ACARA IV IPB UNS
description
Transcript of ACARA IV IPB UNS
ACARA IV
PENILAIAN KARAKTERISTIK BEBERAPA BAHAN PANGAN
A. PENDAHULUAN
1. Latar BelakangPada umumnya hasil pertanian bersifat sangat mudah rusak (highly
perishable). Hal ini disebabkan karena sifat fisik dan kimianya yang
memungkinkan berbagai kerusakan sifat fisik dan kimianya yang
memungkinkan berbagai kerusajan baik fisik, mekanik, kimia dan
mikrobiologi mudah terjadi. Hasil pertanian umumnya mempunyai tekstur
yang lunak,kadar air tinggi, komponen zat-zat gizi dan sejumlah enzim
yang masih aktif. Faktor-faktor ini sangat berpengaruh terhadap
perubahan-perubahan yang akan mengakibatkan kerusakan.
Setelah panen, hasil pertanian akan mengalami perubahan-perubahan
fisiologis secara spontan. Perubahan-perubahan ini biasanya disertai atau
diikuti oleh perubahan fisik, kimia, dan mikrobiologi. Kerusakan bahan
merupakan akibat dari perubahan-perubahan yang terjadi.
Pemahaman tentang sifat-sifat bahan dan perubahan-perubahannya
yang terjadi dapat digunakan untuk menilai dan menetapkan mutu bahan
tersebut. Selain itu hal tersebut dapat juga digunakan untuk menentukan
cara-cara penanganan dalam usaha mempertahankan mutunya. Dalam hal
ini diperlukan cara-cara analisis komponen penting yang berpengaruh
terhadap mutu.
Proses-proses pengolahan primer pada bahan perlu diketahui untuk
meningkatkan nilai guna dan nilai tambah tersebut melalui proses
pengolahan selanjutnya Hasil pengolahan primer yang merupakan produk
intermediae atau bahan baku pada proses pengolahan berikutnya
diharapkan mempunyai sifat-sifat yang dikehendaki. Hal ini dimaksudkan
sebagai usaha untuk memperoleh produk akhir dengan mutu yang
diharapkan.
Umbi-umbian adalah bahan nabati yang diperoleh dari dalam
tanah. Misalnya ubi kayu, ubi jalar, kentang, dan sebagainya. Pada
umumnya, umbi-umbian tersebut merupakan sumber karbohidrat terutama
pati. Ubi jalar sering pula digunakan untuk makanan pokok. Secara fisik,
ubi jalar merupakan umbi dari bagian batang tanaman dan memiliki kulit
yang tipis. Warna kulit ubi jalar bervariasi dan tidak selalu sama dengan
warna umbi. Warna daging umbinya bermacam-macam. Demikian pula
bentuk umbinya seringkali tidak seragam.
2. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum acara IV “Penilaian Karakteristik Beberapa
Bahan Pangan” ini adalah :
a. Menghitung jumlah bagian yang dapat dimakan (Edible Portion) dari
sayuran dan buah-buahan.
b. Mengamati beberapa sifat kimia buah dan sayuran.
c. Mengamati struktur dan sifat fisik umbi-umbian.
d. Mengamati beberapa sifat fisik minyak dan lemak.
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Tinjauan Bahan
Tanaman ubi jalar (Ipomea batatas L. sin. batatas edulis
Choisy) berasal dari Amerika bagian tengah, kemudian tersebar ke
berbagai negara di dunia, yang memiliki sistem pertanian cukup maju,
termasuk Indonesia. Daerah yang cocok untuk membudidayakan ubi
jalar adalah dataran rendah sampai ketinggian 500dpl., yang bersuhu 21
- 270 C, berkelembaban 50 - 60%, mendapatkan panas sinar matahari 11
– 12 jam/hari, dengan curah hujan 700 mm – 1500 mm/tahun. Di
dataran tinggi (pegunungan) dengan ketinggian mencapai 1.000 m dpl.,
ubi jalar masih mampu tumbuh dengan baik, namun pencapaian umur
panennya lebih lama (Rukmana, 2001).
Jeruk purut (Citrus hystrix DC, Rutaceae) adalah tanaman jeruk
Asia Tenggara dengan aroma yang sangat kuat. Senyawa volatil bebas
dalam minyak daun jeruk purut didistilasi oleh distilasi uap telah
dilaporkan (Lawrence et al., 1971). Sitronelal adalah senyawa volatil
utama yang ditemukan dalam minyak atsiri dari daun jeruk purut.
Senyawa volatil yang lainnya yang ditemukan dalam minyak daun
jeruk purut adalah α-pinene, Camphene, β-pinene, sabinene, myrcene,
limonene, trans-ocimene, γ-terpinene, ρ-cymene, Terpinolene, copaene,
linalool, β-cubebene, isopulegol, caryophyllene, citronellyl asetat,
sitronelol, geranil asetat, δ-cadinene (Tinjan, 2007).
