenol oksidase yang menghasilkan pigmen warna coklat (melanin).

Proses pencoklatan enzimatis memerlukan enzim polifenol oksidase

dan oksigen untuk berhubungan dengan substrat tersebut. Enzim-enzim

yang dikenal yaitu fenol oksidase, polifenol oksidase,

fenolase/polifenolase, enzim-enzim ini bekerja secara spesifik untuk

substrat tertentu (Winarno, 1995).

Warna gelap disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol

(vitamin E). Jika minyak bersumber dari tanaman hijau, maka zat klorofil

yang berwarna hijau turut terekstrak bersama minyak, dan klorofil tersebut

sulit dipisahkan dari minyak. Warna gelap ini dapat terjadi selama proses

pengolahan dan penyimpanan, yang disebabkan oleh beberapa faktor: suhu

pemanasan yang terlalu tinggi, pengepresan bahan yang mengandung

minyak dengan tekanan dan suhu yang tinggi, ekstraksi minyak dengan

menggunakan pelarut tertentu seperti trikloroetilena, benzol dan heksana,

logam seperti Fe, Cu, dan Mn, dan oksidasi terhadap fraksi tidak

tersabunkan dalam minyak. Timbulnya warna kuning dalam minyak

terutama terjadi dalam minyak atau lemak tidak jenuh. Warna ini

timbul selama penyimpanan dan intensitas warna bervariasi dari kuning

sampai ungu kemerah-merahan. Odor dan flavor pada minyak atau

lemak selain terdapat secara alami, juga terjadi karena pembentukan

asam-asam yang berantai sangat pendek sebagai hasil penguraian dari

kerusakan minyak atau lemak, akan tetapi umumnya odor dan flavor ini

disebabkan oleh komponen bukan minyak, sebagai contoh bau khas

dari minyak kelapa sawit dikarenakan terdapatnya beta ionone,

sedangkan bau khas dari minyak kelapa ditimbulkan oleh nonyl

methylketon. Pengukuran titik cair minyak atau lemak, suatu cara yang

lazim digunakan dalam penentuan atau pengenalan komponen-

komponen organik murni. Polymorphism pada minyak atau lemak

adalah salah satu keadaan di mana terdapat lebih dari satu bentuk

kristal. Polymorphism sering dijumpai pada beberapa komponen yang

mempunyai rantai karbon panjang, dan pemisahan kristal tersebut

sangat sukar. Indeks bias adalah derajat penyimpangan dari cahaya

yang dilewatkan pada suatu medium yang cerah. Titik kekeruhan ini

ditetapkan dengan cara mendinginkan campuran minyak atau lemak

dengan pelarut lemak, seperti diketahui minyak atau lemak

kekeruhannya terbatas. Temperatur pada waktu mulai terjadi

kekeruhan, dikenal sebagai titik kekeruhan (Turbidity Point)

(Muallifah, 2009).

Untuk memperhitungkan jumlah bagian yang termakan dan

yang terbuang dari sayuran atau buah-buahan perlu diketahui jumlah

bagian yang biasa dimakan dari sayuran dan bauh-buahan tersebut.

Untuk menghitung jumlah bagian sayuran dan buah-buahan yang dapat

dimakan pertama-tema disiapkan beberapa macam sayuran buah-

buahan diantaranya sebagai contoh yaitu bayam, kangkung, mentimun,

buncis, wortel, kacang panjang, kubis, sawi, apel, pepaya, nangka,

melon, nenas dan bengkuang serta peralatan yang digunakan seperti

timbangan dan pisau. Masing-masing jenis bahan ditimbang terlebih

dahulu, setelah itu bagian yang biasa dimakan dan yang tidak

dipisahkan. Bagian yang dapat dimakan ditimbang dan dinyatakan

dalam persen terhadap berat utuh (Muchtadi, 2011).

C. METODOLOGI

1. Alat dan bahan

A. Alat

1. Erlenmeyer

2. Timbangan

3. Pisau

4. Blender

5. pH-meter

6. Refraktometer

7. Jangka Sorong

8. Gelas objek

9. Cutter

10. Mikroskop

11. Gelas beker

12. Termometer

13. Hot Plate

14. Corong

15. Kertas saring

B. Bahan

1. Sayuran: kangkung, wortel, tomat.

2. Buah-buahan: salak, jeruk, langsep, bengkoang,

3. Umbi-umbian: ubi jalar (kuning dan ungu), singkong, bawang

merah,

4. Minyak: minyak kelapa sawit, minyak wijen, lemak ayam.

5. Aquadest

6. Alkohol.

C. Cara Kerja

1. Menghitung jumlah bagian yang dapat dimakan (Edible Portion)

dari saryuran dan buah-buahan.

