Ujian Ppi Riri
-
Upload
oldriana-prawiro-hapsari -
Category
Documents
-
view
28 -
download
0
description
Transcript of Ujian Ppi Riri
NAMA : OLDRIANA PRAWIRO HAPSARI
NIM : 20141030026
MATA UJIAN : MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
No. 1
Sebutkan dan jelaskan yang dimaksud dengan HAIs (Healthcare Associated Infections)?
Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala
klinis baik lokal maupun sistemik. Nosokomial berasal dari kata nosocomium yang berarti rumah
sakit. Infeksi nosocomial adalah infeksi yang muncul selama seseorang dirawat di rumah sakit dan
mulai menunjukkan suatu gejala selama orang tersebut dirawat atau setelah selesai dirawat. Istilah
infeksi nosokomial dikenal dengan nama healthcare associated infections (HAIs) yaitu infeksi yang
diperoleh pasien selama menerima pengobatan untuk kondisi lain dari tempat pelayanan kesehatan.
Suatu infeksi dikatakan di dapat dari rumah sakit apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak didapatkan tanda-tanda klinik dari infeksi
tersebut.
b. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit, tidak sedang dalam masa inkubasi dari infeksi
tersebut.
c. Tanda-tanda klinik infeksi tersebut timbul sekurang-kurangya setelah 48 jam atau lebih setelah
masuk rumah sakit.
d. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa (residual) dari infeksi sebelumnya.
e. Bila saat mulai dirawat di rumah sakit sudah ada tanda-tanda infeksi, dan terbukti infeksi tersebut
didapat penderita ketika dirawat di rumah sakit yang sama pada waktu yang lalu, serta belum pernah
dilaporkan sebagai infeksi nosokomial.
Dari batasan infeksi nosokomial tersebut ada catatan khusus yang perlu diketahui:
1) Penderita yang sedang dalam proses perawatan di rumah sakit dan kemudian menderita keracunan
makanan dengan penyebab bukan produk bakteri, tidak termasuk infeksi nosokomial.
2) Untuk penderita yang telah keluar dari rumah sakit dan kemudian timbul tanda – tanda infeksi,
dapat digolongkan sebagai infeksi nosokomial apabila infeksi tersebut dapat dibuktikan berasal dari
rumah sakit.
3) Infeksi yang terjadi pada petugas pelayanan medis serta keluarga atau pengunjung, tidak termasuk
infeksi nosokomial.
2. Sumber infeksi nosokomial
Infeksi nosokomial ini dapat berasal dari dalam tubuh (endogen) maupun luar tubuh penderita
(eksogen). Sumber endogen meliputi kulit, hidung, mulut, saluran cerna, dan genetalia, biasanya
mikroorganisme (flora) normal tubuh. Sumber eksogen adalah eksternal untuk pasien, yaitu petugas
pemberi pelayanan, pengunjung, peralatan perawatan/ medis, maupun lingkungan kesehatan. Infeksi
endogen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula memang sudah ada di dalam tubuh
berpindah ke tempat baru. Kejadian ini kita sebut dengan self infection atau auto infection.
Infeksi eksogen merupakan infeksi yang didapat dari petugas pemberi pelayanan, pengunjung,
peralatan perawatan maupun peralatan medis, atau lingkungan kesehatan. Infeksi ini lebih sering
bersifat infeksi silang (cross infection). Kuman oportunis merupakan kuman yang berubah sifat
menjadi patogen. Perubahan sifat ini disebabkan oleh perubahan kondisi inang. Bila ketahanan tubuh
pasien (inang) rendah karena penyakit atau operasi, maka pathogen dapat berkembang biak sehingga
mengalami infeksi/sakit.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan infeksi nosokomial
a. Respon dan toleransi tubuh pasien.
