Ujian Ppi Riri

10
NAMA : OLDRIANA PRAWIRO HAPSARI NIM : 20141030026 MATA UJIAN : MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI No. 1 Sebutkan dan jelaskan yang dimaksud dengan HAIs ( Healthcare Associated Infections)? Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Nosokomial berasal dari kata nosocomium yang berarti rumah sakit. Infeksi nosocomial adalah infeksi yang muncul selama seseorang dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama orang tersebut dirawat atau setelah selesai dirawat. Istilah infeksi nosokomial dikenal dengan nama healthcare associated infections (HAIs) yaitu infeksi yang diperoleh pasien selama menerima pengobatan untuk kondisi lain dari tempat pelayanan kesehatan. Suatu infeksi dikatakan di dapat dari rumah sakit apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut. a. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak didapatkan tanda-tanda klinik dari infeksi tersebut. b. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit, tidak sedang dalam masa inkubasi dari infeksi tersebut. c. Tanda-tanda klinik infeksi tersebut timbul sekurang-kurangya setelah 48 jam atau lebih setelah masuk rumah sakit. d. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa (residual) dari infeksi sebelumnya. e. Bila saat mulai dirawat di rumah sakit sudah ada tanda-tanda infeksi, dan terbukti infeksi tersebut didapat penderita ketika dirawat di rumah sakit yang sama pada waktu yang lalu, serta belum pernah dilaporkan sebagai infeksi nosokomial. Dari batasan infeksi nosokomial tersebut ada catatan khusus yang perlu diketahui: 1) Penderita yang sedang dalam proses perawatan di rumah sakit dan kemudian menderita keracunan makanan dengan penyebab bukan produk bakteri, tidak termasuk infeksi nosokomial. 2) Untuk penderita yang telah keluar dari rumah sakit dan kemudian timbul tanda tanda infeksi, dapat digolongkan sebagai infeksi nosokomial apabila infeksi tersebut dapat dibuktikan berasal dari rumah sakit. 3) Infeksi yang terjadi pada petugas pelayanan medis serta keluarga atau pengunjung, tidak termasuk infeksi nosokomial. 2. Sumber infeksi nosokomial Infeksi nosokomial ini dapat berasal dari dalam tubuh (endogen) maupun luar tubuh penderita (eksogen). Sumber endogen meliputi kulit, hidung, mulut, saluran cerna, dan genetalia, biasanya mikroorganisme (flora) normal tubuh. Sumber eksogen adalah eksternal untuk pasien, yaitu petugas pemberi pelayanan, pengunjung, peralatan perawatan/ medis, maupun lingkungan kesehatan. Infeksi endogen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula memang sudah ada di dalam tubuh berpindah ke tempat baru. Kejadian ini kita sebut dengan self infection atau auto infection. Infeksi eksogen merupakan infeksi yang didapat dari petugas pemberi pelayanan, pengunjung, peralatan perawatan maupun peralatan medis, atau lingkungan kesehatan. Infeksi ini lebih sering bersifat infeksi silang (cross infection). Kuman oportunis merupakan kuman yang berubah sifat menjadi patogen. Perubahan sifat ini disebabkan oleh perubahan kondisi inang. Bila ketahanan tubuh pasien (inang) rendah karena penyakit atau operasi, maka pathogen dapat berkembang biak sehingga mengalami infeksi/sakit.

description

mmr, ppi

Transcript of Ujian Ppi Riri

Page 1: Ujian Ppi Riri

NAMA : OLDRIANA PRAWIRO HAPSARI

NIM : 20141030026

MATA UJIAN : MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI

No. 1

Sebutkan dan jelaskan yang dimaksud dengan HAIs (Healthcare Associated Infections)?

Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala

klinis baik lokal maupun sistemik. Nosokomial berasal dari kata nosocomium yang berarti rumah

sakit. Infeksi nosocomial adalah infeksi yang muncul selama seseorang dirawat di rumah sakit dan

mulai menunjukkan suatu gejala selama orang tersebut dirawat atau setelah selesai dirawat. Istilah

infeksi nosokomial dikenal dengan nama healthcare associated infections (HAIs) yaitu infeksi yang

diperoleh pasien selama menerima pengobatan untuk kondisi lain dari tempat pelayanan kesehatan.