2. Mengamati beberapa sifat kimia buah dan sayuran.

a. Keasaman (pH)

Masing-masing bahan ditimbang

Dihitung persen edible portion-nya

Bagian yang dapat dimakan ditimbang

Bagian yang dapat dimakan dipisahkan dengan yang tidak dapat dimakan

Untuk yang kadar airnya sedikit tambahkan 100mL air

Bahan dihancurkan dengan blender sebanyak 100 gram

b. Padatan terlarut

c. Mengamati struktur dan sifat fisik umbi - umbian.

Bahan dihancurkan dengan mortir

Filtrat yang dihasilkan dari bahan yang dihancurkan

disiapkan

Digambar masing-masing umbi secara utuh

Diukur panjang dan diameter masing-masing umbi dengan penggaris

Filtrat diteteskan pada refraktometer dan dibaca skalanya

pH diukur dengan pH-meter sebanyak 3 kali

Dihitung nilai rata-ratanya

d. Mengamati beberapa sifat fisik minyak dan lemak.

Ditimbang masing-masing umbi untuk mengetahui beratnya

Dicatat warna daging dan kulit masing-masing umbi

Diamati perubahan warna setelah daging

umbi diiris

Dibuat irisan melintang dan membujur dari umbi tipis-tipis

umbi diiris

Diamati pada mikroskop dan gambar hasilnya

umbi tipis-tipis

Diamati warna masing-masing jenis minyak

Dikenali odor masing-masing jenis minyak dengan pembauan

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 4.1 menentukan jumlah bagian yang dapat dimakan

Kelompok BahanBerat Awal

(gr)Berat Bahan yang

Dapat Dimakan (gr)Edible

Portion (%)