Setiap macam buah-buahan mempunyai komposisi yang
berbeda-beda dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu perbedaan
varietas, keadaan iklim tempat tmbuh, pemeliharaan tanaman, cara
pemanenan, tingkat kematangan waktu dipanen, kondisi selama
pemeraman dan kondisi penyimpanan. Buah-buahan umumnya
merupakan sumber vitamin C dan provitamin A (karoten), di samping
B1 serta beberapa macam mineral seperti kalsium dan besi. Kadar
vitamin dan mineral beberapa jenis bauh-buahan (per 100 gram bahan) :
Buah Vit. A Vit. B Vit.C Kalsium Besi
(I.U) (mg) (mg) (mg) (mg)
Adpokat
Jambu bol
Jeruk Keprok
Mangga golek
Nangka
Nenas
Pepaya
Pisang raja
110
87
298
2415
92
69
274
665
0,03
0,01
0,05
0,05
0,02
0,04
0,06
0,04
8
15
22
20
2
13
59
7
6
9
23
9
13
8
17
7
0,5
0,8
0,3
0,5
0,3
0,2
0,1
0,6
Ubi kayu berbentuk seperti silinder yang ujungnya mengecil dengan
diameter rata-rata sekitar 2-5 cm dan panjang sekitar 20-30 cm.
Umbinya mempunyai kulit yang terdiri dari 2 lapis kulit yaitu kulit luar
dan kulit dalam. Daging umbi berwarna putih atau kuning. Pada bagian
tengah daging umbi terdapat suatu jaringan yang tersusun dari serat dan
diantara kulit dalam dan daging umbi terdapat lapisan kambium. Kulit
ubi jalar (lpomoea batatas L.) relatif tipis dibanding dengan kulit ubi
kayu. Warna daging ubi jalar bermacam-macam contohnya putih,
kuning, jingga kemerah-merahan atau ungu. Warna kulit luar juga
berbeda-beda, biasanya putih kekuningan atau merah ungu dan tidak
selalu sama dengan warna daging umbi. Demikian juga bentuknya
sering tidak seragam (bulat, lonjong, benjol-benjol). Daging umbi
biasanya mengandung serat, ada yang sedikit ada pula yang banyak
mengandung serat (Muchtadi, 2011).
Dalam sistematika tanaman, ubi kayu termasuk kelas
Dicotyledoneae. Ubi kayu masuk dalam famili Euphorbiaceae yang
mempunyai 7200 spesies, beberapa diantaranya punya nilai komersial,
seperti karet (Hevea brasiliensis), jarak (Ricinus comunis dan Jatropha
curcas), umbi – umbian (manihot spp), dan tanaman hias (euphorbia
spp). Manihot esculenta Crantz mempunyai nama lain M. utilissima dan
M. alpi. semua genus Manihot berasal dari Amerika Selatan. Brasil
merupakan pusat asal dan sekaligus pusat keragaman ubi kayu. Manihot
mempunyai 100 spesies yang telah diklasifikasikan dan mayoritas
ditemukan di daerah yang relatif kering (Prihandana, 2005).
Lemak adalah sekelompok ikatan organik yang terdiri atas
unsur-unsur Carbon (C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O), yang
mempunyai sifat tidak larut dalam air. Lemak yang mempunyai titik
lebur tinggi bersifat padat pada suhu kamar, sedangkan yang
mempunyai titik lebur rendah, bersifat cair. Lemak di dalam makanan
yang memegang peranan penting ialah yang disebut trigliserida, yang
molekulnya terdiri atas satu molekul glycerol (glycerin) dan tiga
molekul asam lemak. Menurut sumbernya, kita membedakan lemak
nabati dan lemak hewani. Lemak nabati berasal dari tumbuh-tumbuhan,
sedangkan lemak hewani berasal dari binatang termasuk ikan, telur, dan
susu. Kedua jenis lemak ini berbeda dalam jenis asam lemak yang
menyusunnya. Lemak nabati mengandung lebih banyak asam lemak
tidak jenuh, yang menyebabkan titik cair yang lebih rendah, dan dalam
suhu kamar berbentuk cair, disebut minyak. Lemak hewani
mengandung terutama asam lemak jenuh, khususnya yang mempunyai
rantai karbon panjang, yang membuatnya berbentuk padat dalam suhu
kamar. Lemak berbentuk padat inilah yang oleh kaum awam biasa
disebut lemak atau gajih (Iman, 2001).
2. Tinjauan Alat
Untuk mengukur konsentrasi/kadar gula dalam sirup, dapat
digunakan salah satu dari kedua alat berikut. Dari derajat Brix yang
ditunjukkan pada hand refraktometer dan dengan mencocokkannya
dengan angka pada tabel/daftar konversi, dapat diketahui kadar gula
dalam sirup. Sementara derajat Brix dapat diketahui dengan
meneteskan sirup ditempat tertentu pada alat tersebut, sehingga
akhirnya secara otomatis alat tersebut akan menunjukkan derajat Brix
(Suprapti, 2003).
Jumlah kandungan karbohidrat dapat diperkirakan dengan
mengukur konsentrasi sukrosa dalam larutan dengan refraktometer
gula. Dimana teknik ini secara umum cepat, mudah digunakan, dan
dapat diandalkan, tetapi dapat bermasalah di dalam dua situasi.
Pertama, ketika melakukan sampling dengan volume yang sangat
sedikit (<1 ml), hanya refraktometer dengan set prisma yang sangat
dekat akan memungkinkan pengukuran konsentrasi yang akurat. Kedua,
ketika larutan gula sangat terkonsentrasi (kental), seperti ketika nektar
atau tetesan madu telah terkena udara kering, tetesan akan menjadi
terlalu kental untuk ditarik ke dalam tabung kapiler (Dungan, 2004).
