Uji Histopatologi Organ Ren (Lapak)
-
Upload
bella-maulidya -
Category
Documents
-
view
230 -
download
2
description
Transcript of Uji Histopatologi Organ Ren (Lapak)
UJI HISTOPATOLOGI ORGAN REN, INSANG, GINJAL, INTESTINUM DAN HEPAR IKAN MAS (Cyprinus caprio)
OlehMuhammad Rizki1, Tia Rostiana S.M2, Bastian Damanik3
Email : [email protected]
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran, 45363, Indonesia
ABSTRAK
Ikan mas merupakan ikan yang memenuhi syarat bahan uji karena bersifat reaktif
terhadap racun. Pestisida merupakan bahan yang digunakan untuk mengendalikan organisme
pengganggu namun memiliki efek racun terhadap mahluk hidup yang bukan sasarannya dan
efek terhadap lingkungan sehingga ikan yang terkena racun dapat di identifikasi dengan
histopatologi. Histopatologi adalah cabang biologi yang mempelajari kondisi dan fungsi jaringan
dalam hubungannya dengan penyakit. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu agar memahami
dan mampu menginterprestasi kerusakan jaringan(organ) ikan melalui preparat histopatologi.
Adapun parameter yang diamati adalah warna, ukuran, tanda hitam, dan karakter khusus lainnya
pada sel ikan. Hasil penelitian menunjukkan pada organ insang patologis terdapat necrosis dan
hyperplasia. Pada organ hati kerusakan yang terjadi yaitu adanya rongga (hyperplasia). Organ
intestinum pun terjadi kerusakan yaitu adanya necrosis. Sedangkan pada ginjal(ren) kerusakan
yang terjadi yaitu nekrosis dan jaringan menjadi melebar dan memanjang.
Kata kunci : Ikan Mas, Pestisida, Histopatologi
ABSTRACT
Carp is a fish that qualify the test material because it is reactive to toxins. Pesticides are
the materials used to control pests but have toxic effects on living organisms and non-target
effects on the environment so that fish exposed to toxic ang can be identified with histopathology.
Histopathology is the branch of biology that studies the condition and function of the network in
relation to disease. The purpose of this study is to understand and are able to interpret the tissue
damage (organ) fish through histopathological preparations. The parameters measured were the
1
color, size, black marks and other special characters in fish cells. The results showed there were
pathologically organ-gill necrosis and hyperplasia.Pada liver damage that occurs is a cavity
(hyperplasia). Intestinal organ damage ensued that the presence of necrosis. While in the kidney
(ren) that the damage and tissue necrosis became dilated and elongated.
Keyword:Common carp,pesticides,histophatology
PENDAHULUAN
Pada umumnya pestisida yang digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu
adalah biosida yang tidak saja bersifat racun terhadap organisme pengganggu sasaran,tetapi juga
dapat memberikan pengaruh yang tidak diinginkan terhadap organisme bukan sasaran, termasuk
manusia serta lingkungan hidup. Salah satu organisme bukan sasaran yaitu ikan. Pestisida yang
mengenai badan air kemudian masuk ke lingkungan perairan tentu saja akan memberikan
dampak buruk bagi organisme perairan seperti ikan. Untuk mengtahuinya dapat dilakukan uji
histopatologi terhadap ikan yang terindikasi terkena paparan pestisida tersebut.
Histopatologi adalah cabang biologi yang mempelajari kondisi dan fungsi jaringan dalam
hubungannya dengan penyakit. Histopatologi sangat penting dalam kaitan dengan diagnosis
penyakit karena salah satu pertimbangan dalam penegakan diagnosis melalui hasil pengamatan
terhadap jaringan yang diduga terganggu.
Analisis histopatologi dilakukan dengan membandingkan kondisi jaringan sehat terhadap
jaringan sampel dapat diketahui apakah suatu penyakit yang diduga benar-benar menyerang atau
tidak.