1 Salak 49,6 23,6 57

2 Wortel 53 45 84,91

3 Tomat 46,5 40,2 86,45

4 Jeruk 48,5 26,1 53,8

5 Kangkung 12,3 8,6 69,9187

6 Lansep 11,5 5,8 50,435

7 Salak 53.6 33.4 62.3134

8 Wortel 49.6 45.4 91.532

Dimasukkan 15 ml masing-masing minyak pada gelas beker

Ditambahkan 150 ml alkohol

Dipanaskan sampai terbentuk larutan yang jernih

Dinginkan perlahan-lahan sampai terbentuk kristal halus lemak

9 Tomat 49.3 49.1 99.594

10 Jeruk 42.2 30.6 72.512

11 Kangkung 10 7.2 72

Sumber : laporan sementara

Pada praktikum acara IV bertujuan untuk menilai karakteristik

beberapa bahan pangan. Tabel 4.1 menunjukan edible portion dari

beberapa sampel diantaranya salak, wortel, tomat, jeruk, kangkung dan

langsep. Menurut Muchtadi, 2011 Untuk memperhitungkan jumlah

bagian yang termakan dan yang terbuang dari sayuran atau buah-

buahan perlu diketahui jumlah bagian yang biasa dimakan dari sayuran

dan bauh-buahan tersebut. Untuk menghitung jumlah bagian sayuran

dan buah-buahan yang dapat dimakan pertama-tama disiapkan beberapa

macam sayuran buah-buahan serta peralatan yang digunakan seperti

timbangan dan pisau. Masing-masing jenis bahan ditimbang terlebih

dahulu, setelah itu bagian yang biasa dimakan dan yang tidak

dipisahkan. Bagian yang dapat dimakan ditimbang dan dinyatakan

dalam persen terhadap berat utuh. Berdasarkan data hasil praktikum

dapat diketahui rata-rata edible portion pada salak 59,6567%, wortel

88,221%, tomat 93,022%, jeruk 63,156%, kangkung 70,95935% dan

langsep 50,435%. Urutan edible portion sampel dari yang paling kecil

sampai yang paling besar yaitu tomat, wortel, kangkung, salak dan yang

palin sedikit langsep. Berdasarkan teori yang disampaikan Muchtadi,

2011 besarnya edible portion dipengaruhi oleh jumlah yang bisa

dimakan dan jumlah yang tidak bisa dimakan. Jumlah yang tidak bisa

dimakan misalnya kulit dan biji buah maupun sayuran. Selain itu

kondisi bahan ketika akan digunakan juga mempengaruhi besarnya

edible portion. Sebagai contoh buah yang terlalu mentah atau terlalu

matang hingga hampir busuk memiliki edible portion yang lebih kecil

jika dibandingkan dengan buah yang matang. Berdasarkan data dari

Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) Indonesia tahun 2012,

besarnya BDD atau edible portion kangkung 70%, jeruk 76%, salak

50%, wortel 88% dan tomat 95%. Jika hasil praktikum dibandingkan

dengan Daftar Komposisi Bahan Makanan kangkung dan wortel

memiliki nilai edible portion yang sama persis, tomat dan salak tidak

berbeda jauh sedangkan jeruk memiliki nilai edible portion berbeda

sangat jauh. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh perbedaan varietas

bahan yang diamati dengan bahan yang diamati saat pembuatan

DKBM.

Tabel 4.2 sifat kimia buah dan sayur

Kelompok Bahan pH Padatan terlarut (obrix)

1 Salak 6.97 10

2 Wortel 7.86 6,8

3 Tomat 7.19 2

4 Jeruk 5.35 6,2

5 Kangkung 7.58 2,5

6 Langsep 4,4 12,5

7 Salak 4.87 18

8 Wortel 5.777 6.1

9 Tomat 5.293 2

10 Jeruk 5.25 7.5

11 Kangkung 7.29 2.5

Sumber : laporan sementaraTabel 4.2 menunjukan sifat kimia buah dan sayur. Sifat kimia

disini dilihat dari pH dan padatan terlarut (oBrix). pH adalah derajat

keasaman yang menunjukan jumlah konsentrasi H+ dalam bahan. Untuk

mengukur pH digunakan alat pH meter. Berdasarkan data hasil

percobaan pH rata-rata salak 5,92, wortel 6,8185, tomat 6,2415, jeruk

5,3, kangkung 7,435 dan langsep 4,4. Faktor-faktor yang

mempengaruhi besarnya pH dalam buah dan sayur diantaranya

kandungan vitamin C maupun kandungan asam-asam organik yang

terkandung didalam bahan. Selain itu menurut Muchtadi, 2011 setiap

macam buah-buahan mempunyai komposisi yang berbeda-beda dan

dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu perbedaan varietas, keadaan

iklim tempat tmbuh, pemeliharaan tanaman, cara pemanenan, tingkat

kematangan waktu dipanen, kondisi selama pemeraman dan kondisi

penyimpanan. Besarnya nilai pH bahan dari yang terkecil hingga yang

terbesar diantaranya langsep, jeruk, salak, tomat, wortel dan kangkung.

Semakin kecil pH maka kandungan H+ bahan semakin banyak sehingga

dapat disimpulkan semakin banyak mengandung vitamin C.

Menurut Hasanah, 2010 padatan terlarut ini diukur

menggunakan hand refractometer yang terukur dengan satuan derajat

brix (˚Brix). Brix adalah jumlah zat padat yang larut (dalam g) setiap

100 g larutan. Kandungan brix dari tiap ruas berbeda-beda, oleh karena

itu pengukuran brix dilakukan pada batang bagian pangkal, tengah, dan

ujung agar mewakili kandungan brix batang secara keseluruhan.

Untuk mengukur kandungan brix bahan digunakan alat

refraktometer. Hasil praktikum menunjukan rata-rata kandungan brix

salak 14, wortel 6,45, tomat 2, jeruk 6,85, kangkung 2,5 dan langsep

12,5. Semakin besar ilai derajat brix maka kandungan zat padat terlarut

semakin besar. Berdasarkan hasil praktikum urutan bahan yang

memiliki derajat brix dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi

diantaranya tomat, kangkung, wortel, jeruk, langsep dan salak. Faktor-

faktor yang mempengaruhi besarnya derjat brix diantaranya kandungan

zat padat terlarut dan kadar glukosa bahan.