Refraktometer, yang mengukur SSC telah digunakan sebagai
metode pra - panen untuk menentukan kadar gula pada jagung manis
(Kleinhenz, 2003; Randle et al., 1984; Zhu et al., 1992). Dalam banyak
hasil panen SSC mengukur, terutama gula dan asam dengan
kemungkinan beberapa komponen dinding sel yang larut dalam air. Hal
ini membuat refraktometer sebagai prediktor kadar sukrosa yang baik
(Hale, 2005).
Pengukuran total gula ada pada setiap sampel dihasilkan
refraktometer yang memberikan konsentrasi gula, yang dinyatakan
dalam bentuk persentase sukrosa dalam pembacaan langsung pada
skala. Berdasarkan hasil kerja Schneller (1926), Zebran dan Martin
(1944) dan yang lainnya menyarankan ada kesepakatan yang dekat di
antara indeks refraksi dari penyusun utama gula, tidak ada koreksi yang
diterapkan pada pembacaan refraktometer (Wykes, 1952).
3. Tinjauan Teori
Padatan terlarut ini diukur menggunakan hand refractometer
yang terukur dengan satuan derajat brix (˚Brix). Brix adalah jumlah zat
padat yang larut (dalam g) setiap 100 g larutan. Kandungan brix dari
tiap ruas berbeda-beda, oleh karena itu pengukuran brix dilakukan pada
batang bagian pangkal, tengah, dan ujung agar mewakili kandungan
brix batang secara keseluruhan (Hasanah, 2010).
Proses browning adalah proses browning adalah proses
pencoklatan pada buah yang terjadi akibat proses enzimatik oleh
polifenol oksidasi. Proses browning terbagi menjadi dua yaitu
enzimatik dan non enzimatik. Reaksi pencoklatan enzimatik adalah
proses kimia yang terjadi pada sayuran dan buah-buahan oleh enzim
polifenol oksidase yang menghasilkan pigmen warna coklat (melanin).
Proses pencoklatan enzimatis memerlukan enzim polifenol oksidase
dan oksigen untuk berhubungan dengan substrat tersebut. Enzim-enzim
yang dikenal yaitu fenol oksidase, polifenol oksidase,
fenolase/polifenolase, enzim-enzim ini bekerja secara spesifik untuk
substrat tertentu (Winarno, 1995).
Warna gelap disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol
(vitamin E). Jika minyak bersumber dari tanaman hijau, maka zat klorofil
yang berwarna hijau turut terekstrak bersama minyak, dan klorofil tersebut
sulit dipisahkan dari minyak. Warna gelap ini dapat terjadi selama proses
pengolahan dan penyimpanan, yang disebabkan oleh beberapa faktor: suhu
pemanasan yang terlalu tinggi, pengepresan bahan yang mengandung
minyak dengan tekanan dan suhu yang tinggi, ekstraksi minyak dengan
menggunakan pelarut tertentu seperti trikloroetilena, benzol dan heksana,
logam seperti Fe, Cu, dan Mn, dan oksidasi terhadap fraksi tidak
tersabunkan dalam minyak. Timbulnya warna kuning dalam minyak
terutama terjadi dalam minyak atau lemak tidak jenuh. Warna ini
timbul selama penyimpanan dan intensitas warna bervariasi dari kuning
sampai ungu kemerah-merahan. Odor dan flavor pada minyak atau
lemak selain terdapat secara alami, juga terjadi karena pembentukan
asam-asam yang berantai sangat pendek sebagai hasil penguraian dari
kerusakan minyak atau lemak, akan tetapi umumnya odor dan flavor ini
disebabkan oleh komponen bukan minyak, sebagai contoh bau khas
dari minyak kelapa sawit dikarenakan terdapatnya beta ionone,
sedangkan bau khas dari minyak kelapa ditimbulkan oleh nonyl
methylketon. Pengukuran titik cair minyak atau lemak, suatu cara yang
lazim digunakan dalam penentuan atau pengenalan komponen-
komponen organik murni. Polymorphism pada minyak atau lemak
adalah salah satu keadaan di mana terdapat lebih dari satu bentuk
kristal. Polymorphism sering dijumpai pada beberapa komponen yang
mempunyai rantai karbon panjang, dan pemisahan kristal tersebut
sangat sukar. Indeks bias adalah derajat penyimpangan dari cahaya
yang dilewatkan pada suatu medium yang cerah. Titik kekeruhan ini
ditetapkan dengan cara mendinginkan campuran minyak atau lemak
dengan pelarut lemak, seperti diketahui minyak atau lemak
kekeruhannya terbatas. Temperatur pada waktu mulai terjadi
kekeruhan, dikenal sebagai titik kekeruhan (Turbidity Point)
(Muallifah, 2009).
Untuk memperhitungkan jumlah bagian yang termakan dan
yang terbuang dari sayuran atau buah-buahan perlu diketahui jumlah
bagian yang biasa dimakan dari sayuran dan bauh-buahan tersebut.
