UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S...

97
UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP KEPAILITAN DALAM STUDI KASUS KEPAILITAN MANWANI SANTOSH TEKCHAND MELAWAN OCBC SECURITIES SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Oleh: GILANG MOHAMMAD SANTOSA 0706277680 FAKULTAS HUKUM PROGRAM KEKHUSUSAN IV HUKUM DALAM KEGIATAN EKONOMI DEPOK 2012 Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Transcript of UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S...

Page 1: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

UNIVERSITAS INDONESIA

KEBERLAKUAN PRINSIP KEPAILITAN DALAM STUDI KASUS

KEPAILITAN MANWANI SANTOSH TEKCHAND MELAWAN OCBC

SECURITIES

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum

Oleh:

GILANG MOHAMMAD SANTOSA

0706277680

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM KEKHUSUSAN IV

HUKUM DALAM KEGIATAN EKONOMI

DEPOK

2012

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 2: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 3: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 4: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

iv

KATA PENGANTAR

Atas berkat rahmat Allah SWT., skripsi yang berjudul “Keberlakuan

Prinsip Kepailitan Dalam Studi Kasus Kepailitan Manwani Santosh Tekchand

Melawan OCBC Securities”, telah berhasil diselesaikan sebagai salah satu syarat

untuk menyelesaikan pendidikan dan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum

pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Penulisan Skripsi ini dilakukan untuk menambah pengetahuan dan

semakin memperluas wawasan pemikiran mengenai kepailitan di Indonesia,

khususnya mengenai studi kasus Manwani Santosh Tekchand melawan OCBC

Securities ini.

Tidak Penulis Pungkiri bahwa Penulis menemui banyak kesulitan di dalam

Penulisan skripsi ini. Namun dorongan dari berbagai pihak membuat Penulis

merasa terpacu untuk tidak pernah berputus asa sehingga proses Penulisan skripsi

ini pun dapat berjalan dengan baik dan lancar. Oleh karena itu, izinkanlah Penulis

mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Allah sang Maha Pengasih, Maha Penyayang. Tuhan yang telah memberikan

kasih sayang yang tidak terhingga kepada Penulis, yang selalu mengingatkan

mana kala Penulis menyimpang, dan tidak habis-habisnya memberikan ruang

bagi Penulis untuk selalu berkarya dan belajar.

2. Kedua orang tua yang paling luar biasa, Papa Mas Achmad Santosa, S.H.,

LL.M. dan Mama Lelyana Yanti Santosa, S.H. atas semua kasih sayang,

perhatian, dan doa yang tidak henti-hentinya mengalir untuk Penulis. Sejak

dulu, mereka selalu memberikan kepercayaan penuh dan ruang aktivitas bagi

Penulis, termasuk untuk memilih Fakultas Hukum dan untuk nantinya (Insya

Allah, apabila Tuhan berkehendak) berkarier sebagai Pengacara dan Legal

Scholar. Mereka adalah sumber motivasi bagi Penulis, dan untuk merekalah

skripsi ini Penulis persembahkan.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 5: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

v

3. Keluarga besar Mas Jonoes Satyadiwirya dan R.M Soerowo yang terus

memberikan dorongan dan semangat agar penulis segera menyelesaikan

studinya di Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

4. Bapak Teddy Anggoro, S.H., M.H., selaku Pembimbing Skripsi I dan Ibu

Ditha Wiradiputra, S.H.,M.E., selaku Pembimbing Skripsi II atas segala

kesabaran dan perhatiannya dalam membimbing Penulis dalam penyelesaian

skripsi Ini. Penulis amat berterimakasih mengingat begitu banyak waktu yang

telah diluangkan oleh Bapak-bapak Pembimbing untuk membantu proses

Penulis Skripsi. Tanpa adanya bantuan dari Bapak-bapak Pembimbing, maka

Penulisan Skripsi ini akan mustahil untuk diselesaikan.

5. Bapak Ahmad Irfan Arifin, S.H., Senior Associate pada kantor hukum Lubis

Santosa Maramis yang telah bersedia menjadi narasumber dan teman diskusi

bagi Penulis dalam Penulisan Skripsi ini terlepas kesibukan Beliau yang akan

meneruskan studi S-2 ke USC Berkeley dalam waktu dekat.

6. Bapak Dr. Ir. Kuntoro Mangkusubroto MSc., Kepala Unit Kerja Presiden

bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) yang telah

memberikan inspirasi kepada Penulis baik melalui nasihat secara langsung

maupun melalui Ayah Penulis untuk cepat menyelesaikan studi S-1 dan

segera meneruskan studi S-2 ke luar negeri.

7. Segenap Lawyer dan Supporting Staff pada kantor hukum Lubis Santosa

Maramis yang selalu memberikan bantuan dan supportnya dalam segala hal.

Terimakasih yang sebesar-besarnya.

8. Sahabat-sahabat Penulis dikampus FHUI yang selalu menyemangati Penulis

dalam segala hal terkait perkuliahan termasuk Penulisan Skripsi ini, Nur

Ramadhan Suyudono, Dimas Nanda Raditya, Astri Widita Kusumowidagdo,

Alfa Dewi Setyawati, Shafina Karima, Inda Ranadireksa, Yosef Broz Tito,

Muluk Indra Lubis, Omar Mardhi, Priya Lukdani, Dastie Kanya, Rachel

Situmorang, Armita Hutagalung, Fathianissa Gelasia, Dimas Eko Fabriyanto,

Ahmad Radinal, Adhika Widagdo, M. Badra Aditya, Fahrurozi, Rizky

Aliansyah, Egaputra Novia, Olviani Shahnara, Rasyad Andhika, Anissa Suci

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 6: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

vi

Rahmadani, Adhindra Ario Wicaksono, M. Fikry Yonesyahardi, Andara

Annisa, Budi Widuro, Hulman Bona, Alfina Kathlinia Narang, Ario Bimo

Nandito, Wuri Prastiti, Siti Kemala Nuraida, Femalia Indrainy, Lidzikri

Caesar D, Rachman Alatas, Arthur Nelson Christianson, Firman El Amny

Azra, Indra Prabowo, Namira Assagaf, dan seluruh teman-teman FHUI yang

tidak dapat diucapkan satu persatu.

9. Penulis juga mengucapkan banyak terimakasih untuk Patrisia Ticoalu,

Gabriella Ticoalu, Dwi Sulaiman, Shinta Nurfauzia Husni, Avindra

Yuliansyah, Fajh Robbie Ferliansyah dan beberapa Senior dari Penulis yang

tidak dapat dituliskan seluruhnya, yang secara langsung maupun tidak

langsung membantu Penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini.

10. Ferry Sandy Aritonang, Fong Srisung, Giovanni Rahmadeva, Bima Errawan

dan Farid Abdussalam Tabussala yang walaupun berbeda Universitas, namun

senantiasa memberikan masukan, semangat dan dorongan bagi Penulis untuk

menyelesaikan Penulisan Skripsi ini.

11. Pembimbing Akademik Penulis, yaitu Ibu Sri Mamudji, S.H., M. LL. yang

telah begitu banyak memberikan masukan kepada Penulis mengenai

perkuliahan.

12. Segenap pengurus, mantan pengurus, maupun anggota dari Asian Law

Student Association (ALSA) yang begitu banyak memberikan warna dan

kebahagiaan bagi penulis dalam menjalani kehidupan perkuliahan.

13. Semua Pihak yang belum disebutkan namanya satu persatu yang telah

memberikan bantuan, dukungan, doa, dan semangat untuk penyusunan skripsi

ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

14. Tidak lupa Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Selam, Bapak

Wahyu, Bapak Indra, dan semua petugas di Biro Pendidikan yang telah

dengan tulus memberikan perhatian dan pelayanan kepada mahasiswa. Bapak

Jon yang selalu membantu Penulis dengan sangat ramah apabila ada kesulitan

di ruang PK IV.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 7: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

vii

Penulis Menyadari bahwa skripsi ini sangat jauh dari sempurna. Tentunya terselip

banyak kekurangan di dalam skripsi ini. Kendati demikian, besar harapan Penulis,

Semoga karya ini sedikit banyak dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan

terutama di dalam bidang Kepailitan. Segala kekurangan adalah mili Penulis dan

segala kesempurnaan adalah milik Sang Pencipta.

Depok, Juli 2012

Gilang M. Santosa

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 8: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 9: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

ix

ABSTRAK

Nama : Gilang Muhammad Santosa

Program Studi : Ilmu Hukum

Judul : Keberlakuan Prinsip Kepailitan dalam Studi Kasus

Kepailitan Manwani Santosh Tekchand Melawan OCBC Securities

Skripsi ini membahas mengenai keberlakuan prinsip kepailitan dalam studi kasus

kepailitan Manwani Santosh Tekchand melawan OCBC Securities. Metode

penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif, sedangkan metode

analisis datanya adalah metode kualitatif. Penulis melakukan analisa yuridis

terhadap kasus kepailitan Manwani Santosh Tekchand melawan OCBC Securities,

yang permohonan pailitnya didasarkan pada putusan pengadilan asing. Dalam

mengomentari aspek-aspek tersebut diatas, Penulis berusaha melihat pokok

permasalahan dari sisi Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 mengenai

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Yang menjadi pokok

permasalahan dalam penulisan ini adalah pengaturan hukum kepailitan dalam

kasus ini dan apakah Putusan Pengadilan Asing yang telah memutus bahwa

seorang debitor diwajibkan membayar utang kepada kreditor dapat dijadikan

dasar kepailitan terhadap debitor tersebut di Indonesia.

Kata Kunci :

Kepailitan, Kepailitan Perseorangan, Putusan Asing

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 10: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

x

ABSTRACT

Name : Gilang Muhammad Santosa

Study Program : Law

Title : The Applicability of the Bankcruptcy Principle in the study

of Manwani Santosh Tekchand versus OCBC Securities Bankcruptcy Case

The focus of this thesis is about the applicability of the bankcruptcy principle in

the study of Manwani Santosh Tekchand versus OCBC Securities. The method of

this research is qualitative normative interpretive. The data were collected by the

author from literative study and interview. The author also did a juridical analysis

towards the case, whereas the request for bankrupt is based upon the foreign

judgement. The author, commenting on the above aspects, tries to see the primary

cause from the Act Number 37 of 2004 Regarding Bankruptcy. The primary issue

for this thesis is the regulation for Bankruptcy Law for this case, and whether or

not the foreign judgement that has let out a verdict that a debitor is obliged to pay

the debt to the creditor can be used as a basis for the bankruptcy of that debitor in

Indonesia.

Keywords :

Bankruptcy, Personal Bankruptcy, Foreign Judgment

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 11: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS....................................................ii

LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................iii

KATA PENGANTAR............................................................................................iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH.............................viii

DAFTAR ISI...........................................................................................................xi

1. PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1. Latar Belakang Masalah.......................................................1

1.2. Pokok Permasalahan............................................................6

1.3. Definisi Operasional.............................................................7

1.4. Kerangka Konsepsional.......................................................7

1.5. Metodologi Penelitian..........................................................8

1.6. Manfaat Penelitian.............................................................10

1.7. Sistematika Penulisan.........................................................11

2. HUKUM KEPAILITAN INDONESIA DAN PENGAKUAN

PUTUSAN ASING DI PENGADILAN INDONESIA..........................13

2.1. Kepailitan............................................................................13

2.1.1. Definisi Kepailitan.............................................................13

2.1.2. Tujuan Kepailitan...............................................................19

2.1.3. Prinsip-prinsip Kepailitan..................................................24

2.1.4. Asas-asas Dalam Hukum Kepailitan..................................28

2.1.5. Syarat-syarat Kepailitan.....................................................32

2.1.6. Putusan Pailit Dan Daya Eksekusinya...............................33

2.1.7. Akibat Hukum Pernyataan Pailit........................................34

2.1.8. Kepailitan Perseorangan.....................................................36

2.1.9. Kepailitan Lintas Batas Negara (Cross Border

Insolvency)..........................................................................39

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 12: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

xii

2.2. Pengakuan Putusan Pengadilan Asing di Pengadilan

Indonesia.............................................................................45

3. KASUS POSISI DAN ANALISIS YURIDIS KASUS KEPAILITAN

MANWANI SANTOSH TEKCHAND MELAWAN OCBC

SECURITIES.........................................................................................52

3.1. Kasus Posisi........................................................................52

3.2. Analisis Yuridis..................................................................63

4. PENUTUP.................................................................................................75

4.1. Kesimpulan........................................................................75

4.2. Saran..................................................................................80

DAFTAR REFERENSI................................................................................82

LAMPIRAN

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 13: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

1

Universitas Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, tidak bisa bertahan hidup

sendiri. Demikian pula halnya dengan negara. Setiap negara membutuhkan

negara lain untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya agar dapat hidup makmur dan

sejahtera. Kerja sama dalam bentuk hubungan dagang antar negara sangat

dibutuhkan oleh setiap negara. Hal ini disebabkan setiap negara tidak dapat

menghasilkan semua barang dan jasa yang dibutuhkan oleh rakyatnya. Selain itu,

juga disebabkan adanya perbedaan sumber daya yang dimiliki, iklim, letak

geografis, jumlah penduduk, pengetahuan, dan teknologi. Alasan-alasan inilah

yang menyebabkan munculnya perdagangan internasional.

Perdagangan internasional tidak hanya memberikan manfaat di bidang

ekonomi saja, melainkan juga di bidang sosial, politik serta pertahanan dan

keamanan. Apabila dilihat dari sudut pandang ekonomi, perdagangan

internasional dilakukan semua negara untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya.

Tidak mudah bagi suatu negara untuk dapat mencapai kemakmuran tanpa kerja

sama dengan negara lain. Bahkan negara-negara yang menganut paham ekonomi

sosialis seperti Republik Rakyat Cina (RRC) dan Vietnam sudah mulai membuka

lebar-lebar keran perdagangan dengan negara-negara lain.

Hubungan-hubungan yang sifatnya lintas batas negara dapat mencakup

banyak jenisnya, dari bentuknya yang sederhana, yaitu dari barter, jual beli barang

atau komoditi (produk-produk pertanian, perkebunan, dan sejenisnya), hingga

hubungan atau transaksi dagang yang kompleks. Kompleksnya hubungan atau

transaksi datang internasional ini paling tidak disebabkan oleh adanya jasa

teknologi (terutama teknologi informasi) sehingga transaksi-transaksi dagang

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 14: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

2

Universitas Indonesia

semakin berlangsung dengan cepat. Batas-batas negara bukan lagi halangan dalam

bertransaksi.1

Transaksi bisnis internasional tidak luput dari permasalahan yang dapat

terjadi diantara para pihak atau pelakunya. Salah satunya adalah permasalahan

debitur yang lalai dalam pemenuhan kewajiban pembayaran utang yang telah

jatuh tempo terhadap krediturnya, yang dapat berujung dengan diajukannya

permohonan kepailitan oleh kreditur tersebut. Keadaan seperti ini apabila terjadi

di dalam satu wilayah negara saja tentunya dapat menimbulkan permasalahan

sehingga telah dibuat peraturan yang mengatur mengenai hal ini.

Pailit merupakan suatu keadaan di mana debitor tidak mampu untuk

melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari pada kreditornya.2

Keadaan tidak mampu membayar lazimnya disebabkan karena kesulitan kondisi

keuangan (financial distress) dari usaha debitor yang telah mengalami

kemunduran. Sedangkan kepailitan merupakan putusan pengadilan yang

mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan debitor pailit, baik yang telah

ada maupun yang akan ada di kemudian hari. Pengurusan dan pemberesan

kepailitan dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas dengan

tujuan utama menggunakan hasil penjualan harta kekayaan tersebut untuk

membayar seluruh utang debitor pailit secara proporsional (prorate parte) dan

sesuai dengan struktur kreditur.3

Harta kekayaan debitor pailit merupakan jaminan bersama untuk para

kreditor dan hasilnya harus dibagikan secara proporsional antara mereka, kecuali

jika antara para kreditor itu ada yang menurut undang-undang harus didahulukan

pembagian tagihannya.4 Prinsip ini disebut dengan prinsip pari passu pro rata

parte. Prinsip ini berkaitan dengan utang yang dimiliki debitor terhadap banyak

1 Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,

2005), hal. 1.

2 Mutiara Hikmah, Aspek – aspek Hukum Perdata Internasional dalam Perkara – perkara

Kepailitan (Jakarta : Refika Aditama 2007), hal. 26.

3 M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan : Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan

(Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2008), hal. 1.

4 Kartini Muljadi, Actio Pauliana dan Pokok – Pokok tentang Pengadilan Niaga

(Bandung : Alumni 2001), hal. 300.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 15: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

3

Universitas Indonesia

kreditor di mana harta kekayaan akan dibagi terhadap beberapa kreditor secara

proporsional. Pasal 1 ayat (1) Faillissement Verordening sama sekali tidak

mensyaratkan adanya dua atau lebih kreditor. Padahal filosofi kepailitan adalah

mekanisme pendistribusian aset secara adil dan merata terhadap para kreditor

berkaitan dengan keadaan tidak membayarnya debitor karena ketidakmampuan

debitor melaksanakan kewajiban tersebut.

Kepailitan itu sendiri merupakan suatu lembaga hukum perdata Eropa,

yang berfungsi untuk menjamin pembagian pelunasan utang debitor terhadap para

kreditornya sebagai realisasi dari dua asas pokok yang terkandung dalam pasal

11315 dan 1132

6 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata).

7 Secara

garis besar, dapat dikatakan bahwa kepailitan adalah suatu keadaan dimana

seseorang debitor tidak mampu lagi membayar utang-utangnya yang telah jatuh

tempo.

Di dalam ruang lingkup kepailitan antar batas negara, dikenal istilah

prinsip universal dan prinsip teritorial. Prinsip universal dalam kepailitan

mengandung makna bahwa putusan pailit dari suatu pengadilan di suatu negara,

maka putusan pailit tersebut berlaku terhadap semua harta debitor baik yang

berada di dalam negeri di tempat putusan pailit dijatuhkan maupun terhadap harta

debitor yang berada di luar negeri.8

Sesungguhnya peraturan kepailitan sudah ada sejak zaman penjajahan

Belanda, yaitu Staatsblad Tahun 1905 Nomor 217 juncto Staatsblad Tahun 1906

Nomor 348, dalam praktek peraturan tersebut hampir-hampir tidak dipakai.

Sangat sedikit kasus – kasus yang ada saat itu yang mencoba memakai peraturan

5 Pasal 1131, “Segala kebendaan debitur, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik

yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala

perikatannya perseorangan.”

6 Pasal 1132, “Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama – sama bagi semua orang

yang mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda – benda itu dibagi – bagi menurut

keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing – masing, kecuali apabila di antara

para kreditor itu ada alsan – alasan sah untuk didahulukan.”

7 Freddy Harris, “Kumpulan Materi Hukum Kepailitan” (Buku Ajar di Fakultas Hukum

Universitas Indonesia Program Magister Kenotariatan, 2004), hal. 5.

8 M. Hadi Shubhan, Op. cit., hal. 47

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 16: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

4

Universitas Indonesia

tersebut. Dan, kalaupun peraturan tersebut diterapkan, hanya terhadap kasus –

kasus kecil. Akan tetapi, kasus gugatan pailit terhadap garantor dari PT Bentoel

dan kasus PT Arafat tentu merupakan kekecualiannya.9

Krisis moneter melanda sebagian besar dari negara-negara asia pada

pertengahan tahun 1997, tidak terkecuali Indonesia. Krisis tersebut telah

menyebabkan sendi-sendi perekonomian porak poranda, salah satu yang paling

merasakan dampak krisis adalah dunia usaha. Untuk mengantisipasi adanya

kecenderungan dunia usaha yang bangkrut yang akan berakibat pula pada tidak

dapat dipenuhinya kewajiban-kewajiban yang sudah jatuh tempo, maka

pemerintah melakukan perubahan-perubahan yang cukup signifikan dalam

peraturan perundang-undangan, salah satunya dengan merevisi Undang-undang

Kepailitan yang ada.10

Maka dengan tekanan International Monetary Fund (IMF),

Indonesia mengesahkan Undang-undang No. 4 tahun 1998 tentang Kepailitan dan

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. IMF merasa bahwa Faillisements

Verordening – Peraturan Kepailitan (Staatsblad Tahun 1905 Nomor 217 juncto

Staatsblad Tahun 1906 Nomor 348) yang merupakan peraturan kepailitan warisan

pemerintah kolonial Belanda selama ini kurang memadai dan kurang dapat

memenuhi tuntutan zaman.

Kepailitan yang timbul dari suatu transaksi bisnis internasional, yang

terdapat unsur pelaku usaha asing (foreign elements) di dalamnya, yang bukan

berasal dari negara dimana proses kepailitan tersebut dilakukan dinamakan

kepailitan lintas batas negara (cross-border insolvency).11

Dapat dikatakan

sebagai suatu perkara kepailitan lintas batas negara pula, yaitu apabila debitur

yang bersangkutan memiliki aset di lebih dari satu negara (di luar negara tempat

perkara kepailitan tersebut diproses).12

9 Munir Fuady, Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek (Bandung : PT Citra Aditya Bakti,

2010) hal 1.

10 Gunawan Widjaja, Resiko Hukum & Bisnis Perusahaan Pailit (Jakarta : Forum

Sahabat, 2007),hal.2.

11 Daniel Suryana, Kepailitan Terhadap Badan Usaha Asing oleh Pengadilan Niaga

Indonesia, (Bandung : Pustaka Sutra, 2007), hal. 2.

12 UNCITRAL Model Law on Cross-Border Insolvency with Guide to Enactment,

A/CN.9/442 at 15.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 17: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

5

Universitas Indonesia

Walaupun Undang-undang No. 4 tahun 1998 telah dibentuk, namun masih

terdapat kekurangan, salah satunya adalah ketidakjelasan mengenai definisi utang.

Oleh karena itu, untuk mengatasi kekurangan-kekurangan yang ada pada Undang-

undang Kepailitan lama, maka pemerintah bersama DPR melakukan revisi.13

Revisi tersebut disahkan menjadi Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU). UUK-

PKPU baru merupakan undang-undang yang mengatur mengenai tata cara

penyelesaian secara hukum konflik utang-piutang di antara kreditor dan debitor

melalui pengadilan niaga di Indonesia. Undang-undang ini merupakan perbaikan

dari Undang-undang No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang dan peraturan kepailitan (Faillissement

Verordening) warisan Belanda.

Dalam perkembangan zaman sekarang ini tentunya ada banyak sekali hal

yang baru yang terus muncul sekarang ini. Transaksi yang kebanyakan batas lintas

batas lintas negara telah banyak terjadi termasuk di dalamnya perjanjian utang

piutang. Dengan adanya transaksi seperti ini tentunya memunculkan beberapa

kasus kepailitan yang melintasi batas negara tersebut. Walaupun begitu sampai

saat ini belum ada undang-undang yang mengatur mengenai kepailitan lintas batas

negara seperti yang sudah banyak terjadi sekarang ini. Tentunya hal ini

menimbulkan kekosongan hukum terhadap peristiwa hukum kepailitan lintas

batas negara seperti ini. Dengan demikian tentunya ditemukan beberapa kesulitan

dalam mengeksekusi mengenai kepailitan terhadap WNI yang diputus oleh

pengadilan asing. Dalam kasus seperti ini tentunya putusan tersebut diperlakukan

sebagai putusan pengadilan asing biasa bukan sebagai putusan pengadilan niaga

asing. Putusan seperti ini harus diajukan kembali ke Pengadilan Negeri Jakarta

Pusat yang menangani putusan pengadilan asing. Dalam keadaan seperti ini

banyak sekali putusan kepailitan lintas batas negara yang ditolak ataupun tidak

diterima, tentunya hal ini dapat menurunkan rasa percaya asing untuk melakukan

transaksi perdagangan dengan penduduk Indonesia.

13

Ibid, hal 4.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 18: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

6

Universitas Indonesia

Kepailitan lintas batas negara telah menimbulkan masalah-masalah yang

pelik di Indonesia. Ada beberapa putusan yang dikabulkan eksekusinya oleh

pengadilan Indonesia, namun kebanyakan adalah berdasarkan putusan arbitrase

asing. Sebagai contoh kasus Suba Indah. Pada 7 Agustus 2007, majelis hakim

Pengadilan Niaga DKI Jakarta mengabulkan permohonan pailit dari Bunge

Agribusiness Singapore Pte, Ltd (Bunge) terhadap Suba karena tak membayar 10

persen uang muka dari Sales Contract pemesanan komoditi jagung Argentina

senilai US$117.000. Atas putusan itu, Pengadilan Niaga juga menunjuk Swandy

Halim sebagai kurator Suba.14

Sedangkan untuk peradilan umum, di dalam studi kasus yang dilakukan

oleh penulis (Kasus Kepailitan Manwani Santosh Tekchand melawan OCBC

Securities yang pertama ditolak gugatannya dan yang kedua gugatannya tidak

dapat diterima. Di dalam pertimbangannya, Majelis Hakim perkara Manwani

Santosh yang dipimpin oleh H. Syarifuddin, SH. MH. (yang pada tanggal 1 Juni

2011 ditangkap oleh KPK karena kasus suap yang tidak berhubungan dengan

kasus ini) menolak karena Putusan Peradilan Asing tidak dapat dilaksanakan

Eksekusinya di luar wilayah Negara tersebut dan dikatakan bahwa tidak memiliki

dua atau lebih kreditor.