Tabel 4.3 struktur dan sifat umbi-umbian

Kel. Bahan BentukUkuran

(Cm)

Berat

(gr)Warna

Pencokla

tanMelintang Membujur

1

Bengkoang

P : 11.8

D1 : 7.7

D2 : 3.4

159.4

Kulit :

coklat

Daging

: putih

Ada

2

Kentang

P : 8.6

D1 : 6.1

D2 : 3.7

177

Kulit :

coklat

muda

Daging

:

kuning

Ada

3

Singkong

P : 15.3

D1 : 2.7

D2 : 2

109.7

Kulit :

kusam

coklat

tua

Daging

: putih

Ada

4 Bawang

merah

P : 3.6

D1 : 2.3

D2 : 0.8

7.6 Kulit :

coklat

Daging

: ungu

putih

ditenga

Tidak

ada

h

5

Ubi jalar

ungu P : 8.8

D1 :

4.55

D2 : 1.2

86.9

Kulit :

coklat

Daging

: ungu

Tidak

ada

6

Ubi jalar

kuning P : 10

D1 : 4

D2 : 0.9

73.9

Kulit :

coklat

Daging

:

kuning

Ada

7 Bengkoang

P : 7.3

D1 : 4.8

D2 : 5

112.3

Kulit :

coklat

Daging

:

putih

Tidak

ada

8 Kentang

P : 6.5

D1 : 4.7

D2 : 2.3

76.9

Kulit :

coklat

Daging

:

kuning

Ada

9 Singkong P : 25

D1 : 2.7

D2 : 1.9

133.1 Kulit :

coklat

Daging

:

Ada

putih

10Bawang

merah

P : 4.7

D1 : 3.2

D2 : 2.2

15.9

Kulit :

Merah

kecokla

tan

Daging

:

Putih

keungu

an

Ada

11 Ubi ungu

P : 8

D1 : 4.8

D2 : 3.7

97.0

Kulit :

keungu

an

Daging

:

ungu

Tidak

ada

Sumber : laporan sementara

Tabel 4.3 menunjukan struktur fisik berbagai umbi-umbian.

Sampel umbi yang digunakan dalam praktikum ini diantaranya

bengkoang, kentang, singkong, bawang merah, ubi kuning dan ubi

ungu. Pada hasil percobaan meskipun sampel sama namun memiliki

ukuran panjang, diameter 1 dan diameter 2 yang berbeda-beda.

Ukuran panjang, dimeter 1 dan diameter 2 ubi kayu yang

diamati kelompok 3 secara berturut-turut 15,3 cm, 2,7 cm dan 2 cm.

Sedangkan ubi kayu yang diamati kelompok 9 memiliki ukuran 25 cm,

2,9 cm da 2 cm. Menurut Muchtadi, 2011 ubi kayu berbentuk seperti

silinder yang ujungnya mengecil dengan diameter rata-rata sekitar 2-5

cm dan panjang sekitar 20-30 cm. Umbinya mempunyai kulit yang

terdiri dari 2 lapis kulit yaitu kulit luar dan kulit dalam. Daging umbi

berwarna putih atau kuning. Pada bagian tengah daging umbi terdapat

suatu jaringan yang tersusun dari serat dan diantara kulit dalam dan

daging umbi terdapat lapisan kambium.

Sehingga hasil pengamatan pada ubi kayu sudah sesuai dengan

teori. Kenampakan kulit dan daging juga sudah sesuai dengan teori.

Pada ubi kayu terjadi pula reaksi pencoklatan apabila dibiarkan terlalu

lama diudara terbuka. Selain diamati kenampakan fisik, sampel ubi

kayu juga diamati struktur jaringannya dibawah mikroskop. Berdsarkan

hasil praktikum, kenampakan ubi kayu dibawah mikroskop terdapat

serat-serat seperti yang telah diungkapkan oleh Muchtadi, 2011.

Ubi ungu yang diamati kelompok 5 memiliki ukuran panjang,

diameter 1, diameter 2, berat berturut-turut 8,8 cm, 4,5 cm, 1,2 cm dan

86,9 gram. Sedangkan yang diamati kelompok 11 berturut- 8 cm, 4,8

cm, 3,7 cm dan 97 gram. Sampel ubi kuning yang diamati kelompok 6

memiliki ukuran panjang, diameter 1, diameter 2, berat berturut-turut

10 cm, 4 cm, 0,9 cm dan 73,9 gram. Menurut Muchtadi, 2011 kulit ubi

jalar (lpomoea batatas L.) relatif tipis dibanding dengan kulit ubi kayu.

