LAPAK ISONIAZIDA

24

Click here to load reader

description

isoniazida

Transcript of LAPAK ISONIAZIDA

Page 1: LAPAK ISONIAZIDA

Praktikum Analisis Farmasi

Laporan Akhir

Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Isoniazida

Menggunakan Metode Titrasi Bromometri

Nama : Dewi Gayuh Lestari

NPM : 260110100153

Jadwal Praktikum : Senin, 13.00-16.00 WIB

Laboratorium Analisis Farmasi

Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran

2013

Page 2: LAPAK ISONIAZIDA

Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Isoniazida

Menggunakan Metode Titrasi Bromometri

I. Tujuan

Melakukan identifikasi dan penetapan kadar senyawa isoniazida

menggunakan metode titrasi bromometri.

II. Prinsip

Bromometri merupakan penentuan kadar senyawa berdasarkan

reaksi reduksi-oksidasi dimana proses titrasi (reaksi antara reduktor dan

bromine berjalan lambat) sehingga dilakukan titrasi secara tidak

langsung dengan menambahkan bromine berlebih. Bromometri

merupakan metode oksidasi reduksi dengan dasar reaksi oksidasi dari

ion bromat.

BrO3- + 6H+ + 6e → Br- + 3H2O

Adanya kelebihan KBrO3 dalam larutan akan menyebabkan ion

bromida bereaksi dengan ion bromat

BrO3- + 5 Br- + 6 H+ → 3 Br2 + 3 H2O

( Prita, 2011).

III. Reaksi

KBrO3 + 5 KBr + 6 HCl → 3 Br2 + 6 KCl + 3 H2O

Br2 + 2 KI + → I2 + 2 KBr

I2 + 2 Na2S2O3 → 2 NaI + Na2S4O6

( Rohman dan Gandjar, 2007 ).

IV. Teori Dasar

Bromometri merupakan salah satu metode penetapan kadar suatu

zat dengan prinsip reaksi reduksi-oksidasi. Oksidasi adalah suatu proses

yang mengakibatkan hilangnya satu elektron atau lebih dari dalam zat

Page 3: LAPAK ISONIAZIDA

(atom, ion atau molekul). Bila suatu unsur dioksidasi, keadaan

oksidasinya berubah ke harga yang lebih positif. Suatu zat pengoksidasi

adalah zat yang memperoleh elektron, dan dalam proses itu zat tersebut

direduksi ( Khopkar, 1990 ).

Reduksi sebaliknya adalah suatu proses yang mengakibatkan

diperoleh satu elektron atau lebih oleh zat (atom, ion atau molekul).

Bila suatu unsur direduksi, keadaan oksidasi berubah menjadi lebih

negatif (kurang positif), jadi suatu zat pereduksi adalah zat yang

kehilangan elektron, dalam proses itu zat ini dioksidasi. Oksidasi dan

reduksi selalu berlangsung dengan serempak. Ini sangat jelas karena

elektron yang dilepaskan oleh sebuah zat harus diambil oleh zat yang

lain. Jika terjadi oksidasi pada suatu zat, maka pada saat yang sama

reduksi dari suatu zat juga berlangsung ( Basset J etc., 1994 ).

Titrasi redoks berdasarkan pada perpindahan indikator antara titran

dengan analit. Jenis titrasi ini biasanya menggunakan potensiometri

untuk mendeteksi titik akhir meskipun demikian pengunaan ndicator

yang dapat berubah warnanya dengan adanya kelebihan titran juga

sering digunakan. Bromometri merupakan salah satu metode

oksidimetri dengan dasar reaksi oksidasi dari ion bromat (BrO3).

BrO3- + 6H+ + 6e → Br- + 3H2O

Dari persamaan reaksi ini ternyata bahwa satu gram ekuivalen sama sengan

1/6 gram molekul. Disini dibutuhkan lingkungan asam karena kepekatan ion

H+ berpengharuh terhadap perubahan ion bromat menjadi ion bromida.

Oksidasi potensiometri yang relatif tinggi dari sistem menunjukkan

bahwa kalium bromat adalah oksidator yang kuat. Hanya saja kecepatan

reaksinya tidak cukup tinggi. Untuk menaikkan kecepatan ini titrasi dilakukan

dalam keadaan panas dan dalam lingkungan asam kuat.