Suatu infeksi dikatakan di dapat dari rumah sakit apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

a. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak didapatkan tanda-tanda klinik dari infeksi

tersebut.

b. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit, tidak sedang dalam masa inkubasi dari infeksi

tersebut.

c. Tanda-tanda klinik infeksi tersebut timbul sekurang-kurangya setelah 48 jam atau lebih setelah

masuk rumah sakit.

d. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa (residual) dari infeksi sebelumnya.

e. Bila saat mulai dirawat di rumah sakit sudah ada tanda-tanda infeksi, dan terbukti infeksi tersebut

didapat penderita ketika dirawat di rumah sakit yang sama pada waktu yang lalu, serta belum pernah

dilaporkan sebagai infeksi nosokomial.

Dari batasan infeksi nosokomial tersebut ada catatan khusus yang perlu diketahui:

1) Penderita yang sedang dalam proses perawatan di rumah sakit dan kemudian menderita keracunan

makanan dengan penyebab bukan produk bakteri, tidak termasuk infeksi nosokomial.

2) Untuk penderita yang telah keluar dari rumah sakit dan kemudian timbul tanda – tanda infeksi,

dapat digolongkan sebagai infeksi nosokomial apabila infeksi tersebut dapat dibuktikan berasal dari

rumah sakit.

3) Infeksi yang terjadi pada petugas pelayanan medis serta keluarga atau pengunjung, tidak termasuk

infeksi nosokomial.

2. Sumber infeksi nosokomial

Infeksi nosokomial ini dapat berasal dari dalam tubuh (endogen) maupun luar tubuh penderita

(eksogen). Sumber endogen meliputi kulit, hidung, mulut, saluran cerna, dan genetalia, biasanya

mikroorganisme (flora) normal tubuh. Sumber eksogen adalah eksternal untuk pasien, yaitu petugas

pemberi pelayanan, pengunjung, peralatan perawatan/ medis, maupun lingkungan kesehatan. Infeksi

endogen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula memang sudah ada di dalam tubuh

berpindah ke tempat baru. Kejadian ini kita sebut dengan self infection atau auto infection.

Infeksi eksogen merupakan infeksi yang didapat dari petugas pemberi pelayanan, pengunjung,

peralatan perawatan maupun peralatan medis, atau lingkungan kesehatan. Infeksi ini lebih sering

bersifat infeksi silang (cross infection). Kuman oportunis merupakan kuman yang berubah sifat

menjadi patogen. Perubahan sifat ini disebabkan oleh perubahan kondisi inang. Bila ketahanan tubuh

pasien (inang) rendah karena penyakit atau operasi, maka pathogen dapat berkembang biak sehingga

mengalami infeksi/sakit.

Page 2: Ujian Ppi Riri

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan infeksi nosokomial

a. Respon dan toleransi tubuh pasien.

Respon dan toleransi tubuh pasien meliputi umur, status imunitas penderita, lamanya kontak dengan

agen infeksius, penyakit yang diderita, obesitas dan malnutrisi, Penggunaan obat-obatan

immunosupresan dan steroid, dan intervensi / terapi. Usia muda dan usia tua berhubungan dengan

penurunan resistensi tubuh terhadap infeksi kondisi ini lebih diperberat bila pasien menderita penyakit

kronis seperti tumor, anemia, leukemia, diabetes mellitus, gagal ginjal, SLE dan AIDS. Keadaan-

keadaan ini akan meningkatkan toleransi tubuh terhadap infeksi dari kuman yang semula bersifat

komensal. Obat-obatan yang bersifat immunosupresif dapat menurunkan pertahanan tubuh terhadap

infeksi. Banyaknya prosedur pemeriksaan penunjang dan terapi seperti biopsi, endoskopi, kateterisasi,

intubasi dan tindakan pembedahan juga meningkatkan resiko infeksi.

