UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL …repository.helvetia.ac.id/2720/6/SKRIPSI ARMAN...
Transcript of UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL …repository.helvetia.ac.id/2720/6/SKRIPSI ARMAN...
i
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL
TERUNG HIJAU (Solanum xanthocarpum)PADA
BAKTERI Staphylococcus aureus DAN
Eschericia coli
SKRIPSI
Oleh :
ARMAN HAREFA
1501196013
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FALKUTAS FARMASI DAN KESEHATAN
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2019
ii
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL
TERUNG HIJAU (Solanum xanthocarpum) PADA
BAKTERI Staphylococcus aureus DAN
Eschericia coli
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan
Program Studi S1 Farmasi Dan Memproleh
Gelar Sarjana Farmasi
(S.Farm)
Oleh:
ARMAN HAREFA
1501196013
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2019
iii
iv
Telah di uji pada tanggal: 14 Desember 2019
PANITIA PENGUJI SKRIPSI
KETUA : Afriadi S.Si., M.Si., Apt
Anggota : 1. Yettrie Bess C Simarmata, S.Farm., M.Si. Apt.
2. Hendrik Faisal, S.Si., M.Si, Apt.
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. IDENTITAS DIRI
Nama : Arman Harefa
Tempat/Tanggal Lahir : Onozitoli 30 juli 1993
Agama : Kristen
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Anak Ke- : 3 (tiga) dari 7 (tujuh) bersaudara
Alamat : Desa Bawomataluo, Kec. Fanayama, Kab. Nias
Selatan
Nama Ayah : Elisari Harefa
Nama Ibu : Yuniati Lase
B. RIWAYAT PENDIDIKAN
1. Tahun 2003-2009 : SD Negeri 071007 Onozitoli Torohe
2. Tahun 2009-2012 : SMP Negeri 2 Gunungsitoli
3. Tahun 2013-2015 : SMA Negeri 1 Fanayama
4. Tahun 2015-2019 : Institut Kesehatan Helvetia Medan
vi
vii
ABSTRAK
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL TERUNG HIJAU
(Solanum xanthocarpum) PADA BAKTERI Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli
ARMAN HAREFA
1501196013
Terung hijau (Solanum xanthocarpum ) merupakan tanaman daerah tropis
yang cukup dikenal di Indonesia sebagai salah satu sayuran pribumi. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol terung hijau
(Solanum xanthocarpum). Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode defuse.
Dari hasil pemeriksaan makroskopik terung hijau yaitu berwarna kuning,
kecoklatan, aroma khas terung, tidak berasa. Pemeriksaan mikroskopik serbuk
simplisia terung hijau mempunyai jaringan sklerenkim dan sclereid atau memiliki
sel batu.Dari hasil sikrining fitokimia terung hijau yaitu: Alkaloid, Flavonoid,
Saponin, Tanin, Glikosida. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol terung
hijau pada bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli, dengan
mengunakan variasi konsentrasi yang sama pada kedua bakteri yaitu konsentrasi
15%, 35%, 45%. Bakteri Staphylococcus aureus aktivitas penghambat yang
diperoleh dengan rata-rata diameter zona hambat pada konsentrasi yang paling
besar yaitu 45% (12,5%mm) dan pada Bakteri Escherichia coli yang memiliki
diameter zona hambat yang diperoleh dengan rata-rata pada konsentrasi 45%
(14,7mm).
Ekstrak etanol terung hijau (Solanum xanthocarpum) menunjukkan bahwa
mempunyai penghambatan aktivitas antibakteri baik pada bakteri gram positif
maupun bakteri gram negatif.
KataKunci : Terung Hijau, Antibakteri,Staphylococcus aureus, Eschericia
coli,
viii
ix
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan karunia-Nya yang telah memberikan kesehatan kepada penulis,
sehingga dapat menyelesaikan proposal yang berjudul “Uji Aktivitas
Antibakteri Ekstrak Etanol Terung Hijau (Solanum xanthocarpum)
Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli yang disusun
sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan program S1 Farmasi di
Institut Kesehatan Helvetia Medan.
Selama Proses penyusunan proposal ini penulis banyak mendapatkan
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada :
1. Dr. dr. Hj. Razia Begum Suroyo, M.kes., M.sc., selaku Ketua Pembina
Yayasan Helvetia Medan.
2. Iman Muhammad, S.E., S.Kom., M.M., M.Kes., selaku Ketua Yayasan
Helvetia Medan.
3. Drs. Dr. Ismail Efendi, M.si., selaku rektor Institut Kesehatan Helvetia
Medan.
4. H. Darwin Syamsul, S.Si., M.si.,Apt., selaku dekan Falkultas Farmasi dan
Kehatan Umum Institut Kesehatan Helvetia Medan.
5. Adek Chan, S.Si., M.Si., Apt., selaku ketua Prodi S1 Farmasi Institut
Kesehatan Helvetia Medan.
6. Afriadi, S.Si, M.Si, Apt., selaku Dosen Pembimbing I yang telah
menyediakan waktu dan tenaga untuk membimbing dan memberikan arahan
kepada penulis selama penyusunan proposal ini.
7. Yettrie Bess C.,Simarmata S.Farm., M.Si., Apt. Selaku Dosen Pembimbing II
yang memberikan masukkan yang bermanfaat untuk perbaikan proposal ini.
8. Hendrik Faisal, S.Si., M.Si, Apt., selaku Dosen Penguji III yang memberikan
masukan yang bermanfaat untuk perbaikan sikripsi ini.
9. Seluruh Staf Dosen Institut Kesehatan Helvetia Medan yang telah
memberikan Ilmu dan pengetahuan dan bimbingan kepada penulis selama
pendidikan.
10. Teristimewa buat orang tua, Ayahanda Elisari Haerfa dan Ibunda Yuniati
Lase. Yang telah memberikan dukungan baik dari segi moral, material dan
Doa sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
11. Bagi teman-teman seperjuangan Program Studi S1 Farmasi yang telah
membantu dan mendukung penyelesain skripsi ini.
x
Penulis menyadari baik dari segi penggunaan bahasa, cara menyusun
proposal ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu dengan segala
kerendahan hati, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari semua pihak untuk kesempurnaan proposal ini.
Medan, 14 Desember 2019
Penulis
Arman Harefa
xi
DAFTAR ISI
Halaman
COVER
LEMBAR PENGESAHAN
PANITIA PENGUJI SKRIPSI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ABSTRAK ................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... vii
DAFTAR TABEL......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ............................................................ 3
1.3. Hipotesisi Penelitian ............................................................ 4
1.4. Tujuan Penelitian ................................................................ 4
1.5. Manfaat Penelitian .............................................................. 4
1.6. Kerangka Konsep ................................................................ 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 6
2.1 Terong Hijau ....................................................................... 6
2.1.1 Uraian Tumbuhan .................................................... 6
2.1.2 Sistematika Tumbuhan ............................................ 6
2.1.3 Morfologi Tanaman ................................................ 7
2.1.4 Pembibitan Tanaman ............................................... 8
2.1.5 Kandungna Terung .................................................. 8
2.1.6 Manfaat Terung ....................................................... 9
2.1.7 Syarat Pertumbuhan Terung .................................... 9
2.2 Defenisi Morfologi .............................................................. 10
2.2.1 Staphyloccocus aureus ............................................. 12
2.2.2 Escherica Coli .......................................................... 13
2.2.3 Metode Pengujian Bakteri ....................................... 15
2.3 Ekstraksi .............................................................................. 16
2.4 Sterilisasi ............................................................................. 18
2.5 Media ................................................................................... 20
xii
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................... 22
3.1 Desain Penelitian ................................................................. 22
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................. 22
3.2.1 Tempat Penelitian .................................................... 22
3.2.2 Waktu Penelitian ..................................................... 22
3.3 Sampel Penelitian ................................................................ 22
3.4 Alat dan Bahan .................................................................... 23
3.4.1 Alat .......................................................................... 23
3.4.2 Bahan ....................................................................... 23
3.5 Tahapan Penelitian .............................................................. 23
3.5.1 Determinasi Sampel Uji .......................................... 23
3.6 Prosedure Kerja ................................................................... 23
3.6.1 Metode Pengambilan Sampel .................................. 23
3.6.2 Pembuatan Simplisia ............................................... 24
3.6.3 Pembuatan Ekstrak Etanol Terung Hijau (Solanum
xanthocarpum) ........................................................ 24
3.7 Sterilisasi Alat ..................................................................... 25
3.8 Penetapan Kadar Air ........................................................... 25
3.8.1 Pemeriksaan Makroskopik ...................................... 25
3.8.2 Pemeriksaan Mikroskopik ....................................... 26
3.8.3 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air ................... 26
3.8.4 Penetapan Kadar Sari larut dalam Etanol ................ 26
3.8.5 Penetapan kadar abu Total ...................................... 26
3.8.6 Penetapan Kadar Abu Yang Tidak Larut dalam
Asam ........................................................................ 27
3.9 Skrining Fitokimia .............................................................. 27
3.9.1 Pemeriksaan Alkaloid ............................................. 27
3.9.2 Pemeriksaan Flavonoid ........................................... 28
3.9.3 Pemeriksaan Tanin ................................................... 28
3.9.4 Pemeriksaan Saponin ............................................... 28
3.9.5 Pemeriksaan Glikosida ............................................ 29
3.9.6 Pemeriksaan Tritepenoid/Steroid ............................ 29
3.10 Pembuatan Media MHA (Mueler Hinton Agar) ................. 29
3.11 Uji Aktivitas Antibakteri ..................................................... 30
