UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351014-PR-Wisnu...

download UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351014-PR-Wisnu Ajeng-Laporan... · 4.11 Kualifikasi dan validasi ... memenuhi persyaratan yang tercantum

If you can't read please download the document

Transcript of UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351014-PR-Wisnu...

  • UNIVERSITAS INDONESIA

    LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

    DI PT TAKEDA INDONESIA

    JALAN P. DIPONEGORO KM 38 TAMBUN

    PERIODE 18 FEBRUARI 28 MARET 2013

    LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

    WISNU AJENG RAKHMANINGTYAS, S.Farm

    1106153574

    ANGKATAN LXXVI

    FAKULTAS FARMASI

    PROGRAM PROFESI APOTEKER

    DEPOK

    JUNI 2013

  • ii Universitas Indonesia

    UNIVERSITAS INDONESIA

    LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

    DI PT TAKEDA INDONESIA

    JALAN P. DIPONEGORO KM 38, TAMBUN

    PERIODE 18 FEBRUARI 28 MARET 2013

    LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

    Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

    WISNU AJENG RAKHMANINGTYAS, S.Farm

    1106153574

    ANGKATAN LXXVI

    FAKULTAS FARMASI

    PROGRAM PROFESI APOTEKER

    DEPOK

    JUNI 2013

  • iii Universitas Indonesia

    HALAMAN PENGESAHAN

    Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini diajukan oleh :

    Nama : Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas

    NPM : 1106153574

    Program Studi : Farmasi

    Judul Laporan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT

    Takeda Indonesia Jalan P. Diponegoro Km

    38,Tambun, Jawa Barat periode 18 Februari- 28 Maret

    2013

    Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima

    sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar

    Apoteker pada Program Studi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas

    Indonesia

  • iv Universitas Indonesia

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat

    dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan laporan ini. Penulisan laporan ini

    dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar

    Apoteker pada Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.

    Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari

    masa perkuliahan sampai pada penyusunan laporan ini, sangatlah sulit bagi saya

    untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih

    kepada:

    (1) Bapak Yuniarto Go, selaku Plant Director di PT. Takeda Indonesia karena

    telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan PKPA di

    PT. Takeda Indonesia.

    (2) Ibu Rani Kania W., S.Si., Apt. selaku pembimbing PKPA dan manager QA PT

    Takeda Indonesia yang telah membimbing dan memberikan bantuan kepada

    penulis selama PKPA berlangsung.

    (3) Bapak Dr. Mahdi Jufri, M. Si., Apt., selaku pembimbing di program profesi

    apoteker fakultas farmasi UI yang telah memberikan arahan dan bimbingan

    pada penulis selama pelaksanaan dan penyusunan laporan PKPA di PT

    Takeda Indonesia.

    (4) Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi

    Universitas Indonesia

    (5) Bapak Dr. Harmita, Apt., sebagai ketua Program Apoteker Fakultas Farmasi

    Universitas Indonesia yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan

    selama PKPA

    (6) Ibu Rifqy Ifada, S.Farm., Apt dan Bapak Yudi Gumilang, S.Farm., Apt. selaku

    supervisor di departemen QA PT. Takeda Indonesia yang telah memberikan

    arahan dan bimbingan selama pelaksanaan PKPA, khususnya dalam

    pelaksanaan tugas khusus.

    (7) Seluruh staf PT Takeda Indonesia yang telah menerima dan membantu penulis

  • v Universitas Indonesia

    selama melaksanakan kegiatan PKPA

    (8) Seluruh staf pengajar, tata usaha dan karyawan di program apoteker fakultas

    farmasi UI atas segala ilmu pengetahuan, didikan serta bantuan dan masukan

    selama ini

    (9) Keluarga tercinta, Papa, Mama, Mas Agung dan Mutia atas kesabaran, kasih

    sayang, dukungan material dan moral, perhatian dan doanya yang luar biasa

    untuk menyelesaikan pendidikan di farmasi dengan sebaik mungkin.

    (10) Arif Rakhman Hakim atas segala dukungan, kesabaran dan doanya.

    (11) Rekan-rekan mahasiswa apoteker angkatan 76 yang telah berjuang bersama

    dalam menyelesaikan studi di program profesi apoteker di Universitas

    Indonesia

    (12) Serta pihak lain yang telah membantu sehingga laporan praktek kerja

    profesi apoteker ini dapat selesai.

    Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat

    banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan

    kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha

    Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu.

    Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi semua yang

    memerlukannya.

    Penulis

    2013

  • vi Universitas Indonesia

    HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

    TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

    Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

    Nama : Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas NPM : 1106153574 Program Studi : Apoteker Fakultas : Farmasi Jenis karya : Karya Akhir demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan

    kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive

    Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

    Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Takeda Indonesia Periode 18

    Februari - 28 Maret 2013

    beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti

    Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,

    mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data

    (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap

    mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak

    Cipta.

    Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

    Dibuat di : Depok Pada tanggal : 15 Juni 2013

  • vii Universitas Indonesia

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii

    HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii

    KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv

    DAFTAR ISI .................................................................................................... vii

    DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... ix

    BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1

    1.2 Tujuan ................................................................................................... 2

    BAB 2 TINJAUAN UMUM ............................................................................... 3

    2.1 Industri Farmasi ..................................................................................... 3

    2.1.1 Pengertian Industri Farmasi ............................................................ 3

    2.1.2 Persyaratan usaha industri farmasi .................................................. 3

    2.1.3 Pembinaan dan pengawasan industri farmasi................................... 5

    2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) .............................................. 6

    2.2.1 Manajemen Mutu ............................................................................... 7

    2.2.2 Personalia ........................................................................................... 8

    2.2.3 Bangunan dan Fasilitas ................................................................... 9

    2.2.4 Peralatan ....................................................................................... 10

    2.2.5 Sanitasi dan Hygiene ..................................................................... 11

    2.2.6 Produksi ....................................................................................... 11

    2.2.7 Pengawasan Mutu ......................................................................... 12

    2.2.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu........................................................ 13

    2.2.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk,

    dan Produk Kembalian ................................................................................ 14

    2.2.10 Dokumentasi................................................................................. 14

    2.2.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak .............................. 15

    2.2.12 Kualifikasi dan Validasi ................................................................ 15

    BAB 3 TINJAUAN KHUSUS .......................................................................... 17

    3.1 Sejarah PT Takeda Indonesia ............................................................... 17

    3.2 Visi dan Misi ....................................................................................... 18

    3.2.1 Visi ............................................................................................... 18

    3.2.2 Misi .............................................................................................. 19

    3.3 Lokasi dan Tata Letak Bangunan ......................................................... 19

    3.4 Sistem Manajerial PT Takeda Indonesia .............................................. 19

  • viii Universitas Indonesia

    3.5 Personalia ............................................................................................ 19

    3.5.1 Departemen Produksi .................................................................... 20

    3.5.2 Departemen Production Planning Inventory Control (PPIC) ......... 20

    3.5.3 Departemen Pengendalian Mutu/Quality Assurance (QA) ............. 21

    3.5.4 Departemen Quality Control (QC) ................................................ 22

    3.5.5 Departemen gudang / warehouse .................................................. 23

    3.5.6 Departemen Maintenance & General Affairs (GA) ....................... 24

    3.5.7 Departemen Sumber Daya Manusia (HRD) .................................. 24

    3.6 Bangunan dan Fasilitas Takeda Bekasi Factory .................................... 24

    3.6.1 Pembagian Takeda Bekasi Factory ................................................ 24

    3.7 Sanitasi dan Hygyene ........................................................................... 25

    3.7.1 Higiene personalia dan keselamatan kerja ..................................... 25

    3.7.2 Sanitasi bangunan ......................................................................... 26

    3.7.3 Sanitasi peralatan .......................................................................... 27

    3.8 Factory ................................................................................................ 27

    3.8.1 Produksi ....................................................................................... 27

    3.8.2 Bagian gudang .............................................................................. 31

    3.8.3 Bagian maintenance & GA ........................................................... 35

    BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 40

    4.1 Manajemen Mutu ................................................................................. 40

    4.2 Personalia ............................................................................................ 42

    4.3 Bangunan dan fasilitas ......................................................................... 43

    4.4 Peralatan .............................................................................................. 45

    4.5 Sanitas dan higiene .............................................................................. 46

    4.6 Produksi .............................................................................................. 47

    4.7 Pengawasan mutu ................................................................................ 52

    4.8 Inspeksi diri dan audit mutu ................................................................. 54

    4.9 Penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali obat dan

    produk kembalian ........................................................................................... 54

    4.10 Dokumentasi ........................................................................................ 55

    4.11 Kualifikasi dan validasi ........................................................................ 56

    4.12 Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak ........................................ 60

    BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 61

    5.1 Kesimpulan.......................................................................................... 61

    5.2 Saran ................................................................................................... 61

    DAFTAR ACUAN ........................................................................................... 62

  • ix Universitas Indonesia

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1. Struktur organisasi PT.Takeda Indonesia ......................................... 64

    Lampiran 2. Alur penerimaan barang ................................................................ 65

    Lampiran 3. Skema pengolahan limbah ............................................................ 66

  • 1 Universitas Indonesia

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009

    tentang pekerjaan kefarmasian, salah satu tempat pengabdian profesi apoteker

    adalah industri farmasi. Tanggung jawab apoteker dalam industri farmasi tersebut

    berada pada bidang pemastian mutu, produksi, serta pengawasan mutu. Sebagai

    pemegang otoritas penuh tentang obat, seorang apoteker harus mempunyai standar

    kompetensi tertentu agar dapat menjamin konsistensi kualitas mutu industri

    farmasi dan produk farmasi di tengah-tengah persaingan industri yang ada.

    Dengan pengetahuan dan keahlian yang dikuasai mengenai produksi obat, seorang

    apoteker harus benar-benar menjalankan tanggung jawab profesi tersebut dengan

    profesional. Untuk itu, diperlukan adanya pembekalan mengenai peran apoteker

    di dalam industri farmasi.

    Produksi obat adalah salah satu kegiatan dari sebuah industri farmasi. Obat

    yang dihasilkan harus sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya,

    memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan

    tidak menimbulkan risiko yang membahayakan karena tidak aman, mutu rendah

    atau tidak efektif. Dalam menjalankan tanggung jawabnya di bidang produksi

    obat, apoteker harus mengikuti suatu pedoman yang telah ditetapkan oleh

    pemerintah. Pedoman tersebut adalah Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).