b. Agen infeksi

Infeksi nosokomial ditinjau dari agen infeksi tergantung pada karakteristik mikroorganisme, tingkat

virulensi, dan jumlah agen infeksius. Agen infeksi meliputi semua mikroorganisme termasuk bakteri,

virus, jamur dan parasit dapat menyebabkan infeksi nosokomial. Kebanyakan infeksi yang terjadi di

rumah sakit ini lebih disebabkan karena faktor eksternal, yaitu penyakit yang penyebarannya melalui

makanan dan udara dan benda atau bahan-bahan yang tidak steril.

c. Kontak langsung maupun tidak langsung dengan agen infeksi Penularan infeksi ini dapat melalui

tangan, kulit dan baju, seperti golongan staphylococcus aureus. Dapat juga melalui cairan yang

diberikan intravena dan jarum suntik, seperti hepatitis dan HIV; peralatan dan instrumen kedokteran,

dan makanan yang tidak dimasak dan / atau diambil menggunakan tangan berisiko terjadi infeksi

silang.

d. Resistensi antibiotika

Meningkatnya resistensi bakteri dapat meningkatkan angka mortalitas terutama terhadap pasien yang

immunocompromised. Resitensi dari bakteri ditransmisikan antar pasien dan faktor resistensinya di

pindahkan antara bakteri. Penggunaan antibiotika yang terus-menerus ini justru meningkatkan

multipikasi dan penyebaran strain yang resistan. Penyebab utamanya karena

(1) penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dan/atau tidak terkontrol;

(2) dosis antibiotika yang tidak optimal;

(3) terapi antibiotika yang terlalu singkat; dan

(4) kesalahan diagnosis.

e. Faktor alat Infeksi timbul karena kateter urin dan jarum infus yang lama tidak diganti lebih dari 72

jam. Komplikasi kanulasi intravena ini dapat berupa gangguan mekanis, fisis dan kimiawi, seperti

uraian berikut ini.

(1) Ekstravasasi infiltrat (cairan infus masuk ke jaringan sekitar insersi kanula);

(2) penyumbatan (infus tidak berfungsi sebagaimana mestinya tanpa dapat dideteksi adanya gangguan

lain);

(3) flebitis (terdapat pembengkakan, kemerahan dan nyeri sepanjang vena);

(4) trombosis (terdapat pembengkakan di sepanjang pembuluh vena yang menghambat aliran infus);

(5) kolonisasi kanul (bila sudah dapat dibiakkan mikroorganisme dari bagian kanula yang ada dalam

pembuluh darah);

(6) septikemia (bila kuman menyebar hematogen dari kanul);

(7) supurasi (bila telah terjadi bentukan pus di sekitar insersi kanul).

Page 3: Ujian Ppi Riri

4. Dampak infeksi nosokomial

Infeksi nosokomial berdampak terhadap pasien maupun rumah sakit yang merawat pasien tersebut.

a. Pasien.

Dampak terhadap pasien meliputi penyakit baru atau tambahan penyakit. Kondisi ini mungkin saja

memperberat penyakit yang telah diderita sebelumya atau memicu timbulnya komplikasi penyakit.

(1) Infeksi saluran kemih Infeksi ini merupakan kejadian tersering, yaitu sekitar 40% dari seluruh

kejadian infeksi nosokomial, dan 80% diantaranya dihubungkan dengan penggunaan kateter urin.

Organisme yang bisa menginfeksi biasanya E.Coli, Klebsiella, Proteus, Pseudomonas, atau

Enterococcus. Penyebab paling utama adalah kontaminasi tangan atau sarung tangan ketika

pemasangan kateter, air yang digunakan untuk membesarkan balon kateter.

(2) Pneumonia Nosokomial Penyakit ini muncul terutama pada pasien yang menggunakan ventilator,

tindakan trakeostomi, intubasi, pemasangan NGT, dan terapi inhalasi. Kuman penyebab infeksi ini

tersering adalah klebsiella, pseudomonas, cytomegalovirus, influenza virus, adeno virus, para

influenza virus, enterovirus dan corona virus.

(3) Bakteremi Nosokomial Infeksi ini hanya mewakili sekitar 5 % dari total infeksi nosokomial, tetapi

dengan resiko kematian yang sangat tinggi, terutama disebabkan oleh bakteri yang resistan antibiotika

seperti Staphylococcus dan Candida. Infeksi dapat muncul di tempat masuknya alat-alat seperti jarum

suntik, kateter urin dan infus.