Seperti yang terlihat dari reaksi di atas, ion bromat direduksi menjadi ion

bromide selama titrasi. Adanya sedikit kelebihan kalium bromat dalam larutan

akan menyebabkan ion bromide bereaksi dengan ion bromat.

Page 4: LAPAK ISONIAZIDA

BrO3- + 5 Br- + 6 H+ → 3 Br2 + 3 H2O

Bromine yang dilepaskan akan merubah larutan menjadi warna kuning pucat.

Warna ini sangat lemah sehingga tidak mudah untuk menetapkan titik akhir.

Bromine yang dilepaskan tidak stabil karena mempunyai tekanan uap yang

tinggi dan mudah menguap. Karena itu penetapan harus dilakukan pada suhu

serendah mungkin, serta labu yang dipakai harus ditutup.

Jika reaksi antara senyawa reduktor dan bromine dalam lingkungan asam

berjalam cepat, maka titrasi dapat dijalankan langsung, dimana titik akhir

titrasi ditunjukkan denghan munculnya warna bromine dalam larutan. Tetapi

jika reaksi antara bromine dan zat yang akan ditetapkan berjalan lambat, maka

dilakukan titrasi secara tidak langsung, yaitu dengan menambahkan bromine

yang berlebih dan bromine yang berlebih ini ditetapkan secara iodometri

dengan dititrasi dengan natrium tiosulfat baku.

Dengan terbentunya brom, titik akhir titrasi dapat ditentukan dengan

terjadinya warna kuning dari brom, akan tetapi supaya warna ini menjadi jelas

maka perlu ditambah indikator seperti jingga metal, merah fiuchsin, dan lain-

lain.

( Rohman dan Gandjar, 2007 ).

Isoniazid ( INH )

Nama resmi : Isoniazidum

Sinonim : Isoniazid

Rumus Kimia : C6H7N3O

Stuktur :

Page 5: LAPAK ISONIAZIDA

Pemerian : Hablur putih atau tidak berwarna atau serbuk

hablur putih, tidak berbau.

Kelarutan : Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam

ethanol; sukar larut dalam kloroform dan eter.

Kandungan : Tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari

102,0 % C6H7N3O dihitung terhadap zat yang

telah dikeringkan.

Khasiat : Antituberkulosa

Kegunaan : Sebagai sampel

Penyimpanan : Dalam wadah tidak tembus cahaya, tertutup

cahaya

(FI IV, 1995)

V. Alat dan Bahan

a. Alat

1. Botol semprot

2. Bulb

3. Buret

4. Erlenmeyer

5. Gelas kimia 10 ml

6. Gelas kimia 25 ml

7. Gelas kimia 50 ml

8. Klem

9. Labu ukur

10. Pipet tetes

11. Spatel

12. Statif

13. Tabung reaksi

Page 6: LAPAK ISONIAZIDA

14. Volume pipet 5 ml

15. Volume pipet 10 ml

b. Bahan

1. Aquadest

2. Asam sulfat (H2SO4)

3. Indikator amilum 0,5 %

4. Isoniazid

5. Kalium dikromat (K2Cr2O7)

6. Kalium bromida (KBr)

7. Kalium iodida (KI)

8. Larutan Hidrogen Klorida (HCl) pekat

9. Larutan Kalium Bromat (KBrO3) 0,1 N

10. Natrium tiosulfat (Na2S2O3)

11. Natrium karbonat (Na2CO3)

c. Gambar Alat

Botol Semprot Bulb Buret dan Statis

Erlenmeyer Gelas Kimia Labu Ukur

Page 7: LAPAK ISONIAZIDA

Pipet Tetes Spatel Tabung Volume Pipet

Reaksi

VI. Prosedur

a. Analisis Kualitatif

1. Uji Organoleptis

Sampel isoniazid diambil sebanyak 100 mg, lalu diamati bentuk,

warna, bau, dan rasa.

2. Uji Kelarutan

Sampel isoniazid diambil 1 gram dan 10 mg , masing-masing

sampel di masukkan kedalam 2 beaker glass yang berbeda.