Respon dan toleransi tubuh pasien meliputi umur, status imunitas penderita, lamanya kontak dengan
agen infeksius, penyakit yang diderita, obesitas dan malnutrisi, Penggunaan obat-obatan
immunosupresan dan steroid, dan intervensi / terapi. Usia muda dan usia tua berhubungan dengan
penurunan resistensi tubuh terhadap infeksi kondisi ini lebih diperberat bila pasien menderita penyakit
kronis seperti tumor, anemia, leukemia, diabetes mellitus, gagal ginjal, SLE dan AIDS. Keadaan-
keadaan ini akan meningkatkan toleransi tubuh terhadap infeksi dari kuman yang semula bersifat
komensal. Obat-obatan yang bersifat immunosupresif dapat menurunkan pertahanan tubuh terhadap
infeksi. Banyaknya prosedur pemeriksaan penunjang dan terapi seperti biopsi, endoskopi, kateterisasi,
intubasi dan tindakan pembedahan juga meningkatkan resiko infeksi.
b. Agen infeksi
Infeksi nosokomial ditinjau dari agen infeksi tergantung pada karakteristik mikroorganisme, tingkat
virulensi, dan jumlah agen infeksius. Agen infeksi meliputi semua mikroorganisme termasuk bakteri,
virus, jamur dan parasit dapat menyebabkan infeksi nosokomial. Kebanyakan infeksi yang terjadi di
rumah sakit ini lebih disebabkan karena faktor eksternal, yaitu penyakit yang penyebarannya melalui
makanan dan udara dan benda atau bahan-bahan yang tidak steril.
c. Kontak langsung maupun tidak langsung dengan agen infeksi Penularan infeksi ini dapat melalui
tangan, kulit dan baju, seperti golongan staphylococcus aureus. Dapat juga melalui cairan yang
diberikan intravena dan jarum suntik, seperti hepatitis dan HIV; peralatan dan instrumen kedokteran,
dan makanan yang tidak dimasak dan / atau diambil menggunakan tangan berisiko terjadi infeksi
silang.
d. Resistensi antibiotika
Meningkatnya resistensi bakteri dapat meningkatkan angka mortalitas terutama terhadap pasien yang
immunocompromised. Resitensi dari bakteri ditransmisikan antar pasien dan faktor resistensinya di
pindahkan antara bakteri. Penggunaan antibiotika yang terus-menerus ini justru meningkatkan
multipikasi dan penyebaran strain yang resistan. Penyebab utamanya karena
(1) penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dan/atau tidak terkontrol;
(2) dosis antibiotika yang tidak optimal;
(3) terapi antibiotika yang terlalu singkat; dan
(4) kesalahan diagnosis.
e. Faktor alat Infeksi timbul karena kateter urin dan jarum infus yang lama tidak diganti lebih dari 72
jam. Komplikasi kanulasi intravena ini dapat berupa gangguan mekanis, fisis dan kimiawi, seperti
uraian berikut ini.
(1) Ekstravasasi infiltrat (cairan infus masuk ke jaringan sekitar insersi kanula);
(2) penyumbatan (infus tidak berfungsi sebagaimana mestinya tanpa dapat dideteksi adanya gangguan
lain);
(3) flebitis (terdapat pembengkakan, kemerahan dan nyeri sepanjang vena);
(4) trombosis (terdapat pembengkakan di sepanjang pembuluh vena yang menghambat aliran infus);
(5) kolonisasi kanul (bila sudah dapat dibiakkan mikroorganisme dari bagian kanula yang ada dalam
pembuluh darah);
(6) septikemia (bila kuman menyebar hematogen dari kanul);
(7) supurasi (bila telah terjadi bentukan pus di sekitar insersi kanul).
4. Dampak infeksi nosokomial
Infeksi nosokomial berdampak terhadap pasien maupun rumah sakit yang merawat pasien tersebut.
a. Pasien.
Dampak terhadap pasien meliputi penyakit baru atau tambahan penyakit. Kondisi ini mungkin saja
memperberat penyakit yang telah diderita sebelumya atau memicu timbulnya komplikasi penyakit.
(1) Infeksi saluran kemih Infeksi ini merupakan kejadian tersering, yaitu sekitar 40% dari seluruh
kejadian infeksi nosokomial, dan 80% diantaranya dihubungkan dengan penggunaan kateter urin.
Organisme yang bisa menginfeksi biasanya E.Coli, Klebsiella, Proteus, Pseudomonas, atau
Enterococcus. Penyebab paling utama adalah kontaminasi tangan atau sarung tangan ketika
pemasangan kateter, air yang digunakan untuk membesarkan balon kateter.