(4) Infeksi nosokomial lainnya : tuberkulosis, diare dan gastroenteritis, phlebitis, dipteri, tetanus dan

pertusis, infeksi kulit dan jaringan lunak, termasuk diantaranya infeksi luka jahitan, metritis.

b. Rumah sakit

Dampak terhadap rumah sakit meliputi :

(1) hari rawat memanjang sehingga pemanfaatan tempat tidur berkurang;

(2) kebutuhan tindakan/ pengobatan, perawatan, maupun diagnostik menjadi meningkat;

(3) menguras sumber daya dan sumber dana yang ada;

(4) meningkatkan angka kematian;

(5) dampak hukum berupa tuntutan pengadilan sehingga menimbulkan kerugian material dan

immaterial; dan

(6) menimbulkan citra buruk untuk RS sehingga berisiko menurunnya pelanggan.

5. Pencegahan infeksi nosokomial

Pencegahan meliputi aspek pasien, petugas kesehatan (pemberi pelayanan), dan pengunjung /

keluarga. Dari sisi pasien perlu dilakukan:

(1) mengidentifikasi factor risiko yang dimiliki;

(2) membuat diagnosis dini untuk segera ditangani;

(3) mengidentifikasi kuman penyebab;

(4) memberikan terapi yang adekuat;

(5) menyosialisasikan aturan maupun memberikan informasi yang tepat.

Petugas kesehatan perlu:

(1) meningkatkan pengetahuan, sikap, maupun keterampilan dalam memberikan pelayanan kesehatan

terutama penerapan prinsip pencegahan infeksi,

(2) meningkatkan status kesehatan; dan

(3) vaksinasi.

Page 4: Ujian Ppi Riri

Dari sisi pengunjung / keluarga, diperlukan

(1) pemberian informasi yang jelas tentang aturan berkunjung / menunggu pasien;

(2) peningkatan status kesehatan; dan

(3) pengawasan.

6. Pengendalian infeksi nosokomial

Kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan

lainnya merupakan suatu standar mutu pelayanan dan penting bagi pasien, petugas kesehatan maupun

pengunjung rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Pengendalian infeksi harus

dilaksanakan oleh semua rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya untuk melindungi

pasien, petugas kesehatan dan pengunjung dari kejadian infeksi dengan memperhatikan cost

effectiveness.

Upaya pengendalian infeksi ini memerlukan adanya kebijakan dari pengelola rumah sakit, meliputi :

a. Kebijakan manajemen tentang

(1) kewaspadaan isolasi (isolation precaution) , yaitu: kebersihan tangan, penggunaan alat pelindung

diri (APD), peralatan perawatan pasien, pengendalian lingkungan, pemrosesan peralatan pasien dan

penatalaksanaan linen, kesehatan karyawan/perlindungan petugas kesehatan, penempatan pasien,

hygiene respirati /Etika batuk dan praktik menyuntik yang aman, praktek untuk lumbal punksi;

(2) pengembangan sumber daya manusia (SDM) dalam pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI);

(3) pengadaan bahan dan alat yang melibatkan tim PPI;

(4) penggunaan antibiotika yang rasional;

(5) surveilans;

(6) pemeliharaan fisik dan sarana yang melibatkan tim PPI;

(7) kesehatan karyawan;

(8) penanganan kejadian luar biasa;

(9) penempatan pasien; serta

(10) upaya pencegahan infeksi luka operasi (ILO), infeksi aliran darah primer (IADP), infeksi saluran

kemih (ISK), Pneumonia, dan VAP.

b. Kebijakan teknis berupa penyusunan standar prosedur operasional (SPO) tentang kewaspadaan

Page 5: Ujian Ppi Riri

NAMA : OLDRIANA PRAWIRO HAPSARI

NIM : 20141030026

MATA UJIAN : MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI

No. 2

Apa program dan strategi anda sebagai manajer sebuah RS dalam meningkatkan kepatuhan

melakukan cuci tangan ‘5 moment for hand hygiene’ baik itu untuk dokter, perawat, petugas, dan

keluarga pasien maupun pengunjung di RS anda?