Putusan dari pengadilan ini tentunya menimbulkan pertanyaan, yaitu

apakah benar putusan pengadilan asing tidak dapat dieksekusi di pengadilan

Indonesia karena tentunya hal ini tidak dimungkinkan apabila putusan tersebut

dijadikan alat bukti untuk putusan yang akan dikeluarkan. Dengan

mempertimbangkan putusan asing tersebut dengan bentuk lainnya yaitu putusan

arbitrase asing sehingga alasan bahwa putusan pengadilan asing tidak dapat

dieksekusi di Indonesia dapat dikaji lebih lagi untuk mendukung perdagangan

internasional di Indonesia.

Dengan adanya kedua putusan atas tersebut maka pada akhirnya penulis

memutuskan untuk membuat penelitian dengan judul “Keberlakuan Prinsip

14

Hukum Online : “Suba Dipailitkan Akibat Kesepakatan Diam-diam”

http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol17394/suba-dipailitkan-akibat-kesepakatan-

diamdiam diakses tanggal 12 Mei 2012.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 19: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

7

Universitas Indonesia

Kepailitan dalam Studi Kasus Kepailitan Manwani Santosh Tekchand Melawan

OCBC Securities”.

1.2 Pokok Permasalahan

Dari latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai

berikut :

1. Bagaimanakah pengaturan kepailitan dalam hukum Indonesia dalam studi

kasus kepailitan Manwani Santosh Tekchand melawan OCBC Securities?

2. Apakah Putusan Pengadilan Asing yang telah memutus bahwa seorang

debitor diwajibkan membayar utang kepada kreditor dapat dijadikan dasar

kepailitan terhadap debitor tersebut di Indonesia?

1.3 Definisi Operasional

Tujuan dari dilakukannya penelitian yang hendak dicapai oleh peneliti adalah

untuk menambah wawasan agar diharapkan pembaca dapat memahami mengenai

permasalahan kepailitan di Indonesia terutama mengenai Kepailitan antar batas

negara dalam Undang-undang Kepailitan Republik Indonesia, baik secara teoritis

meupun penerapannya dalam beberapa kasus yang pernah terjadi di Indonesia.

Tujuan penelitian ini antara lain :

1. Mengetahui pengaturan kepailitan dalam hukum Indonesia dalam studi

kasus kepailitan Manwani Santosh Tekchand melawan OCBC Securities.

2. Menganalisa apakah Putusan Pengadilan Asing yang telah memutus

bahwa seorang debitor dinyatakan berhutang dapat dijadikan dasar oleh

pihak kreditor untuk mengajukan suatu Permohonan Pernyataan Pailit

terhadap debitor tersebut di Indonesia.

1.3 Kerangka Konsepsional

Dalam hal melakukan penelitian hukum normatif, definisi yang akan

diuraikan adalah definisi yang diambil dari peraturan perundang-undangan, karena

pengertian yang ada pada peraturan perundang-undangan merupakan pengertian

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 20: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

8

Universitas Indonesia

yang relatif lengkap mengenai istilah, sehingga dapatlah dijadikan pedoman

dalam pengumpulan data, pengolahan dan analisis data.

Dalam penulisan ini, penulis akan mempergunakan beberapa istilah yang

berakitan dengan materi dari skripsi ini, agar terdapat kesamaan persepsi

mengenai pengertian dari istilah-istilah tersebut di bawah ini nantinya sehingga

tidak akan terjadi kesalahpahaman, maka definisi operasional yang akan dipakai

oleh penulis dalam hal ini adalah sebagai berikut:

1. Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang

pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah

pengawasan Hakim Pengawas.15

2. Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau

Undang -Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.16

3. Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau

undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan.17

4. Debitor Pailit adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit dengan putusan

Pengadilan.18

5. Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang

diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta Debitor

Pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas sesuai dengan Undang-

Undang ini.19

6. Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam

jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing,

baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau

kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang – undang dan yang

wajib dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada

Kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor.20

15

Indonesia, Undang – Undang No. 37 tahun 2004., Pasal 1 ayat (1).

16 Ibid, Pasal 1 ayat (2).

17 Ibid, Pasal 1 ayat (3).

18 Ibid, Pasal 1 ayat (4).

19 Ibid, Pasal 1 ayat (5).

20 Ibid, Pasal 1 ayat (6).

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 21: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

9

Universitas Indonesia

7. Pengadilan adalah Pengadilan Niaga dalam lingkungan peradilan umum.21

8. Hakim Pengawas adalah hakim yang ditunjuk oleh Pengadilan dalam

putusan pailit atau putusan penundaan kewajiban pembayaran utang.

1.4 Metodologi Penelitian

Penelitian merupakan perwujudan dari rasa keingintahuan seseorang terhadap

suatu masalah yang dianggapnya menarik. Suatu penelitan baru bisa dikatakan

sebagai penelitian ilmiah apabila menggunakan metode. Dalam penelitian ini,

penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dikarenakan bahan

penelitian yang digunakan penulis adalah bahan-bahan hukum. Penelitian ini

secara khusus mengaitkan hukum sebagai upaya untuk menjadi landasan pedoman

dalam pelaksanaan berbagai bidang kehidupan masyarakat yang dapat mengatur

ketertiban dan keadilan.22

Dalam penelitian ini analisis pengumpulan data yang dipergunakan oleh

peneliti yaitu melalui studi pustaka (studi dokumen), yaitu suatu pengumpulan

data yang dilakukan melalui data tertulis dengan menggunakan suatu analisis

terhadap suatu obyek penelitian.23

Melalui instrumen ini data diperoleh dari Perpustakaan Pusat Universitas

Indonesia, buku-buku yang dimiliki oleh peneliti yang berkaitan dengan penelitian

ini, data-data tertulis dari bagian informasi Ruang Administrasi Niaga Pengadilan

Negeri/Niaga Jakarta Pusat. Data yang dikumpulkan berupa data sekunder, yaitu

data yang telah dalam keadaan siap pakai, bentuk dan isinya telah disusun peneliti

terdahulu dan dapat diperoleh tanpa terikat waktu dan tempat.24

21

Ibid, Pasal 1 ayat (7).

22 Sri Mamudji et al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta : Badan Penerbit

Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hal. 4.

23 Soerjono Soekanto, Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris, (Jakarta : IND-

HIL-CO, 1990), hal. 22.

24 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan

Singkat, (Jakarta : RajaGrafindo, 1994), hal. 37.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 22: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

10

Universitas Indonesia

Analisa penelitian dalam penelitian ini adalah dengan menganalisa tulisan

atau dokumen, diperoleh baik dari perpustakaan maupun dari media massa yang

terdiri dari :

1. Bahan hukum primer25

Bahan hukum primer dalam penelitian ini meliputi norma dasar atau

kaidah dasar, peraturan dasar serta peraturan perundang-undangan baik

di bidang kepailitan maupun peraturan-peraturan yang terkait dengan

kepailitan dengan badan hukum perseroan sebagai subyek, yaitu :

a. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998 Tentang Kepailitan.

b. Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU).

c. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan

Terbatas (UUPT).

2. Bahan hukum sekunder26

Badan hukum sekunder merupakan bahan-bahan yang memberikan

informasi atau hal-hal yang berkaitan dengan sumber primer serta

implementasinya. Meliputi hasil penelitian, buku, atau literatur serta

skripsi maupun tesis yang membahas mengenai kepailitan, artikel

ilmiah, serta jurnal yang memuat informasi yang dibutuhkan.

3. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier merupakan bahan-bahan yang memberikan

penjelasan yang berkaitan dengan isi sumber primer dan sumber

sekunder, salah satu contohnya adalah kamus Black’s Law Dictionary.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

deskriptif analitis secara mendalam dengan menggunakan pendekatan kasus (Case

Approach). Pendekatan kasus disini bertujuan untuk mempelajari penerapan

norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum. Kasus

tersebut dipelajari untuk memperoleh gambaran terhadap dampak dimensi

penormaan dalam suatu aturan hukum dalam praktik hukum.27

25

Sri Mamudji, et.al., op.cit., hal. 29-30.

26 Ibid., hal. 31.

27 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi (Malang : Bayu Media, 2006), hal. 310.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 23: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

11

Universitas Indonesia

Keseluruhan data yang telah diperoleh kemudian dioleh dengan metode

kualitatif, yang merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data dalam

bentuk kalimat, tidak dalam bentuk data statistik, menggambarkan apa yang

ditemukan dari bahan dan data yang diteliti yang benar-benar terarah pada

masalah yang ingin diketahui dan dijelaskan.28

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian dengan judul “Keberlakuan Prinsip Kepailitan dalam Studi Kasus

Kepailitan Manwani Santosh Tekchand Melawan OCBC Securities” ini

diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan berbagai pihak yang

memiliki minat di bidang hukum dan masalah-masalah kepailitan, khususnya pada

perkara-perkara kepailitan lintas batas negara baik untuk sekedar menambah

wawasan maupun memperdalam ilmu dan pengetahuan mengenai kepailitan yang

telah dimiliki.

1.6 Batasan Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti telah mempersempit dan membatasi objek

penelitian sampai pada kasus-kasus kepailitan lintas batas negara baik yang

diputus sebelum berlakunya Undang-undang Kepailitan, maupun berdasarkan

Undang – Undang Kepailitan yang baru (UUK-PKPU 2004).

1.7 Sistematika Penelitian

Adapun model operasional penelitian ini adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini membahas mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah

penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, dan model

operasional penelitian.

28

Burhan Ashopa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hal. 137.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 24: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

12

Universitas Indonesia

BAB II : HUKUM KEPAILITAN INDONESIA DAN PENGAKUAN

PUTUSAN ASING DI PENGADILAN INDONESIA

Bab ini terbagi menjadi dua sub pokok bahasan, yaitu : A.. Teori Umum Hukum

Kepailitan Indonesia diantaranya prinsip-prinsip hukum kepailitan, dasar hukum,

pihak-pihak yang terkait dalam Hukum Kepailitan. Kemudian B. Dibahas

mengenai keterlibatan unsur-unsur asing dalam kepailitan, pengakuan putusan

asing di pengadilan Indonesia, dan juga mengenai kepailitan lintas batas negara.

BAB III : KASUS POSISI DAN ANALISIS YURIDIS KASUS KEPAILITAN

MANWANI SANTOSH TEKCHAND MELAWAN OCBC SECURITIES.

Bab III ini berisi kasus posisi dan analisis yuridis kasus kepailitan, yaitu :

Manwani Santosh Tekchand melawan OCBC Securities. Dikaitkan dengan teori-

teori mengenai hukum kepailian Indonesia serta peraturan perundang-undangan

yang terkait. Analisa kasus-kasus tersebut dilihat dari dasar pertimbangan Hakim

dalam memberikan keputusan, apakah telah sesuai dengan peraturan perundang-

undangan hukum kepailitan yang berlaku dan juga telah sesuai dengan

yurisprudensi yang ada. Penulis juga memberikan opini terkat dengan dasar

pertimbangan Hakim dalam memberikan keputusan.

BAB IV : PENUTUP

Bab IV membahas mengenai kesimpulan dari hasil penelitian dan penjabaran

fakta-fakta yang telah dilakukan dan juga jawaban dari pokok permasalahan yang

telah dijabarkan pada bab pendahuluan. Serta penambahan saran-saran yang

terkait dengan perumusan dan jawaban dari pokok permasalahan.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 25: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

13

Universitas Indonesia

BAB II

HUKUM KEPAILITAN INDONESIA DAN PENGAKUAN PUTUSAN

ASING DI PENGADILAN INDONESIA

2.1 Kepailitan

2.1.1 Definisi Kepailitan

Perekonomian dan perdagangan yang semakin berkembang serta pengaruh

globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini, dan mengingat modal yang

dimiliki oleh para pengusaha pada umumnya sebagian besar merupakan pinjaman

yang berasal dari berbagai sumber, baik dari bank, penanaman modal, penerbitan

obligasi maupun cara lain yang diperbolehkan, telah menimbulkan banyak

permasalahan penyelesaian utang piutang dalam masyarakat.29

Karena itu

kepailitan semakin dibutuhkan sebagai alternatif penyelesaian utang piutang yang

cepat dan komprehensif.

Definisi kepailitan menurut Black’s Law Dictionary :

“Bankrupt is the state or condition of a person (individual, partnership,

corporation, municipality) who is unable to pay its debt as they are, or

become due. The term includes a person against whom an involuntary

petition has been filed, who has filed a voluntary petition, or who has been

adjudged a bankrupt”

Dari pengertian yang diberikan Black’s Law Dictionary tersebut, dapat

kita lihat bahwa pengertian pailit dihubungkan dengan ketidakmampuan untuk

membayar dari seseorang (Debitor) atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo.

Ketidak mampuan tersebut harus disertai dengan suatu tindakan nyata untuk

mengajukan, baik yang dilakukan secara sukarela oleh Debitor sendiri, maupun

atas permintaan pihak ketiga (di luar Debitor), suatu permohonan pernyataan

pailit ke pengadilan. Maksud dari pengajuan permohonan pernyataan tersebut

adalah sebagai suatu bentuk pemenuhan azas publisitas dari keadaan tidak mampu

membayar dari seorang Debitor.

Tanpa adanya permohonan tersebut ke Pengadilan, maka pihak ketiga

yang berkepentingan tidak akan pernah tahu keadaan tidak mampu membayar dari

29

Indonesia, Op. cit., penjelasan umum.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 26: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

14

Universitas Indonesia

Debitor. Keadaan ini kemudian akan diperkuat dengan suatu putusan pernyataan

pailit oleh Hakim Pengadilan, baik itu yang merupakan putusan yang

mengabulkan ataupun menolak permohonan kepailitan yang diajukan.30

Menurut Prof.Dr.Soekardono, kepailitan adalah penyitaan umum atas

kekayaan si pailit bagi kepentingan semua penagihnya, sehingga Balai Harta

Peninggalanlah yang ditugaskan dengan pemeliharaan serta pemberesan boedel

dari orang yang pailit.31

Algra memberikan definisi mengenai kepailitan :

“Fallisementis een gerechtelijk beslag op het gehele vermogen van een

schuldenaar ten behoeve van zijn gezamenlijke schuldeiser”.32

(Kepailitan adalah

suatu sitaan umum terhadap semua harta kekayaan dari seorang debitor untuk

melunasi utang – utangnya kepada kreditor.)

Mengenai definisi dari kepailitan itu sebagaimana terjemahan dari istilah

Belanda “Faillisement” tidak dapat ditemukan dalam peraturan kepailitan

(Falillisements Verordenings yang diundangkan dalam Staatsblad tahun 1906 No.

348).33

Dalam pasal 1 hanya memberikan syarat untuk pengajuan

permintaan failisemen, yaitu bahwa seseorang telah berhenti membayar.

Berhenti membayar ialah kalau debitor sudah tidak mampu membayar

atau tidak mau membayar, dan tidak usah benar-benar telah berhenti sama sekali

untuk membayar, tetapi apabila dia pada waktu diajukan permohonan pailit

berada dalam keadaan tidak dapat membayar utang tersebut, namun pada

hakekatnya failisemen adalah suatu sita umum yang bersifat conservatoir dan

pihak yang dinyatakan pailit hilang penguasaannya atas harta bendanya,

penyelesaian pailit diserahkan kepada seorang kurator yang dalam melaksanakan

30

Gunawan Widjaja, Resiko Hukum & Bisnis Perusahaan Pailit, (Jakarta : Forum

Sahabat, 2009), hal. 15 – 16.

31 Soekardono, Hukum Dagang Indonesia Jilid 1, (Jakarta: Soeroenga, 1960), hal. 3.

32 Algra, N.E., Inleiding tot Het Nederlands Privaatrecht, (Groningen: Tjeenk Willink),

hal. 425.

33 Bagus Irawan, Aspek-Aspek Hukum Kepailitan; Perusahaan; dan Asuransi, cet.1,

(Jakarta: PT Alumni, 2007), hal. 15.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 27: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

15

Universitas Indonesia

tugasnya diawasi oleh seorang hakim komisaris, yaitu seorang hakim pengadilan

yang ditunjuk.34

Menurut pasal 1 angka 1 UUK-PKPU 2004, kepailitan adalah sita umum

atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya

dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana

diatur dalam undang-undang ini, sedangkan pengertian debitor berdasarkan pasal

2 ayat (1) UUK-PKPU adalah debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor

dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat

ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan baik atas permohonannya

sendiri, maupun atas permintaan seseorang atau lebih kreditornya.

Apabila sejarah hukum tentang kepailitan ditelusuri, diketahui bahwa

hukum tentang kepailitan itu sendiri sudah ada sejak zaman Romawi. Kata

bangkrut, yang dalam bahasa Inggris disebut bankrupt berasal dari Undang-

undang di Italia yang disebut dengan banca rupta. Di abad pertengahan di eropa

ada praktek kebangkrutan dimana dilakukan penghancuran bangku-bangku dari

para bankir atau pedagang yang melarikan diri secara diam-diam dengan

membawa harta para kreditornya. Sedangkan di Venetia (Italia) pada waktu itu,

dimana para pemberi pinjaman (bankir) saat itu yang banco (bangku) mereka

yang tidak mampu lagi membayar hutang atau gagal dalam usahanya, bangku

tersebut benar-benar telah patah atau hancur.35

Hukum kepailitan timbul karena adanya pinjaman yang diberikan dari

pihak kreditor kepada pihak debitor. Pinjaman dari kreditor kepada debitor

disebut kredit (credit) yang berasal dari kata credere yang berarti kepercayaan

atau trust. Dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya

faktor pertimbangan utama dari pemberian kredit oleh kreditor kepada debitor

34 E. Suherman, Faillissement (Kepailitan), (Bandung: Binacipta, 1988), hal. 5.

35

Douglas G. Baird, Cases Problems, and Materials on Bankruptcy, Boston, (USA :

Little, Brown and Company, 1985), hal. 21.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 28: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

16

Universitas Indonesia

adalah kepercayaan kreditor bahwa debitor akan mengembalikan pinjamannya

dengan tepat waktu.36

Bagi negara-negara dengan tradisi hukum common law yang berasal dari

Inggris Raya, tahun 1952 merupakan tonggak sejarah, karena pada tahun 1952,

hukum pailit dari tradisi hukum romawi diadopsi ke negeri Inggris dengan

diundangkannya oleh parlemen di masa kekaisaran Raja Henry VIII sebagai

Undang-undang yang disebut dengan Act Against Suuch Persons As Do Make

Bankrupt.37

Undang-undang ini menempatkan kebangkrutan sebagai hukuman

bagi debitor nakal yang mangkir untuk membayar utang sambil menyembunyikan

aset-asetnya. Undang-undang ini memberikan hak-hak bagi kelompok kreditor

yang tidak dimiliki oleh kreditor secara individual. Peraturan di masa-masa awal

dikenalnya hukum pailit di Inggris banyak yang mengatur tentang larangan

properti tidak dengan itikad baik (fraudulent conveyance statute) atau apa yang

sekarang populer dengan sebutan actio pauliana.38

Di Inggris, insolvensi atau kebangkrutan didefinisikan, baik dari segi arus

kas dan dalam hal neraca dalam UK Insolvency Act 1986, Pasal 123, sebagai :39

36

Silvany, Tjoetiar. “Analisis Yuridis Terhadap Putusan Pailit PT ADAM

SKYCONNECTION AIRLINES No: 26/PAILIT/2008/PN.Niaga.JKT.PST” (Skripsi Sarjana

Universitas Indonesia, Depok, 2009), hal. 12.

37

Munir Fuady, Op. cit., hal. 4.

38

Actio Pauliana adalah hak yang diberikan oleh undang-undang kepada seorang kreditor

mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk pembatalan segala perbuatan yang tidak

diwajibkan untuk dilakukan oleh debitor terhadap harta kekayaanya yang diketahui oleh debitor

perbuatan tersebut merugikan kreditor. Hak tersebut diatur dalam KUH Perdata Pasal 1341. Actio

pauliana yang diatur dalam Pasal 1341 KUH Perdata memperoleh ketentuan pelaksanaanya dalam

Pasal 41-50 UUK-PKPU 2004.

39

“UNITED KINGDOM – THE INSOLVENCY ACT 1986: COMPANY

INSOLVENCY – COMPANIES WINDING UP: PART IV – WINDING UP OF COMPANIES

REGISTERED UNDER THE COMPANIES ACTS”

123. Definisi ketidakmampuan untuk membayar utang

(1) Sebuah perusahaan dianggap tidak mampu membayar utang-utangnya,

a) jika terbukti dengan kepuasan dari pengadilan bahwa perusahaan tidak

mampu membayar utang-utangnya saat jatuh tempo. Hal ini dikenal

sebagai arus kas kebangkrutan.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 29: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

17

Universitas Indonesia

“123. Definition of Inability to Pay Debts.

(1) A company is deemed unable to pay its debts,

a) of a creditor (by assignment or otherwise) to whom the

company is indebted in a sum exceeding £750 then due has

served on the company, by leaving it at the company's

registered office, a written demand (in the prescribed

form) requiring the company to pay the sum so due and the

company has for 3 weeks there-after neglected to pay the

sum or to secure or compound for it to the reasonable

satisfaction of the creditor, or

(2) A company is also deemed unable to pay its debts if it is proved to

the satisfaction of the court that the value of the company's assets

is less than the amount of its liabilities, taking into account its

contingent and prospective liabilities.”

Di Amerika Serikat sebagai salah satu negara yang termasuk kedalam

kelompok negara dengan sistem hukum Anglo Saxon, hukum kepailitan diatur

dalam Bankruptcy Code yang disahkan oleh Kongres. Bankruptcy Code terdiri

dari beberapa Chapter. Chapter 11 tentang Reorganization adalah bab/chapter

yang paling terkenal.

Dalam kehidupan, baik orang perorangan (natural person) maupun suatu

badan hukum (legal entity) adakalanya tidak memiliki uang yang cukup untuk

membiayai keperluan atau kegiatannya. Untuk dapat mencukupi kekurangan uang

tersebut, orang atau perusahaan antara lain dapat melakukannya dengan

meminjam uang yang dibutuhkan itu dari pihak lain. Dalam kehidupan memang

tersedia sumber-sumber dana bagi seseorang atau suatu badan hukum yang ingin

memperoleh pinjaman dari pihak lain (orang lain atau badan hukum lain), pihak

yang memperoleh pinjaman itu disebut debitor sedangkan pihak yang

memberikan pinjaman itu disebut kreditor.40

(2) Sebuah perusahaan juga dianggap tidak mampu membayar utang-utangnya jika

terbukti dengan kepuasan pengadilan bahwa nilai aset perusahaan lebih kecil

dari jumlah kewajibannya, dengan mempertimbangkan calon yang kontingen

dan kewajiban. Ini adalah dikenal sebagai neraca kebangkrutan.

40 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan : Memahami Undang – Undang No. 37

Tahun 2004 tentang Kepailitan.,(Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, 2009) hal. 2

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 30: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

18

Universitas Indonesia

Untuk memantapkan keyakinan kreditor bahwa debitor akan secara nyata

mengembalikan pinjamannya setelah jangka waktu pinjaman berakhir, dalam

hukum terdapat beberapa asas. Asas tersebut menyangkut jaminan. Terdapat dua

asas yang penting. Asas pertama menentukan, apabila debitor ternyata pada

waktunya tidak melunasi utangnya kepada kreditor karena suatu alasan tertentu,

maka harta kekayaan debitor, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak,

baik yang telah ada maupun yang akan ada di kemudian hari, menjadi agunan atau

jaminan utangnya yang dapat dijual untuk menjadi sumber pelunasan utang itu.

Asas ini di dalam KUHPerdata dituangkan dalam Pasal 1131 yang bunyinya

sebagai berikut :

“Segala harta kekayaan debitor, baik yang bergerak maupun yang tak

bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian

hari, menjadi jaminan untuk segala perikatan debitor.”

Pasal 1131 KUHPerdata tersebut menentukan, harta kekayaan debitor

bukan hanya untuk menjamin kewajiban melunasi utang kepada kreditor yang

diperoleh dari perjanjian utang piutang di antara mereka, tetapi untuk menjamin

semua kewajiban yang timbul dari perikatan debitor. Sebagaimana menurut

ketentuan Pasal 1233 KUHPerdata, suatu perikatan (antara debitor dan kreditor)

timbul atau lahir karena adanya perjanjian di antara debitor dan kreditor maupun

timbul atau lahir karena ketentuan undang-undang.