Untuk menghitung jumlah bagian sayuran dan buah-buahan yang dapat
dimakan pertama-tema disiapkan beberapa macam sayuran buah-
buahan diantaranya sebagai contoh yaitu bayam, kangkung, mentimun,
buncis, wortel, kacang panjang, kubis, sawi, apel, pepaya, nangka,
melon, nenas dan bengkuang serta peralatan yang digunakan seperti
timbangan dan pisau. Masing-masing jenis bahan ditimbang terlebih
dahulu, setelah itu bagian yang biasa dimakan dan yang tidak
dipisahkan. Bagian yang dapat dimakan ditimbang dan dinyatakan
dalam persen terhadap berat utuh (Muchtadi, 2011).
C. METODOLOGI
1. Alat dan bahan
A. Alat
1. Erlenmeyer
2. Timbangan
3. Pisau
4. Blender
5. pH-meter
6. Refraktometer
7. Jangka Sorong
8. Gelas objek
9. Cutter
10. Mikroskop
11. Gelas beker
12. Termometer
13. Hot Plate
14. Corong
15. Kertas saring
B. Bahan
1. Sayuran: kangkung, wortel, tomat.
2. Buah-buahan: salak, jeruk, langsep, bengkoang,
3. Umbi-umbian: ubi jalar (kuning dan ungu), singkong, bawang
merah,
4. Minyak: minyak kelapa sawit, minyak wijen, lemak ayam.
5. Aquadest
6. Alkohol.
C. Cara Kerja
1. Menghitung jumlah bagian yang dapat dimakan (Edible Portion)
dari saryuran dan buah-buahan.
2. Mengamati beberapa sifat kimia buah dan sayuran.
a. Keasaman (pH)
Masing-masing bahan ditimbang
Dihitung persen edible portion-nya
Bagian yang dapat dimakan ditimbang
Bagian yang dapat dimakan dipisahkan dengan yang tidak dapat dimakan
Untuk yang kadar airnya sedikit tambahkan 100mL air
Bahan dihancurkan dengan blender sebanyak 100 gram
↓
b. Padatan terlarut
c. Mengamati struktur dan sifat fisik umbi - umbian.
Bahan dihancurkan dengan mortir
Filtrat yang dihasilkan dari bahan yang dihancurkan
disiapkan
Digambar masing-masing umbi secara utuh
Diukur panjang dan diameter masing-masing umbi dengan penggaris
Filtrat diteteskan pada refraktometer dan dibaca skalanya
pH diukur dengan pH-meter sebanyak 3 kali
Dihitung nilai rata-ratanya
↓
d. Mengamati beberapa sifat fisik minyak dan lemak.
Ditimbang masing-masing umbi untuk mengetahui beratnya
Dicatat warna daging dan kulit masing-masing umbi
Diamati perubahan warna setelah daging
umbi diiris
Dibuat irisan melintang dan membujur dari umbi tipis-tipis
umbi diiris
Diamati pada mikroskop dan gambar hasilnya
umbi tipis-tipis
Diamati warna masing-masing jenis minyak
Dikenali odor masing-masing jenis minyak dengan pembauan
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 4.1 menentukan jumlah bagian yang dapat dimakan
Kelompok BahanBerat Awal
(gr)Berat Bahan yang
Dapat Dimakan (gr)Edible
Portion (%)
1 Salak 49,6 23,6 57
2 Wortel 53 45 84,91
3 Tomat 46,5 40,2 86,45
4 Jeruk 48,5 26,1 53,8
5 Kangkung 12,3 8,6 69,9187
6 Lansep 11,5 5,8 50,435
7 Salak 53.6 33.4 62.3134
8 Wortel 49.6 45.4 91.532
Dimasukkan 15 ml masing-masing minyak pada gelas beker
Ditambahkan 150 ml alkohol
Dipanaskan sampai terbentuk larutan yang jernih
Dinginkan perlahan-lahan sampai terbentuk kristal halus lemak
Pada praktikum acara IV bertujuan untuk menilai karakteristik
beberapa bahan pangan. Tabel 4.1 menunjukan edible portion dari
beberapa sampel diantaranya salak, wortel, tomat, jeruk, kangkung dan
langsep. Menurut Muchtadi, 2011 Untuk memperhitungkan jumlah
bagian yang termakan dan yang terbuang dari sayuran atau buah-
buahan perlu diketahui jumlah bagian yang biasa dimakan dari sayuran
dan bauh-buahan tersebut. Untuk menghitung jumlah bagian sayuran
dan buah-buahan yang dapat dimakan pertama-tama disiapkan beberapa
macam sayuran buah-buahan serta peralatan yang digunakan seperti
timbangan dan pisau. Masing-masing jenis bahan ditimbang terlebih
dahulu, setelah itu bagian yang biasa dimakan dan yang tidak
dipisahkan. Bagian yang dapat dimakan ditimbang dan dinyatakan
dalam persen terhadap berat utuh. Berdasarkan data hasil praktikum
dapat diketahui rata-rata edible portion pada salak 59,6567%, wortel
88,221%, tomat 93,022%, jeruk 63,156%, kangkung 70,95935% dan
langsep 50,435%. Urutan edible portion sampel dari yang paling kecil
sampai yang paling besar yaitu tomat, wortel, kangkung, salak dan yang
palin sedikit langsep. Berdasarkan teori yang disampaikan Muchtadi,
2011 besarnya edible portion dipengaruhi oleh jumlah yang bisa
dimakan dan jumlah yang tidak bisa dimakan. Jumlah yang tidak bisa
dimakan misalnya kulit dan biji buah maupun sayuran. Selain itu
kondisi bahan ketika akan digunakan juga mempengaruhi besarnya
edible portion. Sebagai contoh buah yang terlalu mentah atau terlalu
matang hingga hampir busuk memiliki edible portion yang lebih kecil
jika dibandingkan dengan buah yang matang. Berdasarkan data dari
Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) Indonesia tahun 2012,
besarnya BDD atau edible portion kangkung 70%, jeruk 76%, salak
50%, wortel 88% dan tomat 95%. Jika hasil praktikum dibandingkan
dengan Daftar Komposisi Bahan Makanan kangkung dan wortel
memiliki nilai edible portion yang sama persis, tomat dan salak tidak
berbeda jauh sedangkan jeruk memiliki nilai edible portion berbeda
sangat jauh. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh perbedaan varietas
bahan yang diamati dengan bahan yang diamati saat pembuatan
DKBM.