1. Mensosialisasikan tentang pentingnya cuci tangan kepada semua pegawai yang ada di rumah sakit,

terutama tenaga medis yang langsung berhubungan dengan pasien, karena dengan cuci tangan dapat

mengurangi angka kejadian infeksi nosokomial.

2. Membuat program evaluasi di setiap bagian dan bangsal untuk kejadian infeksi nosokomial,

sehingga seluruh tenaga medis lebih memperhatikan tentang hygiene terutama dengan melakukan cuci

tangan sebelum dan setelah tindakan.

3. Melakukan promosi kesehatan kepada pengunjung untuk melakukan cuci tangan sebelum dan

setelah menjenguk pasien.

4. Melengkapi sarana dan prasaran untuk cuci tangan baik yang menggunakan air ataupun hanya hand

scrab.

5. Menempelkan poster di area rumah sakit tentang pentingnya cuci tangan.

6. Melakukan penempelan poster tentang lankah-langkah cuci tangan dan 5 moment for hand hygiene.

7. Melakukan perlombaan tentang langkah-langkah cuci tangan dan 5 moment for hand hygiene ketika

ulang tahun rumah sakit.

Page 6: Ujian Ppi Riri

NAMA : OLDRIANA PRAWIRO HAPSARI

NIM : 20141030026

MATA UJIAN : MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI

No. 3

Bagaimana strategi anda sebagai ketua PPI di RS tempat anda bekerja, dalam mempersiapkan dan

menyusun program PPI di RS dalam rangka persiapan akreditasi RS?

1. Membentuk panitia PPI yang mencakup semua bagian di rumah sakit

2. Melakukan rapat kepada seluruh anggota PPI untuk mendiskusikan tentang kebijakan apa saja yang

masuk dalam program PPI.

3. Melakukan penelusuran dokumen yang sudah ada di rumah sakit untuk bagian PPI, dan jika belum

ada, maka dilakukan pembuatan dokumen yang berhubungan dengan PPI (Kebijakan, pedoman dan

SPO).

4. Melakukan pembagian tugas ke masing-masing anggota PPI untuk membuat draf PPI dan setelah di

setujui direktur kemudian di lakukan sosialisasi kepada seluruh pegawai yang ada di Rumah sakit

5. Melakukan evaluasi dari hasil sosialisasi program yang sudah di buat.

6. Karena program yang ada di bagian PPI adalah hal yang berefek besar unutk pasien dan rumah

sakit, sehingga seluruh pegawai harus di tanamkan tentang hal tersebut, sehingga ketika dilakukan

telusur ke bagian atau bangsal program tersebut dapat berjalan lancer.

7. Penyediaan sarana dan prasarana yang berhubungan dengan program PPI, sehingga pelaksanaan

programnya dapat berjalan dengan baik.

Page 7: Ujian Ppi Riri

NAMA : OLDRIANA PRAWIRO HAPSARI

NIM : 20141030026

MATA UJIAN : MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI

No. 4

Apa perbedaan IPCD (Infection Prevention Control Doctor) dan IPCN (Infection Prevention Control

Nurse), sebutkan peran dan tanggung jawab dari IPCD dan IPCN di RS.

IPCD (Infection Prevention Control Doctor) adalah dokter pengendali infeksi di fasilitas layanan

kesehatan, terutama rumah sakit

Tugas dan tanggung jawab IPCD (Infection Prevention Control Doctor) :

1. Berkontribusi dalam diagnosis dan terapi infeksi yang benar.

2. Turut menyusun pedoman penulisan resep antibiotika dan surveilans.

3. Mengidentifikasi dan melaporkan kuman patogen dan pola resistensi

antibiotika.

4. Bekerjasama dengan Perawat PPI memonitor kegiatan surveilans

infeksi dan mendeteksi serta menyelidiki KLB.

5. Membimbing dan mengajarkan praktek dan prosedur PPI yang

berhubungan dengan prosedur terapi.