BAB IV HASIL PENELITIAN ................................................................ 31
1.1. Hasil Identifikasi Tumbuhan ............................................... 31
1.1.1. Pembuatan Simplisia dan Ekstrak Terung Hijau ... 31
1.1.2. Hasil Karakteristik Simplisia ................................. 32
1.2. Pembahasan ......................................................................... 34
xiii
1.2.1. Pembahasan Ekstrak Buah Terung Hijau ............... 34
1.2.2. Pembuatan Karakteristik Simplisia ........................ 34
1.2.3. Pembahasan Skrining Fitokimia ............................ 35
1.2.4. Pembahasan Pengujian Bakteri .............................. 36
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 39
5.1 Kesimpulan ......................................................................... 39
5.2 Saran .................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 40
LAMPIRAN ................................................................................................. 44
xiv
DAFTAR GAMBAR
Judul Halaman
Gambar 1.1 Kerangka Konsep .............................................................. 6
Gambar 2.1 Terung Hijau (Solanum xanthocarpum) ........................... 7
Gambar 2.2 Anatomi Sel Bakteri .......................................................... 11
Gambar 2.3 Bakteri Staphyloccocus aereus ......................................... 13
Gambar 2.4 Bakteri Eschericia Coli ..................................................... 15
xv
DAFTAR TABEL
Judul Halaman
Tabel 4.1 Hasil Karakteristik Serbuk Simplisia Terung Hijau ................ 32
Tabel 4.2 Hasil Skrining Fitokimia .......................................................... 33
Tabel 4.3 Daya Hambat Ekstrak Terung Hijau Terhadap Zona
Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus dan Escericha
Coli ........................................................................................... 33
Tabel 4.4 Kategori Zona Hambat Bakteri ................................................ 37
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Judul Halaman
Lampiran 1 Perhitungan Rendemen Ekstrak Etanol Terung Hijau (Solanum
xanthocapum) .............................................................................. 44
Lampiran 2 Perhitungan Konsentrasi Ekstrak Etanol Terung Hijau .............. 45
Lampiran 3 PembuatanRendemen dan Ekstrak Etanol Terung Hijau ............ 46
Lampiran 4 Hasil Uji Mikroskopik Karakteristik Sampel Terung Hijau
(Solanum xanthocarpum) ............................................................ 47
Lampiran 5 Hasil Karakteristik Buah Terung Hijau (Solanum
xanthocarpum) ................................................................................................. 48
Lampiran 6. Hasil Skrining FitoKimia Buah terung Hijau ............................. 49
Lampiran 7 Hasil Pengujian Bakteri Staphylococcus aureus Ekstrak
Etanol Terung Hijau .................................................................. 50
Lampiran 8 Hasil Bakteri Esscherichia coli Ekstrak Etanol Terung Hijau .. 52
Lampiran 9 Pengajuan Judul ........................................................................ 54
Lampiran 10 Permohonan Izin Penelitian ...................................................... 55
Lampiran 11 Identifikasi/Determinasi Tumbuhan ......................................... 56
Lampiran 12 Izin Pemakaian Fasilitas Laboratorium .................................... 57
Lampiran 13 Hasil Identifikasi ....................................................................... 58
Lampiran 14 Lembar Persetujuan Perbaikan (Revisi) ................................... 59
Lampiran 15 Lembar Bimbingan Pembimbing I ........................................... 60
Lampiran 16 Lembar Bimbingan Pembimbing II ......................................... 61
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Alam tropis Indonesia menyimpan kekayaan alam yang beraneka ragam,
baik flora maupun faunanya (1).Terung merupakan tanaman asli daerah tropis
yang cukup dikenal di indonesia sebagai salah satu sayuran pribumi, buah terung
hampir selalu ditemukan di pasar tani atau pasar tradisional dengan harga yang
relatif murah (2).
Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki adaptasi luas terhadap
penanaman terung baik di desa maupun di kota(3). Pada dasarnya terung dapat
ditanam didataran rendah sampai dataran tinggi. Tanah yang cocok untuk tanaman
terung adalah tanah yang subur tidak bergenang air dan tanah lempung dan
berpasir sangat baik untuk tanaman terung (4).
Tanaman terung menghasilkan buah yang disukai dan diminati banyak
orang. Aspek kualitas buah yang sering menjadi perhatian para konsumen antara
lain warna, rasa, aroma. Konsumen biasanya lebih menyukai buah yang kurang
biji atau tidak memiliki biji di bandingkan buah yang memiliki banyak biji (5).
Umumnya terung di konsumsi dalam bentuk segar maupun olahan disajikan
dalam berbagai jenis makanan. Berdasarkan warna buahnya di kenal jenis terung
hijau, terung putih, dan terung ungu. Sedangkan dari bentuknya di kenal terung
berbentuk bulat dan silidris panjang (6).
2
Permintaan terhadap terung terus meningkat sejalan dengan pertambahan
penduduk yang diikuti dengan meningkatnya kesadaran akan manfaat sayur-
sayuran dalam memenuhi gizi keluarga sehingga produksi tanaman terung perlu
terus ditingkatkan (7). Cina merupakan produksi terung terbesar di dunia yaitu
menghaasilkan 48% sedangkan produksi terung di India sebesar 32% dan
indonesia hanya sebesar 10% dari produksi terung di dunia (8).
Menurut Surjano dkk. (2009), setiap 100 gram daging buah terung
mengandung 26 kalori 1 gram protein, 0,2 gram hidrat arang, 25 IU vitamin A,
0,04 gram vitamin B dan 5 gram vitamin C. Selain itu buah terung juga berkhasiat
sebagai obat karena mengandung alkaloid, solanin, dan isolasodin yang berfungsi
sebagai bahan baku kontrasepsi (9). Berdasarkan penelitian sebelumnya, menurut
Dewi Purnamasari dkk (2018) Kulit terung ungu memiliki kandungan senyawa
flavonoid dan alkaloid. Ekstrak etanol kulit terung ungu memiliki aktivitas
antibakteri dengan kosentrasi yang berbeda 15%, 30%, 45%. Masing-masing
kosentrasi memiliki perbedaa siknifikan baik pada penghambatan bakteri
Staphylococcus aureus dan Echerichia coli, semakin tinggi kosentrasi ekstrak,
aktifitas daya hambat semakin meningkat (10).
Penyakit infeksi merupakan salah satu penyebab penyakit terutama di
daerah tropis seperti Indonesia karena keadaan udara yang berdebu, temperatur
yang hangat, lembab sehingga mikroba dapat tumbuh subur (11). Bakteri
merupakan salah satu golongan mikroorganisme prokariotik yang hidup berkoloni
dan tidak mempunyai selubung inti namun mampu hidup dimana saja (12).
3
Aktivitas antibakteri dapat diketahui dengan melakukan proses ekstrasi
dan menguji zona hambat yang dihasilkan. Ekstrasi merupakan suatu proses yang
secara selektif memisahkan beberapa zat yang diinginkan dari campurannya
dengan bantuan pelarut (13).
Escherichia coli adalah kuman yang banyak ditemukan di dalam usus
besar manusia sebagai flora normal, sifatnya unik dapat menyebabkan infeksi
pada usus misalnya diare dan infeksi saluran kemih, meningitis pada bayi baru
lahir seperti juga kemampuannya menimbulkan infeksi pada jaringan tubuh lain di
luar usus (14).
Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang hidup
dipermukaan tubuh individu sehat tanpa membahayakan, terutama sekitar hidung,
mulut, alat kelamin, dan rectum. Namun ketika kulit kita mengalami luka atau
tusukan, bakteri ini akan masuk melalui luka dan menyebabkan infeksi (15).
Berdasarkan uraian diatas maka penulis menyimpulkan bahwa terong hijau
memiliki kandungan alkaloid yang dapat menghambat aktifitas antibakteri baik
pada bakteri Stsphylococcus aureus dan bakteri Echerichia coli. Maka saya
tertarik melakukan penelitian dengan judul Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Etanol Terung Hijau (Solanum xanthocarpum) pada Bakteri Staphylococcus
aureus dan Escherichia coli.
1.2 Perumusan Masalah
a. Apakah ekstrak etanol terung hijau memiliki aktivitas antibakteri terhadap
bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli ?
4
b. Berapakah kosentrasi optimum ekstrak etanol terung hijau memiliki
aktivitas antibakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli ?
1.3 Hipotesis Penelitian
a. Ekstrak etanol terung hijau memiliki aktivitas antibakteri Staphylococcus
aureus dan Escherichia coli.
b. Kosentrasi optimum ekstrak etanol terung hijau memiliki aktivitas
antibakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli adalah 45%
1.4 Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui aktivitas antibakteri dari ekstra etanol terung hijau
terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
b. Untuk mengetahui kosentrasi optimum ekstrak etanol terung hijau
terhadap aktivitas antibakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
1.5 Manfaat Penelitian
a. Hasil penelitian ini dapat memberikan informaasi kepada masyarakat
mengenai pemanfaatan terung hijau sebagai antibakteri.
b. Dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian berikutnya.
5
1.6 Kerangka Konsep
Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter
E
Gambar 1.1. Kerangka Konsep
Aktivitas
Antibakteri
Diameter
Zona Hambat
Ekstrak Etanol
Terung Hijau
(15% 30% 45%)
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Terong Hijau
2.1.1 Uraian Tumbuhan
Tanaman terung (Solanum xanthocarpum) termasuk salah satu tanaman
sayur-sayuran.Didalam kehidapan sehari-hari buah terung dapat digunakan
sebagai sayur. Didalam dunia kesehatan terung dikenal sebagai penurun kolestrol
darah, mengandung zat anti kanker, serta alat kontrasepsi(16). Pengembangan
budidaya terung merupakan salah satu andalan sayuran di dataran rendah.Hampir
semua provinsi di Indonesia terdapat tanaman terung, tanaman terung masih
terpusat di pulau jawa dan Sumatra. Lima provinsi yang paling luas tanaman
terung adalah Jawa barat, Sulawesi selatan, Bengkulu, Jawa timur, dan Jawa
tengah (17).
2.2.2 Sistematika tumbuhan
Menurut Prahasta (2009) klasifikasi dari tanaman terung hijau (Solanum
xanthocarpum) adalah sebagai berikut(18):
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliophyta
Ordo : Solanales
Famili : Solamaceae
Genus : Solanum
Spesies :Solanum xanthocarpum.