    CPOB merupakan pedoman dalam aspek dan rangkaian kegiatan pembuatan

    obat jadi di industri farmasi. CPOB dibuat untuk menjamin mutu obat yang

    diproduksi oleh industri farmasi sehingga sesuai dengan spesifikasinya, aman, dan

    berkualitas. Seorang apoteker di industri farmasi mempunyai peranan penting

    untuk menerapkan aspek-aspek yang tercantum dalam CPOB.

    Aspek-aspek tersebut dapat diterapkan melalui ilmu dan keahlian yang telah

    dimiliki apoteker. Oleh karena itu, adanya tenaga farmasi yang handal mutlak

    diperlukan untuk mendukung penerapan CPOB yang efektif. Dengan adanya

  • 2

    Universitas Indonesia

    kedua unsur tersebut, maka suatu industri farmasi diharapkan dapat menghasilkan

    obat yang sesuai persyaratan.

    Dilatarbelakangi oleh hal tersebut, maka seorang calon apoteker harus

    memahami tanggung jawab profesinya secara nyata. Melalui teori yang dibekali

    sebelumnya, calon apoteker diharapkan memiliki pemahaman awal mengenai

    penerapannya di dunia nyata. Pemahaman tersebut dapat diperoleh melalui sebuah

    praktek kerja profesi di industri farmasi. Oleh karena itu, Program Profesi

    Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia mengadakan kerjasama dengan

    PT Takeda Indonesia dalam menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker

    (PKPA) agar dapat menjadi sarana pembelajaran di industri farmasi bagi para

    calon apotekernya. Melalui kegiatan ini pula, mahasiswa tingkat profesi

    diharapkan dapat mengamati secara langsung penerapan CPOB di industri

    farmasi.

    1.2 Tujuan

    Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Takeda Indonesia bertujuan

    agar :

    1.2.1 Mahasiswa profesi apoteker dapat melihat langsung aktivitas yang

    berlangsung dalam suatu industri farmasi.

    1.2.2 Mahasiswa profesi apoteker dapat memperoleh pengetahuan dan wawasan

    tentang segala aspek yang terkait di industri farmasi terutama dalam hal

    penerapan CPOB di PT. Takeda Indonesia.

    1.2.3 Mahasiswa profesi apoteker dapat memiliki pemahaman yang mendalam

    mengenai peran dan tugas apoteker di industri farmasi.

  • 3 Universitas Indonesia

    BAB 2

    TINJAUAN UMUM

    2.1 Industri Farmasi

    2.1.1 Pengertian Industri Farmasi

    Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

    No.1799/Menkes/Per/XII/20 10 tentang Industri Farmasi, industri farmasi adalah

    badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan

    kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Industri farmasi dapat melakukan

    kegiatan proses pembuatan obat dan/atau bahan obat untuk semua tahapan

    dan/atau sebagian tahapan. Pembuatan obat adalah seluruh tahapan kegiatan

    dalam menghasilkan obat, yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan

    pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu dan pemastian mutu sampai

    diperoleh obat untuk didistribusikan (Kementerian Kesehatan, 2010).

    2.1.2 Persyaratan usaha industri farmasi

    Industri farmasi untuk melaksanakan proses industrinya harus memenuhi

    ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah. Menurut peraturan Menteri Kesehatan

    Republik Indonesia No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi,

    usaha industri farmasi wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut :

    a. Setiap pendirian Industri Farmasi wajib memperoleh izin industri farmasi dari

    Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

    b. Industri Farmasi yang membuat obat dan/atau bahan obat yang termasuk

    dalam golongan narkotika wajib memperoleh izin khusus untuk memproduksi

    narkotika sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Persyaratan untuk memperoleh izin industri farmasi terdiri atas :

    a. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas,

    b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat,

    c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak,

    d. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung

    dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian.

    Untuk memperoleh izin industri farmasi diperlukan persetujuan prinsip yang

  • 4

    Universitas Indonesia

    berlaku selama 3 (tiga) tahun. Permohonan persetujuan prinsip diajukan secara

    tertulis kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Dalam

    hal permohonan persetujuan prinsip dilakukan oleh Industri Penanaman Modal

    Asing atau Penanaman Modal Dalam Negeri, pemohon harus memperoleh Surat

    Persetujuan Penanaman Modal dari instansi yang menyelenggarakan urusan

    penanaman modal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Persetujuan

    prinsip diberikan oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

    setelah pemohon memperoleh persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP)

    dari Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Dalam hal permohonan

    persetujuan prinsip telah diberikan, pemohon dapat langsung melakukan

    persiapan, pembangunan, pengadaan, pemasangan dan instalasi peralatan

    termasuk produksi percobaan dengan memperhatikan ketentuan perundang-

    undangan.

    Setiap pendirian industri farmasi wajib memenuhi ketentuan sebagaimana

    diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang tata ruang dan lingkungan

    hidup. Industri Farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB yang dibuktikan

    dengan sertifikat CPOB. Sertifikat CPOB berlaku selama 5 (lima) tahun

    sepanjang memenuhi persyaratan. Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara

    sertifikasi CPOB diatur oleh Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan.

    Selain wajib memenuhi ketentuan yang telah disebutkan, Industri Farmasi juga

    wajib melakukan farmakovigilans.

    Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Direktur Jenderal Bina

    Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan rekomendasi dari kepala Badan

    Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM). Izin ini berlaku seterusnya selama

    perusahaan industri farmasi tersebut berproduksi dan memenuhi ketentuan

    peraturan perundang-undangan. Industri Farmasi yang akan melakukan perubahan

    bermakna terhadap pemenuhan persyaratan CPOB, baik untuk perubahan

    kapasitas dan/atau fasilitas produksi wajib melapor dan mendapat persetujuan

    sesuai ketentuan perundang-undangan. Untuk industri farmasi Penanaman Modal

    Asing (PMA) masa berlakunya sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 1 tahun

    1967 tentang Penanaman Modal Asing dan peraturan pelaksanaannya.

  • 5

    Universitas Indonesia

    Perusahaan Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri wajib:

    a. Menyampaikan laporan industri secara berkala mengenai kegiatan usahanya

    yaitu sekali dalam enam bulan, meliputi jumlah dan nilai produksi setiap obat

    atau bahan obat yang dihasilkan serta sekali dalam satu tahun.

    b. Melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam serta

    pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup

    akibat kegiatan Industri Farmasi yang dilakukannya.

    c. Melaksanakan upaya yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, bahan

    baku dan bahan penolong, proses serta hasil produksinya termasuk

    pengangkutannya dan keselamatan kerja.

    d. Melakukan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang berlaku

    bagi jenis-jenis industri yang telah ditetapkan dan kewajiban untuk

    melakukannya setelah memperoleh Izin Usaha Industri Farmasi.

    2.1.3 Pembinaan dan pengawasan industri farmasi

    Pembinaan terhadap pengembangan industri farmasi dilakukan oleh Kepala

    BPOM. Dalam melaksanakan pengawasan, tenaga pengawas dapat memasuki

    setiap tempat yang digunakan dalam kegiatan pembuatan, penyimpanan,

    pengangkutan dan perdagangan obat dan bahan obat untuk memeriksa, meneliti

    dan mengambil contoh, membuka dan meneliti kemasan obat, serta memeriksa

    dokumen atau catatan lain yang diduga memuat keterangan mengenai kegiatan

    pembuatan, penyimpanan, pengangkutan dan perdagangan obat dan bahan obat.

    Tenaga pengawas juga dapat mengambil gambar (foto) seluruh atau sebagian

    fasilitas dan peralatan yang digunakan dalam pembuatan, penyimpanan,

    pengangkutan dan/atau perdagangan obat dan bahan obat.

    Pelanggaran terhadap ketentuan yang tercantum dalam peraturan Menteri

    Kesehatan Republik Indonesia No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri

    Farmasi dapat dikenakan sanksi administratif berupa :

    a. Peringatan secara tertulis (diberikan oleh Kepala BPOM);

    b. Larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan/atau perintah untuk

    penarikan kembali obat atau bahan obat dari peredaran bagi obat atau bahan

    obat yang tidak memenuhi standar dan persyaratan keamanan, khasiat, atau

  • 6

    Universitas Indonesia

    mutu (diberikan oleh Kepala BPOM);

    c. Perintah pemusnahan obat atau bahan obat jika terbukti tidak memenuhi

    persyaratan keamanan, khasiat atau mutu (diberikan oleh Kepala BPOM);

    d. Penghentian sementara kegiatan (diberikan oleh Kepala BPOM);

    e. Pembekuan izin industri farmasi (diberikan oleh Direktur Jenderal Bina

    Kefarmasian dan Alat Kesehatan atas rekomendasi Kepala BPOM); dan

    f. Pencabutan izin industri farmasi (diberikan oleh Direktur Jenderal Bina

    Kefarmasian dan Alat Kesehatan atas rekomendasi Kepala BPOM).

    Izin usaha industri farmasi dapat dicabut dalam hal :

    a. Perusahaan Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi

    melakukan pemindahtanganan hak milik Izin Usaha Industri Farmasi dan

    perluasan tanpa memiliki izin sesuai dengan ketentuan dalam Surat Keputusan

    ini; dan atau

    b. Perusahaan Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi

    tidak menyampaikan informasi industri farmasi secara berturut-turut 3 (tiga)

    kali atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar; dan atau

    c. Perusahaan Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi

    melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis

    terlebih dahulu dari menteri; dan atau

    d. Perusahaan Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi

    dengan sengaja memproduksi Obat Jadi atau Bahan Baku Obat yang tidak

    memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku, obat palsu; dan atau

    e. Tidak dipenuhinya ketentuan dalam Izin Usaha Industri Farmasi yang

    ditetapkan dalam Surat Keputusan.

    2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)

    CPOB merupakan bagian dari sistem pemastian mutu yaitu suatu konsep

    dalam industri farmasi mengenai prosedur atau langkah-langkah yang dilakukan

    dalam suatu industri farmasi untuk menjamin mutu obat jadi, yang diproduksi

    dengan menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP) dalam seluruh aspek

    dan rangkaian kegiatan produksi, sehingga obat yang dihasilkan senantiasa

    memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan sesuai dengan tujuan

  • 7

    Universitas Indonesia

    penggunaannya.