6. Turut memonitor cara kerja tenaga kesehatan dalam merawat pasien.

7. Turut membantu semua petugas kesehatan untuk memahami

pencegahan dan pengendalian infeksi.

IPCN (Infection Prevention Control Nurse) adalah perawat pengendali infeksi di fasilitas layanan

kesehatan, terutama rumah sakit

Tugas dan Tanggung Jawab IPCN :

1. Mengunjungi ruangan setiap hari untuk memonitor kejadian infeksi yang terjadi di lingkungan

kerjanya, baik rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

2. Memonitor pelaksanaaan PPI, penerapan SPO, kewaspadaan isolasi.

3. Melaksanakan surveilans infeksi dan melaporkan kepada Komite PPI.

4. Bersama Komite PPI melakukan pelatihan petugas kesehatan tentang PPI dirumah sakit dan

fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

5. Melakukan investigasi terhadap KLB dan bersama-sama Komite PPI memperbaiki kesalahan yang

terjadi.

6. Memonitor kesehatan petugas kesehatan untuk mencegah penularan infeksi dari petugas kesehatan

ke pasien atau sebaliknya.

7. Bersama Komite menganjurkan prosedur isolasi dan memberi konsultasi tentang pencegahan dan

pengendalian infeksi yang diperlukan pada kasus yang terjadi di rumah sakit.

8. Audit Pencegahan dan Pengendalian Infeksi termasuk terhadap limbah, Laundry gizi, dan lain-lain

dengan mengunakan daftar tilik.

9. Memonitor kesehatan lingkungan.

Page 8: Ujian Ppi Riri

10. Memonitor terhadap pengendalian penggunaan antibiotika yang rasional.

11. Mendesain, melaksanakan, memonitor dan mengevaluasi surveilans infeksi yang terjadi di rumah

sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

12. Membuat laporan surveilans dan melaporkan ke Komite PPI.

13. Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan PPI.

14. Memberikan saran desain ruangan rumah sakit agar sesuai dengan prinsip PPI.

15. Meningkatkan kesadaran pasien dan pengunjung rumah sakit tentang PPIRS.

16. Memprakarsai penyuluhan bagi petugas kesehatan, pengunjung dan keluarga tentang topik infeksi

yang sedang berkembang di masyarakat, infeksi dengan insiden tinggi.

17. Sebagai koordinator antara departemen / unit dalam mendeteksi, mencegah dan mengendalikan

infeksi di rumah sakit

Page 9: Ujian Ppi Riri

NAMA : OLDRIANA PRAWIRO HAPSARI

NIM : 20141030026

MATA UJIAN : MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI

NO.5

Bagaimana strategi dan program PPI di RS untuk petugas (medis dan non medis) untuk mencegah

transmisi infeksi? Bagaiamana penatalaksanaan apalabila salah satu petugas terpapar infeksi (post

exposure management)?

Strategi dan program PPI di RS untuk petugas (medis dan non medis) :

1. Pemimpin rumah sakit menyediakan sumber daya yang memadai untuk mendukung program

pencegahan dan pengendalian infeksi.

2. Rumah sakir merancang dan menerapkan suatu program menyeluruh untuk mengurangi risiko

infeksi yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan pada pasien dan petugas pelayanan kesehatan.

3. Rumah sakit menggunakan pendekatan berbasis risiko dalam menetapkan fokus program pencegah

dan penurunan infeksi yang terkait dengan pelayanan kesehatan.

4. Rumah sakit mengidentifikasi prosedur dan proses yang terkait dengan risiko infeksi dan menerapi

strategi untuk mengurangi risiko infeksi.

5. Rumah sakit mengurangi risiko infeksi dengan memastikan pembersihan dan sterilisasi peralatan

yang memadai dan pengelolaan binatu dan linen yang tepat.

6. Terdapat kebijakan dan prosedur yang mengidentifikasi proses untuk mengelola persediaan yang

sudah kadaluarsa dan menentukan persyaratan untuk penggunaan kembali peralatan sekali-pakai

apabila diizinkan oleh undang-undang dan peraturan.