Adapun cara pembuatan preparat histopatologi jaringan hewan mula-mula dengan
menyiapkan jaringan segar dalam pengamatan mikroskopis yaitu dengan cara fiksasi. Tujuan
dilakukannya fiksasi adalah mencegah terjadi kerusakan pada jaringan, menghentikan proses
metabolisme secara cepat, mengawetkan komponen sitologis dan histologis, mengawetkan
keadaan sebenarnya, mengeraskan materi yang lembek, dan jaringan-jaringan dapat diwarnai
sehingga bisa diketahui bagian-bagian jaringan (Affuwa, 2007)
2
Selanjutnya tahap dehidrasi, dehidrasi dilakukan setelah fiksasi dengan tujuan untuk
mengeluarkan air dari jaringan, ini merupakan prinsip dari teknik parafin yaitu air dikeluarkan
dan diganti dengan parafin sehingga blok jaringan mudah dipotong, ini dilakukan 2 tahap yakni
dehidrasi dan penjernihan. Proses dehidrasi dilakukan dengan memasukkan jaringan yang sudah
difiksasi kedalam larutan alkohol berturut-turut dari kadar 70% sampai 100% (Robby , 2000)
Selanjutnya dengan proses clearing, untuk memungkinkan paraffin dapat masuk ke
dalam sel, haruslah alkohol di dalam organ diganti dengan zat yang mudah mengusir alkohol
tetapi kemudian harus bisa diusir oleh paraffin. Clearing atau dealkoholisasi ini dapat
menggunakan aceton, benzol,toluol, dan xilol. Proses clearing dapat dilakukan selama 24 jam
(Jvetunud, 2008).
Setelah dilakukan proses Clearing kemudian Embedding dilakukan dengan membuat
kotak kertas. Beberapa keuntungan menggunakan kotak kertas yaitu bisa membuat arah sayatan
dan menandai jaringan. Sebelum jaringan atau sampel ditanam maka terlebih dahulu paraffin
dalam kotak harus membeku pada bagian dasarnya sehingga memungkinkan objek tidak
langsung menempel pada dasar kertas. Blok paraffin yang akan disayat dulu maka dibentuk dulu
(trimming). Bentuk blok disesuaikan dengan bentuk pitanya yang diinginkan. (Botanika, 2008).
Tahap selanjutnya yaitu pemotongan jaringan dengan menggunakan pisau mikrotom.
Proses ini disebut cutting menggunakan pisau mikrotom. Pisau mikrotom merupakan pisau
khusus yang digunakan untuk pemotongan preparat histologis jaringan. Proses sectioning diawali
dengan pengirisan blok parafin dengan scalpel, sehingga permukaan blok parafin yang akan
diiris dengan mikrotom berbentuk segi empat. Irislah sedemikian rupa, sehingga preparat akan
terletak tepat berada di tengah blok (Botanika, 2008).
Prosedur terakhir yang dilakukan pada jaringan jantung adalah proses pewarnaan atau
staining. Hal ini dilakukan agar memperjelas bagian-bagian jaringan pada jantung ikan nila saat
pengamatan, dalam proses pewarnaan menggunakan haematoxilin berwarna biru yang berfungsi
memberikan warna pada inti sel, xylene yang berfungsi untuk membersihkan parafin, eosin yang
berwarna merah bersifat asam tujuannya untuk melawan sitoplasma, dan rehidrasi dengan
alkohol 96% - 70% sebagai media penghantar untuk proses pewarnaan dengan HE. Apabila
proses ini tidak dilakukan maka akan mempersulit pada saat pengamatan di bawah mikroskop.
3
Beberapa bagian tubuh ikan yang biasanya dijadikan sampel untuk uji histopatologis
adalah insang, ginjal, hati, usus dan jantung. Pada insang, sel-sel yang berperan dalam
osmoregulasi adalah sel-sel chloride yang terletak pada dasar lembaranlembaran insang. Studi
mengenai fungsi dan biokimiawi insang teleostei mengindikasikan bahwa insang teleostei
merupakan pompa ion untuk chloride (Cl-), sodium (Na+) dan potasium (K+). Ion Na+ dibutuhkan
dalam proses pemompaan NH4+ dan H+ dari dalam tubuh ikan ke lingkungannya (Kusrini dkk,
2007).
Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebrata yang berbentuk mirip kacang. Sebagai
bagian dari sistem urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran (terutama urea) dari darah dan
membuangnya bersama dengan air dalam bentuk urin. Sel-sel yang bertanggung jawab pada
penyaringan ini adalah glomerulus, yamg disebut kapsul bowman. Sedangkan yang berfungsi
sebagai reabsorpsi ion adalah tubuli ginjal (Kusrini dkk, 2007).
Hati adalah sebuah organ yang memainkan peran penting dalam metabolisme dan
memiliki beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma,
dan penetralan racun (Kusrini dkk, 2007).
Intestinum (usus) ikan terdiri dari sel enterosit (memiliki villi berbentuk menyerupai
sarang tawon) dan mukosit (sel goblet penghasil lendir), segmenterpanjang dari saluran
pencernaan, bagian depannya terdapat dua saluranyang masuk didalamnya yang berasal dari
kantung empedu (ductus choledochus) dan pancreas.
Peranan jantung sangat penting dalam hubungannya dengan pemompaan darah ke seluruh
tubuh melalui sistem sirkulasi darah. Sirkulasi darah adalah sistem yang berfungsi dalam
pengangkutan dan penyebaran enzim, zat nutrisi, oksigen, karbondioksida, garam-garam,
antibodi, senyawa N, dari tempat asal ke seluruh bagian tubuh sehingga diperlukan tekanan yang
cukup untuk menjamin aliran darah sampai ke bagian-bagian jaringan-jaringan tubuh (Kusrini
dkk, 2007).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui histopatologi insang, ginjal, hati dan usus ikan mas
(Cyprinus carpio) akibat pemaparan pestisida.
METODE PENELITIAN
4
Praktikum Ekotoksikologi Perairan mata acara praktikum “Pengamatan Histopatologi”
dilakukan pada hari Rabu 18 November 2015 pukul 10.00 WIB di Laboratorium Manajemen
Sumberdaya Perairan, gedung dekanat Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas
Padjadjaran.
Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu microscope binokuler, minyak imersi dan
atlas “fish histopatology”. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu preparat histopatologi ikan
mas akibat pemaparan pestisida.
Prosedur yang digunakan pada praktikum ini yaitu diamati preparat histologi organ
insang (gill), ginjal (kidney), hati (hepar), intestinum, dan ren dari ikan uji normal dan telah
diberi toksik, kemudian dilakukan perbandingan antara keduanya berdasarkan warna, ukuran,
ada tidaknya neukrosis atau tanda dan karakter khusus lainnya selanjutnya masing-masing
preparat histologi organ hewan uji didokumentasikan.
Prosedur pembuatan preparat yaitu : pembedahan ikan, fiksasi, pencucian, dehidrasi,
clearing, infiltrasi, embedding, sectioning, afixing, deparafinisasi, staining, moulting dan
labeling.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan pengujian histopatologi terhadap beberapa organ ikan mas, ditemukan perbedaan antara organ yang normal dan yang terkena patogen.
1. Organ Ren
Setelah dilakukan pengamatan, didapatkan hasil sebagai berikut :
5
Tabel 1. Hasil Pengamatan Preparat Analisis Histopatologi RenParameter Kontrol Patologis
Warna Merah cerah Merah keorangeanUkuran Normal BesarTanda Hitam (Necrosis) Tidak ada necrosis Terdapat necrosisKarakter Khusus Normal Hyperplasia
hasil pengamatan, antara ginjal kontrol dan ginjal patologis terdapat perbedaan, mulai dari warna yang cenderung lebih merah keorangean pada ginjal patologis. Kemudian ukuran ginjal patologis yang juga lebih besar dibandingkan dengan kontrol. Hal ini disebabkan karena terjadinya peradangan akibat adanya bahan toksik.