    CPOB merupakan suatu pedoman untuk memastikan agar mutu obat yang

    dihasilkan sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya, bila perlu dapat

    dilakukan penyesuaian pedoman dengan syarat bahwa standar mutu obat yang

    telah ditentukan tetap dicapai. Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan

    pengemas, proses produksi, pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang

    digunakan, dan personel yang terlibat. Pada proses pembuatan obat, pengendalian

    menyeluruh sangat penting untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat

    yang bermutu tinggi. Pembuatan yang tidak sesuai dengan prosedur tidak

    dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa, memulihkan

    atau memelihara kesehatan.

    CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Ruang

    lingkup CPOB edisi 2006, meliputi manajemen mutu, personalia, bangunan dan

    fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri

    dan audit mutu, penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk

    dan produk kembalian, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak,

    serta kualifikasi dan validasi.

    2.2.1 Manajemen Mutu

    Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan

    tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam izin edar

    (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan bagi

    penggunannya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen

    mutu bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu Kebijakan

    Mutu, yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua

    departemen di dalam perusahaan, para pemasok, dan para distributor.

    Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan,

    diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan

    secara benar. Unsur dasar manajemen mutu adalah :

    a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi,

    prosedur, proses, dan sumber daya.

    b. Tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan

  • 8

    Universitas Indonesia

    tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk atau jasa pelayanan yang

    dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.

    Keseluruhan tindakan tersebut disebut pemastian mutu. Pemastian mutu

    adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik secara tersendiri maupun

    secara kolektif, yang akan mempengaruhi mutu dari obat yang dihasilkan.

    Pemastian mutu merupakan totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan

    untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan

    pemakaiannya. Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan

    pelaksanaan pengujian tertentu saja namun obat hendaklah dibuat dalam kondisi

    yang dikendalikan dan dipantau secara cermat. Karena itu pemastian mutu

    mencakup CPOB ditambah dengan faktor lain, seperti desain dan pengembangan

    produk.

    2.2.2 Personalia

    Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan

    sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh

    sebab itu, industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personel yang

    terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas.

    Seluruh personel hendaklah memahami prinsip CPOB, memperoleh pelatihan

    awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan

    dengan pekerjaan serta memahami tanggung jawab masing-masing.

    Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi di mana tugas spesifik

    dan kewenangan dari personel pada posisi penanggung jawab hendaklah

    dicantumkan dalam uraian tugas tertulis. Tugas tersebut boleh didelegasikan

    kepada wakil yang ditunjuk dan mempunyai tingkat kualifikasi yang memadai.

    Dalam hal ini, aspek penerapan CPOB tidak ada yang terlewatkan ataupun

    tumpang tindih dalam tanggung jawab yang tercantum pada uraian tugas. Personil

    kunci mencakup kepala bagian Produksi, kepala bagian Pengawasan Mutu dan

    kepala bagian Pemastian Mutu. Kepala bagian Produksi dan kepala bagian

    Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) atau kepala bagian PengawasanMutu harus

    independen satu terhadap yang lain.

    Tanggung jawab masing-masing personil kunci adalah sebagai berikut:

  • 9

    Universitas Indonesia

    a. Kepala bagian Produksi

    1) Memastikan obat dibuat dan disimpan sesuai prosedur agar memenuhi

    syarat mutu yang ditetapkan.

    2) Memberi persetujuan prosedur tetap (protap) yang berkaitan dengan

    produksi serta implementasinya.

    3) Memastikan catatan produksi telah dievaluasi dan ditandatangani sebelum

    diserahkan ke bagian pemastian mutu.

    4) Memastikan pemeliharaan gedung dan peralatan produksi.

    5) Memastikan validasi proses telah dilaksanakan.

    6) Memastikan pelatihan dilaksanakan.

    b. Kepala bagian Pemastian Mutu

    1) Memastikan penerapan sistem mutu.

    2) Memprakarsai pembuatan Quality Manual.

    3) Inspeksi diri dan eksternal audit.

    4) Melakukan pengawasan bagian pengawasan mutu.

    5) Mengkoordinasi program validasi, kualifikasi dan kalibrasi.

    6) Memastikan pemenuhan persyaratan CPOB dan dari regulator.

    7) Mengkaji Catatan Bets dan Product Quality Review.

    8) Menangani keluhan (teknis dan medis).

    9) Menangani obat kembalian dan penarikan obat.

    c. Kepala bagian Pengawasan Mutu

    1) Meluluskan atau menolak bahan awal, bahan pengemas, produk

    antara/ruahan dan obat jadi.

    2) Memberi persetujuan spesifikasi, instruksi sampling, metode uji dan

    protap pengawasan mutu.

    3) Memberi persetujuan dan memantau kontrak analisa.

    4) Memastikan pemeliharaan gedung dan alat.

    5) Memastikan validasi metoda telah dilakukan.

    6) Melakukan stabilitas obat jadi.

    2.2.3 Bangunan dan Fasilitas

    Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat termasuk area produksi,

  • 10

    Universitas Indonesia

    laboratorium, area penyimpanan, koridor, dan lingkungan sekeliling bangunan

    hendaklah memiliki desain, konstruksi, dan letak yang memadai, serta disesuaikan

    kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasional

    yang benar. Bangunan dan fasilitas hendaklah dirawat dengan cermat, dibersihkan

    dan didesinfeksi sesuai prosedur tertulis secara rinci. Kondisi bangunan hendaklah

    ditinjau secara teratur dan diperbaiki bila perlu.

    Tindakan perbaikan dan perawatan terhadap bangunan dan fasilitas

    dilakukan hati-hati agar kegiatan tersebut tidak mempengaruhi mutu obat

    pasokan. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk

    memperkecil risiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang, memudahkan

    pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif, menghindari penumpukan debu

    atau kotoran dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat. Letak bangunan

    diatur sedemikian rupa untuk menghindari pencemaran dari lingkungan

    sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah, air, serta dari kegiatan

    industri lain yang berdekatan. Apabila letak bangunan tidak sesuai, hendaklah

    diambil tindakan pencegahan yang efektif terhadap pencemaran tersebut.

    Seluruh bangunan dan fasilitas termasuk area produksi, laboratorium, area

    penyimpanan, koridor dan lingkungan sekeliling bangunan hendaklah dirawat

    dalam kondisi bersih dan rapi. Kondisi bangunan hendaklah ditinjau secara teratur

    dan diperbaiki bila perlu. Perbaikan dan perawatan bangunan dan fasilitas

    hendaklah dilakukan hati-hati agar kegiatan tersebut tidak mempengaruhi mutu

    obat pasokan.

    2.2.4 Peralatan

    Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi

    yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan

    tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan

    untuk memudahkan pembersihan serta perawatan. Peralatan hendaklah didesain

    dan dikonstruksi sesuai dengan tujuannya. Permukaan peralatan yang bersentuhan

    dengan bahan awal, produk antara atau produk jadi tidak boleh menimbulkan

    reaksi, adisi atau absorbsi yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau

    kemurnian di luar batas yang ditentukan.

  • 11

    Universitas Indonesia

    Bahan yang diperlukan untuk pengoperasian alat khusus misalnya pelumas

    atau pendingin tidak boleh bersentuhan dengan bahan yang sedang diolah

    sehingga tidak mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian bahan awal, produk

    antara ataupun produk jadi. Peralatan tidak boleh merusak produk akibat katup

    bocor tetesan pelumas dan hal sejenis atau karena perbaikan, perawatan,

    modifikasi dan adaptasi yang tidak tepat. Peralatan hendaklah didesain

    sedemikian rupa agar mudah dibersihkan. Pembersihan peralatan dilakukan sesuai

    dengan prosedur tertulis yang rinci serta disimpan dalam keadaan bersih dan

    kering. Peralatan hendaklah dirawat sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau

    pencemaran yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian produk.

    2.2.5 Sanitasi dan Higiene

    Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap

    aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil,

    bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan

    segala sesuatu yang dapat menjadi sumber pencemaran produk. Sumber

    pencemaran potensial harus dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan

    higiene yang menyeluruh dan terpadu. Sanitasi dan higiene yang diatur dalam

    pedoman CPOB terbaru adalah terhadap personalia, bangunan dan peralatan.

    Prosedur sanitasi dan higiene hendaklah divalidasi dan dievaluasi secara berkala

    untuk cukup efektif dan selalu memenuhi persyaratan.

    2.2.6 Produksi

    Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah

    ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang senantiasa menjamin bahwa

    produk yang dihasilkan memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar

    (registrasi). Mutu suatu obat tidak hanya ditentukan oleh hasil analisis terhadap

    produk akhir melainkan juga oleh mutu yang dibangun selama tahapan proses

    produksi (built in quality) sejak pemilihan bahan awal, penimbangan, proses

    produksi personalia, bangunan, peralatan kebersihan, dan higiene sampai dengan

    pengemasan.

    Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personel yang kompeten.

    Prosedur produksi dibuat oleh penanggung jawab produksi bersama dengan

  • 12

    Universitas Indonesia

    penanggung jawab pengawasan mutu yang dapat menjamin obat yang dihasilkan

    memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Prosedur kerja standar hendaklah

    tertulis, mudah dipahami dan dipatuhi oleh karyawan produksi, serta

    didokumentasikan. Dokumentasi setiap langkah dilakukan dengan cermat, tepat

    dan ditangani oleh karyawan yang melaksanakan tugas.

    2.2.7 Pengawasan Mutu

    Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan

    Obat yang Baik (CPOB) untuk memberikan kepastian bahwa produk secara

    konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.

    Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap

    merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan

    sampai kepada distribusi produk jadi. Pengawasan mutu tidak terbatas pada

    kegiatan laboratorium, tetapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang

    terkait dengan mutu produk. Ketidaktergantungan pengawasan mutu dari produksi

    dianggap hal yang fundamental agar pengawasan mutu dapat melakukan kegiatan

    dengan memuaskan. Tiap pemegang izin pembuatan harus mempunyai bagian

    pengawasan mutu. Bagian ini harus independen dari bagian lain dan berada di

    bawah tanggung jawab dan wewenang seorang dengan kualifikasi dan

    pengalaman yang sesuai, yang membawahi satu atau beberapa laboratorium.