Menurut Pasal 1234 KUHPerdata, wujud perikatan adalah “untuk

memberikan sesuatu”, “untuk berbuat sesuatu”, atau “untuk tidak berbuat

sesuatu”. Dalam istilah hukum, perikatan dalam wujudnya yang demikian itu

disebut pula dengan istilah “prestasi”. Pihak yang tidak melaksanakan prestasinya

disebut telah melakukan “wanprestasi”. Apabila perikatan itu timbul karena

perjanjian yang dibuat di antara debitor dan kreditor, maka pihak yang tidak

melaksanakan prestasinya disebut sebagai telah melakukan “cidera janji” atau

“ingkar janji”, atau dalam bahasa Inggris disebut “in default”.41

Pailit merupakan suatu keadaan di mana debitor tidak mampu untuk

melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para kreditornya.

41

Sutan Remy Sjahdeini, Op.cit., hal. 3-4.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 31: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

19

Universitas Indonesia

Keadaan tidak mampu membayar lazimnya disebabkan karena kesulitan kondisi

keuangan (financial distress) dari usaha debitor yang telah mengalami

kemunduran. Sedangkan kepailitan merupakan putusan pengadilan yang

mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan debitor pailit, baik yang telah

ada maupun yang akan ada di kemudian hari. Pengurusan dan pemberesan

kepailitan dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas dengan

tujuan utama menggunakan hasil penjualan harta kekayaan tersebut untuk

membayar seluruh hutang debitor pailit tersebut secara proporsional (prorate

parte) dan sesuai dengan struktur kreditor.42

2.1.2 Tujuan Kepailitan

Sebagaimana dikutip dari Levinthal dari buku The Early History of

Bankruptcy Law, tujuan utama dari hukum kepailitan digambarkan sebagai

berikut :

“All bankruptcy law, however, no matter when or where devised and

enacted, has at least two general objects in view. It aims, first, to secure

and equitable division of the insolvent debtor’s property among all his

creditors, and, in the second place, to prevent on the part of the insolvent

debtor conducts detrimental to the interest of his creditors. In other words,

bankruptcy law seeks to protect the creditors, first, from one another and,

secondly, from their debtor. A third object, the protection of the honest

debtor from his creditors, by means of the discharge, is sought to be

attained in some of the systems of bankruptcy, but this is by no means a

fundamental feature of the law.”

Dari hal yang dikemukakan di atas dapat diketahui tujuan-tujuan dari

hukum kepailitan (bankruptcy law), adalah:

1. Menjamin pembagian yang sama terhadap harta kekayaan debitor di

antara para kreditornya;

2. Mencegah agar debitor tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang

dapat merugikan kepentingan para kreditor;

42

M. Hadi Shubhan, Op. cit., hal. 27-28.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 32: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

20

Universitas Indonesia

3. Memberikan perlindingan kepada debitor yang beritikad baik dari para

kreditornya, dengan cara memperoleh pembebasan utang.43

Menurut Profesor Radin dalam tulisannya The Nature of Bankruptcy,

tujuan semua undang-undang kepailitan (bankruptcy laws) adalah untuk

memberikan suatu forum kolektif untuk memilah-milah hak-hak dari berbagai

penagih terhadap aset seorang debitor yang tidak cukup nilainya. Sementara itu

Profesor Warren dalam bukunya Bankruptcy Policy mengemukakan sebagai

berikut :44

“In Bankruptcy, with an inadequate pie to divide and the looming

discharge of unpaid debts, the disputes center on who is entitled to shares

of the debtor’s assets and how these shares are to be divided. Distribution

among creditors is no incidental to others concerns; it is the center of the

bankruptcy scheme.”

Dalam penjelasan umum UU No. 37 Tahun 2004 dikemukakan mengenai

beberapa faktor perlunya pengaturan mengenai kepailitan dan penundaan

kewajiban pembayaran utang, yaitu :

1. Untuk menghindari perebutan harta debitor apabila dalam waktu yang

sama ada beberapa kreditor yang menagih piutangnya dari debitor;

2. Untuk menghindari adanya kreditor pemegang hak jaminan kebendaan

yang menuntut haknya dengan cara menjual barang milik debitor tanpa

memperhatikan kepentingan debitor atau para kreditor lainnya;

3. Untuk menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan

oleh salah seorang kreditor atau debitor sendiri. Misalnya, debitor

berusaha untuk memberi keuntungan kepada seorang atau beberapa

orang kreditor tertentu sehingga kreditor lainnya dirugikan, atau

adanya perbuatan curang dari debitor untuk melarikan semua harta

kekayaannya dengan maksud untuk melepaskan tanggung jawabnya

terhadap para kreditor.

Ketiga hal itulah yang menurut pembuat UU No. 37 Tahun 2004 yang

merupakan tujuan dibentuknya undang-undang tersebut yang merupakan produk

43

Sutan Remy Sjahdeini, op.cit., hal. 28.

44 Ibid., hal. 38.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 33: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

21

Universitas Indonesia

hukum nasional yang sesuai dengan kebutuhan dan pembangunan hukum

masyarakat.45

UUK-PKPU 2004 dalam Pasal 2 membeda-bedakan siapa-siapa saja yang

dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap debitor yang berbeda-

beda. Tergantung kepada jenis usaha debitor, yang dapat tampil sebagai pemohon

pernyataan pailit adalah :46

a. Debitor itu sendiri

b. Salah seorang Kreditor atau para kreditornya

c. Jaksa atau atas dasar Keputusan Umum

d. Bank Indonesia dalam hal Debitornya merupakan badan hukum bank

e. BAPEPAM merupakan hal Debitor berupa perusahaan Efek

Akibat hukum dari kepailitan ini adalah bahwa Debitor menjadi tidak

mempunyai kewenangan untuk melakukan tindakan kepengurusan dan

kepemilikan yang membawa akibat dapat merugikan terhadap aset-asetnya, dan

tindakan debitor untuk melakukan tindakan kepengurusan dan kepemilikan

tersebut harus dilakukan oleh kuratornya yang ditunjuk atas dasar kepailitan.

Adapun yang dapat menjadi kurator dalam kepailitan adalah orang perseorangan

atau persekutuan yang telah terdaftar dalam departemen Kehakiman.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan tujuan-tujuan

dari hukum kepailitan, yaitu sebagai berikut :47

1. Melindungi para kreditor konkuren untuk memperoleh hak mereka

sehubungan dengan berlakunya asas jaminan, bahwa “semua harta

kekayaan debitor baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak,

baik yang telah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari,

menjadi jaminan bagi perikatan debitor”, yaitu dengan cara

memberikan fasilitas dan prosedur untuk mereka dapat memenuhi

tagihan-tagihannya terhadap debitor. Menurut hukum Indonesia,

45

Indonesia, Undang – Undang No. 37 tahun 2004., Penjelasan Umum.

46Aria Pratama Sriyanto, “Pemohon Pernyataan Pailit”

http://www.geocities.com/ariyanto_eks79/hukum_bisnis.htm, diunduh 12 Maret 2012.

47 Sutan Remy Sjahdeini, op.cit., hal. 29 - 31.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 34: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

22

Universitas Indonesia

asas jaminan tersebut dijamin oleh Pasal 1131 KUHPerdata.

Hukum kepailitan menghindarkan terjadinya saling rebut di antara

para kreditor terhadap harta debitor berkenaan dengan asas jaminan

tersebut. Tanpa adanya undang-undang kepailitan, maka akan

terjadi kreditor yang lebih kuat akan mendapatkan bagian yang

lebih banyak daripada kreditor yang lemah.

2. Menjamin agar pembagian harta kekayaan debitor di antara para

kreditor sesuai dengan asas pari passu (membagi secara

proporsional harta kekayaan debitor kepada para kreditor konkuren

atau unsecured creditors berdasarkan pertimbangan besarnya

tagihan masing-masing). Di Dalam hukum Indonesia asas pari

passu dijamin oleh Pasal 1132 KUHPerdata.

3. Mencegah agar debitor tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang

dapat merugikan kepentingan para kreditor. Dengan dinyatakan

seorang debitor pailit, maka debitor menjadi tidak lagi memiliki

kewenangan untuk mengurus dan memindahtangankan harta

kekayaannya. Putusan pailit memberikan status hukum dari harta

kekayaan debitor berada di bawah sita umum (disebut harta pailit).

4. Pada hukum kepailitan Amerika Serikat, kepada debitor yang

beritikad baik memberikan perlindungan dari para kreditornya

dengan cara memperoleh pembebasan utang. Menurut hukum

kepailitan Amerika Serikat, seorang debitor perorangan (individual

debtor) akan dibebaskan dari utang-utangnya setelah selesainya

tindakan pemberesan atau likuidasi terhadap harta kekayaannya.

Sekalipun nilai harta kekayaannya setelah dilikudasi atau dijual

oleh likuidator tidak cukup untuk melunasi seluruh utang-utangnya

kepada para kreditornya, tetapi debitor tersebut tidak lagi

diwajibkan untuk melunasi utang-utang tersebut. Kepada debitor

tersebut diberi kesempatan untuk memperoleh financial fresh start.

Debitor tersebut dapat memulai kembali melakukan bisnis tanpa

dibebani dengan utang-utang yang menggantung dari masa lampau

sebelum putusan pailit. Menurut US Bankruptcy Code, financial

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 35: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

23

Universitas Indonesia

fresh start hanya diberikan kepada debitor pailit perorangan dan

tidak diberikan kepada debitor badan hukum. Jalan keluar yang

dapat ditempuh oleh perusahaan yang pailit ialah membubarkan

perusahaan debitor yang pailit itu setelah likuidasi berakhir.

Menurut UU No. 37 Tahun 2004, financial fresh start tidak

diberikan kepada debitor, baik debitor perorangan maupun debitor

badan hukum setelah tindakan pemberesan oleh kurator selesai

dilakukan. Artinya, apabila setelah tindakan pemberesan atau

likuidasi terhadap harta kekayaan debitor selesai dilakukan oleh

kurator dan ternyata masih terdapat utang-utang yang belum lunas,

debitor tersebut masih tetap harus menyelesaikan utang-utangnya.

Penjelasan umum dari undang-undang tersebut menyatakan

“Kepailitan tidak membebaskan seorang yang dinyatakan pailit

dari kewajiban untuk membayar utang-utangnya”. Setelah tindakan

pemberesan atau likuidasi selesai dilakukan oleh kurator, debitor

kembali diberikan kewenangan untuk melakukan tindakan hukum

yang berkaitan dengan harta kekayaannya, artinya debitor boleh

kembali melakukan kegiatas usaham tetapi tetap berkewajiban

untuk menyelesaikan utang-utang yang belum lunas.

5. Menghukum pengurus yang karena kesalahannya telah

mengakibatkan perusahaan mengalami keadaan keuangan yang

buruk sehingga perusahaan mengalami keadaan insolvensi dan

kemudian dinyatakan pailit oleh pengadilan. Dalam undang-

undang kepailitan Indonesia yang berlaku pada saat ini, sanksi

perdata maupun pidana tidak diatur di dalamnya, tetapi diatur di

dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseoran Terbatas dan

KUHPidana. Di beberapa negara lain, sanksi-sanksi itu dimuat di

dalam undang-undang kepailitan negara yang bersangkutan. Di

Inggris sanksi-sanksi pidana berkaitan dengan kepailitan

ditentukan dalam Companies Act 1985 dan Insolvency Act 1986.

6. Memberikan kesempatan kepada debitor dan para kreditornya

untuk berunding dan membuat kesepakatan mengenai

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 36: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

24

Universitas Indonesia

restrukturisasi utang-utang debitor. Dalam Bankruptcy Code

Amerika Serikat hal ini diatur dalam Chapter 11 mengenai

Reorganization. Di dalam UU Kepailitan Indonesia kesempatan

bagi debitor untuk mencapai kesepakatan restrukturisasi utang-

utangnya dengan para kreditornya diatur dalam Bab III tentang

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

2.1.3 Prinsip – Prinsip Kepailitan

2.2.3.1 Prinsip paritas creditorium (kesetaraan kedudukan para kreditor)

Prinsip paritas creditorium (kesetaraan kedudukan para kreditor) menentukan

bahwa kreditor mempunyai hak yang sama terhadap semua harta benda debitor.

Apabila debitor tidak dapat membayar utangnya, maka harta kekayaan debitor

menjadi sasaran kreditor.48

Prinsip paritas creditorium mengandung makna

bahwa semua kekayaan debitor baik yang berupa barang bergerak ataupun barang

tidak bergerak maupun harta yang sekarang telah dipunyai debitor dan barang-

barang di kemudian hari akan dimiliki debitor terikat kepada penyelesaian

kewajiban debitor.49

Adapun filosofi dari prinsip paritas creditorium adalah bahwa merupakan

suatu ketidakadilan jika debitor memiliki harta benda, sementara utang debitor

terhadap para kreditornya tidak terbayarkan. Hukum memberikan jaminan umum

bahwa harta kekayaan debitor demi hukum menjadi jaminan terhadap utang-

utangnya, meski harta tersebut tidak terkait langsung dengan utang-utangnya.50

Menurut Kartini Muljadi, peraturan kepailitan di dalam UUK-PKPU adalah

penjabaran dari Pasal 1131 KUHPerdata dan Pasal 1132 KUHPerdata. Hal ini

dikarenakan:

a. Kepailitan hanya meliputi harta pailit dan bukan debitornya ;

48

Mahadi, Falsafah Hukum : Suatu Pengantar, (Alumni : Bandung, 2003), hlm. 135.

49 M. Hadi Shubhan, op.cit., hlm. 27-28.

50 Ibid, hal. 28.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 37: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

25

Universitas Indonesia

b. Debitor tetap pemilik kekayaannya dan merupakan pihak yang berhak atasnya,

tetapi tidak lagi berhak menguasainya atau menggunakannya atau

memindahkan haknya atau mengagunkannya ;

c. Sitaan konservatoir secara umum meliputi seluruh harta pailit.51

Namun demikian, prinsip ini tidak dapat diterapkan secara letterlijk karena

hal ini akan menimbulkan ketidakadilan berikutnya. Letak ketidakadilan tersebut

adalah para kreditor berkedudukan sama antara satu kreditor dengan kreditor

lainnya. Prinsip ini tidak membedakan perlakuan terhadap kondisi kreditor, baik

kreditor dengan piutang besar maupun kecil, pemegang jaminan, atau bukan

pemegang jaminan. Oleh karenanya, ketidakadilan prinsip paritas creditorium

harus digandengkan dengan prinsip pari passu pro rata parte dan prinsip

structured creditors.52

Berbeda halnya dengan Undang-Undang Kepailiatan yang menerapkan

prinsip paritas creditorium, maka di dalam Faillissementsverordening tidak

menganut prinsip paritas creditorium.53

Di dalam Pasal 1

Faillissementsverordening menyatakan bahwa setiap debitor yang tidak mampu

membayar kembali utang tersebut baik atas permintaan sendiri maupun atas

permintaan seorang kreditor atau lebih, dapat diadakan putusan oleh hakim yang

menyatakan bahwa debitor yang bersangkutan dalam keadaan pailit.54

Ketentuan tersebut, tersurat bahwa pernyataan pailit hanya memerlukan

dua syarat saja, yaitu debitor harus berada dalam keadaan telah berhenti

membayar, dan harus ada permohonan pailit baik oleh debitor sendiri maupun

seorang kreditor atau lebih. Ketentuan di dalam Faillissementsverordening yang

tidak menganut prinsip paritas creditorium merupakan kelalaian pembuat undang-

undang. Pentingnya prinsip paritas creditorium untuk dianut di dalam peraturan

kepailitan adalah sebagai pranata hukum untuk menghindari unlawful execution

51

Kartini Muljadi, Actio Pauliana dan Pokok-Pokok tentang Pengadilan Niaga, dalam

Rudhy A.Lontoh, et.al, Penyelesaian Utang Piutang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang, Alumni, Bandung, 2001, hlm. 300.

52 M. Hadi Shubhan, op.cit., hal. 29.

53 Ibid, hal. 73.

54 Ibid, hal. 73 – 74.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 38: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

26

Universitas Indonesia

akibat berebutnya para kreditor untuk memperoleh pembayaran piutangnya dari

debitor dimana hal itu akan merugikan baik debitor sendiri maupun kreditor yang

datang terakhir atau kreditor yang lemah.55

2.1.3.2 Prinsip Pari Passu Pro Rata Parte

Prinsip pari passu pro rata parte berarti bahwa harta kekayaan tersebut

merupakan jaminan bersama untuk para kreditor dan hasilnya harus dibagikan

secara proporsional diantara mereka, kecuali jika antara para kreditor itu ada yang

menurut undang-undang harus didahulukan dalam menerima pembayaran

tagihannya. Prinsip ini menekankan pada pembagian harta debitor untuk melunasi

utang-utangnya terhadap kreditor secara lebih berkeadilan dengan cara sesuai

dengan proporsinya (pond-pond gewijs) dan bukan dengan sama rata. Prinsip pari

passu pro rata parte ini bertujuan memberikan keadilan.56

Prinsip pari passu pro rata parte ini bertujuan memberikan keadilan kepada

kreditor dengan konsep keadilan proporsional dimana kreditor yang memiliki

piutang yang lebih besar maka akan mendapatkan porsi pembayaran piutangnya

dari debitor lebih besar dari kreditor yang memiliki piutang lebih kecil

daripadanya.57

Adapun pengaturan mengenai prinsip ini diatur pula di dalam Pasal

189 ayat (4) dan (5) dan penjelasan Pasal 176 huruf a UUK-PKPU.

2.1.3.3 Prinsip Structured Pro Rata

Prinsip structured pro rata atau yang disebut juga dengan istilah structured

creditors merupakan salah satu prinsip di dalam hukum kepailitan yang

memberikan jalan keluar/keadilan diantara kreditor. Prinsip ini adalah prinsip

yang mengklasifikasikan dan mengelompokkan berbagai macam debitor sesuai

dengan kelasnya masing-masing. Di dalam kepailitan, kreditor diklasifikasikan

menjadi tiga macam, yaitu kreditor separatis, kreditor preferen, dan kreditor

konkuren.58

Kreditor yang berkepentingan terhadap debitor tidak hanya kreditor

55

Ibid, hal. 74.

56 Ibid, hal. 30.

57 Ibid.

58 Sutan Remy Sjahdeini, op.cit., hal. 280.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 39: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

27

Universitas Indonesia

konkuren saja, melainkan juga kreditor pemegang hak jaminan kebendaan

(kreditor separatis) dan kreditor yang menurut ketentuan hukum harus

didahulukan (kreditor preferen).59

2.1.3.4 Prinsip Debt Collection

Prinsip debt collection (debt collection principle) adalah suatu konsep

pembalasan dari kreditor terhadap debitor pailit dengan menagih klaimnya

terhadap debitor atau harta debitor. Menurut Tri Hernowo, kepailitan dapat

digunakan sebagai mekanisme pemaksaaan dan pemerasan. Sedangkan menurut

Emmy Yuhassarie, hukum kepailitan dibutuhkan sebagai alat collective

proceeding, yang berarti tanpa adanya hukum kepailitan masing-masing kreditor

akan berlomba-lomba secara sendiri - sendiri mengklaim aset debitor untuk

kepentingan masing-masing. Oleh karenanya, hukum kepailitan mengatasi apa

yang disebut dengan collective action problem yang ditimbulkan dari kepentingan

individu masing - masing kreditor.60

Menurut Setiawan, peraturan kepailitan pada prinsipnya adalah debt

collection law dan bahwa kepailitan merupkan suatu aksi kolektif (collective

action) dalam debt collection. Douglas G. Bird menyatakan bahwa hukum

kepailitan bertujuan untuk digunakan sebagai alat collective proceeding. Debt

collection principle merupakan prinsip yang menekankan bahwa utang dari

debitor harus dibayar dengan harta yang dimiliki oleh debitor secara sesegera

mungkin untuk menghindari itikad buruk dari debitor dengan cara

menyembunyikan dan menyelewengkan terhadap segenap harta bendanya yang

sebenarnya adalah sebagai jaminan umum bagi kreditornya.61

Berkaitan dengan peraturan atau hukum kepailitan yang ada di Indonesia,

di dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 1 ayat (1) UUK-PKPU sangat memegang

teguh bahwa kepailitan adalah sebagai pranata debt collection. Persyaratan

dipailitkan hanya berupa dua syarat kumulatif, yakni debitor memiliki utang yang

telah jatuh tempo yang dapat ditagih yang belum dibayar lunas, serta memiliki

59

M. Hadi Shubhan, op.cit., hal. 33.

60 Sutan Remy Sjahdeini, op.cit., hal. 38.

61 M. Hadi Shubhan, op.cit., hal. 40 - 41.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 40: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

28

Universitas Indonesia

dua atau lebih kreditor. Di dalam undang-undang kepailitan tersebut tidak

mensyaratkan adanya jumlah minimum utang tertentu atau disyaratkannya

keadaan insolven dimana harta kekayaan debitor (aktiva) lebih kecil daripada

utang-utang yang dimiliki (pasiva). Prinsip debt collection di dalam undang-

undang kepailitan Indonesia lebih mengarah kepada kemudahan untuk melakukan

permohonan kepailitan.62

2.1.3.5 Prinsip Utang

Di dalam proses beracara dalam hukum kepailitan, konsep utang menjadi

sangat penting dan esensial (menentukan) karena tanpa adanya utang maka

tidaklah mungkin perkara kepaiiitan akan dapat diperiksa. Tanpa adanya utang,

maka esensi kepailitan tidak ada karena kepailitan adalah pranata hukum untuk

melakukan likuidasi aset debitor untuk membayar utang – utangnya terhadap para

kreditor.63

Dalam kepailitan Amerika Serikat, utang disebut dengan “claim”, sedangkan

dalam bankruptcy law secara umum, utang debitor disebut dengan istilah “debt”,

dan piutang atau tagihan kreditor disebut dengan istilah “claim”.64

Ned Waxman membedakan definisi claim dengan debt. Menurutnya, “claim is

a right to payment even if it is unliquidated, unmatured, disputed, or contingent”.

Di dalam claim ini meliputi pula “right to an equitable remedy for breach of

performance if such breach gives rise to right to payment”. Debt sendiri diartikan

sebagai “a debt is defined as liability on a claim”.65

Demikian pula dengan konsep utang dalam hukum kepailitan Belanda yang

juga diberlakukan di Indonesia dengan asal konkordansi dalam peraturan

kepailitan, bahwa utang adalah suatu bentuk kewajiban untuk memenuhi prestasi

dalam suatu perikatan. Fred B.G Tumbuan menyatakan bahwa dalam hal

seseorang karena perbuatannya atau tidak melakukan sesuatu mengakibatkan

bahwa ia mempunyai kewajiban membayar ganti rugi, memberikan sesuatu atau

62

Ibid, hal. 81 – 82.

63 Ibid, hal. 34.

64 Sutan Remy Sjahdeini, op.cit., hal. 89

65 M. Hadi Shubhan, op.cit., hal. 34 - 35.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 41: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

29

Universitas Indonesia

tidak memberikan sesuatu, maka pada saat itu juga ia mempunya utang,

mempunya kewajiban melakukan prestasi. Jadi, utang sama dengan prestasi.66

2.1.3.6 Prinsip Debt Pooling

Prinsip debt pooling merupakan prinsip yang mengatur bagaimana harta

kekayaan paiit harus dibagi diantara para kreditornya. Dalam melakukan

pendistribusian aset tersebut, kurator akan berpegang pada prinsip paritas

creditorium dan prinsip pari passu pro rata parte serta pembagian berdasarkan

jenis masing-masing kreditor (structured creditors principle).67

Black menjelaskan debt pooling sebagai :

“Arrangement by which debtor adjusts many debts by distributing his assets

among several creditor, who mat or may not agree to take less than is owed;

or and arrangement by which debtor agree to pay in regular installments a

sum of money to one creditor who agrees to discharge all his debt”.68

Emmy Yuhassarie menjabarkan prinsip debt adjustment sebagai suatu

aspek dalam hukum kepailitan yang dimaksudkan untuk mengubah hal distribusi

dari para kreditor sebagai suatu grup. Dalam perkembangannya prinsip ini

mencakup pengaturan dalam sistem kepailitan terutama berkaitan dengan

bagaimana harta kekayaan pailit harus dibagi diantara kreditornya. Prinsip debt

pooling ini juga merupakan artikulasi dari kekhususan sifat-sifat yang melekat di

dalam proses kepailitan, baik itu berkenaan dengan karakteristik kepailitan

sebagai penagihan yang tidak lazim (oineigenlijke incassoprocedures), pengadilan

yang khusus menangani kepailitan dengan kompetensi absolut yang berkaitan

dengan kepailitan dan masalah yang timbul dalam kepailitan, terdapatnya hakim

pengawas dan kurator, serta hukum acara yang spesifik.69

66

Fred B.G Tumbuan , “Mencermati Makna Debitor, Kreditor, dan Undang – Undang

Berkaitan Dengan Kepailitan”, Dalam : Emmy Yuhassarie, Undang – Undang Kepailitan dan

Perkembangannya, (Jakarta : Pusat Pengkajian Hukum, 2005) hal. 7.

