UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN ISOLAT KAPANG ENDOFIT …
of 87
/87
Embed Size (px)
Transcript of UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN ISOLAT KAPANG ENDOFIT …
ENDOFIT TANAMAN LUMUT HATI
SKRIPSI
JAKARTA
ENDOFIT TANAMAN LUMUT HATI
SKRIPSI
NURILLAH DWI NOVARIENTI
JAKARTA
Lumut Hati Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees
Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah dan beragam berasal dari
darat dan laut. Sumber daya alam hayati tersebut dapat dieksplorasi sebagai bahan
obat, baik yang bersumber dari tanaman, hewan maupun mikroorganisme. Kapang
endofit merupakan sumber daya mikroba yang tumbuh di dalam jaringan tanaman
yang dapat menghasilkan senyawa yang memiliki khasiat sama dengan tanaman
inangnya. Tanaman lumut hati Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees
merupakan salah satu spesies Marchantia yang diketahui merupakan sebagai
sumber antioksidan alami yang mengandung senyawa flavonoid, tanin dan
senyawa fenolik. Antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkap atau
meredam dampak negatif oksidan dalam tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk
mengisolasi kapang endofit yang terdapat di dalam tanaman lumut hati
Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees dan menguji aktivitasnya sebagai
antioksidan. Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu isolasi kapang
endofit, pemurnian, karakterisasi, fermentasi, ekstraksi dan uji aktivitas
antioksidan. Hasil dari penelitian diperoleh 6 isolat. Uji aktivitas antioksidan
menggunakan metode 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH) dan vitamin C
digunakan sebagai standar. Pengujian secara kualitatif menunjukkan bahwa
seluruh ekstrak metanol, n-heksan dan etil asetat positif memiliki aktivitas
antioksidan. Ekstrak kapang endofit MEB1 memiliki aktivitas antioksidan yang
baik secara kualitatif. Pengujian secara kuantitatif menunjukkan bahwa kapang
endofit MEB1 memiliki nilai Inhibition Concentration (IC50) ekstrak metanol
sebesar 720,45 ppm dan ekstrak etil asetat sebesar 48,02 ppm.
Kata Kunci: kapang endofit, tanaman lumut hati, Marchantia emarginata
Reinw., Blume & Nees, aktivitas antioksidan, DPPH
vii
ABSTRACT
& Nees
Indonesia has abundant and diverse natural resources from land and sea. These
biological natural resources can be explored as medicinal materials of a well
sourced from plants, animals or microorganisms. Endophytic fungi is a microbial
resource which grows in plant tissues that can produce compounds that have the
same efficacy as the host plant. Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees is
one of the Marchantia species, which known to contain natural antioxidants, such
as flavonoids, tannins and phenolic compounds. Antioxidants are compounds that
capable of capturing or reducing the negative effects of oxidants in the body. This
study aims to isolate the endophytic fungi which contained in the liverworts of
Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees and evaluate their antioxidant
activities. The method used in this study were isolation of endophytic fungi,
purification, characterization, fermentation, extraction and evaluation antioxidant
activities of isolates of endophytic fungi. The results of this study obtained 6
isolates. Antioxidant activities evaluation using 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl
(DPPH) method and vitamin C used as standard. The qualitative evaluation
showed that all methanol, n-hexane and ethyl acetate extracts have antioxidant
activities. Endophytic fungi MEB1 extract has good qualitative antioxidant
activities. The quantitative evaluation showed that endophytic fungi MEB1 have
value of Inhibition Concentration (IC50) methanol extract is 720,45 ppm and ethyl
acetate extract is 48,02 ppm.
Keywords: Endophytic fungi, liverworts, Marchantia emarginata Reinw., Blume
& Nees, antioxidant activity, DPPH
Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji dan syukur Penulis panjatkan
kepada Allah SWT atas keberkahan berupa limpahan rahmat, rezeki, hidayah dan
pertolongan-Nya. Tak lupa shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian untuk
laporan Tugas Akhir ini dengan judul “Uji Aktivitas Antioksidan Isolat Kapang
Endofit Tanaman Lumut Hati Marchantia emarginata Reinw., Blume &
Nees”. Penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penyususan dan pembuatan skripsi ini
mengalami kesulitan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Dengan segala
kerendahan hati, perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang
ditujukan kepada:
penuh selama penulis menempuh masa perkuliahan.
2. Ibu Ismiarni Komala, Ph.D., Apt dan Prof. Dr. Atiek Soemiati, M.Si., Apt
selaku dosen pembimbing yang telah bersedia membimbing, memberikan
ide, saran dan arahan, serta dukungan kepada penulis selama pelaksanaan
penelitian dan penyusunan skripsi.
3. Bapak Prof. Dr. H. Arief Sumantri, M.Kes., selaku dekan Fakultas
kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Nurmeilis, M.Si., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi dan Ibu
Nelly Suryani, Ph.D., Apt selaku Sekretaris Program Studi FKIK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak Hendri Aldrat, Ph.D., Apt dan Bapak Saiful Bahri, M.Si selaku
dosen penguji yang telah sangat membantu penulis dalam
menyempurnakan skripsi ini.
ix
6. Yang tercinta Bapak Sumartono dan Ibu Tutur, Mba Lina, Aji, Kurnia,
Adon dan Sasa, serta seluruh keluarga yang telah memberikan do’a,
bantuan, dukungan, keceriaan dan semangat yang tiada henti-hentinya
kepada penulis.
7. Bapak dan Ibu Dosen program studi farmasi yang telah membagikan ilmu
dan pengetahuan yang sangat bermanfaat.
8. Ka Walid, Mba Rani, Ka Eris, Ka Tiwi, Ka Yaenab, dan Ka Rahmadi yang
telah memberikan bantuan selama masa penelitian di laboratorium farmasi.
9. Teman-teman penelitian lumut Aisyah, Tika, Hasan khususnya endofit
lumut Puspa dan Yaya yang selalu siap mendengarkan keluh kesah,
memberikan saran dan semangat serta menjadi motivasi terbesar bagi
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
10. Teman-teman penelitian mikrobiologi kaka Vita, Ajeng, Lisa Fizi, kaka
Tewe, Aulia, Teh Anggi, Ghifar, Abbas, Rizal dan angkatan 2013
khususnya sahabat farmasiku Medika, Visa, Auliyani, Enjah, Riris, Upi,
Lulu, dan Afri, yang telah membagikan ilmu serta membantu penulis
selama perkuliahan dan penelitian.
11. Sahabat kecilku yuksok Novi dan ddcik Eka, bblku Icha, kaka Lisa, Revi,
Amrilla, serta sahabat alumni MAN 1 Muba Suparlin, Defi, Egi, Miftah
dan Jeri, yang selalu memberikan do’a dan semangat kepada penulis.
12. Keluarga As-Shof (SJD) Musi Banyuasin khususnya angkatan 2013 Fitria,
Tiara, yuk Rani dan Sandy, yang telah menjadi teman dan keluarga
diperantauan.
13. Terakhir semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa masih terdapat
banyak kekurangan dan kelemahan serta jauh dari kata sempurna. Namun penulis
yakin skripsi ini adalah salah satu kebanggaan tersendiri bagi penulis dan penulis
berharap skripsi ini dapat bermanfaat.
Jakarta, September 2017
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xv
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvii
1.3 Tujuan ............................................................................................................ 3
1.4 Manfaat .......................................................................................................... 3
2.1 Lumut Hati ..................................................................................................... 4
2.1.3 Aktivitas Biologi Lumut Hati ............................................................... 5
2.2 Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees ........................................... 6
2.2.1 Taksonomi (Goffinet & Shaw, ed., 2009) ............................................ 6
2.2.2 Morfologi ............................................................................................. 6
2.2.4 Kandungan Kimia dan Aktivitas Biologi ............................................. 7
xii
2.4 Kapang Endofit ............................................................................................ 10
2.4.3 Karakterisasi Kapang Endofit ............................................................ 11
2.4.4 Metabolit Sekunder Kapang Endofit .................................................. 12
2.5 Antioksidan .................................................................................................. 12
(DPPH) ............................................................................................... 14
2.10 Spektrofotometer UV-Vis ............................................................................ 20
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................................... 21
3.2 Alat .............................................................................................................. 21
3.3 Bahan ........................................................................................................... 21
3.3.3 Media Pertumbuhan Mikroba............................................................. 22
3.4.2 Sterilisasi Permukaan dan Isolasi Kapang Endofit ............................ 23
3.4.3 Pemurnian Kapang Endofit ................................................................ 24
xiii
3.4.5 Fermentasi .......................................................................................... 25
3.4.7 Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Fermentasi Secara Kualitatif
dengan Metode DPPH ........................................................................ 25
dengan Metode DPPH ........................................................................ 26
4.1 Determinasi Tanaman .................................................................................. 27
4.3 Karakterisasi Kapang Endofit ...................................................................... 31
4.3.1 Isolat MEA1 ....................................................................................... 31
4.3.2 Isolat MEA2 ....................................................................................... 32
4.3.3 Isolat MEB1 ....................................................................................... 33
4.3.4 Isolat MEC1 ....................................................................................... 34
4.3.5 Isolat MEC2 ....................................................................................... 35
4.3.6 Isolat MEC3 ....................................................................................... 36
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 49
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 49
5.2 Saran ............................................................................................................ 49
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 50
Struktur senyawa marchantin A……………………...……
Sampel Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees…..
Isolat MEA1 secara makroskopik.……………………...…
Isolat MEA2 secara makroskopik.……………...…………
Isolat MEB1 secara makroskopik………………………….
Isolat MEC1 secara makroskopik………………………….
Isolat MEC2 secara makroskopik………………………….
Isolat MEC3 secara makroskopik…….................................
6
7
14
22
32
32
33
33
34
34
35
35
36
36
37
37
xv
Hasil isolasi dan pemurnian kapang endofit dari tanaman
lumut hati (Marchantia emarginata Reinw., Blume &
Nees)…………………………………………………………
Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak metanol dan etil Asetat
secara kualitatif…………………………....................
secara kuantitatif…………………………………......
kuantitatif…………………………………………………….
28
29
30
31
40
41
44
46
47
48
xvi
: Butylated hidroxyanisol
: Butylated hidroxytoluene
: Deoxyribonucleic acid
: Kromatografi Lapis Tipis
emarginata Reinw., Blume &Nees……………………………
Skema Tahapan Karakterisasi Kapang Endofit………………..
Skema Tahapan Fermentasi…………………………………...
Skema Tahapan Uji Aktivitas Antioksidan Secara Kualitatif…
Skema Tahapan Uji Aktivitas Antioksidan Secara Kuantitatif..
Hasil Fermentasi…………………………………………….....
Aktivitas Antioksidan Secara Kuantitatif Ekstrak Metanol
Kapang Endofit MEB1………………………………….……..
Aktivitas Antioksidan Secara Kuantitatif Ekstrak Etil Asetat
Kapang Endofit MEB1………………………………….……..
Aktivitas Antioksidan (AAI)…………………………….….....
58
59
60
61
61
62
63
63
64
65
68
69
70
71
72
BAB I
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak akhir abad ke-19 hingga saat ini generasi ahli kimia bahan alam
telah menerapkan kemampuan dan ilmunya terhadap puluhan ribu molekul yang
berasal dari alam serta masyarakat mempercayai bahwa bahan alam berpotensi
besar bagi kehidupan. Meskipun sekitar 200.000 senyawa alami yang berasal dari
sumber-sumber alam seperti tanaman, hewan, atau mikroorganisme yang saat ini
dikenal, masih merupakan sebagian kecil untuk memperluas sumber daya alam
yaitu hanya sekitar 5-15% dari hampir 250.000 tanaman tingkat tinggi dan kurang
dari 1% dari mikroba telah dieksplorasi sejauh ini, namun sebagian besar sumber-
sumber ini tetap belum dimanfaatkan (Brahmachari, 2012).
Salah satu sumber daya mikroba, dikenal dengan sebutan mikroba endofit
yang terdapat di dalam jaringan tanaman saat ini mulai banyak mendapat
perhatian. Hal ini merupakan salah satu alternatif dalam pengendalian non
kimiawi yang terus dikembangkan hingga sekarang. Menurut Tan & Zou (2001),
endofit dapat menghasilkan senyawa fitokimia yang karakternya mirip atau sama
dengan inangnya. Senyawa fitokimia tersebut merupakan senyawa-senyawa
metabolit sekunder seperti alkaloid, steroid, terpenoid, turunan isokumarin,
kuinon, flavonoid, fenol dan lain sebagainya. Senyawa-senyawa ini sebagian
besar mempunyai potensi yang besar sebagai senyawa bioaktif.
Keunggulan lain dari mikroba endofit dalam pencarian sumber-sumber
senyawa bioaktif baru adalah siklus hidup mikroba endofit yang singkat dan
senyawa-senyawa yang dihasilkan dapat diproduksi dalam skala besar melalui
proses fermentasi. Isolasi senyawa bioaktif dari tumbuhan banyak mengalami
kendala dikarenakan jumlahnya yang terbatas dan siklus hidup tumbuhan yang
relatif lama. Oleh karena itu, mikroba endofit memiliki prospek yang baik dalam
penemuan senyawa-senyawa baru (Prihatiningtias & Wahyuningsih, 2006).
2
Mikroba endofit yang paling umum ditemukan adalah endofit dari jenis
fungi (Strobel, 2003). Fungi endofit yang tumbuh pada jaringan tumbuhan obat,
juga dapat menghasilkan senyawa yang memiliki khasiat sama dengan tanaman
inangnya, walaupun jenis senyawanya berbeda. Sementara itu, senyawa yang
dihasilkan fungi endofit seringkali memiliki aktivitas yang lebih besar
dibandingkan aktivitas senyawa dari tanaman inangnya (Prihatiningtyas, 2005
dalam Hasanah, dkk., 2015). Fungi endofit telah ditemukan dan diidentifikasi
sejauh ini dalam jaringan semua garis turunan dari tanaman darat, termasuk lumut
hati (Petrini & Petrini, 1985; Stone, dkk., 2000; Davis, dkk., 2003).
Endofit dari beberapa spesies lumut hati terbatas dalam rhizoid, sedangkan
dari spesies lumut hati lainnya dapat dideteksi tumbuh dalam talus (Davis, dkk.,
2003). Lumut hati (Marchantiophyta) memiliki minyak tubuh (oil bodies)
berwarna biru, kuning atau tidak berwarna berasal dari senyawa-senyawa
terpenoid, acetogenins, dan senyawa aromatik (bibenzil, bis-bibenzil, benzoat,
sinamat, rantai panjang alkil fenol, naftalena, phthalide dan isokumarin), termasuk
flavonoid dengan lebih dari 40 kerangka karbon baru telah diisolasi (Asakawa,
dkk., 2013). Beberapa senyawa yang telah diisolasi dari lumut hati menunjukkan
aktivitas sebagai antimikroba, antijamur, antivirus, sitotoksisitas, antifeedant
serangga, antioksidan, relaksan otot dan sebagainya (Asakawa, dkk., 2013).
Antioksidan memiliki kemampuan untuk meredam radikal bebas dan
menghambat peroksidasi lipid sehingga dapat melindungi tubuh manusia dari
serangan beberapa penyakit yang disebabkan oleh reaksi radikal (Septiana &
Simanjuntak, 2017). Oleh karena itu, antioksidan menjadi topik yang menarik saat
ini. Berdasarkan banyaknya penelitian menunjukkan bahwa lumut hati memiliki
aktivitas antioksidan kuat. Seskuiterpen tipe humulane dan marchantin A (suatu
bis-bibenzil eter siklik) telah diisolasi dan dikarakterisasi dari Marchantia
emarginata. Marchantin A diketahui memiliki aktivitas terhadap radikal bebas.
(Toyota, dkk., 2004; Huang, dkk., 2010). Berdasarkan hasil penelitian Huang,
dkk., 2010, marchantin A memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 20
µg/mL.
3
Penelitian dari tanaman lumut hati bisa dikatakan masih sangat sedikit
dilakukan di Indonesia, khususnya lumut hati Marchantia emarginata Reinw.,
Blume & Nees. Berdasarkan latar belakang bahwa fungi endofit dapat
menghasilkan senyawa-senyawa bioaktif yang memiliki khasiat sama dengan
inangnya, maka perlu dilakukan isolasi kapang endofit dan uji aktivitas sebagai
antioksidan dari tanaman lumut hati ini.
1.2 Batasan dan Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil penelusuran pustaka diketahui bahwa belum ada
penelitian yang berfokus pada kapang endofit tanaman lumut hati Marchantia
emarginata Reinw., Blume & Nees, maka dilakukanlah penelitian untuk
mengisolasi kapang endofit yang ada di dalam jaringan tanaman lumut hati
Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees serta menguji aktivitasnya
sebagai antioksidan.
1.3 Tujuan
tanaman lumut hati Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees serta menguji
aktivitasnya sebagai antioksidan.
ilmiah tentang bagaimanakah cara mengisolasi kapang endofit dari tanaman lumut
hati Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees. dan bagaimanakah aktivitas
antioksidan yang dimiliki oleh isolat kapang endofit tersebut sehingga dapat
dimanfaatkan secara maksimal khususnya dalam bidang farmasi.
4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
Tanaman lumut (Bryophyta) terdiri dari 18.000 spesies diseluruh dunia dan
secara taksonomi ditempatkan diantara alga dan paku-pakuan (pteridophyta)
(Asakawa, 2004). Secara kolektif, tanaman lumut mewaili beberapa garis
evolusioner yang terpisah dan dikelompokkan menjadi tiga koordinat filum:
bryophyta (mosses/lumut sejati), Marchantiophyta (liverworts/lumut hati) dan
Anthocerophyta (hornworts/lumut tanduk) (Asakawa, 2004).
Marchantiophyta (liverworts) mencakup tiga kelas yaitu Haplomitriopsida,
Marchantiopsida, dan Jungermanniopsida, dengan 15 ordo, 82 famili, 316 genus
dan 6.000 spesies. Kelompok tanaman kecil ini terdistribusi hampir di mana-mana
di dunia (Asakawa, 2004).
2.1.1 Morfologi Lumut Hati
Struktur dasar lumut hati cukup sederhana. Ada talus yang tumbuh dari sel
apikal tunggal, dengan rhizoid uniseluler, papilla berlendir (slime papillae), dan
gametangia jantan (male) dan betina (female) yang biasanya terbatas pada zona
tertentu. Germinat spora dan protonema menghasilkan gametofit tunggal (Brown,
2002).
Lumut hati memiliki 2 tipe yaitu lumut hati bertalus (thallose liverwort)
dan lumut hati berdaun (leafy liverwort). Lumut hati melekat pada substrat dengan
menggunakan rhizoid (Hasan dan Ariyanti, 2004). Lumut hati bertalus memiliki
talus yang dikotomus bercabang, memiliki pori-pori dan pada umumnya terdiri
dari beberapa sel yang tebal. Jaringan bagian atas (dorsal) bersifat longgar akibat
dari ruang udara internal. Bagian permukaan bawah (ventral) biasanya memiliki
dua jenis rhizoid, yaitu halus dan dengan tonjolan (Glime, 2017). Lumut hati
berdaun memiliki rhizoid yang terdiri atas 1 sel (uniseluler). Beberapa spesies
memiliki 2 – 3 baris daun yang melekat pada batang, terbagi atas dua baris daun
dorsal (lobe), satu baris daun ventral (under leaf) yang biasanya memiliki ukuran
lebih kecil daripada daun dorsal atau bahkan tidak ada.
5
disebut lobule. Lobule adalah perluasan daun yang bisa menangkap atau
menampung air yang berada di bagian ventral (Sulistyowati, dkk., 2014).
2.1.2 Habitat dan Penyebaran
Lumut hati (liverworts) telah disurvei terdapat pada habitat khusus
tertentu, seperti hutan bakau dan hutan pesisir, tempat beriklim sedang, dan
tempat hutan hujan tropis. Spesies Marchantiophyta dapat diamati di Pulau Yaku,
Jepang dan di Selandia Baru. Selandia Baru merupakan Negara yang paling
menarik untuk mengamati spesies Marchantiophyta yang sangat berbeda dengan
yang ditemui di Asia, termasuk Jepang. Banyak spesies lumut hati telah
ditemukan di daerah tropis, seperti Asia Tenggara, Borneo, Sumatra dan Papua
Nugini serta Kolombia, Ekuador dan Venezuela. Di Ekuador dan Kolumbia,
spesies Marchantiophyta tumbuh di pegunungan tinggi lebih dari 2.000 meter
(Asakawa, 2004; Asakawa, dkk., 2012).
2.1.3 Aktivitas Biologi Lumut Hati
Beberapa konstituen kimia yang ada dalam lumut hati menunjukkan
aktivitas biologis yang menarik seperti antimikroba, antijamur, sitotoksik,
antifeedant serangga, insektisida, relaksan otot, serta aktivitas inhibisi enzim dan
reduksi apoptosis (Asakawa, 2004). Spesies Marchantia telah digunakan sebagai
obat herbal di Cina kuno.
Spesies lumut hati yang memiliki aktivitas biologi beberapa diantaranya
yaitu Frullania tamarisci: aktivitas antiseptik; Marchantia polymorpha:
antipiretik, antihepatik, antidotal, diuretik, untuk menyembuhkan luka, patah
tulang, gigitan ular berbisa, luka bakar dan luka terbuka; Radula marginata:
antimikroba, antioksidan, antijamur, sitotoksik dan aktivitas biologi penting
lainnya (Ludwiczuk & Asakawa, 2008; Asakawa, 2004).
6
Klasifikasi tanaman Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees
adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1. Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, Februari 2017)
2.2.2 Morfologi
archegoniophore (receptacle female). Talus bisa atau tanpa dengan pita median
pada bagian dorsal, berukuran kecil, dengan garis tepi keunguan, kemerahan, dan
kadang-kadang berhialin. Archegoniophore sering melengkung ke arah tangkai
dan kadang-kadang lurus; lobus bervariasi dari 5-3; permukaan dorsal datar dan
sedikit asimetris hingga simetris. Puncak dari lobus archegoniophore bervariasi
seperti berlekuk (emarginate), memotong (truncate) atau kadang-kadang bulat
(rounded) (Siregar, dkk., 2013).
M. emarginata Reinw., Blume & Nees dapat ditemukan di tanah, batuan
(basah, lembab atau basah, teduh, tempat semi terbuka, aliran sungai, anak sungai)
dari ketinggian 870 hingga 1450 meter. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa
M. emarginata Reinw., Blume & Nees tersebar di berbagai negara seperti Jepang,
Korea, Cina, India, Sri Lanka, Andaman dan Pulau Nicobar, Thailand, Malaysia,
Indonesia (Sumatera, Jawa, Kepulauan Nusa Tenggara, Bali, Maluku, Irian jaya),
Borneo (Sabah, Sarawak), Filipina, Marianas, Guam, New Guinea, New Britain,
Pulau Solomon (Siregar, dkk., 2013).