Tabel 4.2 sifat kimia buah dan sayur
Kelompok Bahan pH Padatan terlarut (obrix)
1 Salak 6.97 10
2 Wortel 7.86 6,8
3 Tomat 7.19 2
4 Jeruk 5.35 6,2
5 Kangkung 7.58 2,5
6 Langsep 4,4 12,5
7 Salak 4.87 18
8 Wortel 5.777 6.1
9 Tomat 5.293 2
10 Jeruk 5.25 7.5
11 Kangkung 7.29 2.5
Sumber : laporan sementaraTabel 4.2 menunjukan sifat kimia buah dan sayur. Sifat kimia
disini dilihat dari pH dan padatan terlarut (oBrix). pH adalah derajat
keasaman yang menunjukan jumlah konsentrasi H+ dalam bahan. Untuk
mengukur pH digunakan alat pH meter. Berdasarkan data hasil
percobaan pH rata-rata salak 5,92, wortel 6,8185, tomat 6,2415, jeruk
5,3, kangkung 7,435 dan langsep 4,4. Faktor-faktor yang
mempengaruhi besarnya pH dalam buah dan sayur diantaranya
kandungan vitamin C maupun kandungan asam-asam organik yang
terkandung didalam bahan. Selain itu menurut Muchtadi, 2011 setiap
macam buah-buahan mempunyai komposisi yang berbeda-beda dan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu perbedaan varietas, keadaan
iklim tempat tmbuh, pemeliharaan tanaman, cara pemanenan, tingkat
kematangan waktu dipanen, kondisi selama pemeraman dan kondisi
penyimpanan. Besarnya nilai pH bahan dari yang terkecil hingga yang
terbesar diantaranya langsep, jeruk, salak, tomat, wortel dan kangkung.
Semakin kecil pH maka kandungan H+ bahan semakin banyak sehingga
dapat disimpulkan semakin banyak mengandung vitamin C.
Menurut Hasanah, 2010 padatan terlarut ini diukur
menggunakan hand refractometer yang terukur dengan satuan derajat
brix (˚Brix). Brix adalah jumlah zat padat yang larut (dalam g) setiap
100 g larutan. Kandungan brix dari tiap ruas berbeda-beda, oleh karena
itu pengukuran brix dilakukan pada batang bagian pangkal, tengah, dan
ujung agar mewakili kandungan brix batang secara keseluruhan.
Untuk mengukur kandungan brix bahan digunakan alat
refraktometer. Hasil praktikum menunjukan rata-rata kandungan brix
salak 14, wortel 6,45, tomat 2, jeruk 6,85, kangkung 2,5 dan langsep
12,5. Semakin besar ilai derajat brix maka kandungan zat padat terlarut
semakin besar. Berdasarkan hasil praktikum urutan bahan yang
memiliki derajat brix dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi
diantaranya tomat, kangkung, wortel, jeruk, langsep dan salak. Faktor-
faktor yang mempengaruhi besarnya derjat brix diantaranya kandungan
zat padat terlarut dan kadar glukosa bahan.
Tabel 4.3 struktur dan sifat umbi-umbian
Kel. Bahan BentukUkuran
(Cm)
Berat
(gr)Warna
Pencokla
tanMelintang Membujur
1
Bengkoang
P : 11.8
D1 : 7.7
D2 : 3.4
159.4
Kulit :
coklat
Daging
: putih
Ada
2
Kentang
P : 8.6
D1 : 6.1
D2 : 3.7
177
Kulit :
coklat
muda
Daging
:
kuning
Ada
3
Singkong
P : 15.3
D1 : 2.7
D2 : 2
109.7
Kulit :
kusam
coklat
tua
Daging
: putih
Ada
4 Bawang
merah
P : 3.6
D1 : 2.3
D2 : 0.8
7.6 Kulit :
coklat
Daging
: ungu
putih
ditenga
Tidak
ada
h
5
Ubi jalar
ungu P : 8.8
D1 :
4.55
D2 : 1.2
86.9
Kulit :
coklat
Daging
: ungu
Tidak
ada
6
Ubi jalar
kuning P : 10
D1 : 4
D2 : 0.9
73.9
Kulit :
coklat
Daging
:
kuning
Ada
7 Bengkoang
P : 7.3
D1 : 4.8
D2 : 5
112.3
Kulit :
coklat
Daging
:
putih
Tidak
ada
8 Kentang
P : 6.5
D1 : 4.7
D2 : 2.3
76.9
Kulit :
coklat
Daging
:
kuning
Ada
9 Singkong P : 25
D1 : 2.7
D2 : 1.9
133.1 Kulit :
coklat
Daging
:
Ada
putih
10Bawang
merah
P : 4.7
D1 : 3.2
D2 : 2.2
15.9
Kulit :
Merah
kecokla
tan
Daging
:
Putih
keungu
an
Ada
11 Ubi ungu
P : 8
D1 : 4.8
D2 : 3.7
97.0
Kulit :
keungu
an
Daging
:
ungu
Tidak
ada
Sumber : laporan sementara
Tabel 4.3 menunjukan struktur fisik berbagai umbi-umbian.