Warna daging ubi jalar bermacam-macam contohnya putih, kuning,

jingga kemerah-merahan atau ungu. Warna kulit luar juga berbeda-

beda, biasanya putih kekuningan atau merah ungu dan tidak selalu sama

dengan warna daging umbi. Demikian juga bentuknya sering tidak

seragam (bulat, lonjong, benjol-benjol). Daging umbi biasanya

mengandung serat, ada yang sedikit ada pula yang banyak mengandung

serat. Brdasarkan hasil percobaan, kenampakan ubi jalar baik ubi

kuning maupun ubi ungu terdapat serat-serat makanan.

Sampel bawang merah yang diamati kelompok 4 memiliki

ukuran panjang, diameter 1, diameter 2, berat berturut-turut 3,6 cm, 2,3

cm, 0,8 cm dan 7,6 gram. Sedangkan yang diamati oleh kelompok 10

memiliki ukuran 4,7 cm, 3,2 cm, 2,2 cm dan 15,9 gram. Kedua hasil

pengamatan ini tidak jauh berbeda sehingga kemungkinan besar sudah

sesuai dtengan teori. Pada pengamatan dibawah mikroskop kenampakan

bawang merah terlihat berlapis-lapis karena bawang merah merupakan

salah satu jenis umbi lapis.

Sampel kentang yang diamati oleh kelompok 2 memiliki ukuran

panjang, diameter 1, diameter 2, berat berturut-turut 8,6 cm, 6,1 cm, 3,7

cm dan 177 gram. Sedangkan yang diamati kelompok 6,5 cm, 4,7 cm,

2,3 cm dan 76,9 gram. Pada sampel kentang ukuran yang didapatkan

berbeda jauh, hal ini disebabkan sampel kentang yang diamati memang

memiliki ukuran yang jauh berbeda. Faktor-faktor yang mempengaruhi

besarnya karakteristik dari umbi-umbian tak jauh berbeda dengan buah-

buahan. Menurut Muchtadi, 2011 setiap macam buah-buahan

mempunyai komposisi yang berbeda-beda dan dipengaruhi oleh

beberapa faktor, yaitu perbedaan varietas, keadaan iklim tempat tmbuh,

pemeliharaan tanaman, cara pemanenan, tingkat kematangan waktu

dipanen, kondisi selama pemeraman dan kondisi penyimpanan.

Pengamatan struktur pada kentang juga tak jauh berbeda dengan ubi

kayu dan ubi jalar. Kentang juga terdapat serat-serat namun bentuk

serat-seratnya lebih besar jika dibandingkan dengan ubi kayu dan ubi

jalar.

Reaksi pencoklatan merupakan reaksi yang biasa terjadi pada

bahan-bahan hasil pertanian. Menurut Winarno, 1995 proses browning

adalah proses browning adalah proses pencoklatan pada buah yang

terjadi akibat proses enzimatik oleh polifenol oksidasi. Proses browning

terbagi menjadi dua yaitu enzimatik dan non enzimatik. Reaksi

pencoklatan enzimatik adalah proses kimia yang terjadi pada sayuran

dan buah-buahan oleh enzim polifenol oksidase yang menghasilkan

pigmen warna coklat (melanin). Proses pencoklatan enzimatis

memerlukan enzim polifenol oksidase dan oksigen untuk berhubungan

dengan substrat tersebut. Enzim-enzim yang dikenal yaitu fenol

oksidase, polifenol oksidase, fenolase/polifenolase, enzim-enzim ini

bekerja secara spesifik untuk substrat tertentu. Sehingga dapat

disimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi pencoklatan adalah

enzim polifenol oksidase dan oksigen. Semakin lama bahan terpapar

dengan udara bebas maka pencoklatan akan semakin jelas. Hal ini

disebabkan oksigen yang mengenai bahan semakin banyak.