67 M. Hadi Shubhan, op.cit., hal. 41.

68 Ibid, hal. 41-42

69 Ibid, hal. 42

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 42: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

30

Universitas Indonesia

2.1.4 Asas – Asas dalam Hukum Kepailitan

Satjipto Rahardjo memberikan pendapat bahwa asas hukum merupakan

ratio legis dari peraturan hukum atau sebagai alasan bagi lahirnya peraturan

hukum. Asas hukum merupakan jantung dari peraturan hukum dan merupakan

landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum.70

Asas-asas hukum atau prinsip hukum bukanlah peraturan hukum konkret,

melainkan merupakan pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar

belakang dari peraturan yang konkret yang terdapat dalam dan di belakang setiap

sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan

hakum yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari

sifat – sifat umum dalam peraturan konkret tersebut.71

Di dalam prakteknya, asas

hukum bisa dijadikan dasar bagi hakim dalam menemukan hukum terhadap kasus

– kasus yang sedang dihadapinya untuk diputuskan ketika hakim tidak dapat

merujuk kepada norma hukum positifnya. Di samping itu pula asas hukum dapat

dijadikan parameter untuk mengukur suatu norma sudah pada jalur yang benar

atau tidak.72

Undang – undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU

(UUK-PKPU) di dalam penjelasan umumnya mengemukakan telah mengadopsi

beberapa asas, yaitu :

2.1.4.1 Asas Keseimbangan

UUK-PKPU mengatur beberapa ketentuan yang merupakan perwujudan

dari asas keseimbangan, yaitu di satu pihak terdapat ketentuan mencegah

terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh debitor yang tidak

jujur, di lain pihak terdapat ketentuan yang dapat mencegah penyalahgunaan

pranata dan lembaga kepailitan oleh kreditor yang beritikad baik.73

70

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum (PT Citra Aditya Bakti : Bandung, 2000), hal. 45.

71 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia (Liberty : Yogyakartal 2006),

hal. 34.

72 M. Hadi Shubhan, Op. cit., hal. 27.

73 Indonesia, Op. cit., Pasal 2 ayat (1)

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 43: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

31

Universitas Indonesia

2.1.4.2 Asas Kelangsungan Usaha

Asas Kelangsungan Usaha dimaksudkan untuk memberikan kesempatan

kepada perusahaan debitor yang prospektif untuk tetap melanjutkan usahanya.

Implementasi terhadap asas ini dalam UUK-PKPU hanya sebatas pada

kelangsungan usaha debitor setelah jatuhnya putusan pailit atas debitor tersebut,

sedangkan untuk debitor yang belum dinyatakan pailit hal tersebut tidak berlaku,

mengingat syarat untuk dipailitkannya debitor tidak memperdulikan apakah

keadaan keuangan debitor masih solven atau tidak. UUK-PKPU memberikan hak

kepada kurator selama masa pengangguhan hak eksekusi kreditor (masa tunggu

90 hari semenjak putusan pernyataan pailit diucapkan) untuk menggunakan harta

pailit berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak dalam rangka

kelangsungan usaha debitor.74

UUK-PKPU juga memberikan hak kepada kurator dan kreditor untuk

mengusulkan agar perusahaan debitor pailit dilanjutkan jika di dalam rapat

pencocokan piutang tidak ditawarkan rencana perdamaian atau rencana

perdamaian yang ditawarkan tidak diterima.75

Hal lain yang berkaitan di dalam

UUK-PKPU adalah memberi kewajiban hakim pengawas untuk mengadakan

rapat apabila kurator atau kreditor mengajukan usul kepadanya untuk melanjutkan

perusahaan debitor pailit yang harus diadakan paling lambat 14 hari setelah

pengajuan usul.76

2.1.4.3 Asas Keadilan

Asas Keadilan dalam hukum kepailitan memberikan pengertian bahwa

ketentuan mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para pihak

yang berkepentingan. Asas keadilan dapat mencegah terjadinya kesewenang-

wenangan para kreditor dalam mengusahakan penagihan pembayaran atas besaran

tagihan masing-masing kepada debitor dengan tidak memperhatikan kreditor

lainnya.

74

Ibid, Pasal 56 ayat (3).

75 Ibid, Pasal 179 ayat (1).

76 Ibid, Pasal 27.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 44: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

32

Universitas Indonesia

Pada prakteknya penerapan terhadap asas ini di dalam UUK – PKPU

antara lain :

a. Pengaturan bahwa selama berlangsungnya kepailitan, segala tuntutan

untuk memperoleh pemenuhan perikatan dari harta pailit hanya dapat

diajukan dengan mendaftarkannya untuk dicocokan ;77

b. Segala tuntutan hukum di pengadilan yang bertujuan untuk

memperoleh pemenuhan kewajiban dari harta pailit, menjadi gugur

demi hukum setelah diucapkannya putusan pernyataan pailit terhadap

debitor ;78

c. Pengaturan bahwa hak eksekusi kreditor pemegang gadai, fidusia, hak

tanggungan, hipotik, atau hak agunan atas kebendaan lainnya

ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 hari sejak tanggal

putusan pernyataan pailit diucapkan; dan sebagainya.79

2.1.5 Syarat - Syarat Kepailitan

Menurut Pasal 2 ayat (1) UUK-PKPU, permohonan pernyataan pailit dapat

diajukan, jika persyaratan kepailitan tersebut di bawah ini telah terpenuhi :

a. Debitor tersebut memiliki dua atau lebih kreditor;

b. Harus ada utang; dan

c. Debitor tersebut tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh

waktu dan dapat ditagih.80

Walau dengan adanya persyaratan yang limitatif tersebut, suatu kreditor tetap

dapat dengan mudah mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap

debitornya, namun dalam prakteknya masih menimbulkan beberapa masalah yang

berawal dari perbedaan interpretasi terhadap substansi yang tidak secara tegas

mengatur hal-hal yang berkaitan dengan persyaratan permohonan pailit.81

77

Ibid, Pasal 181 ayat (1).

78 Ibid, Pasal 29.

79 Ibid, Pasal 56 ayat (1) jo. Pasal 55 ayat (1).

80 Ibid, Pasal 2 ayat (1).

81 Siti Anisah, Perlindungan Kepentingan Kreditor dan Debitor dalam Hukum Kepailitan

di Indonesia, (Yogyakarta: Total Media, 2008) hal. 42 – 43.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 45: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

33

Universitas Indonesia

Menurut Pasal 2 ayat (1) UUK-PKPU, salah satu syarat yang harus dipenuhi

adalah debitor harus mempunyai dua kreditor atau lebih. Dengan demikian,

undang-undang ini hanya memungkinkan seorang debitor dinyatakan pailit

apabila debitor memiliki paling sedikit dua debitor. Syarat mengenai keharusan

adanya dua atau lebih kreditor dikenal sebagai concursus creditorium. Syarat

bahwa debitor harus mempunyai dua kreditor atau lebih tidak dipersyaratkan atau

tidak ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (1) Faillissementsverordening.82

Pakar hukum kepailitan Sutan Remy Sjahdeini menyatakan bahwa eksistensi

UUK-PKPU diperlukan karena harus ada ketentuan hukum yang mengatur

mengenai cara membagi harta kekayaan debitor di antara para kreditornya dalam

hal debitor memiliki lebih dari satu seorang kreditor. Hal tersebut sebagai

konsekuensi berlakunya ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata. Rasio kepailitan ialah

jatuhnya sita umum atas semua harta benda debitor yang setelah dilakukan rapat

verifikasi utang-piutang tidak tercapai perdamaian atau accord, dilakukan proses

likuidasi atas seluruh harta benda debitor untuk kemudian hasil perolehannya

dibagi-bagikan kepada semua kreditornya sesuai dengan tata urutan tingkat

kreditor sebagaimana diatur oleh undang-undang.83

2.1.6 Putusan Pailit dan Daya Eksekusinya

Hakim Niaga memiliki kewenangan untuk memproses dan mengabulkan

permohonan pailit dalam bentuk putusan dan bukan dalam bentuk ketetapan.

Putusan pailit yang dijatuhkan Pengadilan bersifat dapat dilaksanakan terlebih

dahulu meski terhadap putusan tersebut diajukan upaya hukum kasasi atau upaya

hukum peninjauan kembali (PK).84

Apabila upaya hukum peninjauan kembali dikabulkan yang menyebabkan

batalnya putusan pailit tersebut, semua tindakan hukum yang dilakukan kurator

sebelum atau pada tanggal kurator menerima pemberitahuan pembatalan putusan

tersebut tetap berlaku dan mengikat debitor.85

82

Sutan Remy Sjahdeini, op.cit., hal. 53.

83 Ibid.

84 Kartini Muljadi, Op. cit., hal. 300.

85 Indonesia, Op. cit., Pasal 16 ayat (2).

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 46: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

34

Universitas Indonesia

2.1.7 Akibat Hukum Pernyataan Pailit

Kepailitan mengakibatkan Debitur yang dinyatakan pailit kehilangan

segala hak keperdataan untuk menguasai dan mengurus harta kekayaan yang telah

dimasukkan ke dalam harta pailit. “Pembekuan” hak perdata ini diberlakukan oleh

Pasal 24 ayat (1) UUK-PKPU terhitung sejak saat keputusan pernyataan pailit

diucapkan. Hal ini juga berlaku bagi suami atau istri dari Debitur pailit yang

kawin dalam persatuan harta kekayaan.86

Pada prinsipnya, sebagai konsekuensi dari ketentuan Pasal 24 ayat (1)

UUK-PKPU, seperti diuraikan di atas maka setiap dan seluruh perbuatan hukum,

termasuk perikatan antara Debitur yang dinyatakan pailit dengan pihak ketiga

yang dilakukan sesudah pernyataan pailit, tidak akan dan tidak dapat dibayar dari

harta pailit, kecuali bila perikatan-perikatan tersebut mendatangkan keuntungan

bagi harta kekayaan itu. Terhadap tindakan atau perbuatan hukum Debitur yang

berupa transfer dana melalui bank atau lembaga lain selain bank yang dilakukan

sebelum pernyataan pailit diucapkan tetapi pada hari pernyataan pailit diucapkan

tetap dianggap sah dan dapat dilanjutkan atau diteruskan transfer dana tersebut.

Dalam hal ini termasuk juga transaksi jual beli efek di bursa efek yang dilakukan

sebelum pernyataan pailit diucapkan tetapi pada hari pernyataan pailit diucapkan

tetap dianggap sah dan tetap dilanjutkan.87

Gugatan-gugatan yang diajukan dengan tujuan untuk memperoleh

pemenuhan perikatan dari harta pailit selama dalam kepailitan, yang diajukan

secara langsung kepada Debitur pailit, hanya dapat diajukan dalam bentuk laporan

untuk pencocokan. Apabila pencocokan tidak disetujui, maka pihak yang tidak

menyetujui pencocokan tersebut demi hukum mengambil alih kedudukan Debitur

pailit dalam gugatan yang sedang berlangsung tersebut. Walaupun gugatan

tersebut hanya memberikan akibat hukum dalam bentuk pencocokan, namun hal

tersebut sudah cukup untuk dijadikan sebagai salah satu bukti yang dapat

mencegah berlakukan daluwarsa atas hak dalam gugatan tersebut.88

86

Gunawan Widjaja, Op Cit., hal. 15 – 16.

87 Ibid, hal. 47.

88 Ibid.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 47: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

35

Universitas Indonesia

2.2.7.1 Akibat Terhadap Debitor Pailit

Pasal 24 ayat (1) UUK-PKPU menentukan, debitor pailit demi hukum

kehilangan hak untuk mengurus dan menguasai kekayaannya yang termasuk harta

pailit, sejak hari putusan pailit diucapkan.89

Sutan Remy Sjahdeini menyatakan

bahwa harus dicermati dengan diputuskannya menjadi debitor pailit, bukan

berarti debitor kehilangan hak keperdataannya untuk dapat melakukan semua

perbuatan hukum di bidang keperdataan. Debitor pailit hanya kehilangan hak

keperdataannya untuk mengurus dan menguasai kekayaannya. Sementara itu

debitor masih punya kewenangan atau kemampuan hukum untuk melakukan

perbuatan-perbuatan keperdataan lainnya, misalnya untuk melangsungkan

pernikahan dirinya atau menjadi kuasa pihak lain untuk melakukan perbuayan

hukum untuk dan atas nama pemberi kuasa. Dengan demikian, sejak putusan

pernyataan pailit diucapkan hanya harta kekayaan debitor pailit yang berada di

bawah pengampuan (di bawah penguasaan dan pengurusan pihak lain), sedangkan

debitor pailit itu sendiri tidak berada di bawah pengampuan yang terjadi terhadap

anak di bawah umur atau orang sakit jiwa yang dinyatakan berada di bawah

pengampuan.90

2.1.7.2 Akibat terhadap Perikatan Debitor

Pasal 25 UUK-PKPU menentukan bahwa semua perikatan debitor yang

timbul sesudah putusan pernyataan pailit diucapkan tidak lagi dapat dibayar

(dipenuhi) dari harta pailit, kecuali perikatan tersebut menguntungkan harta

pailit.91

Sebagai konsekuensi hukum dari Pasal 25 UUK-PKPU, apabila setelah

putusan pernyataan pailit debitor masih juga tetap melakukan perbuatan hukum

yang menyangkut harta kekayaannya yang telah dimasukkan ke dalam harta pailit,

maka perbuatan hukum itu tidak mengikat kecuali mendatangkan keuntungan

terhadap harta pailit tersebut.92

89

Indonesia, Op. cit., pasal 24 ayat (1)

90 Sutan Remy Sjahdeini, op.cit., hal. 190.

91 Indonesia, Op. cit., pasal 25.

92 Sutan Remy Sjahdeini, op.cit., hal. 194 - 195.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 48: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

36

Universitas Indonesia

2.1.7.3 Akibat terhadap Penetapan Pelaksanaan Pengadilan

Menurut Pasal 31 ayat (1) UUK-PKPU, putusan pernyataan pailit

berakibat bahwa segala penetapan yang berkenaan dengan pelaksanaan putusan

pengadilan terhadap setiap bagian dari kekayaan debitor yang telah dimulai

sebelum kepailitan, harus dihentikan seketika dan sejak itu tidak ada suatu

putusan yang dapat dilaksanakan termasuk atau juga dengan menyandera

debitor.93

2.1.8 Kepailitan Perseorangan

Debitor yang tidak mampu untuk membayar utangnya kepada para

kreditornya merupakan objek dari UUK-PKPU. Kepailitan perseorangan di

negara – negara yang menganut common law system dibedakan pengaturannya,

sedangkan di Indonesia berdasarkan UUK-PKPU tidak ada pembedaan aturan

bagi kepailitan debitor perorangan maupun badan hukum.94

2.1.8.1 Subjek Hukum Perorangan

Hukum perorangan (personenrecht) merupakan salah satu bidang dalam

hukum perdata materiil yang mengatur mengenai pribadi alamiah (manusia)

sebagai subjek hukum.95

Hukum perorangan diatur oleh buku I di dalam

sistematika KUHPerdata. Yang diatur di dalam hukum perorangan adalah segala

sesuatu yang berkaitan dengan kecakapan seseorang dalam hukum, hak dan

kewajiban subjektif seseorang, serta hal-hal yang mempunyai pengaruh terhadap

kedudukan seseorang sebagai subjek hukum, seperti jenis kelamin, status

menikah, umur, domiili, status di bawah pengampuan atau pendewasaan, serta

mengenai registrasi pencatatan sipil.96

93

Indonesia, Op. cit., pasal 31 ayat (1).

94 Septiana, Arini Dyah. “Analisis Yuridis Kepailitan Perseorangan Yang Terikat

Hubungan Kekerabatan (Studi Kasus Putusan Pailit Leo Kusuma Wijaya)” (Skripsi Sarjana

Universitas Indonesia, Depok, 2011), hal. 34.

95 Rachmadi Usman, Aspek – aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan di Indonesia,

(Jakarta : Sinar Grafika, 2006), hal. 35 – 36.

96 Septiana, Arini Dyah. Op cit., hal. 34.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 49: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

37

Universitas Indonesia

Subjek hukum adalah segala sesuatu yang dapat memperoleh hak dan kewajiban

dari hukum.97

Manusia sebagai penyandang hak dan kewajiban tidak selalu

mampu atau cakap dalam melaksanakan sendiri hak dan kewajibannya, ada

golongan orang yang dianggap tidak cakap melaksanakan hak dan kewajiban.98

Dalam perspektif hukum, tidak setiap subjek hukum orang yang

menyandang kewenangan hukum, dapat bertindak sendiri dalam melakukan

perbuatan hukum. Subjek hukum orang tersebut dapat berwenang bertindak

sendiri apabila dirinya oleh hukum dianggap telah cakap, mampu atau pantas

untuk bertindak dalam melakukan perbuatan hukum (handeling bekwaamheid).

Namun sebaliknya, subjek hukum orang yang cakap bertindak menurut hukum,

dapat saja dinyatakan tidak cakap melakukan perbuatan hukum

(rechtbevoegheid).99

Pasal 1329 KUHPerdata mengatur bahwa setiap orang dianggap cakap

melakukan perbuatan hukum, kecuali jika yang bersangkutan oleh undang-undang

dinyatakan tidak cakap melakukan perbuatan hukum.100

Subjek hukum yang

orang yang dianggap belum cakap adalah :

a. Orang-orang yang belum dewasa atau lebih cukup umur seperti yang

ditentukan di dalam Pasal 330 KUHPerdata atau tidak lebih dahulu

melangsungkan perkawinan.101

b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan, yaitu orang-orang yang dewasa

yang selalu berada di dalam keadaan kurang ingatan, sakit jiwa (orang gila),

mata gelap, dan pemboros.102

c. Semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang melakukan

perbuatan hukum tertentu, misalnya putusan pernyataan pailit mengubah status

hukum seseorang menjadi tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum,

97

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum : Suatu Pengantar, (Yogyakarta : Liberty,

1996), hal. 39.

98 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit, hal. 229 - 230.

99 Rachmadi Usman, Op. Cit, hal. 83.

100 Indonesia, KUHPerdata, pasal 1233.

101 Ibid, pasal 1330.

102 Ibid, pasal 1330 jo pasal 110.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 50: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

38

Universitas Indonesia

menguasai dan mengurus harta kekayaannya sejak putusan pernyataan pailit

diucapkan oleh pengadilan.103

Bagi mereka yang dianggap tidak cakap bertindak dalam melakukan perbuatan

hukum, maka dalam melakukan perbuatan hukum di dalam dan di luar Pengadilan

diwakili oleh orang lain yang ditunjuk oleh hakim pengadilan, yakni bisa

orangtuanya, walinya, atau pengampunya.104

Sementara untuk pengurusan dan

pemberesan harta pailit dilakukan oleh Kurator atau Balai Harta Peninggalan

dengan diawasi oleh Hakim Pengawas.105

2.1.8.2 Karakteristik Kepailitan Perseorangan di Indonesia

Terkadang di dalam kehidupan, baik orang perorangan (natural person)

maupun badan hukum (legal entity) adakalanya berada dalam kondisi tidak

memiliki uang yang cukup untuk membiayai keperluan atau kegiatannya. Untuk

mencukupi kekurangan uang tersebut orang atau perusahaan dapat melakukan

pinjaman kepada pihak lain. Pihak lain penyedia sumber dana tersebut

diantaranya adalah orang perorangan, perusahaan, maupun bank.106

Pinjaman-pinjaman yang diberikan oleh penyedia sumber dana tersebut dapat

berupa :107

a. Kredit dari bank, kredit dari perusahaan selain bank, atau pinjaman dari

orang perorangan (pribadi) berdasarkan perjanjian kredit, atau perjanjian

pinjam meminjam;

b. Surat-surat utang jangka pendek (sampai dengan 1 tahun), seperti misalnya

commercial paper yang pada umumnya berjangka waktu tidak lebih dari

270 hari;

c. Surat-surat utang jangka menengah (lebih dari 1 tahun sampai dengan 3

tahun); dan

103

Ibid, pasal 1330.

104 Rachmadi Usman, Op. Cit, hal. 84.

105 Indonesia, Op. Cit, pasal 69 jo pasal 65.

106 Septiana, Arini Dyah, Op. Cit, hal. 39.

107 Sutan Remy, Op. cit., hal. 6.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 51: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

39

Universitas Indonesia

d. Surat-surat utang jangka panjang (di atas 3 tahun), antara lain berupa

obligasi yang dijual melalui direct placement.

Faktor yang menjadi pertimbangan utama bagi kreditor adalah kemauan

baik dari debitor untuk mengembalikan utangnya tersebut. Tanpa adanya

kepercayaan (trust) dari kreditor kepada debitor, maka kreditor tidak akan

memberikan pinjaman atau kredit.108

2.1.9 Kepailitan Lintas Batas Negara (Cross Border Insolvency)

Seiring perkembangan jaman tentunya telah banyak terjadi transaksi yang

berlaku secara internasional. Hal inilah yang memungkinkan terjadinya perkara

kepailitan yang melintasi batas negara. ada dua prinsip atau asas yang penting

berkenaan dengan persoalan apakah putusan kepailitan luar negeri tentang

kepailitan juga diakui atau mempunyai akibat hukum di dalam wilayah Negara

sendiri.109

Dua prinsip tersebut adalah :

a. Prinsip Universalitas (Unite Universalite Exterritorialite de la faillite)

Menurut prinsip ini suatu putusan kepailitan yang diucapkan di suatu Negara

mempunyai akibat hukum dimanapun saja dimana orang yang dinyatakan pailit

mempunyai harta benda. Dengan prinsip ini seorang debitor yang dinyatakan

pailit akan memberikan konsekuensi hukum terhadap harta kekayaan dimanapun

harta tersebut terletak.

b. Prinsip Teritorialitas (Pluralite de faillites, territorialite de la faillite)

Menurut prinsip ini kepailitan hanya mengenai bagian-bagian harta benda yang

terletak di dalam wilayah Negara tempat putusan pailit diucapkan. Dengan prinsip

ini, seorang debitor dimungkinkan beberapa kali dinyatakan pailit.

Berbicara tentang putusan pailit yang diputus oleh pengadilan asing yang

akan dieksekusi di suatu negara, pada prinsipnya akan terkait dengan pertanyaan

apakah putusan pengadilan asing dapat dieksekusi di suatu negara . Secara umum

dapat dikatakan bahwa kebanyakan sistem hukum yang dianut oleh banyak negara

108

Septiana, Arini Dyah, Op. cit.

109 Jono, Hukum Kepailitan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal. 189.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 52: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

40

Universitas Indonesia

tidak memperkenankan pengadilannya untuk mengeksekusi putusan pengadilan

asing.

Kecenderungan ini tidak saja berlaku pada Negara-negara yang menganut

sistem Civil Law tetapi berlaku juga bagi Negara-negara yang menganut sistem

Common Law . Penolakan eksekusi terhadap putusan pengadilan asing terkait erat

dengan konsep kedaulatan Negara. Sebuah Negara yang memiliki kedaulatan

tidak akan mengakui institusi atau lembaga yang lebih tinggi. Kecuali Negara

tersebut secara sukarela menundukkan diri, Mengingat pengadilan merupakan alat

perlengkapan yang ada dalam suatu Negara maka wajar apabila pengadilan tidak

akan melakukan eksekusi terhadap putusan-putusan pengadilan asing.110

2.1.9.1 Pelaksanaan Putusan Pailit Pengadilan Asing Berdasarkan

Perjanjian Internasional

Sebenarnya perjanjian internasional yang mengatur tentang eksekusi

putusan pengadilan asing sudah sejak lama ada yang dikenal dengan nama

convention on Jurisdiction and Enforcement of Judgements in Civil and

Commercial Matters (selanjutnya disebut “Konvensi Pelaksanaan Putusan

Pengadilan”).111

Dengan menandatangani Konvensi Pelaksanaan Putusan

Pengadilan akan memungkinkan pengadilan negara yang menandatangani

konvensi untuk melaksanakan putusan pengadilan dari negara lain.112

Hanya saja

dalam pasal 1 Konvensi Pelaksanaan Putusan Pengadilan disebutkan secara tegas

110

Istiqomah, Makalah. Relevansi Hukum Kepailitan dalam Transaksi Bisnis

Internasional, 2007.