2.2.4 Kandungan Kimia dan Aktivitas Biologi
Marchantia sebagai salah satu genus dari lumut hati merupakan sumber
antioksidan alami. Kandungan senyawa yang terdapat di dalam Marchantia
seperti flavonoid, tanin dan senyawa fenolik memainkan peran utama sebagai
penangkap radikal bebas, sehingga bertindak sebagai antioksidan alami (Potterat,
1997 dalam Gupta, dkk., 2015).
Huang, dkk., (2010) menyebutkan bahwa spesies M. tosana koleksi
Taiwan mengandung marchantin A dalam jumlah yang cukup tinggi. Marchantin
A telah dilaporkan memiliki berbagai aktivitas biologis, seperti antijamur,
antimikroba, antiinflamasi, antioksidan, dan relaksan otot skeletal.
Gambar 2.2. Struktur senyawa marchantin A (Sumber: Huang, dkk., 2010)
Senyawa marchantin A yang diisolasi dari lumut hati M. emarginata
subsp. Tosana memiliki aktivitas penangkap radikal bebas. Senyawa marchantin
A juga dapat menghambat induksi pertumbuhan sel secara apoptosis pada MCF-7
sel kanker payudara manusia.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Senyawa tersebut meningkatkan ekspresi gen P21 dan P27 ketika ekspresi gen
cyclin B1 dan D1 menurun dengan cara direduksi (Huang, dkk., 2010).
Selain itu, senyawa marchantin A dari M. emarginata menunjukkan
aktivitas sebagai antibakteri terhadap Acinetobacter calcoaceticus, Alcaligenes
faecalis, Bacillus cereus, Bacillus megaterium, Bacillus subtilis, Cryptococcus
neoformans, Enterobacter cloacae, Escherichia coli, Proteus mirabilis,
Pseudomonas aeruginosa, Salmonella typhimurium dan Staphylococcus aureus
serta menunjukkan aktivitas sebagai antifungi terhadap Alternaria kikuchiana,
Aspergillus fumigatus, Aspergillus niger, Candida albicans, Microsporum
gypseum, Penicillium chrysogenum, Piricularia oryzae, Rhizoctonia solani,
Saccharomyces cerevisiae, Sporothrix schenckii, Trichophyton mentagrophytes
and Trichophyton rubrum (Asakawa, 1995).
Dalam ekstrak n-heksan dari M. emarginata subsp. Tosana diketahui
terdapat senyawa (+)-delta-cadinene. Selain itu, ekstrak eter dari M. tosana
koleksi Jepang dianalisis dengan GC/MS untuk mengidentifikasi senyawa
isolepidozene menunjukkan hasil 49,0 dan 45,2% terdapat dalam ion
kromatogram sampel tersebut (Asakawa, dkk., 2013). Senyawa sesquiterpen tipe
humulane dan bis-bibenzil telah dilaporkan terdapat pada lumut hati M. tosana
koleksi Jepang (Huang, dkk., 2010).
2.3 Mikroba Endofit
Secara harfiah, kata endofit (endophyte) berarti “di dalam tanaman”
berasal dari kata “endon” yang berarti di dalam dan “phyton” yang berarti
tanaman (Schulz & Boyle, 2006). Mikroba endofit adalah mikroorganisme
(bakteri atau jamur) yang hidup di dalam jaringan tanaman pada periode tertentu
dan mampu hidup dengan membentuk koloni dalam jaringan tanaman tanpa
membahayakan inangnya.
metabolit sekunder (Tan & Zou, 2001).
9
Mikroba endofit yang ada di dalam jaringan tumbuhan terdapat beberapa
bentuk yaitu fungi (kapang dan khamir), bakteri, dan actinomycetes (Strobel,
2003). Mikroba endofit terdapat di dalam jaringan hampir semua tanaman serta
hidup bersimbiosis saling menguntungkan dengan inangnya, dimana tanaman
menyediakan nutrisi untuk mikroba endofit sedangkan mikroba endofit
menghasilkan senyawa aktif berupa metabolit sekunder yang menjaga inang dari
serangan hama (penyakit) (Taechowisan, dkk., 2005).
2.3.2 Manfaat Mikroba Endofit
sebagai sumber baru dari senyawa metabolit sekunder yang menawarkan potensi
dalam bidang medis, pertanian, dan industri. Apabila endofit yang diisolasi dari
suatu tanaman obat dapat menghasilkan alkaloid atau metabolit sekunder sama
dengan tanaman aslinya atau bahkan dalam jumlah yang lebih tinggi, maka tidak
perlu menebang tanaman aslinya untuk diambil sebagai simplisia, yang
kemungkinan besar memerlukan puluhan tahun untuk dapat dipanen. Metabolit
sekunder yang diproduksi oleh mikroba endofit tersebut telah berhasil diisolasi
dan dimurnikan serta telah dielusidasi struktur molekulnya (Radji, 2005).
Mikroba endofit yang menghasilkan antibiotika Cryptocandin adalah
antifungi yang dihasilkan oleh mikroba endofit Cryptosporiopsis quercina,
diisolasi dari tanaman obat Tripterigeum wilfordii. Mikroba endofit yang
menghasilkan metabolit sebagai antikanker seperti paclitaxel dan derivatnya
pertama kali ditemukan yang diproduksi oleh mikroba endofit. Paclitaxel
merupakan senyawa diterpenoid yang didapatkan dalam tanaman taxus.
Sementara itu, endofit yang memproduksi antioksidan seperti pestacin dan
isopestacin (metabolit sekunder), dihasilkan oleh endofit Pestalotiopsis
microspore, endofit ini berhasil diisolasi dari tanaman Terminalia morobensis,
yang tumbuh di Papua New Guinea (Radji, 2005).
10
Kapang merupakan fungi yang bersifat heterotrofik (memerlukan senyawa
organik untuk nutrisi). Kapang memiliki tubuh atau talus yang pada dasarnya
terdiri dari dua bagian yaitu miselium dan spora. Miselium dapat bersifat vegetatif
atau reproduktif. Miselium merupakan kumpulan dari beberapa filamen yang
dinamakan hifa. Hifa memiliki lebar 5-10 µm dan terdapat sitoplasma. Morfologi
hifa terbagi menjadi 3 macam yaitu aseptat atau senosit, septat dengan sel-sel
uninukleat dan septat dengan sel-sel multinukleat (Pelczar & Chan, 2006).
Radji (2005) melaporkan bahwa kapang adalah organisme yang sering
diisolasi sebagai endofit. Kapang endofit dapat sebagai pelindung bagi tanaman
inang dari stres lingkungan dan kompetisi mikroba yang diisolasi dari bunga,
buah, batang, daun, akar dan biji (Hung, dkk., 2007). Sekitar 6500 kapang endofit
dari tanaman herba dan pohon serta alga telah diskrining dan diisolasi untuk
mengetahui aktivitas biologis serta menentukan struktur senyawa biologis aktif
(Schulz, dkk., 2002).
Pemilihan tanaman sampel yang akan digunakan untuk mengisolasi fungi
endofit didasarkan pada pemilihan secara rasional dalam menyeleksi tanaman.
Ada beberapa hipotesis yang menjadi dasar pemilihan tanaman sampel secara
rasional, yaitu: tanaman tersebut dari lingkungan yang unik, terutama yang
memiliki sifat biologi yang tidak biasa; tanaman tersebut memiliki riwayat
etnobotani, misalnya tanaman tersebut digunakan oleh masyarakat adat sebagai
obat; tanaman tersebut endemik pada suatu wilayah dan masa pertumbuhannya
cukup lama; dan tanaman tersebut tumbuh di wilayah dengan keanekaragaman
hayati yang tinggi (Strobel & Daisy, 2003).
Menurut Noverita, dkk., (2009), isolasi kapang endofit dari tumbuhan akan
bermanfaat untuk mencari jenis-jenis kapang endofit yang memiliki kemampuan
spesifik dan unik. Berbagai jenis tumbuhan, dapat berpotensi sebagai sumber
isolat kapang endofit. Kapang endofit dapat diisolasi dari bagian organ tumbuhan
yang masih segar dan telah disterilkan permukaan (Agusta, 2009).
11
direndam dalam alkohol 70-75% dan direndam dalam NaOCl (Strobel, 2003).
Media yang digunakan untuk isolasi jamur endofit umumnya adalah media
potato dextrose agar (PDA), sedangkan media yang digunakan untuk fermentasi
yaitu potato dextrose yeast (PDY) (Noverita, dkk., 2009; Hafsari & Asterina,
2013; Ariyono, dkk., 2014). Agusta (2009) melaporkan bahwa media yang
digunakan dalam proses isolasi adalah media yang kaya nutrisi sehingga
memungkinkan mempercepat perkembangan jamur endofit. Media PDA adalah
media yang kaya nutrisi dan bersifat selektif terhadap jamur endofit. Karbohidrat
dan senyawa yang terkandung dalam kentang mampu mendukung pertumbuhan
jamur endofit. Media PDY merupakan media potato dextrose broth (PDB) yang
seringkali dicampurkan dengan yeast extract (Strobel, 2003). Pada umumnya
kapang yang telah diperoleh sebagai kultur murni dapat langsung dimanfaatkan
dengan fermentasi untuk memperoleh metabolit lalu senyawa bioaktif diekstraksi
(Strobel, 2003).
dapat dilakukan dengan cara melakukan pengamatan terhadap morfologi kapang
endofit secara makroskopis dan mikroskopis. Pengamatan secara makroskopis
terhadap kapang endofit antara lain:
1. Warna dan permukaan koloni (granular; seperti tepung; menggunung; licin;
ada atau tidaknya tetesan eksudat).
2. Ada atau tidaknya garis-garis radial dari pusat koloni ke arah tepi koloni.
3. Lingkaran-lingkaran konsentris dalam cawan petri (konsentris atau tidak
konsentris).
4. Pertumbuhan koloni (cm/hari) yang dilakukan setiap hari sampai koloni jamur
mencapai diameter 9 cm dengan menggunakan penggaris.
Secara mikroskopis, kapang endofit diamati hifa (sekat, percabangan, dan
warna) serta konidia (ada atau tidaknya dan bentuk) menggunakan mikroskop
pada pengamatan terakhir (5 hingga 7 hari).
12
atau gelap. Parameter bentuk konidia yang diamati yaitu bulat, lonjong, berantai,
atau tidak beraturan.
Metabolit sekunder yang dihasilkan oleh mikroorganisme endofit diduga
sama seperti yang terkandung dalam tanaman inangnya karena adanya
kemungkinan transfer genetik antara tanaman inang dan mikroba endofit. Oleh
karena itu, zat-zat yang bermanfaat di tanaman juga dapat dihasilkan oleh mikroba
endofitnya (Petrini, dkk., 1993).
metabolit seperti alkaloid, terpenoid, steroid, kuinon, derivat isokumarin,
flavonoid, fenol, asam fenolik, dan peptida (Zhang, dkk., 2013).
Menurut Tejesvi, dkk., (2007), setiap mikroba dapat menghasilkan
metabolit dengan bioaktivitas yang diinginkan. Jika metabolit mikroba dianggap
sebagai calon obat, bahan tambahan yang diperlukan dapat diperoleh dengan
fermentasi skala besar. Metabolit sekunder yang dihasilkan oleh endofit terkait
dengan tanaman obat dapat dimanfaatkan untuk menyembuhkan penyakit.
Pengembangan obat dari endofit dengan potensi tinggi dan durasi kerja yang
wajar akan menawarkan banyak kebutuhan obat baru untuk penyakit akut dan
kronis pada manusia.
meredam dampak negatif oksidan dalam tubuh. Dalam pengertian kimia, senyawa
antioksidan adalah senyawa pemberi elektron (electron donors). Antioksidan
bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat
oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut bisa dihambat (Winarsi,
2007).
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Radikal bebas merupakan atom molekul yang memiliki kereaktifan tinggi, hal ini
dikarenakan adanya elektron yang tidak berpasangan. Sumber radikal bebas dapat
berasal dari sisa hasil metabolisme tubuh dan dari luar tubuh seperti makanan,
sinar UV, polutan dan asap rokok (Fitriana, dkk., 2015).
2.5.2 Golongan Antioksidan
enzimatis dan antioksidan non enzimatis. Antioksidan enzimatis merupakan
sistem pertahanan utama (primer) terhadap kondisi stres oksidatif dan bekerja
dengan cara mencegah terbentuknya senyawa radikal bebas baru. Contoh
antioksidan enzimatis yaitu superoksida dismutase (SOD), katalase dan glutation
peroksidase. Antioksidan non enzimatis berupa antioksidan larut lemak (misalnya
tokoferol, karotenoid, flavonoid, quinon, dan bilirubin) dan antioksidan larut air
(misalnya asam askorbat, protein pengikat logam). Senyawa-senyawa itu
berfungsi menangkap senyawa oksidan serta mencegah terjadinya reaksi berantai
(Winarsi, 2007; Sayuti & Yenrina, 2015).
Berdasarkan fungsi dan mekanisme kerjanya, antioksidan dibagi menjadi
tiga macam yaitu (Sayuti & Yenrina, 2015):
1. Antioksidan Primer
pembentukan senyawa radikal baru, yaitu mengubah radikal bebas yang ada
menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya sebelum senyawa radikal
bebas bereaksi. Antioksidan primer mengikuti mekanisme pemutusan rantai reaksi
radikal dengan mendonorkan atom hidrogen secara cepat pada suatu lipid yang
radikal, produk yang dihasilkan lebih stabil dari produk awal. Contoh antioksidan
primer adalah superoksida dismutase (SOD), glutation peroksidase (GPx),
katalase dan protein pengikat logam.
2. Antioksidan Sekunder
bertindak sebagai pro oksidan, menangkap radikal dan mencegah terjadinya reaksi
berantai.
14
oksigen, pengurai hidroperoksida menjadi senyawa non radikal, penyerap radiasi
UV atau deaktivasi singlet oksigen. Contoh antioksidan sekunder adalah vitamin
E, vitamin C, β-karoten, isoflavon, bilirubin dan albumin.
3. Antioksidan Tersier
biomolekul yang disebabkan radikal bebas. Contoh antioksidan tersier adalah
enzim-enzim yang memperbaiki DNA yaitu metionin sulfida reduktase.
Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi dalam dua kelompok, yaitu
antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia)
dan antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan alami).
Beberapa contoh antioksidan sintetik yang diizinkan penggunaannya
secara luas diseluruh dunia untuk digunakan dalam makanan adalah butylated
hidroxyanisol (BHA), butylated hidroxytoluene (BHT), tert-butylated
hidroxyquinon (TBHQ) dan tokoferol. Antioksidan alami mengandung senyawa-
senyawa seperti fenol, polifenol, dan yang paling umum adalah flavonoid
(flavonol, isoflavon, flavon, flavonon dan katekin), turunan asam sinamat,
tokoferol dan asam organik polifungsi. Senyawa-senyawa tersebut terdapat dalam
tanaman pada seluruh bagian dari tanaman seperti akar, daun, bunga, biji, batang
dan sebagainya.
(DPPH)
DPPH merupakan senyawa radikal bebas yang stabil dan jika akan
digunakan sebagai pereaksi cukup dilarutkan. Senyawa ini jika disimpan dalam
keadaan kering dan kondisi penyimpanan yang baik akan stabil selama bertahun-
tahun (Winarsi, 2007).
Radikal DPPH adalah radikal nitrogen organik dengan warna ungu tua.
Radikal DPPH tersedia secara komersial dan tidak harus diproduksi sebelum diuji.
Bila larutan radikal DPPH dicampur dengan senyawa antioksidan/pereduksi,
warnanya berubah dari ungu menjadi kuning dari hidrazin yang sesuai (Gambar
2.3).
15
memantau penurunan absorbansi pada 515-528 nm karena DPPH hidrazin yang
terbentuk menghasilkan larutan kuning atau dengan resonansi putaran elektron
(Pyrzynska & Pekal, 2013).
(Sumber: Pyrzynska & Pekal, 2013)
Menurut Pine, dkk., (2008), metode DPPH merupakan metode yang dapat
mengukur efektifitas antioksidan secara cepat, sederhana, dan tidak membutuhkan
biaya yang mahal. DPPH telah digunakan secara luas untuk mengukur
kemampuan suatu senyawa untuk menghambat radikal bebas atau sebagai
pendonor hidrogen, dan juga untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan dalam
makanan (Pratama, dkk., 2016).
Radikal DPPH memiliki warna ungu tua karena elektron tidak
berpasangan. Pengujian dilakukan dengan cara yaitu campuran larutan uji
diinkubasi pada suhu kamar selama 30 menit dalam ruangan gelap. Absorbansi
diukur pada 517 nm terhadap metanol sebagai blanko. Aktifitas untuk menangkap
radikal bebas kemudian dihitung berdasarkan persamaan berikut (Huang, dkk.,
2010; Komala, dkk., 2015).
absorbansi kontrol
Nilai EC50 (efficient concentration) didefinisikan sebagai konsentrasi
senyawa uji yang mampu menangkal 50% dari radikal bebas secara relatif dan
mutlak. EC50 disebut juga dengan IC50 (50% inhibititory concentration) (Huang,
dkk., 2010; Sebaugh, 2011).
(antioxidant activity index/AAI) dan dihitung berdasarkan persamaan berikut
(Komala, dkk., 2015).
C g m )
(2001) yaitu aplikasi metabolisme mikroba untuk mengubah bahan baku menjadi
produk yang bernilai lebih tinggi, seperti asam-asam organik, protein sel tunggal,
antibiotika dan biopolimer.
Fermentasi dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan jenis media, yaitu
fermentasi media padat dan fermentasi media cair. Fermentasi media padat adalah
proses fermentasi dengan substrat tidak larut dan tidak mengandung air bebas,
tetapi cukup mengandung air untuk keperluan mikroba. Fermentasi media cair
adalah proses fermentasi dengan substrat yang larut atau tersuspensi dalam fase
cair. Fermentasi media cair disebut fermentasi kultur terendam yang umumnya
memerlukan aerasi dan agitasi. Pembentukan produk hasil fermentasi mikroba
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti substrat dan nutrien, suhu, pH,
aerasi dan agitasi (Kumala, 2014).
2.7 Ekstraksi
Ekstrak adalah material hasil penarikan oleh pelarut air atau pelarut
organik dari bahan kering (dikeringkan). Dari hasil tersebut kemudian pelarutnya
dihilangkan dengan cara penguapan dengan alat evaporator sehingga diperoleh
ekstrak kental jika pelarutnya organik. Jika pelarutnya air, pada tahap akhir
dilakukan penghilangan total dengan cara liofilisasi menggunakan freeze dryer
(Saifudin, 2014).
tanaman dan/atau hewan yang aktif secara medis dengan menggunakan pelarut
yang selektif melalui prosedur standar (Tiwari, dkk., 2011). Ada beberapa target
ekstraksi meliputi senyawa bioaktif yang tidak diketahui, senyawa yang diketahui
ada pada suatu organisme dan sekelompok senyawa dalam suatu organisme yang
berhubungan secara struktural (Seidel, 2006).
2.7.2 Metode Ekstraksi
(pressurized solvent extraction), ultrasound assisted solvent extraction, ekstraksi
bawah reflux (extraction under reflux) dan destilasi uap. Untuk produk alami
mikroba, isolasi mikroorganisme dan metode ekstraksi digunakan untuk
mengambil metabolit (metabolites recovery) dari fermentasi. Metode yang
digunakan bertujuan meminimalkan degradasi senyawa, pembentukan artefak,
kontaminasi ekstrak dengan pengotor eksternal (Seidel, 2006).
2.8 Pelarut
Pelarut adalah zat yang sering digunakan untuk melarutkan zat lain. Sifat
pelarut yang baik untuk ekstraksi yaitu toksisitas rendah, mudah menguap pada
suhu rendah, dapat mengekstraksi komponen senyawa dengan cepat, dapat
mengawetkan dan tidak menyebabkan ekstrak terdisosiasi (Tiwari, dkk., 2011).
Pemilihan pelarut tergantung pada senyawa yang ditargetkan. Menurut
(Sarker, dkk., 2006), pembagian pelarut berdasarkan kepolaran yang digunakan
dalam ekstraksi meliputi:
b. Pelarut semi polar: etil asetat (EtOAc), diklorometana (DCM), dan
sebagainya.
c. Pelarut non polar: n-heksan, petroleum eter, kloroform (CHCl3), dan
sebagainya.
18
KLT merupakan suatu teknik pemisahan dengan menggunakan adsorben
(fase stasioner) berupa lapisan tipis seragam yang disalutkan pada permukaan
bidang datar berupa lempeng kaca, pelat aluminium, atau pelat plastik.
Pengembangan kromatografi terjadi ketika fase gerak tertapis melewati adsorben
(Deinstrop, 2007). KLT akan memvisualisasikan senyawa-senyawa yang
terkandung di dalam bahan sehingga bisa diketahui sifat-sifatnya terutama
polaritas (Saifudin, 2014).
Berdasarkan Rubiyanto (2016), teknik dalam melakukan KLT meliputi:
1. Lapisan tipis adsorben dibuat pada permukaan plat kaca atau aluminium
berukuran 5 cm x 20 cm; 20 cm x 20 cm. Untuk plat aluminium, ukuran
dapat diperkecil dengan memotongnya sesuai keinginan.
2. Tebal lapisan bervariasi tergantung tujuan penggunaan, adapun tebal
lapisan yang standard untuk plat KLT yang diperdagangkan umumnya ±
250 µm.
3. Larutan campuran senyawa diteteskan pada jarak tertentu dari dasar plat (±
1,5 cm) dengan menggunakan pipet mikro atau siringe untuk analisis
kuantitatif dan dapat menggunakan pipa kapiler untuk analisis kualitatif.
4. Pelarut yang digunakan untuk melarutkan sampel diuapkan dulu dengan
membiarkan sejenak plat setelah ditotol dengan sampel sebelum
dimasukkan ke dalam bejana pengembang (development chamber) yang
berisi fasa gerak (eluen).
5. Plat kromatografi dikembangkan dengan mencelupkannya ke dalam bejana
tersebut. Fasa gerak yang dipergunakan dapat terdiri atas satu macam atau
lebih pelarut.
sesuai interaksi adsobsinya dengan fasa diam.
7. Kromatografi diakhiri ketika fasa gerak telah mencapai jarak tertentu dari
ujing plat. Senyawa-senyawa yang berbeda satu sama lain memiliki
perbandingan jarak tempuh senyawa terhadap jarak tempuh fasa gerak
yang berbeda pula. Nilai perbandingan ini dinamakan Rf (Retardation
factor).
19
Beberapa jenis adsorben dan penggunaannya antara lain silika gel (asam-
asam amino, alkaloid, asam-asam lemak, dan lain-lain), alumina (zat warna,
fenol-fenol, dan lain-lain), kielsghur (tanah diatomae) (gula, oligosakarida,
trigliserida, dan lain-lain) dan selulosa (asam-asam amino, alkaloid, dan lain-
lain) (Rubiyanto, 2016). Sebagai adsorben dan fase diam yang paling banyak
digunakan dalam KLT adalah silika gel. Terkadang silika gel perlu ditambahkan
senyawa fluoresensi dengan tujuan bila disinari sinar ultraviolet (UV) maka
dapat berfluoresensi atau berpendar, sehingga dikenal dengan silica gel GF254
yang berarti silika gel dengan fluoresen berpendar pada 254 nm (Sumarno,
2001).