    Sarana yang memadai harus tersedia untuk memastikan bahwa segala

    kegiatan pengawasan mutu dilaksanakan dengan efektif dan dapat diandalkan.

    Pengawasan mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analisis yang dilakukan

    di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan, dan pengujian

    bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi. Kegiatan ini

    mencakup juga uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang

    dilakukan dalam rangka validasi, penanganan sampel pertinggal, menyusun dan

    memperbaharui spesifikasi bahan dan produk serta metode pengujiannya.

    Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian pengawasan

    mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan

    sebelum bahan digunakan dalam produksi dan produk disetujui sebelum

    didistribusikan. Personel pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area

  • 13

    Universitas Indonesia

    produksi untuk pengambilan sampel dan penyelidikan yang diperlukan. Personel,

    bangunan dan fasilitas, serta peralatan laboratorium hendaklah sesuai untuk segala

    jenis tugas yang ditentukan dan skala kegiatan pembuatan obat.

    2.2.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu

    Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek

    poduksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB.

    Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam

    pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan.

    Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang

    kompeten dari perusahaan. Ada manfaatnya juga bila menggunakan auditor luar

    yang independen. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan di samping

    itu, pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi

    atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan

    supaya dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah

    didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif.

    Pada aspekaspek inspeksi diri hendaklah dibuat daftar periksa inspeksi

    diri yang menyajikan standar persyaratan minimal dan seragam. Daftar periksa

    inspeksi diri ini hendaklah mengandung pertanyaan mengenai ketentuan CPOB

    yang meliputi personalia, bangunan termasuk fasilitas untuk personil, perawatan

    bangunan dan peralatan, penyimpanan bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi,

    peralatan, pengolahan dan pengawasan selama proses, pengawasan mutu,

    dokumentasi, sanitasi dan higiene, program validasi dan revalidasi, kalibrasi alat

    atau sistem pengukuran, prosedur penarikan kembali obat jadi, penanganan

    keluhan, pengawasan label dan hasil inspeksi diri sebelumnya dan tindakan

    perbaikan.

    Inspeksi diri dapat dilakukan oleh tiap bagian sesuai kebutuhan pabrik,

    namun inspeksi diri yang dilaksanakan secara menyeluruh hendaklah

    dilaksanakan minimal satu kali dalam setahun. Frekuensi inspeksi diri hendaklah

    tertulis dalam prosedur tetap inspeksi diri. Penyelenggaraan audit mutu berguna

    sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian

    semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk

  • 14

    Universitas Indonesia

    meningkatkan mutu. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar

    atau independen atau tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen

    perusahaan. Audit mutu juga dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima

    kontrak.

    2.2.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk, dan

    Produk Kembalian

    Keluhan terhadap obat dan laporan keluhan dapat menyangkut mutu, efek

    samping yang merugikan atau masalah efek terapetik. Semua keluhan dan laporan

    keluhan hendaklah diteliti dan dievaluasi dengan cermat, kemudian diambil tindak

    lanjut yang sesuai dan dibuatkan laporan. Penarikan kembali obat jadi dapat

    berupa penarikan kembali satu atau beberapa bets atau seluruh obat jadi tertentu

    dari semua mata rantai distribusi. Penarikan kembali dilakukan apabila ditemukan

    adanya produk yang tidak memenuhi persyaratan mutu atau atas dasar

    pertimbangan adanya efek samping yang tidak diperhitungkan yang merugikan

    kesehatan. Penarikan produk dari peredaran dapat mengakibatkan penundaan atau

    penghentian pembuatan obat tersebut.

    Obat kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian

    dikembalikan ke pabrik karena adanya keluhan, kerusakan, kadaluwarsa, masalah

    keabsahan atau sebab lain mengenai kondisi obat, wadah atau kemasan sehingga

    menimbulkan keraguan akan keamanan, identitas, mutu dan jumlah obat yang

    bersangkutan.

    Industri farmasi hendaklah menyiapkan prosedur untuk penahanan,

    penyelidikan dan pengujian produk kembalian serta pengambilan keputusan

    apakah produk kembalian dapat diproses ulang atau harus dimusnahkan setelah

    dilakukan evaluasi secara kritis. Produk kembalian yang tidak dapat diolah ulang

    hendaklah dimusnahkan. Pro sedur pemusnahan bahan atau pemusnahan produk

    harus disiapkan dan mencakup tindakan pencegahan terhadap pencemaran

    lingkungan dan penyalahgunaan bahan atau produk oleh orang yang tidak

    mempunyai wewenang.

    2.2.10 Dokumentasi

    Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan

  • 15

    Universitas Indonesia

    merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas

    adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personel menerima uraian

    tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko terjadinya

    kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan.

    Spesifikasi, dokumen produksi induk/formula pembuatan, prosedur, metode dan

    instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara

    tertulis.

    2.2.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak

    Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar,

    disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat

    menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.

    Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara

    jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak.

    Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets

    produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian

    Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Kontrak tertulis harus dibuat meliputi

    pembuatan dan/atau analisis obat yang dikontrakkan dan semua pengaturan teknis

    terkait. Semua pengaturan untuk pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak

    termasuk perubahan dalam pengaturan teknis atau pengaturan lain hendaklah

    sesuai dengan izin edar untuk produk yang bersangkutan. Kontrak hendaklah

    mengizinkan pemberi kontrak untuk mengaudit sarana dari penerima kontrak.

    Pelulusan akhir dalam analisis berdasarkan kontrak harus diberikan oleh kepala

    bagian manajemen mutu (pemastian mutu) pemberi kontrak.

    2.2.12 Kualifikasi dan Validasi

    CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang

    diperlukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang

    dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang

    dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan

    kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan

    validasi.

    Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program

  • 16

    Universitas Indonesia

    validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana

    Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. RIV hendaklah merupakan dokumen

    yang singkat, tepat dan jelas. RIV hendaklah mencakup sekurang-kurangnya data

    sebagai berikut: kebijakan validasi; struktur organisasi kegiatan validasi;

    ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan proses yang akan divalidasi; format

    dokumen: format protokol dan laporan validasi, perencanaan dan jadwal

    pelaksanaan; pengendalian perubahan; dan acuan dokumen yang digunakan.

    Protokol validasi hendaklah merinci langkah kritis dan kriteria

    penerimaan. Laporan harus dibuat mengacu pada protokol kualifikasi dan/atau

    protokol validasi dan memuat ringkasan hasil yang diperoleh, tanggapan terhadap

    penyimpangan yang terjadi, kesimpulan dan rekomendasi perbaikan. Tiap

    perubahan terhadap rencana yang ditetapkan dalam protokol hendaklah

    didokumentasikan dengan pertimbangan yang sesuai.

  • 17 Universitas Indonesia

    BAB 3

    TINJAUAN KHUSUS

    3.1 Sejarah PT Takeda Indonesia

    Lebih dari dua abad yang lalu pada tahun 1781, Chobei Takeda I memulai bisnis

    menjual obat-obatan tradisional Jepang dan Cina di Doshomachi, Osaka, pusat

    perdagangan obat di Jepang. Toko kecil itu membeli obat-obatan dari grosir,

    kemudian dibagi menjadi batch yang lebih kecil dan menjualnya kepada pedagang

    obat-obatan lokal dan dokter. Ini adalah awal dari Takeda Pharmaceutical Company

    Limited.

    Pada tahun 1871, impor obat-obatan Barat dimulai oleh Chobei Takeda IV

    dalam mengubah perhatiannya untuk pengobatan Barat. Dia membentuk sebuah

    koperasi untuk pembelian obat-obatan Barat di Yokohama dan memulai transaksi

    dengan perusahaan perdagangan asing. Obat-obatan Barat yang diimpor pada saat itu

    termasuk kina, obat anti-malaria, dan fenol, obat anti-kolera.

    Takeda memulai impor langsung dari Inggris, AS, Jerman, Spanyol dan negara-

    negara lain di sekitar tahun 1895, dan pada tahun 1907 memperoleh hak eksklusif

    penjualan di Jepang untuk produk-produk dari perusahaan Bayer Jerman. Dengan

    demikian, usaha yang dimulai sebagai toko yang menjual obat kuno Jepang dan Cina

    terus meningkat.

    Pada tahun 1895, Takeda mengakuisisi perusahaan obat Uchibayashi untuk

    mendirikan pabrik sendiri di Osaka dan menjadi produsen farmasi. Pabrik ini

    menghasilkan produk seperti bismuth subgallate (agen antidiare) dan hidroklorida

    kina.

    Pada tahun 1914, Takeda mulai memperkenalkan produk sendiri. Di antaranya

    adalah Calmotin (obat penenang), Novoroform

    (analgesik) dan Lodinon

    (bentuk

    injeksi D-glukosa). Takeda terus memperluas bisnis farmasi dan bahkan mulai ekspor

    ke AS, Rusia dan China.

    Pada tahun 1925, perusahaan ini didirikan sebagai Chobei Takeda & Co, Ltd,

    dengan modal sebesar 5,3 juta yen dan Chobei Takeda V sebagai presiden.

  • 18

    Universitas Indonesia

    Perusahaan ini berubah dari sebuah bisnis individual yang dimiliki untuk organisasi

    menjadi perusahaan modern mengintegrasikan R & D, manufaktur dan pemasaran.

    Perusahaan ini kemudian mengubah namanya menjadi Takeda Pharmaceutical

    Industries, Ltd pada tahun 1943 (nama bahasa Inggris yang diubah menjadi Takeda

    Chemical Industries, Ltd pada tahun 1961).

    Setelah Perang Dunia II, di samping vitamin B1 dan Vitacampher (stimulan

    jantung dan pernapasan), yang telah diteliti saat sebelum perang, Takeda mulai

    mengeksplorasi penelitian antibiotik dan penelitian sintetik dari asam folat. Selain itu

    juga dimulai penelitian produksi untuk penisilin, yang mulai diproduksi pada tahun

    1948.