7
Gambar 2.1 Terung hijau (solanum xanthocarpum)
2.2.3 Morfologi Tanaman
Batang berukuran pendek berbentuk bulat, berbulu, berdiri tegak dengan
tinggi 50-150 cm. Batangnya bercabang dan berkayu, tetapi tidak terlalu kokoh
sehingga saat berbuah lebat diperlukan ajir untuk menyangga tanaman. Batang
muda berwarna hijau dan tidak berbulu.
Daun tanaman terung berbentuk bulat panjang dan meruncing pada
ujungnya.Tulang daun tampak jelas dan tepi daun sedikit bergerigi. Warna daun
muda coklat atau hijau muda dan akan menjadi hijau berbulu setelah tua Panjang
daun sekitar 12 cm dan lebar 8 cm. Letak daun berselang-seling dan bertangkai
pendek. Helai daun mudah robek, sedangkan tangkainya tidak liat sehingga
mudah di patahkan dari cabangnya.
Bunga berdiri tegak pada ketiak daun dan berwarna putih lembayung atau
ungu,bentuknya menyerupai bintang, terdiri atas 5-6 helai kelopak bunga. Pada
setiap ketiak daun umumnya tumbuh 2 tangkai bunga. Setelah mekar penuh,
bunga berukuran lebar sekitar 1,5 cm. Setelah terjadi pembuahan, mahkota bunga
akan layus. Kebanyakan hanya satu bunga terong yang menjadi bakal buah,
8
ditandai oleh menggelembungnya pangkal bunga dan posisinya menunduk. Akan
tetapi, ada juga jenis terung yang berbuah 2-3 buah di setiap tanda.
Buah muda bewarna hijau keputih-putihan atau ungu, tergantung
jenisnya.Semakin tua warnanya, warna buah semakin cerah. Setelah tua benar,
semua buah terung kulitnya berubah warna menjadi kuning. Setiap buah terung
dipadati dengan daging buah bewarna putih dan berbiji banyak (19).
2.2.4 Pembibitan Tanaman
Tahap awal pembibitan biasanya biji atau benih terung dikecambahkan
dengan perkecambahan yang lebarnya 1 meter dan panjangnya 2 meter.Benih
yang sudah digemburkan hingga sangat gembur kemudian ditambahkan pupuk
kandang sebagai nutrisi pada benih lalu benih ditebar di atas media
tersebut.Selanjutnya benih tersebut ditutup dengan tanah tipis, kemudian benih
yang telah ditebar disiram terlebih dahulu.Permukaan bedengan yang telah
disemai ditutup dengan daun pisang.Setelah benih mulai tampak berkecambah,
penutupan harus dibuka. Persemaian disiram pagi dan sore hari (20).
2.2.5 Kandungan Terung
Terung mempunyai kandungan gizi cukup lengkap dan mempunyai
ekonomis yang tinggi.Biasanya digunakan sebagai bahan makanan, bahan terapi,
dan bahan kosmetik alami.Tanaman terung banyak mengandung kalium dan
vitamin A yang dapat berguna bagi tubuh. Komposisi kimia terung per 100 gram
yaitu air 92,70 gram, abu (mineral) 0,60 gram, besi 0,60 mg, karbohidrat 5,70,
gram, lemak 0,20 gram, serat 0,80 gram, kalori 24,00 kal, fosfor 27,00 mg, kalium
223,00 mg, kalsium 30,00 mg, protein 1,10 gram, natrium 4,00 mg, vitamin B3
9
0,60 mg, vitamin B2 0,05 mg, vitamin B1 10,00 mg, vitamin C 5,00 mg,
Direktorat Gizi (21).
2.2.6 Manfaat Terung
Menurut Rukmana (1995:16) buah terung sangat beragam, baik dalam
bentuk, ukuran atau warna kulitnya.Buah terung bisa berbentuk bulat, bulat
panjang, dan setengah bulat.Jika dilihat dari ukurannya, ada terung kecil, terung
sedang, hingga terung besar.Warna kulit buah umumnya ungu, hijau keputih-
putihan, putih, putih keungu-unguan, hitam atau ungu tua.Buah terung yang
baraneka ragam disebabkan terung memiliki banyak jenis dan verietasnya. Buah
terung merupakan bagian dari tanaman terung yang paling bermanfaat dan
berkhasiat. Ada banyak kandungan nutrisi pada buah terung yang bisa
dimanfaatkan untuk makanan, kecantikan, dan kesehatan (22).
2.2.8 Syarat Pertumbuhan Terung
ada beberapa syarat pertumbuhan terung adalah sebagai berikut (22):
a. Iklim
Iklim yang cocok untuk syarat tumbuh tanaman terung adalah musim
panas. Walaupun begitu, pada umumnya, terung tahan terhadap hujan asalkan
tanahnya tidak becek.Oleh karena itu, sebaiknya terung ditanam dipersawahan
pada musim kemarau.Bulan yang tepat untuk menanam terung, yaitu pada bulan
awal musim kemarau.
b. Tanah
Tanah berfungsi untuk menyediakan unsure hara bagin tanaman
terung.Selain itu, tanah juga berfungsi sebagai tempat bertumbuh agar tanaman
10
bisa tumbuh tegak dan berkembang dengan baik.Selain itu tanah yang bagus bagi
pertumbuhan terung adalah lempung berpasir yang mendapatkan pupuk
organis.Tanah yang memiliki tingkat keasaman yang baik juga perlu di
perhatikan, apa bila tanaman terung tumbuh di tingkat keasaman yang rendah,
maka pertumbuhan tanaman akan lambat.
c. Daerah
Tanaman terung tumbuh diantara rendah.Selain dataran rendah, tanaman
terung juga bisa tumbuh di daerah penggunungan.
d. Cahaya
Cahaya sangat mempengaruhi kualitas pertumbuhan tanaman terung,
terutama kualitas buah dan kulit buahnya.Pencahayaan terhadap tanaman terung
harus cukup agar warna kulit buah terung bisa merata dan mengilat.
2.2 Defenisi Mikrobiologi
Mikrobiologi merupakan makhluk hidup yang sangat kecil dan sangat
penting dalam memelihara keseimbangan ekologi dan ekosistem di
bumi.Beberapa mikroorganisme bersifat menguntungkan dan ada juga yang
merugikan baik terhadap manusia maupun hewan.Mikroorganisme yang
menguntungkan dapat bermanfaat dalam pembuatan makanan yang dapat
dikonsumsi oleh manusia maupun hewan.Akan tetapi tidak sedikit
mikroorganisme yang dapat merugikan manusia karna dapat menimbulkan
penyakit yang berbahaya bagi tubuh manusia. Salah satu penemu penting dalam
sejarah biologi terjadi pada tahun 1665, ketika seorang berkebangsaan Inggris,
Robert Hooke, melakukan penelitian terhadap sepotong gabus tipis dan
11
menemukan bahwa struktur yang paling kecil dari unit kehidupan adalah sel.
Temuan Hooke ini menandai awal mulanya teori sel yang berbunyi “semua
struktur kehidupan disusun oleh sel”. Anthonny van Leeuwenhoek adalah orang
pertama meneliti mikroorganisme hidup menggunakan kaca pembesar. Anthonny
van leeuwenhoek menggambar bentuk “hewan” yang terdapat di air hujan,
didalam air yang telah dicelupi dengan jagung, dan didalam materi yang dikikis
dari giginya, yang pada akhirnya, gambar tersebut dikenal sebagai bentuk bakteri
dan bentuk protozoa (23).
Gambar 2.2 Anatomi sel bakteri
Bakteri adalah salah satu kelompok mikroorganisme bersel tunggal dengan
konfingurasi prokariotik (tidak mempunyai selubung inti).DNA bakteri berbentuk
sirkuler panjang dan biasa disebut nukleoid. Bakteri pada umumnya mempunyai
ukuran sel 0,5-1,0 mikro meter x 2,0-5,0 mikro meter. Bakteri mencakup sebagian
besar prokariota yang dikenal oleh kebanyakan orang, mulai dari spesies
patogenik yang menyebabkan infeksi tenggorokan dan tuberkulosis hingga
spesies-spesies yang menguntungkan (24).
12
2.2.1 Staphylococcus aureus
Sebagian bakteri Staphylococcus aureusmerupakan flora normal pada
kulit, saluran napas, dan saluran cerna manusia.Bakteri ini ditemukan diudara dan
dilingkungan sekutar.Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif
berbentuk bulat berdiameter 0,7-1,2 mikro meter, tersusun dalam kelompok-
kelompok tidak teratur menyerupai buah anggur, fakultatif anaerob, tidak
membentuk spora, dan tidak bergerak. Staphylococcus aureus mempunyai daya
tahan yang lebih kuat jika dibandingkan dengan bakteri lain yang tidak
membentuk spora. Pada media agar miring, bakteri ini masih dapat bertahan hidup
hingga berbulan-bulan, baik didalam lemari es maupun pada suhu kamar. Flora
normal Staphylococcus aureus yang terdapat di saluran napas, kulit dan membran
mukosa tergolong patogen untuk manusia sehingga dapat menyebabkan infeksi
yang bersifat supuratif. Pada hewan, bakteri ini merupakan penyebab utama kasus
mastitis pada sapi dan kambing, pustular dermatitis pada anjing, dan pembentukan
obses pada semua spesies hewan. patogenitas bakteri ini sering dihubungkan
dengan infeksi luka bernanah, baik pada manusia maupun pada hewan yang
merupakan penyebab utama kasus piemia (25).
KlasifikasiStaphylococcus aureus:
Domain : Bacteria
Kindom : Eubacteria
Divisi : Firmicutes
Class : Cocci
Ordo : Bacillales
13
Family : Staphylococcaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies : Staphylococcus aureus
Gambar 2.3Bakteri Staphylococcus aureus (26).