(polarity index), dan kekuatannya sebagai solvent (solvent strength).
Parameter kelarutan menunjukkan kemampuannya untuk berkombinasi dengan
beragam pelarut lain. Indeks polaritas menunjukkan besaran empiris yang
digunakan untuk mengukur ketertarikan antar molekul dalam solut dengan
molekul solvent pada parameter kelarutan solvent yang bersangkutan dalam
keadaan murninya (Rubiyanto, 2016).
dalam KLT antara lain :
1. Tersedia dalam bentuk yang sangat murni dan harga yang memadai.
2. Tidak bereaksi dengan komponen dalam sampel maupun material fasa
dalam.
setelah pengembangan.
5. Tidak toksis dan mudah pembuangan limbahnya.
20
700 nm yang dilewatkan melalui suatu larutan senyawa. Elektron-elektron pada
ikatan di dalam molekul menjadi tereksitasi sehingga menempati keadaan
kuantum yang lebih tinggi dan dalam proses menyerap sejumlah energi yang
melewati larutan tersebut. Semakin longgar elektron tersebut ditahan di dalam
ikatan molekul, semakin panjang gelombang radiasi yang diserap (Watson, 2009).
Komponen spektrofotometri UV-Vis terdiri dari sumber cahaya,
monokromator dan detektor. Sumber cahaya yang biasa digunakan adalah lampu
deuterium dan lampu tungsten. Monokromator merupakan diffraction grating
yang berperan untuk menyebarkan sinar beam ke komponen panjang gelombang.
Cahaya yang melalui sampel akan mencapai detektor yang merekam intensitas
cahaya transmisi. Detektor yang sering digunakan untuk instrumen modern adalah
fotoioda (Pavia, dkk., 2001).
Pengukuran dengan Spektrofotometer UV-Vis berdasarkan besarnya
energi yang diabsorbansi atau diteruskan oleh suatu zat, sehingga larutan yang
mengandung zat yang dapat menyerap cahaya monokromatik akan mengakibatkan
terjadinya pemantulan, penyerapan atau penerusan dari cahaya tersebut (Harmita,
2006). Panjang gelombang yang digunakan untuk uji antioksidan adalah panjang
gelombang maksimum absorbansi. Variasi ukuran panjang gelombang maksimum
yang digunakan untuk pengukuran adalah 515 nm, 516 nm, 517 nm, 518 nm dan
520 nm (Molyneux, 2004).
BAB III
Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia dan
Laboratorium Analisis Obat dan Pangan Halal Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Waktu
pelaksanaan penelitian yaitu dimulai dari Februari hingga September 2017.
3.2 Alat
(Anumbra), jarum ose, batang L, labu Erlenmeyer (Pyrex), pinset, magnetic
stirrer, bunsen dan pemantik api, alumunium foil, karet, plastic wrap, plastik
tahan panas, karet, gunting, sumbat kapas, kertas saring, sedotan steril, neraca
analitik (AND GH-202), autoklaf (ALP Co., Ltd), mikropipet (Thermoscientific),
hot plate (Cimarec), Laminar Air Flow Cabinet (LAFC), Fermentation Shaker
(IKA® KS 3000 i control), Vacuum rotary evaporator (Eyela), water bath
(Eyela), kaca obyek dan cover glass, mikroskop cahaya (Shimadzu) , botol,
corong pisah, statif, vial, pipa kapiler, cawan penguap, kaca arloji, pipet tetes, plat
kromatografi lapis tipis (KLT), bejana KLT, lampu UV, Spektrofotometer Uv-
Vis, dan alat-alat lainnya yang akan digunakan di laboratorium.
3.3 Bahan
Sampel tanaman uji yang digunakan pada penelitian ini yaitu tanaman
lumut hati M. emarginata Reinw., Blume & Nees yang diperoleh dari kawasan
Air Terjun Cigamea, Desa Gunungsari, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor,
Provinsi Jawa Barat, diambil pada tanggal 02 Februari 2017 dan telah
dideterminasi di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi
LIPI, Cibinong, Bogor, Jawa Barat.
22
3.3.2 Bahan Sterilisasi Permukaan
steril.
a. Media yang digunakan untuk isolasi kapang endofit yaitu Potato
Dextrose Agar (PDA).
b. Media yang digunakan untuk fermentasi yaitu Potato Dextrose Yeast
(PDY).
3.3.4 Bahan Kimia
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu etil asetat teknis, n-
heksan teknis, metanol teknis, plat KLT, metanol grade for analysis, akuades,
DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil) (Sigma-Aldrich) dan vitamin C (Sigma-
Aldrich).
a. Pembuatan Media Potato Dextrose Agar (PDA)
Media PDA dibuat untuk isolasi kapang endofit. Media PDA dibuat
dengan cara ditimbang 39 gram PDA, dan ditambahkan 1 liter akuades. Kemudian
dipanaskan di atas hot plate sampai mendidih sambil diaduk dengan magnetic
stirrer hingga homogen. Setelah itu, media disterilisasi dengan autoklaf selama 15
menit suhu 121°C. Media yang telah steril selanjutnya dituang ke dalam cawan
petri sebanyak ± 10 mL secara aseptis dan dibiarkan memadat dalam suhu ruang
(Ramadhan, 2011).
Media PDY dibuat untuk fermentasi kapang endofit. Media PDY dibuat
dengan cara mencampurkan media PDB, yeast extract dan CaCO3. Media PDB
dibuat dengan cara ditimbang 200 gram kentang yang telah dicuci bersih, lalu
diiris dan direbus dalam 1 liter air. Setelah itu, ditambahkan 20 gram dektrosa ke
dalam air hasil rebusan kentang (Zeng, dkk., 2011). Media PDB yang telah dibuat
ditambahkan dengan 2g/L yeast extract dan CaCO3 (hingga pH = 6) (Kumala,
dkk., 2007). Selanjutnya, media PDY disterilisasi dengan autoklaf selama 15
menit suhu 121°C (Ramadhan, 2011).
3.4.2 Sterilisasi Permukaan dan Isolasi Kapang Endofit
Tanaman lumut hati M. emarginata yang masih segar dan sehat
dibersihkan dari tanah lalu dicuci dengan air mengalir selama 30 menit.
Selanjutnya, M. emarginata disterilisasi permukaannya dengan cara direndam
dalam etanol 70% selama 1 menit, kemudian dipindahkan ke dalam larutan
NaOCl 5,25% selama 2 menit, lalu dipindahkan lagi ke dalam etanol 70% selama
30 detik (Hulikere, dkk., 2016 dengan modifikasi). Kemudian, M. emarginata
dicuci secara menyeluruh 3 kali dengan akuades steril selama beberapa menit
untuk menghilangkan larutan sterilisasi permukaan (surface sterilant) yang
berlebihan. Selanjutnya, lumut hati diletakkan di atas kertas saring steril hingga
kering (Kusari, dkk., 2014 dengan modifikasi).
Untuk mengisolasi kapang endofit dari tanaman lumut hati ini, sampel
yang telah kering dipotong ±1x1 cm menggunakan gunting steril. Kemudian
diambil 3 potongan lalu ditanam pada media PDA yang sudah memadat. Isolasi
kapang endofit dilakukan secara triplo. Isolasi kapang endofit dilakukan dalam
keadaan aseptis, yaitu di dalam LAFC. Setelah itu, diinkubasi selama 14 hari pada
suhu 27-30°C (Ariyono, dkk., 2014; Kumala & Pratiwi, 2014).
Pada akuades bilasan terakhir digunakan sebagai kontrol dengan cara
batang L steril dicelupkan ke dalam akuades dan diratakan ke permukaan media
PDA lainnya. Apabila pada media PDA kontrol tumbuh kapang, maka kapang
yang tumbuh bukanlah kapang endofit (Ariyono, dkk., 2014).
24
Kapang endofit yang tumbuh pada media isolasi PDA kemudian
dimurnikan ke media PDA lain secara aseptis, yaitu di dalam LAFC. Pemurnian
berdasarkan kenampakan morfologi secara makroskopis yang meliputi warna dan
bentuk. Pemurnian dilakukan secara berulang-ulang hingga didapatkan isolat
kapang tunggal dan murni dengan cara masing-masing mikroorganisme diambil
dengan jarum ose dan ditumbuhkan kembali pada cawan petri yang berisi media
PDA (Ariyono, dkk., 2014). Isolat yang telah murni dipindahkan ke dalam dua
jenis media kultur (stock culture ke dalam PDA lain dan working culture ke dalam
PDA miring) (Kumala & Siswanto, 2007).
3.4.4 Karakterisasi Kapang Endofit
mikroskopis. Pengamatan isolat kapang endofit dilakukan berdasarkan Gandjar
(1999).
(granular; seperti tepung; menggunung; licin; ada atau tidaknya tetesan eksudat),
garis-garis radial dari pusat koloni ke arah tepi koloni, dan lingkaran-lingkaran
konsentris dalam cawan petri (konsentris atau tidak konsentris), serta
pertumbuhan koloni (cm/hari) yang dilakukan setiap hari sampai koloni kapang
mencapai diameter 9 cm dengan menggunakan penggaris.
b. Secara Mikroskopis
Pengamatan secara makroskopik terlebih dahulu membuat preparat
kapang. Disiapkan cawan petri yang berisi tisu, kaca objek dan cover glass
dibungkus menggunakan kertas. Selanjutnya, cawan petri disterilisasi
menggunakan autoklaf pada suhu 121 o C selama 15 menit.
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Setelah proses sterilisasi selesai di atas kaca objek ditetesi media PDA dan
dibiarkan memadat. Kapang yang telah diisolasi pada media PDA diambil sedikit
miseliumnya dengan menggunakan jarum ose steril kemudian diletakkan pada
kaca objek yang telah ditetesi media PDA kemudian ditutup dengan menggunakan
cover glass. Preparat diletakkan pada cawan petri yang telah diberi alas tisu steril
lembab dan inkubasi selama 2-3 hari (Ariyono, dkk., 2014).
3.4.5 Fermentasi
Terlebih dahulu isolat kapang endofit ditumbuhkan pada media PDA
selama 7 hari dalam cawan petri. Saat usia isolat kapang endofit telah 7 hari
diambil sebanyak 5 potong menggunakan sedotan steril berdiameter 1 cm.
Kemudian, potongan kapang tersebut dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 250
mL yang berisi media fermentasi PDY steril sebanyak 50 mL dan difermentasi
menggunakan fermentation shaker selama 14 hari pada suhu 28°C dengan
kecepatan 130 rpm (Kumala, dkk., 2015 dengan modifikasi).
3.4.6 Ekstraksi Hasil Fermentasi
dengan cara penyaringan (Guo, dkk., 2008). Selanjutnya dilakukan ekstraksi, pada
biomassa dimaserasi dengan menggunakan metanol dan filtrat dipartisi cair-cair
dengan menggunakan pelarut berdasarkan tingkat kepolaran yang berbeda yaitu n-
heksan (non polar) dan etil asetat (semi polar). Perbandingan masing-masing
filtrat:pelarut (1:1). Hasil ekstraksi kemudian diuapkan menggunakan rotary
evaporator vaccum hingga didapatkan ekstrak kental atau pekat.
3.4.7 Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Fermentasi Secara Kualitatif
dengan Metode DPPH
Pertama-tama dibuat reagen larutan DPPH dengan cara melarutkan 8 mg
serbuk DPPH ke dalam 20 mL metanol pro analisis (DPPH 0,04%). Pengujian
dilakukan dengan cara ekstrak fermentasi dilarutkan dengan pelarut seperti yang
digunakan pada ekstraksi, kemudian ditotolkan pada plat KLT dengan
menggunakan pipa kapiler. Plat yang sudah ditotol selanjutnya dielusi dengan
eluen yang sesuai.
menyeluruh dan dibiarkan selama beberapa menit pada ruangan tertutup. Setelah
itu, bercak yang muncul diamati (Basma, dkk., 2011).
3.4.8 Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Fermentasi Secara Kuantitatif
dengan Metode DPPH
Terlebih dahulu membuat reagen DPPH 0,25 mM dengan cara melarutkan
sebanyak 4,9 mg DPPH ke dalam metanol 50 mL. Selanjutnya dilakukan
pengujian dengan cara membuat variasi konsentrasi (200, 100, 50, 25, 12,5, 6,25
μg ml) dari ekstrak fermentasi. Masing-masing konsentrasi di masukkan ke dalam
labu ukur, ditambahkan metanol hingga 4 mL lalu ditambahkan 1 mL reagen
DPPH 0,25 mM. Campuran yang telah dibuat tersebut kemudian dikocok dengan
kuat dan diinkubasi di dalam kondisi gelap selama 30 menit. Setelah itu,
dilakukan pengukuran terhadap absorbansi dari masing-masing campuran
menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 517 nm. Pada
uji ini vitamin C digunakan sebagai standar (Huang, dkk., 2010; Komala, dkk.,
2015).
BAB IV
kebenaran tanaman. Hasil determinasi yang dilakukan di Herbarium Bogoriense,
Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cibinong, Bogor, Jawa Barat
menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah benar
tanaman lumut hati (Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees) dari suku
Marchantiaceae (Lampiran 2).
Sampel yang digunakan sebagai sumber isolat kapang endofit berasal dari
talus tanaman lumut hati M. emarginata Reinw., Blume & Nees. Tanaman lumut
juga merupakan tempat bagi endofit dan endofit dari spesies lumut hati tumbuh di
dalam talus (Davis et al., 2003; Kumala, 2014).
Sampel yang digunakan harus memenuhi kriteria yaitu segar dan tidak
layu; sehat (tidak menunjukkan adanya gejala penyakit) karena di dalam jaringan
tanaman inang yang sakit biasanya didominasi oleh kapang patogen (Atika, 2007).
Proses isolasi merupakan tahap pertama yang dilakukan untuk memperoleh
kapang endofit dari sampel. Sebelum isolasi, sampel dicuci dengan air bersih
mengalir untuk menghilangkan pengotor dan tanah yang menempel, lalu
dilakukan sterilisasi permukaan untuk menghindari kontaminan atau adanya
kapang lain yang tumbuh namun bukan berasal dari sampel. Permukaan sampel
yang akan digunakan harus steril dan bebas dari kontaminasi sehingga kapang
yang tumbuh pada media isolasi benar merupakan kapang endofit (Strobel, 2003).
Pada penelitian ini, sterilisasi permukaan dilakukan dengan perendaman
sampel dalam alkohol 70% dan NaOCl 5,25% (Hulikere, dkk., 2016). Alkohol
70% berfungsi untuk mendenaturasi protein, membran sel, merusak struktur
lemak dan membran protein mikroba sehingga mikroba mengalami dehidrasi.
28
NaOCl merupakan zat kimia yang termasuk golongan halogen yang akan
melepaskan klor. Mekanisme kerja senyawa klor yaitu bergabung dengan protein
membran sel dan enzim sehingga dapat terjadi oksidasi dan kerusakan organel
terpenting dari sel mikroba (Pelczar, 1998; Pratiwi, 2008). Kombinasi dua pelarut
tersebut digunakan untuk mensterilkan permukaan organ tanaman secara optimal
(Zhang, dkk., 2006). Setelah proses dekontaminasi, dilakukan pembilasan dengan
menggunakan akuades steril, tujuannya yaitu untuk menghilangkan sisa alkohol
70% dan NaOCl 5,25% yang menempel pada sampel.
Cara yang dilakukan untuk meminimalkan terjadinya kontaminasi dari
lingkungan yaitu pengerjaan dilakukan secara aseptis dalam laminar air flow
cabinet pada proses sterilisasi permukaan dan isolasi kapang endofit (Radji,
2011). Isolasi dilakukan dengan cara triplo untuk mencegah kontaminasi dan
dengan menggunakan metode direct seed planting yaitu sampel langsung
ditempelkan pada media isolasi (Tabel 4.1). Potongan talus pada media isolasi
kemudian diinkubasi dalam suhu ruang selama 14 hari dan pertumbuhannya
diamati setiap hari.
Media isolasi yang digunakan yaitu media PDA. Media PDA merupakan
media yang umum digunakan untuk menumbuhkan kapang endofit dan media
pemurnian kapang endofit. Media PDA kaya akan nutrisi yang mudah dicerna,
sehingga memudahkan pertumbuhan kapang (Ariyono dkk., 2014).
Tampak Sebalik Tampak Depan
Media PDA mengandung ekstrak kentang dan dekstrosa, sebagai sumber
karbohidrat sebagai nutrisi untuk pertumbuhan kapang. Akuades bilasan terakhir
pada proses sterilisasi permukaan digunakan sebagai kontrol dengan meneteskan
di permukaan media PDA. Adanya kontrol bertujuan untuk memastikan
keefektifan dari sterilisasi permukaan, jika tidak terjadi pertumbuhan kapang pada
media kontrol maka hal tersebut membuktikan bahwa kapang yang tumbuh di
sekitar sampel adalah benar kapang endofit (Ariyono dkk., 2014). Hasil kontrol
sterilisasi permukaan dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Hasil kontrol sterilisasi permukaan
Keterangan: tidak ada mikroorganisme yang tumbuh
Kapang endofit yang berhasil tumbuh pada media isolasi diamati koloni
kapangnya. Pengamatan koloni kapang dilakukan dengan menggunakan kriteria
bahwa bentuk koloni yang berbeda dianggap sebagai isolat yang berbeda,
kemudian setiap koloni dengan morfologi berbeda dipisahkan menjadi isolat
tersendiri yang ditanam pada media PDA baru untuk memperoleh biakan kapang
endofit yang murni. Hasil kapang endofit yang tumbuh dapat dilihat pada Tabel
4.3.
Petri 1
Petri 2
Petri 3
Keterangan: Pada petri 1 tumbuh kapang di 2 talus, Pada petri 2 tumbuh kapang di 1 talus, Pada
petri 3 tumbuh kapang di tiga talus
Tampak Depan
Tampak Depan
Tampak Depan
Tampak Sebalik
Tampak Sebalik
Tampak Sebalik
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.4. Hasil isolasi dan pemurnian kapang endofit dari tanaman lumut hati
(M. emarginata Reinw., Blume & Nees).
Sampel Petri Jumlah Kode Isolat
Tanaman lumut hati (M. emarginata Reinw.,
Blume & Nees)
MEA2
MEC2
MEC3
Hasil isolasi dan pemurnian yang dilakukan, didapatkan 6 isolat kapang
endofit dengan perincian dapat dilihat pada Tabel 4.4. Keenam isolat tersebut
kemudian dilakukan karakterisasi secara makroskopik dan mikroskopik.
4.3 Karakterisasi Kapang Endofit
Secara makroskopik isolat MEA1 yang berumur 7 hari memiliki diameter
6,7 cm. Tampak depan berwarna abu-abu kehijauan, permukaan rata dan tipis,
terdapat tetesan eksudat tidak terdapat garis-garis radial, serta memiliki lingkaran-
lingkaran konsentris. Sedangkan tampak sebalik berwarna abu-abu kehijauan,
berbintik hitam, dan tepi berwarna putih. Secara mikroskopik isolat MEA1
memiliki hifa yang bersekat (septat), hifa bercabang, dan terdapat konidia
berbentuk lonjong dan bulan sabit. Hasil karakteristik isolat MEA1 secara
makroskopik dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan secara mikroskopik dapat dilihat
pada Gambar 4.2.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.1. Isolat MEA1 secara makroskopik (a) tampak depan, (b) tampak sebalik
(Dokumentasi Pribadi, 2017)
4.3.2 Isolat MEA2
Secara makroskopik isolat MEA2 yang berumur 7 hari memiliki diameter
8,2 cm. Tampak depan berwarna putih keabu-abuan, dengan bagian tengah
berwarna hijau, permukaan seperti kapas, tebal, tidak terdapat garis-garis radial,
serta memiliki lingkaran-lingkaran konsentris. Sedangkan tampak sebalik
berwarna hijau kehitaman dengan tepi berwarna putih. Secara mikroskopik isolat
MEA2 memiliki hifa yang bersekat (septat), hifa bercabang, dan terdapat konidia
berbentuk lonjong. Hasil karakteristik isolat MEA2 secara makroskopik dapat
dilihat pada Gambar 4.3 dan secara mikroskopik dapat dilihat pada Gambar 4.4.
(a) (b)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.3. Isolat MEA2 secara makroskopik (a) tampak depan, (b) tampak sebalik
(Dokumentasi Pribadi, 2017)
(a) septat, (b) konidia lonjong
4.3.3 Isolat MEB1
Secara makroskopik isolat MEB1 yang berumur 7 hari memiliki diameter
9 cm. Tampak depan berwarna putih keabu-abuan, permukaan menggunung, tidak
terdapat garis-garis radial, serta tidak terdapat lingkaran-lingkaran konsentris.
Sedangkan tampak sebalik berwarna coklat kehijauan dan tepi tidak rata. Secara
mikroskopik isolat MEB1 memiliki hifa yang bersekat (septat), hifa bercabang,
hifa berwarna hijau kehitaman, dan terdapat konidia berbentuk tidak beraturan.
Hasil karakteristik isolat MEB1 secara makroskopik dapat dilihat pada Gambar
4.5 dan secara mikroskopik dapat dilihat pada Gambar 4.6.
(a) (b)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.5. Isolat MEB1 secara makroskopik (a) tampak depan, (b) tampak sebalik
(Dokumentasi Pribadi, 2017)
(a) septat, (b) konidia tidak beraturan
4.3.4 Isolat MEC1
Secara makroskopik isolat MEC1 yang berumur 7 hari memiliki diameter
6,3 cm. Tampak depan berwarna putih, krem, dan hitam kehijauan; permukaan
isolat berbintik hitam, tipis; terdapat garis-garis radial dari pusat koloni kearah
tepi koloni; serta memiliki lingkaran-lingkaran konsentris. Sedangkan tampak
sebalik berwarna kuning dan hitam kehijauan, tepi tidak rata berwarna putih.
Secara mikroskopik isolat MEC1 memiliki hifa yang bersekat (septat), hifa
bercabang, hifa berwarna hijau, dan terdapat konidia berbentuk lonjong. Hasil
karakteristik isolat MEC1 secara makroskopik dapat dilihat pada Gambar 4.7 dan
secara mikroskopik dapat dilihat pada Gambar 4.8.