Beaker glass I di tambahkan aquadest 10 ml, selanjutnya beaker

glass II di tambahkan alkohol 95% sebanyak 10 ml. Diamati

proses kelarutanya.

3. Uji Reaksi warna

3.a. Sampel isoniazida sebanyak 50 mg dimasukkan kedalam

tabung reaksi, dan ditambahkan kedalamnya 1 gr natrium

karbonat (Na2CO3) anhidrat. Setelah itu campuran kedua

bahan tersebut dipanaskan (mulut tabung reaksi ditutup

kapas). Diamati bau yang terbentuk.

3.b. Sampel Isoniazida di masukkan kedalam tabung reaksi,

kemudian ditambahkan kedalamnya reagen fehling A dan

fehling B ( perbandingannya 1 : 1 ), setelah itu dipanaskan.

Diamati perubahan warna dan endapan yang terjadi.

b. Analisis Kuantitatif ( Titrasi Bromometri)

1. Pembuatan Kalium bromat (KBrO3) 0,1 N

Page 8: LAPAK ISONIAZIDA

Serbuk KBrO3 di timbang sebanyak 2,784 gram, slanjutnya

serbuk KBrO3 dilarutkan dalam 1000 ml air didalam labu ukur.

2. Pembakuan Natrium tiosulfat (Na2S2O3)

Larutan Natrium tiosulfat dimasukkan ke dalam buret. Di dalam

Erlenmeyer 250 ml dimasukkan 100 mg Kalium dikromat

(K2Cr2O7), ditambahkan kedalamnya aquadest sebanyak 50 ml

(goyangkan hingga larut), 2 gram Kalium iodide (KI), dan 8 ml

asam sulfat (H2SO4). Kemudian campuran bahan dalam

Erlenmeyer dititrasi dengan Natrium tiosulfat (Na2S2O3) sampai

warna larutan menjadi kuning jerami, pada keadaan tersebut

langsung ditambahkan indikator amilum 0,5%. Dititrasi kembali

dengan Natrium tiosulfat (Na2S2O3) sampai warna larutan

berubah menjadi biru. Dicatat volume natrium tiosulfat yang

dipakai dan dihitung normalitas natrium tiosulfat.

3. Penetapan kadar isoniazida

Larutan Natrium tiosulfat (Na2S2O3) dimasukkan ke dalam

buret. Isoniazida ditimbang sebanyak 10 mg, kemudian

dilarutkan dengan aquadest sebanyak 10 ml dalam erlenmeyer

yang telah dilapisi plastic hitam di seluruh permukaannya

( dikocok hingga larut). Selanjutnya ditambahkan 5 ml kalium

bromat 0,1 N, 0,5 gr KBr, dan 2 ml asam klorida pekat.

Kemudian erlenmeyer ditutup dengan plastik wrap dan

didiamkan selama 5 menit ditempat gelap. Setelah didiamkan,

kemudian ditambahkan kedalam erlenmeyer dengan hati-hati

0,2 gr kalium iodide yang telah dilarutkan dalam 1 ml aquadest.

Setelah itu, dititrasi dengan Natrium tiosulfat (Na2S2O3) yang

telah dibakukan hingga warna larutan menjadi kuning jerami.

Pada keadaan larutan berwarna kuning jerami ditambahkan

indicator amilum 0,5% (larutan menjadi warba biru tua), dititrasi

kembali dengan Natrium tiosulfat (Na2S2O3) hingga larutan

menjadi bening. Dicatat volume natrium tiosulfat yang dipakai

dan dihitung kadar isoniazida.

Page 9: LAPAK ISONIAZIDA

VII. Data Pengamatan

a. Analisis Kualitatif

1. Uji Organoleptis

No

.

Parameter Pengamatan

1. Bentuk Serbuk hablur

2. Warna Putih tulang

3. Bau Tidak berbau

4. Rasa Agak pahit

2. Uji Kelarutan

No

.

Perlakuan Pengamata

1. 1 gr INH dalam tabung reaksi +

10 ml Aquadest

Melarut cepat ( mudah

larut)

2. 10 mg INH dalam tabung reaksi +

10 ml alkohok 95%

Larutnya sedikit lama

(Agak sukar larut)

3. Uji Reaksi Warna

No

.