Bakteri Staphylococcus aureusberbentuk bulat.Koloni mikroskopik
cenderung membentuk menyerupai buah anggur.Menurut bahasa Yunani, staphyle
berarti anggur dan coccus berarti bulat atau bola.Salah satu spesies menghasilkan
pigmen warna kuning emas sehingga dinamakan aureus (berarti emas sepreti
matahari).Bakteri Staphylococcus aureus bersifat patogen pada
manusia.Staphylococcus aureusmerupakan bakteri gram positif berbentuk bulat
dan berdiameter 0,8-1,0 mikron tidak bergerak, dan tidak berspora (27).
2.2.2 Eschericia coli
Bakteri Eschericia coli merupakan bakteri gram negatif yang berbentuk
basil, ada yang individu (monobasil) atau berkolonim membentuk rantai pendek
(streptobasil), tidak membentuk spora maupun kapsula, berdiameter 1,1-1,5 x 2,0-
6,0 mikro meter dapat bertahan hidup di medium sederhana dan memfermentasi
laktosa menghasilkan asam dan gas. Pergerakan bakteri ini motil, tidak motil, dan
14
peritrikus.Ada yang bersifat aerobik dan anaerobik fakultatif.Eschericia
colimerupakan penghuni normal usus, dan sering kali menyebabkan infeksi.
Kecepatan berkembang biak bakteri ini berada pada interval 20 menit jika factor
media, derajat ke asaman, dan suhu sesuai. Bakteri ini tahan terhadap suhu
ekstrim sekalipu.Suhu yang baik untuk pertumbuhan bakteri ini adalah antara 8%
0C – 46%
0C, tetapi suhu optimalnya adalah 37%
0C. Oleh karena itu, bakteri
tersebut dapat hidup dalam tubuh manusia dan vertebrata lainnya. Bakteri ini
menjadi patogen berbahaya apabila hidup diluar usus seperti pada saluran kemih,
yang dapat mengakibatkan peradangan selaput lendir (28).
KlasifikasiEschericia coli:
Domain : Bacteria
Kingdom : Eubacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gammaproteobacteria
Ordor : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus :Escherichia
Species : Escherichia coli
15
Gambar 2.4.Bakteri Eschericia coli (29).
2.2.3 Metode Pengujian Bakteri .
Daya suatu senyawa anti bakteri diukur secara invitro agar dapat
ditentukan kemampuan aktivitas antibakteri dari senyawa antibakteri
tersebut.Penentu kepekaan bakteri pathogen terhadap antibakteri pada dasarnya
dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu (30) :
a. Metode difusi
Merupakan metode yang paling sering dipakai, lazim dikenal dengan cara
Kirby-baueer. Langkah kerjanya adalah sebagai berikut sebuah cawan
petri yang berisi media agar yang telah di masukkuan bakteri yang sudah
sesuai standar di atas permukaannya, kemudian kertas cakram yang telah
direndam dalam senyawa antibakteri yang telah diketahui kosentrasinya
diletakkan diatas permukaan agar yang sudah memadat. Selama inkubasi
senyawa antibakteri akan berdifusi dari kertas cakram kemedia agar. Apa
bila senyawa antibakteri efektif maka zona hambat akan terbentuk
disekitar cakram setelah inkubasi, diameter dari zona hambat tersebut
kemudian diukur.
16
b. Metode dilusi
Metode ini mengunakan antimikroba dengan kadar yang menurun secara
bertahap, baik dengan media cair atau padat, kemudian bakteri uji
diinokulasi pada bakteri uji dieramkan. Tahap akhir dilarutkan antimikroba
dengan kadar yang menghambat atau mematikan. Metode dilusi cair
metode ini digunakan untuk mengukur kosentrasi hambat minimum dan
kosentrasi bunuh minimum. Cara yang dilakukan adalah dengan membuat
seri pengeceran agen antimikroba pada medium cair yang ditambahkan
dengan mikroba uji. Larutan uji antimikroba pada kadar terkecil yang
terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai
kosentrasi hambat minimum. Larutan yang ditetapkan sebagai kosentrasi
hambat minimum selanjudnya diukur ulang pada media cair tanpa
penanaman mikroba uji ataupun agen antimikroba dan diinkubasi
ditetapkan sebagai kosentrasi bunuh minimum.
2.3 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses pemisahan berdasarkan perbedaan kelarutan
bahan. Proses ekstrasi memiliki dua perbedaan kelarutan bahan. Ekstrasi di saring
dengan kain saring agar terpisah antara ampas dengan fitratnya. Menurut Rahayu
(2009) ekstrasi adalah pemisahan dengan pembagian sebuah zat terlarut antara
dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk mengambil terlarut tersebut dari
satu pelarut kepelarut lain, Metode ekstrasi yang umum digunakan adalah matode
maserasi. Metode tersebut sering digunakan karna prosedur dan peralatannya
sederhana (31).
17
Metode ekstraksi yang dapat di gunakan adalah sebagai berikut (32) :
a. Maserasi
Maserasi merupakan metode sederhana yang paling banyak
digunakan.Cara ini sesuai, baik untuk skala kecil maupun skala industri.
Metode ini di lakukan dengan memasukkan serbuk tanaman dan pelarut
yang sesaui ke dalam wadah inert yang tertutup rapat pada suhu kamar.
Proses ekstraksi di hentikan ketika tercapai keseimbangan antara
kosentrasi senyawa dalam pelarut dengan kosentrasi dalam sel tanaman.
Setelah proses ekstraksi, pelarut dipisahkan dari sampel dengan
penyaringan. Kerugian utama dari metode maserasi ini adalah memakan
banyak waktu, pelarut yang digunakan cukup banyak, dan besar
kemungkinan beberapa senyawa hilang.Selain itu beberapa senyawa
mungkin saja sulit diekstraksi pada suhu kamar, namun disisi lain, metode
maserasi dapat menghindari rusaknya senyawa-senyawa yang bersifat
termolabil.
b. Perkolasi
Pada metode perkolasi serbuk sampel dibasahi secara perlahan dalam
sebuah percolator.Pelarut ditambahkan pada bagian atas serbuk sampel
dan dibiarkan meneter perlahan pada bagian bawah.Kelebihan dari metode
ini adalah sampel senantiasa dialiri oleh pelarut baru. Sedangkan
kerugiannya adalah jika sampel dalam percolator tidak homogen maka
pelarut akan sulit menjangkau seluruh area. Selain itu metode ini juga
membutuhkan banyak pelarut dan banyak memakan waktu.
18
c. Soxhlet
Metode ini dilakukan dengan mendapatkan serbuk sampel dalam sarung
selulosa (dapat digunakan kertas saring) dalam klonsong yang ditempatkan
di atas labu dan di bawah kondensor. Pelarut yang sesuai di masukkan
kedalam labu dan suhu penangas di atur dibawah suhu reflux. Keuntungan
dari metode ini adalah proses ekstraksi yang kontinyu, sampel terektraksi
oleh pelarut murni hasil kondensasi sehingga tidak membutuhkan banyak
pelarut dan tidak banyak memakan waktu. Kerugiannya adalah senyawa
yang bersifat termolabil dapat terdegradasi karna ekstrak yang diperoleh
terus-menerus berada pada titik didih.
d. Reflux
Pada metode Reflux sampel di masukkan bersama pelarut kedalam labu
yang dihubungkan dengan kondesor.Pelarut dipanaskan hingga mencapai
titik didih.Uap terkondensasi dan kembali kedalam labu.
2.4 Sterilisasi
Sterilisasi barasal dari kata steril yang berarti bebas dari
kehidupan.Sehingga sterilisasi berarti membebaskan suatu bahan, alat, atau tempat
dari organisme hidup yang bersifat tetap.Sterilisasi dapat dilakukan secara
kimiawi dan fisik.Sterilisasi secara kimia disebut disini faksi, zat-zatnya disebut
disinfektan, sedangkan disinfektan yang khusus untuk bakteri disebut bakterisid.
Perlu mendapat perhatian kita semua bahwa dalam proses penyiapan suatu bahan
tertentu untuk melakukan tindakan medis, mungkin sudah steril dan bahkan sudah
dianggap tedak membahayakan lagi, tetapi ternyata kadang-kadang belum aman
19
karna masih dipengaruhi oleh zat yang merupakan produk dari mikroba tertentu.
Sterilisasi dapat dilakukan dengan beberapa cara (33) :
a. Cara Pemanasan
Pembakaran cara sterilisasi yang paling mudah dilakukan dan sangat
sederhana. Tetapi hanya terbatas pada alat-alat yang tahan api seperti alat
ose.
b. Pemansan Kering
Pemanasan kering dilakukan dengan cara oven yang suhunya antara 150-
160 0C. Cara ini memerlukan waktu selama 1 jam cocok untuk sterilisasi
barang-barang yang terbuat dari bahan gelas, alat-alat logam.
c. Pemanasan Basah
Pemanasan basah dapat dilakukan dengan cara merebusalat atau bahan
yang akan disterilkan. Misalnya alat suntik atau alat-alat lain yang terbuat
dari logam.Waktu yang diperlukan untuk sterilisasi kira-kira 30 menit
setelah mendidih, sedangkan untuk mematikan spora bakteri memerlikan
waktu antara 1-2 jam.
d. Cara Kimiawi
Sterilisasi secara kimiawi menggunakan kimia yang sudah sering kita
aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Misalanya ketika seseorang
petugas medis akan menyuntik atau mengambil darah, ia mengusapkan
kapas basah alkohol pada daerah yang akan di tusuk. Tidak lain
iamenghendaki agar lingkungan yang ditusuk steril oleh kuman, sehingga
tidak terjadi kontaminasi.
20
2.5 Media
Pembiakan adalah proses memperbanyak organisme pada suatu media,
yaitu suatu bahan yang terdiri atas campuran nutrient atau zat makanan yang
dipakai untuk menambahkan mikroorganisme. Sebelum mikroorganisme
ditambahakan pertama harus dipahami kebutuhan dasarnya, kemudian dicari suatu
media yang memberikan hasil yang terbaik. Susunan dan kadar nutrien dalam
suatu media harus seimbang agar pertumbuhan mikroba dapat sebaik mungkin.