(a) (b)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.7. Isolat MEC1 secara makroskopik (a) tampak depan, (b) tampak sebalik
(Dokumentasi Pribadi, 2017)
(a) septat, (b) konidia lonjong
4.3.5 Isolat MEC2
Secara makroskopik isolat MEC2 yang berumur 7 hari memiliki diameter
6 cm. Tampak depan berwarna abu-abu dan hitam kehijauan, permukaan rata dan
tipis, terdapat tetesan eksudat, tidak terdapat garis-garis radial, serta memiliki
lingkaran-lingkaran konsentris. Sedangkan tampak sebalik berwarna abu-abu dan
hitam kehijauan,berbintik hitam, serta tepi tidak rata berwarna putih. Secara
mikroskopik isolat MEC2 memiliki hifa yang bersekat (septat), hifa bercabang,
dan terdapat konidia berbentuk lonjong. Hasil karakteristik isolat MEC2 secara
makroskopik dapat dilihat pada Gambar 4.9 dan secara mikroskopik dapat dilihat
pada Gambar 4.10.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.9. Isolat MEC1 secara makroskopik (a) tampak depan, (b) tampak sebalik
(Dokumentasi Pribadi, 2017)
(a) septat, (b) konidia lonjong
4.3.6 Isolat MEC3
Secara makroskopik isolat MEC3 yang berumur 7 hari memiliki diameter
7,5 cm. Tampak depan berwarna putih, permukaan seperti kapas, memiliki garis-
garis radial, serta tidak memiliki lingkaran-lingkaran konsentris. Sedangkan
tampak sebalik berwarna putih dengan. Secara mikroskopik isolat MEC3
memiliki hifa yang bersekat (septat), hifa bercabang, serta terdapat konidia
berbentuk bulat. Hasil karakteristik isolat MEC3 secara makroskopik dapat dilihat
pada Gambar 4.11 dan secara mikroskopik dapat dilihat pada Gambar 4.12.
(a) (b)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.11. Isolat MEC3 secara makroskopik (a) tampak depan, (b) tampak sebalik
(Dokumentasi Pribadi, 2017)
(a) septat, (b) konidia bulat
Berdasarkan hasil karakteristik kapang endofit, keenam isolat tersebut
tidak memiliki kesamaan dari segi kenampakan morfologi antara satu isolat
dengan isolat lainnya. Dengan demikian, keenam isolat tersebut dilanjutkan ke
tahap selanjutnya.
4.4 Fermentasi
endofit. Pada Proses fermentasi digunakan media PDY yang diproses semi
sintetik, yaitu dengan cara ekstrak kentang dibuat terlebih dahulu dan
ditambahkan dekstrosa, kemudian yeast extract serta CaCO3.
(a) (b)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tujuan penambahan yeast extract ke dalam ekstrak kentang adalah agar nutrisi
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan kapang dapat terpenuhi sehingga kapang
dapat tumbuh secara optimal, sedangkan tujuan penambahan CaCO3 yaitu untuk
mengatur pH.
PDY adalah medium yang mengandung karbon dalam jumlah yang banyak
bersumber dari ekstrak kentang dan dekstrosa, serta mengandung nitrogen
bersumber dari yeast extract (Kumala, dkk., 2015). Sel-sel mikroba sebagian
besar terdiri dari unsur-unsur karbon dan nitrogen, sehingga sumber karbon dan
nitrogen merupakan komponen terpenting dalam medium pertumbuhan (Pratiwi,
2008). Karbohidrat merupakan senyawa struktural dan penyimpanan di dalam sel
kapang serta memiliki peran penting dalam pertumbuhan juga dalam produksi
senyawa metabolit sekunder yang berguna (Abo-Elmagd, 2014). Medium
fermentasi yang mengandung sumber nitrogen dari yeast extract akan
menghasilkan senyawa metabolit sekunder sebagai antioksidan (Gazi, dkk., 2004).
Selain nutrisi, pH substrat juga sangat penting untuk pertumbuhan, karena
enzim-enzim tertentu hanya akan mengurai suatu substrat sesuai dengan
aktivitasnya pada pH tertentu (Gandjar, dkk., 2006). Kapang cenderung
menghasilkan senyawa metabolit sekunder sebagai antioksidan pada kisaran pH
asam dengan kondisi yang optimum terbentuknya senyawa aktif yaitu pada pH
awal 7 (Gazi, dkk., 2004 dalam Septiana & Simanjuntak, 2017).
Proses fermentasi dilakukan selama 14 hari pada suhu kamar dengan
metode fermentasi goyang (shaking fermentation) menggunakan incubator
shaker. Proses agitasi dan aerasi dalam fermentasi goyang menyebabkan efisiensi
suplai oksigen lebih baik dan distribusi panas tersebar rata pada semua bagian
substrat yang dibutuhkan oleh mikroorganisme (Kumala dkk., 2015). Fermentasi
kapang endofit menggunakan medium cair yang digoyang, setelah beberapa hari
akan terlihat kapas-kapas kecil berwarna putih melayang-layang dalam medium.
Medium fermentasi juga mengalami perubahan warna, sebagian media berwarna
keruh dan sebagian lagi menjadi jernih.
39
Bentuk-bentuk seperti kapas tersebut adalah spora atau konidia tunggal yang
sudah tumbuh menjadi miselium. Pemisahan miselium dari mediumnya harus
melalui suatu penyaringan (Gandjar, dkk., 2006). Gambar hasil fermentasi kapang
endofit dapat dilihat pada Lampiran 9.
4.5 Ekstraksi
dengan filtrat menggunakan alat corong Buchner. Hal tersebut bertujuan untuk
memisahkan endapan dari suatu campuran larutan yang tidak larut. Prinsip kerja
dari corong Buchner adalah menyedot udara di ruang corong, dengan demikian air
dapat menetes dan menurun sedangkan zat yang tidak larut tetap di dalam
corongnya. Filtrat diekstraksi dengan metode partisi cair-cair dan biomassa
diekstraksi dengan metode maserasi. Ekstraksi dilakukan untuk memisahkan
senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan dari fermentasi berdasarkan
kepolarannya (Kumala & Pratiwi, 2014).
perbedaan kepolarannya. Pelarut n-heksan akan menarik senyawa non polar dan
etil asetat akan menarik senyawa semi polar. Ekstraksi ini dimaksudkan agar
senyawa dalam kapang endofit diharapkan dapat terlarut dengan baik sesuai
polaritasnya. Pada biomassa dilakukan proses penghalusan dengan menggunakan
lumpang dan alu. Dengan adanya penghalusan maka memungkinkan terjadinya
pemecahan sel yang dapat membantu proses maserasi. Ukuran zat yang semakin
kecil akan meningkatkan luas permukaan sehingga proses ekstraksi akan semakin
efektif (Handa, dkk., 2008). Maserasi dilakukan menggunakan pelarut metanol.
Metanol dan golongan alkohol merupakan pelarut serba guna yang baik untuk
ekstraksi pendahuluan (Harborne, 1987).
Fraksi pelarut hasil partisi dan maserasi yang telah didapatkan, kemudian
diuapkan menggunakan vacuum rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak
kental atau kering. Perolehan jumlah bobot ekstrak dapat dilihat pada Tabel 4.5
dan ekstrak hasil ekstraksi dapat dilihat pada Lampiran 10.
40
Kode Isolat
Uji aktivitas antioksidan dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif
menggunakan metode DPPH. Metode DPPH merupakan metode yang dapat
mengukur efektifitas antioksidan secara cepat, sederhana dan tidak membutuhkan
biaya yang mahal (Pine, dkk., 2008). Uji aktivitas antioksidan dengan metode
DPPH berdasarkan hilangnya warna ungu akibat tereduksinya DPPH oleh
antioksidan. KLT digunakan sebagai uji secara kualitatif untuk mengetahui
aktivitas antioksidan ekstrak kapang endofit. Aktivitas antioksidan dari ekstrak
ditunjukkan dengan perubahan warna pada plat KLT dari ungu menjadi kuning
setelah disemprot larutan DPPH.
Masing-masing ekstrak n-heksan, etil asetat dan metanol dilarutkan sedikit
ke dalam pelarutnya hingga homogen kemudian ditotolkan pada plat KLT. Plat
KLT selanjutnya dielusi dengan eluen yang sesuai. Eluen yang digunakan untuk
ekstrak n-heksan yaitu n-heksan:etil asetat dengan perbandingan 8:2, untuk
ekstrak etil asetat yaitu etil asetat:n-heksan dengan perbandingan 8:2, dan untuk
ekstrak metanol yaitu metanol:etil asetat dengan perbandingan 8:2. Setelah selesai
dielusi, plat KLT disemprotkan dengan larutan DPPH 0,04%. Adanya aktivitas
antioksidan dari ekstrak ditandai dengan hasil positif dari uji yang dilakukan,
begitu sebaliknya. Hasil uji KLT dapat dilihat pada Tabel 4.6.
41
Kode
Hasil Uji Kualitatif
Keterangan: hasil uji kualitatif untuk melihat aktivitas antioksidan dari masing-masing ekstrak.
Semua ekstrak fermentasi isolat MEA1 dan MEA2 memiliki hasil yang positif dengan uji DPPH.
42
dengan DPPH
Keterangan: hasil uji kualitatif untuk melihat aktivitas antioksidan dari masing-masing ekstrak.
Semua ekstrak fermentasi isolat MEB1 dan MEC1 memiliki hasil yang positif dengan uji DPPH.
43
Hasil Uji Kualitatif
Keterangan: hasil uji kualitatif untuk melihat aktivitas antioksidan dari masing-masing ekstrak.
Semua ekstrak fermentasi isolat MEC2 dan MEC3 memiliki hasil yang positif dengan uji DPPH.
44
Isolat Ekstrak Jarak Bercak
N-heksan 2,1
N-heksan 2,5
0,8 Keterangan: hasil perhitungan nilai Rf dari masing-masing ekstrak fermentasi kapang endofit.
Dengan nilai Rf menunjukkan keberadaan senyawa antioksidan dari masing-masing ekstrak.
45
pada penggunaan eluen tersebut (Sutomo, dkk., 2016). Hasil uji KLT
memperlihatkan bahwa seluruh ekstrak fermentasi isolat kapang endofit positif
memiliki aktivitas antioksidan. Hasil positif ditandai dengan adanya bercak
kuning dengan latar belakang ungu yang semakin memudar setelah disemprot
larutan DPPH. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh ekstrak fermentasi kapang
endofit memiliki aktivitas antioksidan yang ditandai dengan hasil positif pada uji
KLT.
Dua senyawa atau lebih dapat dikatakan identik apabila mempunyai nilai
Rf yang sama pada kondisi KLT yang sama (Rusnaeni, dkk.. 2016). Berdasarkan
hasil nilai Rf pada masing-masing ekstrak menunjukkan bahwa keberadaan
senyawa antioksidan berada pada rentang nilai Rf 0,2 hingga 0,9. Hasil
perhitungan nilai Rf dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Ekstrak fermentasi isolat kapang endofit MEB1 memiliki aktivitas
antioksidan yang baik secara kualitatif dilihat dari profil KLTnya (Tabel 4.6).
Dengan demikian, dilanjutkan untuk uji aktivitas antioksidan secara kuantitatif.
4.7 Uji Aktivitas Antioksidan Secara Kuantitatif
Berdasarkan hasil uji aktivitas antioksidan secara kualitatif, ekstrak
metanol dan etil asetat dari isolat kapang endofit MEB1 memiliki aktivitas
antioksidan yang baik (Tabel 4.8) dan dengan pertimbangan jumlah bobot ekstrak
menjadi alasan pemilihan ektrak untuk dilakukan uji aktivitas antioksidan secara
kuantitatif. Jumlah bobot masing-masing ekstrak yaitu ekstrak metanol 352,6 mg,
dan ektrak etil asetat 52,4 mg. Ekstrak metanol dan ekstrak etil asetat yang
diujikan aktivitas antioksidannya secara kuantitatif, sedangkan ekstrak n-heksan
tidak diujikan karena jumlah bobot ekstrak n-heksan 7,3 mg dan jumlah bobot
ekstrak yang dibutuhkan untuk uji aktivitas antioksidan secara kuantitatif yaitu 10
mg.
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.8. Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak metanol dan etil asetat
secara kualitatif
Uji aktivitas antioksidan secara kuantitatif diukur dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis. Hasil Optimasi panjang gelombang DPPH
menunjukkan larutan DPPH terletak pada panjang gelombang maksimum 515,5
nm (Lampiran 11). Dengan demikian, semua pengukuran dengan metode DPPH
dilakukan pada panjang gelombang tersebut.
Pengujian aktivitas antioksidan metode DPPH menggunakan
spektrofotometer UV-Vis melibatkan pengukuran nilai absorbansi pada panjang
gelombang maksimum 515,5 nm dengan berbagai variasi konsentrasi sampel yang
digunakan yaitu 200 ppm, 100 ppm, 50 ppm, 25 ppm, 12,5 ppm, dan 6,25 ppm.
Tiap konsentrasi diukur pada spektrofotometer UV-VIS dengan vitamin C sebagai
pembanding (kontrol positif). Variasi konsentrasi vitamin C yaitu 1 ppm, 2 ppm, 3
ppm, 4 ppm, 5 ppm. Semakin besar konsentrasi sampel maka nilai absorbansi
akan semakin menurun. Aktivitas antioksidan dari sampel akan merubah warna
larutan DPPH dalam metanol yang semula berwarna ungu berubah menjadi
kuning (Molyneux 2004). Tabel absorbansi dan kurva persamaan regresi linear
dapat dilihat pada Lampiran 12 dan Lampiran 13.
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.9. Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak metanol dan etil asetat secara
kuantitatif
Konsentrasi
(ppm)
Ekstrak Metanol
Blanko 0,588 -
(IC50). Dimana aktivitas antioksidan akan berbanding terbalik dengan nilai IC50.
Semakin tinggi aktivitas suatu sampel maka semakin rendah nilai IC50 dan
sebaliknya (Pratiwi, dkk., 2013). Hasil persamaan regresi linear menunjukkan
bahwa masing-masing ekstrak fermentasi isolat kapang endofit MEB1 memiliki
aktivitas antioksidan yang bervariasi. Ekstrak metanol (biomassa) memiliki
aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 720,45 ppm dan ekstrak etil asetat (filtrat)
memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 48,02 ppm.
Aktivitas antioksidan suatu bahan dikelompokkan ke dalam 4 kategori
yaitu antioksidan kategori sangat kuat jika nilai IC50 <50 ppm , kategori kuat jika
nilai IC50 50-100 ppm, kategori sedang jika nilai IC50 101-150 ppm dan kategori
lemah jika nilai IC50 >150 ppm (Blois, 1958). Perhitungan nilai IC50 ekstrak
dapat dilihat pada Lampiran 13.
48
Tabel 4.10. Hasil uji aktivitas antioksidan vitamin C secara kuantitatif
Konsentrasi
(ppm)
Blanko 0,598 -
Aktivitas antioksidan berdasarkan nilai AAI suatu ekstrak atau senyawa dapat
dikelompokkan ke dalam 4 kategori , sama halnya dengan kategori nilai IC50.
Keempat kategori tersebut yaitu AAI <0,5 bermakna aktivitas antioksidan lemah,
AAI 0,5-1 bermakna aktivitas antioksidan sedang, AAI 1-2 bermakna aktivitas
antioksidan kuat, dan AAI >2 bermakna aktivitas antioksidan sangat kuat (Scherer
dan Godoy, 2009).
bahwa ekstrak metanol kapang endofit MEB1 memiliki aktivitas antioksidan
dengan kategori lemah. Indeks aktivitas antioksidan ekstrak etil asetat yaitu 2,04
menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat kapang endofit MEB1 memiliki aktivitas
antioksidan dengan kategori kuat.
Vitamin C sebagai pembanding memiliki nilai IC50 3,74 ppm dan nilai
AAI 26,19 (Tabel 4.8). Jika dibandingkan berdasarkan nilai AAI ekstrak etil
asetat termasuk kategoti sangat kuat seperti vitamin C, sedangkan ekstrak metanol
termasuk kategori lemah.
BAB V
Isolasi kapang endofit dari tanaman Marchantia emarginata Reinw.,
Blume & Nees pada media potato dextrose agar (PDA) diperoleh 6 isolat yaitu
MEA1, MEA2, MEB1, MEC1, MEC2, MEC3. Ekstrak fermentasi isolat kapang
endofit MEB1 memiliki aktivitas antioksidan yang baik secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian, ekstrak metanol (biomassa) kapang endofit MEB1
memiliki nilai IC50 sebesar 720,45 ppm dan nilai AAI 0,13, ekstrak etil asetat
(filtrat) kapang endofit MEB1 memiliki nilai IC50 sebesar 48,02 ppm dan nilai
AAI 2,04, sedangkan ekstrak n-heksan tidak dilakukan uji aktivitas antioksidan
secara kuantitatif. Vitamin C sebagai pembanding memiliki nilai IC50 3,74 ppm
dan nilai AAI 26,19.
1. Perlu dilakukan optimasi kondisi fermentasi dan ekstraksi terhadap isolat-
isolat kapang endofit.
2. Perlu dilakukan uji fitokimia untuk mengetahui metabolit sekunder dari
kapang endofit.
3. Perlu dilakukan uji terhadap aktivitas lain dari ekstrak fermentasi isolat
kapang endofit.
4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk isolasi senyawa terhadap
ekstrak fermentasi isolat kapang endofit Marchantia emarginata Reinw.,
Blume & Nees sehingga dapat diketahui jenis senyawa yang aktif sebagai
antioksidan.
50
of Chaetomium madrasense AUMC 9376”. J. Genet. Engineer.
Biotechnol.12:21-26.
Agusta, Andria. 2009. Biologi dan Kimia Jamur Endofit. Bandung: Penerbit ITB.
Ariyono,R., dkk. 2014. "Keanekaragaman Jamur Endofit Akar Kangkung Darat
(Ipomoea reptans Poir.) Pada Lahan Pertanian Organik dan
Konvensional". Jurnal Hama Dan Penyakit Tanaman, 2(1), 1–10.
Asakawa, Y. 1995. Chemical Constituent of The Bryophytes. (W. Herz, G. .
Kirby, W. . Moore, & C. Tamm, Eds.). New York: Springer-Verlag/Wien.
Https://Doi.Org/10.1007/978-3-7091-6896-7.
Asakawa, Y. 2004. "Chemosystematics of The Hepaticae". 65, 623–669.
Https://Doi.Org/10.1016/J.Phytochem.2004.01.003.
of Bryophytes". Phytochemistry.
Https://Doi.Org/10.1016/J.Phytochem.2012.04.012.
Asakawa, Y., dkk. 2013. Progress In The Chemistry of Organic Natural Product.
(A. Kinghorn, H. Falk, & J. Kobayashi, Eds.). New York Dordrecht
London. Https://Doi.Org/10.1007/978-3-7091-1084-3.
Atika, Dian. 2007. Uji Aktivitas Antimikroba Hasil Fermentasi Kapang Endofit
yang Diisolasi dari Akar, Batang, Daun Tanaman Garcinia fruticosa
Lauterb Dan Garcinia latriflora Blume serta Akar dan Daun Tanaman
Garcinia cowa Roxb. Skripsi. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan
Alam. Universitas Indonesia: Depok.
Basma, A.A., dkk. 2011. "Antioxidant Activity and Phytochemical Screening of
The Methanol Extracts of Euphorbia hirta L". Asian Pacific Journal Of
Tropical Medicine, 4(5), 386–390. Https://Doi.Org/10.1016/S1995-
7645(11)60109-0.
Blois, M.S. 1958. "Antioxidant Determination by The Use of Stable Free
Radicals". Nature. 181:1199-2000.
Brahmachari, G. 2012. "Natural Product In Drug Discovery: Impacts And
Opportunities-An Assessment". Research Gate, 581–628.
Https://Doi.Org/10.1016/S1572-5995(02)80015-1.
51
Davis, E., dkk. 2003. "Endophytic Xylaria (Xylariaceae) Among Liverworts and
Angiosperms: Phylogenetics, Distribution, and Symbiosis". American
Journal Of Botany, 90(11), 1661–1667.
Deinstrop, E.H. 2007. Applied Thin-Layer Chromatography 2 nd
ed. Weinheim:
John Wiley & Sons.
Fitriana, W., dkk. 2015. "Uji Aktivitas Antioksidan Terhadap DPPH dan ABTS
dari Fraksi-Fraksi Daun Kelor (Moringa oleifera)". SNIPS, 658.
Gandjar, I., dkk. 1999. Pengenalan Kapang Tropik Umum. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Gandjar, I., dkk. 2006. Mikologi: Dasar dan Terapan. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Gazi, M.R., dkk. 2004. "Optimization of Various Cultural Conditions on Growth
and Antioxidant Activity Generation by Saccharomyces cerevisiae". IFO
2373. J. Biol. Sci. 4: 224-228.
Glime, J. 2017. Marchantiophyta. 1(March), 1–24.
Goffinet, B., dan Shaw, A. J., ed.. 2009. Bryophyte Biology 2 nd
ed.. New York:
Cambridge University Press.
Guo, L., dkk. 2008. "Chemical Composition, Antifungal and Antitumor Properties
of Ether Extracts of Scapania verrucosa Heeg. and Its Endophytic Fungus
Chaetomium fusiforme". Molecules 13(9), 2114–2125.
Https://Doi.Org/10.3390/Molecules13092114.
Gupta, S., dkk. 2015. "A Review on Some Species of Marchantia With Reference
to Distribution, Characterization and Importance". World Journal of
Pharmacy and Pharmaceutical Science, 4(04), 1576–1588.
Handa, dkk. 2008. Extraction Technologies for Medicinal and Aromatic Plants.
Italy: UNIDO
Hafsari, A & Asterina, I. 2013. "Isolasi Dan Identifikasi Kapang Endofit Dari
Tanaman Obat Surian (Toona sinensis)". Vii(2), 175–191.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Diterjemahkan oleh K Radmawinata dan
I,Soediro. Bandung: Penerbit ITB.
Hasanah, R., dkk. 2015. "Uji Antijamur Patogen Ekstrak Metabolit Sekunder
Jamur Endofit Tumbuhan Raru (Cotylelobium melanoxylon)". Biosains,
1(2).
Huang, W., dkk. 2010. "Marchantin A, A Cyclic Bis(Bibenzyl Ether), Isolated
from The Liverwort Marchantia emarginata Subsp. Tosana Induces
Apoptosis in Human MCF-7 Breast Cancer Cells". Cancer Letters, 291(1),
108–119. Https://Doi.Org/10.1016/J.Canlet.2009.10.006
Activity of Cladosporium cladosporioides (Endophytic Fungus) Isolated
From Seaweed (Sargassum wightii)". Mycology, 7(4), 203–211.
Https://Doi.Org/10.1080/21501203.2016.1263688.
Hung, P., dkk. 2007. "Isolation and Characterization of Endophytic Bacteria from
Wild and Cultivated Soybean Varieties". Biology and Fertility of Soils,
44(1), 155–162. Https://Doi.Org/10.1007/S00374-007-0189-7.
Komala, I., dkk. 2015. "Antioxidant And Anti-Inflammatory Activity of The
Indonesian Ferns, Nephrolepis falcata And Pyrrosia lanceolata". 7(12),
12–15.
Of Microbiology 2 (8): 625-31. Issn 1816-4935.
Kumala, S., dkk. 2015. "Antimicrobial Activity of Secondary Metabolites
Produced by Endophytic Fungi Isolated from Stems of Jati Tree (Tectona
grandis L.F)". International Journal Of Pharmaceutical Sciences And
Research, 6(6), 2349–2353. Https://Doi.Org/10.13040/Ijpsr.0975-
8232.6(6).2349-53.