(2) Pneumonia Nosokomial Penyakit ini muncul terutama pada pasien yang menggunakan ventilator,
tindakan trakeostomi, intubasi, pemasangan NGT, dan terapi inhalasi. Kuman penyebab infeksi ini
tersering adalah klebsiella, pseudomonas, cytomegalovirus, influenza virus, adeno virus, para
influenza virus, enterovirus dan corona virus.
(3) Bakteremi Nosokomial Infeksi ini hanya mewakili sekitar 5 % dari total infeksi nosokomial, tetapi
dengan resiko kematian yang sangat tinggi, terutama disebabkan oleh bakteri yang resistan antibiotika
seperti Staphylococcus dan Candida. Infeksi dapat muncul di tempat masuknya alat-alat seperti jarum
suntik, kateter urin dan infus.
(4) Infeksi nosokomial lainnya : tuberkulosis, diare dan gastroenteritis, phlebitis, dipteri, tetanus dan
pertusis, infeksi kulit dan jaringan lunak, termasuk diantaranya infeksi luka jahitan, metritis.
b. Rumah sakit
Dampak terhadap rumah sakit meliputi :
(1) hari rawat memanjang sehingga pemanfaatan tempat tidur berkurang;
(2) kebutuhan tindakan/ pengobatan, perawatan, maupun diagnostik menjadi meningkat;
(3) menguras sumber daya dan sumber dana yang ada;
(4) meningkatkan angka kematian;
(5) dampak hukum berupa tuntutan pengadilan sehingga menimbulkan kerugian material dan
immaterial; dan
(6) menimbulkan citra buruk untuk RS sehingga berisiko menurunnya pelanggan.
5. Pencegahan infeksi nosokomial
Pencegahan meliputi aspek pasien, petugas kesehatan (pemberi pelayanan), dan pengunjung /
keluarga. Dari sisi pasien perlu dilakukan:
(1) mengidentifikasi factor risiko yang dimiliki;
(2) membuat diagnosis dini untuk segera ditangani;
(3) mengidentifikasi kuman penyebab;
(4) memberikan terapi yang adekuat;
(5) menyosialisasikan aturan maupun memberikan informasi yang tepat.
Petugas kesehatan perlu:
(1) meningkatkan pengetahuan, sikap, maupun keterampilan dalam memberikan pelayanan kesehatan
terutama penerapan prinsip pencegahan infeksi,
(2) meningkatkan status kesehatan; dan
(3) vaksinasi.
Dari sisi pengunjung / keluarga, diperlukan
(1) pemberian informasi yang jelas tentang aturan berkunjung / menunggu pasien;
(2) peningkatan status kesehatan; dan
(3) pengawasan.
6. Pengendalian infeksi nosokomial
Kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya merupakan suatu standar mutu pelayanan dan penting bagi pasien, petugas kesehatan maupun
pengunjung rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Pengendalian infeksi harus
dilaksanakan oleh semua rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya untuk melindungi
pasien, petugas kesehatan dan pengunjung dari kejadian infeksi dengan memperhatikan cost
effectiveness.
Upaya pengendalian infeksi ini memerlukan adanya kebijakan dari pengelola rumah sakit, meliputi :
a. Kebijakan manajemen tentang
(1) kewaspadaan isolasi (isolation precaution) , yaitu: kebersihan tangan, penggunaan alat pelindung
diri (APD), peralatan perawatan pasien, pengendalian lingkungan, pemrosesan peralatan pasien dan
penatalaksanaan linen, kesehatan karyawan/perlindungan petugas kesehatan, penempatan pasien,
hygiene respirati /Etika batuk dan praktik menyuntik yang aman, praktek untuk lumbal punksi;
(2) pengembangan sumber daya manusia (SDM) dalam pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI);
(3) pengadaan bahan dan alat yang melibatkan tim PPI;
(4) penggunaan antibiotika yang rasional;
(5) surveilans;
(6) pemeliharaan fisik dan sarana yang melibatkan tim PPI;
(7) kesehatan karyawan;
(8) penanganan kejadian luar biasa;
(9) penempatan pasien; serta
(10) upaya pencegahan infeksi luka operasi (ILO), infeksi aliran darah primer (IADP), infeksi saluran
kemih (ISK), Pneumonia, dan VAP.
b. Kebijakan teknis berupa penyusunan standar prosedur operasional (SPO) tentang kewaspadaan
NAMA : OLDRIANA PRAWIRO HAPSARI
NIM : 20141030026
MATA UJIAN : MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
No. 2
Apa program dan strategi anda sebagai manajer sebuah RS dalam meningkatkan kepatuhan
melakukan cuci tangan ‘5 moment for hand hygiene’ baik itu untuk dokter, perawat, petugas, dan
keluarga pasien maupun pengunjung di RS anda?