Perlakuan Pengamatan

1. 50 mg INH + 1 gr Na2CO3 (dalam Campuran serbuk putih

Page 10: LAPAK ISONIAZIDA

tabung reaksi)

Dipanaskan diatas penangas air

(mulut tabung reaksi ditutup

tissue)

Tercium bau piridina

yang sangat lemah

2. Sampel INH (secukupnya) +

Pereaksi Fehling A dan Fehling B

(dengan perbandingan 1:1)

Larutan hijau dengan

serbuk kekuningan,

namun lama-kelamaan

campuran berwarna

kuning keseluruhan

Dipanaskan diatas penangas air Larutan kental coklat

dengan endapan

berwarna merah bata

b. Analisis Kuantitatif

1. Pembakuan Natrium tiosulfat (Na2S2O3)

No. K2Cr2O7 ( mg ) Na2S2O3 ( ml ) Na2S2O3 ( N )

1. 142 28,75 0,100

2. 103 20,1 0,104

3. 143 28,55 0,102

X (rata-rata) 0,102

BE K2Cr2O7 = 49,05

Page 11: LAPAK ISONIAZIDA

Perhitungan pembakuan :

C Na2S2O3 = Massa K 2 Cr 2 O 7(mg)

BE K 2Cr 2O 7 xV olume Na 2 S2 O 3(ml)

1. C Na2S2O3 = 142 mg

49,05 x28,75 ml = 142

1410,1875 = 0,100 N

2. C Na2S2O3 = 103 mg

49,05 x20,1 ml = 103

985,905 = 0,104 N

3. C Na2S2O3 = 143 mg

49,05 x28,55 ml = 143

1400,3775 = 0,102 N

Rata-rata C Na2S2O3 = ∑ C Na2 S 2O 3

n

= 0,100 N +0,104 N+0,102 N

3

= 0,306 N

3

Rata-rata C Na2S2O3 = 0,102 N

2. Penetapan kadar isoniazida

No. INH (mg) Na2S2O3 (ml) Kadar (%)

1. 0,1011 6 138

2. 0,1009 7,5 103,97

Rata-rata % 120,985

BM Isoniazida = 137,14

Perhitungan kadar (%) :

% kadar INH = (ml x N KBrO3−(ml x N Na Tiosulfat ) ) x3,429

W sampel

1. % kadar INH = (5 x0,1− (6 x 0,102 ) ) x3,429

10 ,11

Page 12: LAPAK ISONIAZIDA

=(0,5−0,612 ) x 3,429

10 , 11

= −0,384048

10,11

= - 0,038 %

2. % kadar INH = (5 x0,1− (7,5 x 0,102 ) ) x3,429

10,09

= (0,5−0,765 ) x 3,429

10,09

= −0,908685

10 ,09

= - 0,09 %

Rata-rata % kadar INH = ∑ % kadar INH

n

= −0,038 %+(−0,09)%

2

= −0,128 %

2

Rata-rata % kadar INH = - 0,064 %

Gambar Saat Titrasi :