111 Konvensi diadopsi pada tanggal 1 februari 1971. Untuk teks lengkap dapat diakses

pada situs web www.hcch.net/e/conventions/text 16e.html.

112 Hingga saat ini hanya ada tiga negara yang menandatangani Konvensi Pelaksanaan

Putusan Pengadilan, yaitu : Ciprus,Belanda dan Portugal. Harus diakui Konvensi ini tidak disukai

oleh Negara-negara mengingat kedaulatan negara seolah-olah dikurangi. Ada konvensi yang mirip

dengan Konvensi Pelaksanaan Putusan Pengadilan, yaitu Konvensi tentang Pengakuan dan

Pelaksanaan Putusan Pengadilan, yaitu konvensi tentang pengakuan dan Pelaksanaan Putusan

Arbritase Asing (Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbrital Awards)

yang berlaku untuk putusan arbritase yang lebih popular dan diikuti banyak Negara.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 53: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

41

Universitas Indonesia

bahwa Konvensi tidak berlaku pada masalah kepailitan.113

Ketentuan pasal 1 ini

berarti bahwa apabila ada negara yang telah menandatangani Konvensi

Pelaksanaan Putusan Pengadilan, ia tidak mempunyai kewajiban untuk

melaksanakan putusan pailit pengadilan asing.

Melihat kelemahan yang terdapat pada Konvensi Pelaksanaan Putusan

Pengadilan banyak negara yang menginginkan agar dibentuk sebuah perjanjian

internasional yang secara khusus mengatur kepailitan yang bersifat lintas batas.

Hingga saat ini belum tersedia perjanjian internasional yang mengatur secara

khusus kepailitan yang bersifat lintas batas yang dapat diikuti oleh negara

manapun (bersifat universal).

Pada saat ini yang telah ada adalah perjanjian internasional bagi kepailitan

yang bersifat lintas batas yang dilakukan secara regional (regional arrangement).

Sebagai contoh di masyarakat Uni Eropa telah berlaku sebuah perjanjian

internasional yang mengatur hal ini. Perjanjian internasional ini dinamakan

Convention on Insolvency Proceedings (selanjutnya disebut “Konvensi

insolvensi).

Tujuan dari konvensi insolvensi adalah pembentukan satu wilayah

kepailitan (the creation of a single bankruptcy territory) yang berarti bahwa

“The bankruptcy courts of one state must have jurisdiction to commence a

principal cross border bankruptcy case”. Hal ini ditegaskan dalam pasal 16 ayat

(1) Konvensi Insolvensi yang menyebutkan bahwa :

“Any jugdement opening insolvency proceedings handed down by a court

of a member state which has jurisdiction pursuant to article 3 shall be

recognized in all the other Member State from the time that it becomes

effective in the State of the opening of proceedings.”

Dengan demikian di Uni Eropa telah dimungkinkan putusan pailit

pengadilan dari suatu negara anggota uni Eropa untuk dieksekusi di negara

anggota Uni Eropa lainnya.

113

Pasal 1 Konvensi Pelaksanaan Putusan Pengadilan menyebutkan bahwa : “ It (the

convention ) shall not apply to decisions the main object of which is to determine-(5) questions of

bankruptcy, compotitions or analogous proceedings, including decisions which may result there

from and which relate to the validity of the acts of the debtor”.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 54: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

42

Universitas Indonesia

2.1.9.2 Sikap Indonesia Terhadap Kepailitan Lintas Batas

Sebagaimana dinyatakan terdahulu, bahwa ada dua (2) prinsip hukum

yang berlaku sehubungan dengan persoalan apakah suatu keputusan pengadilan

asing (luar negeri) tentang kepailitan juga berlaku atau mempunyai akibat-akibat

hukum di wilayah Negara sendiri. Dua prinsip tersebut adalah prinsip

universalitas dan prinsip teritorialitas.

Menurut Martin Wolft, sistem teritorialitas dianut di Amerika Serikat,

sistem universalitas dianut di Jerman dan Swiss. Untuk Negara Inggris prinsip

yang dianut adalah prinsip universalitas, kecuali hal berlakunya putusan hakim

asing terhadap barang-batang tak bergerak yang terletak di Negara Inggris, maka

berlaku prinsip teritorialitas. Menurut sistem hukum perdata internasional

Belanda, keputusan kepailitan memakai prinsip teritorialitas. Pada pokoknya suatu

keputusan pailit yang diucapkan di luar negeri tidak mempunyai akibat hukum di

dalam negeri.114

Sikap negara Indonesia dalam persoalan kepailitan yang berdimensi

Internasional dapat dilihat dalam Undang-Undang Kepailitan Nomor 37 Tahun

2004. Sikap Indonesia tersebut harus ditinjau dari dari dua sisi, yaitu sisi putusan

pailit pengadilan asing terhadap harta debitor yang berada di Indonesia dan sisi

putusan pailit oleh Pengadilan Niaga Indonesia terhadap harta debitor yang berada

di luar negeri.

a. Putusan pailit Pengadilan Asing Terhadap Harta Debitor yang Berada di

Indonesia.

Pasal 299 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan,

menentukan bahwa :“ Kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini maka

hukum acara yang berlaku adalah hukum acara perdata”.

Sebagaimana diketahui bahwa hukum acara perdata yang berlaku di

Indonesia adalah Herziene Indonesisch Reglement/Rechtsreglement

Buitengewesten (HIR dan RBg). Rv sudah tidak berlaku lagi di Indonesia, tetapi

masih dijadikan sebagai pedoman, apabila hal ini diperlukan guna dapat

114

Sutedi, Adrian, Hukum Kepailitan, (Jakarta: Ghalia, 2009), hal. 159.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 55: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

43

Universitas Indonesia

merealisasi hukum materiil. Ini berarti hukum acara kepailitan yang berlaku bagi

kepailitan di Indonesia adalah HIR/RBg di samping Rv sebagai pedomannya.115

Berdasarkan ketentuan Pasal 436 Rv (Rechtverordering), putusan hakim asing

tidak dapat dijalankan di Indonesia. Bunyi ketentuan Pasal 436 Rv adalah sebagai

berikut :

1) Di luar keadaan-keadaan yang disebutkan dalam pasal 724 Kitab Undang-

Undang Hukum Dagang dan undang-undang lain, maka putusan-putusan

Hakim negeri asing tidak dapat dijalankan di dalam wilayah hukum Negara

Indonesia.

2) Perkara-perkara yang bersangkutan dapat diajukan, diperiksa dan dapat

diputuskan lagi di muka Pengadilan Indonesia.

3) Dalam keadaan-keadaan yang dikecualikan pada ayat (1), putusan-putusan

hakim negeri asing hanya dapat dijalankan sesudah dibuatkan suatu

permohonan dan terdapat izin dari hakim di Indonesia, dimana putusan itu

harus dijalankan.

4) Dalam hal memohon dan memberikan izin ini, perkaranya tidak akan

diperiksa kembali.116

Pendirian ini sesuai dengan asas kedaulatan territorial (principle of

territorial sovereignty), berarti keputusan Hakim Asing tidak dapat secara

langsung dilaksanakan dalam wilayah Negara lain atas kekuatannya sendiri.

Dengan tidak adanya perjanjian internasional antara Indonesia dan Negara lain,

tidak dapat diadakan pelaksanaan keputusan-keputusan asing di wilayah Republik

Indonesia.117

Dengan demikian, dalam hukum kepailitan Indonesia dapat ditafsirkan

bahwa Pengadilan Niaga tidak akan mengeksekusi putusan pailit pengadilan

asing. Penafsiran ini didasarkan pada ketentuan Pasal 299 Undang-Undang

Nomor 37 Tahun 2004 yang esensinya adalah memberlakukan hukum acara

perdata pada Pengadilan Niaga.

115

Jono, Op. Cit, hal. 190.

116 Prodjodikoro, Wirjono, Asas-Asas Hukum Perdata Internasional. (Jakarta: N.V. Van

Dorp & Co., 1954), hal. 74.

117 Sutedi, Adrian, Op. Cit, hal. 158.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 56: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

44

Universitas Indonesia

Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa dari segi pelaksanaan

terhadap putusan pailit pengadilan asing terhadap harta debitor yang berada di

Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 menganut asas territorial.

Dalam arti, seorang debitor yang dinyatakan pailit di luar negeri, pernyataan

tersebut tidak mencakup harta debitor yang berada di Indonesia.

b. Putusan Pailit Pengadilan Indonesia terhadap Harta Debitor yang Berada di

Luar Negeri.

Pasal 21 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan menentukan

bahwa : “Kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat putusan

pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama

kepailitan”.

Berdasarkan ketentuan Pasal 21 tersebut, secara formil putusan pengadilan

niaga atas permohonan pernyataan pailit meliputi seluruh harta debitor, baik harta

debitor yang berada di Indonesia maupun yang berada di luar negeri. Dengan

demikian terhadap harta debitor yang berada di luar negeri Indonesia menganut

asas atau prinsip universalitas.

Walaupun secara formil putusan pengadilan niaga meliputi seluruh harta

debitor baik yang ada di Indonesia maupun yang berada di luar negeri, namun

secara materiil pelaksanaannya akan mengalami kesulitan, artinya untuk

mengeksekusi harta debitor di luar negeri akan berhadapan dengan yurisdiksi

negara lain, sehingga perlu melihat apakah hukum Negara lain tersebut mengakui

putusan kepailitan tersebut. Pada umumnya, suatu negara hanya memperbolehkan

eksekusi putusan kepailitan dari negara lain, apabila ada perjanjian internasional

(traktat) antara kedua Negara tersebut, termasuk juga Indonesia.

Dengan demikian, secara materil putusan pengadilan niaga Indonesia tidak

mampu menjangkau harta debitor yang berada di luar negeri, karena asas

sovereignty yaitu tiap Negara mempunyai kedaulatan hukum yang tidak dapat

ditembus atau digugat oleh hukum dari negara lain.118

Dari uraian di atas, terlihat bahwa Indonesia menganut asas universalitas

terhadap putusan pengadilan niaganya, tetapi disisi lain memberlakukan asas

118

Jono, Op. Cit, hal. 192.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 57: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

45

Universitas Indonesia

teritorial terhadap putusan pailit pengadilan asing. Sikap demikian seolah-olah

terlihat bahwa Negara Indonesia hanya mau mengambil sisi-sisi yang

menguntungkan saja.

2.2 Pengakuan Putusan Pengadilan Asing di Pengadilan Indonesia

Suatu keputusan forum asing, untuk dapat dilaksanakan di dalam wilayah

suatu Negara, haruslah mendapat pengakuan dari Negara tempat putusan itu

dilaksanakan.119

Di Indonesia mengenai hal tersebut diatur dalam pasal 246

Reglement op de Bugerlijke Rechtsvordering (Rv). Indonesia berpendirian bahwa

pada dasarnya putusan pengadilan asing tidak dapat dilaksanakan di dalam

wilayah Negara Republik Indonesia, kecuali berkenaan dengan pembiayaan yang

telah dikeluarkan untuk penyelamatan kapal yang memuat barang (overij-grosse),

karena menurut pasal 724 KUHD, overije-grosse yang terjadi di luar Indonesia

dibuat di hadapan penguasa yang berwenang di Negara bersangkutan, kecuali

ditentukan lain oleh para pihak adalah di mana perjalanan berakhir (pasal 722

KUHD). Oleh karena itu, sudah sepantasnya keputusan demikian diakui di

Indonesia.120

Hal ini juga diadopsi oleh peraturan perundang-undangan

selanjutnya, yaitu UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa Pasal 67 bahwa putusan tersebut harus diserahkan dan

didaftarkan oleh arbiter dan kuasanya kepada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta

Pusat. Begitu juga dalam Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 1990 tentang

Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing.

Dalam pasal 436 Rv hanya yang menyangkut keputusan yang bersifat

condemnatoir, yaitu keputusan-keputusan yang bersifat menghukum untuk

melakukan sesuatu. Hal ini berarti jenis keputusan-keputusan yang bersifat

deklaratif dan konstitutif seperti perkara perceraian dan di luar negeri bisa dipakai

atau diakui di Indonesia sebagai bukti di Pengadilan. Pasal 436 Rv kemudian

menerangkan, pertama, bahwa keputusan-keputusan pengadilan luar negeri tidak

119

Ida Bagus Wyasa Putra, Aspek-Aspek Hukum Perdata Internasional dalam Transaksi

Bisnis Internasional, (Bandung: Refika Aditama, 2000), hal. 117.

120 Sudargo Gautama, Pengantar Hukum Perdata Internasional, (Bandung: Bina Cipta,

1987), hal. 291.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 58: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

46

Universitas Indonesia

dapat dieksekusi di Indonesia; kedua, perkara-perkara demikian itu dapat diajukan

lagi dan diputuskan oleh badan-badan peradilan Indonesia; ketiga, keputusan

hakim luar negeri dapat dilaksanakan hanya setelah memperoleh perintah fiat

eksekusi (executoir) dalam bentuk yang telah ditentukan dalam pasal 435 Rv,

yang telah diperoleh oleh pemenang dalam pengadilan negeri Indonesia, tempat

keputusan itu harus dilaksanakan; keempat, untuk mengadakan fiat eksekusi, tidak

perlu diadakan pengulangan pengadilan.121

Tidak semua putusan arbitrase asing dapat dilaksanakan atau dengan kata

lain putusan arbitrase asing tersebut dapat ditolak untuk dilaksanakan. Salah satu

alasan yang saat ini selalu menjadi dasar penolakan putusan arbitrase asing untuk

dapat dilaksanakan adalah mengenai pelanggaran terhadap asas ketertiban umum

di suatu negara tempat dilaksanakannya putusan tersebut. Hal ini diatur dalam

Pasal 5 ayat 2 Konvensi New York 1958 yang menyebutkan bahwa:

“Recognition and enforcement of an arbitral award may also be refused if

the competent authority in the country where recognition and enforcement

is soughts finds that:

a. The subject matter of the difference is not capable of settlement by

arbitration under the law of that country; or

b. The recognition or enforcement of the award would be contrary to

the public policy.”122

UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian

Sengketa menyatakan bahwa suatu putusan arbitrase asing untuk dapat

dilaksanakan di Indonesia harus memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam Pasal

66, dan pada huruf c juga mengatur bahwa putusan arbitrase yang dapat

dilaksanakan adalah keputusan arbitrase yang tidak bertentangan dengan

ketertiban umum. Begitu juga dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No.

1 Tahun 1990, Pasal 3 mengatur mengenai putusan arbitrase asing yang dapat

dilaksanakan dan dalam point 3 hanya terhadap putusan arbitrase asing yang tidak

bertentangan dengan ketertiban umumlah yang dapat dilaksanakan

121

Ibid., hal. 50-53. 122

UN Convention on The Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards

tahun 1958.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 59: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

47

Universitas Indonesia

Pembahasan mengenai asas ketertiban umum tidak dapat dipisahkan dari

pemberlakuan Konvensi New York tahun 1958 yang secara eksplisit menjelaskan

tentang ketertiban umum. Dalam pasal 5 ayat 2 huruf b dijelaskan bahwa:

“Article V

2. Recognition and enforcement of an arbitral award may also be refused

if the competent authority in the country where recognition and

enforcement is sought finds that :

(b) The recognition or enforcement of the award would be contrary to the

public policy of that country.”123

Selanjutnya pada tanggal 5 Agustus Tahun 1981, Indonesia resmi

mereservasi Konvensi New York Tahun 1958 (Convention on The Recognition

and Enforcement of Foreign Arbitral Awards) melalui Keputusan Presiden No. 34

Tahun 1981. Menurut Sudargo Gautama, berlakunya konvensi New York Tahun

1958 ini merupakan suatu upaya untuk mengatasi larangan yang dicantumkan

dalam pasal 436 Rv yang pada intinya mewajibkan setiap putusan asing baik dari

pengadilan maupun arbitrase yang ditetapkan di luar negeri, apabila hendak

dilaksanakan di Indonesia harus diperiksa ulang sebagai suatu perkara baru.124

Dalam pasal 436 Rv mencantumkan hal-hal sebagai berikut: “Kecuali yang

ditentukan dalam pasal 724 KUHD, keputusan di luar negeri tidak dapat

dilaksanakan di Indonesia.”

123

UN Convention on The Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards

tahun 1958.

“Pasal V

Pengakuan dan pelaksanaan dari suatu putusan arbitrase dapat ditolak apabila otoritas

yang berwenang di negara di mana pengakuan dan pelaksanaan diminta berkesimpulan

bahwa:

(b) Pengakuan dan pelaksanaan dari putusan arbitrase akan bertentangan dengan

ketertiban umum dari negara tersebut”.

124 Tinneke Louise Tugeh Longdong, Asas Ketertiban Umum dan Konvensi New York

1958, (Bandung: PT Karya Kita, 2004), hal. 33.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 60: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

48

Universitas Indonesia

Perkara-perkara demikian dapat diajukan lagi dan diputus di dalam badan-

badan peradilan di Indonesia.125

Larangan tersebut di atas untuk melaksanakan putusan asing di wilayah

Republik Indonesia muncul karena dianggap sebagai suatu pelanggaran terhadap

asas kedaulatan dari negara Republik Indonesia sebagai negara yang merdeka dan

berdaulat. Hal ini disebabkan berlakunya prinsip teritorialitas atau asas kedaulatan

teritorial (Principle of territorial sovereignity) yang mengsyaratkan bahwa

putusan yang ditetapkan di luar negeri tidak dapat langsung dilaksanakan dalam

wilayah lain atas kekuatannya sendiri. Oleh karenanya Konvensi New York

menurut Gautama dapat mengatasi hal tersebut.

Merespon Konvensi New York tersebut yang sudah di reservasi,

Mahkamah Agung mengeluarkan PERMA No. 1 Tahun 1990 sebagai aturan

pelaksana atau Rule of Procedure sesuai dengan amanat Pasal 3 Konvensi New

York 1958. Ketertiban umum dalam PERMA No. 1 Tahun 1990 dianggap

penting, sehingga syarat tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum yang

sudah dinyatakan dalam pasal 3 ayat 3 diulangi kembali dalam pasal 4 ayat 2

mengenai ketertiban umum yaitu “nyata-nyata bertentangan dengan sendi-sendi

asasi dan seluruh sistem hukum dan masyarakat di Indonesia. Hal ini berbeda

seperti yang dikemukakan Sudargo Gautama, yaitu:

“Tidak boleh bertentantangan dengan ketertiban umum, menghendaki

bahwa keputusan arbitrase asing apabila akan dilaksanakan di wilayah RI

akan menimbulkan suatu keguncangan yang hebat dalam sistem hukum di

Indonesia. Isi keputusan asing tersebut adalah manifestly incompatible,

seperti disebut dalam konvensi-konvensi hukum perdata internasional,

antara lain tidak kurang dari 38 konvensi-konveensi HPI Den Haag. Ini

berarti bahwa putusan arbitrase asing yang diminta pelaksanannya

secara mencolok benar-benar tidak dapat diterima oleh sistem hukum

Indonesia, karena bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila. Atau

asas-asas lain yang fundamental sistem hukum Indonesia. Namun,

pembatasan dengan ketertiban umum ini sebaliknya dipergunakan seirit

mungkin. Jadi, as shield (sebagai tameng) dalam hal hanya untuk menjaga

jangan sampai sistem hukum Indonesia akan mengalami suatu

125

Tinneke Louise Tugeh Longdong, Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase

Asing dan Permasalahannya: Suatu Tinjauan dan Permasalahannya, (Bandung: PT Karya Kita,

2004), hal. 33.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 61: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

49

Universitas Indonesia

keguncangan yang besar, secara ofensif dan bukan as sword) sebagai

pedang.”126

Asas ketertiban umum merupakan salah satu asas yang harus diperhatikan

dan sangat penting khususnya dalam ruang lingkup hukum perdata

internasional.127

Asas ini dikenal dalam setiap sistem hukum, baik common law

maupun civil law. Dalam sistem hukum common law asas ketertiban umum

dikenal dengan istilah public policy, sedangkan dalam sistem hukum civil law

dikenal dengan istilah ordre public, salah satunya di Perancis.

Sampai saat ini tidak ada suatu definisi yang jelas mengenai apa yang

dimaksud dengan asas ketertiban umum. Sudah banyak penulis yang mencoba

menguraikan tentang ketertiban umum, tetapi hal tersebut hanya menimbulkan

pertentangan-pertentangan pikiran. Meskipun tidak ada kesatuan pendapat tentang

ketertiban umum di antara pakar hukum, namun mereka semua berpendirian

bahwa ketertiban umum itu memegang peranan yang penting di dalam setiap

sistem hukum negara. Hal ini tidak terlepas dari masing-masing negara

mempunyai ketertiban umumnya sendiri-sendiri dan pengertian ketrtiban umum

itu selalu dinamis dan berubah menurut waktu. Alasan lain mengapa ketertiban

umum ini sususah untuk didefinisikan adalah karena tingkat fundamentality of

moral conviction or policy ditentukan secara berbeda untk setiap kasus di bergai

negara dan juga berbeda menurut kondisi dan situasi.128

Bahkan adakalanya asas

ketertiban umum tersebut dipengaruhi oleh kondisi sosial politik. Seperti

diketauhi bahwa dalam beberapa kasus, situasi yang akan mempengaruhi

pengadilan dalam menerapkan public policy adalah hubungan politik antara forum

dengan negara asing dan dalam praktiknya, tingkat doktrin tersebut diterapkan

oleh pengadilan tergantung pada hubungan politik antara negara-negara yang

terkait.129

126

Tinneke Tuegeh Longdong, Asas Ketertiban Umum dan Konvensi New York 1958, hal.

152.

127 Sudargo Gautama, Hukum Perdata Internasional Buku IV, (Bandung: Alumni, 1989),

hal. 3.

128 Tinneke Tuegeh Longdong, op.cit., hal. 81-85 dan 118.

129 Ibid., hal. 16.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 62: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

50

Universitas Indonesia

Yahya Harahap seorang mantan Hakim Agung dan pakar Arbitrase

memberikan batasan asas ketertiban umum sebagai berikut:

“Suatu yang dianggap bertentangan dengan ketertiban pada suatu

lingkungan (negara) apabila di dalamnya terkandung suatu hal atau

keadaan yang bertentangan dengan sendi-sendi dan nilai-nilai asasi

sistem hukum dan kepentingan nasional suatu bangsa”.130

Selanjutnya, menurut pasal 23 AB, ketertiban umum adalah melanggar

tata susila dan moral. Ketentuan pasal 23 AB ini tidak hanya terbatas pada

suasana nasional tetapi juga meliputi suasana internasional, karena ketentuan yang

termaktub dalam pasal 23 AB meliputi semua perjanjian dan perbuatan hukum

lainnya yang terjadi di dalam wilayah negara nasional.

Dr. Tin Zuraida, SH, M.Kn di dalam bukuinya Prinsip Eksekusi Putusan

Arbitrase Internasional di Indonesia, Teori dan Praktek mengutip pernyataan Prof.

Mr. Sudargo Gautama bahwa yang disebut Public Policy atau ketertiban umum

adalah sebagai berikut:

“Public policy atau openbare orde hanya merupakan “a reserve principle

which is only to be invoked exceptionally”.131

Selain itu, di Indonesia dikenal asas kebebasan berkontrak dalam membuat

suatu perjanjian. isi perjanjian dan dalam menerapkannya tidak boleh

bertentangan dengan syarat-syarat sahnya perjanjian terlepas dari adanya

kebebasan para pihak dalam menentukan sendiri bentuk dan isi dari perjanjian

yang mereka buat. Adapun syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 Kitab

130

Putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 01 K/Pdt.Sus/2010 perkara

antara Astro Nusantara International BV, Astro Nusantara Holding BV, Astro Multi Media

Corporation N.V, Astro Multimedia NV, Astro Overseas Limited, Astro All Asia Network PLC,

Measat Broadcast Network System SDN BHD dan All Asia Multimedia Network FZLLC

melawan PT. Ayunda Primatamitra, PT. First Media, Tbk dan PT. Direct Vision, Dokumen ini

diunduh dari situs http://putusan.mahkamahagung.go.id pada tanggal 07 Juni 2012. hal. 20

131 Ibid.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 63: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

51

Universitas Indonesia

undang-undang Hukum Perdata, yang berbunyi: Untuk sahnya persetujuan-

persetujuan diperlukan 4 (empat) syarat:132

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

b. Cakap untuk membuat suatu perikatan

c. Suatu hal tertentu

d. Suatu sebab yang halal

Pasal 1320 ayat 4 merupakan suatu pembatasan dalam perjanjian yang

dibuat. Suatu perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan Undang-undang

yang berlaku dan kesusilaan (Pasal 1337). Dari rangkaian teori di atas, pasal 1337

KUHPerdata telah memberikan pedoman dalam hal asas ketertiban umum yaitu

tidak boleh dilanggarnya peraturan perundang-undangan dan kesusilaan yang

berlaku,

Oleh karenanya asas ketertiban umum ini dikatakan sebagai “rem darurat”

ini diperlukan untuk menjauhkan berlakunya hukum asing yang seharusnya kita

pergunakan menurut ketentuan hukum perdata internasional kita sendiri. Karena

diberlakukannya hukum asing oleh hakim nasional tidak boleh dilanggarnya atau

terhapusnya sendi-sendi asasi dari hukum nasional kita sendiri. Ini disebut sebagai

fungsi negatif dari ketertiban umum. Fungsi positifnya adalah bahwa ketertiban

umum mengidentifisir dan menjamin berlakunya ketentuan hukum tertentu, tanpa

memperhatikan hukum yang seharusnya berlaku, karena telah dipilih oleh para

pihak.