Sampel umbi yang digunakan dalam praktikum ini diantaranya
bengkoang, kentang, singkong, bawang merah, ubi kuning dan ubi
ungu. Pada hasil percobaan meskipun sampel sama namun memiliki
ukuran panjang, diameter 1 dan diameter 2 yang berbeda-beda.
Ukuran panjang, dimeter 1 dan diameter 2 ubi kayu yang
diamati kelompok 3 secara berturut-turut 15,3 cm, 2,7 cm dan 2 cm.
Sedangkan ubi kayu yang diamati kelompok 9 memiliki ukuran 25 cm,
2,9 cm da 2 cm. Menurut Muchtadi, 2011 ubi kayu berbentuk seperti
silinder yang ujungnya mengecil dengan diameter rata-rata sekitar 2-5
cm dan panjang sekitar 20-30 cm. Umbinya mempunyai kulit yang
terdiri dari 2 lapis kulit yaitu kulit luar dan kulit dalam. Daging umbi
berwarna putih atau kuning. Pada bagian tengah daging umbi terdapat
suatu jaringan yang tersusun dari serat dan diantara kulit dalam dan
daging umbi terdapat lapisan kambium.
Sehingga hasil pengamatan pada ubi kayu sudah sesuai dengan
teori. Kenampakan kulit dan daging juga sudah sesuai dengan teori.
Pada ubi kayu terjadi pula reaksi pencoklatan apabila dibiarkan terlalu
lama diudara terbuka. Selain diamati kenampakan fisik, sampel ubi
kayu juga diamati struktur jaringannya dibawah mikroskop. Berdsarkan
hasil praktikum, kenampakan ubi kayu dibawah mikroskop terdapat
serat-serat seperti yang telah diungkapkan oleh Muchtadi, 2011.
Ubi ungu yang diamati kelompok 5 memiliki ukuran panjang,
diameter 1, diameter 2, berat berturut-turut 8,8 cm, 4,5 cm, 1,2 cm dan
86,9 gram. Sedangkan yang diamati kelompok 11 berturut- 8 cm, 4,8
cm, 3,7 cm dan 97 gram. Sampel ubi kuning yang diamati kelompok 6
memiliki ukuran panjang, diameter 1, diameter 2, berat berturut-turut
10 cm, 4 cm, 0,9 cm dan 73,9 gram. Menurut Muchtadi, 2011 kulit ubi
jalar (lpomoea batatas L.) relatif tipis dibanding dengan kulit ubi kayu.
Warna daging ubi jalar bermacam-macam contohnya putih, kuning,
jingga kemerah-merahan atau ungu. Warna kulit luar juga berbeda-
beda, biasanya putih kekuningan atau merah ungu dan tidak selalu sama
dengan warna daging umbi. Demikian juga bentuknya sering tidak
seragam (bulat, lonjong, benjol-benjol). Daging umbi biasanya
mengandung serat, ada yang sedikit ada pula yang banyak mengandung
serat. Brdasarkan hasil percobaan, kenampakan ubi jalar baik ubi
kuning maupun ubi ungu terdapat serat-serat makanan.
Sampel bawang merah yang diamati kelompok 4 memiliki
ukuran panjang, diameter 1, diameter 2, berat berturut-turut 3,6 cm, 2,3
cm, 0,8 cm dan 7,6 gram. Sedangkan yang diamati oleh kelompok 10
memiliki ukuran 4,7 cm, 3,2 cm, 2,2 cm dan 15,9 gram. Kedua hasil
pengamatan ini tidak jauh berbeda sehingga kemungkinan besar sudah
sesuai dtengan teori. Pada pengamatan dibawah mikroskop kenampakan
bawang merah terlihat berlapis-lapis karena bawang merah merupakan
salah satu jenis umbi lapis.
Sampel kentang yang diamati oleh kelompok 2 memiliki ukuran
panjang, diameter 1, diameter 2, berat berturut-turut 8,6 cm, 6,1 cm, 3,7
cm dan 177 gram. Sedangkan yang diamati kelompok 6,5 cm, 4,7 cm,
2,3 cm dan 76,9 gram. Pada sampel kentang ukuran yang didapatkan
berbeda jauh, hal ini disebabkan sampel kentang yang diamati memang
memiliki ukuran yang jauh berbeda. Faktor-faktor yang mempengaruhi
besarnya karakteristik dari umbi-umbian tak jauh berbeda dengan buah-
buahan. Menurut Muchtadi, 2011 setiap macam buah-buahan
mempunyai komposisi yang berbeda-beda dan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu perbedaan varietas, keadaan iklim tempat tmbuh,
pemeliharaan tanaman, cara pemanenan, tingkat kematangan waktu
dipanen, kondisi selama pemeraman dan kondisi penyimpanan.
