MAKALAH Manajemen Arman

118
MAKALAH PERAN LEADERSHIP DALAM MEWUJUDKAN PERUBAHAN PERPUSTAKAAN KEARAH YANG LEBIH BAIK YANG DISUSUN O L E H NAMA : HARMAN HARIAWAN NIM : 21304A0038 D3 ADM PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

description

Manajemen

Transcript of MAKALAH Manajemen Arman

MAKALAH PERAN LEADERSHIP DALAM MEWUJUDKAN PERUBAHAN PERPUSTAKAAN KEARAH YANG LEBIH BAIK

YANG DISUSUN OLEHNAMA : HARMAN HARIAWAN NIM : 21304A0038

D3 ADM PERPUSTAKAANFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM

KATA PENGANTARPuji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kita kesehatan sampai saat ini, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Saya berterima kasih kepada Bapak Dosen yang telah memberikan dukungan kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya membuat makalah ini bertujuan untuk melihat bagaimana pentingnya peran kepemimpinan dalam mewujudkan perubahan kearah yang lebih baik.Selaku manusia biasa yang tidak pernah luput dari kesalahan, Saya menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan kekeliruan yang tidak disengaja. Oleh karena itu saya membutuhkan kritik dan saran teman-teman untuk menyempurnakan makalah ini dan makalah-makalah selanjutnya. saya berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya dibidang pendidikan ilmu perpustakaan.