Kumal
SKRIPSI
JAKARTA
ENDOFIT TANAMAN LUMUT HATI
SKRIPSI
NURILLAH DWI NOVARIENTI
JAKARTA
Lumut Hati Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees
Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah dan beragam berasal dari
darat dan laut. Sumber daya alam hayati tersebut dapat dieksplorasi sebagai bahan
obat, baik yang bersumber dari tanaman, hewan maupun mikroorganisme. Kapang
endofit merupakan sumber daya mikroba yang tumbuh di dalam jaringan tanaman
yang dapat menghasilkan senyawa yang memiliki khasiat sama dengan tanaman
inangnya. Tanaman lumut hati Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees
merupakan salah satu spesies Marchantia yang diketahui merupakan sebagai
sumber antioksidan alami yang mengandung senyawa flavonoid, tanin dan
senyawa fenolik. Antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkap atau
meredam dampak negatif oksidan dalam tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk
mengisolasi kapang endofit yang terdapat di dalam tanaman lumut hati
Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees dan menguji aktivitasnya sebagai
antioksidan. Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu isolasi kapang
endofit, pemurnian, karakterisasi, fermentasi, ekstraksi dan uji aktivitas
antioksidan. Hasil dari penelitian diperoleh 6 isolat. Uji aktivitas antioksidan
menggunakan metode 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH) dan vitamin C
digunakan sebagai standar. Pengujian secara kualitatif menunjukkan bahwa
seluruh ekstrak metanol, n-heksan dan etil asetat positif memiliki aktivitas
antioksidan. Ekstrak kapang endofit MEB1 memiliki aktivitas antioksidan yang
baik secara kualitatif. Pengujian secara kuantitatif menunjukkan bahwa kapang
endofit MEB1 memiliki nilai Inhibition Concentration (IC50) ekstrak metanol
sebesar 720,45 ppm dan ekstrak etil asetat sebesar 48,02 ppm.
Kata Kunci: kapang endofit, tanaman lumut hati, Marchantia emarginata
Reinw., Blume & Nees, aktivitas antioksidan, DPPH
vii
ABSTRACT
& Nees
Indonesia has abundant and diverse natural resources from land and sea. These
biological natural resources can be explored as medicinal materials of a well
sourced from plants, animals or microorganisms. Endophytic fungi is a microbial
resource which grows in plant tissues that can produce compounds that have the
same efficacy as the host plant. Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees is
one of the Marchantia species, which known to contain natural antioxidants, such
as flavonoids, tannins and phenolic compounds. Antioxidants are compounds that
capable of capturing or reducing the negative effects of oxidants in the body. This
study aims to isolate the endophytic fungi which contained in the liverworts of
Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees and evaluate their antioxidant
activities. The method used in this study were isolation of endophytic fungi,
purification, characterization, fermentation, extraction and evaluation antioxidant
activities of isolates of endophytic fungi. The results of this study obtained 6
isolates. Antioxidant activities evaluation using 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl
(DPPH) method and vitamin C used as standard. The qualitative evaluation
showed that all methanol, n-hexane and ethyl acetate extracts have antioxidant
activities. Endophytic fungi MEB1 extract has good qualitative antioxidant
activities. The quantitative evaluation showed that endophytic fungi MEB1 have
value of Inhibition Concentration (IC50) methanol extract is 720,45 ppm and ethyl
acetate extract is 48,02 ppm.
Keywords: Endophytic fungi, liverworts, Marchantia emarginata Reinw., Blume
& Nees, antioxidant activity, DPPH
Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji dan syukur Penulis panjatkan
kepada Allah SWT atas keberkahan berupa limpahan rahmat, rezeki, hidayah dan
pertolongan-Nya. Tak lupa shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian untuk
laporan Tugas Akhir ini dengan judul “Uji Aktivitas Antioksidan Isolat Kapang
Endofit Tanaman Lumut Hati Marchantia emarginata Reinw., Blume &
Nees”. Penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penyususan dan pembuatan skripsi ini
mengalami kesulitan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Dengan segala
kerendahan hati, perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang
ditujukan kepada:
penuh selama penulis menempuh masa perkuliahan.
2. Ibu Ismiarni Komala, Ph.D., Apt dan Prof. Dr. Atiek Soemiati, M.Si., Apt
selaku dosen pembimbing yang telah bersedia membimbing, memberikan
ide, saran dan arahan, serta dukungan kepada penulis selama pelaksanaan
penelitian dan penyusunan skripsi.
3. Bapak Prof. Dr. H. Arief Sumantri, M.Kes., selaku dekan Fakultas
kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Nurmeilis, M.Si., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi dan Ibu
Nelly Suryani, Ph.D., Apt selaku Sekretaris Program Studi FKIK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak Hendri Aldrat, Ph.D., Apt dan Bapak Saiful Bahri, M.Si selaku
dosen penguji yang telah sangat membantu penulis dalam
menyempurnakan skripsi ini.
ix
6. Yang tercinta Bapak Sumartono dan Ibu Tutur, Mba Lina, Aji, Kurnia,
Adon dan Sasa, serta seluruh keluarga yang telah memberikan do’a,
bantuan, dukungan, keceriaan dan semangat yang tiada henti-hentinya
kepada penulis.
7. Bapak dan Ibu Dosen program studi farmasi yang telah membagikan ilmu
dan pengetahuan yang sangat bermanfaat.
8. Ka Walid, Mba Rani, Ka Eris, Ka Tiwi, Ka Yaenab, dan Ka Rahmadi yang
telah memberikan bantuan selama masa penelitian di laboratorium farmasi.
9. Teman-teman penelitian lumut Aisyah, Tika, Hasan khususnya endofit
lumut Puspa dan Yaya yang selalu siap mendengarkan keluh kesah,
memberikan saran dan semangat serta menjadi motivasi terbesar bagi
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
10. Teman-teman penelitian mikrobiologi kaka Vita, Ajeng, Lisa Fizi, kaka
Tewe, Aulia, Teh Anggi, Ghifar, Abbas, Rizal dan angkatan 2013
khususnya sahabat farmasiku Medika, Visa, Auliyani, Enjah, Riris, Upi,
Lulu, dan Afri, yang telah membagikan ilmu serta membantu penulis
selama perkuliahan dan penelitian.
11. Sahabat kecilku yuksok Novi dan ddcik Eka, bblku Icha, kaka Lisa, Revi,
Amrilla, serta sahabat alumni MAN 1 Muba Suparlin, Defi, Egi, Miftah
dan Jeri, yang selalu memberikan do’a dan semangat kepada penulis.
12. Keluarga As-Shof (SJD) Musi Banyuasin khususnya angkatan 2013 Fitria,
Tiara, yuk Rani dan Sandy, yang telah menjadi teman dan keluarga
diperantauan.
13. Terakhir semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa masih terdapat
banyak kekurangan dan kelemahan serta jauh dari kata sempurna. Namun penulis
yakin skripsi ini adalah salah satu kebanggaan tersendiri bagi penulis dan penulis
berharap skripsi ini dapat bermanfaat.
Jakarta, September 2017
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xv
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvii
1.3 Tujuan ............................................................................................................ 3
1.4 Manfaat .......................................................................................................... 3
2.1 Lumut Hati ..................................................................................................... 4
2.1.3 Aktivitas Biologi Lumut Hati ............................................................... 5
2.2 Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees ........................................... 6
2.2.1 Taksonomi (Goffinet & Shaw, ed., 2009) ............................................ 6
2.2.2 Morfologi ............................................................................................. 6
2.2.4 Kandungan Kimia dan Aktivitas Biologi ............................................. 7
xii
2.4 Kapang Endofit ............................................................................................ 10
2.4.3 Karakterisasi Kapang Endofit ............................................................ 11
2.4.4 Metabolit Sekunder Kapang Endofit .................................................. 12
2.5 Antioksidan .................................................................................................. 12
(DPPH) ............................................................................................... 14
2.10 Spektrofotometer UV-Vis ............................................................................ 20
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................................... 21
3.2 Alat .............................................................................................................. 21
3.3 Bahan ........................................................................................................... 21
3.3.3 Media Pertumbuhan Mikroba............................................................. 22
3.4.2 Sterilisasi Permukaan dan Isolasi Kapang Endofit ............................ 23
3.4.3 Pemurnian Kapang Endofit ................................................................ 24
xiii
3.4.5 Fermentasi .......................................................................................... 25
3.4.7 Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Fermentasi Secara Kualitatif
dengan Metode DPPH ........................................................................ 25
dengan Metode DPPH ........................................................................ 26
4.1 Determinasi Tanaman .................................................................................. 27
4.3 Karakterisasi Kapang Endofit ...................................................................... 31
4.3.1 Isolat MEA1 ....................................................................................... 31
4.3.2 Isolat MEA2 ....................................................................................... 32
4.3.3 Isolat MEB1 ....................................................................................... 33
4.3.4 Isolat MEC1 ....................................................................................... 34
4.3.5 Isolat MEC2 ....................................................................................... 35
4.3.6 Isolat MEC3 ....................................................................................... 36
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 49
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 49
5.2 Saran ............................................................................................................ 49
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 50
Struktur senyawa marchantin A……………………...……
Sampel Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees…..
Isolat MEA1 secara makroskopik.……………………...…
Isolat MEA2 secara makroskopik.……………...…………
Isolat MEB1 secara makroskopik………………………….
Isolat MEC1 secara makroskopik………………………….
Isolat MEC2 secara makroskopik………………………….
Isolat MEC3 secara makroskopik…….................................
6
7
14
22
32
32
33
33
34
34
35
35
36
36
37
37
xv
Hasil isolasi dan pemurnian kapang endofit dari tanaman
lumut hati (Marchantia emarginata Reinw., Blume &
Nees)…………………………………………………………
Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak metanol dan etil Asetat
secara kualitatif…………………………....................
secara kuantitatif…………………………………......
kuantitatif…………………………………………………….
28
29
30
31
40
41
44
46
47
48
xvi
: Butylated hidroxyanisol
: Butylated hidroxytoluene
: Deoxyribonucleic acid
: Kromatografi Lapis Tipis
emarginata Reinw., Blume &Nees……………………………
Skema Tahapan Karakterisasi Kapang Endofit………………..
Skema Tahapan Fermentasi…………………………………...
Skema Tahapan Uji Aktivitas Antioksidan Secara Kualitatif…
Skema Tahapan Uji Aktivitas Antioksidan Secara Kuantitatif..
Hasil Fermentasi…………………………………………….....
Aktivitas Antioksidan Secara Kuantitatif Ekstrak Metanol
Kapang Endofit MEB1………………………………….……..
Aktivitas Antioksidan Secara Kuantitatif Ekstrak Etil Asetat
Kapang Endofit MEB1………………………………….……..
Aktivitas Antioksidan (AAI)…………………………….….....
58
59
60
61
61
62
63
63
64
65
68
69
70
71
72
BAB I
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak akhir abad ke-19 hingga saat ini generasi ahli kimia bahan alam
telah menerapkan kemampuan dan ilmunya terhadap puluhan ribu molekul yang
berasal dari alam serta masyarakat mempercayai bahwa bahan alam berpotensi
besar bagi kehidupan. Meskipun sekitar 200.000 senyawa alami yang berasal dari
sumber-sumber alam seperti tanaman, hewan, atau mikroorganisme yang saat ini
dikenal, masih merupakan sebagian kecil untuk memperluas sumber daya alam
yaitu hanya sekitar 5-15% dari hampir 250.000 tanaman tingkat tinggi dan kurang
dari 1% dari mikroba telah dieksplorasi sejauh ini, namun sebagian besar sumber-
sumber ini tetap belum dimanfaatkan (Brahmachari, 2012).
Salah satu sumber daya mikroba, dikenal dengan sebutan mikroba endofit
yang terdapat di dalam jaringan tanaman saat ini mulai banyak mendapat
perhatian. Hal ini merupakan salah satu alternatif dalam pengendalian non
kimiawi yang terus dikembangkan hingga sekarang. Menurut Tan & Zou (2001),
endofit dapat menghasilkan senyawa fitokimia yang karakternya mirip atau sama
dengan inangnya. Senyawa fitokimia tersebut merupakan senyawa-senyawa
metabolit sekunder seperti alkaloid, steroid, terpenoid, turunan isokumarin,
kuinon, flavonoid, fenol dan lain sebagainya. Senyawa-senyawa ini sebagian
besar mempunyai potensi yang besar sebagai senyawa bioaktif.
Keunggulan lain dari mikroba endofit dalam pencarian sumber-sumber
senyawa bioaktif baru adalah siklus hidup mikroba endofit yang singkat dan
senyawa-senyawa yang dihasilkan dapat diproduksi dalam skala besar melalui
proses fermentasi. Isolasi senyawa bioaktif dari tumbuhan banyak mengalami
kendala dikarenakan jumlahnya yang terbatas dan siklus hidup tumbuhan yang
relatif lama. Oleh karena itu, mikroba endofit memiliki prospek yang baik dalam
penemuan senyawa-senyawa baru (Prihatiningtias & Wahyuningsih, 2006).
2
Mikroba endofit yang paling umum ditemukan adalah endofit dari jenis
fungi (Strobel, 2003). Fungi endofit yang tumbuh pada jaringan tumbuhan obat,
juga dapat menghasilkan senyawa yang memiliki khasiat sama dengan tanaman
inangnya, walaupun jenis senyawanya berbeda. Sementara itu, senyawa yang
dihasilkan fungi endofit seringkali memiliki aktivitas yang lebih besar
dibandingkan aktivitas senyawa dari tanaman inangnya (Prihatiningtyas, 2005
dalam Hasanah, dkk., 2015). Fungi endofit telah ditemukan dan diidentifikasi
sejauh ini dalam jaringan semua garis turunan dari tanaman darat, termasuk lumut
hati (Petrini & Petrini, 1985; Stone, dkk., 2000; Davis, dkk., 2003).
Endofit dari beberapa spesies lumut hati terbatas dalam rhizoid, sedangkan
dari spesies lumut hati lainnya dapat dideteksi tumbuh dalam talus (Davis, dkk.,
2003). Lumut hati (Marchantiophyta) memiliki minyak tubuh (oil bodies)
berwarna biru, kuning atau tidak berwarna berasal dari senyawa-senyawa
terpenoid, acetogenins, dan senyawa aromatik (bibenzil, bis-bibenzil, benzoat,
sinamat, rantai panjang alkil fenol, naftalena, phthalide dan isokumarin), termasuk
flavonoid dengan lebih dari 40 kerangka karbon baru telah diisolasi (Asakawa,
dkk., 2013). Beberapa senyawa yang telah diisolasi dari lumut hati menunjukkan
aktivitas sebagai antimikroba, antijamur, antivirus, sitotoksisitas, antifeedant
serangga, antioksidan, relaksan otot dan sebagainya (Asakawa, dkk., 2013).
Antioksidan memiliki kemampuan untuk meredam radikal bebas dan
menghambat peroksidasi lipid sehingga dapat melindungi tubuh manusia dari
serangan beberapa penyakit yang disebabkan oleh reaksi radikal (Septiana &
Simanjuntak, 2017). Oleh karena itu, antioksidan menjadi topik yang menarik saat
ini. Berdasarkan banyaknya penelitian menunjukkan bahwa lumut hati memiliki
aktivitas antioksidan kuat. Seskuiterpen tipe humulane dan marchantin A (suatu
bis-bibenzil eter siklik) telah diisolasi dan dikarakterisasi dari Marchantia
emarginata. Marchantin A diketahui memiliki aktivitas terhadap radikal bebas.
(Toyota, dkk., 2004; Huang, dkk., 2010). Berdasarkan hasil penelitian Huang,
dkk., 2010, marchantin A memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 20
µg/mL.
3
Penelitian dari tanaman lumut hati bisa dikatakan masih sangat sedikit
dilakukan di Indonesia, khususnya lumut hati Marchantia emarginata Reinw.,
Blume & Nees. Berdasarkan latar belakang bahwa fungi endofit dapat
menghasilkan senyawa-senyawa bioaktif yang memiliki khasiat sama dengan
inangnya, maka perlu dilakukan isolasi kapang endofit dan uji aktivitas sebagai
antioksidan dari tanaman lumut hati ini.
1.2 Batasan dan Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil penelusuran pustaka diketahui bahwa belum ada
penelitian yang berfokus pada kapang endofit tanaman lumut hati Marchantia
emarginata Reinw., Blume & Nees, maka dilakukanlah penelitian untuk
mengisolasi kapang endofit yang ada di dalam jaringan tanaman lumut hati
Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees serta menguji aktivitasnya
sebagai antioksidan.
1.3 Tujuan
tanaman lumut hati Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees serta menguji
aktivitasnya sebagai antioksidan.
ilmiah tentang bagaimanakah cara mengisolasi kapang endofit dari tanaman lumut
hati Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees. dan bagaimanakah aktivitas
antioksidan yang dimiliki oleh isolat kapang endofit tersebut sehingga dapat
dimanfaatkan secara maksimal khususnya dalam bidang farmasi.
4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
Tanaman lumut (Bryophyta) terdiri dari 18.000 spesies diseluruh dunia dan
secara taksonomi ditempatkan diantara alga dan paku-pakuan (pteridophyta)
(Asakawa, 2004). Secara kolektif, tanaman lumut mewaili beberapa garis
evolusioner yang terpisah dan dikelompokkan menjadi tiga koordinat filum:
bryophyta (mosses/lumut sejati), Marchantiophyta (liverworts/lumut hati) dan
Anthocerophyta (hornworts/lumut tanduk) (Asakawa, 2004).
Marchantiophyta (liverworts) mencakup tiga kelas yaitu Haplomitriopsida,
Marchantiopsida, dan Jungermanniopsida, dengan 15 ordo, 82 famili, 316 genus
dan 6.000 spesies. Kelompok tanaman kecil ini terdistribusi hampir di mana-mana
di dunia (Asakawa, 2004).
2.1.1 Morfologi Lumut Hati
Struktur dasar lumut hati cukup sederhana. Ada talus yang tumbuh dari sel
apikal tunggal, dengan rhizoid uniseluler, papilla berlendir (slime papillae), dan
gametangia jantan (male) dan betina (female) yang biasanya terbatas pada zona
tertentu. Germinat spora dan protonema menghasilkan gametofit tunggal (Brown,
2002).
Lumut hati memiliki 2 tipe yaitu lumut hati bertalus (thallose liverwort)
dan lumut hati berdaun (leafy liverwort). Lumut hati melekat pada substrat dengan
menggunakan rhizoid (Hasan dan Ariyanti, 2004). Lumut hati bertalus memiliki
talus yang dikotomus bercabang, memiliki pori-pori dan pada umumnya terdiri
dari beberapa sel yang tebal. Jaringan bagian atas (dorsal) bersifat longgar akibat
dari ruang udara internal. Bagian permukaan bawah (ventral) biasanya memiliki
dua jenis rhizoid, yaitu halus dan dengan tonjolan (Glime, 2017). Lumut hati
berdaun memiliki rhizoid yang terdiri atas 1 sel (uniseluler). Beberapa spesies
memiliki 2 – 3 baris daun yang melekat pada batang, terbagi atas dua baris daun
dorsal (lobe), satu baris daun ventral (under leaf) yang biasanya memiliki ukuran
lebih kecil daripada daun dorsal atau bahkan tidak ada.
5
disebut lobule. Lobule adalah perluasan daun yang bisa menangkap atau
menampung air yang berada di bagian ventral (Sulistyowati, dkk., 2014).
2.1.2 Habitat dan Penyebaran
Lumut hati (liverworts) telah disurvei terdapat pada habitat khusus
tertentu, seperti hutan bakau dan hutan pesisir, tempat beriklim sedang, dan
tempat hutan hujan tropis. Spesies Marchantiophyta dapat diamati di Pulau Yaku,
Jepang dan di Selandia Baru. Selandia Baru merupakan Negara yang paling
menarik untuk mengamati spesies Marchantiophyta yang sangat berbeda dengan
yang ditemui di Asia, termasuk Jepang. Banyak spesies lumut hati telah
ditemukan di daerah tropis, seperti Asia Tenggara, Borneo, Sumatra dan Papua
Nugini serta Kolombia, Ekuador dan Venezuela. Di Ekuador dan Kolumbia,
spesies Marchantiophyta tumbuh di pegunungan tinggi lebih dari 2.000 meter
(Asakawa, 2004; Asakawa, dkk., 2012).
2.1.3 Aktivitas Biologi Lumut Hati
Beberapa konstituen kimia yang ada dalam lumut hati menunjukkan
aktivitas biologis yang menarik seperti antimikroba, antijamur, sitotoksik,
antifeedant serangga, insektisida, relaksan otot, serta aktivitas inhibisi enzim dan
reduksi apoptosis (Asakawa, 2004). Spesies Marchantia telah digunakan sebagai
obat herbal di Cina kuno.
Spesies lumut hati yang memiliki aktivitas biologi beberapa diantaranya
yaitu Frullania tamarisci: aktivitas antiseptik; Marchantia polymorpha:
antipiretik, antihepatik, antidotal, diuretik, untuk menyembuhkan luka, patah
tulang, gigitan ular berbisa, luka bakar dan luka terbuka; Radula marginata:
antimikroba, antioksidan, antijamur, sitotoksik dan aktivitas biologi penting
lainnya (Ludwiczuk & Asakawa, 2008; Asakawa, 2004).
6
Klasifikasi tanaman Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees
adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1. Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, Februari 2017)
2.2.2 Morfologi
archegoniophore (receptacle female). Talus bisa atau tanpa dengan pita median
pada bagian dorsal, berukuran kecil, dengan garis tepi keunguan, kemerahan, dan
kadang-kadang berhialin. Archegoniophore sering melengkung ke arah tangkai
dan kadang-kadang lurus; lobus bervariasi dari 5-3; permukaan dorsal datar dan
sedikit asimetris hingga simetris. Puncak dari lobus archegoniophore bervariasi
seperti berlekuk (emarginate), memotong (truncate) atau kadang-kadang bulat
(rounded) (Siregar, dkk., 2013).
M. emarginata Reinw., Blume & Nees dapat ditemukan di tanah, batuan
(basah, lembab atau basah, teduh, tempat semi terbuka, aliran sungai, anak sungai)
dari ketinggian 870 hingga 1450 meter. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa
M. emarginata Reinw., Blume & Nees tersebar di berbagai negara seperti Jepang,
Korea, Cina, India, Sri Lanka, Andaman dan Pulau Nicobar, Thailand, Malaysia,
Indonesia (Sumatera, Jawa, Kepulauan Nusa Tenggara, Bali, Maluku, Irian jaya),
Borneo (Sabah, Sarawak), Filipina, Marianas, Guam, New Guinea, New Britain,
Pulau Solomon (Siregar, dkk., 2013).