Hal ini perlu dikemukakan mengingat banyak senyawa-senyawa yang menjadi
penghambat bagi mikroba kalau kadarnya terlalu tinggi (34). Media alamiah,
misalnya susu skim, tidak menimbulkan masalah di dalam penyiapan sebagai
media hanya semata-mata di tuang kedalam wadah-wadah yang sesuai seperti
tabung reaksi atau labudan di sterilkan sebelum digunakan. Media dalam bentuk
kaldu nutrien atau yang mengandung agar disiapkan dengan cara melarutkan
masing-masing bahan yang dibutuhkan atau lebih mudah lagi dengan cara
menambahakan air pada suatu produk komersial berbentuk medium bubuk yang
sudah mengandung semua nutrien yang di butuhkan. Pada praktisnya semua
media tersebut secara komersial dalam bentuk bubuk, dan juga dalam bentuk siap
pakai di dalam cawan-cawan petri, tabung atau botol.Selain menyediakan nutrient
yang sesuai untuk kultivasi baktri, juga perlu disediakan kondisi fisik yang
memungkinkan pertumbuhan optimum. Bakteri tidak hanya amat berfariasi dalam
persyaratan nutrisinya, tetapi juga menunjukkan respon yang berbeda-beda
terhadap kondisi fisik di dalam lingkungannya(35).
21
NA (Nutrient Agar) merupakan suatu medium yang berbentuk padat, NA
dibuat dari campuran ekstrak daging dan peptone dengan menggunakan agar
sebagai pemadat. Media NA (Nutrient Agar) berdasarkan bahan yang digunakan
termasuk dalam media semi alami, media semi alami merupakan media yang
terdiri dari bahan alami yang di tambahkan dengan senyawa kimia.Berdasarkan
kegunaannya media NA (Nutrient Agar) termasuk kedalam jenis media umum,
karna media ini merupakan sebagian besar bakteri.Berdasarkan bentuknya media
ini berbentuk padat, karna mengandung agar sebagai bahan pemadatnya. Media
padat biasanya digunakan untuk mengamati penampilan atau morfologi koloni
bakteri (36).
22
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimental yang
meliputi pengambilan sampel, pembuatan simplisia, pembuatan ekstrak dan
pengujian antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1 Tempat Penelitian
Tempat penelitian adalah Laboratorium Mikrobiologi Farmasi USU
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan juni-agustus 2019.
3.3 Sampel Penelitian
Sampel penelitian yang digunakan adalah buah terung hijau sebanyak 10
kg, penelitian ini menggunakan bakteri Staphylococcus aureus dan bakteri
Escherichia coliyang ditanamkan dalam nutrient media Mueller Hinton Agar.Pada
penelitian ini, menggunakan sebanyak 3 formula. Ekstrak yang digunakan dalam
penelitian ini adalah ekstrak terung hijau dengan variasi konsentrasi 15%, 30%
dan 45% dengan menggunakan pelarut Etanol 70%. Kontrol negatif dan kontrol
positif digunakan (Amoxicillin).
23
3.4 Alat dan Bahan
3.4.1 Alat
Autoclav, blender (Miyako), oven, obyek glass (Sail Brand), lampu
spiritus, cawan petri (Pyrex), ose steril, mikropipet, incubator, pipet ukur steril,
pipet volume, pipet tetes, batang pengaduk, beker glasss (Pyrex), erlenmeyer
(IWAKI), tabung reaksi (Pyrex), labu takar (Pyrex), gelas ukur (Pyrex), kertas
perkamen, kain flanel, kapas, rak tabung reaksi, dan mikroskop (Olympus
CX21i).
3.4.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian iniadalah ekstrak terung hijau,
suspensi bakteri Staphylococcusaureus dan Escherichia coli, Aquades, Etanol
70%,Media Mueller Hinton Agar (MHA),NaCl 0,9%, serbuk Magnesium, NaOH
2 N, Kloralhidrat, Asam Klorida encer, Asam Klorida Pekat, Air Suling, n-
Heksana, Etanol 96%.
3.5 Tahapan Penelitian
3.5.1 Determinasi Sampel Uji
Determinasi bahan uji dilakukan di Laboratorium Biologi farmasi USU.
3.6 Prosedur Kerja
3.6.1 Metode Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel yang dilakukan dengan cara purposive
samplingyaitu sampel yang dipilih secara khusus berdasarkan tujuan penelitian
24
tanpa membandingkan dengan tumbuhan serupa dengan daerah lain. Sampel yang
digunakan adalah terung hijau terdapat pasar seikambing helvetia medan.
3.6.2 Pembuatan Simplisia
Terung hijau diolah menjadi simplisia melalui tahapan sortasi basah,
pencucian dengan air mengalir, perajangan, pengeringan, penimbangan, sortasi
kering dan diblender. Dari bahan segar terong hijau bersih sebanyak 10 kg,
kemudian dipotong-potong menjadi bagian-bagian kecil kemudian dikeringkan
dilemari pengering pada suhu 40 0C sampai kering (ditandai bila diremas rapuh)
sampel yang telah kering di simpan dalam wadah untuk mencegah pengaruh
lembab dan pengotor lainnya.
3.6.3 Pembuatan Ekstrak Etanol Terung Hijau (Solanum xanthocarpum)
Pembuatan ekstrak terung hijau (Solanum xanthocarpum)diekstrak dengan
metode maserasi menggunakan pelarut Etanol 70%. Sebanyak 500 gram serbuk
simplisia terung hijau (Solanum xanthocarpum)dimasukkan kedalam bejana
kemudian di tambah 3750 ml Etanol, di tutup dan dibiarkan selama 5 hari
terlindungi dari cahaya, dengan pengadukan satu kali sehari. Setelah 5 hari
kemudian disaring menggunakan kertas saring dan didapatkan maserat
pertama.Ampas yang didapatkan di tambahkan 1250 ml Etanol dibiarkan didalam
bejana yang tertutup dan terlindung dari cahaya selam 2 hari kemudian endapan
dipisahkan dan didapat maserat ke-2. Setelah itu hasil maserat pertama dan kedua
di campurkan kemudian diuapkan diatas waterbath dengan temperatur 600C
sampai pelarut menguap sempurna sehingga diperoleh ekstrak kental terung hijau
(Solanum xanthocarpum)(10).
25
3.7 Sterilisasi Alat
Seluruh peralatan yang akan digunakan selama penelitian harus
dibersihkan dengan cara dicuci kemudian dikeringkan lalu dibungkus dengan
kertas kemudian dilakukan sterilisasi didalam oven selam 30 menit dengan suhu
1210C.
3.8 Penetapan kadar air
Penetapan kadar air dilakukan dengan metode azeotropi (destilasi toluena).
Cara penetapan: kedalam labu alas bulat dimasukkan 200 ml toluena dan 2 ml air
suling, didestilasi selama 2 jam. Toluena dibiarkan mendingin selama 30 menit
dan dibaca volume air pada tabung penerima dengan ketelitian 0,05 ml. Kedalam
labu tersebut dimasukkan 5 gram simplisia yang telah ditimbang seksama, lalu
dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2
tetes tiap detik, hingga sebagian air terdestilasi, dinaikkan kecepatan tetesan
hingga 4 tetes tiap detik. Semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas
dengan toluena yang telah jenuh. Destilasi dilanjudkan selam 5 menit kemudian
tabung penerima dibiarkan mendingin sampai suhu kamar, sehingga air dan
toluena memisah sempurna. Volume air dibaca dengan ketelitian 0,05ml selisi
kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam
bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dengan persen.
3.8.1 Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik serbuk simplisia buah terung hijau dengan
mengamati warna,bau,rasa dan bentuk.
26
3.8.2 Pemeriksaan mikroskopik
Serbuk simplisia ditaburkan di atas kaca objek yang telah ditetesi dengan
larutan Kloralhidrat dan tutup dengan kaca penutup, kemudian diamati dibawah
mikroskop.
3.8.3 Penetapan kadar sari larut dalam air
Sebanyak 5 gram serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 10 ml
air-Kloroform (2,5 ml Kloroform dalam Aquadest sampai 1 liter) dengan
menggunakan botol bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama
kemudian dibiarkan selama 18 jam dan disaring. Selama 20 ml fitrat diuapkan
hingga kering dalam cawan yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara.
Risedu dipanaskan dalam oven pada suhu 1050C sampai diperoleh bobot tetap.
Kadar sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan.
3.8.4 Penetapan kadar sari larut dalam Etanol
Sebanyak 5 gram serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml
etanol 95% dengan menggunakan botol bersumbat sambil sekali-kali dikocok
selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam dan disaring. Sebanyak
20 ml fitrat diuapkan hingga hingga kering dalam cawan yang berdasar rata yang
telah dipanaskan dan ditara. Residu dipanaskan dalam oven pada suhu 1050C
sampai diperoleh bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam etanol dihitung
terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara.
3.8.5 Penetapan kadar abu total
Sebanyak 2 gram serbuk simplisia yang telah digerus dan ditimbang
seksama dimasukka dalam krus porselen yang telah dipijar dan ditara. Krus dipijar
27
perlahan-lahan sampai arang habis. Pijaran dilakukan pada suhu 500-6000C selam
3 jam, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar
dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara.
3.8.6 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam
Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dididihkan dengan 25
ml Asam Klorida Encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan, disaring dengan kertas saring, lalu dicuci dengan air panas
kemudian residu kertas saring dipijarkan sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu
yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan
diudara.
3.9 Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia daari serbuk simplisia meliputi pemeriksaan kandungan
zat aktif senyawa Alkaloid, Flavonoid, Saponin, Tanin, Glikosida,
Triterpenoid/Steroid(37).
3.9.1 Pemeriksaan Alkaloid
Di timbang 0,5 gram sampel, di tambahkan 1 ml Asam Klorida 2 N 9 ml
Air Suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, di dinginkan dan
disaring. Fitrat dipakai untuk percobaan berikut:
a. Fitrat sebanyak 3 tetes, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer, akan
terbentuk endapan berwarna putih/kuning.
b. Filtrat sebanyak 3 tetes, lalu ditambah 2 tetes pereaksi Bouchardat, akan
terbentuk endapan berwarna coklat sampai kehitaman.