1. Mensosialisasikan tentang pentingnya cuci tangan kepada semua pegawai yang ada di rumah sakit,
terutama tenaga medis yang langsung berhubungan dengan pasien, karena dengan cuci tangan dapat
mengurangi angka kejadian infeksi nosokomial.
2. Membuat program evaluasi di setiap bagian dan bangsal untuk kejadian infeksi nosokomial,
sehingga seluruh tenaga medis lebih memperhatikan tentang hygiene terutama dengan melakukan cuci
tangan sebelum dan setelah tindakan.
3. Melakukan promosi kesehatan kepada pengunjung untuk melakukan cuci tangan sebelum dan
setelah menjenguk pasien.
4. Melengkapi sarana dan prasaran untuk cuci tangan baik yang menggunakan air ataupun hanya hand
scrab.
5. Menempelkan poster di area rumah sakit tentang pentingnya cuci tangan.
6. Melakukan penempelan poster tentang lankah-langkah cuci tangan dan 5 moment for hand hygiene.
7. Melakukan perlombaan tentang langkah-langkah cuci tangan dan 5 moment for hand hygiene ketika
ulang tahun rumah sakit.
NAMA : OLDRIANA PRAWIRO HAPSARI
NIM : 20141030026
MATA UJIAN : MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
No. 3
Bagaimana strategi anda sebagai ketua PPI di RS tempat anda bekerja, dalam mempersiapkan dan
menyusun program PPI di RS dalam rangka persiapan akreditasi RS?
1. Membentuk panitia PPI yang mencakup semua bagian di rumah sakit
2. Melakukan rapat kepada seluruh anggota PPI untuk mendiskusikan tentang kebijakan apa saja yang
masuk dalam program PPI.
3. Melakukan penelusuran dokumen yang sudah ada di rumah sakit untuk bagian PPI, dan jika belum
ada, maka dilakukan pembuatan dokumen yang berhubungan dengan PPI (Kebijakan, pedoman dan
SPO).
4. Melakukan pembagian tugas ke masing-masing anggota PPI untuk membuat draf PPI dan setelah di
setujui direktur kemudian di lakukan sosialisasi kepada seluruh pegawai yang ada di Rumah sakit
5. Melakukan evaluasi dari hasil sosialisasi program yang sudah di buat.
6. Karena program yang ada di bagian PPI adalah hal yang berefek besar unutk pasien dan rumah
sakit, sehingga seluruh pegawai harus di tanamkan tentang hal tersebut, sehingga ketika dilakukan
telusur ke bagian atau bangsal program tersebut dapat berjalan lancer.
7. Penyediaan sarana dan prasarana yang berhubungan dengan program PPI, sehingga pelaksanaan
programnya dapat berjalan dengan baik.
NAMA : OLDRIANA PRAWIRO HAPSARI
NIM : 20141030026
MATA UJIAN : MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
No. 4
Apa perbedaan IPCD (Infection Prevention Control Doctor) dan IPCN (Infection Prevention Control
Nurse), sebutkan peran dan tanggung jawab dari IPCD dan IPCN di RS.
IPCD (Infection Prevention Control Doctor) adalah dokter pengendali infeksi di fasilitas layanan
kesehatan, terutama rumah sakit
Tugas dan tanggung jawab IPCD (Infection Prevention Control Doctor) :
1. Berkontribusi dalam diagnosis dan terapi infeksi yang benar.
2. Turut menyusun pedoman penulisan resep antibiotika dan surveilans.
3. Mengidentifikasi dan melaporkan kuman patogen dan pola resistensi
antibiotika.