2.2.4 Kandungan Kimia dan Aktivitas Biologi
Marchantia sebagai salah satu genus dari lumut hati merupakan sumber
antioksidan alami. Kandungan senyawa yang terdapat di dalam Marchantia
seperti flavonoid, tanin dan senyawa fenolik memainkan peran utama sebagai
penangkap radikal bebas, sehingga bertindak sebagai antioksidan alami (Potterat,
1997 dalam Gupta, dkk., 2015).
Huang, dkk., (2010) menyebutkan bahwa spesies M. tosana koleksi
Taiwan mengandung marchantin A dalam jumlah yang cukup tinggi. Marchantin
A telah dilaporkan memiliki berbagai aktivitas biologis, seperti antijamur,
antimikroba, antiinflamasi, antioksidan, dan relaksan otot skeletal.
Gambar 2.2. Struktur senyawa marchantin A (Sumber: Huang, dkk., 2010)
Senyawa marchantin A yang diisolasi dari lumut hati M. emarginata
subsp. Tosana memiliki aktivitas penangkap radikal bebas. Senyawa marchantin
A juga dapat menghambat induksi pertumbuhan sel secara apoptosis pada MCF-7
sel kanker payudara manusia.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Senyawa tersebut meningkatkan ekspresi gen P21 dan P27 ketika ekspresi gen
cyclin B1 dan D1 menurun dengan cara direduksi (Huang, dkk., 2010).
Selain itu, senyawa marchantin A dari M. emarginata menunjukkan
aktivitas sebagai antibakteri terhadap Acinetobacter calcoaceticus, Alcaligenes
faecalis, Bacillus cereus, Bacillus megaterium, Bacillus subtilis, Cryptococcus
neoformans, Enterobacter cloacae, Escherichia coli, Proteus mirabilis,
Pseudomonas aeruginosa, Salmonella typhimurium dan Staphylococcus aureus
serta menunjukkan aktivitas sebagai antifungi terhadap Alternaria kikuchiana,
Aspergillus fumigatus, Aspergillus niger, Candida albicans, Microsporum
gypseum, Penicillium chrysogenum, Piricularia oryzae, Rhizoctonia solani,
Saccharomyces cerevisiae, Sporothrix schenckii, Trichophyton mentagrophytes
and Trichophyton rubrum (Asakawa, 1995).
Dalam ekstrak n-heksan dari M. emarginata subsp. Tosana diketahui
terdapat senyawa (+)-delta-cadinene. Selain itu, ekstrak eter dari M. tosana
koleksi Jepang dianalisis dengan GC/MS untuk mengidentifikasi senyawa
isolepidozene menunjukkan hasil 49,0 dan 45,2% terdapat dalam ion
kromatogram sampel tersebut (Asakawa, dkk., 2013). Senyawa sesquiterpen tipe
humulane dan bis-bibenzil telah dilaporkan terdapat pada lumut hati M. tosana
koleksi Jepang (Huang, dkk., 2010).
2.3 Mikroba Endofit
Secara harfiah, kata endofit (endophyte) berarti “di dalam tanaman”
berasal dari kata “endon” yang berarti di dalam dan “phyton” yang berarti
tanaman (Schulz & Boyle, 2006). Mikroba endofit adalah mikroorganisme
(bakteri atau jamur) yang hidup di dalam jaringan tanaman pada periode tertentu
dan mampu hidup dengan membentuk koloni dalam jaringan tanaman tanpa
membahayakan inangnya.
metabolit sekunder (Tan & Zou, 2001).
9
Mikroba endofit yang ada di dalam jaringan tumbuhan terdapat beberapa
bentuk yaitu fungi (kapang dan khamir), bakteri, dan actinomycetes (Strobel,
2003). Mikroba endofit terdapat di dalam jaringan hampir semua tanaman serta
hidup bersimbiosis saling menguntungkan dengan inangnya, dimana tanaman
menyediakan nutrisi untuk mikroba endofit sedangkan mikroba endofit
menghasilkan senyawa aktif berupa metabolit sekunder yang menjaga inang dari
serangan hama (penyakit) (Taechowisan, dkk., 2005).
2.3.2 Manfaat Mikroba Endofit
sebagai sumber baru dari senyawa metabolit sekunder yang menawarkan potensi
dalam bidang medis, pertanian, dan industri. Apabila endofit yang diisolasi dari
suatu tanaman obat dapat menghasilkan alkaloid atau metabolit sekunder sama
dengan tanaman aslinya atau bahkan dalam jumlah yang lebih tinggi, maka tidak
perlu menebang tanaman aslinya untuk diambil sebagai simplisia, yang
kemungkinan besar memerlukan puluhan tahun untuk dapat dipanen. Metabolit
sekunder yang diproduksi oleh mikroba endofit tersebut telah berhasil diisolasi
dan dimurnikan serta telah dielusidasi struktur molekulnya (Radji, 2005).
Mikroba endofit yang menghasilkan antibiotika Cryptocandin adalah
antifungi yang dihasilkan oleh mikroba endofit Cryptosporiopsis quercina,
diisolasi dari tanaman obat Tripterigeum wilfordii. Mikroba endofit yang
menghasilkan metabolit sebagai antikanker seperti paclitaxel dan derivatnya
pertama kali ditemukan yang diproduksi oleh mikroba endofit. Paclitaxel
merupakan senyawa diterpenoid yang didapatkan dalam tanaman taxus.
Sementara itu, endofit yang memproduksi antioksidan seperti pestacin dan
isopestacin (metabolit sekunder), dihasilkan oleh endofit Pestalotiopsis
microspore, endofit ini berhasil diisolasi dari tanaman Terminalia morobensis,
yang tumbuh di Papua New Guinea (Radji, 2005).
10
Kapang merupakan fungi yang bersifat heterotrofik (memerlukan senyawa
organik untuk nutrisi). Kapang memiliki tubuh atau talus yang pada dasarnya
terdiri dari dua bagian yaitu miselium dan spora. Miselium dapat bersifat vegetatif
atau reproduktif. Miselium merupakan kumpulan dari beberapa filamen yang
dinamakan hifa. Hifa memiliki lebar 5-10 µm dan terdapat sitoplasma. Morfologi
hifa terbagi menjadi 3 macam yaitu aseptat atau senosit, septat dengan sel-sel
uninukleat dan septat dengan sel-sel multinukleat (Pelczar & Chan, 2006).
Radji (2005) melaporkan bahwa kapang adalah organisme yang sering
diisolasi sebagai endofit. Kapang endofit dapat sebagai pelindung bagi tanaman
inang dari stres lingkungan dan kompetisi mikroba yang diisolasi dari bunga,
buah, batang, daun, akar dan biji (Hung, dkk., 2007). Sekitar 6500 kapang endofit
dari tanaman herba dan pohon serta alga telah diskrining dan diisolasi untuk
mengetahui aktivitas biologis serta menentukan struktur senyawa biologis aktif
(Schulz, dkk., 2002).
Pemilihan tanaman sampel yang akan digunakan untuk mengisolasi fungi
endofit didasarkan pada pemilihan secara rasional dalam menyeleksi tanaman.
Ada beberapa hipotesis yang menjadi dasar pemilihan tanaman sampel secara
rasional, yaitu: tanaman tersebut dari lingkungan yang unik, terutama yang
memiliki sifat biologi yang tidak biasa; tanaman tersebut memiliki riwayat
etnobotani, misalnya tanaman tersebut digunakan oleh masyarakat adat sebagai
obat; tanaman tersebut endemik pada suatu wilayah dan masa pertumbuhannya
cukup lama; dan tanaman tersebut tumbuh di wilayah dengan keanekaragaman
hayati yang tinggi (Strobel & Daisy, 2003).
Menurut Noverita, dkk., (2009), isolasi kapang endofit dari tumbuhan akan
bermanfaat untuk mencari jenis-jenis kapang endofit yang memiliki kemampuan
spesifik dan unik. Berbagai jenis tumbuhan, dapat berpotensi sebagai sumber
isolat kapang endofit. Kapang endofit dapat diisolasi dari bagian organ tumbuhan
yang masih segar dan telah disterilkan permukaan (Agusta, 2009).
11
direndam dalam alkohol 70-75% dan direndam dalam NaOCl (Strobel, 2003).
Media yang digunakan untuk isolasi jamur endofit umumnya adalah media
potato dextrose agar (PDA), sedangkan media yang digunakan untuk fermentasi
yaitu potato dextrose yeast (PDY) (Noverita, dkk., 2009; Hafsari & Asterina,
2013; Ariyono, dkk., 2014). Agusta (2009) melaporkan bahwa media yang
digunakan dalam proses isolasi adalah media yang kaya nutrisi sehingga
memungkinkan mempercepat perkembangan jamur endofit. Media PDA adalah
media yang kaya nutrisi dan bersifat selektif terhadap jamur endofit. Karbohidrat
dan senyawa yang terkandung dalam kentang mampu mendukung pertumbuhan
jamur endofit. Media PDY merupakan media potato dextrose broth (PDB) yang
seringkali dicampurkan dengan yeast extract (Strobel, 2003). Pada umumnya
kapang yang telah diperoleh sebagai kultur murni dapat langsung dimanfaatkan
dengan fermentasi untuk memperoleh metabolit lalu senyawa bioaktif diekstraksi
(Strobel, 2003).
dapat dilakukan dengan cara melakukan pengamatan terhadap morfologi kapang
endofit secara makroskopis dan mikroskopis. Pengamatan secara makroskopis
terhadap kapang endofit antara lain:
1. Warna dan permukaan koloni (granular; seperti tepung; menggunung; licin;
ada atau tidaknya tetesan eksudat).
2. Ada atau tidaknya garis-garis radial dari pusat koloni ke arah tepi koloni.
3. Lingkaran-lingkaran konsentris dalam cawan petri (konsentris atau tidak
konsentris).
4. Pertumbuhan koloni (cm/hari) yang dilakukan setiap hari sampai koloni jamur
mencapai diameter 9 cm dengan menggunakan penggaris.
Secara mikroskopis, kapang endofit diamati hifa (sekat, percabangan, dan
warna) serta konidia (ada atau tidaknya dan bentuk) menggunakan mikroskop
pada pengamatan terakhir (5 hingga 7 hari).
12
atau gelap. Parameter bentuk konidia yang diamati yaitu bulat, lonjong, berantai,
atau tidak beraturan.
Metabolit sekunder yang dihasilkan oleh mikroorganisme endofit diduga
sama seperti yang terkandung dalam tanaman inangnya karena adanya
kemungkinan transfer genetik antara tanaman inang dan mikroba endofit. Oleh
karena itu, zat-zat yang bermanfaat di tanaman juga dapat dihasilkan oleh mikroba
endofitnya (Petrini, dkk., 1993).
metabolit seperti alkaloid, terpenoid, steroid, kuinon, derivat isokumarin,
flavonoid, fenol, asam fenolik, dan peptida (Zhang, dkk., 2013).
Menurut Tejesvi, dkk., (2007), setiap mikroba dapat menghasilkan
metabolit dengan bioaktivitas yang diinginkan. Jika metabolit mikroba dianggap
sebagai calon obat, bahan tambahan yang diperlukan dapat diperoleh dengan
fermentasi skala besar. Metabolit sekunder yang dihasilkan oleh endofit terkait
dengan tanaman obat dapat dimanfaatkan untuk menyembuhkan penyakit.
Pengembangan obat dari endofit dengan potensi tinggi dan durasi kerja yang
wajar akan menawarkan banyak kebutuhan obat baru untuk penyakit akut dan
kronis pada manusia.
meredam dampak negatif oksidan dalam tubuh. Dalam pengertian kimia, senyawa
antioksidan adalah senyawa pemberi elektron (electron donors). Antioksidan
bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat
oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut bisa dihambat (Winarsi,
2007).
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Radikal bebas merupakan atom molekul yang memiliki kereaktifan tinggi, hal ini
dikarenakan adanya elektron yang tidak berpasangan. Sumber radikal bebas dapat
berasal dari sisa hasil metabolisme tubuh dan dari luar tubuh seperti makanan,
sinar UV, polutan dan asap rokok (Fitriana, dkk., 2015).
2.5.2 Golongan Antioksidan
enzimatis dan antioksidan non enzimatis. Antioksidan enzimatis merupakan
sistem pertahanan utama (primer) terhadap kondisi stres oksidatif dan bekerja
dengan cara mencegah terbentuknya senyawa radikal bebas baru. Contoh
antioksidan enzimatis yaitu superoksida dismutase (SOD), katalase dan glutation
peroksidase. Antioksidan non enzimatis berupa antioksidan larut lemak (misalnya
tokoferol, karotenoid, flavonoid, quinon, dan bilirubin) dan antioksidan larut air
(misalnya asam askorbat, protein pengikat logam). Senyawa-senyawa itu
berfungsi menangkap senyawa oksidan serta mencegah terjadinya reaksi berantai
(Winarsi, 2007; Sayuti & Yenrina, 2015).
Berdasarkan fungsi dan mekanisme kerjanya, antioksidan dibagi menjadi
tiga macam yaitu (Sayuti & Yenrina, 2015):
1. Antioksidan Primer
pembentukan senyawa radikal baru, yaitu mengubah radikal bebas yang ada
menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya sebelum senyawa radikal
bebas bereaksi. Antioksidan primer mengikuti mekanisme pemutusan rantai reaksi
radikal dengan mendonorkan atom hidrogen secara cepat pada suatu lipid yang
radikal, produk yang dihasilkan lebih stabil dari produk awal. Contoh antioksidan
primer adalah superoksida dismutase (SOD), glutation peroksidase (GPx),
katalase dan protein pengikat logam.
2. Antioksidan Sekunder
bertindak sebagai pro oksidan, menangkap radikal dan mencegah terjadinya reaksi
berantai.
14
oksigen, pengurai hidroperoksida menjadi senyawa non radikal, penyerap radiasi
UV atau deaktivasi singlet oksigen. Contoh antioksidan sekunder adalah vitamin
E, vitamin C, β-karoten, isoflavon, bilirubin dan albumin.
3. Antioksidan Tersier
biomolekul yang disebabkan radikal bebas. Contoh antioksidan tersier adalah
enzim-enzim yang memperbaiki DNA yaitu metionin sulfida reduktase.
Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi dalam dua kelompok, yaitu
antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia)
dan antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan alami).
Beberapa contoh antioksidan sintetik yang diizinkan penggunaannya
secara luas diseluruh dunia untuk digunakan dalam makanan adalah butylated
hidroxyanisol (BHA), butylated hidroxytoluene (BHT), tert-butylated
hidroxyquinon (TBHQ) dan tokoferol. Antioksidan alami mengandung senyawa-
senyawa seperti fenol, polifenol, dan yang paling umum adalah flavonoid
(flavonol, isoflavon, flavon, flavonon dan katekin), turunan asam sinamat,
tokoferol dan asam organik polifungsi. Senyawa-senyawa tersebut terdapat dalam
tanaman pada seluruh bagian dari tanaman seperti akar, daun, bunga, biji, batang
dan sebagainya.
(DPPH)
DPPH merupakan senyawa radikal bebas yang stabil dan jika akan
digunakan sebagai pereaksi cukup dilarutkan. Senyawa ini jika disimpan dalam
keadaan kering dan kondisi penyimpanan yang baik akan stabil selama bertahun-
tahun (Winarsi, 2007).
Radikal DPPH adalah radikal nitrogen organik dengan warna ungu tua.
Radikal DPPH tersedia secara komersial dan tidak harus diproduksi sebelum diuji.
Bila larutan radikal DPPH dicampur dengan senyawa antioksidan/pereduksi,
warnanya berubah dari ungu menjadi kuning dari hidrazin yang sesuai (Gambar
2.3).
15
memantau penurunan absorbansi pada 515-528 nm karena DPPH hidrazin yang
terbentuk menghasilkan larutan kuning atau dengan resonansi putaran elektron
(Pyrzynska & Pekal, 2013).
(Sumber: Pyrzynska & Pekal, 2013)
Menurut Pine, dkk., (2008), metode DPPH merupakan metode yang dapat
mengukur efektifitas antioksidan secara cepat, sederhana, dan tidak membutuhkan
biaya yang mahal. DPPH telah digunakan secara luas untuk mengukur
kemampuan suatu senyawa untuk menghambat radikal bebas atau sebagai
pendonor hidrogen, dan juga untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan dalam
makanan (Pratama, dkk., 2016).
Radikal DPPH memiliki warna ungu tua karena elektron tidak
berpasangan. Pengujian dilakukan dengan cara yaitu campuran larutan uji
diinkubasi pada suhu kamar selama 30 menit dalam ruangan gelap. Absorbansi
diukur pada 517 nm terhadap metanol sebagai blanko. Aktifitas untuk menangkap
radikal bebas kemudian dihitung berdasarkan persamaan berikut (Huang, dkk.,
2010; Komala, dkk., 2015).
absorbansi kontrol
Nilai EC50 (efficient concentration) didefinisikan sebagai konsentrasi
senyawa uji yang mampu menangkal 50% dari radikal bebas secara relatif dan
mutlak. EC50 disebut juga dengan IC50 (50% inhibititory concentration) (Huang,
dkk., 2010; Sebaugh, 2011).
(antioxidant activity index/AAI) dan dihitung berdasarkan persamaan berikut
(Komala, dkk., 2015).
C g m )
(2001) yaitu aplikasi metabolisme mikroba untuk mengubah bahan baku menjadi
produk yang bernilai lebih tinggi, seperti asam-asam organik, protein sel tunggal,
antibiotika dan biopolimer.
Fermentasi dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan jenis media, yaitu
fermentasi media padat dan fermentasi media cair. Fermentasi media padat adalah
proses fermentasi dengan substrat tidak larut dan tidak mengandung air bebas,
tetapi cukup mengandung air untuk keperluan mikroba. Fermentasi media cair
adalah proses fermentasi dengan substrat yang larut atau tersuspensi dalam fase
cair. Fermentasi media cair disebut fermentasi kultur terendam yang umumnya
memerlukan aerasi dan agitasi. Pembentukan produk hasil fermentasi mikroba
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti substrat dan nutrien, suhu, pH,
aerasi dan agitasi (Kumala, 2014).
2.7 Ekstraksi
Ekstrak adalah material hasil penarikan oleh pelarut air atau pelarut
organik dari bahan kering (dikeringkan). Dari hasil tersebut kemudian pelarutnya
dihilangkan dengan cara penguapan dengan alat evaporator sehingga diperoleh
ekstrak kental jika pelarutnya organik. Jika pelarutnya air, pada tahap akhir
dilakukan penghilangan total dengan cara liofilisasi menggunakan freeze dryer
(Saifudin, 2014).
tanaman dan/atau hewan yang aktif secara medis dengan menggunakan pelarut
yang selektif melalui prosedur standar (Tiwari, dkk., 2011). Ada beberapa target
ekstraksi meliputi senyawa bioaktif yang tidak diketahui, senyawa yang diketahui
ada pada suatu organisme dan sekelompok senyawa dalam suatu organisme yang
berhubungan secara struktural (Seidel, 2006).
2.7.2 Metode Ekstraksi
(pressurized solvent extraction), ultrasound assisted solvent extraction, ekstraksi
bawah reflux (extraction under reflux) dan destilasi uap. Untuk produk alami
mikroba, isolasi mikroorganisme dan metode ekstraksi digunakan untuk
mengambil metabolit (metabolites recovery) dari fermentasi. Metode yang
digunakan bertujuan meminimalkan degradasi senyawa, pembentukan artefak,
kontaminasi ekstrak dengan pengotor eksternal (Seidel, 2006).
2.8 Pelarut
Pelarut adalah zat yang sering digunakan untuk melarutkan zat lain. Sifat
pelarut yang baik untuk ekstraksi yaitu toksisitas rendah, mudah menguap pada
suhu rendah, dapat mengekstraksi komponen senyawa dengan cepat, dapat
mengawetkan dan tidak menyebabkan ekstrak terdisosiasi (Tiwari, dkk., 2011).
Pemilihan pelarut tergantung pada senyawa yang ditargetkan. Menurut
(Sarker, dkk., 2006), pembagian pelarut berdasarkan kepolaran yang digunakan
dalam ekstraksi meliputi:
b. Pelarut semi polar: etil asetat (EtOAc), diklorometana (DCM), dan
sebagainya.
c. Pelarut non polar: n-heksan, petroleum eter, kloroform (CHCl3), dan
sebagainya.
18
KLT merupakan suatu teknik pemisahan dengan menggunakan adsorben
(fase stasioner) berupa lapisan tipis seragam yang disalutkan pada permukaan
bidang datar berupa lempeng kaca, pelat aluminium, atau pelat plastik.
Pengembangan kromatografi terjadi ketika fase gerak tertapis melewati adsorben
(Deinstrop, 2007). KLT akan memvisualisasikan senyawa-senyawa yang
terkandung di dalam bahan sehingga bisa diketahui sifat-sifatnya terutama
polaritas (Saifudin, 2014).
Berdasarkan Rubiyanto (2016), teknik dalam melakukan KLT meliputi:
1. Lapisan tipis adsorben dibuat pada permukaan plat kaca atau aluminium
berukuran 5 cm x 20 cm; 20 cm x 20 cm. Untuk plat aluminium, ukuran
dapat diperkecil dengan memotongnya sesuai keinginan.
2. Tebal lapisan bervariasi tergantung tujuan penggunaan, adapun tebal
lapisan yang standard untuk plat KLT yang diperdagangkan umumnya ±
250 µm.
3. Larutan campuran senyawa diteteskan pada jarak tertentu dari dasar plat (±
1,5 cm) dengan menggunakan pipet mikro atau siringe untuk analisis
kuantitatif dan dapat menggunakan pipa kapiler untuk analisis kualitatif.
4. Pelarut yang digunakan untuk melarutkan sampel diuapkan dulu dengan
membiarkan sejenak plat setelah ditotol dengan sampel sebelum
dimasukkan ke dalam bejana pengembang (development chamber) yang
berisi fasa gerak (eluen).
5. Plat kromatografi dikembangkan dengan mencelupkannya ke dalam bejana
tersebut. Fasa gerak yang dipergunakan dapat terdiri atas satu macam atau
lebih pelarut.
sesuai interaksi adsobsinya dengan fasa diam.
7. Kromatografi diakhiri ketika fasa gerak telah mencapai jarak tertentu dari
ujing plat. Senyawa-senyawa yang berbeda satu sama lain memiliki
perbandingan jarak tempuh senyawa terhadap jarak tempuh fasa gerak
yang berbeda pula. Nilai perbandingan ini dinamakan Rf (Retardation
factor).
19
Beberapa jenis adsorben dan penggunaannya antara lain silika gel (asam-
asam amino, alkaloid, asam-asam lemak, dan lain-lain), alumina (zat warna,
fenol-fenol, dan lain-lain), kielsghur (tanah diatomae) (gula, oligosakarida,
trigliserida, dan lain-lain) dan selulosa (asam-asam amino, alkaloid, dan lain-
lain) (Rubiyanto, 2016). Sebagai adsorben dan fase diam yang paling banyak
digunakan dalam KLT adalah silika gel. Terkadang silika gel perlu ditambahkan
senyawa fluoresensi dengan tujuan bila disinari sinar ultraviolet (UV) maka
dapat berfluoresensi atau berpendar, sehingga dikenal dengan silica gel GF254
yang berarti silika gel dengan fluoresen berpendar pada 254 nm (Sumarno,
2001).