28
c. Fitrat sebanyak 3 tetes, lalu ditambah 2 tetes pereaksi Dragendorff, akan
terbentuk endapan berwarna coklat atau jingga kecoklatan.
Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan paling sedikit dua
sampi tiga percobaan diatas.
3.9.2 Pemeriksaan Flavonoid
Ditambahkan 10 gram serbuk, pada 10 ml air panas, didihkan selama 5
menit dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1
gram serbuk Magnesium,1 ml Asam Klorida Pekat dan 2 ml Amil Alkohol,
dikocok dan dibiarkan memisah. Flovonoid positif jika terjadi warna merah atau
kuning, atau jingga pada lapisan Amil Alkohol .
3.9.3 Pemeriksaan Tanin
Ditimbang 0,5 gram sampel, disari dengan 10 ml air suling selama 15
menit lalu disaring. Filtrat diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna.
Larutan diambil sebanyak 2 ml dan ditambahkan 1-2 larutan pereaksi Besi (III)
klorida 1%. Setelah itu, amati perubahan warna yang terjadi setelah meneteskan
larutan pereaksi tersebut. Larutan akan terjadi warna biru atau hijau kehitaman
menunjukkan adanya Tanin.
3.9.4 Pemerikasaan Saponin
Dimasukkan 0,5 gram sampel kedalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml
air panas dan disaring. Larutan atau filtratnya diambil masukkan ke dalam tabung
reaksi, kemudian di kocok kuat-kuat selama 10 detik, jika terbentuk buih yang
stabil pada tabung reaksi selama tidak kurang dari 10 menit dengan tinggi buih 1-
29
10 cm serta dengan penambahan beberapa tetes Asam Klorida 2 N buih tidak
hilang menunjukkan adanya Saponin.
3.9.5 Pemeriksaan Glikosida
Ditimbang 3 gram sampel, disari dengan 30 ml campuran dari Etanol 96%
dan ditambahkan Asam Klorida 2N hingga pH larutan 2, direfluks selama 10
menit, dinginkan dan di saring. Diambil 20 ml fitrat, kemudian ditambahkan 25
ml air suling dan 25 ml Timbal (II) Asetat 0,4 M dikocok dan di diamkan selama
5 menit lalu disaring. Fitrat diekstraksi dengan 20 ml campuran Klorofom dan
Isopropanol 3:2, ini dilakukan sebanyak 3 kali. Kumpulan sari air di uapkan pada
temperatur tidak lebih dari 50 0C, sisanya dilarutkan dalam 2 ml Etanol. Larutan
ini digunakan untuk percobaan berikut: larutan sisa di masukkan kedalam tabung
reaksi, di uapkan diatas penangas air, sisanya ditambah 2 ml air dan 5 tetes
pereaksi Molisch kemudian ditambah 2 ml Asam Sulfat pekat melalui dinding
tabung. Cincin ungu akan terbentuk menunjukkan adanya gula.
3.9.6 Pemeriksaan Triterpenoid/steroid
Direndam 1 gram sampel dengan 20 ml n-heksana selama 2 jam lalu
disaring, fitrat diuapkan dalam cawan penguap. Sisanya ditambahkan pereaksi
Liebermann-Burchard (LB), munculnya warna merah ungu atau hijau biru
menunjukkan adanya Triterpenoid/Steroid.
3.10 Pembuatan Media MHA (Mueller Hinton Agar)
Media ini dibuat dengan cara 38 gram MHA disuspensikan dengan 1 liter
Aquades. Larutan tersebut kemudian dipanaskan di atas hot plate dan diaduk
30
dengan magnetic stirrer hingga homogen.Media disterilisasi dengan autoklaf pada
suhu 1210C selama 15 menit. Kemudian di tuang kedalam cawan petri masing-
masing 10 ml, media dibiarkan memadat (39).
3.11 Uji Aktivitas Antibakteri
Pengujian aktifitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi. Di
siapakan cawan petri yangtelah disterilkan pada autoclav, kemudian 1 ml suspensi
bakteri uji. Tuangkan 20 cc MHA cair yang telah disterilkan pada autoklav, dan
homogenkan lalu didiamkan hingga agar mengeras,kemudian diambil 4 buah
kertas cakram mengunakan pinset yang sebelumnya dipanaskan diatas api bunsen,
dicelupkan masing-masing kertas cakram kedalam ekstrak yang telah ditentukan
kosentrasi yaitu, 15%, 30%, 45%, dan kotrol positif. Masukkan pada media MHA
didalam cawan petri dan sedikit ditekan, lalu masukkan disk Amoxicillin sebagai
kontrol positif, kemudian cawan petri dibalikkan dan dibungkus dengan kertas
kemudian di inkubasi dengan suhu 37% selama 18-24 jam setelah itu diukur zona
hambat yang terjadi disekitar cakram menggunakan jangka sorong lalu di tandai
dengan zona bening di sekitar cakram. Dilakukan percobaan selama 5 kali (10).
31
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan
Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Hebarium Medanese
(MEDA) Universitas Sumatra Utara menyatakan bahwa tumbuhan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah terung hijau Family Rutaceae.
4.1.1 Pembuatan Simplisia dan Ekstrak Terung Hijau
Setelah pengambilan terung hijau sebanyak 10 kg, kemudian terung hijau
disortasi basah dengan air mengalir dan memisahkan kotoran-kotoran atau bahan
asing lainnya kemudian diiris dengan tipis lalu dilakukan perajangan kemudian
dikeringkan dilemari pengering sampai terung hijau mengering dengan sempurna.
Kemudian terung hijau yang sudah kering disortasi kering lagi untuk memisahkan
benda-benda asing seperti bagian-bagian kotoran lain yang masih tertinggal pada
simplisia kering. Lalu simplisia di blender hingga menghasilkan serbuk
halus.Serbuk simplisia diambil sebanyak 500 gram kemudian dilarutkan dengan
menggunakan pelarut Etanol 70% sebanyak 5 liter dengan perhitungan 1:10.
Serbuk terung hijau direndam dengan Etanol 70% sebnayak 3,75 liter selama 5
hari dan diaduk satu kali sehari, setelah 5 hari disaring dengan menggunakan
kertas saring untuk mengambil maserat pertama dan ampas maserat pertam
dilarutkan lagi dengan Etanol 70% sebanyak 1,25 liter di diamkan selama 2 hari,
sesudah sampai dua hari disaring lagi dengan menggunakan kertas saring untuk
mendapat hasil maserat ke dua, maserat pertama dan kedua disatukan.Setelah
mendapat hasil maserasi ekstrak terung hijau kemudian di
32
rotaryevapulatordengan suhu 400C, lalu dipekatkan dengan menggunakan
penangas air hingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak kental yang diperoleh 114
gram. Pembuatan simplisia dan ekstrak terung hijau dap di liha pada.Lampiran 2.
4.1.2 Hasil Karakteristik Simplisia
a. Pemeriksaan makroskopik
Hasil pemeriksaan simplisia terung hijau yaitu berwarna kuning
kecoklatan, aroma khas terung, tidak berasa.
b. Pemeriksaan mikroskopik
Uji mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia terung hijau yang
dilakukan dibawah mikroskop. Serbuk ditambahkan floroglusinol sehingga
menghasilkan warna merah. Sehingga terlihat jaringan sklerenkim dan
sclereid atau sel batu. Hasil pemeriksaan mikroskopik dapat dilihat
pada.Lampiran 3.
Tabel 4.1.Hasil karakteristik serbuk simplisia terung hijau
No Parameter Hasil
1 Kadar Abu Total 5,90%
2 Kadar Abu Tidak Larut Asam 1,8%
3 Kadar Air 6,64%
4 Kadar Sari Larut Air 38,66%
5 Kadar Sari Larut Etanol 25,33%
Hasil identifikasi karakteristik simplisia dapat dilihat pada Lampiran 5.
33
1. Hasil Sikrining Fitokimia
Tabel 4.2. Hasil Skrining Fitokimia
No Pemeriksaan Hasil
1 Alkaloid +
2 Flavonoid +
3 Saponin +
4 Tanin +
5 Glikosida +
6 Triterpenoid/Steroid _
Keterangan: (+) Positif = Mengandung golongan senyawa
(-) Negatif = Tidak mengandung golongan senyawa.
Tabel 4.2 menunjukkan serbuk simplisia buah terung hijau mengandung
senyawa metabolit sekunder yaitu Alkaloid, Flavonid, Tanin, Glikosida.
Lampiran 6.
2. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Terung Hijau pada
Bakteri Staphylococcus aureus dan Escerichia coli.
Berdasarkan daya hambat ekstrak terung hijau terhadap zona pertumbuhan
bakteri Staphylococcus aureus dapat dilihat di tabel berikut :
Tabel 4.3 Daya hambat ekstrak terung hijau terhadap zona Pertumbuhan
bakteri Staphylococcus aureusdanEscherichia coli
No Konsentrasi % Staphylococcus aureus Escherichia coli
1 45% 12,5 mm 14,7 mm
2 30% 11,9 mm 13,5 mm
3 15% 10,13 mm 10,35 mm
4 Kontrol (+) 23,6 mm 24,6 mm
5 Kontrol (-) - -
Keterangan :
A : Ekstrak terung hijau (45%)
B : Ekstrak terung hijau (30%)
C : Ekstrak terung hijau (15%)
34
D : Amoxicillin
Berdasarkan hasil pengujian pada tabel 4.3. Menunjukkan bahwah ekstrak
etanol terung hijau memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus
aureus dan Eschericia coli. Lampiran 7.
4.2. Pembahasan
4.2.1 Pembahasan Ekstrak Buah Terung Hijau
Dari hasil ekstraksi sebanyak 500 gram serbuk simplisia buah terung hijau
(Solanum xanthocarpum)diperoleh ekstrak kental Etanol buah terung hijau
sebnayak 114 gram. Dengan rendemen 22,8%.