Pengamatan struktur pada kentang juga tak jauh berbeda dengan ubi
kayu dan ubi jalar. Kentang juga terdapat serat-serat namun bentuk
serat-seratnya lebih besar jika dibandingkan dengan ubi kayu dan ubi
jalar.
Reaksi pencoklatan merupakan reaksi yang biasa terjadi pada
bahan-bahan hasil pertanian. Menurut Winarno, 1995 proses browning
adalah proses browning adalah proses pencoklatan pada buah yang
terjadi akibat proses enzimatik oleh polifenol oksidasi. Proses browning
terbagi menjadi dua yaitu enzimatik dan non enzimatik. Reaksi
pencoklatan enzimatik adalah proses kimia yang terjadi pada sayuran
dan buah-buahan oleh enzim polifenol oksidase yang menghasilkan
pigmen warna coklat (melanin). Proses pencoklatan enzimatis
memerlukan enzim polifenol oksidase dan oksigen untuk berhubungan
dengan substrat tersebut. Enzim-enzim yang dikenal yaitu fenol
oksidase, polifenol oksidase, fenolase/polifenolase, enzim-enzim ini
bekerja secara spesifik untuk substrat tertentu. Sehingga dapat
disimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi pencoklatan adalah
enzim polifenol oksidase dan oksigen. Semakin lama bahan terpapar
dengan udara bebas maka pencoklatan akan semakin jelas. Hal ini
disebabkan oksigen yang mengenai bahan semakin banyak.
Tabel 4.4 sifat fisik minyak dean lemak
Kelompok Bahan Warna awal AromaTurbidity Point (oC)
1 & 4 Lemak ayam Kuning keruh Gurih 45
2 & 5Minyak kelapa
sawitKuning bening
Tidak berbau
42
3 Minyak wijen Coklat keruh Gosong 34
7 & 10 Minyak wijenKuning
kecoklatanSedikit amis 33
8 & 11Minyak kelapa
sawitKuning
keemasanSedikit amis 40
9 Lemak ayamKuning
mengkilapAmis 40
Sumber : Laporan Sementara
Pada tabel 4.4 menunjukan karakteristik fisik dari minyak atau
lemak. Sampel yang digunakan dalam praktikum ini adalah lemak
ayam, minyak kelapa sawit dan minyak wijen. Karakteristik fisik yang
diamati adalah warna awal, aroma dan turbidity point. Menurut Iman,
2001 lemak adalah sekelompok ikatan organik yang terdiri atas unsur-
unsur Carbon (C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O), yang mempunyai
sifat tidak larut dalam air. Lemak yang mempunyai titik lebur tinggi
bersifat padat pada suhu kamar, sedangkan yang mempunyai titik lebur
rendah, bersifat cair. Lemak di dalam makanan yang memegang
peranan penting ialah yang disebut trigliserida, yang molekulnya terdiri
atas satu molekul glycerol (glycerin) dan tiga molekul asam lemak.
Faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik fisik minyak
menurut Muallifah, 2009 ada beberapa. Warna gelap disebabkan oleh
proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E). Jika minyak bersumber dari
tanaman hijau, maka zat klorofil yang berwarna hijau turut terekstrak
bersama minyak, dan klorofil tersebut sulit dipisahkan dari minyak. Warna
gelap ini dapat terjadi selama proses pengolahan dan penyimpanan, yang
disebabkan oleh beberapa faktor: suhu pemanasan yang terlalu tinggi,
pengepresan bahan yang mengandung minyak dengan tekanan dan suhu
yang tinggi, ekstraksi minyak dengan menggunakan pelarut tertentu seperti
trikloroetilena, benzol dan heksana, logam seperti Fe, Cu, dan Mn, dan
oksidasi terhadap fraksi tidak tersabunkan dalam minyak. Timbulnya
warna kuning dalam minyak terutama terjadi dalam minyak atau lemak
tidak jenuh. Warna ini timbul selama penyimpanan dan intensitas warna
bervariasi dari kuning sampai ungu kemerah-merahan. Odor dan flavor
pada minyak atau lemak selain terdapat secara alami, juga terjadi
karena pembentukan asam-asam yang berantai sangat pendek sebagai
hasil penguraian dari kerusakan minyak atau lemak, akan tetapi
umumnya odor dan flavor ini disebabkan oleh komponen bukan
minyak, sebagai contoh bau khas dari minyak kelapa sawit dikarenakan
terdapatnya beta ionone, sedangkan bau khas dari minyak kelapa
ditimbulkan oleh nonyl methylketon
Hasil pengamatan pada lemak ayam warna lemak ayam kuning
keruh dengan aroma gurih. Sampel minyak kelapa sawit warnanya
kuning bening dan aromanya tidak berbau. Sampel minyak wijen
berwarna coklat keruh dengan aroma gosong. Turbidity point adalah
untuk mengetahui titik kejenuhan dari minyak. Turbidity point dapat
diketahui dengan melarutkan sampel dengan alkohol, kemudian
dipanaskan hingga bening. Menurut Muallifah, 2009 titik kekeruhan ini
ditetapkan dengan cara mendinginkan campuran minyak atau lemak
dengan pelarut lemak, seperti diketahui minyak atau lemak
kekeruhannya terbatas. Temperatur pada waktu mulai terjadi
kekeruhan, dikenal sebagai titik kekeruhan (Turbidity Point).