    Pada tahun 1954, Takeda berhasil mengembangkan dan mulai penjualan dari

    derivat vitamin B1 Alinamin, yaitu prodrug yang meningkatkan penyerapan vitamin

    B1. Sekitar waktu yang sama, perusahaan juga mulai memasok vitamin untuk

    pengadaan makanan untuk mengurangi kekurangan gizi yang disebabkan oleh

    kekurangan pangan pascaperang.

    Menyusul pembentukan perusahaan manufaktur dan pemasaran di Taiwan pada

    tahun 1962, Takeda mendirikan perusahaan manufaktur dan pemasaran di Asia

    Tenggara, termasuk Filipina, Thailand dan Indonesia. Tianjin Takeda

    Pharmaceuticals Co, Ltd, didirikan pada tahun 1994, menjadi pabrik pertama di Cina

    yang akan disertifikasi untuk Good Manufacturing Practice. Pada tahun 1978, Takeda

    mendirikan usaha bersama perusahaan farmasi di Perancis, diikuti oleh basis

    operasional di Jerman dan Italia.

    PT. Takeda Indonesia didirikan pada tahun 1971. Takeda Indonesia

    menyediakan obat-obatan resep maupun OTC untuk pasien di Indonesia. Salah satu

    produk unggulan dari PT. Takeda Indonesia adalah Vitacimin yang saat ini sudah

    memiliki beberapa varian rasa seperti orange, fruitpunch dan berry. Produk-produk

    PT. Takeda Indonesia lainnya adalah Alinamin, Nevramin

    , Esilgan

    , Blopress

    dan lain-lain.

    3.2 Visi dan Misi

    3.2.1 Visi

    PT.Takeda Indonesia mempunyai visi untuk mewujudkan kemampuan menjadi

  • 19

    Universitas Indonesia

    pemimpin farmasi global melalui Inovasi, Pertumbuhan dari budaya yang dipandu

    oleh komitmen kuat secara signifikan meningkatkan kehidupan pasien. Inovasi

    berlandaskan keunggulan yang kuat dalam bidang sains dan pengobatan yang

    menghasilkan penemuan, pengembangan dan penyediaan produk-produk berkualitas

    tinggi yang spesifik fokus pada kebutuhan pasien. Sebuah Budaya berdasarkan tata

    kelola perusahaan yang baik, yang memberdayakan karyawan melalui kolaborasi,

    penyertaan, kepercayaan dan pengambilan keputusan tepat waktu. Pertumbuhan yang

    berkesinambungan dalam nilai perusahaan dengan memanfaatkan bidang terapeutik

    utama dan unggul dalam produk yang dikembangkan (pipeline) dan ditawarkan

    (portfolio)

    3.2.2 Misi

    Untuk mewujudkan visi tersebut, PT. Takeda Indonesia mempunyai misi untuk

    membantu kesehatan yang lebih baik bagi pasien di seluruh dunia melalui inovasi

    terdepan di bidang pengobatan.

    3.3 Lokasi dan Tata Letak Bangunan

    Kantor pusat PT Takeda Indonesia terletak di Office 8, 25th Floor, SCBD Lot

    #28 ,Jl. Jend. Sudirman Kav. 52-53 Jakarta 12190. Sedangkan pabrik PT Takeda

    Indonesia terletak di Jalan Pangeran Diponegoro KM 38 Bekasi Jawa Barat. Pabrik

    PT Takeda Indonesia dibangun di area seluas 28.340 m2.

    3.4 Sistem Manajerial PT Takeda Indonesia

    Standar yang saat ini diadopsi oleh perusahaan adalah CPOB. Struktur

    dokumentasi yang digunakan mengacu kepada GQAD yaitu sebagai berikut:

    a. Quality Manual

    b. Guideline

    c. Standard Operating Procedure (SOP)

    d. Rekaman /Record

    e. Logbook

    f. Logsheet

    g. Laporan /Report

    3.5 Personalia

    PT. Takeda Indonesia dipimpin oleh seorang plant manager. Gambar struktur

  • 20

    Universitas Indonesia

    organisasi PT. Takeda Indonesia dapat dilihat di Lampiran 1.

    3.5.1 Departemen Produksi

    Departemen produksi dipimpin oleh seorang apoteker dengan jabatan manager

    produksi yang membawahi supervisor dalam menjalankan kegiatan produksi.

    Tanggung jawab manager produksi yaitu:

    a. Merencanakan, mengatur, dan memimpin seluruh kegiatan produksi yang

    diperlukan oleh pabrik.

    b. Menjamin pelaksanaan produksi yang tepat waktu serta pengiriman semua

    produk dengan biaya yang rasional sesuai dengan kebijakan mutu PT. Takeda

    Indonesia, dan CPOB.

    c. Memastikan semua tahap produksi sesuai prosedur agar memenuhi syarat

    mutu yang ditetapkan.

    Proses manufaktur dan pengemasan adalah aktivitas harian utama yang

    dilakukan pada departemen produksi. Pengemasan merupakan proses dimana

    produk ruahan atau produk dikemas dalam kemasan primer dan sekunder

    sehingga menjadi produk akhir yang akan dipasarkan. Dalam proses ini perlu

    dipastikan bahwa semua label, nomor batch dan semua penandaan lain yang

    diperlukan telah disertakan dengan baik. Perlu dihindari juga kejadian seperti

    salah label atau tidak terpasangnya label.

    3.5.2 Departemen Production Planning Inventory Control (PPIC)

    Departemen PPIC ini dikepalai oleh seorang manager PPIC yang

    bertanggung jawab dalam perencanaan produksi. Perencanaan produksi sangat

    berpengaruh dalam jumlah produksi. Perencanaan produksi dibuat berdasarkan

    forecasting/peramalan dari Marketing Department bersama dengan bagian

    accounting. Peramalan sangat penting dalam perencanaan produksi karena

    mempertimbangkan kebutuhan marketing, yaitu situasi penjualan masa lalu dan

    kebutuhan pasar masa depan dengan melihat pertumbuhan pasar. Production

    Planning Department bertugas untuk menganalisa setiap forecast/peramalan yang

    berasal dari bagian marketing, kemudian melakukan perencanaan Master

    Production Scheduling (MPS) dan Master Requirements Planning (MRP). Master

    Production Scheduling (MPS) berisi jenis, jumlah produk yang akan diproduksi,

  • 21

    Universitas Indonesia

    serta jadwal kapan dilakukannya proses produksi. Setelah MPS dibuat,

    selanjutnya dibuat MRP untuk menunjang MPS. Master Requirements Planning

    (MRP) berisi nama dan jumlah material yang dibutuhkan dalam proses produksi.

    Dokumen Master Requirements Planning (MRP) di-follow up ke bagian

    warehouse, QA, produksi, dan marketing.

    3.5.3 Departemen Pengendalian Mutu/Quality Assurance (QA)

    Quality Assurance Department dipimpin seorang apoteker dengan jabatan

    manager QA yang memiliki tanggung jawab ikut serta dalam atau memprakarsai

    pembentukan acuan mutu perusahaan dan memastikan penerapan sistem mutu,

    memprakarsai dan mengawasi audit internal atau inspeksi diri berkala,

    melakukan pengawasan terhadap fungsi bagian pengawasan mutu, mengevaluasi

    catatan batch dan meluluskan/menolak produk jadi untuk penjualan dengan

    mempertimbangkan semua faktor terkait, serta memprakarsai dan berperan aktif

    dalam audit eksternal dan program validasi. Manager QA membawahi supervisor

    dalam menjalankan tugasnya.

    Departemen QA ini memiliki tugas yaitu:

    a. Pelaksanaan uji stabilitas produkproduk yang sudah beredar di pasaran

    untuk mengetahui apakah suatu produk tetap memenuhi spesifikasi pada masa

    peredaran ataupun penyimpanan. Uji stabilitas dilakukan sampai ED+1 tahun,

    artinya uji stabilitas dilakukan sampai waktu kadaluarsa ditambah satu

    tahun. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui adanya kemungkinan

    dilakukan perpanjangan masa daluarsa suatu produk. Perpanjangan masa

    daluarsa dilakukan untuk produk yang masih memenuhi syarat sampai

    ED +1 tahun. Apabila ditemukan produk yang sudah tidak memenuhi syarat

    saat ED atau sebelum ED, maka bisa dilakukan pemendekan waktu

    kadaluarsa dalam pembuatan produk selanjutnya.

    b. Pelaksanaan inspeksi diri yang dilakukan secara berkala. Inspeksi diri

    mencakup semua bagian di manufacturing dan dilakukan oleh divisi lain

    sebagai inspektor.

    c. Penanganan keluhan, keluhan yang diterima harus segera diteruskan ke QA,

    terutama keluhan yang terkait dengan keamanan produk.

  • 22

    Universitas Indonesia

    d. Pelaksanaan kualifikasi alat- alat produksi dan laboratorium, validasi metode

    analisa dan penanganan dokumen-dokumen kalibrasi. Kalibrasi alat

    dilakukan secara berkala, yaitu kalibrasi satu tahunan dan kalibrasi enam

    bulanan

    e. Membuat dan merevisi Standard Operating Procedure (SOP) penggunaan

    dan pembersihan dan SOP kalibrasi alat-alat yang terdapat di

    laboratorium QC. Setelah SOP jadi, maka harus dilaksanakan pelatihan

    terhadap analis agar para analis dapat menggunakan alat dengan baik dan

    benar.

    3.5.4 Departemen Quality Control (QC)

    Pada industri farmasi, bagian Quality Control (QC) merupakan bagian

    yang penting. QC memberikan kepastian tentang mutu produk agar tetap

    konsisten memiliki spesifikasi yang telah ditetapkan, sehingga produk

    memberikan manfaat kepada konsumen. Kegiatan pengawasan mutu tidak

    terbatas pada kegiatan laboratorium, tetapi juga terlibat dalam semua keputusan

    yang terkait dengan mutu produk.

    Departemen QC bersifat independen, sejajar dengan Departemen QA,

    serta tidak tergantung dengan produksi sehingga QC dapat melakukan kegiatan

    dengan memuaskan tanpa terpengaruh oleh bagian lain. Departemen QC

    dikepalai oleh seorang apoteker yang disebut manager QC dan memiliki beberapa

    tanggung jawab sebagai berikut :

    a. Menyetujui atau menolak bahan awal, bahan pengemas, produk antara,

    produk ruahan dan produk jadi.

    b. Memastikan seluruh pengujian yang diperlukan dan validasinya telah

    dilaksanakan.

    c. Memberi persetujuan terhadap spesifikasi, instruksi kerja pengambilan

    sampel, metode pengujian, kontrak analisis dan prosedur pengawasan mutu

    yang lain.

    d. Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di bagian

    pengawasan mutu.

    e. Menetapkan, memvalidasi, dan menerapkan semua prosedur pengawasan

  • 23

    Universitas Indonesia

    mutu.