4. Bekerjasama dengan Perawat PPI memonitor kegiatan surveilans
infeksi dan mendeteksi serta menyelidiki KLB.
5. Membimbing dan mengajarkan praktek dan prosedur PPI yang
berhubungan dengan prosedur terapi.
6. Turut memonitor cara kerja tenaga kesehatan dalam merawat pasien.
7. Turut membantu semua petugas kesehatan untuk memahami
pencegahan dan pengendalian infeksi.
IPCN (Infection Prevention Control Nurse) adalah perawat pengendali infeksi di fasilitas layanan
kesehatan, terutama rumah sakit
Tugas dan Tanggung Jawab IPCN :
1. Mengunjungi ruangan setiap hari untuk memonitor kejadian infeksi yang terjadi di lingkungan
kerjanya, baik rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
2. Memonitor pelaksanaaan PPI, penerapan SPO, kewaspadaan isolasi.
3. Melaksanakan surveilans infeksi dan melaporkan kepada Komite PPI.
4. Bersama Komite PPI melakukan pelatihan petugas kesehatan tentang PPI dirumah sakit dan
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
5. Melakukan investigasi terhadap KLB dan bersama-sama Komite PPI memperbaiki kesalahan yang
terjadi.
6. Memonitor kesehatan petugas kesehatan untuk mencegah penularan infeksi dari petugas kesehatan
ke pasien atau sebaliknya.
7. Bersama Komite menganjurkan prosedur isolasi dan memberi konsultasi tentang pencegahan dan
pengendalian infeksi yang diperlukan pada kasus yang terjadi di rumah sakit.
8. Audit Pencegahan dan Pengendalian Infeksi termasuk terhadap limbah, Laundry gizi, dan lain-lain
dengan mengunakan daftar tilik.
9. Memonitor kesehatan lingkungan.
10. Memonitor terhadap pengendalian penggunaan antibiotika yang rasional.
11. Mendesain, melaksanakan, memonitor dan mengevaluasi surveilans infeksi yang terjadi di rumah
sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
12. Membuat laporan surveilans dan melaporkan ke Komite PPI.
13. Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan PPI.
14. Memberikan saran desain ruangan rumah sakit agar sesuai dengan prinsip PPI.
15. Meningkatkan kesadaran pasien dan pengunjung rumah sakit tentang PPIRS.
16. Memprakarsai penyuluhan bagi petugas kesehatan, pengunjung dan keluarga tentang topik infeksi
yang sedang berkembang di masyarakat, infeksi dengan insiden tinggi.
17. Sebagai koordinator antara departemen / unit dalam mendeteksi, mencegah dan mengendalikan
infeksi di rumah sakit
NAMA : OLDRIANA PRAWIRO HAPSARI
NIM : 20141030026
MATA UJIAN : MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
NO.5
Bagaimana strategi dan program PPI di RS untuk petugas (medis dan non medis) untuk mencegah
transmisi infeksi? Bagaiamana penatalaksanaan apalabila salah satu petugas terpapar infeksi (post
exposure management)?
Strategi dan program PPI di RS untuk petugas (medis dan non medis) :
1. Pemimpin rumah sakit menyediakan sumber daya yang memadai untuk mendukung program
pencegahan dan pengendalian infeksi.
2. Rumah sakir merancang dan menerapkan suatu program menyeluruh untuk mengurangi risiko
infeksi yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan pada pasien dan petugas pelayanan kesehatan.
3. Rumah sakit menggunakan pendekatan berbasis risiko dalam menetapkan fokus program pencegah
dan penurunan infeksi yang terkait dengan pelayanan kesehatan.
4. Rumah sakit mengidentifikasi prosedur dan proses yang terkait dengan risiko infeksi dan menerapi
strategi untuk mengurangi risiko infeksi.
5. Rumah sakit mengurangi risiko infeksi dengan memastikan pembersihan dan sterilisasi peralatan
yang memadai dan pengelolaan binatu dan linen yang tepat.
6. Terdapat kebijakan dan prosedur yang mengidentifikasi proses untuk mengelola persediaan yang
sudah kadaluarsa dan menentukan persyaratan untuk penggunaan kembali peralatan sekali-pakai
apabila diizinkan oleh undang-undang dan peraturan.