Penyiapan sampel Titrasi Sampel

sebelum dititrasi

Page 13: LAPAK ISONIAZIDA

Mendekati titik akhir Mencapai titik akhir titrasi

titrasi

VIII. Pembahasan

a. Analisis Kualitatif

Pada analisi kualitattif, pertama dilakukan uji organoleptis

dan diperoleh data pengamatan terhadap senyawa isoniazida yaitu

bentuk serbuk hablur, warna putih tulang, tidak berbau, dan rasa

agak pahit. Uji kedua adalah uji kelarutan senyawa isoniazida

terhadap aquadest dan alkohol 95%. 1 gr isoniazida mudah larut

dalam 10 ml aquadest dan 10 mg isoniazida agak sukar larut dalam

10 ml alkohol 95%. Selanjutnya uji reaksi warna, perlakuan yang

pertama pada isoniazida dan ditambahkan dengan natrium karbonat

kemudian dipanaskan tercium bau piridina yang sangat lemah, hal

ini menunjukkan bahwa isoniazida termasuk senyawa turunan

piridina. Perlakuan selanjutnya pada senyawa obat isoniazida

adalah sampel isoniazida ditambahkan reagen fehling A dan B

( campuran senyawa dengan reagen menjadi warna kuning), dan

langsung dipanaskan yang kelama-lamaan membentuk larutan

coklat dengan endapan merah bata, hal ini memperlihatkan bahwa

senyawa tersebut positif isoniazida. Isoniazida termasuk gugus

pereduksi atau termasuk golongan gula pereduksi, dimana dalam

pereaksi Fehling, ion Cu2+ terdapat sebagai ion kompleks. Pereaksi

Fehling dapat dianggap sebagai larutan CuO. Dalam pereaksi ini

ion Cu2+ direduksi menjadi ion Cu+ yang dalam suasana basa akan

diendapkan sebagai Cu2O. Dengan larutan gula pereduksi yang

Page 14: LAPAK ISONIAZIDA

tidak encer pereaksi Fehling menghasilkan endapan berwarna

merah bata.

b. Analisis Kuantitatif

Pembakuan larutan natrium tiosulfat. Larutan natrium

tiosulfat (Na2S2O3) sebelum digunakan sebagai larutan standar

dalam proses titrasi bromometri ini maka harus distandarkan

terlebih dahulu oleh kalium dikromat yang merupakan standar

primer. Larutan kalium dikromat 100 mg yang telah dilarutkan

dalam 50 ml aquadest ditambahkan dengan 2 gr kalium iodide dan 8

mL asam sulfat pekat (larutan menjadi warna coklat), dititrasi

dengan natrium tiosulfat hingga warna larutannya menjadi kuning

jerami. Fungsi penambahan asam sulfat pekat dalam larutan tersebut

adalah memberikan suasana asam, sebab larutan yang terdiri dari

kalium dikromat dan kalium iodida berada dalam kondisi netral atau

memiliki keasaman rendah.

Indikator yang digunakan adalah indikator amilum 0,5%.

Penambahan indikator ini saat mendekati titik akhir titrasi hal ini

dilakukan agar indikator amilum tidak berikatan kuat dengan iod

karena akan menyebabkan indikator amilum sukar dititrasi ( nanti

titik akhirnya kelewat). Titrasi harus dilakukan sesegera mungkin,

karena I2 mudah menuap. Pada titik akhir titrasi perubahan warana

dari biru menjadi bening, hal ini karena iod yang terikat dengan

amilum hilang bereaksi dengan titran (natrium tiosulfat).

Penggunaan indikator ini untuk membantu memperjelas perubahan

warna larutan yang terjadi pada saat titik akhir titrasi.

Pembakuan natrium tiosulfat ini dilakukan triplo (3 kali

pengerjaan), diperoleh normalitas dari ketiga pembakuan adalah

0,100 N, 0,102 N, dan 0,104 N. sehingga rata-rata normalitas dari

larutan natrium tiosulfat adalah 0,102 N (normalitas inilah yang

digunakkan pada saat perhitungan kadar isoniazida).

Page 15: LAPAK ISONIAZIDA

Selanjutnya penetapan kadar isoniazida. Penetapan kadar

isoniazida menggunakan metode titrasi bromometri, titrasi

bromometri merupakan metode titrasi oksidasi reduksi dengan dasar

reaksi oksidasi dari ion bromat.

Pertama-tama yang dilakukan dalam percobaan penentuan kadar

isoniazida adalah 10 mg isoniazid dilarutkan dalam 10 ml aquadest

dalam Erlenmeyer yang ditutupi plastic hitam diseluruh

permukaannya dan plastic wrap digunakan untuk penutup

erlenmeyer. Setelah isoniazid larut, ditambahkan 5 ml kalium

bromat 0,1 N , 0,5 g KBr dan 2 ml HCl Pekat. HCl pekat berfungsi

untuk memberikan suasana asam sehingga disini dibutuhkan

lingkungan asam karena kepekatan ion H+ berpengharuh terhadap

perubahan ion bromat menjadi ion bromida.

BrO3- + 6H+ + 6e → Br- + 3H2O

Dari reaksi diatas diperoleh, satu gram bromat sebanding dengan 1/6

gram molekul.