7. Rumah sakit mengurangi risiko infeksi melalui pembuangan limbah yang tepat.

8. Rumah sakit mempunyai kebijakan dan prosedur pembuangan benda tajam dan jarum.

9. Rumah sakit menyediakan alat pelindung untuk kewaspadaan (barrier precautions) dan prosedur

isolasi yang melindungi pasien, pengunjung dan staf dari penyakit menular dan melindungi pasien

imunosupresi dari infeksi yang terhadapnya pasien rentan.

10. Sarung tangan, masker, pelindung mata, peralatan pelindung lainnya, sabun dan disinfektan

tersedia dan:digunakan secara tepat jika diperlukan.

11. Rumah sakit menelusuri risiko infeksi, angka infeksi, dan tren infeksi yang terkait dengan

pelayanan kesehatan.

12. Rumah sakit menggunakan informasi risiko, tingkat risiko, dan tren risiko untuk merancang dan

memodifikasi proses penurunan risiko infeksi yang terkait dengan perawatan kesehatan ke tingkat

yang serendah mungkin.

13. Hasil pengukuran pencegahan dan pengendalian infeksi dalam rumah sakit secara teratur

disampaikan kepada pemimpin dan staf.

Page 10: Ujian Ppi Riri

Penatalaksanaan apalabila salah satu petugas terpapar infeksi (post exposure management) :

(1) Paparan secara parenteral melalui tusukan jarum, kena potong dan lain-lain. Keluarkan darah

sebanyak mungkin, cuci tangan dengan sabun dan air mengalir.

(2) Paparan pada selaput lendir melalui percikan, seperti percikan pada :

Mata, cucilah mata dalam keadaan terbuka menggunakan air atau cairan NaCL;

Mulut, keluarkan cairan mengandung infeksi dengan cara berludah kemudian kumur dengan air

beberapa kali;

Kulit, (kulit yang utuh, kulit yang sedang luka, lecet atau dermatitis). Cuci sebersih mungkin

dengan sabun dan air mengalir. Selanjutnya, mereka yang terpapar ini perlu mendapatkan pemantauan

HIV yang sesuai dan perhatian terhadap kondisi kesehatannya.

(3) Lapor ke PJ, Komite PPI, Panitia K3RS atau ke dokter karyawan.

(4) ARV sudah harus diberikan dalam <4 jam

Tindakan lnjut tim PPI pasca tertusuk jarum bekas pakai :

• Tentukan status HIV, HBV, dan HCV sumber pajanan

• Periksa status HIV, HBV, dan HCV petugas yang terpajan

• Monitoring dengan pemeriksaan laboratorium

• Bila status pasien bebas HIV,HBV,HCV dan bukan dalam masa inkubasi tidak perlu tindakan

khusus untuk petugas terhadap HIV,HBV,HCV, tetapi bila petugas khawatir dapat dilakukan

konseling

• Bila status pasien HIV,HBV.HCV positif maka tentukan status HIV.HBV,HCV petugas kesehatan.

Pemberian profilaksis pascapajanan (PPP) apabila pada keadaan seperti :

pajanan pada banyak darah;

darah bersentuh pada luka yang terbuka;

darah dapat terlihat pada jarum yang menusuk; atau

pajanan pada darah, air mani atau cairan vagina seseorang dengan viral load yang tinggi.

Profilaksis pascapajanan (PPP) adalah penggunaan ARV secepatnya setelah terjadi peristiwa yang

berisiko penularan HIV, untuk mencegah infeksi HIV. PPP dapat mengurangi risiko terinfeksi hingga

79%.

PPP hanya dipakai setelah penyelidikan menunjukkan ada risiko pada orang yang terpajan. Hanya

0,3% pajanan menghasilkan infeksi HIV. Karena ARV dapat menyebabkan efek samping yang cukup

berat, sebaiknya PPP hanya dipakai jika benar-benar dibutuhkan.

PPP terdiri dari tiga obat yang dipakai dua kali sehari selama empat minggu. PPP tidak 100% efektif;

berarti PPP tidak menjamin pajanan pada HIV tidak akan menghasilkan infeksi.

Cara terbaik untuk mencegah terjadinya penularan pada sarana medis adalah melaksanakan

kewaspadaan standar pada semua pasien