DAFTAR ISI

Kata Pengantar iDaftar Isi ii

Bab IPendahuluan1 A. Latar Belakang1 B. Permasalahan2

Bab IIPembahasan4 A.Tinjauan pustaka4 B.Pembahasan4

Bab IIIPenutup6 A. Kesimpulan6 B. Saran6

Daftar Pustaka7

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Kepemimpinan merupakan suatu topik bahasan yang klasik, namun tetap sangat menarik untuk diteliti karena sangat menentukan berlangsungnya suatu organisasi. Kepemimpinan itu esensinya adalah pertanggungjawaban. Masalah kepemimpinan masih sangat baik untuk diteliti karena tiada habisnya untuk dibahas di sepanjang peradaban umat manusia. Terlebih pada zaman sekarang ini yang semakin buruk saja moral dan mentalnya. Ibaratnya, semakin sulit mencari pemimpin yang baik (good leader). Pemimpin yang baik sebenarnya pemimpin yang mau berkorban dan peduli untuk orang lain serta bersifat melayani. Tetapi, kenyataannya berbeda. Bila kita lihat sekarang para pemimpin kita, dari lapisan bawah sampai lapisan tertinggi, dari pusat hingga ke daerah-daerah. Banyak pemimpin yang hadir dengan tanpa mencerminkan sosok pemimpin yang seharusnya, malah terlihat adanya pemimpin-pemimpin yang jauh dari harapan rakyat, tidak peduli dengan nasib rakyat bawah, dan hampir tidak pernah berpikir untuk melayani masyarakat. Karena kepemimpinan mereka lebih dilandasi pada keinginan pribadi dan lebih mengutamakan kepentingan kelompok. Gaya kepemimpinan diartikan sebagai perilaku atau cara yang dipilih dan dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap, dan perilaku organisasinya (Nawawi, 2003:113). Gaya kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerjasama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi (Malayu, 2000:167). Bentuk kepemimpinan yang diyakini dapat mengimbangi pola pikir dan refleksi paradigma-paradigma baru dalam arus globalisasi dirumuskan sebagai kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan transaksional. Kepemimpinan transformasional digambarkan sebagai kepemimpinan yang membangkitkan atau memotivasi pegawai untuk dapat berkembang dan mencapai kinerja atau tingkat yang lebih tinggi lagi sehingga mampu mencapai lebih dari yang mereka perkirakan sebelumnya. Sedangkan kepemimpinan transaksional digambarkan sebagai kepemimpinan yang memberikan penjelasan tentang apa yang menjadi tanggung jawab atau tugas bawahan dan imbalan yang mereka dapatkan jika mencapai standar tertentu. Dari survey awal, penulis menemukan bahwa Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan belum termasuk pemimpin yang baik (good leader). Hal ini tercermin dari sikap bawahannya yang terlihat santai dan cenderung enggan melayani. Hal ini mencerminkan gaya kepemimpinan yang diterapkan kepala BPKP perwakilan provinsi Sulawesi Selatan belum efektif karena belum bisa memotivasi bawahannya untuk mencapai kinerja terbaiknya. Apalagi melihat tugas penting dari BPKP yang melakukan pengawasan, maka pemimpin dan gaya kepemimpinannya harus berkembang seiring dengan perkembangan paradigma baru dalam arus globalisasi agar tidak menjadi pemimpin yang ketinggalan jaman. Melihat betapa pentingnya peran dari seorang pemimpin, maka seorang pemimpin harus berkembang dalam hal gaya kepemimpinannya agar dapat memimpin bawahannya dengan baik sehingga tujuan organisasi dapat dicapai secara efektif dan efisien.B. Rumusan Masalah konsep leadership yang bagaimana yang cocok dan dapat membawa perpustakaan pada perubahan? Sehubungan dengan permasalahan tersebut saya berupaya memberikan solusi yang berlandaskan pada teori dan konsep leadership yang dapat membawa perpustakaan pada perubahan. khususnya dalam implementasi teknologi informasi pada perpustakaan yang akan dibahas berikut ini.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Kepemimpinan Masalah kepemimpinan telah muncul bersamaan dengan dimulainya sejarah manusia, yaitu sejak manusia menyadari pentingnya hidup berkelompok untuk mencapai tujuan bersama. Mereka membutuhkan seseorang atau beberapa orang yang mempunyai kelebihan-kelebihan daripada yang lain, terlepas dalam bentuk apa kelompok manusia tersebut dibentuk. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena manusia selalu mempunyai keterbatasan dan kelebihan-kelebihan tertentu. Kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang kompleks dimana seorang pemimpin mempengaruhi bawahannya dalam melaksanakan dan mencapai visi, misi, dan tugas, atau objektif-objektif yang dengan itu membawa organisasi menjadi lebih maju dan bersatu. Seorang pemimpin itu melakukan proses ini dengan mengaplikasikan sifat-sifat kepemimpinan dirinya yaitu kepercayaan, nilai, etika, perwatakan, pengetahuan, dan kemahiran-kemahiran yang dimilikinya. Seseorang hanya akan menjadi seorang pemimpin yang efektif apabila secara genetika memiliki bakat-bakat kepemimpinan, kemudian bakat-bakat tersebut dipupuk dan dikembangkan melalui kesempatan untuk menduduki jabatan kepemimpinan serta ditopang oleh pengetahuan teoritikal yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan, baik yang bersifat umum maupun yangmenyangkut teori kepemimpinan.B. Pengertian PemimpinSecara etimologi pemimpin berasal dari kata dasar pimpin (lead) berarti bimbing atau tuntun, dengan begitu didalamnya terdapat dua pihak yaitu yang dipimpin (rakyat) dan yang memimpin (imam). Setelah ditambah awalan pe menjadi pemimpin (leader) berarti orang yang mempengaruhi pihak lain melalui proses kewibawaan komunikasi sehingga orang lain tersebut bertindak sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu. Pemimpin adalah seorang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi individu dan kelompok untuk dapat bekerjasama mencapai tujuan yang telah ditentukan. Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan khususnya kecakapan dan kelebihan di satu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan. Jadi, pemimpin itu ialah seorang yang memiliki satu atau beberapa kelebihan sebagai bakat yang dibawa sejak lahir dan merupakan kebutuhan dari satu situasi zaman, sehingga dia mempunyai kekuasaan dan kewibawaan untuk mengarahkan dan membimbing bawahan. Hendry Pratt Fairchild dalam Kartini Kartono (2010:38-39) mengemukakan bahwa pemimpin dalam pengertian yang luas adalah seseorang yang memimpin dengan jalan memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur, menunjukkan, mengorganisir atau mengontrol usaha/upaya orang lain atau melalui prestise, kekuasaan atau posisi. Sedangkan dalam pengertian yang terbatas pemimpin ialah seseorang yang membimbing, memimpin dengan bantuan kualitas-kualitas persuasifnya dan akseptansi/penerimaan secara sukarela oleh para pengikutnya. John Gage Allee menyatakan Leader... a guide, a conductor, a commander (pemimpin itu ialah pemandu, penunjuk, penuntun, komandan). Pemimpin yang efektif dalam menerapkan gaya tertentu dalam kepemimpinannya terlebih dahulu harus memahami siapa bawahan yang dipimpinnya, mengerti kekuatan dan kelemahan bawahannya, dan mengerti bagaimana cara memanfaatkan kekuatan bawahan untuk mengimbangi kelemahan yang mereka miliki. Istilah gaya adalah cara yang dipergunakan pimpinan dalam mempengaruhi para pengikutnya (Miftah Thoha, 2007:27). Selanjutnya Sudriamunawar (Harbani, 2008:3) mengemukakan bahwa Pemimpin adalah seseorang yang memiliki kecakapan tertentu yang dapat mempengaruhi para pengikutnya untuk melakukan kerja sama ke arah pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Mifta Thoha dalam bukunya perilaku organisasi (1983:255) mengemukakan pemimpin adalah seseorang yang memiliki kemampuan memimpin, artinya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang lain atau kelompok tanpa mengindahkan bentuk alasannya. Kartini Kartono (1994:33) mengemukakan pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan khususnya kecakapan dan kelebihan disatu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan. Henry Pratt Fairchild dalam Kartini Kartono (1994:33), pemimpin dalam pengertian ialah seorang yang dengan jelas memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur, mengarahkan, mengorganisir atau mengontrol usaha/upaya orang lain atau melalui prestise, kekuasaan dan posisi. Dalam pengertian 7 terbatas, pemimpin ialah seorang yang membimbing, memimpin dengan bantuan kualitas-kualitas persuasifnya dan penerimaan secara sukarela oleh para pengikutnya Dahulu orang menyatakan bahwa kepemimpinan yang dimiliki oleh seorang pemimpin itu merupakan bawaan psikologis yang dibawa sejak lahir, khusus ada pada dirinya dan tidak dipunyai oleh orang lain sehingga disebut sebagai Born Leader (dilahirkan sebagai pemimpin). Oleh karena itu, kepemimpinannya tidak perlu diajarkan pada dirinya dan tidak bisa ditiru oleh orang lain. Born Leader (dilahirkan sebagai pemimpin) dianggap memiliki sifat-sifat unggul dan unik yang dibawa sejak lahir dan tidak dimiliki atau tidak dapat ditiru oleh orang lain. Namun di zaman modern seperti sekarang, dengan berbagai kegiatan yang serba teknis dan kompleks, dimana-mana juga selalu dibutuhkan pemimpin. Pemimpin-pemimpin yang demikian harus dipersiapkan, dilatih, dididik dan dibentuk secara terencana serta sistematis. Seorang pemimpin (leader) dalam penerapannya mengandung konsekuensi terhadap dirinya, antara lain; harus berani mengambil keputusan sendiri secara tegas dan tepat (decision making), harus berani menerima resiko sendiri, dan harus berani menerima tanggung jawab sendiri (the principle of absoluteness of responsibility). Dari beberapa definisi tersebut diatas, maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa pemimpin adalah seseorang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi individu dan/atau sekelompok orang lain untuk bekerja sama mencapai tujuan yang telah ditentukan. 8 2.1.2 Pengertian Kepemimpinan Ralp M. Stogdill dalam Sopiah (2008:108) menyatakan jumlah batasan atau definisi yang berbeda-beda mengenai kepemimpinan hampir sama banyaknya dengan jumlah orang yang mencoba memberikan batasan tentang konsep tersebut. Kepemimpinan merupakan suatu interaksi antara anggota suatu kelompok sehingga pemimpin merupakan agen pembaharu, agen perubahan, orang yang perilakunya akan lebih mempengaruhi orang lain daripada perilaku orang lain yang mempengaruhi mereka, dan kepemimpinan itu sendiri timbul ketika satu anggota kelompok mengubah motivasi kepentingan anggota lainnya dalam kelompok (Bernards M. Bass, 1990: 21). G. R Terry (1998:17) mengemukakan kepemimpinan adalah hubungan yang ada dalam diri seseorang atau pemimpin, mempengaruhi orang lain untuk bekerja secara sadar dalam hubungan tugas untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Kepemimpinan adalah suatu proses bagaimana menata dan mencapai kinerja untuk mencapai keputusan seperti bagaimana yang diinginkannya. (Rennis Linkert, 1961: 30). Kepemimpinan adalah suatu rangkaian bagaimana mendistribusikan pengaturan dan situasi pada suatu waktu tertentu. (J.A. Klein dan P.A. Pose 1986: 125). Anagora (1992) dalam Harbani (2008:5) mengemukakan, bahwa kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain, melalui komunikasi baik langsung maupun tidak langsung dengan maksud untuk 9 menggerakkan orang-orang agar dengan penuh pengertian, kesadaran dan senang hati bersedia mengikuti kehendak pimpinan itu. Kepemimpinan diartikan sebagai proses mempengaruhi dan mengarahkan berbagai tugas yang berhubungan dengan aktivitas anggota kelompok. Kepemimpinan juga diartikan sebagai kemampuan mempengaruhi berbagai strategi dan tujuan, kemampuan mempengaruhi komitmen dan ketaatan terhadap tugas untuk mencapai tujuan bersama, dan kemampuan mempengaruhi kelompok agar mengidentifikasi, memelihara, dan mengembangkan budaya organisasi (Stogdill dalam Stoner dan Freeman 1989: 459-460). Kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar mereka mau diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Kepemimpinan diartikan sebagai kemampuan menggerakkan atau memotivasi sejumlah orang agar secara serentak melakukan kegiatan yang sama dan terarah pada pencapaian tujuannya. Kepemimpinan juga merupakan proses menggerakkan grup atau kelompok dalam arah yang sama tanpa paksaan. Dari pengertian di atas, maka pemimpin pada hakikatnya merupakan seorang yang mempunyai kemampuan untuk menggerakkan orang lain sekaligus mampu mempengaruhi orang tersebut untuk melakukan sesuatu sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Pemimpin yang dimaksud dalam kajian ini adalah Kepala Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Sulawesi Selatan. Seorang pemimpin harus memiliki kemampuan memimpin secara profesional dengan menggunakan gaya kepemimpinan yang menurutnya dipandang efektif dalam pengelolaan organisasi atau unit kerja yang dipimpinnya. 