    3.5.5 Departemen gudang / warehouse

    Untuk mendukung perencanaan produksi, penyediaan barang harus

    dilakukan. Penyimpanan bahan baku maupun produk jadi harus diperhatikan agar

    barang yang disimpan selalu dalam kondisi baik. Kualitas material maupun barang

    jadi dipengaruhi oleh cara penyimpanan barang tersebut. Semua bahan dan

    produk hendaklah disimpan secara rapi dan teratur untuk mencegah resiko

    campur baur atau pencemaran serta memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan.

    Gudang berfungsi sebagai tempat penerimaan, penyimpanan, pemeliharaan,

    pendistribusian, pengendalian, pemusnahan, dan pelaporan material serta

    peralatan agar kualitas dan kuantitas terjamin. Beberapa manfaat gudang,

    yaitu terjaganya kualitas dan kuantitas perbekalan kesehatan, tertatanya

    perbekalan kesehatan, peningkatan pelayanan pendistribusian, kemudahan akses

    dalam pengendalian dan pengawasan, tersedianya data dan informasi yang lebih

    akurat, aktual dan dapat dipertanggungjawabkan.

    Syarat gudang menurut CPOB yaitu:

    a. Harus ada protap yang mengatur tata kerja (penerimaan, penyimpanan, dan

    distribusi barang.

    b. Cukup luas, terang, dapat menyimpan bahan dalam keadaan kering, bersuhu

    sesuai dengan persyaratan, bersih, dan teratur.

    c. Harus terdapat tempat khusus untuk menyimpan bahan yang mudah terbakar

    atau mudah meledak.

    d. Tersedia tempat khusus barang karantina dan rejected.

    e. Tersedia ruangan khusus untuk sampling, dengan kualitas ruangan seperti

    grey area.

    f. Pengeluaran barang mengikuti prinsip First In First Out (FIFO) atau First

    Expired First Out (FEFO).

    Bangunan yang dijadikan sebagai tempat penyimpanan barang harus

    terjamin kebersihan dan higienitasnya. Selain itu, gudang harus memiliki

    kelembaban ruangan 75%, suhu dalam batasan 8- C, bahan yang disimpan

    tidak boleh bersentuhan langsung dengan lantai, jarak antara bahan

  • 24

    Universitas Indonesia

    mempermudah pembersihan dan inspeksi, dan pallet harus dalam keadaan bersih

    dan terawat.

    3.5.6 Departemen Maintenance & General Affairs (GA)

    Departemen ini dikepalai oleh seorang manager maintenance. Departemen ini

    bertugas melakukan aktivitas-aktivitas umum yang dibutuhkan untuk mendukung

    operasional perusahaan. Bagian ini bertanggung jawab untuk memulai dan

    mengontrol kelompok aktivitas manajemen aset yang mencakup kegiatan yang

    menjamin aset perusahaan dipelihara dan dijaga dari kerusakan dan aktivitas

    pendukung operasional yaitu aktivitas yang dilakukan untuk mendukung aktivitas

    operasional adalah aktivitas yang berhubungan dengan penyediaan peralatan

    kantor, bagian resepsionis, laundry, gardening dan janitory (bagian kebersihan),

    kantin dan fasilitas pekerja. Departemen ini bertujuan untuk memfasilitasi dan

    memastikan kelancaran berbagai kegiatan core bussiness dan menjadi support

    system secara umum di PT. Takeda Indonesia.

    3.5.7 Departemen Sumber Daya Manusia (HRD)

    Departemen SDM bertanggung jawab menyeleksi, mengembangkan, dan

    mempertahankan orang-orang dengan kualifikasi dan karakter yang tepat, sesuai

    dengan pekerjaan yang ada sesuai dengan visi dan misi perusahaan. HRD juga

    bertanggung jawab dalam mengatur pelaksanaan medical check up bagi para

    pekerja.

    3.6 Bangunan dan Fasilitas Takeda Bekasi Factory

    3.6.1 Pembagian Takeda Bekasi Factory

    Takeda Bekasi Factory terdiri dari beberapa bangunan yaitu:

    a. Factory 1 (P1)

    Di bangunan seluas 1409 m2 ini digunakan sebagai kantor dan laboratorium QC.

    Beberapa departemen bertempat di bangunan ini seperti departemen PPIC,

    departemen HRD, departemen QA dan departemen QC. Selain itu terdapat juga loker

    pria dan wanita.

    b. Factory 2 (P2)

    Pada bagian seluas 1315 m2 ini merupakan area produksi utama untuk produk-

    produk PT Takeda Indonesia. Bangunan ini dilengkapi dengan Air Handling Unit

  • 25

    Universitas Indonesia

    (AHU), pompa, pipa-pipa air dan saluran-saluran. Mezzanine dibuat untuk

    meminimalkan kontaminasi eksternal ke dalam area produksi, selain itu dengan

    adanya mezzanine kegiatan perbaikan kerusakan sistem pendukung produksi

    misalnya lampu, AC, dan peralatan lain tidak mengganggu jalannya proses

    produksi.

    Gedung P2 ini terdiri dari 2 bagian yaitu bagian pengolahan dan pengemasan.

    Pada bagian pengolahan terdapat beberapa ruangan yaitu raw material room,

    weighing room, staging room, granulating room, ruang cetak tablet, ruang

    pengisian kapsul, semi product storage room, ruang pengemasan primer, dan

    ruang ganti pakaian untuk karyawan.

    c. Gudang

    Dengan luas area 720 m2 dan dilengkapi dengan sistem rak yang terdiri dari 4

    tingkat, gudang mampu menampung sekitar 1200 pallet. Gudang terdiri dari 5

    bagian, yaitu area office, ruang brosur dan label, gudang penyimpanan dengan

    suhu maksimal 30C, gudang penyimpanan cool room dengan suhu

  • 26

    Universitas Indonesia

    a. Recruitment

    Saat karyawan diterima bekerja di perusahaan, dan dilakukan untuk

    menyeleksi karyawan

    b. Periodik

    Dilakukan secara periodik dengan jadwal tertentu untuk mengevaluasi,

    menyeleksi, memperbaiki, dan memastikan kelayakan kondisi kesehatan

    karyawan dari waktu ke waktu (periodik) sesuai dengan standar kebutuhan

    kondisi kesehatan dari pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Pelaksanaan

    medical check-up secara periodik dibedakan berdasarkan jenis pekerjaan, kondisi

    kesehatan yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan, interaksi antar karyawan,

    tingkat resiko perubahan kondisi fisik dan tingkat resiko terhadap kontaminasi

    produk.

    3.7.2 Sanitasi bangunan

    3.7.2.1 Pembersihan ruangan produksi

    Peralatan yang digunakan untuk pembersihan harus dipastikan terlebih

    dahulu dalam keadaan baik dan bersih, jika perlu diganti dengan yang baru.

    Urutan pembersihan area, dibersihkan dulu area yang lebih bersih, lalu dilanjutkan

    ke area yang lebih kotor. Setelah dibersihkan harus dilakukan pemeriksaan. Debu

    atau kotoran yang ada di area dibersihkan dengan vacuum cleaner atau lap basah

    jika perlu. Ruangan dikatakan bersih juka tidak terdapat sisa-sisa bahan

    sebelumnya, lantai, dinding dan pintu bebas dari debu, (dipastikan dengan

    pemeriksaan visual), jendela kaca mengkilap, tidak ada bekas tangan atau cairan

    pembersih. Frekuensi pembersihan untuk langit-langit adalah setiap 1 minggu

    sekali sedangkan dinding, lantai, jendela kaca dan pintu dilakukan setiap

    pergantian batch. Jika sudah bersih, supervisor/petugas (operator produksi yang

    telah dilatih) akan memberikan tanda pelulusan kebersihan dengan membubuhkan

    tanda tangan pada label bersih. Status kebersihan ruang produksi berlaku sampai

    dengan 5 hari setelah dinyatakan bersih. Jika lewat dari periode tersebut,

    dilakukan pemeriksaan kebersihan ulang atau jika perlu dibersihkan ulang

    sebelum digunakan.

  • 27

    Universitas Indonesia

    3.7.3 Sanitasi peralatan

    Pembersihan mesin dan peralatan produksi dilakukan dengan cara change

    part dilepaskan dan dibersihkan secara terpisah. Setelah dibersihkan dilakukan

    pemeriksaan adanya sisa bahan sebelumnya yang masih menempel pada

    permukaan mesin atau alat. Mesin atau alat dikatakan bersih apabila permukaan

    alat bebas dari debu, tidak terlihat sisa-sisa bahan sebelumnya dan tidak terlihat

    sisa-sisa bahan pembersih. Jika sudah bersih, supervisor akan memberikan tanda

    tangannya pada label bersih.

    3.8 Factory

    3.8.1 Produksi

    3.8.1.1 Pengolahan

    Proses produksi adalah pengolahan bahan baku sampai dikemas menjadi

    barang jadi/finished good. Sediaan yang diproduksi adalah sediaan solid (tablet

    dan kapsul) dan sediaan semisolid (salep dan suppositoria). Bagian ini

    bertanggung jawab untuk memproduksi produk-produk solid dan semi solid mulai

    dari mixing, tabletting, coating sampai pengemasan primer dan sekunder.

    Pengambilan bahan baku atau bahan pengemas dari gudang menggunakan

    picklist. Picklist merupakan daftar material yang dibutuhkan saat produksi dibuat

    oleh Production Planning Inventory Control (PPIC) berdasarkan daftar material

    dalam rencana produksi dan didistribusikan ke gudang.