4.2.2. Pembahasan Karakteristik Simplisia
Hasil karakteristik serbuk simplisia meliputi penetapan kadar air,
penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu tidak larut asam, penetapan susut
pengeringan serta mengetahui batasan maksimal aatau rntang tentang besarnya
kandungan air dalam bahan. Hal ini terkait dengan kemurnian dan adanya
kontaminasi dalam simplisia tersebut. Simplisia dinilai cukup aman bila
mempunyai kadar air kurang dari 10%. Berdasarkan pengujian yang dilakukan
maka diperoleh hasil kadar air ekstrak Etanol terung hijau sebanyak 6,64%. Hasil
ini telah sesuai dengan persyaratan kadar air dimana kadar air tidak lebih dari
10%. Semakin tinggi kadar air maka akan lebih mudah ditumbuhi jamur sehingga
dapat menurunkan aktivitas biologis simplisia dalam masa penyimpanan(39).
Penetapan kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam simplisia terung
hijau di peroleh kadar abu total 5,90% telah memenuhi standar buku MMI 8%.
Kadar abu tidak larut Asam 1,8% juga memenuhi standar 2% tidak lebih dari
35
syarat tersebut. Pemerikasaan kadar abu dan kadar abu tidak larut asam
mengunakan prinsip pemanasan bahan pada temperatur di mana senyawa
ornganik dan turunannya derdestruksi dan menguap. Sehinnga tinggal unsur
mineral dan organik, tujuan penentuan kadar abu untuk menggambarkan jumlah
kandungan logam dalam ekstrak. Sedangkan abu tidak larut asam menunjukkan
adnya silikat (Depkes RI,2000) (40).
Penetapan kadar air untuk mengetahui besarnya kandungan air pada buah
terung hijau. Kandungan air yang berlebihan pada bahan akan mempercepat
pertumbuhan mikroba dan juga dapat mempermudah terjadinya hidrolisa terhadap
kandungan kimianya sehingga dapat mengakibatkan penurunan mutu sampel.
Oleh karena itu batas kandungan air menurut buku MMI adalah tidak lebi 10%.
Pada pengujian kadar air serbuk simplisia terung hijau dengan hasil 6,64% hal ini
telah sesuai standar buku MMI. Penetapan kadar sari larut air untuk mengetahui
jumlah senyawa yang dapat tersari dengan air dari suatu simplisia. Dari hasil
pengujian kadar sari larut air sebesar 38,66%. Sedangkan kadar sari larut etanol
untuk mengetahui jumlah senyawa yang tersari pada etanol dari hasil pengujian
kadar sari larut etanol adalah 25,33%. Dalam kedua penetapan pengujian ini lebih
besar kadar sari larut air dari pada kadar sari larut etanol. Standar kadar sari larut
etanol dalm buku MMI adalah 26% (39).
4.2.3 Pembahasan Sikrining Fitokimia
Sikrining fitokimia untuk memberikan gambaran tentang golongan
senyawa yang terkandung dalam terung hijau. Yang diperoleh dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa serbuk simplisia buah terung hijau mengandung senyawa-
36
senyawa seperti Alkaloid, Flavonoid, Tani, dan Saponin, yang diduga mempunyai
daya hambat aktivitas antibakteri(41).
Flavonoid merupakan senyawa golongan Fenol yang bersifat polar.
Flavonoid dapat berperan sebagai antimikroba karna dengan mudah menembus
lapisan peptidoglikan yang juga bersifat polar. Flavonoid efektif dalam
menghambat pertumbuhan bakteri gram positif. Tanin merupakan suatu senyawa
Fenol yang memiliki berat molekul besar yang terdiri dari gugus hidroksin yang
berkaitan dengan gugus seperti karboksil untuk membentuk kompleks yang kuat
dengan protein dan beberapa makromolekul. Tanin dapat disebut antimikroba
karna kemampuannya dalam merusak dinding sel dengan meracuni polipeptida
dinding sel yang menyebabkan terjadinya tekanan osmotik dan fisik sel mikroba
menghambat sintesis asam nukleat sehingga sel mikroba tidak terbentuk. Alkaloid
merupakan senyawa basa yang mengandung stu atau lebih atom nitrogen,
umumnya adalah asam amino. Alkaloid disebut senyawa antimikroba karna dapat
menghambat sintesis dinding sel, mengubah permeabilitas membran melalui
transpor aktifn dan menghambat sintesis aktif. Saponin merupakan senyawa aktif
permukaan dan bersifat seperti sabun, serta mempunyai kemampuan membentuk
busa dan menghemolisis sel darah. Saponin disebut senyawa antimikroba karna
dapat membuat dinding sel rusak dan menyebabkan sel menjadi lisis (42).
4.2.4 Pembahasan Pengujian Bakteri
Pengujian antibakteri yang dilakukan dengan metode defusi cakram.
Aktivitas antibakteri ditentukan dengan mengukur zona hambat yang terbentuk
disekitar cakram yaitu berupa daerah bening yang tidak ditumbuhi bakteri media.
37
Ekstrak etanol terung hijau yang digunakan sebagai sampel pengujian aktivitas
antibakteri bakteri Staphylococcusaureus dan Escherichia coli. Dengan memiliki
konsentrasi masing-masing yaitu 15%, 30%, dan 45%. Kontrol positif yang
digunakan Amoxicillin dan kontrol negatif DMSO. DMSO merupakan salah satu
pelarut yang dapat melarutkan hampir semua senyawa baik polar maupun non-
polar. Perbedaan konsentrasi dibuat untuk mengetahui tingkat efektifitas
menghambat pertumbuhan bakteri(43).
Untuk menilai kekuatan zona hambat bakteri dikategorikan. Menurut
Davis dan Stout (1971).dapat dilihat pada tabel 4.4
Tabel 4.4 Kategori Zona Hambat Bakteri
Zona Hambat Bakteri Kategori
≥ 20 mm Sangat kuat
10-20 mm Kuat
5-10 mm Sedang
≤ 5 mm Lemah
Hasil pengujian bakteri dari ekstrak etanol terung hijau dengan konsentrasi
yang berbeda yaitu 15%, 35%, dan 45%. Pada pengujian zona hambat pada
bakteri Staphylococcus aureus dengan hasil rata-rata pada konsentrasi yang
berbeda yaitu 15% (10,13 mm), 30% (11,9 mm), dan 40% (12,5 mm). Hal ini
dikarenkan semakin tinggi konsetrasi semakin banyak kandungan aktif
antibakterinya. Masing-masing konsentrasi memiliki respon hambatan aktivita
antibakteri dan hambatan yang paling kuat dalam penelitian ini adalah konsentrasi
45% dengan zona hambat 12,5 mm.
38
Hasil pengujian bakteri Eschericia colidengan ekstrak Etanol terung hijau dan
memiliki konsentrasi yang berbeda yaitu 15%, 30%, dan 40%. Diameter zona
hambat rata-rata yang terbentuk di sekitar kertas cakram hasil zona hambat bakteri
pada konsentrasi 15% (10,35 mm), 35% (13,5 mm) dan 40% (14,7 mm).
Berdasarkan hasil pengujian ke dua bakteri baik bakteri Staphylococcus
aureus dan bakteri Eschericia coli pada ekstrak etanol terung hijau dapat di
kategorikan berdasarkan tabel di atas bahwa ektrak etanol terung hijau memiliki
zona hambat bakteri yang kuat pada konsentrasi 45%
39
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Hasil penelitian yang dilakukan terhadap terung hijau (Solanum
xanthocarpum) adalah :.
1. Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia terung hijau di peroleh
Kadar Air 6,64%, Kadar Sari Larut Air 38,66%, Kadar Sari Larut Etanol
25,33%, Kadar Abu Total 5,90%,Kadar Abu Tidak Larut Asam 1,8%.
2. Hasil pemeriksaan hasil sikrining fitokimia serbuk simplisia terung hijau
menunjukkan adanya kandungan senyawa kimia seperti Alkaloid,
Flavonaid, Tanin, Saponin dan Glikosida.
3. Hasil uji antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak etanol terung hijau
mempunyai aktivitas terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli. Kosentrasi hambat minimum (KHM) ekstrak etanol
terung hijau terhadap bakteri Staphylococcus aureuspada kosentrasi yang
paling besar yaitu 45% memiliki diameter zona hambat 12,5 mm dan
terhadap bakteri Escherichia coli pada kosentrasi yang sama 45%
memiliki diameter zona hambat 14,7 mm.
52. Saran
Diharapkan kepada peneliti selanjudnya dapat melakukan fraksi Etil
Asetat dan fraksi n-Heksan pada serbuk simplisia terung hijau.
40
DAFTAR PUSTAKA
1. Alviana N. Uji Efektivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Krisan
(Chrysanthemum morifolium Syn. Dendrathema grandiflora) terhadap
Staphylococus aureus dan Escherichia coli. 2016;
2. Ernawati. Pengaruh Media Tanaman dan Dosis Pupuk Pertumbuhan dan
Hasil tanaman Terung (Solanum melongena L). 2013.
3. Budi LS, Pratamaningtyas S. Evaluasi Keragaman dan Potensi Genetik 7
Genotipa Terung (Solanum melongena L). 2016;10.
4. Edi S, Bobihoe J. Dudidaya Tanaman Sayuran. 2010.
5. Rahman ZA, Zainuddin B, Lapanjang I. Pembentukan Buah Terung
(Solanum melongena L.) Partenokarpi Melalui melalui Aplikasi Berbagai
Kosentrasi Giberelin. 2015;
6. Agusta Andria, Yulita Kusumadewi S. Jurnal Ilmu-ilmu Hayati.
2016;15(3).
7. Jumini dan MA. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Terung Akibat
Pemberian Pupuk Daun Gandasil dan Zat Pengatur Tumbuhan Harmonik.
2009;73–80.