10 2.2. Fungsi Kepemimpinan Fungsi pemimpin dalam suatu organisasi merupakan sesuatu fungsi yang sangat penting bagi keberadaan dan kemajuan organisasi yang bersangkutan. Pada dasarnya fungsi kepemimpinan memiliki 2 aspek yaitu : a. Fungsi administrasi, yakni mengadakan formulasi kebijakan administrasi dan menyediakan fasilitasnya. b. Fungsi sebagai Top Manajemen, yakni mengadakan planning, organizing, staffing, directing, commanding, controling. Menurut Hadari Nawawi (1995:74), fungsi kepemimpinan berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok masing-masing yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada didalam, bukan berada diluar situasi itu. Pemimpin harus berusaha menjadi bagian didalam situasi sosial kelompok atau organisasinya. Fungsi kepemimpinan menurut Hadari Nawawi memiliki dua dimensi yaitu: 1) Dimensi yang berhubungan dengan tingkat kemampuan mengarahkan dalam tindakan atau aktivitas pemimpin, yang terlihat pada tanggapan orang-orang yang dipimpinnya. 2) Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan atau keterlibatan orang-orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pokok kelompok atau organisasi, yang dijabarkan dan dimanifestasikan melalui keputusan-keputusan dan kebijakan pemimpin. 11 Menurut Hadari Nawawi, secara operasional dapat dibedakan lima fungsi pokok kepemimpinan : 1) Fungsi instruktif, pemimpin berfungsi sebagai komunikator yang menentukan apa (isi perintah), bagaimana (cara mengerjakan perintah), bilamana (waktu memulai, melaksanakan dan melaporkan hasilnya), dan dimana (tempat mengerjakan perintah) agar keputusan dapat diwujudkan secara efektif. Sehingga fungsi orang yang dipimpin hanyalah melaksanakan perintah. 2) Fungsi konsultatif, pemimpin dapat menggunakan fungsi ini sebagai komunikasi dua arah. Hal tersebut digunakan manakala pemimpin dalam usaha menetapkan keputusan yang memerlukan bahan pertimbangan dan berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya. 3) Fungsi partisipasi, dalam menjalankan fungsi partisipasi pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik dalam pengambilan keputusan maupun dalam melaksanakannya. Setiap anggota kelompok memperoleh kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam melaksanakan kegiatan yang dijabarkan dari tugas-tugas pokok, sesuai posisi masing-masing. 4) Fungsi delegasi, pemimpin memberikan pelimpahan wewenang membuat atau menetapkan keputusan. 5) Fungsi pengendalian, kepemimpinan yang efektif harus mampu mengatur aktifitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal. 12 Kemudian menurut Yuki (1998) fungsi kepemimpinan adalah usaha mempengaruhi dan mengarahkan karyawan untuk bekerja keras, memiliki semangat tinggi, dan memotivasi tinggi guna mencapai tujuan organisasi. Fungsi kepemimpinan yang hakiki : Selaku penentu arah yang akan ditempuh dalam usaha untuk pencapaian tujuan. Sebagai wakil dan juru bicara organisasi dalam hubungan dengan pihak luar. Sebagai komunikator yang efektif. Sebagai integrator yang efektif, rasional, objektif, dan netral. Organisasi yang berhasil dalam mencapai tujuannya serta mampu memenuhi tanggung jawab sosialnya akan sangat tergantung pada para manajernya (pimpinannya). Apabila manajer mampu melaksanakan fungsi-fungsinya dengan baik, sangat mungkin organisasi tersebut akan dapat mencapai sasarannya. Suatu organisasi membutuhkan pemimpin yang efektif, yang mempunyai kemampuan mempengaruhi perilaku anggotanya atau anak buahnya. Jadi, seorang pemimpin atau kepala suatu organisasi akan diakui sebagai seorang pemimpin apabila ia dapat mempunyai pengaruh dan mampu mengarahkan bawahannya ke arah pencapaian tujuan organisasi. 2.3. Peranan Pemimpin Menurut pendapat Stodgil (Sugiyono, 2006:58) ada beberapa peranan yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin, yaitu : 1. Integration, yaitu tindakan-tindakan yang mengarah pada peningkatan koordinasi. 13 2. Communication, yaitu tindakan-tindakan yang mengarah pada meningkatnya saling pengertian dan penyebaran informasi. 3. Product emphasis, yaitu tindakan-tindakan yang berorientasi pada volume pekerjaan yang dilakukan. 4. Fronternization, yaitu tindakan-tindakan yang menjadikan pemimpin menjadi bagian dari kelompok. 5. Organization, yaitu tindakan-tindakan yang mengarah pada perbedaan dan penyesuaian daripada tugas-tugas. 6. Evaluation, yaitu tindakan-tindakan yang berkenaan dengan pendistribusian ganjaran-ganjaran atau hukuman-hukuman. 7. Initation, yaitu tindakan yang menghasilkan perubahan-perubahan pada kegiatan organisasi. 8. Domination, yaitu tindakan-tindakan yang menolak pemikiran-pemikiran seseorang atau anggota kelompoknya. Menurut Covey dalam (Kris Yuliani H 2002:6) ada tiga peranan pemimpin dalam kelompok/organisasi antara lain : 1. Pathfinding (pencarian alur), mengandung sistem nilai dan visi dengan kebutuhan pelanggan melalui suatu perencanaan strategis yang disebut the strategic pathway (jalur strategi). 2. Aligning (penyelarasan), upaya memastikan bahwa struktur, sistem dan operasional organisasi memberi dukungan pada pencapaian visi dan misi dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. 3. Empowerment (pemberdayaan), suatu semangat yang digerakkan dalam diri orang-orang yang mengungkapkan bakat, kecerdikan, dan kreativitas 14 laten, untuk mampu mencapai nilai, visi dan misi bersama dalam melayani kebutuhan pelanggan. Peranan pemimpin yang sangat perlu dilaksanakan seorang pemimpin yaitu : (1) Membantu kelompok dalam mencapai tujuannya, (2) Memungkinkan para anggota memenuhi kebutuhan, (3) Mewujudkan nilai kelompok, (4) Merupakan pilihan para anggota kelompok untuk mewakili pendapat mereka dalam interaksi dengan pemimpin kelompok lain, (5) Merupakan fasilitator yang dapat menyelesaikan konflik kelompok (Sulaksana 2002:7). Menurut Sondang (1999;47-48), lima fungsi kepemimpinan yang dibahas secara singkat adalah sebagai berikut : (1) pimpinan selaku penentu arah yang akan ditempuh dalam usaha pencapaian tujuan, (2) wakil dan juru bicara organisasi dalam hubungan dengan pihak-pihak diluar organisasi, (3) pimpinan selaku komunikator yang efektif, (4) mediator yang handal, khususnya dalam hubungan ke dalam, terutama dalam menangani situasi konflik, (5) pimpinan selaku integrator uang efektif, rasional, obkjektif dan netral. 2.4. Karakteristik Kepemimpinan Kepemimpinan mungkin hanya terbentuk dalam suatu lingkungan yang secara dinamis melibatkan hubungan di antara sejumlah orang. Kongkritnya, seorang hanya bisa mengklaim dirinya sebagai seorang pemimpin jika ia memiliki sejumlah pengikut. Selanjutnya antara para pemimpin dan pengikutnya terjalin ikatan emosional dan rasional menyangkut kesamaan nilai yang ingin disebar dan ditanam serta kesamaan tujuan yang ingin dicapai. Walupun dalam realitasnya sang pemimpinlah yang biasanya memperkenalkan atau bahkan merumuskan nilai dan tujuan. 15 Dalam kepemimpinan ada beberapa unsur dan karakter yang sangat menentukan untuk pencapaian tujuan suatu organisasi. Menurut Gibb dalam Salusu (2006:203), ada empat elemen utama dalam kepemimpinan yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu pemimpin yang menampilkan kepribadian pemimpin, kelompok, pengikut yang muncul dengan berbagai kebutuhannya, sikap serta masalah-masalahnya, dan situasi yang meliputi keadaan fisik dan tugas kelompok. Selanjutnya Blake dan Mounton dalam Salusu (2006:204-205), menawarkan enam elemen yang dianggapnya dapat menggambarkan efektifnya suatu kepemimpinan. Tiga elemen pertama berkaitan dengan bagaimana seorang pemimpin menggerakkan pengaruhnya terhadap dunia luar, yaitu Initiative, Inquiry dan Advocacy. Tiga elemen yang lainnya yaitu, Conflict Solving, Decision making, dan Criticque. Berhubungan dengan bagaimana memanfaatkan sumber daya yang tersedia dalam organisasi untuk dapat mencapai hasil yang benar. Adapun penjelasannya yaitu sebagai berikut : 1. Inisiatif. Seorang pemimpin akan mengambil inisiatif apabila ia melakukan suatu aktivitas tertentu, memulai sesuatu yang baru atau menghentikan sesuatu yang dikerjakan. 2. Inquiry (menyelidiki). Pemimpin membutuhkan yang komprehensif mengenai bidang yang menjadi tanggung jawabnya. Oleh karena itu, ia perlu mempelajari latar belakang dari suatu masalah, prosedur-prosedur yang harus ditempuh, dan tentang orang-orang yang terlibat dalam pekerjaan yang dibidanginya. 3. Advocacy (dukungan atau dorongan). Aspek memberi dorongan dan dukungan sangat penting bagi kepemimpinan seseorang karena sering 16 timbul keraguan atau kesulitan mengambil keputusan di antara para eksekutif dalam organisasi atau karena adanya ide yang baik tetapi yang bersangkutan kurang mampu untuk mempertahankannya. 4. Cinflict Solving (memecahkan masalah). Apabila timbul masalah atau konflik dalam organisasi, maka sudah menjadi kewajiban pemimpin untuk menyelesaikannya. Ia perlu mencari sumber dari konflik tersebut, dan menyelesaikannya dengan musyawarah untuk mufakat. 5. Decision Making (pengambilan keputusan). Keputusan yang dibuat hendaknya keputusan yang baik, tidak mengecewakan, tidak membuat frustasi, yaitu keputusan yang dapat memberi keuntungan bagi banyak orang. 6. Critique (kritik). Kritik disini sebagai proses mengevaluasi, menilai dan jika sesuatu yang telah diperbuat itu baik adanya maka tindakan serupa untuk masa-masa mendatang mungkin sebaiknya tetap dijalankan. Ryaas Rasyid (2000:37) menjelaskan beberapa karakter kepemimpinan yang berbeda satu sama lain, yaitu sebagai berikut : 1) Kepemimpinan yang Sensitif Kepemimpinan ini ditandai dengan adanya kemampuan untuk secara dini memahami dinamika perkembangan masyarakat, mengenai apa yang mereka butuhkan, mengusahakan agar ia menjadi pihak pertama yang memberi perhatian terhadap kebutuhan tersebut. Dalam karakter kepemimpinan tersebut, kemampuan berkomunikasi daripada pemimpin pemerintahan yang disertai pada penerapan transformasi di dalam proses pengambilan keputusan merupakan prasyarat bagi pemerintah dalam mengemban segala tugas-tugasnya. 17 2) Kepemimpinan yang Responsif Dalam konteks ini, pemimpin lebih aktif mengamati dinamika masyarakat dan secara kreatif berupaya memahami kebutuhan mereka, maka kepemimpinan yang responsif lahir lebih banyak berperan menjawab aspirasi dan tuntutan masyarakat yang disalurkan melalui berbagai media komunikasi, menghayati suatu sikap dasar untuk mendengar suara rakyat, mau mengeluarkan energi dan menggunakan waktunya secara cepat untuk menjawab pertanyaan, menampung setiap keluhan, memperhatikan setiap tuntutan dan memanfaatkan setiap dukungan masyarakat tentang suatu kepentingan umum. 3) Kepemimpinan yang Defensif Karakter kepemimpinan ini ditandai dengan sikap yang egoistik, merasa paling benar, walaupun pada saat yang sama memiliki kemampuan argumentasi yang tinggi dalam berhadapan dengan masyarakat. Komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat cukup terpelihara, tetapi pada umumnya pemerintah selalu mengambil posisi sebagai pihak yang lebih benar, lebih mengerti. Oleh karena itu, keputusan dan penilaiannya atas sesuatu isu lebih patut diikuti oleh masyarakat. Posisi masyarakat lemah, sekalipun tetap tersedia ruang bagi mereka untuk bertanya , menyampaikan keluhan, aspirasi dan lain sebagainya. Karakter kepemimpinan samacam ini bisa berhasil dalam jangka waktu tertentu. Tetapi ketika berhadapan dengan masyarakat yang semakin berkembang, baik secara sosial-ekonomi maupun secara intelektualitas, karakter defensif ini akan sulit untuk melakukan manufer. 18 4) Kepemimpinan yang Represif Karakter kepemimpinan ini cenderung sama egois dan arogannya dengan karakter kepemimpinan defensif, tetapi lebih buruk lagi karena tidak memiliki kemampuan argumentasi atau justifikasi dalam mempertahankan keputusan atau penilaiannya terhadap suatu isu ketika berhadapan dengan masyarakat. Karakter kepemimpinan yang represif ini secara total selalu merupakan beban yang berat bagi masyarakat. Ia bukan saja tidak memiliki kemampuan untuk menyelesaikan berbagai masalah fundamental dalam masyarakat, tetapi bahkan cenderung merusak moralitas masyarakat. Singkatnya kepemimpinan yang represif ini lebih mewakili sifat diktatorial. 