7. Rumah sakit mengurangi risiko infeksi melalui pembuangan limbah yang tepat.
8. Rumah sakit mempunyai kebijakan dan prosedur pembuangan benda tajam dan jarum.
9. Rumah sakit menyediakan alat pelindung untuk kewaspadaan (barrier precautions) dan prosedur
isolasi yang melindungi pasien, pengunjung dan staf dari penyakit menular dan melindungi pasien
imunosupresi dari infeksi yang terhadapnya pasien rentan.
10. Sarung tangan, masker, pelindung mata, peralatan pelindung lainnya, sabun dan disinfektan
tersedia dan:digunakan secara tepat jika diperlukan.
11. Rumah sakit menelusuri risiko infeksi, angka infeksi, dan tren infeksi yang terkait dengan
pelayanan kesehatan.
12. Rumah sakit menggunakan informasi risiko, tingkat risiko, dan tren risiko untuk merancang dan
memodifikasi proses penurunan risiko infeksi yang terkait dengan perawatan kesehatan ke tingkat
yang serendah mungkin.
13. Hasil pengukuran pencegahan dan pengendalian infeksi dalam rumah sakit secara teratur
disampaikan kepada pemimpin dan staf.
Penatalaksanaan apalabila salah satu petugas terpapar infeksi (post exposure management) :
(1) Paparan secara parenteral melalui tusukan jarum, kena potong dan lain-lain. Keluarkan darah
sebanyak mungkin, cuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
(2) Paparan pada selaput lendir melalui percikan, seperti percikan pada :
Mata, cucilah mata dalam keadaan terbuka menggunakan air atau cairan NaCL;
Mulut, keluarkan cairan mengandung infeksi dengan cara berludah kemudian kumur dengan air
beberapa kali;
Kulit, (kulit yang utuh, kulit yang sedang luka, lecet atau dermatitis). Cuci sebersih mungkin
dengan sabun dan air mengalir. Selanjutnya, mereka yang terpapar ini perlu mendapatkan pemantauan
HIV yang sesuai dan perhatian terhadap kondisi kesehatannya.
(3) Lapor ke PJ, Komite PPI, Panitia K3RS atau ke dokter karyawan.
(4) ARV sudah harus diberikan dalam <4 jam
Tindakan lnjut tim PPI pasca tertusuk jarum bekas pakai :
• Tentukan status HIV, HBV, dan HCV sumber pajanan
• Periksa status HIV, HBV, dan HCV petugas yang terpajan
• Monitoring dengan pemeriksaan laboratorium
• Bila status pasien bebas HIV,HBV,HCV dan bukan dalam masa inkubasi tidak perlu tindakan
khusus untuk petugas terhadap HIV,HBV,HCV, tetapi bila petugas khawatir dapat dilakukan
konseling
• Bila status pasien HIV,HBV.HCV positif maka tentukan status HIV.HBV,HCV petugas kesehatan.
Pemberian profilaksis pascapajanan (PPP) apabila pada keadaan seperti :
pajanan pada banyak darah;
darah bersentuh pada luka yang terbuka;
darah dapat terlihat pada jarum yang menusuk; atau
pajanan pada darah, air mani atau cairan vagina seseorang dengan viral load yang tinggi.
Profilaksis pascapajanan (PPP) adalah penggunaan ARV secepatnya setelah terjadi peristiwa yang
berisiko penularan HIV, untuk mencegah infeksi HIV. PPP dapat mengurangi risiko terinfeksi hingga
79%.
PPP hanya dipakai setelah penyelidikan menunjukkan ada risiko pada orang yang terpajan. Hanya
0,3% pajanan menghasilkan infeksi HIV. Karena ARV dapat menyebabkan efek samping yang cukup
berat, sebaiknya PPP hanya dipakai jika benar-benar dibutuhkan.
PPP terdiri dari tiga obat yang dipakai dua kali sehari selama empat minggu. PPP tidak 100% efektif;
berarti PPP tidak menjamin pajanan pada HIV tidak akan menghasilkan infeksi.
Cara terbaik untuk mencegah terjadinya penularan pada sarana medis adalah melaksanakan
kewaspadaan standar pada semua pasien