(polarity index), dan kekuatannya sebagai solvent (solvent strength).
Parameter kelarutan menunjukkan kemampuannya untuk berkombinasi dengan
beragam pelarut lain. Indeks polaritas menunjukkan besaran empiris yang
digunakan untuk mengukur ketertarikan antar molekul dalam solut dengan
molekul solvent pada parameter kelarutan solvent yang bersangkutan dalam
keadaan murninya (Rubiyanto, 2016).
dalam KLT antara lain :
1. Tersedia dalam bentuk yang sangat murni dan harga yang memadai.
2. Tidak bereaksi dengan komponen dalam sampel maupun material fasa
dalam.
setelah pengembangan.
5. Tidak toksis dan mudah pembuangan limbahnya.
20
700 nm yang dilewatkan melalui suatu larutan senyawa. Elektron-elektron pada
ikatan di dalam molekul menjadi tereksitasi sehingga menempati keadaan
kuantum yang lebih tinggi dan dalam proses menyerap sejumlah energi yang
melewati larutan tersebut. Semakin longgar elektron tersebut ditahan di dalam
ikatan molekul, semakin panjang gelombang radiasi yang diserap (Watson, 2009).
Komponen spektrofotometri UV-Vis terdiri dari sumber cahaya,
monokromator dan detektor. Sumber cahaya yang biasa digunakan adalah lampu
deuterium dan lampu tungsten. Monokromator merupakan diffraction grating
yang berperan untuk menyebarkan sinar beam ke komponen panjang gelombang.
Cahaya yang melalui sampel akan mencapai detektor yang merekam intensitas
cahaya transmisi. Detektor yang sering digunakan untuk instrumen modern adalah
fotoioda (Pavia, dkk., 2001).
Pengukuran dengan Spektrofotometer UV-Vis berdasarkan besarnya
energi yang diabsorbansi atau diteruskan oleh suatu zat, sehingga larutan yang
mengandung zat yang dapat menyerap cahaya monokromatik akan mengakibatkan
terjadinya pemantulan, penyerapan atau penerusan dari cahaya tersebut (Harmita,
2006). Panjang gelombang yang digunakan untuk uji antioksidan adalah panjang
gelombang maksimum absorbansi. Variasi ukuran panjang gelombang maksimum
yang digunakan untuk pengukuran adalah 515 nm, 516 nm, 517 nm, 518 nm dan
520 nm (Molyneux, 2004).
BAB III
Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia dan
Laboratorium Analisis Obat dan Pangan Halal Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Waktu
pelaksanaan penelitian yaitu dimulai dari Februari hingga September 2017.
3.2 Alat
(Anumbra), jarum ose, batang L, labu Erlenmeyer (Pyrex), pinset, magnetic
stirrer, bunsen dan pemantik api, alumunium foil, karet, plastic wrap, plastik
tahan panas, karet, gunting, sumbat kapas, kertas saring, sedotan steril, neraca
analitik (AND GH-202), autoklaf (ALP Co., Ltd), mikropipet (Thermoscientific),
hot plate (Cimarec), Laminar Air Flow Cabinet (LAFC), Fermentation Shaker
(IKA® KS 3000 i control), Vacuum rotary evaporator (Eyela), water bath
(Eyela), kaca obyek dan cover glass, mikroskop cahaya (Shimadzu) , botol,
corong pisah, statif, vial, pipa kapiler, cawan penguap, kaca arloji, pipet tetes, plat
kromatografi lapis tipis (KLT), bejana KLT, lampu UV, Spektrofotometer Uv-
Vis, dan alat-alat lainnya yang akan digunakan di laboratorium.
3.3 Bahan
Sampel tanaman uji yang digunakan pada penelitian ini yaitu tanaman
lumut hati M. emarginata Reinw., Blume & Nees yang diperoleh dari kawasan
Air Terjun Cigamea, Desa Gunungsari, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor,
Provinsi Jawa Barat, diambil pada tanggal 02 Februari 2017 dan telah
dideterminasi di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi
LIPI, Cibinong, Bogor, Jawa Barat.
22
3.3.2 Bahan Sterilisasi Permukaan
steril.
a. Media yang digunakan untuk isolasi kapang endofit yaitu Potato
Dextrose Agar (PDA).
b. Media yang digunakan untuk fermentasi yaitu Potato Dextrose Yeast
(PDY).
3.3.4 Bahan Kimia
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu etil asetat teknis, n-
heksan teknis, metanol teknis, plat KLT, metanol grade for analysis, akuades,
DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil) (Sigma-Aldrich) dan vitamin C (Sigma-
Aldrich).
a. Pembuatan Media Potato Dextrose Agar (PDA)
Media PDA dibuat untuk isolasi kapang endofit. Media PDA dibuat
dengan cara ditimbang 39 gram PDA, dan ditambahkan 1 liter akuades. Kemudian
dipanaskan di atas hot plate sampai mendidih sambil diaduk dengan magnetic
stirrer hingga homogen. Setelah itu, media disterilisasi dengan autoklaf selama 15
menit suhu 121°C. Media yang telah steril selanjutnya dituang ke dalam cawan
petri sebanyak ± 10 mL secara aseptis dan dibiarkan memadat dalam suhu ruang
(Ramadhan, 2011).
Media PDY dibuat untuk fermentasi kapang endofit. Media PDY dibuat
dengan cara mencampurkan media PDB, yeast extract dan CaCO3. Media PDB
dibuat dengan cara ditimbang 200 gram kentang yang telah dicuci bersih, lalu
diiris dan direbus dalam 1 liter air. Setelah itu, ditambahkan 20 gram dektrosa ke
dalam air hasil rebusan kentang (Zeng, dkk., 2011). Media PDB yang telah dibuat
ditambahkan dengan 2g/L yeast extract dan CaCO3 (hingga pH = 6) (Kumala,
dkk., 2007). Selanjutnya, media PDY disterilisasi dengan autoklaf selama 15
menit suhu 121°C (Ramadhan, 2011).
3.4.2 Sterilisasi Permukaan dan Isolasi Kapang Endofit
Tanaman lumut hati M. emarginata yang masih segar dan sehat
dibersihkan dari tanah lalu dicuci dengan air mengalir selama 30 menit.
Selanjutnya, M. emarginata disterilisasi permukaannya dengan cara direndam
dalam etanol 70% selama 1 menit, kemudian dipindahkan ke dalam larutan
NaOCl 5,25% selama 2 menit, lalu dipindahkan lagi ke dalam etanol 70% selama
30 detik (Hulikere, dkk., 2016 dengan modifikasi). Kemudian, M. emarginata
dicuci secara menyeluruh 3 kali dengan akuades steril selama beberapa menit
untuk menghilangkan larutan sterilisasi permukaan (surface sterilant) yang
berlebihan. Selanjutnya, lumut hati diletakkan di atas kertas saring steril hingga
kering (Kusari, dkk., 2014 dengan modifikasi).
Untuk mengisolasi kapang endofit dari tanaman lumut hati ini, sampel
yang telah kering dipotong ±1x1 cm menggunakan gunting steril. Kemudian
diambil 3 potongan lalu ditanam pada media PDA yang sudah memadat. Isolasi
kapang endofit dilakukan secara triplo. Isolasi kapang endofit dilakukan dalam
keadaan aseptis, yaitu di dalam LAFC. Setelah itu, diinkubasi selama 14 hari pada
suhu 27-30°C (Ariyono, dkk., 2014; Kumala & Pratiwi, 2014).
Pada akuades bilasan terakhir digunakan sebagai kontrol dengan cara
batang L steril dicelupkan ke dalam akuades dan diratakan ke permukaan media
PDA lainnya. Apabila pada media PDA kontrol tumbuh kapang, maka kapang
yang tumbuh bukanlah kapang endofit (Ariyono, dkk., 2014).
24
Kapang endofit yang tumbuh pada media isolasi PDA kemudian
dimurnikan ke media PDA lain secara aseptis, yaitu di dalam LAFC. Pemurnian
berdasarkan kenampakan morfologi secara makroskopis yang meliputi warna dan
bentuk. Pemurnian dilakukan secara berulang-ulang hingga didapatkan isolat
kapang tunggal dan murni dengan cara masing-masing mikroorganisme diambil
dengan jarum ose dan ditumbuhkan kembali pada cawan petri yang berisi media
PDA (Ariyono, dkk., 2014). Isolat yang telah murni dipindahkan ke dalam dua
jenis media kultur (stock culture ke dalam PDA lain dan working culture ke dalam
PDA miring) (Kumala & Siswanto, 2007).
3.4.4 Karakterisasi Kapang Endofit
mikroskopis. Pengamatan isolat kapang endofit dilakukan berdasarkan Gandjar
(1999).
(granular; seperti tepung; menggunung; licin; ada atau tidaknya tetesan eksudat),
garis-garis radial dari pusat koloni ke arah tepi koloni, dan lingkaran-lingkaran
konsentris dalam cawan petri (konsentris atau tidak konsentris), serta
pertumbuhan koloni (cm/hari) yang dilakukan setiap hari sampai koloni kapang
mencapai diameter 9 cm dengan menggunakan penggaris.
b. Secara Mikroskopis
Pengamatan secara makroskopik terlebih dahulu membuat preparat
kapang. Disiapkan cawan petri yang berisi tisu, kaca objek dan cover glass
dibungkus menggunakan kertas. Selanjutnya, cawan petri disterilisasi
menggunakan autoklaf pada suhu 121 o C selama 15 menit.
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Setelah proses sterilisasi selesai di atas kaca objek ditetesi media PDA dan
dibiarkan memadat. Kapang yang telah diisolasi pada media PDA diambil sedikit
miseliumnya dengan menggunakan jarum ose steril kemudian diletakkan pada
kaca objek yang telah ditetesi media PDA kemudian ditutup dengan menggunakan
cover glass. Preparat diletakkan pada cawan petri yang telah diberi alas tisu steril
lembab dan inkubasi selama 2-3 hari (Ariyono, dkk., 2014).
3.4.5 Fermentasi
Terlebih dahulu isolat kapang endofit ditumbuhkan pada media PDA
selama 7 hari dalam cawan petri. Saat usia isolat kapang endofit telah 7 hari
diambil sebanyak 5 potong menggunakan sedotan steril berdiameter 1 cm.
Kemudian, potongan kapang tersebut dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 250
mL yang berisi media fermentasi PDY steril sebanyak 50 mL dan difermentasi
menggunakan fermentation shaker selama 14 hari pada suhu 28°C dengan
kecepatan 130 rpm (Kumala, dkk., 2015 dengan modifikasi).
3.4.6 Ekstraksi Hasil Fermentasi
dengan cara penyaringan (Guo, dkk., 2008). Selanjutnya dilakukan ekstraksi, pada
biomassa dimaserasi dengan menggunakan metanol dan filtrat dipartisi cair-cair
dengan menggunakan pelarut berdasarkan tingkat kepolaran yang berbeda yaitu n-
heksan (non polar) dan etil asetat (semi polar). Perbandingan masing-masing
filtrat:pelarut (1:1). Hasil ekstraksi kemudian diuapkan menggunakan rotary
evaporator vaccum hingga didapatkan ekstrak kental atau pekat.
3.4.7 Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Fermentasi Secara Kualitatif
dengan Metode DPPH
Pertama-tama dibuat reagen larutan DPPH dengan cara melarutkan 8 mg
serbuk DPPH ke dalam 20 mL metanol pro analisis (DPPH 0,04%). Pengujian
dilakukan dengan cara ekstrak fermentasi dilarutkan dengan pelarut seperti yang
digunakan pada ekstraksi, kemudian ditotolkan pada plat KLT dengan
menggunakan pipa kapiler. Plat yang sudah ditotol selanjutnya dielusi dengan
eluen yang sesuai.
menyeluruh dan dibiarkan selama beberapa menit pada ruangan tertutup. Setelah
itu, bercak yang muncul diamati (Basma, dkk., 2011).
3.4.8 Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Fermentasi Secara Kuantitatif
dengan Metode DPPH
Terlebih dahulu membuat reagen DPPH 0,25 mM dengan cara melarutkan
sebanyak 4,9 mg DPPH ke dalam metanol 50 mL. Selanjutnya dilakukan
pengujian dengan cara membuat variasi konsentrasi (200, 100, 50, 25, 12,5, 6,25
μg ml) dari ekstrak fermentasi. Masing-masing konsentrasi di masukkan ke dalam
labu ukur, ditambahkan metanol hingga 4 mL lalu ditambahkan 1 mL reagen
DPPH 0,25 mM. Campuran yang telah dibuat tersebut kemudian dikocok dengan
kuat dan diinkubasi di dalam kondisi gelap selama 30 menit. Setelah itu,
dilakukan pengukuran terhadap absorbansi dari masing-masing campuran
menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 517 nm. Pada
uji ini vitamin C digunakan sebagai standar (Huang, dkk., 2010; Komala, dkk.,
2015).
BAB IV
kebenaran tanaman. Hasil determinasi yang dilakukan di Herbarium Bogoriense,
Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cibinong, Bogor, Jawa Barat
menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah benar
tanaman lumut hati (Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees) dari suku
Marchantiaceae (Lampiran 2).
Sampel yang digunakan sebagai sumber isolat kapang endofit berasal dari
talus tanaman lumut hati M. emarginata Reinw., Blume & Nees. Tanaman lumut
juga merupakan tempat bagi endofit dan endofit dari spesies lumut hati tumbuh di
dalam talus (Davis et al., 2003; Kumala, 2014).
Sampel yang digunakan harus memenuhi kriteria yaitu segar dan tidak
layu; sehat (tidak menunjukkan adanya gejala penyakit) karena di dalam jaringan
tanaman inang yang sakit biasanya didominasi oleh kapang patogen (Atika, 2007).
Proses isolasi merupakan tahap pertama yang dilakukan untuk memperoleh
kapang endofit dari sampel. Sebelum isolasi, sampel dicuci dengan air bersih
mengalir untuk menghilangkan pengotor dan tanah yang menempel, lalu
dilakukan sterilisasi permukaan untuk menghindari kontaminan atau adanya
kapang lain yang tumbuh namun bukan berasal dari sampel. Permukaan sampel
yang akan digunakan harus steril dan bebas dari kontaminasi sehingga kapang
yang tumbuh pada media isolasi benar merupakan kapang endofit (Strobel, 2003).
Pada penelitian ini, sterilisasi permukaan dilakukan dengan perendaman
sampel dalam alkohol 70% dan NaOCl 5,25% (Hulikere, dkk., 2016). Alkohol
70% berfungsi untuk mendenaturasi protein, membran sel, merusak struktur
lemak dan membran protein mikroba sehingga mikroba mengalami dehidrasi.
28
NaOCl merupakan zat kimia yang termasuk golongan halogen yang akan
melepaskan klor. Mekanisme kerja senyawa klor yaitu bergabung dengan protein
membran sel dan enzim sehingga dapat terjadi oksidasi dan kerusakan organel
terpenting dari sel mikroba (Pelczar, 1998; Pratiwi, 2008). Kombinasi dua pelarut
tersebut digunakan untuk mensterilkan permukaan organ tanaman secara optimal
(Zhang, dkk., 2006). Setelah proses dekontaminasi, dilakukan pembilasan dengan
menggunakan akuades steril, tujuannya yaitu untuk menghilangkan sisa alkohol
70% dan NaOCl 5,25% yang menempel pada sampel.
Cara yang dilakukan untuk meminimalkan terjadinya kontaminasi dari
lingkungan yaitu pengerjaan dilakukan secara aseptis dalam laminar air flow
cabinet pada proses sterilisasi permukaan dan isolasi kapang endofit (Radji,
2011). Isolasi dilakukan dengan cara triplo untuk mencegah kontaminasi dan
dengan menggunakan metode direct seed planting yaitu sampel langsung
ditempelkan pada media isolasi (Tabel 4.1). Potongan talus pada media isolasi
kemudian diinkubasi dalam suhu ruang selama 14 hari dan pertumbuhannya
diamati setiap hari.
Media isolasi yang digunakan yaitu media PDA. Media PDA merupakan
media yang umum digunakan untuk menumbuhkan kapang endofit dan media
pemurnian kapang endofit. Media PDA kaya akan nutrisi yang mudah dicerna,
sehingga memudahkan pertumbuhan kapang (Ariyono dkk., 2014).
Tampak Sebalik Tampak Depan
Media PDA mengandung ekstrak kentang dan dekstrosa, sebagai sumber
karbohidrat sebagai nutrisi untuk pertumbuhan kapang. Akuades bilasan terakhir
pada proses sterilisasi permukaan digunakan sebagai kontrol dengan meneteskan
di permukaan media PDA. Adanya kontrol bertujuan untuk memastikan
keefektifan dari sterilisasi permukaan, jika tidak terjadi pertumbuhan kapang pada
media kontrol maka hal tersebut membuktikan bahwa kapang yang tumbuh di
sekitar sampel adalah benar kapang endofit (Ariyono dkk., 2014). Hasil kontrol
sterilisasi permukaan dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Hasil kontrol sterilisasi permukaan
Keterangan: tidak ada mikroorganisme yang tumbuh
Kapang endofit yang berhasil tumbuh pada media isolasi diamati koloni
kapangnya. Pengamatan koloni kapang dilakukan dengan menggunakan kriteria
bahwa bentuk koloni yang berbeda dianggap sebagai isolat yang berbeda,
kemudian setiap koloni dengan morfologi berbeda dipisahkan menjadi isolat
tersendiri yang ditanam pada media PDA baru untuk memperoleh biakan kapang
endofit yang murni. Hasil kapang endofit yang tumbuh dapat dilihat pada Tabel
4.3.
Petri 1
Petri 2
Petri 3
Keterangan: Pada petri 1 tumbuh kapang di 2 talus, Pada petri 2 tumbuh kapang di 1 talus, Pada
petri 3 tumbuh kapang di tiga talus
Tampak Depan
Tampak Depan
Tampak Depan
Tampak Sebalik
Tampak Sebalik
Tampak Sebalik
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.4. Hasil isolasi dan pemurnian kapang endofit dari tanaman lumut hati
(M. emarginata Reinw., Blume & Nees).
Sampel Petri Jumlah Kode Isolat
Tanaman lumut hati (M. emarginata Reinw.,
Blume & Nees)
MEA2
MEC2
MEC3
Hasil isolasi dan pemurnian yang dilakukan, didapatkan 6 isolat kapang
endofit dengan perincian dapat dilihat pada Tabel 4.4. Keenam isolat tersebut
kemudian dilakukan karakterisasi secara makroskopik dan mikroskopik.
4.3 Karakterisasi Kapang Endofit
Secara makroskopik isolat MEA1 yang berumur 7 hari memiliki diameter
6,7 cm. Tampak depan berwarna abu-abu kehijauan, permukaan rata dan tipis,
terdapat tetesan eksudat tidak terdapat garis-garis radial, serta memiliki lingkaran-
lingkaran konsentris. Sedangkan tampak sebalik berwarna abu-abu kehijauan,
berbintik hitam, dan tepi berwarna putih. Secara mikroskopik isolat MEA1
memiliki hifa yang bersekat (septat), hifa bercabang, dan terdapat konidia
berbentuk lonjong dan bulan sabit. Hasil karakteristik isolat MEA1 secara
makroskopik dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan secara mikroskopik dapat dilihat
pada Gambar 4.2.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.1. Isolat MEA1 secara makroskopik (a) tampak depan, (b) tampak sebalik
(Dokumentasi Pribadi, 2017)
4.3.2 Isolat MEA2
Secara makroskopik isolat MEA2 yang berumur 7 hari memiliki diameter
8,2 cm. Tampak depan berwarna putih keabu-abuan, dengan bagian tengah
berwarna hijau, permukaan seperti kapas, tebal, tidak terdapat garis-garis radial,
serta memiliki lingkaran-lingkaran konsentris. Sedangkan tampak sebalik
berwarna hijau kehitaman dengan tepi berwarna putih. Secara mikroskopik isolat
MEA2 memiliki hifa yang bersekat (septat), hifa bercabang, dan terdapat konidia
berbentuk lonjong. Hasil karakteristik isolat MEA2 secara makroskopik dapat
dilihat pada Gambar 4.3 dan secara mikroskopik dapat dilihat pada Gambar 4.4.
(a) (b)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.3. Isolat MEA2 secara makroskopik (a) tampak depan, (b) tampak sebalik
(Dokumentasi Pribadi, 2017)
(a) septat, (b) konidia lonjong
4.3.3 Isolat MEB1
Secara makroskopik isolat MEB1 yang berumur 7 hari memiliki diameter
9 cm. Tampak depan berwarna putih keabu-abuan, permukaan menggunung, tidak
terdapat garis-garis radial, serta tidak terdapat lingkaran-lingkaran konsentris.
Sedangkan tampak sebalik berwarna coklat kehijauan dan tepi tidak rata. Secara
mikroskopik isolat MEB1 memiliki hifa yang bersekat (septat), hifa bercabang,
hifa berwarna hijau kehitaman, dan terdapat konidia berbentuk tidak beraturan.
Hasil karakteristik isolat MEB1 secara makroskopik dapat dilihat pada Gambar
4.5 dan secara mikroskopik dapat dilihat pada Gambar 4.6.
(a) (b)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.5. Isolat MEB1 secara makroskopik (a) tampak depan, (b) tampak sebalik
(Dokumentasi Pribadi, 2017)
(a) septat, (b) konidia tidak beraturan
4.3.4 Isolat MEC1
Secara makroskopik isolat MEC1 yang berumur 7 hari memiliki diameter
6,3 cm. Tampak depan berwarna putih, krem, dan hitam kehijauan; permukaan
isolat berbintik hitam, tipis; terdapat garis-garis radial dari pusat koloni kearah
tepi koloni; serta memiliki lingkaran-lingkaran konsentris. Sedangkan tampak
sebalik berwarna kuning dan hitam kehijauan, tepi tidak rata berwarna putih.
Secara mikroskopik isolat MEC1 memiliki hifa yang bersekat (septat), hifa
bercabang, hifa berwarna hijau, dan terdapat konidia berbentuk lonjong. Hasil
karakteristik isolat MEC1 secara makroskopik dapat dilihat pada Gambar 4.7 dan
secara mikroskopik dapat dilihat pada Gambar 4.8.