2.5. Teori Kepemimpinan Dari sejumlah literatur tentang kepemimpinan, ada sejumlah teori kepemimpinan, diantaranya : 1. Teori Sifat Trait theory ini mempertanyakan sifat-sifat apakah yang membuat seseorang menjadi pemimpin. Dan teori ini dapat disimpulkan bahwa pemimpin adalah dilahirkan. 2. Teori Kelompok Menurut group theory ini, agar kelompok-kelompok dalam organisasi bisa mencapai tujuannya maka harus ada pertukaran positif antara pemimpin dan pengikut atau bawahan. 19 a. Teori Situasional dan Model Kontijensi Studi kepemimpinan ini berangkat dari anggapan bahwa kepemimpinan seseorang ditentukan oleh berbagai faktor situasional dan saling ketergantungan satu sama lainnya. b. Teori situasional Hersey dan Blanchard Suatu teori kemungkinan yang memusatkan perhatian kepada para pengikut kepemimpinan yang berhasil dicapai dengan memilih gaya kepemimpinan yang tepat yang tergantung pada tingkat kesiapan atau kedewasaan para pengikutnya. c. Teori pertukaran pemimpin-anggota Para pemimpin menciptakan kelompok dalam dan kelompok luar. Bawahan dengan status kelompok dalam mempunyai penilaian kinerja yang lebih tinggi, tingkat keluarnya karyawan lebih rendah dan kepuasan yang lebih besar bersama atasan mereka. d. Teori jalur tujuan Hakikat dari teori ini adalah bahwa tugas pemimpin adalah membantu pengikutnya mencapai tujuan dan untuk memberikan pengarahan atau dukungan yang perlu guna memastikan tujuan mereka sesuai dengan sasaran keseluruhan dari kelompok atau organisasi e. Teori sumber daya kognitif Suatu teori yang menyatakan bahwa seorang pemimpin memperoleh kinerja kelompok yang efektif dengan pertama-tama membuat rencana keputusan dan strategi yang efektif dan kemudian mengkomunikasikannya lewat perilaku pengaruh. 20 f. Teori neokharismatik Teori kepemimpinan yang menekankan simbolisme daya tarik emosional dan komitmen pengikut yang luar biasa. g. Teori kepemimpinan kharismatik Teori ini mengemukakan bahwa para pengikut membuat atribut dari kemampuan kepemimpinan yang heroik bila mereka mengamati perilaku-perilaku tertentu. 2.6. Gaya Kepemimpinan Menurut Heidjrachman dan S. Husnan gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu untuk mencapai tujuan tertentu. (Heidjrachman, 2002:224). Sementara itu, pendapat lain menyebutkan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku (kata-kata dan tindakan-tindakan) dari seorang pemimpin yang dirasakan oleh orang lain (Hersey, 1994:29). Ada suatu pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami kesuksesan dari kepemimpinan, yakni dengan memusatkan perhatian pada apa yang dilakukan oleh pemimpin tersebut. Jadi yang dimaksudkan disini adalah gayanya. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia inginkan. Gaya kepemimpinan dalam organisasi sangat diperlukan untuk mengembangkan lingkungan kerja yang kondusif dan membangun iklim motivasi bagi karyawan sehingga diharapkan akan menghasilkan produktivitas yang tinggi. 21 Gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku orang lain. Dari gaya ini dapat diambil manfaatnya untuk dipergunakan sebagai pemimpin dalam memimpin bawahan atau para pengikutnya. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang dipergunakan oleh seseorang pemimpin pada saat mencoba mempengaruhi perilaku orang lain atau bawahan. Pemimpin tidak dapat menggunakan gaya kepemimpinan yang sama dalam memimpin bawahannya, namun harus disesuaikan dengan karakter-karakter tingkat kemampuan dalam tugas setiap bawahannya. Pemimpin yang efektif dalam menerapkan gaya tertentu dalam kepemimpinannya terlebih dahulu harus memahami siapa bawahan yang dipimpinnya, mengerti kekuatan dan kelemahan bawahannya, dan mengerti bagaimana caranya memanfaatkan kekuatan bawahan untuk mengimbangi kelemahan yang mereka miliki. Istilah gaya adalah cara yang dipergunakan pimpinan dalam mempengaruhi para pengikutnya (Thoha, 2007:23). Gatto dalam Salusu (1996:194-195) mengemukakan 4 gaya kepemimpinan yaitu : 1. Gaya Direktif Pemimpin yang direktif pada umumnya membuat keputusan-keputusan penting dan banyak terlibat dalam pelaksanaannya. Semua kegiatan berpusat pada pemimpin dan sedikit saja kebebasan orang lain untuk berkreasi dan bertindak yang diizinkan. Pada dasarnya gaya ini adalah gaya otoriter. 2. Gaya Konsultatif Gaya ini dibangun atas gaya direktif. Kurang otoriter dan lebih banyak melakukan interaksi dengan para staf atau anggota dalam 22 organisasi. Fungsi pemimpin dalam hal ini lebih bayak berkonsultasi, memberikan bimbingan, motivasi, memberi nasehat dalam rangka pencapaian tujuan. 3. Gaya Partisipatif Gaya pertisipasi bertolak dari gaya konsultatif, yang bisa berkembang ke arah saling percaya antara pimpinan dan bawahan. Pimpinan cenderung memberi kepercayaan pada kemampuan staf untuk menyelesaikan pekerjaan sebagai tanggung jawab mereka. Sementara itu kontak konsultatif tetap berjalan terus. Dalam gaya ini pemimpin lebih banyak mendengar, menerima, bekerja sama, dan memberi dorongan dalam proses pengambilan keputusan dan perhatian diberikan kepada kelompok. 4. Gaya Delegasi Gaya delegasi ini mendorong staf untuk menngambil inisiatif sendiri. Kurang interaksi dan kontrol yang dilakukan pemimpin, sehingga upaya ini hanya bisa berjalan apabila staf memperhatikan tingkat kompetensi dan keyakinan akan mengejar tujuan dan sasaran organisasi. Gaya kepemimpinan situasional yang berhasil menurut Heidjrachman dan Husnan (2002:174) adalah pemimpin yang mampu menerapkan gayanya agar sesuai dengan situasi tertentu. Selanjutnya pimpinan perlu mempertimbangkan setiap situasi khusus dalam rangka memahami gaya mana yang lebih tepat untuk diterapkan. Kepemimpinan situasional berlandaskan pada hubungan saling mempengaruhi antara : a) Sejumlah tingkah laku dalam tugas diperlihatkan oleh seorang pemimpin. 23 b) Sejumlah tingkah laku dalam berhubungan sosial diperlihatkan oleh seorang pemimpin. c) Tingkat kesiapan ditunjukkan oleh para bawahan dalam pelaksanaan tugas dan kegiatan tertentu (Hersey, 1994:52-53). Kemampuan dan keinginan menentukan kesiapan seorang individu maupun kelompok, karena itu gaya kepemimpinan harus menyesuaikan diri dengan tingkat kesiapan para bawahan. Reddin dalam Sutarto (2006: 118-120), Beliau membagi kepemimpinan kedalam tiga kelompok, yaitu sebagai berikut : 1. Kelompok Gaya Dasar a) Separated (Pemisah), Pemimpin yang menerapkan gaya ini akan nampak dari perilakunya yang berorientasi rendah, baik terhadap orang maupun terhadap tugas. b) Dedicated (Pengabdi), Pemimpin yang menerapkan gaya ini akan nampak dari perilakunya yang berorientasi rendah terhadap orang dan berorientasi tinggi terhadap tugas. c) Related (Penghubung), Pemimpin yang menerapkan gaya ini akan nampak dari perilakunya yang berorientasi tinggi terhadap orang dan rendah terhadap tugas. d) Integrated (Terpadu), Pemimpin yang menerapkan gaya ini akan nampak dari perilakunya yang berorientasi tinggi, baik terhadap orang maupun terhadap tugas. 2. Kelompok Gaya Efektif a) Bureaucrat (Birokrat), Pemimpin yang menerapkan gaya ini akan nampak dari perilakunya yang berorientasi rendah, baik terhadap orang maupun 24 terhadap tugas. Pemimpin bergaya birokrat terutama tertarik terhadap berbagai peraturan dan keinginan untuk memelihara peraturan tersebut serta mengontrol situasi yang mereka gunakan dan nampaknya secara sungguh-sungguh. b) Benevolent Autocrat (Otokrat Bijak), Pemimpin yang menerapkan gaya ini akan nampak dari perilakunya yang berorientasi rendah terhadap orang dan berorientasi tinggi terhadap tugas. Pemimpin bergaya otokrat bijak mengetahui dengan pasti apa yang dia inginkan dan bagaimana memenuhi keinginan itu tanpa menyebabkan kebencian di pihak lain. c) Developer (Pengembang), Pemimpin yang menerapkan gaya ini akan nampak dari perilakunya yang berorientasi tinggi terhadap orang dan berorientasi rendah terhadap tugas. Pemimpin bergaya pengembang memiliki kepercayaan penuh terhadap para bawahannya dan sangat memperhatikan pengembangan para bawahan sebagai individu-individu. d) Executive (eksekutif), Pemimpin yang menerapkan gaya ini akan nampak dari perilakunya yang berorientasi tinggi terhadap orang maupun terhadap tugas. Pemimpin bergaya eksekutif merupakan seorang pendorong yang baik, menetapkan ukuran baku yang tinggi, menghargai perbedaan-perbadaan individu para bawahannya, serta memanfaatkan tim dalam bekerja. 3. Kelompok Gaya tak Efektif a) Deserter (Pelari). Pemimpin yang menerapkan gaya ini akan nampak dari perilakunya yang berorientasi rendah, baik terhadap orang maupun terhadap tugas. Pemimpin bergaya pelari tidak bersedia terlibat dalam tugas dan pasif. 25 b) Autocrat (Otokrat). Pemimpin yang menerapkan gaya ini akan nampak dari perilakunya yang berorientasi rendah terhadap orang dan berorientasi tinggi terhadap tugas. Pemimpin bergaya otokrat tidak mempunyai kepercayan kepada orang lain, tidak menyenangkan dan hanya tertarik pada pekerjaan yang segera selesai. c) Missionary (Penganjur). Pemimpin yang menerapkan gaya ini akan nampak dari perilakunya yang berorientasi tinggi terhadap orang dan berotientasi rendah terhadap tugas. Pemimpin bergaya penganjur merupakan tipe do-gooder yang menilai keserasian dalam dirinya sendiri. d) Compromiser (Kompromis). Pemimpin yang menerapkan gaya ini akan nampak dari perilakunya yang berorientasi tinggi terhadap orang maupun terhadap tugas dalam situasi yang memaksa hanya memperhatikan pada seseorang atau tidak. Pemimpin bergaya kompromis adalah pembuat keputusan yang buruk, bayak tekanan yang mempengaruhi. White dan Lippit (Harbani, 2008:46), mengemukakan tiga (3) gaya kepemimpinan, yaitu : 1. Kepemimpinan Otokratis Dalam tipe kepemimpinan ini, pemimpin menentukan sendiri "policy" dan dalam rencana untuk kelompoknya, membuat keputusan-keputusan sendiri, namun mendapatkan tanggung jawab penuh. Bawahan harus patuh dan mengikuti perintahnya, jadi pemimpin tersebut menentukan atau mendiktekan aktivitas dari anggotanya.Pemimpin otokratis biasanya merasa bahwa mereka mengetahui apa yang mereka 26 inginkan dan cenderung mengekspresikan kebutuhan-kebutuhan tersebut dalam bentuk perintah-perintah langsung kepada bawahan.Dalam kepemimpinan otokrasi terjadi adanya keketatan dalam pengawasan, sehingga sukar bagi bawahan dalam memuaskan kebutuhan egoistisnya. Kebaikan dari gaya kepemimpinan ini adalah : a. Keputusan dapat diambil secara tepat. b. Tipe ini baik digunakan pada bawahan yang kurang disiplin, kurang inisiatif, bergantung pada atasan kerja, dan kurang kecakapan. c. Pemusatan kekuasaan, tanggung jawab serta membuat keputusan terletak pada satu orang yaitu pemimpin. Kelemahannya adalah : a. Dengan tidak diikutsertakannya bawahan dalam mengambil keputusan atau tindakan maka bawahan tersebut tidak dapat belajar mengenai hal tersebut. b. Kurang mendorong inisiatif bawahan dan dapat mematikan inisiatif bawahannya tersebut. c. Dapat menimbulkan rasa tidak puas dan tertekan. d. Bawahan kurang mampu menerima tanggung jawab dan tergantung pada atasan saja. 2. Kepemimpinan Demokrasi (Demokratis) Dalam gaya ini pemimpin sering mengadakan konsultasi dengan mengikuti bawahannya dan aktif dalam menentukan rencana kerja yang berhubungan dengan kelompok. Disini pemimpin seperti moderator atau koordinator dan tidak memegang peranan seperti pada kepemimpinan 27 otoriter. Partisipan digunakan dan kondisi yang tepat, akan menjadikan hal yang efektif. Maksudnya supaya dapat memberikan kesempatan pada bawahannya untuk mengisi atau memperoleh kebutuhan egoistisnya dan memotivasi bawahan dalam menyelesaikan tugasnya untuk meningkatkan produktivitasnya pada pemimpin demokratis, sering mendorong bawahan untuk ikut ambil bagian dalam hal tujuan-tujuan dan metode-metode serta menyokong ide-ide dan saran-saran. Disini pemimpin mencoba mengutamakan "human relation" (hubungan antar manusia) yang baik dan mengerjakan secara lancar. Kebaikan dari gaya kepemimpinan ini adalah : a. Memberikan kebebasan lebih besar kepada kelompok untuk mengadakan kontrol terhadap supervisor. b. Merasa lebih bertanggungjawab dalam menjalankan pekerjaan. c. Produktivitas lebih tinggi dari apa yang diinginkan manajemen dengan catatan bila situasi memungkinkan. d. Ada kesempatan untuk mengisi kebutuhan egoistisnya. e. Lebih matang dan bertanggungjawab terhadap status dan pangkat yang lebih tinggi. Kelemahannya adalah : a. Harus banyak membutuhkan koordinasi dan komunikasi. b. Membutuhkan waktu yang relatif lama dalam mengambil keputusan. c. Memberikan persyaratan tingkat "skilled" (kepandaian) yang relative tinggi bagi pimpinan. d. Diperlukan adanya toleransi yang besar pada kedua belah pihak karena jika tidak dapat menimbulkan perselisihpahaman. 