Meskipun sistem hukum dari setiap negara mengenal konsepsi ketertiban

umum ini, namun sebaliknya dipergunakan hanya sebagai pengecualian. Karena

kalau setiap kali ketertiban umum ini dipergunakan sebagai alasan untuk

mengenyampingkan berlakunya hukum asing, maka Hukum Perdata Internasional

negara tersebut tidak akan berkembang dan menganggap bahwa hukum

nasionalnya yang paling baik.133

132

Indonesia, KUHPerdata, Op. cit, pasal 1320.

133 Tineke Louise Tuegeh Longdong, Op. Cit., hal. 16

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 64: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

52

Universitas Indonesia

BAB III

KASUS POSISI DAN ANALISIS YURIDIS KASUS KEPAILITAN

MANWANI SANTOSH TEKCHAND MELAWAN OCBC SECURITIES.

3.1 Kasus Posisi

Permohonan pailit terhadap Manwani Santosh Tekchand didaftarkan di

Kepaniteraan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada

tanggal 19 Maret 2010 di bawah register perkara Nomor :

26/Pailit/2010/PN.NIAGA.JKT.PST. Pihak yang mengajukan permohonan pailit

adalah OCBC Securities Private Limited (Badan hukum Singapura, selanjutnya

disebut sebagai “Pemohon Pailit” atau “Pemohon”). Sedangkan, pihak yang

dijadikan sebagai termohon pailit adalah Manwani Santosh Tekchand (Warga

Negara Indonesia, selanjutnya disebut sebagai “Termohon Pailit” atau

“Termohon”).134

Alasan Pemohon mengajukan permohonan pailit terhadap Termohon adalah

dikarenakan Termohon, menurut Pemohon, memiliki utang yang telah jatuh

tempo dan dapat ditagih kepada Pemohon berdasarkan Putusan High Court of

The Republic of Singapore (Pengadilan Tinggi Negara Republik Singapura) No. :

S870/2008/D, di samping Termohon mempunyai satu kreditur lain selain

Pemohon, yaitu CIMB-GK.Pte.Ltd yang juga berdasarkan Putusan yang

dikeluarkan oleh Pengadilan Tinggi Singapura melalui Putusan No. S966/2008/F

Pada tanggal 1 Juli 2009, The High Court of The Republic of Singapore

(Pengadilan Tinggi Negara Republik Singapura) telah mengeluarkan putusan

dalam perkara No. : S870/2008/D antara Pemohon sebagai Penggugat dan

Termohon sebagai Tergugat, yang isi amar putusannya berbunyi sebagai berikut

(dalam terjemahan Bahasa Indonesia oleh Penerjemah Tersumpah)135

:

134

Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No :

26/Pailit/2010/PN.NIAGA.JKT.PST, hal. 1.

135 Ibid., hal. 3.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 65: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

53

Universitas Indonesia

“Putusan Akhir Ingkar Hadir

Dengan tanpa dihadiri oleh Tergugat pada hari ini telah diputuskan

bahwa Tergugat harus membayar kepada penggugat yaitu :

a. Sejumlah 2.371.914 Dollar Singapura (Sing$) pertanggal 21 Oktober

2008 sebagaimana telah diajukan dalam paragraf 7 pernyataan klaim;

b. Sejumlah Sing $ 5.674.35 pertanggal 12 November 2008

(sebagaimana telah diajukan dalam paragraf (pernyataan klaim));

c. Bunga lanjutan sejumlah Sing $ 2.371.914.92 pertanggal 21 Oktober

2008 yang dimanfaatkan akhir bulan dengan tingkat suku bunga

kontraktual gabungan sebesar 1% per tahun diatas tingkat suku bunga

pinjaman yang berlaku di Overseas Chinese Banking Corporation

Limited (OCBC Limited) (dimana per tanggal 31 Oktober 2008

sebesar 5 % per tahun) dari tanggal 21 Oktober 2008 sampai tanggal

pembayaran penuh (sebagaimana telah diajukan dalam paragraf

pernyataan klaim);

d. Bunga lanjutan sejumlah Sing $ 5.634.35 pertanggal 12 November

2008, dimanfaatkan pada akhir bulan dengan tingkat suku bunga

kontraktual gabungan sebesar 2% pertahun diatas tingkat suku bunga

pinjaman utama yang berlaku di OCBC Limited dimana pertanggal 31

Oktober 2008 sebesar 5 % per tahun dan tanggal 24 September 2008

(tanpa bunga pada 7 hari pertama) sampai tanggal 17 Oktober 2008

(23 hari) dan susudahnya dengan tingkay suku bunga sebesar 4 % di

atas tingkat suku bunga pinjam utama yang berlaku di OCBC Limited

sampai tanggal pembayaran penuh (sebagaimana telah diajukan dan

diminta secara khusus dan paragraf 10 pernyataan klaim);

e. Biaya sejumlah Sing $ 7.300.80 atas dasar ganti kerugian penuh.”

Dengan dasar putusan tersebut di atas, Pemohon melalui kuasa hukumnya di

Indonesia, Edward N.H Abraham, Juris Doctor dan David Abraham, BCL dari

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 66: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

54

Universitas Indonesia

kantor Abraham Law Firm telah memberitahukan, pemperingatkan dan meminta

dengan tegas kepada Termohon agar melaksanakan isi putusan The High Court Of

The Republic of Singapore dalam Perkara No. S870/2008/D tanggal 1 Juli 2009

untuk melakukan pembayaran kepada Pemohon.

Pada tanggal 10 Agustus 2009, untuk yang kedua kalinya Pemohon melalui

kuasanya Edward N.H Abraham Juris Doctor dan David Abraham, BSL tersebut

telah memberitahukan, memperingatkan dan meminta dengan tegas agar

Termohon melaksanakan isi putusan The High Court Of The Republic Of

Singapore dalam perkara No. S870/2008/D, yaitu untuk melakukan pembayaran

kepada Pemohon. Termohon lagi-lagi tidak memberikan tanggapan atas somasi

ke-2 (dua) dari Pemohon tersebut, oleh karenanya Pemohon berpendapat bahwa

Termohon tidak mempunyai itikad baik

Penagihan telah dilakukan berkali-kali, namun sampai diajukannya

permohonan pailit oleh Pemohon, Termohon tetap tidak melakukan pembayaran

atau melunasi kewajibannya sehingga Termohon terbukti mempunyai utang yang

telah jatuh tempo dan belum dibayar kepada Pemohon sebesar 2.384.890.05

Dollar Singapura atau setara Rp. 15.423.083.953,30 dengan nilai tukar 1 Dollar

Singapura sebesar Rp.6.467,00 dengan perincian:

a. Utang Pokok dan Bunga sampai dengan 21 Oktober 2008 sebesar Sing

$ 2.371.914.90;

b. Bunga sampai dengan 12 Oktober 2008 sebesar Sing $ 5.674.35;

c. Biaya perkara sebesar Sing $ 7.300.80.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut diatas, Pemohon berdalil bahwa Termohon

telah terbukti secara sederhana tidak dapat diharapkan melaksanakan putusan

perkara No. S870/2008/D tanggal 1 Juli 2009 yang diputuskan oleh The High

Court of The Republic of Singapore.136

Selain kepada Pemohon, Termohon juga memiliki utang kepada pihak

Kreditur Lain, yaitu CIMB-GK SECURITIES Pte.Ltd (Kreditur Lain), suatu

badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Singapura dan berkedudukan di

50 Raffles Place #19-00 Singapore Land Tower Singapore 048623. Baik OCBC

136

Ibid., hal. 4.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 67: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

55

Universitas Indonesia

Securities Pte.Ltd maupun CIMB-GK Securities Pte.Ltd menunjuk kuasa hukum

dari kantor yang sama, yaitu firma hukum Rajah & Tann.137

Utang Termohon kepada pihak kreditur lain tersebut timbul berdasarkan isi

Putusan yang dikeluarkan pada tanggal 5 Maret 2008 oleh The High Court Of The

Republic Of Singapore dalam perkara S966/2008/F antara pihak kreditur lain.

Dalam hal ini CIMB-GK SECURITIES Pte.Ltd sebagai Penggugat dan Termohon

selaku Tergugat, yang amarnya dikutip sebagai berikut (dalam terjemahan Bahasa

Indonesia oleh Penerjemah Tersumpah):

“Dengan tanpa dihadiri oleh Tergugat, pada hari ini telah diputuskan

bahwa Tergugat harus membayar kepada Penggugat :

a. Sejumlah 1.284.728.22 Dollar Singapura;

b. Bunga kontrak atas pinjaman sejumlah 1.281.445.69 Dollar Singapura

dengan suku bunga 5,5 % pertahun (menjadi 0,5 % pertahun di atas

suku bunga pinjaman utama United Overseas Bank Ltd) akan dihitung

perhari dan dimanfaatkan pada akhir setiap bulan sebagai jumlah

pokok toyal pinjaman dari tanggal 18 Desember 2008 sampai dengan

tanggal pembayaran penuh, dan;

c. Membayar biasa sejumlah 7.286.33 Dollar Singapura atas dasar ganti

kerugian.”

Dengan demikian berdasarkan fakta-fakta di atas, Pemohon berdalil bahwa

Termohon sekurang-kurangnya mempunyai dua kreditur tanpa adanya keharusan

bahwa utang-utang kreditur lain tersebut telah jatuh tempo dan harus dibayar

berdasarkan Undang-undang Kepalitan.138

Dari uraian tersebut diatas dan bukti-bukti yang disampaikan, menurut

Pemohon, persyaratan bagi Termohon untuk dapat dinyatakan pailit sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang

137

Hasil wawancara dengan Bapak Ahmad Irfan Arifin, Senior Associate pada kantor

hukum Lubis, Santosa & Maramis (salah satu kuasa hukum pihak Pemohon Pailit dan Kreditor

Lain) yang dilakukan pada hari Jumat tanggal 22 Juni 2012

138 Ibid., hal. 5-6.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 68: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

56

Universitas Indonesia

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU) yang

menyatakan “Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak

membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih,

dnyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri

maupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya” telah terpenuhi.

Menurut Pemohon, permohonan pernyataan pailit terhadap Termohon ini telah

diajukan oleh Pemohon sesuai dengan ketentuan-ketentuan di dalam UUK-PKPU.

Sehingga dari uraian tersebut di atas dan bukti-bukti yang disampaikan, terdapat

fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan bagi debitur

untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) UUK-

PKPU telah terpenuhi, karenanya sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (3) UUK-

PKPU permohonan pernyataan pailit terhadap Termohon ini harus dikabulkan.

Pemohon meminta agar Tonggo Parulian Silalahi, SH. STP, Daftar

Kemenkumham : AHU.AH.04.03-62, beralamat di Gedung Manggala Wanabakti,

Blok V lantai 17 Jl. Jenderal Gatot Subroto Jakarta Pusat Indonesa 10270 untuk

menjabat baik sebagai Kurator sementara maupun Kurator dalam Kepailitan yang

tidak mempunyai benturan kepentingan jika diangkat sebagai Kurator sementara

maupun dalam kepailitan.

Berdasarkan pada dalil-dalil dan bukti tersebut diatas, Pemohon pailit

memohon kepada Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk

memeriksa permohonan ini dan berkenan memberika amar putusan sebagai

berikut139

:

1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya (termasuk

permohonan pengangkatan kurator sementara);

2. Menyatakan Termohon lalai untuk melaksanakan isi putusan Singapura

(The High Court Of The Republic Of Singapore) dalam perkara No.

S870/2008/D tanggal 1 Juli 2009;

3. Menyatakan Termohon pailit dengan segala akibat hukumnya;

4. Mengangkat Hakim Pengawas dari susunan Hakim di Pengadilan

Negeri/Niaga Jakarta Pusat;

5. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara.

139

Ibid., hal. 8.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 69: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

57

Universitas Indonesia

Terhadap dalil-dalil yang diajukan oleh Pemohon Pailit, Termohon Pailit

mengajukan tanggapannya pada tanggal 15 April 2010. Termohon Pailit

membantah seluruh dalil-dalil yang diajukan oleh Pemohon kecuali terhadap hal-

hal yang diakui secara tegas.

Pemohon berdalil bahwa terkait dengan keberadaan Surat Kuasa Khusus

Pemohon tertanggal 27 Juli 2009 yang diberikan kepada Abraham Law Firm

selaku Kuasa Pemohon, terbukti nyata telah mengandung cacat formil karena

usaha Pemohon a quo tidak dapat membuktikan di depan persidangan jika

Prinsipal Pemberi Kuasa yakni : Hui Yew Ping (Managing Director) dan Phuah

Jee Suan (Corporate Secretary) merupakan pihak yang berhak sesuai dengan

susunan pengurus yang tercantum didalam Article of Association dan/atau

memiliki kewenangan untuk mewakili OCBC Securities Pte.Ltd.

Selain itu Kuasa Pemohon a quo juga telah mendapatkan Surat Kuasa Khusus

tertanggal 16 November 2009 dari pihak terkait dalam permohonan a quo yaitu

CIMB-GK Securities Pte.Ltd, dan sejauh ini Penerima Kuasa tidak dapat

membuktikan di depan persidangan jika Prinsipal Pemberi Kuasa tersebut yakni :

Chan Yuen May (Chief Operating Officer) dan Carolina Chan Swee Liang (Chief

Executive Officer) adalah pihak yang berhak sesuai dengan susunan pengurus

yang tercantum di dalam Article of Association dan/atau memiliki kewenangan

untuk mewakili CIMB-GK Securities Pte Ltd.

Termohon menegaskan dalam bantahannya bahwa setiap dokumen yang

dibuat dan berasal dari luar wilayah Republik Indonesia (RI), maka sebelum

digunakan kekuatan pembuktiannya berdasarkan RI, dokumen-dokumen tersebut

harus dilegalisir terlebih dahulu di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI)

atau Konsulat Jenderal (Konjen) RI di Negara tempat dikeluarkannya dokumen-

dokumen dimaksud dan disarankan agar sebelum dilegalisir oleh Perwakilan RI,

dilegalisir dahulu oleh Kementerian Luar Negeri Negara setempat, karena

legalisasi yang dilakukan oleh Perwakilan RI hanya merupakan pengesahan tanda

tangan pejabat Kementerian Luar Negeri setempat. Setelah itu dokumen-dokumen

dimaksud harus terlebih dahulu dilunasi bea materai terutangnya. Disamping itu,

dokumen-dokumen asing yang berbahasa asing harus diterjemahkan ke dalam

bahasa Indonesia melalui Penterjemah Tersumpah (Sworn Translator) di

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 70: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

58

Universitas Indonesia

Indonesia sebagai salah satu syarat sahnya dokumen tersebut dipergunakan untuk

pembuktian.140

Termohon berdalil bahwa dasar alasan dari permohonan pernyataan pailit

Pemohon adalah putusan dari The High Court Of The Republic Of Singapore

dalam perkara No. S870/2008/D tanggal 1 Juli sebagaimana termuat dalam dalil

permohonan pailit Pemohon, yang meminta Pengadilan Niaga pada Pengadilan

Negeri Jakarta Pusat untuk menyatakan Termohon lalai dalam melaksanakan isi

putusan tersebut. Maka sesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku dan

demi kedaulatan hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemberlakuan

putusan tersebut harus ditolak dan tidak dapat dilaksanakan eksekusinya di

Indonesia. Hal tersebut mengacu pada ketentuan Pasal 299 UUK-PKPU yang

menyebutkan : “Kecuali ditentukan lain dalam Undang – Undang ini maka

hukum acara yang berlaku adalah Hukum Acara Perdata”

Dari ketentuan Pasal 436 Reglement op de Burgerlijke Rechtvordering

(RV) yang menentukan :

1. Kecuali seperti yang dtentukan dalam Pasal 724 dari Kitab Undang –

Undang Hukum Pidana (KUHP) dan lain-lain ketentuan perundang –

undangan, keputusan – keputusan yang diberikan oleh badan – badan

peradilan luar negeri tidak dapat dieksekusi di Indonesia;

2. Perkara-perkara sedemikian dapat diajukan lagi dan diputuskan di

dalam badan-badan peradilan di Indonesia;

3. Berkenaan dengan pengecualian yang tercantum dalam ayat (1) di atas,

maka keputusan-keputusan dari Hakim luar negeri dapat dijalankan

hanya setelah memperoleh suatu perintah fiat eksekusi (executoir)

dalam bentuk seperti ditentukan dalam Pasal 435 RV yang telah

diperoleh oleh pihak pemegang dari Pengadilan Negerti di Indonesia

yang berwenang di tempat dimana keputusan asing ini harus

dilaksanakan;

4. Untuk memperoleh perintah fiat eksekusi tersebut, tidak perlu untuk

mengadili perkara yang bersangkutan sekali lagi.

140

Ibid., hal. 8-9.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 71: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

59

Universitas Indonesia

Sehingga menurut Termohon putusan badan peradilan asing tidak mempunyai

kekuatan mengikat serta perkara yang bersangkutan sekali lagi. Asas hukum

Internasional di Indonesia mengenai eksekusi terhadap isi putusan suatu badan

peradilan asing menyatakan bahwa putusan peradilan asing tidak dapat

dilaksanakan eksekusinya di luar wilayah negara tersebut. Berdasarkan Pasal 436

RV, apabila putusan peradilan asing dapat dilaksanakan di wilayah Indonesia,

maka akan melanggar atau dianggap bertentangan dengan asas kedaulatan Negara

Kesaturan Republik Indonesia (NKRI). Pengecualian tentang dapat

dilaksanakannya putusan badan peradilan asing seperti disebutkan di dalam ayat

(2) tersebut, hanya berkenaan dengan putusan-putusan yang berkenaan dengan

averij grosse (Biaya yang diperlukan dan kerugian yang diderita oleh kapan,

barang muatan, atau anak buah kapal harus dibebankan kepada dan

dipertanggungjawabkan oleh kapal, upah-upah pengangkutan dan barang muatan

seluruhnya). Pelaksanaan putusan yang dimaksud adalah putusan badan peradilan

asing yang bersifat menghukum untuk melaksanakan suatu pembayaran.

Termohon berpendapat bahwa terhadap suatu Permohonan Pernyataan pailit

berdasarkan keberadaan putusan suatu badan peradlan tersebut diatas, telah

membuktikan terjadi upaya pemaksaan hukum yang dilakukan oleh Pemohon,

padahal Termohon selaku Warga Negara Indonesia (WNI) telah digugat oleh

pemohon di The High Court of The Republic of Sngapore dalam Perkara No.

S870/2008/D dengan tanpa mendapatkan Relaas pemberitahuan yang patut dan

sah menurut hukum sehingga perkara tersebut diputus dengan Putusan akhir

ingkar hadir (Final Judgement in Default of Appearance) atau dalam Hukum

Acara Perdata disebut dengan putusan verstek. Relaas pemberitahuan sidang

tentang adanya gugatan tersebut tidak pernah disampaikan secara patut dan sah

menurut hukum. Termohon juga tidak pernah mendapatkan salinan resmi dari

putusan tersebut, sehingga putusan tersebut tidak bisa diajukan sebagai bukti yang

sah karena secara administrative procedural telah mengandung cacat hukum.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa Termohon menolak dengan tegas isi putusan

Perkara No. S870/2008/D dari The High Court of The Republic of Singapore

karena Termohon tidak pernah melakukan transaksi bisnis saham dengan

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 72: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

60

Universitas Indonesia

Pemohon, sehingga putusan tersebut sejatinya tidak benar. Namun jika Pemohon

ingin membuktkan untuk perkara tersebut tidak mudah dan cepat, maka

seharusnya sengketa tersebut diperiksa di Pengadilan Niaga pada Pengadilan

Negeri Jakarta Pusat bukan melalui pengajuan Permohonan Pernyataan pailit di

Pengadilan Niaga. Untuk itu Termohon menolak dengan tegas keberadaan

Putusan Perkara No. 870/2008/D dari The High Court of The Republic of

Singapore dan surat-surat pemberitahuan, peringatan, dan permintaan yang

dilayangkan oleh Kuasa Pemohon (Somasi) terhadap Termohon melalui alamat

kantor PT. ASIA TRADE POINT FUTURES, yatu agar melaksanakan isi putusan

dalam Perkara S870/2008/D tanggal 1 Juli 2009 untuk melakukan pembayaran

kepada pemohon karena jelas dan nyata tidak identik dengan Surat Pengakuan

Utang.

Paralel dengan penolakan Termohon terhadap keberadaan Putusan Perkara

S870/2008/D tanggal 1 Juli 2009 dari The High Court of The Republic of

Singapore yang semula diajukan oleh Pemohon, maka Termohon dengan dalil-

dalil keberatan yang sama juga menyatakan menolak dengan keras keberadaan

Putusan Perkara No. S966/2008/F dari The High Court of The Republic of

Singapore yang semula di ajukan oleh CIMB-GK Securites Pte.Ltd.141

Setelah mempertimbangkan alasan-alasan yang dikemukakan oleh Pemohon

Pailit dan tanggapan-tanggapan yang diajukan oleh Termohon Pailit, Majelis

Hakim Niaga akhirnya memutus untuk142

:

1. Menolak Permohonan Pernyataan Pailit Pemohon;

2. Menghukum Pemohon untuk membayar biaya perkara sebesar

Rp.411.000,-.

Yang menjadi pertimbangan hakim, antara lain adalah143

:

1. Ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUK-PKPU yang mengandung unsur-unsur

yang harus dibuktikan, yaitu Debitor yang memiliki dua atau lebih

kreditor, tidak membayar lunas sedikitnya satu utang, dan yang telah jatuh

141

Ibid., hal. 10-13.

142 Ibid., hal. 26.

143 Ibid., hal. 17-26.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 73: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

61

Universitas Indonesia

waktu dan dapat ditagih.144

Hal utama yang harus dipertimbangkan adalah

apakah benar secara hukum Pemohon Pailit adalah sebagai pihak kreditor

dan Termohon Pailit merupakan debitor. Yang menjadi pertimbangan lain

adalah Debitor yang memiliki dua atau lebih Kreditor, dan utang itu telah

jatuh waktu dan dapat ditagih. Pengertian Kreditor adalah orang yang

mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat

ditagih di muka peradilan.145

Sedangkan Debitor adalah orang yang

mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang

pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan.146

2. Pemohon OCBC Securities Pte.Ltd. mendalilkan Termohon mempunyai

dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang

yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih dan memohon agar Termohon

(Manwani Santosh Tekchand) dinyatakan pailit dengan segala akibat

hukumnya, dengan alasan bahwa pada 1 Juli 2009 The High Court of The

Republic Of Singapore telah mengeluarkan putusan terhadap perkara No.

S870/2008/D antara Pemohon sebagai Penggugat dan Termohon sebagai

Tergugat. Termohon terbukti memiliki utang yang jatuh tempo dan belum

dibayar kepada Pemohon sebesar 2.384.890.05 Dollar Singapura. Bahwa

berdasarkan fakta-fakta tersebut telah terbukti secara sederhana bahwa

Termohon tidak dapat diharapkan melaksanakan isi putusan perkara,

karenanya Pemohon mermohon agar Termohon dinyatakan palit dengan

segala akibat hukumnya. Pemohon dalam petitumnya telah menuntut

dengan menyatakan Termohon lalai melaksanakan isi putusan The High

Court of The Republic Of Singapore. Di dalam tanggapannya Termohon

telah membantah baik transaksi bisnis saham dengan pemohon,

keberadaan Surat Kuasa Hukum Pemohon dari OCBC Securities Pte. Ltd.

maupun dari CIMB-GK Securities Pte. Ltd. Termohon juga membantah

144

Indonesia, Op. cit., Pasal 2 ayat (1).

145 Ibid, Pasal 1 ayat (2).

146 Ibid, Pasal 1 ayat (3).

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 74: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

62

Universitas Indonesia

bahwa putusan Peradilan Asing tidak dapat dilaksanakan eksekusinya

diluar wilayah Negara tersebut.