Suhu saat terjadi penggumpalan inilah yang disebut sebagai
turbidity point. Beradasarkan hasil praktikum rata-rata nilai turbidity
point pada minyak kelapa sawit adalah 41oC, lemak ayam 42,5oC dan
pada minyak wijen 33,5oC. Urutan turbidity point dari yang terkecil
sampai yang terbesar pada sampel adalah minyak wijen, minyak kelapa
sawit dan lemak ayam.
Besarnya turbidity point dipengaruhi oleh banyaknya ikatan
rangkap pada gugus hidrokarbon. Asam lemak jenuh dapat dibedakan dari
asam lemak tidak jenuh dengan cara melihat strukturnya. Asam lemak tidak
jenuh memiliki ikatan ganda pada gugus hidrokarbonnya. Sehingga semakin
tinggi turbidity point maka ikatan rangkap yang menyusun hidrokarbon
semakin banyak pula.
E. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil pada praktikum acara IV
penilaian karakteristik beberapa bahan pangan ini diantaranya :
1. Edible portion adalah prosentase berat bahan yang dapat dimakan
dibandingkan dengan berat bahan utuh.
2. Hal-hal yang mempengaruhi besarnya edible portion adalah jumltah
berat bahan yang bisa dimakan dan jumlah berat bahan yang tidak
bisa dimakan. Selain itu masing-masing bahan dan varietas memiliki
edible portion yang berbeda.
3. Urutan edible portion sampel dari yang paling kecil sampai yang
paling besar yaitu tomat, wortel, kangkung, salak dan yang palin
sedikit langsep.
4. Jika hasil praktikum dibandingkan dengan Daftar Komposisi Bahan
Makanan kangkung dan wortel memiliki nilai edible portion yang
sama persis, tomat dan salak tidak berbeda jauh sedangkan jeruk
memiliki nilai edible portion berbeda sangat jauh.
5. pH adalah derajat keasaman yang menunjukan jumlah konsentrasi
H+ dalam bahan.
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya pH dalam buah dan
sayur diantaranya kandungan vitamin C maupun kandungan asam-
asam organik yang terkandung didalam bahan.
7. Besarnya nilai pH bahan dari yang terkecil hingga yang terbesar
diantaranya langsep, jeruk, salak, tomat, wortel dan kangkung.
8. Brix adalah jumlah zat padat yang larut (dalam g) setiap 100 g
larutan. Kandungan brix dari tiap ruas berbeda-beda, oleh karena itu
pengukuran brix dilakukan pada batang bagian pangkal, tengah, dan
ujung agar mewakili kandungan brix batang secara keseluruhan.
9. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya derjat brix diantaranya
kandungan zat padat terlarut dan kadar glukosa bahan.
10. Urutan bahan yang memiliki derajat brix dari yang paling rendah
sampai yang paling tinggi diantaranya tomat, kangkung, wortel,
jeruk, langsep dan salak.
11.
DAFTAR PUSTAKA
Dungan, Roger. J., et al. 2004. A Simple Gravimetric Technique for Estimating Honeydew or Nectar Production. New Zealand Journal of Ecology. Vol 28. No. 2 Page: 283 -284.
Hale, T eri. A., et al. 2005. Refractomete Measurements of Soluble Solid Concentration Do not Reliably Predict Sugar Content in Sweet Corn. Journal Holticulture of Technology. Vol 15. No.3 Page: 668 – 669.
Hasanah, Unaiyatin., dkk. 2010. Pengaruh Salinitas Terhadap Komponen Hasil Empat Belas Kultivar Sorgum (Sorghum bicolor L Moench). UGM Press: Yogyakarta.
Muallifah, Siti. 2009. Penentuan Angka Asam Thiobarbiturat dan Angka Peroksida Pada Minyak Goreng Bekas Hasil Pemurnian dengan Karbon Aktif dari Biji Kelor (Moringa oleifera, LAMK). UIN Press: Malang.
Muchtadi, Tien; Sugiyono; F Ayustaningwarno. 2011. Ilmu Pengetahuan Bahan. Alfabeta. Bogor
Prihandana, Rama., dkk. 2005. Bioetanol Bahan Ubi Kayu Bahan Bakar Masa Depan. Agromedia: Jakarta.
Rukmana, H. Rahmat. 2001. Aneka Keripik Umbi. Kanisius: Yogyakarta.
Soeprapti, M. Lies. 2003. Manisan Kering Jambu Mete. Kanisius: Yogyakarta.
Soeharto, Iman. 2001. Kolesterol & Lemak Jahat Kolesterol & Lemak Baik dan Proses Terjadinya Serangan Jantung. Gramedia: Jakarta.
Tinjan, Patcharaporn and Wannee Jirapakkul. 2007. Comparative Study on Extraction Methods of Free and Glycosidically Bound Volatile Compounds from Kaffir Lime Leaves by Solvent Extraction and Solid Phase Extraction. Kasetsart Journal (National Science) Vol.41 Page: 300.
Wykes, G. R. 1952. The Sugar Content of Nectars. Journal Biochemical Vol. 53 No.3 Page: 294.