28 3. Gaya Kepemimpinan Laissez Faire yaitu gaya kepemimpinan kendali bebas. Pendekatan ini bukan berarti tidak adanya sama sekali pimpinan. Gaya ini berasumsi bahwa suatu tugas disajikan kepada kelompok yang biasanya menentukan teknik-teknik mereka sendiri guna mencapai tujuan tersebut dalam rangka mencapai sasaran-sasaran dan kebijakan organisasi. Kepemimpinan pada tipe ini melaksanakan perannya atas dasar aktivitas kelompok dan pimpinan kurang mengadakan pengontrolan terhadap bawahannya. Pada tipe ini pemimpin akan meletakkan tanggung jawab keputusan sepenuhnya kepada para bawahannya, pemimpin akan sedikit saja atau hampir tidak sama sekali memberikan pengarahan. Pemimpin pada gaya ini sifatnya pasif dan seolah-olah tidak mampu memberikan pengaruhnya kepada bawahannya. Kebaikan dari gaya kepemimpinan ini: a. Ada kemungkinan bawahan dapat mengembangkan kemampuannya, daya kreativitasnya untuk memikirkan dan memecahkan persoalan serta mengembangkan rasa tanggung jawab. b. Bawahan lebih bebas untuk menunjukkan persoalan yang ia anggap penting dan tidak bergantung pada atasan sehingga proses yang lebih cepat. Kelemahannya adalah : a. Bila bawahan terlalu bebas tanpa pengawasan, ada kemungkinan terjadi penyimpangan dari peraturan yang berlaku dari bawahan 29 serta dapat mengakibatkan salah tindak dan memakan banyak waktu bila bawahan kurang pengalaman. b. Pemimpin sering sibuk sendiri dengan tugas-tugas dan tepisah dari bawahan. c. Kelompok dapat mengkambinghitamkan sesuatu, kurang stabil, frustasi, dan merasa kurang aman. Salah satu teori yang menekankan suatu perubahan dan yang paling komprehensif berkaitan dengan kepemimpinan adalah teori kepemimpinan transformasional dan transaksional. a) Kepemimpinan Tranformasional Salah satu konsep kepemimpinan yang relevan dengan situasi masa kini dimana perubahan terjadi sangat cepat dan menuntut setiap organisasi untuk dapat menyesuaikan diri adalah konsep kepemimpinan transformasional. Konsep ini dikembangkan pertama kali oleh James McGregor Burns di tahun 1979 dan disempurnakan oleh Bernard M. Bass dan Bruce J. Avolio pada tahun 1985. Kepemimpinan transformasional sebagai pemimpin yang mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi bawahan dengan cara-cara tertentu. Dengan penerapan kepemimpinan transformasional bawahan akan merasa dipercaya, dihargai, loyal dan tanggap kepada pimpinannya. Bass dalam Gibson (1997:86) mendefinisikan kepemimpinan transformasional sebagai kemampuan sebagai kemampuan untuk memberikan inspirasi dan memotivasi para pengikut untuk mencapai 30 hasil-hasil yang lebih daripada yang direncanakan secara orisinil dan untuk imbalan internal. Burns (1978) (dalam Komariah & Triatna, 2004:77) menjelaskan kepemimpinan transformasional sebagai suatu proses yang pada dasarnya para pemimpin dan pengikut saling menaikan diri ke tingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Para pemimpin adalah seorang yang sadar akan prinsip perkembangan organisasi dan kinerja manusia sehingga ia berupaya mengembangkan segi kepemimpinannya secara utuh melalui pemotivasian terhadap staf dan menyerukan cita-cita yang lebih tinggi dan nilai-nilai moral seperti kemerdekaan, keadilan, dan kemanusiaan, bukan didasarkan atas emosi. Kepemimpinan transformasional adalah gaya kepemimpinan dimana seorang pemimpin cenderung memberikan motivasi kepada bawahan untuk bekerja lebih baik serta menitikberatkan pada perilaku untuk membantu transformasi antara individu dengan organisasi (Yukl, 1998:296). Covey (1989) dan Peters (1992) (dalam Komariah & Triatna, 2006:78), seorang pemimpin transformasional memiliki visi yang jelas, memiliki gambaran holistis tentang bagaimana organisasi di masa depan ketika semua tujuan dan sasarannya telah tercapai. Inilah yang menegaskan bahwa pemimpin transformasional adalah pemimpin yang mendasarkan dirinya pada cita-cita di masa depan terlepas apakah visinya itu visioner dalam arti diakui oleh semua orang sebagai visi yang hebat dan mendasar. 31 Secara sederhana dapat dipahami bahwa kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang membawa organisasi pada sebuah tujuan baru yang lebih besar dan belum pernah dicapai sebelumnya dengan memberikan kekuatan mental dan keyakinan kepada para anggota agar mereka bergerak secara sungguh-sungguh menuju tujuan bersama tersebut dengan mengesampingkan kepentingan pribadi. Kepemimpinan transformasional adalah tipe pemimpin yang menginsprirasi para pengikutnya untuk mengenyampingkan kepentingan pribadi mereka dan memiliki kemampuan mempengaruhi yang luar biasa, Aspek utama dari kepemimpinan transformasional adalah penekanan pada pembangunan pengikut, oleh karena itu, ada tiga cara seorang pemimpin transformasional memotivasi karyawannya, yaitu dengan: Mendorong karyawan untuk lebih menyadari arti penting hasil usaha. Mendorong karyawan untuk mendahulukan kepentingan kelompok. Meningkatkan kebutuhan karyawan yang lebih tinggi seperti harga diri dan aktualisasi diri. Bernard Bass dalam Boyyet (2006:3) memberikan identifikasi karakteristik kepemimpinan transformasional menjadi empat komponen yaitu : Idealized influence (pengaruh ideal), dimensi yang pertama ini digambarkan sebagai perilaku pemimpin yang membuat para pengikutnya mengagumi, menghormati, dan sekaligus mempercayainya. Inspirational motivation (motivasi inspirasi), dalam dimensi ini pemimpin transformasional digambarkan sebagai pemimpin yang 32 mampu mengartikulasikan penghargaan yang jelas terhadap prestasi bawahan, mendemostrasikan komitmennya terhadap seluruh tujuan organisasi, dan mampu mengunggah spirit tim dalam organisasi melalui penumbuhan antusiasme dan optimisme. Intelectual stimulation (stimulasi intelektual), pemimpin transformasional harus mampu menumbuhkan ide-ide baru, memberikan solusi yang kreatif terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi bawahan, dan memberikan motivasi kepada bawahan untuk mencari pendekatan-pendekatan yang baru dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi. Individualized consideration (konsiderasi individu), dalam dimensi ini pemimpin transformasional digambarkan sebagai seorang pemimpin yang mau mendengarkan dengan penuh perhatian masukan-masukan bawahan dan secara khusus mau memperhatikan kebutuhan-kebutuhan bawahan dan pengembangan karir. Pemimpin transformasional disini adalah membimbing atau memotivasi pengikutnya kearah tujuan yang telah ditentukan dengan cara menjelaskan ketentuan-ketentuan tentang peran dan tugas. Pemimpin transformasional memberikan pertimbangan bersifat individual, simulasi intelektual, dan memiliki kharisma. b) Kepemimpinan Transaksional Kepemimpinan transaksional menurut Komariah & Triatna (2004:75) adalah kepemimpinan yang menekankan pada tugas yang 33 diemban bawahan. Pemimpin adalah seorang yang mendesain pekerjaan beserta mekanismenya, dan staf adalah seseorang yang melaksanakan tugas sesuai dengan kemampuan dan keahlian. Menurut Yukl (dalam Koh dkk,1995:36), kepemimpinan transaksional adalah gaya kepemimpinan dimana seorang pemimpin memberikan sesuatu yang diinginkan bawahan untuk ditukar dengan sesuatu yang diingikan oleh pemimpin. Burns (1978) dalam Yukl (1998:297), gaya kepemimpinan transaksional sebagai bentuk hubungan yang mempertukarkan jabatan atau tugas tertentu jika bawahan mampu menyelesaikan dengan baik tugas tersebut. Menurut Robbins (2006:472), gaya kepemimpinan transaksional adalah pemimpin yang memandu atau memotivasi para pengikut mereka menuju ke sasaran yang ditetapkan dengan memperjelas persyaratan peran dan tugas. Menurut Artanti (2004:253), gaya kepemimpinan transaksional merupakan hubungan pemimpin dan bawahan didasarkan pada sejumlah pertukaran diantara mereka. Kepemimpinan transaksional mendorong bawahan mencapai tingkat kinerja yang telah disepakati, dan antara pemimpin bawahan telah tercapai persetujuan tentang apa yang harus dicapai bawahan. Kepemimpinan transaksional adalah gaya kepemimpinan di mana seorang pemimpin memfokuskan perhatiannya pada transaksi interpersonal antara pemimpin dengan karyawan yang melibatkan hubungan pertukaran. Pertukaran tersebut didasarkan pada kesepakatan 34 mengenai klasifikasi sasaran, standar kerja, penugasan kerja, dan penghargaan. Gaya kepemimpinan transaksional menurut dibentuk oleh faktor-faktor yang berupa imbalan kontingen (contingent reward), manajemen eksepsi aktif (active management by exception), dan manajemen eksepsi pasif (passive management by exception). Dari pengertian tersebut secara sederhana kepemimpinan transaksional dapat diartikan sebagai cara yang digunakan seorang pemimpin dalam menggerakkan anggotanya dengan menawarkan imbalan terhadap kontribusi yang diberikan oleh anggota kepada organisasi. Adapun karakteristik kepemimpinan transaksional yaitu : Pengadaan imbalan, pemimpin menggunakan serangkaian imbalan untuk memotivasi para anggotanya, imbalannya berupa kebutuhan tingkat fisiologis (maslow). Eksepsi/pengecualian, dimana pemimpin akan memberi tindakan koreksi atau pembatalan imbalan atau sanksi apabila anggota gagal mencapai sasaran prestasi yang ditetapkan. Karakteristik pemimpin transaksionalis : Mengetahui keinginan bawahan Terampil memberikan imbalan atau janji yang tepat Responsif terhadap kepentingan bawahan 35 2.7. Kerangka Konsep Kepemimpinan pada dasarnya adalah proses mempengaruhi orang lain. Selain itu kepemimpinan juga berarti kemampuan untuk mempengaruhi, menggerakkan, dan mengarahkan suatu tindakan pada diri seseorang atau sekelompok orang untuk tujuan tertentu. Dalam upaya mempengaruhi tersebut seorang pemimpin menerapkan gaya yang berbeda-beda. Dalam penelitian ini penulis mengangkat gaya kepemimpinan yang dikemukakan Bass (1990:22) yaitu gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional. Kerangka pikirnya digambarkan dalam skema berikut : Gambar 1: Bagan Kerangka Konsep Penelitian KEPALA BPKP KEBERHASILAN PENCAPAIAN TUJUAN ORGANISASI GAYA KEPEMIMPINAN : Kepemimpinan Transformasional : Idealized Influence Inspirational Motivation Intelectual Stimulation Individualized Consideration Kepemimpinan Transaksional : Contingent reward Management by exception 36 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Dengan melakukan survey yaitu penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif, distributif, dan hubungan antar variabel secara sosiologis maupun psikologis (dalam Sugiyono, 2006). Adapun tipe penelitiannya yaitu deskriptif kuantitatif. Sedangkan jenis data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Metode ini digunakan dengan pertimbangan bahwa metode ini relevan dengan materi penulisan skripsi, dimana penelitian yang dilakukan hanya bersifat deskriptif yaitu menggambarkan kenyataan dari kejadian yang diteliti sehingga memudahkan penulis untuk mendapatkan data yang objektif. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian merupakan suatu tempat atau wilayah dimana penelitian akan dilakukan. Adapun tempat penelitian yang akan dilakukan oleh penulis berlokasi di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan. Sedangkan Waktu yang digunakan dalam penelitian ini 1 bulan yaitu bulan 19 April- 19 Mei 2012. 37 3.3 Populasi danSampel a. Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiono, 2003:90). Dalam penelitian ini, populasi yang dimaksud adalah pegawai negeri sipil (PNS) di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan sebanyak 174 orang yang menjadi bawahan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan. b. Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Sampel yang dapat mewakili populasi memerlukan metode pengambilan sampel (teknik sampling) yang tepat. Dalam penelitian ini penulis menggunakan sampel jenuh. Semua anggota populasi digunakan sebagai sampel yaitu sebanyak 174 orang. 