Peradangan adalah respons fisiologi lokal terhadap cedera jaringan. Radang bukan suatu penyakit melainkan suatu manifestasi suatu penyakit. Peradangan merupakan reaksi infeksi akibat masuknya toksik dari dalam darah. Ada beberapa penyebab terjadinya radang salah satunya yaitu zat kimiawi misalnya korosif, asam, basa, agen pengurang dan toksin bakteri. Bahan kimiawi yang menyebabkan korosif akan merusak jaringan, yang kemudian akan memprofokasi terjadinya proses radang. Disamping itu, agen penyebab infeksi dapat melepaskan bahan kimia spesifik yang mengiritasi dan dapat mengakibatkan peradangan (Harjono, 1996).
Selain itu, dilihat dari adanya noktah/tanda hitam pada ginjal patologis ikan mas. Tanda
hitam tersebut merupakan nekrosis, yang terjadi akibat adanya sel yang mati. Menurut Anderson
(1976) nekrosis merupakan kematian sel atau jaringan yang bersifat irreversible atau tidak dapat
disembuhkan. Penyebab nekrosis cukup beragam diantaranya adalah toksin bakteri, bahan kimia
yang korosif, agen fisik seperti suhu tinggi dan melemahkan kemampuan suplai darah, nekrosis
ditandai dengan rusaknya nukleus (bentuk ireguler, kromotin memadat, nukleolus hilang).
Nekrosis dapat disebabkan karena epitel tubulus dari ginjal ikan terpapar logam berat sebagai
suatu zat yang bersifat toksik.
2. Organ IntestinumSetelah dilakukan pengamatan, didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 2. Hasil Pengamatan Preparat Analisis Histopatologi IntestinumParameter Kontrol PatologisWarna Merah tua Lebih cerahUkuran Besar KecilTanda HItam (Necrosis) Tidak ada necrosis Ada necrosisKarakter Khusus pecah Lebih menyatu
Perbedaan usus ikan mas pada kontrol dengan usus yang telah diberikan bahan toksik
terlihat dari warnanya, pada usus kontrol terlihat usus berwarna merah cerah sedangkan pada
patologisnya usus berwarna merah tua, dari ukurannya yang awalnya berukuran normal menjadi
6
lebih kecil atau usus terlihat mengecil yang dapat disebut dengan hipoplasia. Selain terlihat dari
warna dan ukurannya terlihat pula dari ada tidaknya noktah hitam/putih pada usus.
Pada usus kontrol tidak terlihat noktah-noktah sedangkan pada patologisnya terlihat noktah
berwarna hitam. Ada pula karkater khusus untuk membandingkan usus kontrol dan patologisnya,
yaitu pada usus kontrol bentuknya bulat dan sel nya utuh atau rapat sedangkan pada usus
patologis selnya mengalami perenggangan.
3. Organ InsangSetelah dilakukan pengamatan, didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 3. Hasil Pengamatan Preparat Analisis Histopatologi InsangParameter Kontrol Patologis
Warna Merah muda Merah kehitamanUkuran Normal Lebih besarTanda Hitam (Necrosis) Tidak ada necrosis Terdapat necrosisKarakter Khusus Lamela tersusun rapi Lamela jarang
Perbedaan insang ikan mas pada kontrol dengan insang yang telah diberikan bahan toksik
terlihat dari warnanya, pada insang kontrol terlihat insang berwarna merah sedangkan pada
patologisnya insang berwarna merah kehitaman, dari ukurannya yang awalnya berukuran normal
dengan lamela tipis menjadi berukuran lebih besar dengan lamela yang. Selain terlihat dari warna
dan ukurannya terlihat pula dari ada tidaknya noktah hitam/putih pada insang. Pada insang
kontrol tidak terlihat noktah-noktah hitam/putih sedangkan pada patologisnya terlihat ada
noktah hitam. Noktah/tanda hitam ini disebut juga dengan nekrosis. Akibat kondisi sel yang
tidak mampu lagi untuk memperbaiki kerusakan sel, maka akan menyebabkan terjadinya
kematian sel atau nekrosis (Robbins dan Kumar, 1995).
Ada pula karkater khusus untuk membandingkan insang kontrol dan patologisnya, pada
insang yang kontrol tidak ada karakter khusus sedangkan pada insang patologis lamelanya
mengalami penipisan. Hal ini diakibatkan pemaparan bahan toksik yang menyebabkan terjadinya
perubahan fisiologis pada organ insang.