    Setiap bahan baku dan bahan pengemas yang datang dari pemasok

    disimpan di gudang dengan status karantina. Tanda bahwa bahan baku dan bahan

    pengemas berstatus karantina adalah terdapat label karantina warna kuning di

    wadah bahan. Bahan baku dan bahan pengemas tersebut baru bisa digunakan

    untuk produksi setelah diperiksa kemudian dinyatakan lulus oleh QC. Saat

    dinyatakan lulus, label lulus warna hijau ditempel menutupi label karantina di

    wadah bahan baku dan bahan pengemas. Bahan baku dan bahan pengemas yang

    tidak memenuhi syarat dikeluhkan dan dikembalikan ke pemasok.

    Proses penimbangan merupakan tahap yang kritis dalam proses produksi

    karena merupakan proses awal dalam produksi dan jika terjadi kesalahan dalam

    penimbangan maka proses selanjutnya akan bermasalah. Bahan baku dipesan dari

  • 28

    Universitas Indonesia

    gudang berdasarkan picklist bahan baku. Bahan baku dari gudang

    diserahterimakan ke bagian produksi di ruang raw material dan dilakukan

    pengecekan identitas bahan baku satu-persatu sesuai picklist meliputi nomor part,

    nama dan nomor bahan baku, expired date, analisa ulang serta label hijau

    (released). Bahan baku yang sudah lolos pengecekan diletakkan di ruang raw

    material room, masing-masing diletakkan perbatch (satu palet hanya untuk satu

    batch). Bahan baku yang akan digunakan ini masuk melalui air shower material.

    Proses yang perlu dilakukan sebelum penimbangan adalah penyiapan

    ruang timbang. Penyiapan ruang timbang meliputi pengaktifan sistem down flow

    booth, pengecekan suhu dan RH, dan pengecekan waterpass. Sistem down flow

    booth adalah sistem pengaturan aliran udara untuk membawa debu dan partikel

    bahan baku yang jatuh serta terhambur di udara masuk ke dalam fine filter (di

    bagian samping bawah ruang timbang) sehingga tidak mengontaminasi

    penimbang. Penimbangan dilakukan pada timbangan sesuai kapasitas masing-

    masing.

    Bahan-bahan padat yang sudah ditimbang dimasukkan dalam plastik.

    Plastik yang digunakan harus sudah dicek dan dirilis oleh QC. Bahan yang

    sudah dimasukkan dalam wadah kemudian dilabel dengan label timbang,

    kemudian diletakkan di dalam ruangan staging room.

    Proses selanjutnya yaitu proses mixing dan granulating. Granulasi yang

    dilakukan secara granulasi basah. Proses granulasi basah adalah proses

    pembentukan granul basah yang menggunakan bantuan air untuk membentuk

    granul. Larutan lain yang dapat digunakan untuk granulasi basah adalah alkohol,

    isopropanol dan kombinasi keduanya. Proses granulasi basah dilakukan untuk

    bahan-bahan yang tahan panas dan tidak rusak karena hidrolisis air. Proses

    pencampuran bahan untuk granulasi basah dimulai dengan pencampuran basah

    (wet mixing) zat aktif dengan fase dalam, yaitu bahan pengisi, pengikat dan

    penghancur. Alat yang digunakan adalah super mixer, yaitu alat yang mempunyai

    kemampuan untuk mencampur bahan dengan putaran agitator dan membentuk

    granul dengan chopper. Agitator berbentuk seperti baling-baling dan dapat

    berputar pada kecepatan tinggi sehingga massa yang ada dapat teraduk dan

  • 29

    Universitas Indonesia

    tercampur oleh gaya putar agitator. Proses selanjutnya setelah pencampuran

    basah adalah pengeringan dengan Flow Dryer). Granul yang dikeringkan dicek

    kadar airnya, alat yang digunakan untuk mengecek kadar air adalah alat pengukur

    Moisture Balance. Granul yang sudah memenuhi persyaratan kadar air

    selanjutnya diproses dengan granulator. Granul kering hasil granulator

    selanjutnya dicampur kering (dry mixing) dengan fase luar (bahan pelicin,

    lubrikan, dan disintegran) dalam mixer.

    Setelah proses granulasi, maka selanjutnya dilakukan proses tabletting. Hasil

    mixing yang telah diizinkan untuk proses dilanjutkan dibawa ke ruang

    tabletting melalui pipa yang tersambung ke ruang tabletting untuk dicetak. In

    process control tablet berlangsung saat pencetakan tablet dilakukan setiap 15

    menit sekali. In process control yang dilakukan adalah ketebalan tablet,

    keragaman bobot, kekerasan, kerapuhan, dan waktu hancur. Masalah yang sering

    dihadapi dalam pencetakan tablet adalah capping, laminating, lengket pada dies,

    dan lengket pada punch. Capping dan laminating diatasi dengan menurunkan

    tekanan kempa, menambahkan jumlah pengikat sampai optimum, dan

    memasukkan granul yang kekeringan ke dalam oven dalam keadaan mati/off.

    Granul tersebut akan menyerap uap air sehingga terjadi peningkatan kadar air

    dalam granul. Massa tablet yang lengket pada punch dan dies terjadi karena

    granul terlalu basah, tekanan kempa kurang besar, dan terlalu banyak bahan

    pengikat. Pengatasan massa tablet yang lengket pada punch dan dies adalah

    dengan mengeringkan granul yang terlalu basah, menaikkan tekanan kempa dan

    memakai bahan pengikat dalam jumlah yang optimum. Tablet yang memenuhi

    syarat disimpan di semi product storage room. Tablet yang tidak memenuhi syarat

    dikarantina terlebih dahulu, kemudian didiskusikan dengan QA untuk tindakan

    selanjutnya (reprocessing atau reject). Tablet yang direject dikumpulkan dan

    dimusnahkan.

    3.8.1.2 Pengemasan

    a) Pengemasan primer

    Pengemasan primer untuk tablet dibuat dalam dua bentuk, yaitu strip dan

    blister. Bahan kemasan strip adalah alufoil, sedangkan bahan kemasan blister

  • 30

    Universitas Indonesia

    adalah plastik dan alufoil. Bahan pengemasan yang digunakan adalah bahan

    pengemas yang sudah dinyatakan released oleh QC. Pengecekan bahan pengemas

    dilakukan sebelum proses pengemasan, yang dicek adalah nomor batch dan

    kualitas pengemas. Pengemas yang tidak layak pakai tidak digunakan untuk

    proses pengemasan dan selanjutnya dikarantina untuk dimusnahkan. Blister

    merupakan kemasan yang mudah dibuka, yaitu dengan didorong dari belakang

    (Push through pack), lebih disukai konsumen dibandingkan strip yang dibuka

    dengan merobeknya.

    IPC yang dilakukan adalah tes kebocoran dengan larutan metilen blue

    dalam mesin sedot vakum, dilakukan setiap 15 menit sekali. IPC dilakukan setiap

    15 menit supaya saat ditemukan kemasan yang rusak atau bocor dapat segera

    diambil tindakan perbaikan dan pencegahan sehingga jumlah kemasan yang

    reject tidak terlalu banyak. Cara menguji kebocoran adalah dengan memasukkan

    strip ke dalam larutan metilen blue (dalam mesin sedot vakum) dan ditutup pintu

    mesin, vakum dinyalakan dan jika terjadi kebocoran maka strip atau blister akan

    terisi larutan metilen blue. Sampel IPC harus dibuang dan tidak boleh dikemas

    ulang setelah dibuka. Strip/blister yang mengalami kebocoran dikarantina dan

    dikonfirmasi ke QA untuk melakukan pengemasan ulang. Pengecekan penampilan

    juga dilakukan saat pengemasan, kemasan yang bergaris, penyok atau tidak

    sempurna segera dicek penyebabnya, kemudian dikarantina dan dimusnahkan.

    Pemusnahan dilakukan supaya kemasan bekas tidak disalahgunakan oleh pihak

    yang bertanggungjawab. Alufoil sisa pengemasan dikembalikan ke gudang.

    b) Pengemasan sekunder

    Pengemasan sekunder dilakukan langsung setelah pengemasan primer,

    mesin dibuat model in-line. Urutan model in-line adalah mesin labelling, mesin

    printing untuk label, mesin printing untuk kemasan sekunder dan mesin sealing

    master box. Proses kritis dari pengemasan sekunder adalah proses printing.

    Proses printing dilakukan dengan printer dengan warna tinta hitam yang tidak

    mudah terhapus oleh udara atau gesekan, yang dicetak adalah nomor batch,

    expired date, dan tanggal produksi. Hasil printing yang tidak bagus (miring,

    kabur), dapat dihapus dengan larutan penghapus/semacam thinner kemudian

  • 31

    Universitas Indonesia

    direprinting. Pengemasan sekunder masih dilakukan dengan bantuan tenaga

    manusia dengan dimasukkan secara manual dalam dus kemasan. Dus kemasan

    juga diprint nomor batch, expired date dan tanggal produksinya. Dus kemasan

    dimasukkan ke dalam master box dan ditutup dengan plakband. Master box

    dilabel dan selanjutnya diserahterimakan dengan bagian gudang. In process

    control yang dilakukan hanya cek printed material seperti tersebut di atas.

    3.8.2 Bagian gudang

    Daerah gudang dibagi menjadi beberapa area untuk tujuan yang berbeda dan

    semua area tersebut bersifat tertutup dan dikunci. Ada tiga kondisi penyimpanan

    untuk bahan baku dan produksi dalam gudang, yaitu:

    a. Gudang sentral (suhu 30 C)

    b. Ruang dengan suhu terkontrol/ cool room ( 25 C)

    c. Ruang dingin/ cold storage (2 8C)

    Selain itu ada juga ruang untuk bahan baku atau produk yang ditolak atau

    dikembalikan dan sebuah ruangan untuk menyimpan barang-barang yang

    digunakan untuk promosi atau keperluan pemasaran. Bahan-bahan dan produk

    disimpan di rak, dikunci dan diberi status dengan label yang sesuai (quarantine,

    released atau rejected). Hanya produk-produk yang telah released yang dapat

    dikirim untuk didistribusikan. Hal ini dikontrol oleh software BPCS dan

    diverifikasi oleh label released. Proses pengeluaran barang dari gudang mengikuti

    prinsip FEFO (First Expired First Out). Gudang di PT Takeda Indonesia dikepalai

    oleh seorang kepala gudang. Sistem keluar-masuk (flow of material) barang dari

    PT Takeda Indonesia menggunakan sistem satu pintu, dimana bahan/barang

    produksi maupun non produksi masuk dan keluar melewati gudang. Gudang

    bertanggung jawab terhadap material handling dan order handling. Kedua hal

    tersebut diwujudkan melalui 4 kegiatan, yaitu penerimaan, penyimpanan,

    pendistribusian dan penghitungan.