Tabel 4.4 sifat fisik minyak dean lemak

Kelompok Bahan Warna awal AromaTurbidity Point (oC)

1 & 4 Lemak ayam Kuning keruh Gurih 45

2 & 5Minyak kelapa

sawitKuning bening

Tidak berbau

42

3 Minyak wijen Coklat keruh Gosong 34

7 & 10 Minyak wijenKuning

kecoklatanSedikit amis 33

8 & 11Minyak kelapa

sawitKuning

keemasanSedikit amis 40

9 Lemak ayamKuning

mengkilapAmis 40

Sumber : Laporan Sementara

Pada tabel 4.4 menunjukan karakteristik fisik dari minyak atau

lemak. Sampel yang digunakan dalam praktikum ini adalah lemak

ayam, minyak kelapa sawit dan minyak wijen. Karakteristik fisik yang

diamati adalah warna awal, aroma dan turbidity point. Menurut Iman,

2001 lemak adalah sekelompok ikatan organik yang terdiri atas unsur-

unsur Carbon (C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O), yang mempunyai

sifat tidak larut dalam air. Lemak yang mempunyai titik lebur tinggi

bersifat padat pada suhu kamar, sedangkan yang mempunyai titik lebur

rendah, bersifat cair. Lemak di dalam makanan yang memegang

peranan penting ialah yang disebut trigliserida, yang molekulnya terdiri

atas satu molekul glycerol (glycerin) dan tiga molekul asam lemak.

Faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik fisik minyak

menurut Muallifah, 2009 ada beberapa. Warna gelap disebabkan oleh

proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E). Jika minyak bersumber dari

tanaman hijau, maka zat klorofil yang berwarna hijau turut terekstrak

bersama minyak, dan klorofil tersebut sulit dipisahkan dari minyak. Warna

gelap ini dapat terjadi selama proses pengolahan dan penyimpanan, yang

disebabkan oleh beberapa faktor: suhu pemanasan yang terlalu tinggi,

pengepresan bahan yang mengandung minyak dengan tekanan dan suhu

yang tinggi, ekstraksi minyak dengan menggunakan pelarut tertentu seperti

trikloroetilena, benzol dan heksana, logam seperti Fe, Cu, dan Mn, dan

oksidasi terhadap fraksi tidak tersabunkan dalam minyak. Timbulnya

warna kuning dalam minyak terutama terjadi dalam minyak atau lemak

tidak jenuh. Warna ini timbul selama penyimpanan dan intensitas warna

bervariasi dari kuning sampai ungu kemerah-merahan. Odor dan flavor

pada minyak atau lemak selain terdapat secara alami, juga terjadi

karena pembentukan asam-asam yang berantai sangat pendek sebagai

hasil penguraian dari kerusakan minyak atau lemak, akan tetapi

umumnya odor dan flavor ini disebabkan oleh komponen bukan

minyak, sebagai contoh bau khas dari minyak kelapa sawit dikarenakan

terdapatnya beta ionone, sedangkan bau khas dari minyak kelapa

ditimbulkan oleh nonyl methylketon

Hasil pengamatan pada lemak ayam warna lemak ayam kuning

keruh dengan aroma gurih. Sampel minyak kelapa sawit warnanya

kuning bening dan aromanya tidak berbau. Sampel minyak wijen

berwarna coklat keruh dengan aroma gosong. Turbidity point adalah

untuk mengetahui titik kejenuhan dari minyak. Turbidity point dapat

diketahui dengan melarutkan sampel dengan alkohol, kemudian

dipanaskan hingga bening. Menurut Muallifah, 2009 titik kekeruhan ini

ditetapkan dengan cara mendinginkan campuran minyak atau lemak

dengan pelarut lemak, seperti diketahui minyak atau lemak

kekeruhannya terbatas. Temperatur pada waktu mulai terjadi

kekeruhan, dikenal sebagai titik kekeruhan (Turbidity Point).

Suhu saat terjadi penggumpalan inilah yang disebut sebagai

turbidity point. Beradasarkan hasil praktikum rata-rata nilai turbidity

point pada minyak kelapa sawit adalah 41oC, lemak ayam 42,5oC dan

pada minyak wijen 33,5oC. Urutan turbidity point dari yang terkecil

sampai yang terbesar pada sampel adalah minyak wijen, minyak kelapa

sawit dan lemak ayam.

Besarnya turbidity point dipengaruhi oleh banyaknya ikatan

rangkap pada gugus hidrokarbon. Asam lemak jenuh dapat dibedakan dari

asam lemak tidak jenuh dengan cara melihat strukturnya. Asam lemak tidak

jenuh memiliki ikatan ganda pada gugus hidrokarbonnya. Sehingga semakin

tinggi turbidity point maka ikatan rangkap yang menyusun hidrokarbon

semakin banyak pula.

E. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil pada praktikum acara IV

penilaian karakteristik beberapa bahan pangan ini diantaranya :

1. Edible portion adalah prosentase berat bahan yang dapat dimakan

dibandingkan dengan berat bahan utuh.

2. Hal-hal yang mempengaruhi besarnya edible portion adalah jumltah

berat bahan yang bisa dimakan dan jumlah berat bahan yang tidak

bisa dimakan. Selain itu masing-masing bahan dan varietas memiliki

edible portion yang berbeda.

3. Urutan edible portion sampel dari yang paling kecil sampai yang

paling besar yaitu tomat, wortel, kangkung, salak dan yang palin

sedikit langsep.

4. Jika hasil praktikum dibandingkan dengan Daftar Komposisi Bahan

Makanan kangkung dan wortel memiliki nilai edible portion yang

sama persis, tomat dan salak tidak berbeda jauh sedangkan jeruk

memiliki nilai edible portion berbeda sangat jauh.

5. pH adalah derajat keasaman yang menunjukan jumlah konsentrasi

H+ dalam bahan.

6. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya pH dalam buah dan

sayur diantaranya kandungan vitamin C maupun kandungan asam-

asam organik yang terkandung didalam bahan.

7. Besarnya nilai pH bahan dari yang terkecil hingga yang terbesar

diantaranya langsep, jeruk, salak, tomat, wortel dan kangkung.

8. Brix adalah jumlah zat padat yang larut (dalam g) setiap 100 g

larutan. Kandungan brix dari tiap ruas berbeda-beda, oleh karena itu

pengukuran brix dilakukan pada batang bagian pangkal, tengah, dan

ujung agar mewakili kandungan brix batang secara keseluruhan.

9. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya derjat brix diantaranya

kandungan zat padat terlarut dan kadar glukosa bahan.

10. Urutan bahan yang memiliki derajat brix dari yang paling rendah

sampai yang paling tinggi diantaranya tomat, kangkung, wortel,

jeruk, langsep dan salak.

11.

DAFTAR PUSTAKA

Dungan, Roger. J., et al. 2004. A Simple Gravimetric Technique for Estimating Honeydew or Nectar Production. New Zealand Journal of Ecology. Vol 28. No. 2 Page: 283 -284.

Hale, T eri. A., et al. 2005. Refractomete Measurements of Soluble Solid Concentration Do not Reliably Predict Sugar Content in Sweet Corn. Journal Holticulture of Technology. Vol 15. No.3 Page: 668 – 669.

Hasanah, Unaiyatin., dkk. 2010. Pengaruh Salinitas Terhadap Komponen Hasil Empat Belas Kultivar Sorgum (Sorghum bicolor L Moench). UGM Press: Yogyakarta.

Muallifah, Siti. 2009. Penentuan Angka Asam Thiobarbiturat dan Angka Peroksida Pada Minyak Goreng Bekas Hasil Pemurnian dengan Karbon Aktif dari Biji Kelor (Moringa oleifera, LAMK). UIN Press: Malang.

Muchtadi, Tien; Sugiyono; F Ayustaningwarno. 2011. Ilmu Pengetahuan Bahan. Alfabeta. Bogor

Prihandana, Rama., dkk. 2005. Bioetanol Bahan Ubi Kayu Bahan Bakar Masa Depan. Agromedia: Jakarta.

Rukmana, H. Rahmat. 2001. Aneka Keripik Umbi. Kanisius: Yogyakarta.

Soeprapti, M. Lies. 2003. Manisan Kering Jambu Mete. Kanisius: Yogyakarta.

Soeharto, Iman. 2001. Kolesterol & Lemak Jahat Kolesterol & Lemak Baik dan Proses Terjadinya Serangan Jantung. Gramedia: Jakarta.

Tinjan, Patcharaporn and Wannee Jirapakkul. 2007. Comparative Study on Extraction Methods of Free and Glycosidically Bound Volatile Compounds from Kaffir Lime Leaves by Solvent Extraction and Solid Phase Extraction. Kasetsart Journal (National Science) Vol.41 Page: 300.

Wykes, G. R. 1952. The Sugar Content of Nectars. Journal Biochemical Vol. 53 No.3 Page: 294.