8. Utama P, Saylendra A, Gunawar, Rudi G. Pengaruh Dosis Pupuk Hayati
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Terung Ungu (Solanum
melongena L). 2015;
9. Muldiana S, Rosdiana D. Respon Tanaman Terung (Solanum melongen L)
terhadap Interval Pemberian Pupuk Organik Cair dengan Interval Waktu
yang Berbeda. 2017;(December 2016):155–62.
10. Purnamasari D, Vifta RL, Susilo J. Uji Daya Hambat Ekstrak Etanol Kulit
Buah Terong Ungu ( Solanum melongena L .) Terhadap Staphylococcus
aureus dan Escherichia coli Penyakit infeksi merupakan salah.
2018;3(1):1–6.
11. Sari R, Muhani M, Fajriaty I. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol
Daun Gaharu (Aquilaria microcarpa Baill.) terhadap Bakteri
Staphylococcus aureus dan Proteus mirabilis. Pharm Sci Res.
2017;4(3):143–54.
12. Septiani, Dewi EN, Wijayanti I. Aktifitas Antibakteri Ekstrak Lamun
(Cymodocea rotundata) terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli. SAINTEK Perikan Indones J Fish Sci Technol.
2017;13(1):1–6.
41
13. Sartika R, Melki, Purwiyanto AIS. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Rumput
Laut Eucheuma Cottoni terhadap Bakteri Escherichia coli, Staphylococcus
aureus, Vibrio cholera dan Salmonella typhosa. Maspari J. 2013;5(2):98–
103.
14. Kurniawati E. Daya Antibakteri Ekstrak Etanol Tunas Bambu Apus
terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus secara In
Vitro. J Wiyata. 2015;2(2):193–9.
15. Misna, Diana K. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Bawang Merah (
Allium cepa L .) terhadap Bakteri Staphylococcus aureus. Galenika.
2016;3(March):138–44.
16. Safei M, Rahmi A, Jannah N. Pengaruh Jenis dan Dosis Pupuk Organik
terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Terung (Solanum melongena
L.) Varietas Mustang F-1. J AGRIFOR. 2014;XIII(1):59–66.
17. Hadi B Al. Pengaruh Jarak Tanaman Mulsa Organik terhadap Pertumbuhan
dan Hasil Tanaman Terung (Solanum melongena L.). 2018;
18. Putri, Eva O. Respon Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Terung (Solanum
melongena L.) terhadap Pemberian Pemberian Pupuk Kandang dan Pupuk
Multi Kalium Fosfat pada Tanah Berpasir. 2015.
19. Nuraini, Dini N. Aneka Manfaat Kulit Buah dan Sayuran. 2011.
20. Dayati E. Pengujian Pupuk Organik Limbah Cangkang Telur Ayam Ras
pada Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Terung Ungu (Solanum
melongena L.). 2017.
21. Marviana, Devinta D, Utami, Listiatie B. Respon Pertumbuhan Tanaman
(Solanum Melongena L.) terhadap Pemberian Kompos Berbahaya Dasar
Tongkol Jagung dan kotoran kambing sebagai Materi Pembelajaran Biologi
Versi Kurikulum 2013. 2014;
22. Maya. Herbal Ajaib Terung. 2016. 41 p.
23. Manurung J. Buku Ajar Mikrobiologi. 2018.
24. Saadah, Farida P. Analisis bakteri Coliform dalam Es Batu dari Berbagai
Kantin di Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung. 2017.
25. Mardella, Eka A. Bakteriologi 2 Buku Analisis Kesehatan. 2017. p. 11.
26. Djamil, Muhammad I. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun
Sukun (Artocarpus altilis) terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus
secara In Vitro. 20AD.
27. Febrianasari F. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Kirinyu
(Choromolaena odorata) terhadap Staphylococcus aureus. 2018.
42
28. Elfidasari D, Saraswati, Anita M, Nufadianti G, Samiah R, Setiowati V.
Perbandingan Kualitas Es di Lingkungan Universitas Al Azhar Indonesia
dengan Restoran Fast Food di Daerah Senayan dengan Indikator Jumlah
Escherichia coli Terlarut. 2011;(1):18–23.
29. Sutiknowati , Lies I. Bioindikator Pencemar, Bakteri Escherichia coli.
2016;63–71.
30. Fitrihayani F. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Limbah Kulit
Pisang (Musa acuminate x Musa balbisiana cv Candi) terhadap Bakteri
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. 2017.
31. Prasetiyo, Arif W. Ekstraksi Oleoresin Jahe ( Zingiber officinale , Rosc .)
dengan Metode Ekkstraksi Sokletasi ( Kajian Rasio Bahan dengan Pelarut
dan Jumlah Sirkulasi Ekstraksi yang Paling Efisien ). 2015;(August).
32. Mukhriani. Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa Aktif.
2014;
33. Hasyimi DHM. Mikrobiologi dan Parasitologi untuk Mahasiswa
Keperawatan. 2010. 68 p.
34. Mulyati, Endah S. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etil Asetat Daun
Ceramai (Phyllanthus acidus L.) terhadap Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli dan Bioautografinya. 2009.
35. Jr., Mikhael, Palczar J, Chan, E, S C. Dasar-Dasar Mikrobiologi I. 2013.
136 p.
36. Rossita, Aqmarin S, Munandar K, Komarayanti S. Komparasi Media Na
Pabrikan dengan Na Modifikasi untuk Media Pertumbuhan Bakteri.
2015;(1):192–201.
37. Silababan, Lowysa W. Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antibakteri
dari Kulit Buah Sentul (Sandiricum Koetjape (Burm.f.) Merr) terhadap
Beberapa Bakteri Secara in Vitro. 2009;
38. Pratiwi, Arini E. Isolasi Seleksi dan Uji Aktivitas Antibakteri Mikroba
Endofit dari Daun Tanaman Garcinia benthami Pierre terhadap
Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, Shigella
dysenteriae, dan Salmonella typhimurium. 2015.
39. Handayani, selpida Wirasutisna, Komar, Ruslan Insanu M. Penapisan
Fitokimia dan Karakterisasi Simplisia Daun Jambu Mawar (Syzygium
jambos Alston). 2017;5(3).
40. Marpaung, Mauritz, Pandapotan Ahwizar, Alwi Wulandari W.
Karakteristik dan Sikrining Fitokimia Ekstrak Kering Akar Kuning
(Fibraurea chloroleuca Miers). 2017;
43
41. G, N, W, Astariana K, W, Astuti K, N W. Skrining Fitokimia Ekstrak
Metanol Rimpang Bangle (Zingiber Purpureum Roxb.). 2012;(2009).
42. Wahyudi. Kajian Daya Hambat Ekstrak Campuran Daun Waru (Hibiscus
tiliaceus L) dan Daun Jati (Tectona grandis) sebagai Antimikroba Alami
dalam Menurunkan Cemaran Eschericia coli pada Daging Ayam (Gallus
domesticus). 2019;
43. Suryani N, Nurjanah D, Indriatmoko D. Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Batang Kecombrang ( Etlingera elatior ( Jack ) R . M . Sm .) terhadap
Bakteri Plak Gigi Streptococcus muntans. 2019;(1).
44
Lampiran 1. Perhitungan Rendemen Ekstrak Etanol Terung Hijau
(Solanum xanthocarpum)
Persen(%) Rendemen simplisia
% Rendemen=
x 100%
% Randemen =
x 100%
= 0,08%
Persen(%) Rendemen Ekstrak kental
% Rendemen=
x 100%
% Rendemen=
x 100%
= 22,8%
45
Lampiran 2.Perhitungan Konsentrasi Ekstrak Etanol Terung Hijau
Untuk membuat kosentrasi yang diperlukan dapat digunakan rumus
V1 M1 = V2 M2
Keterangan
V1= Volume larutan yang akan di encerkan (ml)
M1 = Konsentrasi ekstrak yang tersedia (%)
V2 = Volume larutan (DMSO) yang diinginkan (ml)
M2 = Konsentrasi yang akan dibuat (%)
45% = V1. M1 = V2. M2
V1.100 = 2.45
V1 = 90/100
V1 = 0,9 ml
30% = V1.M1 = V2. M2
V1.100 = 2.30
V1 = 60/100
V1= 0,6 ml
15% = V1.M1= V2.M2
V1.100= 2.15
V1 = 30/100
V1 = 0,3 ml
46
Lampiran 3. PembuatanRendemen dan Ekstrak Etanol Terung Hijau
Gambar 1. Buah Terung Gambar 2. Pengeringan simplisia
Gambar 3. Hasil Pengeringan Gambar 4. Serbuk Simplisia
Gambar 5. Maserasi Semplisia Gambar 6. Hasil Maserasi
Gambar 7. Ekstrak Kental.
47
Lampiran 4. Hasil Uji Mikroskopik Karakteristik Sampel Terung Hijau
(Solanum xanthocarpum)
48
Lampiran 5.Hasil Karakteristik Buah Terung Hijau (Solanum
xanthocarpum)
Gambar 8. Proses Karakteristik Sampel
49
Lampiran 6.Hasil Skrining FitoKimia Buah terung Hijau
Identifikasi Alkaloid
Identifikasi Saponin Identifikasi Tanin Identifikasi Glikosida
I
Identifiksasi Steroid
50
Lampiran 7. Hasil Pengujian Bakteri Staphylococcus aureusEkstrak Etanol
Terung Hijau
51
Lanujitan Lampiran 7.
52
Lampiraan 8.Hasil Bakteri Esscherichia coli Ekstrak Etanol Terung Hijau
53
Lanjutan Lampiran 8.
54
Lampiran 9. Pengajuan Judul
55
Lampiran 10. Permohonan Izin Penelitian
56
Lampiran 11. Identifikasi/Determinasi Tumbuhan
57
Lampiran 12. Izin Pemakaian Fasilitas Laboratorium
58
Lampiran 13. Hasil Identifikasi
59
Lampiran 14. Lembar Persetujuan Perbaikan (Revisi)
60
Lampiran 15. Lembar Persetujuan Perbaikan (Revisi) Skripsi
61
Lampiran 16. Lembar Bimbingan Pembimbing 1
62
Lampiran 17. Lembar Bimbingan Pembimbing 2