Selain yang di sebutkan di atas terdapat juga kerusakan lain yaitu fusion yang dapat
mempengaruhi pernafasan ikan. Terjadinya fusion disebabkan karena luka pada lamela sekunder
memaksa organ tersebut mengeluarkan banyak lendir untuk menutupi luka tersebut sehingga
terjadi pendempetan antara lamela sekunder yang satu dengan lainnya. Selain fusion terjadi
karena lamela mengalami penipisan sehingga proses pernafasan terganggu. Keadaan ini
7
mengakibatkan ukuran rongga (kapiler lumen) mengalami penyempitan dan sel yang berada di
tengah lamela sekunder bergeser ke ujung lamela sekunder lainnya sehingga terjadi pendempetan
(Anugrah dalam Ramli 2008).
Insang berfungsi sebagai alat pernafasan pada ikan, dan lamela adalah tempat pertukaran
oksigen. Jika terjadi kerusakan pada lamela tersebut, akibatnya peredaran darah ikan terganggu,
dan terjadi pembendungan darah. Semakin lama, kerusakan ini akan menyebabkan gangguan
sirkulasi yang dapat mengakibatkan suplai oksigen berkurang.Pada akhirnya, akan terjadi efek
letal pada ikan karena terganggunya sistem pernafasan.
4. Organ Ginjal dan Insang Patologis
Tabel 4. Hasil Pengamatan Preparat Analisis Histopatologi HatiParameter Patologis
GinjalPatologisInsang
Warna Merah Merah hatiUkuran Besar Lebih besarTanda Hitam (Necrosis)
Terdapat necrosis
Terdapat necrosis
Karakter KhususTerdapat cincin hitam
Lamella padat
Dari hasil pengamatan dapat dibandingkan antara ginjal yang patologis dan insang yang
patologis pada warna, warna pada ginjal patologis lebih merah dibandingkan dengan insang
yang patologis. Selain dari warna dapat dilihat juga dari ukuran, tetapi dari ukuran ginjal dan
insang yang patologis sama-sama besar, berarti mengalami pembengkakan. Pada ginjaldan
insang patologis juga terdapat nekrosis. Tetapipada ginjal patologis terdapat cincin hitam
pada karakter khususnya sedangkan pada insang lamella menjadi padat.
5. Organ HatiHasil pengamatan menunjukkan bahwa pada jaringan hati ikan mas normal, belum terlihat
perubahan baik dari warna, ukuran, maupun gejala adanya nekrosis. Warna terlihat merah cerah
dan bening, ukuran hati masih normal dan tidak adanya nekrosis. Struktur sel masih teratur dan
tidak rusak atau tidak ada rongga yang d akibatkan kematian sel.
Pada pengamatan preparat hati patologis, terjadi perubahan struktur jaringan hati. Perubahan
struktur jaringan sel hati yang disebabkan oleh zat kimia yang bersifat racun antara lain
perlemakan hati, nekrosis dan sirosis (Lu, 1995). Gambar tersebut memperlihatkan kerusakan sel
hati ikan mas. Kerusakan berat sel hati adalah kematian sel atau sering disebut nekrosis.
8
Tabel 5. Hasil Pengamatan Preparat Analisis Histopatologi HatiParamete
rKontrol Patologis
Warna Merah Merah hatiUkuran Normal Lebih besarTanda Hitam (Necrosis)
Tidak ada necrosis
Tidak ada necrosis
Karakter Khusus
rapat dan menggumpal
Agak renggang dan pecah
Gambar di atas mununjukan adanya kerusakan jaringan yang mengakibatkan adanya sel-
sel mati (nekrosis) dan tidak ada penggantian sel sehingga terbentuknya rongga di dalam
jaringan tersebut.
Necrosis menggambarkan keadaan dimana terjadi penurunan aktivitas jaringan yang
ditandai dengan hilangnya beberapa bagian sel satu demi satu dari satu jaringan sehingga dalam
waktu yang tidak lama akan mengalami kematian. Necrosis dapat terjadi karena denaturasi
protein plasma, dan pemecahan oraganel sel. Dapat juga disebabkan karena terinfeksi bakterial
sehingga menyebabkan terakumulasinya sel darah putih.