(a) (b)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.7. Isolat MEC1 secara makroskopik (a) tampak depan, (b) tampak sebalik
(Dokumentasi Pribadi, 2017)
(a) septat, (b) konidia lonjong
4.3.5 Isolat MEC2
Secara makroskopik isolat MEC2 yang berumur 7 hari memiliki diameter
6 cm. Tampak depan berwarna abu-abu dan hitam kehijauan, permukaan rata dan
tipis, terdapat tetesan eksudat, tidak terdapat garis-garis radial, serta memiliki
lingkaran-lingkaran konsentris. Sedangkan tampak sebalik berwarna abu-abu dan
hitam kehijauan,berbintik hitam, serta tepi tidak rata berwarna putih. Secara
mikroskopik isolat MEC2 memiliki hifa yang bersekat (septat), hifa bercabang,
dan terdapat konidia berbentuk lonjong. Hasil karakteristik isolat MEC2 secara
makroskopik dapat dilihat pada Gambar 4.9 dan secara mikroskopik dapat dilihat
pada Gambar 4.10.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.9. Isolat MEC1 secara makroskopik (a) tampak depan, (b) tampak sebalik
(Dokumentasi Pribadi, 2017)
(a) septat, (b) konidia lonjong
4.3.6 Isolat MEC3
Secara makroskopik isolat MEC3 yang berumur 7 hari memiliki diameter
7,5 cm. Tampak depan berwarna putih, permukaan seperti kapas, memiliki garis-
garis radial, serta tidak memiliki lingkaran-lingkaran konsentris. Sedangkan
tampak sebalik berwarna putih dengan. Secara mikroskopik isolat MEC3
memiliki hifa yang bersekat (septat), hifa bercabang, serta terdapat konidia
berbentuk bulat. Hasil karakteristik isolat MEC3 secara makroskopik dapat dilihat
pada Gambar 4.11 dan secara mikroskopik dapat dilihat pada Gambar 4.12.
(a) (b)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.11. Isolat MEC3 secara makroskopik (a) tampak depan, (b) tampak sebalik
(Dokumentasi Pribadi, 2017)
(a) septat, (b) konidia bulat
Berdasarkan hasil karakteristik kapang endofit, keenam isolat tersebut
tidak memiliki kesamaan dari segi kenampakan morfologi antara satu isolat
dengan isolat lainnya. Dengan demikian, keenam isolat tersebut dilanjutkan ke
tahap selanjutnya.
4.4 Fermentasi
endofit. Pada Proses fermentasi digunakan media PDY yang diproses semi
sintetik, yaitu dengan cara ekstrak kentang dibuat terlebih dahulu dan
ditambahkan dekstrosa, kemudian yeast extract serta CaCO3.
(a) (b)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tujuan penambahan yeast extract ke dalam ekstrak kentang adalah agar nutrisi
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan kapang dapat terpenuhi sehingga kapang
dapat tumbuh secara optimal, sedangkan tujuan penambahan CaCO3 yaitu untuk
mengatur pH.
PDY adalah medium yang mengandung karbon dalam jumlah yang banyak
bersumber dari ekstrak kentang dan dekstrosa, serta mengandung nitrogen
bersumber dari yeast extract (Kumala, dkk., 2015). Sel-sel mikroba sebagian
besar terdiri dari unsur-unsur karbon dan nitrogen, sehingga sumber karbon dan
nitrogen merupakan komponen terpenting dalam medium pertumbuhan (Pratiwi,
2008). Karbohidrat merupakan senyawa struktural dan penyimpanan di dalam sel
kapang serta memiliki peran penting dalam pertumbuhan juga dalam produksi
senyawa metabolit sekunder yang berguna (Abo-Elmagd, 2014). Medium
fermentasi yang mengandung sumber nitrogen dari yeast extract akan
menghasilkan senyawa metabolit sekunder sebagai antioksidan (Gazi, dkk., 2004).
Selain nutrisi, pH substrat juga sangat penting untuk pertumbuhan, karena
enzim-enzim tertentu hanya akan mengurai suatu substrat sesuai dengan
aktivitasnya pada pH tertentu (Gandjar, dkk., 2006). Kapang cenderung
menghasilkan senyawa metabolit sekunder sebagai antioksidan pada kisaran pH
asam dengan kondisi yang optimum terbentuknya senyawa aktif yaitu pada pH
awal 7 (Gazi, dkk., 2004 dalam Septiana & Simanjuntak, 2017).
Proses fermentasi dilakukan selama 14 hari pada suhu kamar dengan
metode fermentasi goyang (shaking fermentation) menggunakan incubator
shaker. Proses agitasi dan aerasi dalam fermentasi goyang menyebabkan efisiensi
suplai oksigen lebih baik dan distribusi panas tersebar rata pada semua bagian
substrat yang dibutuhkan oleh mikroorganisme (Kumala dkk., 2015). Fermentasi
kapang endofit menggunakan medium cair yang digoyang, setelah beberapa hari
akan terlihat kapas-kapas kecil berwarna putih melayang-layang dalam medium.
Medium fermentasi juga mengalami perubahan warna, sebagian media berwarna
keruh dan sebagian lagi menjadi jernih.
39
Bentuk-bentuk seperti kapas tersebut adalah spora atau konidia tunggal yang
sudah tumbuh menjadi miselium. Pemisahan miselium dari mediumnya harus
melalui suatu penyaringan (Gandjar, dkk., 2006). Gambar hasil fermentasi kapang
endofit dapat dilihat pada Lampiran 9.
4.5 Ekstraksi
dengan filtrat menggunakan alat corong Buchner. Hal tersebut bertujuan untuk
memisahkan endapan dari suatu campuran larutan yang tidak larut. Prinsip kerja
dari corong Buchner adalah menyedot udara di ruang corong, dengan demikian air
dapat menetes dan menurun sedangkan zat yang tidak larut tetap di dalam
corongnya. Filtrat diekstraksi dengan metode partisi cair-cair dan biomassa
diekstraksi dengan metode maserasi. Ekstraksi dilakukan untuk memisahkan
senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan dari fermentasi berdasarkan
kepolarannya (Kumala & Pratiwi, 2014).
perbedaan kepolarannya. Pelarut n-heksan akan menarik senyawa non polar dan
etil asetat akan menarik senyawa semi polar. Ekstraksi ini dimaksudkan agar
senyawa dalam kapang endofit diharapkan dapat terlarut dengan baik sesuai
polaritasnya. Pada biomassa dilakukan proses penghalusan dengan menggunakan
lumpang dan alu. Dengan adanya penghalusan maka memungkinkan terjadinya
pemecahan sel yang dapat membantu proses maserasi. Ukuran zat yang semakin
kecil akan meningkatkan luas permukaan sehingga proses ekstraksi akan semakin
efektif (Handa, dkk., 2008). Maserasi dilakukan menggunakan pelarut metanol.
Metanol dan golongan alkohol merupakan pelarut serba guna yang baik untuk
ekstraksi pendahuluan (Harborne, 1987).
Fraksi pelarut hasil partisi dan maserasi yang telah didapatkan, kemudian
diuapkan menggunakan vacuum rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak
kental atau kering. Perolehan jumlah bobot ekstrak dapat dilihat pada Tabel 4.5
dan ekstrak hasil ekstraksi dapat dilihat pada Lampiran 10.
40
Kode Isolat
Uji aktivitas antioksidan dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif
menggunakan metode DPPH. Metode DPPH merupakan metode yang dapat
mengukur efektifitas antioksidan secara cepat, sederhana dan tidak membutuhkan
biaya yang mahal (Pine, dkk., 2008). Uji aktivitas antioksidan dengan metode
DPPH berdasarkan hilangnya warna ungu akibat tereduksinya DPPH oleh
antioksidan. KLT digunakan sebagai uji secara kualitatif untuk mengetahui
aktivitas antioksidan ekstrak kapang endofit. Aktivitas antioksidan dari ekstrak
ditunjukkan dengan perubahan warna pada plat KLT dari ungu menjadi kuning
setelah disemprot larutan DPPH.
Masing-masing ekstrak n-heksan, etil asetat dan metanol dilarutkan sedikit
ke dalam pelarutnya hingga homogen kemudian ditotolkan pada plat KLT. Plat
KLT selanjutnya dielusi dengan eluen yang sesuai. Eluen yang digunakan untuk
ekstrak n-heksan yaitu n-heksan:etil asetat dengan perbandingan 8:2, untuk
ekstrak etil asetat yaitu etil asetat:n-heksan dengan perbandingan 8:2, dan untuk
ekstrak metanol yaitu metanol:etil asetat dengan perbandingan 8:2. Setelah selesai
dielusi, plat KLT disemprotkan dengan larutan DPPH 0,04%. Adanya aktivitas
antioksidan dari ekstrak ditandai dengan hasil positif dari uji yang dilakukan,
begitu sebaliknya. Hasil uji KLT dapat dilihat pada Tabel 4.6.
41
Kode
Hasil Uji Kualitatif
Keterangan: hasil uji kualitatif untuk melihat aktivitas antioksidan dari masing-masing ekstrak.
Semua ekstrak fermentasi isolat MEA1 dan MEA2 memiliki hasil yang positif dengan uji DPPH.
42
dengan DPPH
Keterangan: hasil uji kualitatif untuk melihat aktivitas antioksidan dari masing-masing ekstrak.
Semua ekstrak fermentasi isolat MEB1 dan MEC1 memiliki hasil yang positif dengan uji DPPH.
43
Hasil Uji Kualitatif
Keterangan: hasil uji kualitatif untuk melihat aktivitas antioksidan dari masing-masing ekstrak.
Semua ekstrak fermentasi isolat MEC2 dan MEC3 memiliki hasil yang positif dengan uji DPPH.
44
Isolat Ekstrak Jarak Bercak
N-heksan 2,1
N-heksan 2,5
0,8 Keterangan: hasil perhitungan nilai Rf dari masing-masing ekstrak fermentasi kapang endofit.
Dengan nilai Rf menunjukkan keberadaan senyawa antioksidan dari masing-masing ekstrak.
45
pada penggunaan eluen tersebut (Sutomo, dkk., 2016). Hasil uji KLT
memperlihatkan bahwa seluruh ekstrak fermentasi isolat kapang endofit positif
memiliki aktivitas antioksidan. Hasil positif ditandai dengan adanya bercak
kuning dengan latar belakang ungu yang semakin memudar setelah disemprot
larutan DPPH. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh ekstrak fermentasi kapang
endofit memiliki aktivitas antioksidan yang ditandai dengan hasil positif pada uji
KLT.
Dua senyawa atau lebih dapat dikatakan identik apabila mempunyai nilai
Rf yang sama pada kondisi KLT yang sama (Rusnaeni, dkk.. 2016). Berdasarkan
hasil nilai Rf pada masing-masing ekstrak menunjukkan bahwa keberadaan
senyawa antioksidan berada pada rentang nilai Rf 0,2 hingga 0,9. Hasil
perhitungan nilai Rf dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Ekstrak fermentasi isolat kapang endofit MEB1 memiliki aktivitas
antioksidan yang baik secara kualitatif dilihat dari profil KLTnya (Tabel 4.6).
Dengan demikian, dilanjutkan untuk uji aktivitas antioksidan secara kuantitatif.
4.7 Uji Aktivitas Antioksidan Secara Kuantitatif
Berdasarkan hasil uji aktivitas antioksidan secara kualitatif, ekstrak
metanol dan etil asetat dari isolat kapang endofit MEB1 memiliki aktivitas
antioksidan yang baik (Tabel 4.8) dan dengan pertimbangan jumlah bobot ekstrak
menjadi alasan pemilihan ektrak untuk dilakukan uji aktivitas antioksidan secara
kuantitatif. Jumlah bobot masing-masing ekstrak yaitu ekstrak metanol 352,6 mg,
dan ektrak etil asetat 52,4 mg. Ekstrak metanol dan ekstrak etil asetat yang
diujikan aktivitas antioksidannya secara kuantitatif, sedangkan ekstrak n-heksan
tidak diujikan karena jumlah bobot ekstrak n-heksan 7,3 mg dan jumlah bobot
ekstrak yang dibutuhkan untuk uji aktivitas antioksidan secara kuantitatif yaitu 10
mg.
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.8. Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak metanol dan etil asetat
secara kualitatif
Uji aktivitas antioksidan secara kuantitatif diukur dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis. Hasil Optimasi panjang gelombang DPPH
menunjukkan larutan DPPH terletak pada panjang gelombang maksimum 515,5
nm (Lampiran 11). Dengan demikian, semua pengukuran dengan metode DPPH
dilakukan pada panjang gelombang tersebut.
Pengujian aktivitas antioksidan metode DPPH menggunakan
spektrofotometer UV-Vis melibatkan pengukuran nilai absorbansi pada panjang
gelombang maksimum 515,5 nm dengan berbagai variasi konsentrasi sampel yang
digunakan yaitu 200 ppm, 100 ppm, 50 ppm, 25 ppm, 12,5 ppm, dan 6,25 ppm.
Tiap konsentrasi diukur pada spektrofotometer UV-VIS dengan vitamin C sebagai
pembanding (kontrol positif). Variasi konsentrasi vitamin C yaitu 1 ppm, 2 ppm, 3
ppm, 4 ppm, 5 ppm. Semakin besar konsentrasi sampel maka nilai absorbansi
akan semakin menurun. Aktivitas antioksidan dari sampel akan merubah warna
larutan DPPH dalam metanol yang semula berwarna ungu berubah menjadi
kuning (Molyneux 2004). Tabel absorbansi dan kurva persamaan regresi linear
dapat dilihat pada Lampiran 12 dan Lampiran 13.
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.9. Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak metanol dan etil asetat secara
kuantitatif
Konsentrasi
(ppm)
Ekstrak Metanol
Blanko 0,588 -
(IC50). Dimana aktivitas antioksidan akan berbanding terbalik dengan nilai IC50.
Semakin tinggi aktivitas suatu sampel maka semakin rendah nilai IC50 dan
sebaliknya (Pratiwi, dkk., 2013). Hasil persamaan regresi linear menunjukkan
bahwa masing-masing ekstrak fermentasi isolat kapang endofit MEB1 memiliki
aktivitas antioksidan yang bervariasi. Ekstrak metanol (biomassa) memiliki
aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 720,45 ppm dan ekstrak etil asetat (filtrat)
memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 48,02 ppm.
Aktivitas antioksidan suatu bahan dikelompokkan ke dalam 4 kategori
yaitu antioksidan kategori sangat kuat jika nilai IC50 <50 ppm , kategori kuat jika
nilai IC50 50-100 ppm, kategori sedang jika nilai IC50 101-150 ppm dan kategori
lemah jika nilai IC50 >150 ppm (Blois, 1958). Perhitungan nilai IC50 ekstrak
dapat dilihat pada Lampiran 13.
48
Tabel 4.10. Hasil uji aktivitas antioksidan vitamin C secara kuantitatif
Konsentrasi
(ppm)
Blanko 0,598 -
Aktivitas antioksidan berdasarkan nilai AAI suatu ekstrak atau senyawa dapat
dikelompokkan ke dalam 4 kategori , sama halnya dengan kategori nilai IC50.
Keempat kategori tersebut yaitu AAI <0,5 bermakna aktivitas antioksidan lemah,
AAI 0,5-1 bermakna aktivitas antioksidan sedang, AAI 1-2 bermakna aktivitas
antioksidan kuat, dan AAI >2 bermakna aktivitas antioksidan sangat kuat (Scherer
dan Godoy, 2009).
bahwa ekstrak metanol kapang endofit MEB1 memiliki aktivitas antioksidan
dengan kategori lemah. Indeks aktivitas antioksidan ekstrak etil asetat yaitu 2,04
menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat kapang endofit MEB1 memiliki aktivitas
antioksidan dengan kategori kuat.
Vitamin C sebagai pembanding memiliki nilai IC50 3,74 ppm dan nilai
AAI 26,19 (Tabel 4.8). Jika dibandingkan berdasarkan nilai AAI ekstrak etil
asetat termasuk kategoti sangat kuat seperti vitamin C, sedangkan ekstrak metanol
termasuk kategori lemah.
BAB V
Isolasi kapang endofit dari tanaman Marchantia emarginata Reinw.,
Blume & Nees pada media potato dextrose agar (PDA) diperoleh 6 isolat yaitu
MEA1, MEA2, MEB1, MEC1, MEC2, MEC3. Ekstrak fermentasi isolat kapang
endofit MEB1 memiliki aktivitas antioksidan yang baik secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian, ekstrak metanol (biomassa) kapang endofit MEB1
memiliki nilai IC50 sebesar 720,45 ppm dan nilai AAI 0,13, ekstrak etil asetat
(filtrat) kapang endofit MEB1 memiliki nilai IC50 sebesar 48,02 ppm dan nilai
AAI 2,04, sedangkan ekstrak n-heksan tidak dilakukan uji aktivitas antioksidan
secara kuantitatif. Vitamin C sebagai pembanding memiliki nilai IC50 3,74 ppm
dan nilai AAI 26,19.
1. Perlu dilakukan optimasi kondisi fermentasi dan ekstraksi terhadap isolat-
isolat kapang endofit.
2. Perlu dilakukan uji fitokimia untuk mengetahui metabolit sekunder dari
kapang endofit.
3. Perlu dilakukan uji terhadap aktivitas lain dari ekstrak fermentasi isolat
kapang endofit.
4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk isolasi senyawa terhadap
ekstrak fermentasi isolat kapang endofit Marchantia emarginata Reinw.,
Blume & Nees sehingga dapat diketahui jenis senyawa yang aktif sebagai
antioksidan.
50
of Chaetomium madrasense AUMC 9376”. J. Genet. Engineer.
Biotechnol.12:21-26.
Agusta, Andria. 2009. Biologi dan Kimia Jamur Endofit. Bandung: Penerbit ITB.
Ariyono,R., dkk. 2014. "Keanekaragaman Jamur Endofit Akar Kangkung Darat
(Ipomoea reptans Poir.) Pada Lahan Pertanian Organik dan
Konvensional". Jurnal Hama Dan Penyakit Tanaman, 2(1), 1–10.
Asakawa, Y. 1995. Chemical Constituent of The Bryophytes. (W. Herz, G. .
Kirby, W. . Moore, & C. Tamm, Eds.). New York: Springer-Verlag/Wien.
Https://Doi.Org/10.1007/978-3-7091-6896-7.
Asakawa, Y. 2004. "Chemosystematics of The Hepaticae". 65, 623–669.
Https://Doi.Org/10.1016/J.Phytochem.2004.01.003.
of Bryophytes". Phytochemistry.
Https://Doi.Org/10.1016/J.Phytochem.2012.04.012.
Asakawa, Y., dkk. 2013. Progress In The Chemistry of Organic Natural Product.
(A. Kinghorn, H. Falk, & J. Kobayashi, Eds.). New York Dordrecht
London. Https://Doi.Org/10.1007/978-3-7091-1084-3.
Atika, Dian. 2007. Uji Aktivitas Antimikroba Hasil Fermentasi Kapang Endofit
yang Diisolasi dari Akar, Batang, Daun Tanaman Garcinia fruticosa
Lauterb Dan Garcinia latriflora Blume serta Akar dan Daun Tanaman
Garcinia cowa Roxb. Skripsi. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan
Alam. Universitas Indonesia: Depok.
Basma, A.A., dkk. 2011. "Antioxidant Activity and Phytochemical Screening of
The Methanol Extracts of Euphorbia hirta L". Asian Pacific Journal Of
Tropical Medicine, 4(5), 386–390. Https://Doi.Org/10.1016/S1995-
7645(11)60109-0.
Blois, M.S. 1958. "Antioxidant Determination by The Use of Stable Free
Radicals". Nature. 181:1199-2000.
Brahmachari, G. 2012. "Natural Product In Drug Discovery: Impacts And
Opportunities-An Assessment". Research Gate, 581–628.
Https://Doi.Org/10.1016/S1572-5995(02)80015-1.
51
Davis, E., dkk. 2003. "Endophytic Xylaria (Xylariaceae) Among Liverworts and
Angiosperms: Phylogenetics, Distribution, and Symbiosis". American
Journal Of Botany, 90(11), 1661–1667.
Deinstrop, E.H. 2007. Applied Thin-Layer Chromatography 2 nd
ed. Weinheim:
John Wiley & Sons.
Fitriana, W., dkk. 2015. "Uji Aktivitas Antioksidan Terhadap DPPH dan ABTS
dari Fraksi-Fraksi Daun Kelor (Moringa oleifera)". SNIPS, 658.
Gandjar, I., dkk. 1999. Pengenalan Kapang Tropik Umum. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Gandjar, I., dkk. 2006. Mikologi: Dasar dan Terapan. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Gazi, M.R., dkk. 2004. "Optimization of Various Cultural Conditions on Growth
and Antioxidant Activity Generation by Saccharomyces cerevisiae". IFO
2373. J. Biol. Sci. 4: 224-228.
Glime, J. 2017. Marchantiophyta. 1(March), 1–24.
Goffinet, B., dan Shaw, A. J., ed.. 2009. Bryophyte Biology 2 nd
ed.. New York:
Cambridge University Press.
Guo, L., dkk. 2008. "Chemical Composition, Antifungal and Antitumor Properties
of Ether Extracts of Scapania verrucosa Heeg. and Its Endophytic Fungus
Chaetomium fusiforme". Molecules 13(9), 2114–2125.
Https://Doi.Org/10.3390/Molecules13092114.
Gupta, S., dkk. 2015. "A Review on Some Species of Marchantia With Reference
to Distribution, Characterization and Importance". World Journal of
Pharmacy and Pharmaceutical Science, 4(04), 1576–1588.
Handa, dkk. 2008. Extraction Technologies for Medicinal and Aromatic Plants.
Italy: UNIDO
Hafsari, A & Asterina, I. 2013. "Isolasi Dan Identifikasi Kapang Endofit Dari
Tanaman Obat Surian (Toona sinensis)". Vii(2), 175–191.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Diterjemahkan oleh K Radmawinata dan
I,Soediro. Bandung: Penerbit ITB.
Hasanah, R., dkk. 2015. "Uji Antijamur Patogen Ekstrak Metabolit Sekunder
Jamur Endofit Tumbuhan Raru (Cotylelobium melanoxylon)". Biosains,
1(2).
Huang, W., dkk. 2010. "Marchantin A, A Cyclic Bis(Bibenzyl Ether), Isolated
from The Liverwort Marchantia emarginata Subsp. Tosana Induces
Apoptosis in Human MCF-7 Breast Cancer Cells". Cancer Letters, 291(1),
108–119. Https://Doi.Org/10.1016/J.Canlet.2009.10.006
Activity of Cladosporium cladosporioides (Endophytic Fungus) Isolated
From Seaweed (Sargassum wightii)". Mycology, 7(4), 203–211.
Https://Doi.Org/10.1080/21501203.2016.1263688.
Hung, P., dkk. 2007. "Isolation and Characterization of Endophytic Bacteria from
Wild and Cultivated Soybean Varieties". Biology and Fertility of Soils,
44(1), 155–162. Https://Doi.Org/10.1007/S00374-007-0189-7.
Komala, I., dkk. 2015. "Antioxidant And Anti-Inflammatory Activity of The
Indonesian Ferns, Nephrolepis falcata And Pyrrosia lanceolata". 7(12),
12–15.
Of Microbiology 2 (8): 625-31. Issn 1816-4935.
Kumala, S., dkk. 2015. "Antimicrobial Activity of Secondary Metabolites
Produced by Endophytic Fungi Isolated from Stems of Jati Tree (Tectona
grandis L.F)". International Journal Of Pharmaceutical Sciences And
Research, 6(6), 2349–2353. Https://Doi.Org/10.13040/Ijpsr.0975-
8232.6(6).2349-53.
Kumal