3. Setelah Majelis Hakim mencermati permohonan dan petitum dari

Pemohon dan bantahan Kuasa Hukum termohon, maka dapat disimpulkan

bahwa salah satu permasalahan hukum dalam perkara ini adalah : “Apakah

putusan Peradilan Asing mempunyai kekuatan Eksekutorial untuk dapat

dilaksanakan secara langsung di Indonesia dan apakah karena adanya

Putusan asing yang tidak dilaksanakan dapat dijadikan alasan Termohon

dinyatakan pailit”.

4. Yang selanjutnya menjadi pertimbangan adalah apakah benar secara

hukum Pemohon adalah Pihak Kreditor yang berhak mengajukan Pailit

dan termohon adalah Debitor yang mempunyai hubungan hukum dengan

pemohon sehingga dapat dimintakan pailit. Majelis Hakim

mempertimbangkan bahwa Pemohon (OCBC Securities.Pte.Ltd)

mendasarkan diri sebagai kreditor berdasarkan putusan The High Court of

The Republic of Singapore tanggal 1 Juli 2009 dengan menyatakan antara

lain (dengan terjemahan dari Penerjemah Bersumpah) :

“...Dengan tanpa dihadiri oleh Tergugat pada hari ini telah diputuskan

bahwa tergugat benar – benar membayar penggugat... (..No appearance

having been entered by the Defendant herein. IT IS THIS DAY

ADJUDGED that the Defendant pays the Plaintiffs..)”

Sehingga pemohon dalam petitumnya telah menuntut dengan menyatakan

Termohon lalai melaksanakan isi putusan dalam perkara No. S870/2008/D.

Majelis Hakim menimbang, bahwa demikian pula Pemohon mengajukan Kreditor

Lain (CIMB GK.Pte.Ltd) yang berdasarkan pada putusan The High Court of The

Republic of Singapore tanggal 5 Maret 2009 dalam perkara No. S966/2008/F

yang menyatakan antara lain :

“...Dengan tanpa dihadiri oleh Tergugat pada hari ini telah diputuskan

bahwa tergugat harus membayar kepada penggugat... (..No appearance

having been entered by the Defendant herein. IT IS THIS DAY

ADJUDGED that the Defendant pays the Plaintiffs..)”

Majelis Hakim menimbang, bahwa dari terjemahan amar putusan The High

Court of The Republic of Singapore No. S870/2008/D secara tersurat maupun

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 75: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

63

Universitas Indonesia

tersirat bahwa Tergugat incasu Manwani Santosh Tekchand sudah membayar

sejumlah uang kepada penggugat dengan adanya kata-kata “benar-benar

membayar kepada penggugat” maka dalil-dalil Pemohon mendasarkan diri

sebagai Kreditor dari Termohon berdasarkan lampiran bukti berupa putusan No.

S870/2008/D adalah tidak beralasan menurut Hukum.

5. Bahwa dikarenakan dalil Pemohon didasarkan pada adanya dua putusan

The High Court of The Republic of Singapore di lain hal Termohon

menyangkal adanya hubungan hukum dengan Pemohon sehingga Majelis

Hakim masih memerlukan verifikasi terhadap hal-hal sebagai berikut :

a. Apakah ada surat panggilan untuk menghadiri persidangan bagi

Tergugat dalam hal ini Termohon?

b. Apakah putusan tersebut telah diberitahukan kepada

Tergugat/Termohon Pailit?

3.2 Analisis Yuridis

Manwani Santosh Tekchand adalah pihak yang berdasarkan putusan dari

The High Court of The Republic of Singapore diwajibkan untuk membayar

sejumlah uang kepada OCBC Securities.Pte.Ltd (berdasarkan putusan

No.870/2008/D) dan CIMB-GK Securities.Pte.Ltd (berdasarkan putusan No.

966/2008/F). Kewajiban membayar di dalam kedua putusan ini pada dasarnya

timbul dari utang yang berasal dari dua Perjanjian Derivatif :

a. Margin Agreement antara Manwani Santosh Tekchand dengan OCBC

Securities.Pte.Ltd; dan

b. Margin Agreement antara Manwani Santosh Tekchand dengan CIMB-

GK Securities.Pte.Ltd.147

Permohonan pailit terhadap Manwani Santosh Tekchand oleh OCBC

Securites.Pte.Ltd adalah permohonan pailit yang diajukan berdasarkan putusan

147

Hasil wawancara dengan Bapak Ahmad Irfan Arifin, Senior Associate pada kantor

hukum Lubis, Santosa & Maramis (salah satu kuasa hukum pihak Pemohon Pailit dan Kreditor

Lain) yang dilakukan pada hari Jumat tanggal 22 Juni 2012.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 76: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

64

Universitas Indonesia

The High Court of The Republic of Singapore tersebut diatas. Artinya putusan

pengadilan asing dijadikan dasar untuk menentukan apakah seseorang dapat

dikualifikasikan sebagai debitor dan karenanya dapat dipailitkan berdasarkan

ketentuan hukum yang berlaku.

Pengajuan permohonan pailit itu sendiri baru dapat dikabulkan apabila

telah terbukti memenuhi unsur-unsur yang ada dalam Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal

8 ayat (4) UUK-PKPU. Pasal 2 ayat (1) UUK-PKPU mengatur mengenai syarat-

syarat kepailitan, sedangkan Pasal 8 ayat (4) mengatur mengenai Pembuktian

Sederhana. Uraian dari unsur-unsur kedua pasal tersebut dalam kaitannya dengan

2 (dua) putusan pengadilan asing yang dijadikan dasar untuk mengajukan

permohonan pailit terhadap Manwani Santosh Tekchand adalah sebagai berikut :

1. Syarat Minimal 2 (dua) atau Lebih Kreditor

Syarat mengenai keharusan adanya dua atau lebih kreditor dikenal sebagai

concursus creditorium yang juga ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (1)

Faillissementsverordening.148

Salah satu unsur terpenting pada Pasal 2 ayat (1)

UUK-PKPU dalam hal seorang debitor hendak dipailitkan adalah harus

terpenuhinya unsur bahwa debitor punya dua atau lebih kreditor. Definisi kreditor

menurut UUK-PKPU adalah : “Orang yang mempunyai piutang karena

perjanjian atau Undang -Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.”149

Putusan The High Court of The Republic of Singapore Nomor S870/2008/D

menyatakan bahwa Tergugat/Termohon Pailit Manwani Santosh memiliki utang

yang harus dibayarkan kepada Penggugat/Pemohon Pailit OCBC

Securities.Pte.Ltd. Di dalam Permohonan Kepailitan OCBC Securities terhadap

Manwani Santosh Tekchand, Pemohon berdalil bahwa Termohon juga memiliki

utang lain kepada pihak kreditur lain, yaitu CIMB-GK SECURITIES Pte.Ltd

(Kreditur lain), suatu badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Singapura

dan berkedudukan di 50 Raffles Place #19-00 Singapore Land Tower Singapore

048623. Di dalam putusan The High Court of The Republic of Singapore tanggal 5

148

Sutan Remy Sjahdeini, op.cit., hal. 53.

149 Indonesia, op.cit., Pasal 1 ayat (2).

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 77: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

65

Universitas Indonesia

Maret 2009 Nomor S966/2008/F dinyatakan bahwa Tenggugat Manwani Santosh

Tekchand yang (Termohon Pailit) harus membayar kepada Pemohon (CIMB

Securities Pte.Ltd).

Dalam putusannya, Majelis Hakim memutuskan untuk menolak permohonan

pailit Pemohon OCBC Securities kepada Termohon Manwani Santosh. Majelis

Hakim menimbang, bahwa dari terjemahan amar putusan The High Court of The

Republic of Singapore No. S870/2008/D secara tersurat maupun tersirat bahwa

Tergugat incasu Manwani Santosh Tekchand sudah membayar sejumlah uang

kepada penggugat dengan adanya kata-kata “benar-benar membayar kepada

penggugat” maka dalil-dalil Pemohon mendasarkan diri sebagai Kreditor dari

Termohon berdasarkan lampiran bukti berupa putusan No. S870/2008/D adalah

tidak beralasan menurut Hukum. Dari pertimbangan tersebut dapat ditarik

kesimpulan bahwa Majelis Hakim menganggap utang Manwani Santosh

Tekchand terhadap OCBC Securities.Pte.Ltd berdasarkan Putusan The High Court

of The Republic of Singapore No. S870/2008/D itu tidak terbukti secara hukum.

Yang perlu dicermati adalah di dalam kedua putusan The High Court of The

Republic of Singapore tersebut baik No. S870/2008/D (Dengan Penggugat OCBC

Securities Pte.Ltd) maupun No. S966/2008/F (Penggugat CIMB-GK.Pte.Ltd)

terdapat kata-kata :

“..No appearance having been entered by the Defendant herein. IT IS THIS

DAY ADJUDGED that the Defendant pays the Plaintiffs..”

Walau kedua putusan tersebut pada dasarnya memerintahkan hal yang

sama, di dalam terjemahan resmi oleh Penerjemah Tersumpah atau Sworn

Translator terdapat perbedaan terjemahan, dimana terjemahan resmi Putusan No.

S870/2008/D (Dengan Penggugat OCBC Securities.Pte.Ltd dan Tergugat

Manwani Santosh Tekchand) menyebutkan :

“...Dengan tanpa dihadiri oleh Tergugat pada hari ini telah diputuskan

bahwa tergugat benar – benar membayar penggugat... (..No appearance

having been entered by the Defendant herein. IT IS THIS DAY

ADJUDGED that the Defendant pays the Plaintiffs..)”

Sedangkan terjemahan resmi putusan No.966/2008/F dengan Penggugat

CIMB Securities.Pte.Ltd dan Tergugat Manwani Santosh Tekchand menyebutkan:

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 78: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

66

Universitas Indonesia

“...Dengan tanpa dihadiri oleh Tergugat pada hari ini telah diputuskan

bahwa tergugat harus membayar kepada penggugat... (..No appearance

having been entered by the Defendant herein. IT IS THIS DAY

ADJUDGED that the Defendant pays the Plaintiffs..)”

Dapat dilihat bahwa terdapat kata – kata “No appearance having been

entered by the Defendant herein. It is this day adjudged that the Defendant pays

the Plaintiffs” pada putusan No.870/2008/D dan putusan No.966/2008/F persis

sama. Namun dalam terjemahan resmi yang dihadirkan di pengadilan terdapat

perbedaan yang memiliki akibat hukum tidak terpenuhinya salah satu syarat

kepailitan, yaitu terdapat dua atau lebih kreditor.

Pemohon mengajukan putusan No.870/2008/D yang menyatakan adanya

kewajiban dari Tergugat/Termohon Pailit untuk membayar sejumlah uang kepada

Penggugat/Pemohon Pailit sebagai dasar pembuktian adanya utang dan hubungan

hukum sebagai debitor dan kreditor diantara keduanya. Terjemahan resmi yang

diajukan mematahkan pembuktian tersebut sehingga tidak terbukti adanya utang

diantara keduanya.

Sebenarnya pembuktiannya akan menjadi lebih mudah apabila Pemohon

Pailit mengajukan perjanjian yang dapat membuktikan adanya hubungan debitor

dan kreditor diantara keduanya sebagai dasar permohonan pailit daripada

mengajukan putusan No.870/2008/D sebagai dasar gugatan. Hal itu juga berlaku

untuk kreditor lainnya, yaitu CIMB-GK Securities.Pte.Ltd.

Debitor dalam kepailitan adalah debitor yang harus memiliki minimal 2

(dua) atau lebih kreditor sesuai dengan apa yang dipersyaratkan oleh Pasal 2 ayat

(1) UUK-PKPU. Pemohon Pailit dalam pengajuan permohonan pailitnya

mengikutsertakan kreditor lain, yaitu CIMB-GK Securities.Pte.Ltd. Kedudukan

CIMB-GK Securities.Pte.Ltd sebagai kreditor dapat dilihat dari Putusan The High

Court of The Republic of Singapore No.966/2008/F dimana Termohon Pailit

diperintahkan untuk membayar sejumlah uang kepada Pemohon Pailit.

Oleh karena itu CIMB-GK Securities.Pte.Ltd menurut penulis telah

memenuhi kriteria sebagai kreditor walaupun hal tersebut masih dapat

diperdebatkan karena “adanya utang” didasarkan dari putusan peradilan asing

yang mewajibkan Termohon Pailit membayar sejumlah uang kepada Pemohon

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 79: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

67

Universitas Indonesia

Pailit. Pasal 436 Reglement op de Bugerlijke Rechtsvordering (Rv). Indonesia

berpendirian bahwa pada dasarnya putusan pengadilan asing tidak dapat

dilaksanakan di dalam wilayah Negara Republik Indonesia, kecuali berkenaan

dengan pembiayaan yang telah dikeluarkan untuk penyelamatan kapal yang

memuat barang (averij-grosse). Namun perkara-perkara yang bersangkutan dapat

diajukan, diperiksa dan dapat diputuskan lagi di muka Pengadilan Indonesia, dan

putusan asing merupakan sebuah akta yang dikeluarkan lembaga yang berwenang

(dalam hal ini The High Court of The Republic of Singapore) sehingga dapat

dijadikan salah satu alat bukti.

2. Tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang jatuh waktu dan

dapat ditagih.

Utang pada dasarnya merupakan kewajiban yang dimiliki oleh debitor untuk

melakukan pembayaran sejumlah yang kepada kreditor. Secara sempit definisi

utang adalah kewajiban yang timbul dari perjanjian utang piutang, sedangkan

definisi utang secara luas adalah kewajiban yang timbul dari perjanjian –

perjanjian lain. Pasal 1 ayat (6) UUK-PKPU memberikan definisi utang: 150

“Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam

jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik

secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen,

yang timbul karena perjanjian atau undang – undang dan yang wajib

dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor

untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor.”

Terdapat dua pendapat yang berbeda mengenai salah satu syarat kepailitan

yaitu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Ada yang berpendapat

bahwa unsur “jatuh waktu” dan “dapat ditagih” sebagai satu kesatuan. Sebaliknya

ada pendapat yang mengatakan bahwa keduanya memiliki pengertian yang

berbeda dan tidak dapat disatukan. Pasal 2 ayat (1) UUK-PKPU menyatukan

kedua unsur tersebut, dapat dilihat dari kata “dan” diantara kata “jatuh waktu” dan

“dapat ditagih”.151

Apabila berpendapat bahwa kedua unsur tersebut sebagai suatu

kesatuan, maka harus menggantungkan pada perjanjian yang mendasari hubungan

150

Indonesia, Op. cit., Pasal 1 ayat (6).

151 Sutan Remy Sjahdeini, op.cit., hal. 57.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 80: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

68

Universitas Indonesia

hukum di antara debitor dan kreditor. Hal ini dapat menimbulkan permasalahan

yaitu apabila tidak diatur secara jelas kapan suatu perjanjian jatuh waktu, maka

akan lebih sulit untuk diputuskan apakah kreditor telah dapat menagihnya atau

belum.

Sedangkan apabila berpendapat bahwa unsur “jatuh waktu” dan “dapat

ditagih” bukan merupakan suatu kesatuan maka diperbolehkan untuk melakukan

suatu penagihan meskipun utang tersebut belum jatuh waktu (jika diatur dalam

perjanjian). Pendapat ini tentu saja lebih menguntungkan kreditor apabila ternyata

dalam hubungan perikatannya dengan debitor tidak didasari perjanjian yang

mengatur mengenai jangka waktu.

Seperti yang sudah diterangkan sebelumnya, bahwa hubungan di antara

Pemohon Pailit dan Kreditor lain dengan Termohon Pailit adalah sebagai debitor

dan kreditor yang terikat oleh hubungan utang piutang. Permohonan Pailit

terhadap Manwani Santosh Tekchand adalah permohonan pailit yang diajukan

berdasarkan putusan pengadilan asing, yaitu putusan The High Court of The

Republic of Singapore No.870/2008/D (OCBC Securities melawan Manwani) dan

No.966/2008/F (CIMB Securities melawan Manwani).

Dalam kedua putusan tersebut, Manwani Santosh Tekchand sebagai tergugat

diwajibkan untuk membayar sejumlah uang kepada masing-masing penggugat,

yang keduanya didasarkan oleh utang yang muncul dari sebuah perjanjian

derivatif. SK Direktur BI No. 28/119/KEP/DIR, tanggal 29 Desember 1995

memberikan definisi mengenai derivatif :

“Suatu kontrak atau perjanjian pembayaran yang nilainya merupakan suatu

turunan dari nilai dari instrumen yang mendasari seperti suku bunga, nilai

tukar, komoditi, equity, dan indeks, baik yang diikuti degan pergerakan atau

tanpa pergerakan dana/instrumen”152

Terlepas dari persoalan apakah kewajiban yang dinyatakan dalam putusan

pengadilan asing itu hanya bisa diakui oleh pengadilan Indonesia sebagai utang

termohon atau tidak, yang jadi menjadi permasalahan adalah mengenai apakah

kewajiban tersebut jika diakui sebagai utang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih.

152

Bank Indonesia, SK Direktur BI No. 28/119/KEP/DIR, 29 Desember 1995.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 81: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

69

Universitas Indonesia

Dalam pertimbangan hukum dan fakta dalam Putusan Pengadilan Indonesia

(permohonan pailit terhadap Manwani Santosh Tekchand) terdapat fakta bahwa

OCBC Securities Pte.Ltd dan CIMB-GK Securities Pte.Ltd sudah melakukan

penagihan terhadap utang Manwani Santosh Tekchand. Majelis Hakim secara

eksplisit mempertimbangkan adanya fakta bahwa OCBC Securities Pte.Ltd dan

CIMB-GK Securities Pte.Ltd sudah melakukan penagihan utang, sehingga dalam

hal memang benar kewajiban dalam Putusan Asing tersebut diakui sebagai utang

maka secara implisit putusan Pengadilan Indonesia mengakui fakta bahwa utang

Manwani Santosh Tekchand sebagai debitur telah jatuh waktu dan dapat ditagih.

Walaupun dapat dikatakan bahwa debitor memiliki utang yang jatuh waktu

dan dapat ditagih, namun menurut penulis ada satu hal yang menjadi masalah.

Pasal 8 ayat (4) UUK-PKPU menyebutkan bahwa :

“Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau

keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan

pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah dipenuhi.”

Melihat ketentuan Pasal 8 ayat (4) UUK-PKPU ini dapat disimpulkan

bahwa sebuah perkara kepailitan menganut sistem pembuktian yang sederhana.

Apabila kita melihat bahwa pada kenyataannya perkara kepailitan Manwani

Santosh Tekchand ini Kreditor menjadikan sebuah putusan pengadilan asing

sebagai dasar dari permohonan pailit.

Walaupun putusan pengadilan asing yang dijadikan dasar dari permohonan

pailit tersebut didasari oleh utang Termohon Pailit Manwani Santosh Tekchand

yang berasal dari dua buah perjanjian derivatif (antara Termohon Pailit dan

Pemohon Pailit yang berujung pada keluarnya putusan The High Court of The

Republic of Singapore No.870/2008/D dan antara Termohon Pailit dan Kreditor

lain yang berujung pada keluarnya putusan The High Court of The Republic of

Singapore No. 966/2008/F) namun pembuktian adanya utang menjadi tidak

sederhana. Apabila Pemohon Pailit menginginkan persyaratan pembuktian

sederhana itu terpenuhi, seharusnya yang dijadikan dasar gugatan bukan putusan

pengadilan asingnya melainkan perjanjian derivatifnya.

Berhubungan dengan perkara kepailitan Manwani Santosh Tekchand ini,

yang menjadi pertanyaan mendasar adalah apakah Putusan Pengadilan Asing yang

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 82: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

70

Universitas Indonesia

telah memutus bahwa seorang debitor diwajibkan membayar utang kepada

kreditor dapat dijadikan dasar kepailitan terhadap debitor tersebut di Indonesia.

Artinya adalah apakah putusan pengadilan asing ini dapat diterima secara formil

dan materiil sebagai bukti yang sah dan konklusif tentang adanya utang dan

hubungan antara debitor dan kreditor.

Apabila dilihat dari aspek formil, menurut penulis Putusan Pengadilan

Asing merupakan sebuah alat bukti yang sah. Pasal 164 Herziene Inlandsch

Reglement (HIR) menyebutkan beberapa alat bukti :

a. Alat Bukti Surat;

b. Alat Bukti Saksi;

c. Alat Bukti Persangkaan;

d. Alat Bukti Pengakuan;

e. Alat Bukti Sumpah.

Alat bukti surat menurut Sudikno Mertokusumo adalah:153

”Segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang dimaksudkan

untuk mencurahkan isi hati atau menyampaikan buah pikiran seseorang

dan dipergunakan sebagai pembuktian”.

Surat sebagai alat bukti tertulis dibagi dua yaitu surat yang merupakan

akta dan surat-surat lainnya yang bukan merupakan akta. Sedangkan akta sendiri

dibagi lebih lanjut menjadi akta otentik dan akta bawah tangan.154

Pasal 165 HIR

memberikan definisi mengenai akta otentik :

“Surat yang diperbuat oleh atau di hadapan pegawai umum yang

berkuasa akan membuatnya, mewujudkan bukti yang cukup bagi kedua

belah pihak dan ahli warisnya serta sekalian orang yang mendapat hak

daripadanya, yaitu tentang segala hal, yang tersebut dalam surat itu

sebagai pemberitahuan saja, tetapi yang tersebut kemudian itu hanya

sekedar yang diberitahukan itu langsung berhubung dengan pokok dalam

akta itu.”

153

Sudikno Mertokusumo, Op. cit., hal. 49

154 Ibid.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 83: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

71

Universitas Indonesia

Pasal 1868 KUHPerdata menjelaskan lebih lanjut mengenai akta

otentik:155

“Suatu akta otentik ialah akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan

undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang

untuk itu ditempat akta dibuat.”

Wirjono Prodjodikoro juga memberikan definisi mengenai akta otentik

sebagai :“Surat yang dibuat dengan maksud untuk dijadikan bukti oleh atau di

muka seorang pejabat umum yang berkuasa untuk itu.” 156

Kekuatan pembuktian sempurna dan mengikat yang terdapat pada akta

otentik, merupakan perpaduan dari beberapa kekuatan yang terdapat padanya.

Apabila salah satu kekuatan itu cacat mengakibatkan akta otentik tidak

mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat. Oleh karena

itu untuk melekatkan nilai kekuatan yang seperti itu pada akta otentik, harus

terpenuhi kekuatan pembuktian :157

a. Kekuatan Bukti Luar

Suatu akta otentik yang diperlihatkan harus dianggap dan diperlakukan

sebagai akta otentik kecuali dapat dibuktikan sebaliknya. Selama tidak

dapat dibuktikan sebaliknya pada akta tersebut melekat kekuatan bukti

luar dan harus diterima kebenarannya sebagai akta otentik.

b. Kekuatan Pembuktian Formil

Kekuatan pembuktikan formil yang melekat pada akta otentik

dijelaskan Pasal 1871 KUHPerdata, bahwa segala keterangan yang

tertuang di dalamnya adalah benar diberikan dan disampaikan penanda

tangan kepada pejabat yang membuatnya. Oleh karena itu, segala

keterangan yang diberikan penanda tangan dalam akta otentik, dianggap

155

Engelbrecht, Himpunan Peraturan Perundang – undangan RI (Internusa, Jakarta,

1992), hal. 585.

156 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Perdata Di Indonesia (Sumur, Bandung, 1975),

hal. 108.

157 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata : Gugatan, Persidangan, Penyitaan,

Pembuktian, dan Putusan Pengadilan (Sinar Grafika, Jakarta, 2006) hal. 566 – 567.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 84: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

72

Universitas Indonesia

benar sebagai keterangan yang dituturkan dan dikehendaki yang

bersangkutan.

c. Kekuatan Pembuktian Materiil

Mengenai kekuatan pembuktian materiil akta otentik menyangkut

permasalahan benar atau tidaknya keterangan yang tercantum di dalamnya.

Oleh karena itu, kekuatan pembuktian materiil merupakan persoalan

pokok akta otentik.

Dari penjelasan yang ada di atas dapat diambil kesimpulan bahwa putusan

pengadilan asing sudah memenuhi syarat formil sebagai suatu akta otentik karena

memenuhi unsur “dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau

dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu ditempat akta dibuat.”.

Dengan demikian apabila hanya melihat sebatas syarat formilnya saja, maka

putusan pengadilan asing dapat dijadikan alat bukti yang sah dan konklusif di

pengadilan Indonesia.