3.4. Unit Analisis Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu, yakni Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan yang menjadi menjadi pimpinan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan. 38 3..5. Jenis dan Sumber Data a. Jenis data Adapun jenis data yang digunakan dalam penulisan ini adalah Data Kualitatif, yaitu data yang tidak dapat dihitung (bukan berupa angka) dan diperoleh dalam bentuk informasi dari instansi maupun pihak-pihak lain yang ada kaitannya dengan masalah yang akan dibahas. Data Kuantitatif, yaitu data yang diperoleh dalam bentuk angka yang dapat dihitung. b. Sumber Data Sumber Data terdiri atas : Data primer Yaitu data yang diperoleh langsung dari para responden di lokasi penelitian melalui pengamatan langsung maupun hasil wawancara berstruktur yaitu penyebaran kuesioner. Data sekunder Yaitu data yang mendukung data primer yang diperoleh dari literatur, dokumen, serta laporan yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. 3.6. Teknik Pengumpulan Data Berdasarkan teknik pengumpulan data, guna memperoleh data primer dan data skunder penelitian ini menggunakan dua teknik yaitu studi lapangan dan studi kepustakaan. Adapun tujuan dari teknik pengumpulan data tersebut 39 adalah untuk mencari dan menentukan informasi yang sesuai dengan topik penelitian, sehingga dapat menjelaskan permasalahan penelitian secara objektif. Studi lapangan antara lain dilakukan dengan membagikan kuisioner atau angket ke beberapa responden (pegawai). Kuisioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Sedangkan studi kepustakaan dilakukan dengan menghimpun data dari berbagai literatur, baik di perpustakaan maupun di tempat lain. Literatur yang dipergunakan tidak terbatas pada buku-buku, tetapi juga dapat berupa artikel dari internet. Hal ini bertujuan untuk mengoptimalkan kerangka teori dalam menentukan arah penelitian, serta konsep dan bahan teoritis lain yang sesuai dengan konteks penelitian. 3.7. Teknik Analisis Data Data yang diperoleh di lapangan akan dianalisis dengan teknik kuantitatif. Data akan dianalisis dengan menggunakan tabel-tabel frekuensi. Hasil analisisnya diuraikan secara deskriptif dengan memberikan gambaran mengenai gaya kepemimpinan pada Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Sulawesi Selatan. Gaya kepemimpinan tersebut akan diukur dengan menggunakan skala Likert (Sugiono, 2003:108). Jawaban atas setiap pertanyaan ditentukan berdasarkan urutan pola jawaban 1,2,3, 4 dan 5 dengan asumsi : Jawaban Selalu diberi skor 5 Jawaban Sering diberi skor 4 Jawaban Kadang-Kadang diberi skor 3 Jawaban Jarang diberi skor 2 Jawaban tidak pernah diberi skor 1 40 Terhadap data yang telah diperoleh melalui kuesioner selanjutnya dipastikan jawaban responden berdasarkan total skor masing-masing jawaban. Dari data tersebut, kemudian dilakukan analisis deskriptif melalui penghitungan persentase dan sistem skor untuk mengetahui komposisi jawaban responden. Adapun rumus perhitungan skor untuk setiap item pertanyaan, yaitu : Dimana : P = Persentase Jawaban. f = Frekuensi Jawaban. N = Jumlah Responden. 3.8. Definisi Operasional Gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu untuk mencapai tujuan tertentu. a) Kepemimpinan Tranformasional Kepemimpinan transformasional adalah gaya kepemimpinan dimana seorang pemimpin cenderung memberikan motivasi kepada bawahan untuk bekerja lebih baik serta menitikberatkan pada perilaku untuk membantu transformasi antara individu dengan organisasi. Gaya kepemimpinan transformasional meliputi : P = f x 100% N 41 - Idealized influence, pemimpin menunjukkan rasa percaya dan hormat kepada bawahan. - Inspirational motivation, pemimpin menciptakan dan menjaga semangat kerja bawahan. - Intellectual stimulation, pemimpin memandang masalah dari sebuah perspektif yang baru. - Individualized consideration, pemimpin memberikan perhatian khusus terhadap kebutuhan individu. b) Kepemimpinan Transaksional Kepemimpinan transaksional adalah gaya kepemimpinan dimana seorang pemimpin menfokuskan perhatiannya pada interaksi interpersonal antara pemimpin dengan karyawan yang melibatkan hubungan pertukaran. Dua komponen utama dari gaya kepemimpinan transaksional yaitu : - Contingent reward, adalah suatu situasi dimana seorang pemimpin menjanjikan imbalan apabila bawahan dapat melaksanakan yang diperintahkannya. - Management by exception, adalah dimana seorang pemimpin memantau kesalahan yang dilakukan bawahan dan melakukan perbaikan. 42 BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1. Sejarah Berdirinya Kantor Perwakilan BPKP Wilayah Sulawesi Selatan Struktur dan mekanisme pengawasan di negara Indonesia pada dasarnya telah berada dalam suatu sistem pengawasan yang terpadu, sehingga jelas peranan pengawasan sebagai unsur yang mutlak dalam manajemen pemerintahan dan pembangunan nasional. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai salah satu lembaga pengawasan dalam sistem tersebut dan merupakan lembaga pemerintah non-departemen yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden. Munculnya Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam sistem pengawasan yang terpadu tidak terlepas dari sejarah Aparat Pengawas Fungsional Pemerintah (APFP). Di tahun 1963, Busluit Nomor : 44 tepatnya tanggal 31 Oktober 1963, menyebutkan bahwa Djawatan Akuntan Negara (DAN) bertugas melakukan penelitian terhadap pembukuan. Secara structural DAN bertugas mengawasi pengelolaan perusahaan negara tepatnya berada dibawah Thesauri Djendral Kementrian Keuangan. Dengan Peraturan Presiden Nomor : 9 Tahun 1961 tentang instruksi bagi kepala DAN, kedudukan DAN dilepas dari Thesauri Djendral dan ditingkatkan langsung dibawah Menteri Keuangan, sedangkan fungsi pengawasan anggaran tetap berada dibawah Thesauri Djendral. 43 Dua tahun kemudian dengan keputusan Presiden Nomor : 29 Tahun 1963 tentang pengawasan keuangan negara, Thesauri Djendral dibubarkan karena dipandang tidak efektif. Pada tahun 1964, para akuntan yang bekerja pada DAN yang berasal dari Djawatan padjak (DAP) dipindahkan ke Direktorat Pajak Departemen keuangan. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor : 26 Tahun 1968, fungsi pengawasan anggaran dan pengawasan badan usaha/ jawatan digabung kembali dengan terbentuknya Direktorat Djendral Pengawasan Keuangan Negara (DDPKN) dilingkungan Departemen Keuangan. Direktorat Djendral inilah yang bertugas melaksanakan pengawasan seluruh pelaksanaan anggaran negara, anggaran daerah dan BUMN/BUMD. Namun pada tanggak 30 Mei 1983 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor : 31 Tahun 1983, DDPKN ditransformasi menjadi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Guna menjalankan tugas dan fungsinya, BPKP memiliki 24 perwakilan ditingkat provinsi (termasuk Sulawesi Selatan), 2 perwakilan ditingkat kabupaten (Cirebon dan Jember) dan satu perwakilan diluar negeri (Bonn, Jerman). Dengan sumber daya manusia yang berkualitas dalam jumlah yang cukup dan terdapatnya perwakilan-perwakilan yang tersebar di seluruh Indonesia merupakan faktor kunci terlaksananya tugas pengawasan keuangan dan pembangunan yang efisien dan efektif. 4.1.2. Visi dan Misi BPKP Visi adalah suatu pikiran yang melampaui realitas sekarang, suatu yang kita ciptakan yang belum pernah ada sebelumnya, suatu keadaan yang akan kita wujudkan yang belum pernah kita alami sebelumnya. 44 Visi BPKP adalah menjadi katalisator pembaharuan manajemen pemerintah di Sulawesi Selatan melalui pengawasan yang profesional. Perubahan lingkungan strategis dapat berpengaruh terhadap harapan dan arahan organisasi Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Selatan. Oleh karena itu Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Selatan memandang perlu dan berkomitmen untuk mereposisi kembali visi-nya untuk mengakomodasi dan mengantisipasi hal-hal yang terjadi/akan terjadi akibat dari perubahan tersebut. Komitmen tersebut selanjutnya dituangkan dalam pernyataan visi Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Selatan, sebagai berikut: Visi BPKP Sulsel adalah menjadi auditor Presiden yang Responsif, Interaktif dan Terpercaya, untuk mewujudkan Akuntabilitas Keuangan Negara yang berkualitas di provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Misi adalah jalan pilihan suatu organisasi untuk menyediakan produk atau jasa bagi pelanggannya. Misi BPKP adalah sebagai berikut : 1) Mendorong Akuntabilitas pada sektor publik . Mengandung makna bahwa dengan peran yang sangat stratejik, BPKP akan mampu memenuhi aspirasi atau harapan bangsa dan negara untuk mewujudkan Instansi Pemerintah yang Akuntabel. Dalam pengertian tersebut diharapkan akan tumbuh budaya berakuntabilitas diseluruh jajaran pemerintahan dan juga masyarakat secara luas, yang merupakan salah satu pilar dari ciri-ciri Pemerintahan yang Baik . 2) Mendorong terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang bersih melalui pengawasan yang profesional. 45 Mengandung makna Kantor Perwakilan BPKP Wilayah Sulawesi Selatan, selaku organisasi fungsional pengawas harus meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia-nya agar selalu dapat menghadapi perubahan yang terjadi sehingga selalu dapat menjalankan fungsinya sesuai harapan masyarakat. Melalui peningkatan kualitas pengawasan, diharapkan dapat memberikan saran-saran perbaikan manajemen pada instansi pemerintah yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja instansi yang bersangkutan. Motto Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Selatan 5 Sipa + 1 Sipo memiliki nuansa muatan lokal kedaerahan yang relevan dengan kondisi dan budaya, yaitu: a. Sipatuo (saling Mendukung) Senantiasa mengamalkan perilaku yang saling mendukung antara sesama pegawai dalam melaksanakan tugas sehari-hari, karena seluruh pegawai memiliki komitmen yang sama untuk mencapai tujuan organisasi. b. Sipatokkong (saling Menopang/Membantu) Senantiasa mengamalkan perilaku yang saling menopang/membantu di antara sesama pegawai, jika terdapat pegawai yang mengalami kesulitan dalam bekerja diharapkan pegawai yang lain turun tangan untuk membantu. c. Sipakatau (saling Menghargai), Senantiasa mengamalkan perilaku saling menghormati diantara sesama pegawai dan menghargai para pemangku kepentingan (stakeholders) BPKP. 46 d. Sipakainge (saling mengingatkan), Senantiasa mengamalkan perilaku yang saling mengingatkan antara sesama pegawai, sehingga seluruh pegawai yang lalai atau melakukan kesalahan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya akan diingatkan oleh pegawai yang lain. e. Sipakalebbi (Saling mengapresiasi), Senantiasa mengamalkan perilaku yang saling mengapresiasi antara sesama pegawai, sehingga seluruh pegawai merasa mempunyai andil dalam mencapai tujuan organisasi. f. Siporennu (Saling Merindukan), Senantiasa mengamalkan perilaku yang saling merindukan dengan menjalin/menjaga hubungan diantara sesama pegawai sehingga tercipta suasana kekeluargaan di lingkungan kantor. 4.1.3. Tugas Pokok dan Fungsi Kantor Perwakilan BPKP Wilayah Sulawesi Selatan Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Sulawesi Selatan adalah salah satu perwakilan dengan wilayah kerja Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Berkedudukan di Makassar, yang saat ini beralamat di Jalan Tamalanrea Raya No.3 Bumi Tamalanrea Permai, Makassar. Perwakilan BPKP Sul-Sel adalah instansi vertikal BPKP di daerah yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala BPKP dan Perwakilan BPKP dipimpin oleh seorang Kepala Perwakilan yang merupakan pejabat setingkat Eselon II. 47 Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Selatan sebagai salah satu unit operasional BPKP, berkewajiban untuk melaksanakan sebagian tugas pokok dan fungsi BPKP Pusat, sesuai dengan batas kewenangan yang dimilikinya. Adapun perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Selatan mempunyai tugas pokok sebagai berikut: - Melakukan pengawasan keuangan dan pembangunan - Melaksanakan pengawasan penyelenggaraan akuntabilitas di Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugas seperti disebut diatas, Perwakilan BPKP menyelenggarakan fungsi sebagai berikut : a. Penyiapan rencana dan program kerja pengawasan; b. Pengawasan terhadap pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja negara dan pengurusan barang milik/kekayaan negara; c. Pengawasan terhadap pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja daerah dan pengurusan barang milik/kekayaan pemerintah daerah atas permintaan daerah; d. Pengawasan terhadap penyelenggaraan tugas pemerintahan yang bersifat strategis dan/atau lintas departemen/lembaga/wilayah; e. Pemberian asistensi penyusunan laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah pusat dan derah; 48 f. Evaluasi atas laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah; g. Pemeriksaan terhadap badan usaha milik negara, Pertamina, cabang usaha pertamina, kontraktor