Kemudian campuran bahan yang berada di erlenmeyer dibiarkan

selama 5 menit dan didiamkan ditempat gelap (hal ini untuk

menghindari kalium bromatnya teroksidasi). Setelah didiamkan 5

menit, selanjutnya dititrasi dengan natrium tiosulfat 0,1 N. Seperti

yang terlihat dari reaksi di atas, ion bromat direduksi menjadi ion bromide

selama titrasi. Adanya sedikit kelebihan kalium bromat dalam larutan

akan menyebabkan ion bromide bereaksi dengan ion bromat.

BrO3- + 5 Br- + 6 H+ → 3 Br2 + 3 H2O

Bromine yang dilepaskan akan merubah larutan menjadi warna kuning

pucat. Warna ini sangat lemah sehingga tidak mudah untuk menetapkan

titik akhir titrasi. Bromine yang dilepaskan tidak stabil karena

mempunyai tekanan uap yang tinggi dan mudah menguap. Oleh karena

itu penetapan harus dilakukan pada suhu serendah mungkin, serta labu

yang dipakai harus ditutup. Dengan terbentunya brom, titik akhir titrasi

dapat ditentukan dengan terbentuknya warna kuning dari brom, agar

perubahan warna menjadi jelas ketika mendekati titk akhir titrasi maka

perlu ditambah indikator, indikator yang digunakkan pada percobaan ini

adalah indikator amilum 0,5%.

Page 16: LAPAK ISONIAZIDA

Dimana tiap 1 ml KBrO3 ≈ 3,429 mg isoniazida. Setelah

melakukan prosedur penetapan kadar isoniazida, didapatkan

jumlah natrium tiosulfat yang diperlukan untuk tercapainya titik

akhir titrasi sampai larutan tidak berwarna pada satu kali titrasi.

Percobaan penetapan kadar isoniazida dilakukan duplo (2 kali

pengerjaan), pada titrasi pertama dibutuhkan natrium tiosulfat

sebanyak 6 ml dan titrasi ke dua sebanyak 7,5 ml. Setelah

diketahui jumlah natrium tiosulfat yang dibutuhkan untuk titrasi,

selanjutnya dilakukan perhitungan kadar isoniazida menggunakan

rumus :

% kadar INH =

(ml x N K brO 3−(ml x N NaTiosulfat ) ) x 3,429

W sampel

Diperoleh kadar INH titrasi pertama adalah – 0,038% dan titrasi

kedua – 0,09%. Sehingga rata-rata kadar isoniazida adalah –

0,064%. Kadar yang diperoleh bernilai negative, hal ini

kemungkinan dapat disebabkan karena kesalahan dalam pembuatan

kalium bromat 0,1 N dan dalam penyimpanannya yang tidak benar

sehingga kalium bromat telah teroksidasi ketika akan digunakan,

yang akan mempengaruhi proses titrasi. Ketika pembuatan kalium

bromat tidak benar, hal ini akan mempengaruhi dalam pembakuan

natrium tiosulfat, sehingga akan diperoleh normalitas natrium

tiosulfat yang tidak sebenarnya. Kesalahan bisa saja terjadi dalam

pembuatan indikator amilum 0,5%, sehingga indikator tidak dapat

membantu memperjelas perubahan warna saat titrasi.

IX. Kesimpulan

Analisis Isoniazida dapat dilakukan dengan cara analisis

kualitatif yang meliputi uji organoleptis, uji kelarutan dan uji reaksi

warna, berdasarkan analisis kualitatif isoniazida termasuk turunan

piridina dan termasuk golongan gugus pereduksi. Serta analisis

Page 17: LAPAK ISONIAZIDA

kuantitatif yaitu Kadar Isoniaziad yang diperoleh dari percobaan adalah

sebesar – 0,064 %.

Datar Pustaka

Basset. J etc. 1994. Buku Ajar Vogel, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Depatemen Kesehatan RI. Jakarta.

Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Prita. 2011. Reaksi Reduksi-Oksidasi. Available Online at http://pdkt-tekim-undip-weebly.com/materi-redoks.html (diakses tanggal 29 maret 2013)

Rohman, Abdul dan Gandjar, Ibnu Gholib. 2007. Kimia Farmasi Analisis.

Pustaka Pelajar. Yogyakarta.