Walaupun putusan pengadilan sudah memenuhi syarat formil sebagai

suatu akta otentik, namun tidak serta merta dapat diterapkan menjadi alat bukti di

dalam pengadilan. Ada syarat-syarat materiil yang juga harus dipenuhi. Dalam

Pasal 436 Rv, dijelaskan dengan tegas bahwa putusan pengadilan asing tidak

dapat diakui dan tidak dapat dieksekusi oleh putusan pengadilan Indonesia. Bunyi

ketentuan Pasal 436 Rv adalah sebagai berikut :158

“1. Di luar keadaan-keadaan yang disebutkan dalam pasal 724 Kitab

Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) dan Undang-undang lain,

maka putusan-putusan Hakim negeri asing tidak dapat dijalankan di

dalam wilayah hukum Negara Indonesia;

2. Perkara-perkara yang bersangkutan dapat diajukan, diperiksa, dan

dapat diputuskan lagi di muka pengadilan Indonesia;

3. Dalam keadaan-keadaan yang dikecualikan pada ayat (1), putusan-

putusan hakim negeri asing hanya dapat dijalankan sesudah dibuatkan

suatu permohonan dan terdapat izin dari hakim di Indonesia, dimana

putusan itu harus dijalankan;

4. Dalam hal memohon dan memberikan izin ini, perkaranya tidak akan

diperiksa kembali.”

158

Wirjono Prodjodikoro, Op. cit., hal. 74.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 85: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

73

Universitas Indonesia

Pendirian ini sesuai dengan asas kedaulatan teritorial (principle of

territorial sovereignty), berarti keputusan Hakim Asing tidak dapat secara

langsung dilaksanakan dalam wilayah Negara lain atas kekuatannya sendiri.

Dengan tidak adanya perjanjian internasional antara Indonesia dan Negara lain,

tidak dapat diadakan pelaksanaan keputusan-keputusan asing di wilayah Republik

Indonesia.159

Ada beberapa pengecualian terhadap ketentuan pasal 436 Rv, salah

satunya adalah Pasal 724 KUHD yang mengatur mengenai averij grosse (Biaya

yang diperlukan dan kerugian yang diderita oleh kapan, barang muatan, atau anak

buah kapal harus dibebankan kepada dan dipertanggungjawabkan oleh kapal,

upah-upah pengangkutan dan barang muatan seluruhnya). Menurut ayat terakhir

pasal ini, dimungkinkan mengadakan perhitungan dan pembagian averij grosse di

luar wilayah Indonesia. Apabila diadakan di luar Indonesia, dan kemudian

dijatuhkan putusan meskipun itu putusan Hakim Asing atau berdasarkan

wewenang kekuasaan asing, putusan itu mengikat untuk diakui dan dieksekusi

oleh pengadilan Indonesia.

Ada pengecualian lain terhadap ketentuan Pasal 436 Rv, yaitu dengan

suatu konvensi yang diratifikasi menjadi undang-undang di Indonesia (sebagai

contoh pengakuan atas putusan kepailitan diantara beberapa negara termasuk

Indonesia, yang berdampak dikesampingkannya ketentuan Pasal 436 Rv), atau

dengan asas resiprositas (timbal balik). Hanya dengan kedua cara ini larangan

Pasal 436 Rv bisa ditembus.

Dilihat dari syarat-syarat formilnya, putusan pengadilan asing memang

merupakan sebuah akta otentik. Namun apabila dilihat dari syarat-syarat

materiilnya putusan pengadilan asing tidak serta merta dapat diterapkan dan

dijadikan alat bukti yang sah dan konklusif di pengadilan Indonesia. Putusan

pengadilan asing memang merupakan sebuah akta otentik namun untuk dijadikan

sebagai alat bukti di pengadilan Indonesia sudah diatur secara khusus di dalam

Pasal 436 Rv sehingga berlaku asas “Lex specialis derogat lex generali” atau

hukum yang berlaku khusus mengenyampingkan hukum yang berlaku umum.

Pada kesimpulannya, putusan pengadilan asing secara materiil memang

159 Adrian Sutedi, Op. cit., hal. 158.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 86: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

74

Universitas Indonesia

merupakan akta otentik yang dapat diterima sebagai alat bukti yang sah di

pengadilan, namun secara materiil tidak mengikat sehingga hanya sebagai fakta

hukum yang dinilai secara bebas sesuai dengan pertimbangan hakim.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 87: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

75

Universitas Indonesia

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis yuridis pada bab-bab sebelumnya, penulis telah

memperoleh jawaban atas pokok permasalahan yang mendasari penulisan ini,

penulis menyimpulkan sebagai berikut:

1. Permohonan pailit dengan register perkara Nomor :

26/Pailit/2010/PN.NIAGA.JKT.PST merupakan permohonan pailit

berdasarkan putusan pengadilan asing, dengan OCBC Securities.Pte.Ltd

sebagai pihak pemohon, Manwani Santosh Tekchand sebagai pihak

termohon, dan CIMB-GK Securities Pte.Ltd sebagai kreditor lain.

Menurut Pemohon, Termohon memiliki utang yang telah jatuh waktu dan

dapat ditagih kepada Pemohon berdasarkan Putusan High Court of The

Republic of Singapore No.: S870/2008/D, di samping Termohon

mempunyai satu Kreditur Lain selain Pemohon, yaitu CIMB-GK

Securities Pte.Ltd yang juga berdasarkan Putusan yang dikeluarkan oleh

Pengadilan yag sama melalui Putusan No. S966/2008/F. Pemohon telah

berkali-kali menagih kepada Termohon agar segera melunasi

kewajibannya, namun Termohon tetap tidak melakukan pembayaran atau

melunasi kewajibannya sehingga Termohon terbukti mempunyai utang

yang telah jatuh waktu dan belum dibayar kepada Pemohon.

Termohon juga memiliki utang kepada pihak CIMB-GK SECURITIES

Pte.Ltd yang merupakan Kreditur Lain yang timbul berdasarkan isi Putusan

yang dikeluarkan pada tanggal 5 Maret 2008 oleh The High Court Of The

Republic Of Singapore dalam perkara S966/2008/F antara pihak Kreditur

Lain. Dalam hal ini CIMB-GK SECURITIES Pte.Ltd sebagai Penggugat

dan Termohon selaku Tergugat.

Setelah mempertimbangkan alasan-alasan yang dikemukakan oleh

Pemohon Pailit dan tanggapan-tanggapan yang diajukan oleh Termohon

Pailit, Majelis Hakim Niaga akhirnya memutus untuk :

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 88: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

76

Universitas Indonesia

1. Menolak Permohonan Pernyataan Pailit Pemohon;

2. Menghukum Pemohon untuk membayar biaya perkara sebesar

Rp.411.000,-.

Ada beberapa yang menjadi pertimbangan hakim dalam memutus perkara

ini. Salah satu yang menjadi pertimbangan adalah apakah benar secara

hukum Pemohon adalah Pihak Kreditor yang berhak mengajukan pailit

dan termohon adalah Debitor yang mempunyai hubungan hukum dengan

pemohon sehingga dapat dimintakan pailit. Majelis Hakim

mempertimbangkan bahwa Pemohon (OCBC Securities.Pte.Ltd)

mendasarkan diri sebagai kreditor berdasarkan putusan The High Court of

The Republic of Singapore tanggal 1 Juli 2009 dengan menyatakan antara

lain (dengan terjemahan dari Penerjemah Bersumpah) :

“...Dengan tanpa dihadiri oleh Tergugat pada hari ini telah

diputuskan bahwa tergugat benar – benar membayar penggugat...

(..No appearance having been entered by the Defendant herein. IT

IS THIS DAY ADJUDGED that the Defendant pays the

Plaintiffs..)”

Sehingga pemohon dalam petitumnya telah menuntut dengan menyatakan

Termohon lalai melaksanakan isi putusan dalam perkara No.

S870/2008/D. Majelis Hakim menimbang, bahwa demikian pula Pemohon

mengajukan Kreditor Lain (CIMB GK.Pte.Ltd) yang berdasarkan pada

putusan The High Court of The Republic of Singapore tanggal 5 Maret

2009 dalam perkara No. S966/2008/F yang menyatakan antara lain :

“...Dengan tanpa dihadiri oleh Tergugat pada hari ini telah

diputuskan bahwa tergugat harus membayar kepada penggugat...

(..No appearance having been entered by the Defendant herein. IT

IS THIS DAY ADJUDGED that the Defendant pays the

Plaintiffs..)”

Dari terjemahan amar putusan The High Court of The Republic of

Singapore No. S870/2008/D secara tersurat maupun tersirat bahwa

Tergugat incasu Manwani Santosh Tekchand sudah membayar sejumlah

uang kepada penggugat dengan adanya kata-kata “benar-benar membayar

kepada penggugat” maka dalil-dalil Pemohon mendasarkan diri sebagai

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 89: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

77

Universitas Indonesia

Kreditor dari Termohon berdasarkan lampiran bukti berupa putusan No.

S870/2008/D adalah tidak beralasan menurut Hukum. Termohon

menyangkal adanya hubungan hukum dengan Pemohon sehingga Majelis

Hakim masih memerlukan verifikasi atas ada atau tidaknya surat

panggilan untuk menghadiri persidangan bagi Tergugat/Termohon Pailit

dan apakah putusan tersebut telah diberitahukan kepada

Tergugat/Termohon Pailit.

Mengenai syarat kepailitan lainnya yaitu tidak membayar lunas sedikitnya

satu utang yang jatuh waktu dan dapat ditagih, dalam pertimbangan

hukum dan fakta dalam Putusan Pengadilan Indonesia (permohonan pailit

terhadap Manwani Santosh Tekchand) terdapat fakta bahwa OCBC

Securities Pte.Ltd dan CIMB-GK Securities Pte.Ltd sudah melakukan

penagihan terhadap utang Manwani Santosh Tekchand.

Majelis Hakim secara eksplisit mempertimbangkan adanya fakta bahwa

OCBC Securities Pte.Ltd dan CIMB-GK Securities Pte.Ltd sudah

melakukan penagihan utang, sehingga dalam hal memang benar kewajiban

dalam Putusan Asing tersebut diakui sebagai utang maka secara implisit

putusan Pengadilan Indonesia mengakui fakta bahwa utang Manwani

Santosh Tekchand sebagai debitur telah jatuh waktu dan dapat ditagih.

Putusan The High Court of The Republic of Singapore Nomor

S870/2008/D menyatakan bahwa Tergugat/Termohon Pailit Manwani

Santosh memiliki utang yang harus dibayarkan kepada

Penggugat/Pemohon Pailit OCBC Securities.Pte.Ltd. Di dalam

Permohonan Kepailitan OCBC Securities terhadap Manwani Santosh

Tekchand, Pemohon berdalil bahwa Termohon juga memiliki utang lain

kepada pihak Kreditur Lain, yaitu CIMB-GK SECURITIES Pte.Ltd

(Kreditur Lain). Di dalam putusan The High Court of The Republic of

Singapore tanggal 5 Maret 2009 Nomor S966/2008/F dinyatakan bahwa

Tenggugat Manwani Santosh Tekchand yang (Termohon Pailit) harus

membayar kepada Pemohon (CIMB Securities Pte.Ltd).

Dalam putusannya, Majelis Hakim menolak permohonan pailit Pemohon

OCBC Securities kepada Termohon Manwani Santosh. Majelis Hakim

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 90: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

78

Universitas Indonesia

menimbang, bahwa dari terjemahan amar putusan The High Court of The

Republic of Singapore No. S870/2008/D secara tersurat maupun tersirat

bahwa Tergugat incasu Manwani Santosh Tekchand sudah membayar

sejumlah uang kepada penggugat dengan adanya kata-kata “benar-benar

membayar kepada penggugat” maka dalil-dalil Pemohon mendasarkan diri

sebagai Kreditor dari Termohon berdasarkan lampiran bukti berupa

putusan No. S870/2008/D adalah tidak beralasan menurut Hukum. Dari

pertimbangan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Majelis Hakim

menganggap utang Manwani Santosh Tekchand terhadap OCBC

Securities.Pte.Ltd berdasarkan Putusan Singapura tersebut tidak terbukti

secara hukum.

Putusan The High Court of The Republic of Singapore No. S870/2008/D

dan No. S966/2008/F pada dasarnya memerintahkan hal yang sama, di

dalam terjemahan resmi oleh Penerjemah Tersumpah terdapat perbedaan

terjemahan, dimana terjemahan resmi Putusan No. S870/2008/D (Dengan

Penggugat OCBC Securities.Pte.Ltd dan Tergugat Manwani Santosh

Tekchand) menyebutkan :

“...Dengan tanpa dihadiri oleh Tergugat pada hari ini telah

diputuskan bahwa tergugat benar – benar membayar

penggugat...”

Sedangkan terjemahan resmi putusan No.966/2008/F dengan Penggugat

CIMB Securities.Pte.Ltd dan Tergugat Manwani Santosh Tekchand

menyebutkan:

“...Dengan tanpa dihadiri oleh Tergugat pada hari ini telah

diputuskan bahwa tergugat harus membayar kepada penggugat...

Padahal keduanya merupakan terjemahan dari kata-kata “No appearance

having been entered by the Defendant herein. It is this day adjudged that

the Defendant pays the Plaintiffs”. Hal ini menyebabkan tidak

terpenuhinya salah satu syarat kepailitan, yaitu memiliki dua atau lebih

kreditor seperti yang disebutkan dalam salah satu pertimbangan Majelis

Hakim.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 91: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

79

Universitas Indonesia

Pasal 8 ayat (4) UUK-PKPU menyebutkan bahwa sebuah perkara

kepailitan menganut sistem pembuktian yang sederhana. Putusan

pengadilan asing yang dijadikan dasar dari permohonan pailit tersebut

didasari oleh utang Termohon Pailit Manwani Santosh Tekchand yang

masing-masing berasal dari perjanjian derivatif, namun pembuktian

adanya utang menjadi tidak sederhana.

2. Yang menjadi pokok permasalahan kedua adalah apakah Putusan

Pengadilan Asing yang telah memutus bahwa seorang debitor diwajibkan

membayar utang kepada kreditor dapat dijadikan dasar kepailitan terhadap

debitor tersebut di Indonesia. Artinya adalah apakah Putusan Pengadilan

Asing ini dapat diterima secara formil dan materiil sebagai bukti yang sah

dan konklusif tentang adanya utang dan hubungan antara debitor dan

kreditor.

Pasal 164 Herziene Inlandsch Reglement (HIR) menyebutkan beberapa

alat bukti, salah satunya adalah alat bukti surat (akta).Akta sendiri dibagi

menjadi akta otentik dan akta bawah tangan.160

Pasal 1868 KUHPerdata memberikan definisi akta otentik: “akta otentik

ialah akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh

atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu ditempat akta

dibuat.”161

Putusan pengadilan asing sudah memenuhi syarat formil sebagai suatu

akta otentik karena memenuhi unsur “dibuat dalam bentuk yang

ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang

berwenang untuk itu ditempat akta dibuat.”. Dengan demikian apabila

hanya melihat sebatas syarat formilnya saja, maka putusan pengadilan

asing dapat dijadikan alat bukti yang sah dan konklusif di pengadilan

Indonesia.

160

Sudikno Mertokusumo, Op. cit., hal. 49

161 Engelbrecht, Op. cit., hal. 585.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 92: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

80

Universitas Indonesia

Walaupun putusan pengadilan sudah memenuhi syarat formil sebagai

suatu akta otentik, namun tidak serta merta dapat diterapkan menjadi alat

bukti di dalam pengadilan. Ada syarat-syarat materiil yang juga harus

dipenuhi. Dalam Pasal 436 Rv, dijelaskan dengan tegas bahwa putusan

pengadilan asing tidak dapat diakui dan tidak dapat dieksekusi oleh

putusan pengadilan Indonesia. Ada beberapa pengecualian terhadap

ketentuan Pasal 436 Rv, antara lain dengan suatu konvensi yang

diratifikasi menjadi undang-undang di Indonesia (sebagai contoh

pengakuan atas putusan kepailitan diantara beberapa negara termasuk

Indonesia, yang berdampak dikesampingkannya ketentuan Pasal 436 Rv),

atau dengan asas resiprositas (timbal balik).

Dilihat dari syarat-syarat formilnya, putusan pengadilan asing memang

merupakan sebuah akta otentik. Namun apabila dilihat dari syarat-syarat

materiilnya putusan pengadilan asing tidak serta merta dapat diterapkan

dan dijadikan alat bukti yang sah dan konklusif di pengadilan Indonesia

karena ketentuan Pasal 436 Rv mengatur secara khusus sehingga berlaku

asas “Lex specialis derogat lex generali” atau hukum yang berlaku khusus

mengenyampingkan hukum yang berlaku umum. Pada kesimpulannya,

putusan pengadilan asing secara materiil memang merupakan akta otentik

yang dapat diterima sebagai alat bukti yang sah di pengadilan, namun

secara materiil tidak mengikat sehingga hanya sebagai fakta hukum yang

dinilai secara bebas sesuai dengan pertimbangan majelis hakim.

4.2 Saran

Mengingat putusan pengadilan asing secara materiil memang merupakan

akta otentik yang dapat diterima sebagai alat bukti yang sah di pengadilan, namun

secara materiil tidak mengikat sehingga hanya sebagai fakta hukum yang dinilai

secara bebas sesuai dengan pertimbangan hakim. Hal itu menyebabkan pengajuan

permohonan pailit dengan putusan asing sebagai dasar permohonan pailit seperti

kasus permohonan pailit Manwani Santosh Tekchand oleh OCBC Securities

Pte.Ltd menjadi sulit untuk dikabulkan. Namun hal ini bukan berarti kasus seperti

permohonan pailit Manwani Santosh Tekchand tidak dapat diselesaikan.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 93: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

81

Universitas Indonesia

Ada 2 (dua) hal yang dapat dilakukan oleh Pemohon Pailit dan/atau

Kreditor Lain sebagai proses penyelesaian utang :

a. Relitigasi, mengonstantir dan memeriksa ulang fakta-fakta yang

diajukan sebelumnya (pada proses peradilan Singapura dalam studi

kasus Manwani Santosh). Tujuannya adalah untuk mendapatkan ganti

rugi;

b. Pengajuan kembali permohonan pailit, namun dengan surat utang

(dalam hal ini perjanjian derivatif masing-masing antara Manwani

Santosh Tekchand dengan OCBC Securities Pte.Ltd dan CIMB-GK

Securities Pte.Ltd) sebagai dasar permohonan pailit.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 94: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

82

Universitas Indonesia

DAFTAR REFERENSI

Adolf, Huala. Hukum Perdagangan Indonesia. Jakarta : PT Raja Grafindo

Persada, 2005.

Algra, N.E. Inleiding tot Het Nederlands Privaatrecht. Groningen: Tjeenk

Willink.

Anisah, Siti. Perlindungan Kepentingan Kreditor dan Debitor dalam Hukum

Kepailitan di Indonesia. Yogyakarta: Total Media, 2008.

Arifin, Ahmad Irfan. Wawancara mengenai substansi kasus di kantor hukum

Lubis, Santosa & Maramis yang dilakukan pada hari Jumat tanggal 22 Juni 2012.

Ashopa, Burhan. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta, 2001.

Baird, Douglas G. Cases Problems, and Materials on Bankruptcy, Boston. USA :

Little, Brown and Company, 1985.

Bank Indonesia, SK Direktur BI No. 28/119/KEP/DIR, 29 Desember 1995.

Engelbrecht, Himpunan Peraturan Perundang – undangan RI. Internusa, Jakarta,

1992.

Fuady, Munir. Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek. Bandung : PT Citra Aditya

Bakti, 2010.

Gautama, Sudargo. Hukum Perdata Internasional Buku IV. Bandung: Alumni,

1989.

Gautama, Sudargo. Pengantar Hukum Perdata Internasional. Bandung: Bina

Cipta, 1987.

Harahap, Yahya. Hukum Acara Perdata : Gugatan, Persidangan, Penyitaan,

Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Sinar Grafika, Jakarta, 2006.

Harris, Freddy. Kumpulan Materi Hukum Kepailitan (Buku Ajar di Fakultas

Hukum Universitas Indonesia Program Magister Kenotariatan). 2004.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 95: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

83

Universitas Indonesia

Hikmah, Mutiara. Aspek – aspek Hukum Perdata Internasional dalam Perkara –

perkara Kepailitan. Jakarta : Refika Aditama, 2007.

Hukum Online : “Suba Dipailitkan Akibat Kesepakatan Diam-diam”

http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol17394/suba-dipailitkan-akibat-

kesepakatan-diamdiam diakses tanggal 12 Mei 2012.

Indonesia. Undang – Undang No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan

Penundaan Kewajiban pembayaran Utang.

Indonesia. Kitab Undang – Undang Hukum Perdata.

Ibrahim, Johnny. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang:

Bayumedia Group, 2006.

Irawan, Bagus. Aspek-Aspek Hukum Kepailitan; Perusahaan; dan Asuransi, cet.1.

Jakarta: PT Alumni, 2007.

Istiqomah, Makalah. Relevansi Hukum Kepailitan dalam Transaksi Bisnis

Internasional, 2007.

Jono, Hukum Kepailitan. Jakarta: Sinar Grafika, 2008.

Longdong, Tinneke Louise Tugeh. Asas Ketertiban Umum dan Konvensi New

York 1958. Bandung: PT Karya Kita, 2004.

Longdong, Tinneke Louise Tugeh. Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan

Arbitrase Asing dan Permasalahannya: Suatu Tinjauan dan Permasalahannya.

Bandung: PT Karya Kita, 2004.

Mamudji, Sri et al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta : Badan

Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.

Mahadi, Falsafah Hukum : Suatu Pengantar, Alumni : Bandung, 2003.

Mertokusumo, Sudikno. Hukum Acara Perdata Indonesia. Liberty : Yogyakarta

2006.

Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum : Suatu Pengantar. Yogyakarta :

Liberty, 1996.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 96: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

84

Universitas Indonesia

Muljadi, Kartini. Actio Pauliana dan Pokok-Pokok tentang Pengadilan Niaga,

dalam Lontoh, Rudhy A. et.al, Penyelesaian Utang Piutang Melalui Pailit atau

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Alumni, Bandung, 2001.

Muljadi, Kartini. Actio Pauliana dan Pokok – Pokok tentang Pengadilan Niaga.

Bandung :

Rahardjo, Satjipto. Ilmu Hukum. PT Citra Aditya Bakti : Bandung, 2000.

Septiana, Arini Dyah. “Analisis Yuridis Kepailitan Perseorangan Yang Terikat

Hubungan Kekerabatan (Studi Kasus Putusan Pailit Leo Kusuma Wijaya)”

(Skripsi Sarjana Universitas Indonesia, Depok, 2011).

Shubhan, M. Hadi. Hukum Kepailitan : Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan.

Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2008.

Silvany, Tjoetiar. “Analisis Yuridis Terhadap Putusan Pailit PT ADAM

SKYCONNECTION AIRLINES No: 26/PAILIT/2008/PN.Niaga.JKT.PST”

(Skripsi Sarjana Universitas Indonesia, Depok, 2009).

Sjahdeini, Sutan Remy. Hukum Kepailitan : Memahami Undang – Undang No. 37

Tahun 2004 tentang Kepailitan. Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, 2009.

Soekanto, Soerjono. Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris. Jakarta :

IND-HIL-CO, 1990.

Soekanto, Soerjono dan Mamudji, Sri. Penelitian Hukum Normatif : Suatu

Tinjauan Singkat. Jakarta : RajaGrafindo, 1994. hal.

Soekardono. Hukum Dagang Indonesia Jilid 1. Jakarta: Soeroenga, 1960.

Suherman, E. Faillissement (Kepailitan). Bandung: Binacipta, 1988.

Sriyanto, Aria Pratama. “Pemohon Pernyataan Pailit”

http://www.geocities.com/ariyanto_eks79/hukum_bisnis.htm, diunduh 12 Maret

2012.

Suryana, Daniel. Kepailitan Terhadap Badan Usaha Asing oleh Pengadilan

Niaga Indonesia. Bandung : Pustaka Sutra, 2007.

Sutedi, Adrian, Hukum Kepailitan. Jakarta: Ghalia, 2009.

Tumbuan, Fred B.G. “Mencermati Makna Debitor, Kreditor, dan Undang –

Undang Berkaitan Dengan Kepailitan”, Dalam : Yuhassarie, Emmy. Undang –

Undang Kepailitan dan Perkembangannya. Jakarta : Pusat Pengkajian Hukum,

2005.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.

Page 97: UNIVERSITAS INDONESIA KEBERLAKUAN PRINSIP …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312432-S 43140-Keberlakuan prinsip...Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012. iv

85

Universitas Indonesia

UNCITRAL Model Law on Cross-Border Insolvency with Guide to Enactment,

A/CN.9/442 at 15.

Usman, Rachmadi. Aspek-aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan di

Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika, 2006.

Widjaja, Gunawan. Resiko Hukum & Bisnis Perusahaan Pailit. Jakarta : Forum

Sahabat, 2007.

Keberlakuan prinsip..., Gilang Mohammad Santosa, FH UI, 2012.