bagi hasil, dan kontrak kerja sama, badan-badan lain yang di dalamnya terdapat kepentingan pemerintah, pinjaman/bantuan luar negeri yang diterima pemerintah pusat dan badan usaha milik daerah atas permintaan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; h. Evaluasi tehadap pelaksanaan good corporate governance dan laporan akuntabilitas kinerja pada badan usaha milik negara, Pertamina, cabang usaha Pertamina, kontraktor bagi hasil, kontrak kerja sama, badan-badan lain yang di dalamnya terdapat kepentingan pemerintah, dan badan usaha milik daerah, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; i. Investigasi terhadap indikasi penyimpangan yang merugikan negara, badan usaha milik negara, dan badan-badan lain yang di dalamnya terdapat kepentingan pemerintah, pemeriksaan terhadap hambatan kelancaran pembangunan, dan pemberian bantuan pemeriksaan pada instansi penyidik dan instansi pemerintah lainnya; j. Pelaksanaan analisis dan penyusunan laporan hasil pengawasan serta pengendalian mutu pengawasan; k. Pelaksanaan administrasi Perwakilan BPKP. 49 Peran Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Selatan dalam koridor pencapaian visi dan misi BPKP secara keseluruhan dengan mengacu kepada Tugas Pokok dan Fungsi sebagai bagian dari organisasi BPKP sebagaimana diatur dalam Keputusan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Nomor : KEP-06.00.00-286/K/2001 tangal 30 Mei 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan merupakan suatu gambaran rantai aktivitas yang saling terkait yaitu aktivitas utama pengawasan dan aktivitas pendukung pengawasan. Aktivitas utama pengawasan merupakan kegiatan utama (core business) BPKP berupa kegiatan pengawasan yang dilakukan dalam rangka mendorong terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik, meningkatnya kinerja program pemerintah, serta terwujudnya iklim yang mencegah KKN untuk keberhasilan pencapaian target-target dan prioritas pembangunan nasional. Sedangkan aktivitas pendukung adalah semua aktivitas yang dilakukan untuk mendukung aktivitas utama. Adapun peran yang dapat dan telah dilaksanakan oleh Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Selatan adalah peran consulting untuk meningkatkan tata kelola pemerintahan instansi pemerintah pusat/daerah dan BUMN/D di wilayah Sulawesi Selatan dan wilayah Sulawesi Barat. Sedangkan peran assurance berupa audit keuangan atas Loan/Grant yang dilakukan atas permintaan Lender telah dapat 50 diselesaikan secara tepat waktu dengan kualitas audit/hasil audit yang baik. Demikian halnya dengan audit dalam rangka optimalisasi atas penerimaan negara dan daerah. Peran dalam upaya mewujudkan iklim pencegahan dan pemberantas korupsi telah memberikan hasil yang cukup siginfikan dengan meningkatnya jumlah kasus yang diserahkan ke Instansi Penegak Hukum, baik melalui audit investigasi, hasil penghitungan kerugian keuangan negara, pemberian keterangan ahli termasuk tindakan preventif berupa meningkatnya pemahaman dan kepedulian masyarakat peserta sosialisasi anti korupsi terhadap bahaya korupsi. Terkait dengan kegamangan/keragu-raguan sebagian besar pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah, Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Selatan menempatkan dirinya sebagai clearing house dengan memberikan solusi dalam bentuk sosialisasi, asistensi dan review pengadaan barang dan jasa. Disamping itu keberhasilan keseluruhan progam, juga tercermin dari nilai pengawasan (audit value) berupa terjadinya peningkatan tindaklanjut hasil pengawasan yang merupakan respon auditan terhadap hasil-hasil audit/pengawasan. 4.1.4. Stuktur Organisasi Kantor BPKP Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan wilayah Sulawesi Selatan terdiri dari perangkat-perangkat yang ada didalamnya seperti dalam struktur organisasi BPKP Perwakilan Sulawesi Selatan. 51 Adapun susunan organisasi BPKP Perwakilan Sulawesi Selatan terdiri atas: 1. Kepala Perwakilan 2. Kepala Bagian Tata Usaha, membawahi: a. Kepala Sub Bagian Prolap b. Kepala Sub Bagian Kepegawaian c. Kepala Sub Bagian Keuangan d. Kepala Sub Bagian Umum 3. Kepala Bidang Instansi Pemerintah Pusat 4. Kepala Bidang Akuntabilitas Pemerintah Daerah 5. Kepala Bidang Akuntan Negara 6. Kepala Bidang Investigasi 7. Kelompok Jabatan Fungsional Audit 52 Gambar 2 : Struktur Organisasi Kantor BPKP Perwakilan Prov. Sul-Sel 2011-2012 (Sumber : Profil BPKP Sul-Sel,2012) Kepala Perwakilan Abi Rusman Tjokronolo Kepala Bagian Tata Usaha Karya Bhakti Kepala Sub Bag. Kepegawaian Suganda Kepala Sub Bag. Keuangan Alimuddin Kepala Sub Bagian Prolap Alfiandry Kepala Sub Bag. Umum Jun Suwarno Kepala Bidang IPP Mangaradja Surjadi Hutagaol Kepala Bidang APD Jamason Sinaga Kelompok Jabatan Fungsional Auditor Kepala Bidang APN Yuler Bastian Kepala Bidang Investigasi Iman Achmad Nugraha 53 A. Tugas Pokok dan Fungsi Jabatan 1. Bagian Tata Usaha, menyelenggarakan fungsi penyusunan rencana dan program pengawasan, pelaksanaan urusan kepegawaian, keuangan, persuratan, urusan dalam, perlengkapan, dan rumah tangga; pengelolaan perpustakaan; penyusunan laporan berkala hasil pengawasan. Selain urusan intern, Bagian Tata Usaha juga melakukan pelayanan kepada stakeholders Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Selatan, seperti: a. Asistensi / Pendampingan Pengembangan Budaya Kerja b. Mengkoordinasikan Diklat Sertifikasi APIP (Aparat Pengawas Internal Pemerintah) untuk dalam lingkup wilayah kerja Perwakilan BPKP Sulsel c. Penanggung Jawab Penyelenggaraan SPIP (Sitem Pengendalian Intern Pemerintah) d. Mengkoordinasikan kegiatan Reformasi Birokrasi e. Kegiatan Dukungan Manajemen 2. Bidang Pengawasan Instansi Pemerintah Pusat, melaksanakan penyusunan rencana, program, pelaksanaan pengawasan instansi pemerintah pusat, dan pinjaman/bantuan hibah luar negeri serta pengawasan penyelenggaraan akuntabilitas instansi pemerintah pusat dan evaluasi hasil pengawasan. 54 3. Adapun produk dan layanan yang diberikan adalah: a. Pendampingan Penyusunan Laporan Keuangan K/L/D/I (Kementerian/Lembaga/Daerah/Instansi) b. Inventarisasi Barang Milik Negara (BMN) c. Audit Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN) d. Audit Kinerja K/L/D/I e. Optimalisasi Penerimaan Negara melalui Audit Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) f. Evaluasi pelaksanaan Program termasuk pelaksanaan Ibadah Haji g. Join Audit dengan APIP (Aparat Pengawas Internal Pemerintah) K/L/D/I h. Pendampingan penguatan tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance). 4. Bidang Akuntabilitas Pemerintah Daerah, melaksanakan penyusunan rencana, program, dan pengawasan instansi pemerintah daerah atas permintaan daerah serta pelaksanaan pengawasan penyelenggaraan akuntabilitas, dan evaluasi hasil pengawasan. Adapun produk dan layanan yang diberikan adalah : a. Sosialisasi, diagnostic assesment dan bimbingan teknis SPIP (Sitem Pengendalian Intern Pemerintah) b. Pendampingan dan asistensi SIMDA (Sistem Informasi Manajemen Daerah), penyusunan LKPD (Laporan 55 Keuangan Pemerintah Daerah), dan LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah) c. Analisis dan Evaluasi Keselarasan Prioritas Pembangunan dan data PASs (President Accountability Systems) d. Evaluasi penyusunan dan penetapan APBD e. Evaluasi LAKIP f. Audit kinerja pelayanan pemerintah daerah g. Pendampingan / reviu pelaksanaan PBJ (Pengadaan Barang dan Jasa) h. Pendampingan Inventarisasi BMD (Barang Milik Daerah) i. Pendampingan Reviu Laporan Keuangan Pemda dan Evaluasi LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah) SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah). 5. Bidang Akuntan Negara, melaksanakan penyusunan rencana, program, dan pelaksanaan pemeriksaan serta evaluasi pelaksanaan good corporate governance dan laporan akuntabilitas kinerja badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah atas permintaan daerah, serta evaluasi hasil pengawasan. Adapun produk dan layanan yang diberikan adalah : a. Sosialisasi persiapan, penetapan, dan implementasi BLUD (Badan Layanan Umum Daerah) b. Asistensi dan pendampingan tata kelola yang baik (assesment GCG serta Clearence Aset) 56 c. Asistensi dan pendampingan Implementasi Key Performance Indicators (KPI); d. Asistensi / Pendampingan SIA (Sistem Informasi Akuntansi) PDAM e. Audit Keuangan dan Kinerja BUMN/D 6. Bidang Investigasi, melaksanakan penyusunan rencana, program, dan pelaksanaan pemeriksaan terhadap indikasi penyimpangan yang merugikan negara, badan usaha milik negara, dan badan-badan lain yang di dalamnya terdapat kepentingan pemerintah, pemeriksaan terhadap hambatan kelancaran pembangunan, dan pemberian bantuan pemeriksaan pada instansi penyidik dan instansi pemerintah lainnya. 4.1.5. Inovasi Pelayanan Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Selatan selalu berusaha untuk memberikan pelayanan prima kepada para stakeholders. Untuk itu, selalu dilakukan inovasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan, antara lain : 1. Kerja Sama dengan media massa Sebagai bentuk komitmen untuk selalu menjalin kemitraan yang harmonis dengan stakeholders, kami senantiasa berusaha mendekatkan diri kepada para mitra diantaranya menggandeng mass media, baik cetak maupun elektronik. Dimana media massa juga merupakan salah satu unsur pengawasan yakni 57 bagian dari unsur pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat. 2. Penguatan dan Internalisasi Budaya Kerja Dengan semboyan Rsopa Temmangingngi Namalomo Nalti Pammase Dwata (Hanya dengan bekerja sungguh-sungguh, tak kenal lelah, terencana dan terukur tujuan dapat tercapai dengan ridho Yang Maha Kuasa), kami selalu bekerja keras dan berusaha secara maksimal untuk meberikan pelayanan prima kepada stakeholders. Internalisasi PIONIR sebagai nilai budaya kerja BPKP dikombinasikan dengan nilai dan budaya lokal yang dirangkum 5 Sipa + 1 Sipo akan menciptakan kondisi kerja yang kondusif, mendorong insan-insan Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Selatan untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab dengan 5 AS (kerja keras, kerja cerdas, kerja tuntas, kerja integritas, dan kerja ikhlas. Dalam usaha memaksimalkan kinerja pegawai perwakilan BPKP Sulsel maka ada tiga hal yang perlu diperhatikan, antara lain : 1. Pembinaan Sumber Daya Manusia a) Mengajak seluruh jajaran pegawai untuk meningkatkan kepercayaan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. b) Menanamkan rasa kebersamaan, rasa memiliki dan mencintai organisasi. 58 c) Menyempurnakan sistem kerja secara konstruktif dan berkesinambungan. d) Menciptakan tim kerja yang solid, melaksanakan tugas secara professional, menjadi teladan dan mendorong transparansi. e) Meningkatkan ketrampilan, kemampuan dan pengetahuan pegawai melalui PKS, kursus, diklat dll. 2. Operasional Pengawasan a) Setiap pelaksanaan tugas harus direncanakan sebaik mungkin dengan memperhatikan efektifitas, efesiensi dan kehematan. b) Penugasan harus mengacu pada kebijakan pengawasan yang telah digariskan oleh BPKP Pusat. c) Hasil-hasil pengawasan harus memberikan manfaat bagi pengguna jasa, termasuk didalamnya unsur pembinaan dan rekomendasi yang dapat mendorong kinerja instansi / BUMN/D yang diawasi. d) Menciptakan dan meningkatkan sinergi pengawasan dengan aparat fungsional pengawasan lainnya. e) Menyempurnakan system informasi hasil pengawasan untuk dapat memberikan informasi yang akurat dan tepat waktu kepada pihak yang memerlukan. f) Mendorong terciptanya akuntabilitas publik melalui pertisipasi dalam sosialisasi dan asistensi akuntabilitas instansi pemerintah (AKIP) 59 g) Mendorong peningkatan potensi penerimaan negara dan daerah. h) Berperan dalam pembinaan penyelenggaraan Keuangan Daerah. 3. Bidang Penunjang a) Memelihara sarana dan prasarana fisik yang ada sehingga dapat menunjang pelaksanaan operasional atau kegiatan rutin lainnya. b) Menggunakan dana seefisien dan sehemat mungkin serta selalu memperhatikan efektifitas atau hasil dari pembiayaan yang telah dikeluarkan. c) Meningkatkan hubungan baik dengan mitra kerja. d) Berperan serta dalam meningkatkan kualitas SDM Pemerintah Daerah di bidang pengawasan dan manajemen keuangan. e) Menyampaikan laporan kegiatan yang menyangkut penggunaan dana dan sarana penunjang secara tepat waktu dan akurat. 