Pada sel hati patologis, terjadi hiperplansia yang mengakibatkan sinusoid menyempit
sehingga aliran darah terganggu dan terdapat banyak nekrosis yang menyebabkan rongga pada
jaringan hati tersebut.
Pembengkakan sel atau degenerasi vakuola bersifat reversibel sehingga apabila paparan
zat toksik tidak berlanjut maka sel dapat kembali normal. Namun jika pengaruh zat toksik
berlangsung lama maka sel tidak dapat mentolerir kerusakan yang diakibatkan oleh zat toksik
tersebut. Hal tersebut juga didukung oleh Hinton dan Lauren, 1990 dalam penelitian Patung et al
(2008) yang melaporkan bahwa dengan terpaparnya cadmium maka menyebabkan terjadinya
pembengkakan hepatosit sebagai akibat langsung dari zat toksik yang berpengaruh langsung
pada mekanisme transpor ion.
Simpulan
Berdasarkan pengamatan yang telah di lakukan kelompok 19, dapat diperoleh kesimpulan
bahwa :
•Pada pengamatan preparat kontrol dan preparat yang terkena toksik itu berbeda.
9
•Kerusakan jaringan yang terjadi antara lain necrosis, hyperplasia, hypoplasia, dan fusion.
•Kerusakan jaringan akibat kematian patologis satu atau lebih sel (Necrosis) terdapat pada organ
insang, organ intestinum, dan organ ginjal.
•Kerusakan akibat perbanyakan sel – sel yang tak terkendali (hyperplasia) terdapat pada organ
insang.
•Kerusakan akibat pengecilan/penyempitan organ(hypoplasia) terdapat pada organ intestinum.
•Sedangkan fusion hanya terdapat pada insang yang mengakibatkan pernafasan ikan terganggu.
Daftar Pustaka
Affuwa. 2007.Jaringan pada Hewan.http://affuwa.wordpress.com. Diakses pada tanggal 11
Nopember 2014.
Bavelander G, dkk. 1998. Dasar-Dasar Histologi. Erlangga. Jakarta.
Botanika. 2008. Fixation mbedding sectioning.http//botanika.biologija.org. Diakses tanggal 11
Nopember 2014.
EDMONSON, W. T., 1958. Fresh Water Biology. 2 nd. John Wiley and Sons, inc NewYork.
Effendie, M. I. 1997. Biologi perkanan. Yayasan Pustaka nusantara. Yogyakarta. 163 hal.
EVY,R., ENDANG MUJIANI dan K. SUJONO.2001. Usaha Perikanan di Indonesia.Mutiara
Sumber Widya. Jakarta. 96 hal.
Fujaya, Y, 2004. Fisiologi Ikan. Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan. Rineka Cipta.
Jakarta
Jvetunud. 2008. Parafin Hewan.http://www.jvetunud.com. Diakses tanggal 11 Nopember 2014.
Kusrini, Eni, Nurul Hanum Kharisma, Adi Sucipto, Marlina Ahmad, 2007. Anatomi Organ
Pencernaan Ikan Nila Merah Oreochromis sp. ITB. Bogor.
10
Robby N, dkk. 2000. Histologi. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Makassar.
Anderson, P.S.1976. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih bahasa: Peter Anugerah. Jakarta: EGC. Penerbit Buku Kedokteran.
Hinton DE, Lauren DJ. 1990. Integrative histopathological effects of environmental stressors on fishes. American Fisheries Society Symposium; 8: 51–66.
Harjono, R. M., Andry Hartono, Surya S. 1996. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Kumar et al., 2007. Basic Pathology 8 th Edition. Saunders Elsevier Inc., Philadelphia.
Lu, C.F. 1995. Toksikologi Dasar. Jakarta: Universitas Indonesia.
Wahyuningsih, Hesti dan Dr. Ing Ternala Alexander Barus. 2006. Buku Ajar Ikhtiologi.
Universitas Sumatera Utara.
11