    3.8.2.1 Penerimaan barang

    Gudang menerima barang baik secara internal maupun eksternal.

    Penerimaan barang internal meliputi penerimaan barang-barang titipan yang

    berasal dari bagian produksi ataupun dari departemen lain. Barang-barang tersebut

  • 32

    Universitas Indonesia

    dititipkan oleh departemen yang bersangkutan kepada gudang untuk disimpan

    sementara. Penerimaan barang eksternal meliputi penerimaan barang-barang

    produksi (raw material dan packaging material), obat jadi impor, dan obat jadi

    retur dari distributor atau relasi (obat yang sudah expired, obat yang rusak di

    outlet, obat yang salah kirim, barang yang mengalami kesalahan jumlah dan

    barang yang rusak saat perjalanan).

    Sebelum masuk gudang, barang-barang untuk produksi diperiksa oleh

    petugas gudang yang menerima barang. Pemeriksaan tersebut meliputi

    kelengkapan dokumen, surat jalan, purchase order (PO), keutuhan kemasan,

    keutuhan fisik bahan, jumlah bahan baku (untuk jumlah bahan baku, batas yang

    diterima adalah 10 % dari bahan baku yang dipesan), kondisi bahan, identitas

    dan sertifikat analisis. Selain itu juga dilihat due date dari barang yang datang.

    Due date adalah tanggal dimana seharusnya barang yang dipesan datang.

    Apabila barang-barang tersebut memenuhi syarat maka barang diterima

    dan petugas gudang akan memasang label karantina (warna kuning), untuk

    selanjutnya diperiksa oleh bagian Quality. Selanjutnya pihak administrasi gudang

    akan menginput data barang yang diterima ke sistem BPCS kemudia dari sistem

    akan secara otomatis membuat Request for Quality Control Report yang

    merupakan pengajuan pemeriksaan barang ke bagian QC. Setelah menerima QO,

    bagian QC mengambil sampel barang ke gudang untuk diperiksa. Selama

    menunggu pemeriksaan, barang yang telah ditempeli label karantina ditempatkan

    di area karantina untuk menunggu keputusan dari bagian QC. Hasil pemeriksaan

    jika barang sesuai dengan persyaratan maka barang diluluskan dan dapat

    digunakan untuk produksi (ditempeli label released berwarna hijau oleh petugas

    QC), jika barang tidak memenuhi persyaratan maka barang tersebut tidak

    diluluskan dan ditempeli label rejected (warna merah) dan diletakkan di tempat

    yang terpisah (area reject).

    Barang yang telah release segera dipindahkan dari lokasi karantina menuju

    lokasi released, begitu juga barang yang di-reject dipindahkan ke lokasi reject.

    Alur penerimaan barang dapat dilihat di Lampiran 2.

  • 33

    Universitas Indonesia

    3.8.2.2 Penyimpanan barang

    Gudang PT. Takeda Indonesia menyimpan barang secara integrated yaitu

    semua barang baik bahan baku, bahan kemas, produk jadi dan barang titipan

    disimpan dalam satu gudang. Penyimpanan bahan baku psikotropika, bahan

    kemas dan produk jadi disimpan di tempat yang berbeda. Printed material

    (etiket/label disimpan dalam ruangan terkunci).

    Gudang PT Takeda Indonesia memiliki ruang khusus barang retur dan

    reject serta loker untuk menyimpan sediaan. Selain itu, pada salah satu sisi

    gudang terdapat ruang dengan teralis besi terkunci yang digunakan untuk

    menyimpan bahan-bahan psikotropika. Rak pada gudang sentral memiliki 4 level

    yang menunjukkan ketinggiannya yang diberi nomor 1-4. Level ini digunakan

    untuk menyimpan barang-barang kemas dan bahan baku yang tidak memerlukan

    penyimpanan khusus. Di gudang terdapat 1 pintu yang berfungsi sebagai pintu

    untuk penerimaan barang dari luar dan pengeluaran produk jadi yang akan

    didistribusikan.

    Contoh Penomoran rak penyimpanan pada gudang :

    HW1030213

    Keterangan :

    Digit 1 (H) = menunjukkan nomor rak

    Digit 2 (W) = menunjukkan nomor baris

    Digit 3 (1) = menunjukkan nomor level

    Digit 4 dan 5 (03) = menunjukkan bulan kedatangan barang

    Digit 6 dan 7 (02) = menunjukkan frekuensi kedatangan barang

    Digit 8 dan 9 (13) = menunjukkan tahun

    3.8.2.3 Pendistribusian barang

    Barang-barang yang telah disimpan di gudang dan telah dinyatakan

    released selanjutnya didistribusikan kepada pihak yang membutuhkan barang

    tersebut. Distribusi barang ini meliputi dua hal yaitu distribusi internal dan

    distribusi eksternal. Distribusi internal adalah jika barang yang disimpan di

    gudang didistribusikan ke dalam lingkungan perusahaan itu sendiri. Distribusi

    internal meliputi distribusi barang produksi (bahan baku dan bahan kemas) kepada

  • 34

    Universitas Indonesia

    bagian produksi. Penyerahan barang produksi ini didasarkan atas permintaan

    bagian produksi melalui shop order picking slip yang berisi bahan-bahan dan

    jumlah yang dibutuhkan untuk produksi. Setelah bagian gudang menerima SO

    picking slip maka orang gudang segera menyiapkan barang dan diserahkan ke

    bagian produksi.

    Distribusi eksternal adalah jika barang didistribusikan ke luar lingkungan

    perusahaan, meliputi penyerahan produk jadi kepada distributor. Produk jadi dari

    bagian produksi diterima oleh gudang melalui pintu penyerahan produk jadi dan

    bagian gudang menerima Slip Penerimaan Hasil Produksi.

    3.8.2.4 Penghitungan barang

    Gudang selain sebagai tempat menyimpan barang juga berfungsi

    melakukan perhitungan terhadap stok barang untuk mengontrol persediaan

    barang. Perhitungan yang dilakukan gudang meliputi :

    a. Stock opname

    Pada perhitungan ini seluruh staf pabrik melakukan perhitungan terhadap

    semua barang yang ada di pabrik. Koordinator stock opname adalah manager

    PPIC. Perhitungan ini bertujuan untuk mengetahui kecocokan antara jumlah

    secara fisik dan jumlah secara sistem. Perhitungan ini dilakukan tiap satu tahun

    sekali (di akhir tahun).

    b. Cycle count

    Perhitungan ini adalah untuk menghitung jumlah barang (stok) untuk barang-

    barang yang ada di gudang. Perhitungan ini dilakukan oleh petugas gudang dan

    dilakukan setiap bulan. Koordinator cycle count adalah kepala gudang.

    3.8.2.5 Penanganan Bahan Mudah Terbakar (BMT) dan Bahan Mudah Meledak

    (BMM)

    BMT adalah sekelompok bahan yang sangat mudah terbakar. Bahan yang

    digunakan di PT Takeda Indonesia adalah alkohol teknis. BMM adalah kelompok

    bahan yang sangat mudah meledak karena memiliki titik didih yang sangat

    rendah. Namun tidak ada bahan BMM yang digunakan di PT Takeda Indonesia.

    Barang BMT baik yang di-release maupun di reject dikirim ke gudang alkohol.

  • 35

    Universitas Indonesia

    3.8.3 Bagian maintenance & GA

    Bagian maintenance bertanggungjawab terhadap pekerjaan yang

    berhubungan dengan sarana bangunan/gedung, seperti pengembangan/perluasan

    gedung, renovasi/perbaikan gedung, perawatan gedung dan pengendalian hama

    (pest control) di lingkungan perusahaan. Selain itu, bagian ini juga bertanggung

    jawab terhadap hal-hal yang berhubungan dengan mesin-mesin yang digunakan

    khususnya mesin produksi seperti maintenance, perbaikan dan modifikasi mesin

    produksi. Selain itu bagian ini juga berperan dalam proses kualifikasi mesin (IQ

    dan OQ) bekerjasama dengan bagian quality.

    Bagian utility bertanggung jawab terhadap sarana yang mendukung

    kelancaran kegiatan perusahaan. Bagian utility menangani 5 hal penting yaitu

    sistem tata udara (HVAC System), water system, steam system, electrical power

    system dan waste water system. Perangkat sistem yang terdapat di pabrik, seperti

    kabel-kabel, pipa, dan saluran terletak terbuka untuk memudahkan perawatannya.

    Untuk melindungi perangkat-perangkat tersebut digunakan penutup berupa

    stainless steel (baja tahan karat) atau kolom energi. Panel-panel listrik juga

    diletakkan di luar area terkontrol. Sistem penting yang diatur di bagian ini

    diantaranya adalah sistem pengaturan air dan HVAC.

    a. Water system.

    Air yang digunakan oleh PT. Takeda Indonesia disuplai dari air tanah.

    Pemrosesan air ini secara garis besar adalah air ini disaring secara mekanik

    menggunakan filter ukuran 20 m. Karena kesadahannya masih tinggi dan bisa

    menimbulkan kerak bila digunakan pada mesin-mesin produksi, maka fresh water

    ini dilunakkan menggunakan resin. Akan tetapi karena masih mengandung banyak

    ion-ion selanjutnya dilakukan pemurnian dengan sistem Reverse Osmosis dan

    Electro Deionization (RO-EDI). Dalam RO digunakan membrane semi permeable

    yang diatur pada tekanan tertentu sehingga ion-ion dibuang sebagai konsentrat.

    Selanjutnya water for injection yang diperoleh melalui tahap destilasi. Tangki

    penampungan menggunakan bahan SS 316 L, alirannya turbulen dan untuk

    menghindari mikroba alirannya dipercepat.

  • 36

    Universitas Indonesia

    Dijaga agar tidak ada daerah mati (zero deadlag). Pipa distribusi

    menggunakan pipa dengan kualitas SS 316 L dan sanitasi pipa dengan hot loop

    atau cold system. Air yang digunakan oleh PT. TAKEDA INDONESIA

    digolongkan menjad