4.2. Deskripsi Hasil Penelitian Deskripsi hasil penelitian ini dibagi ke dalam dua bagian, yaitu deskripsi mengenai kondisi atau keadaan responden dan deskripsi tentang gaya kepemimpinan pada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan perwakilan Sulawesi selatan saat ini yang diperoleh melalui data dari hasil kuesioner. 60 4.2.1 Deskripsi Responden Kuisioner yang disebarkan dalam penelitian ini berjumlah 174 kuisioner dengan subyek penelitian ialah pegawai Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan perwakilan Sulawesi selatan. Namun pada saat pengumpulan kuisioner yang kembali hanya berjumlah 120 kuisioner. Hal ini disebabkan pada saat pembagian kuisioner, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan perwakilan Sulawesi selatan sedang dalam masa transisi pergantian pemimpin yang menyebabkan sebagian besar pegawainya sibuk sehingga tidak sempat mengisi kuisioner. Selain itu, adanya pegawai yang sedang menjalankan tugas ke daerah juga menjadi kendala kurangnya pengisian kuisioner. Penulis tetap menggunakan kuisioner yang kembali berjumlah 120 kuisioner. Jadi, respone rate dalam penelitian ini ialah 68,9% artinya melebihi setengah dari jumlah sampel dan semua jawaban lengkap dan layak digunakan untuk analisa. Berikut akan dipaparkan deskripsi responden secara umum berdasarkan jenis kelamin, umur, pendidikan dan masa kerja. a. Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Karakteristik responden yang menjadi subyek penelitian ini menurut jenis kelamin ditunjukkan dalam tabel 4.1 dibawah ini: Tabel 4.1 Persentase responden berdasarkan jenis kelamin No Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%) 1 Laki-laki 87 72.5 2 Perempuan 33 27.5 Jumlah 120 100 Sumber: Data primer yang diolah,2012 61 Berdasarkan data yang ada pada tabel 4.1 dapat dilihat melalui jumlahnya bahwa responden laki-laki lebih banyak jika dibandingkan dengan responden perempuan. Jumlah responden laki-laki yaitu 87 orang (72.5%), sedangkan jumlah responden perempuan yaitu 33 orang (27.5%). b. Deskripsi Responden Berdasarkan Umur Karakteristik responden yang menjadi subyek penelitian ini menurut umur ditunjukkan dalam tabel 4.2 dibawah ini: Tabel 4.2 Persentase responden berdasarkan umur No Klasifikasi Umur Jumlah Persentase % 1 21 s/d 30 tahun 50 41.7 2 31 s/d 40 tahun 21 17.5 3 41 s/d 50 tahun 30 25 4 50 tahun ke atas 19 15.8 Jumlah 120 100 Sumber: Data primer yang diolah, 2012 Berdasarkan data yang ada pada tabel 4.2 terlihat bahwa distribusi usia responden paling banyak pada usia 21 30 tahun ke atas yaitu 50 orang atau 41.7%. Sedangkan distribusi umur responden paling sedikit yaitu pada usia 50 tahun ke atas yaitu 19 orang atau 15.8%. Jumlah responden yang berusia tua sangat sedikit dari jumlah responden yang berusia muda (produktif). c. Deskripsi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Karakteristik responden pegawai yang menjadi subyek penelitian ini menurut tingkat Pendidikan ditunjukkan dalam tabel 4.3 dibawah ini 62 Tabel 4.3 Persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan No Pendidikan Jumlah Persentase % 1 SD/Sederajat 0 0 2 SLTP/Sederajat 0 0 3 SLTA/Sederajat 3 2.5 4 Diploma 45 37.5 5 S1 63 52.5 6 S2 9 7.5 Jumlah 120 100 Sumber : Data primer yang diolah, 2012 Berdasarkan data yang ada pada tabel 4.3, terlihat bahwa tingkat pendidikan responden paling banyak pada jenjang S1 yaitu 63 orang atau 52.5%, kemudian diikuti oleh Diploma dengan jumlah 45 orang atau 37.5%, kemudian S2 dengan jumlah 9 orang atau 7.5% dan SLTA/Sederajat dengan jumlah 3 orang atau 2.5%. Dari data tersebut, nampak bahwa sebagian besar yang terpilih sebagai responden dalam penelitian ini memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. d. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja Karakteristik responden pegawai yang menjadi subyek penelitian ini menurut masa kerja ditunjukkan pada tabel 4.4 dibawah ini: Tabel 4.4 Persentase responden berdasarkan masa kerja No Masa Kerja Jumlah Persentase % 1 1-5 tahun 23 19.1 2 5-10 tahun 39 32.5 3 10-15 tahun 3 2.5 4 16-20 tahun 15 12.5 5 20 tahun keatas 40 33.4 Jumlah 120 100 Sumber : Data primer yang diolah, 2012 63 Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa terdapat 23 orang atau 19,1persen masa kerja responden antara 1-5 tahun, sebanyak 39 orang atau 32,5 persen masa kerja respondenantara 5-10 tahun, sebanyak 3 orang atau 2,5 persen masa kerja responden antara 10-15 tahun, sebanyak 15 orang atau 12,5 persen masakerja responden antara 15-20 tahun dan 40 orang atau 33,4 persen masakerja responden 20 tahun keatas. Dari data diatas, dapat dinyatakan bahwa dari 120 responden yang paling banyak masa kerjanya 20 tahun keatas. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengalaman kerja pegawai pada Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan perwakilan Sulawesi selatan sudah cukup lama. Sehingga berdasarkan pengalaman kerja yang cukup lama tersebut tentu akan menghasilkan kinerja yang baik. 4.2.2 Deskripsi Gaya Kepemimpinan pada Kantor Perwakilan BPKP Wilayah Sulawesi Selatan Untuk mengetahui gaya kepemimpinan yang diterapkan Kepala Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Sulawesi Selatan, penulis memilih gaya kepemimpinan yang dikemukakan Bass (1990:22) yaitu gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional besarnya gaya kepemimpinan terhadap masing-masing indikator ditetapkan dalam bentuk persentase dari jawaban yang diberikan dari tiap-tiap indikator, dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini : 64 a. Gaya kepemimpinan Transformasional Untuk mengetahui tentang tanggapan responden terhadap pernyataan pada kuesioner mengenai mengenai gaya kepemimpinan transformasional, dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini : Tabel 4.5 Tanggapan responden terhadap sikap pemimpin yang memberi kepercayaan kepada para bawahan. No. Jawaban Jumlah Responden Persentase 1 Selalu 54 45% 2 Sering 48 40 3 Kadang-Kadang 15 12,5% 4 Jarang 2 1,7% 5 Tidak Pernah 1 0.8% Jumlah 120 100% Sumber : Diolah dari data primer, 2012 Dari tabel 4.5, dapat terlihat tanggapan responden terhadap perilaku pemimpin yang memberi kepercayaan kepada para bawahan dengan jumlah persentase jawaban sering 40%, jawaban Kadang-kadang 12,5%, jawaban jarang 1,7%, dan jawaban tidak pernah sebanyak 0,8%. Dari jawaban tersebut nampak bahwa sebagian besar responden berpendapat bahwa kepala badan pemeriksa keuangan dan pembangunan perwakilan Sulawesi selatan memberikan kepercayaan kepada bawahannya. Pemimpin sepatutnya memberikan kepercayaan penuh terhadap bawahannya. 65 Tabel 4.6 Tanggapan responden terhadap sikap pemimpin yang memperlakukan bawahan agar merasa dihargai satu dengan yang lainnya. No. Jawaban Jumlah Responden Persentase 1 Selalu 33 27.5% 2 Sering 53 44.1% 3 Kadang-Kadang 27 22.5% 4 Jarang 6 5% 5 Tidak Pernah 1 0.8% Jumlah 120 100% Sumber : Diolah dari data primer, 2012 Dari tabel 4.6, dapat terlihat tanggapan responden terhadap perilaku pemimpin yang memperlakukan bawahan agar merasa dihargai satu dengan yang lainnya dengan jumlah persentase jawaban kadang-kadang 22.5%, jawaban jarang 5%, jawaban tidak pernah 0.8%, jawaban sering sebanyak 44.1%, dan jawaban selalu 27.5%. Dari hasil tanggapan responden tersebut dapat disimpulkan bahwa pemimpin sering memperlakukan bawahan agar merasa dihargai satu dengan yang lainnya. Tabel 4.7 Tanggapan responden terhadap sikap pemimpin yang menjaga kewibawaan dihadapan orang lain. No. Jawaban Jumlah Responden Persentase 1 Selalu 51 42.5% 2 Sering 54 45% 3 Kadang-Kadang 12 10% 4 Jarang 3 2.5% 5 Tidak Pernah 0 0% Jumlah 120 100% Sumber : Diolah dari data primer, 2012 66 Dari tabel 4.7, dapat terlihat tanggapan responden terhadap perilaku pemimpin yang menjaga kewibawaan dihadapan orang lain dengan jumlah persentase jawaban sering 45%, jawaban selalu 42.5%, jawaban kadang-kadang 10%, dan jawaban tidak pernah hanya 0%. Data ini menyimpulkan bahwa pemimpin sering menjaga kewibawaan dihadapan orang lain. Tabel 4.8 Tanggapan responden terhadap sikap pemimpin yang merespon keluhan bawahan secara positif. No. Jawaban Jumlah Responden Persentase 1 Selalu 27 22.5% 2 Sering 53 44.2% 3 Kadang-Kadang 20 16.7% 4 Jarang 19 15.8% 5 Tidak Pernah 1 0.8% Jumlah 120 100% Sumber : Diolah dari data primer, 2012 Dari tabel 4.8, dapat terlihat tanggapan responden terhadap perilaku pemimpin yang merespon keluhan bawahan secara positif dengan jumlah persentase jawaban sering 44.2%, jawaban selalu22.5%, dan jawaban kadang-kadang 16.7%. Ini menandakan bahwa pemimpin sering merespon keluhan bawahan secara positif. Tabel 4.9 Tanggapan responden terhadap sikap pemimpin yang berani mengambil keputusan. No. Jawaban Jumlah Responden Persentase 1 Selalu 45 37.5% 2 Sering 48 40% 3 Kadang-Kadang 24 20% 4 Jarang 3 2.5% 5 Tidak Pernah 0 0% Jumlah 120 100% 67 Sumber : Diolah dari data primer, 2012 Dari tabel 4.9, dapat terlihat tanggapan responden terhadap sikap pemimpin yang berani mengambil keputusan dengan jumlah persentase jawaban sering 40%, selalu 37.5%, dan jawaban kadang-kadang 20%.Dari hasil tanggapan responden tersebut dapat disimpulkan bahwa pemimpin sering berani mengambil keputusan. Tabel 4.10 Tanggapan responden bahwa pemimpin memberi motivasi untuk mempengaruhi para bawahan untuk meningkatkan optimisme. No. Jawaban Jumlah Responden Persentase 1 Selalu 30 25% 2 Sering 63 52.5% 3 Kadang-Kadang 18 15% 4 Jarang 9 7.5% 5 Tidak Pernah 0 0% Jumlah 120 100% Sumber : Diolah dari data primer, 2012 Berdasarkan tabel 4.10 diatas, terlihat bahwa terdapat 30 responden atau 25% yang menyatakan selalu, 63 responden atau 52.5% menyatakan sering, 18 responden menyatakan jarang serta tidak ada responden menyatakan kadang-kadang terhadap perilaku pemimpin memberi motivasi untuk mempengaruhi para bawahan untuk meningkatkan optimisme. 68 Tabel 4.11 Tanggapan responden bahwa pemimpin memberi semangat kelompok pada para bawahan. No. Jawaban Jumlah Responden Persentase 1 Selalu 30 25% 2 Sering 63 52.5% 3 Kadang-Kadang 18 15% 4 Jarang 9 7.5% 5 Tidak Pernah 0 0% Jumlah 120 100% Sumber : Diolah dari data primer, 2012 Berdasarkan tabel 4.11 diatas, terlihat bahwa terdapat 30 responden atau 25% yang menyatakan selalu dan 63 atau 52.5% menyatakan sering serta 18 responden atau 15% menyatakan kadang-kadang terhadap sikap pimpinan yang memberi semangat kelompok pada para bawahan. Dari data diatas, dapat dilihat bahwa pimpinan sangat memperhatikan semangat kelompok bawahan. Tabel 4.12 Tanggapan responden bahwa pemimpin menjadi inspirator setiap kegiatan. No. Jawaban Jumlah Responden Persentase 1 Selalu 21 17.5% 2 Sering 45 37.5% 3 Kadang-Kadang 42 35% 4 Jarang 10 8.4% 5 Tidak Pernah 2 1.6% Jumlah 120 100% Sumber : Diolah dari data primer, 2012 Dari tabel 4.12, dapat terlihat tanggapan responden terhadap perilaku pemimpin yang menjadi inspirator setiap kegiatan dengan jumlah persentase jawaban kadang-kadang 35%, jawaban jarang 8.4%, jawaban tidak pernah 1.6%, jawaban sering sebanyak 37.5%, dan jawaban selalu 17.5%. Dari hasil 69 tanggapan responden tersebut dapat disimpulkan bahwa pemimpin sering menjadi inspirator setiap kegiatan. Tabel 4.13 Tanggapan responden bahwa pemimpin memunculkan ide disetiap rapat. No. Jawaban Jumlah Responden Persentase 1 Selalu 21 17.5% 2 Sering 69 57.5% 3 Kadang-Kadang 27 22.5% 4 Jarang 3 2.5% 5 Tidak Pernah 0 0% Jumlah 120 100% Sumber : Diolah dari data primer, 2012 Berdasarkan tabel 4.13 diatas, terlihat bahwa terdapat 21 responden atau 17.5% yang menyatakan selalu dan 69 atau 57.5% menyatakan sering serta 27 responden atau 22.5% menyatakan kadang-kadang terhadap sikap pimpinan yang memberi semangat kelompok pada para bawahan. Dari data diatas, dapat dilihat bahwa pimpinansering menunculkan ide disetiap rapat. Tabel 4.14 Tanggapan responden bahwa pemimpin mengedepankan kebersamaan dalam menghadapi permasalahan. No. Jawaban Jumlah Responden Persentase 1 Selalu 27 22.5% 2 Sering 69 57.5% 3 Kadang-Kadang 21 17.5% 4 Jarang 3 2.5% 5 Tidak Pernah 0 0% Jumlah 120 100% Sumber : Diolah dari data primer, 2012 Berdasarkan tabel 4.14 diatas, terlihat bahwa terdapat 27 responden atau 22.5% yang menyatakan selalu dan 69 atau 57.5% menyatakan sering 70 serta 21 responden atau 17.5% menyatakan kadang-kadang terhadap sikap pimpinan yang mengedepankan kebersamaan dalam menghadapi permasalahan. Tabel 4.15 Tanggapan responden bahwa pemimpin memberi cara pandang yang berbeda dalam menghadapi masalah. No. Jawaban Jumlah Responden Persentase 1 Selalu 6 5% 2 Sering 65 54.2% 3 Kadang-Kadang 48 40% 4 Jarang 1 0.8% 5 Tidak Pernah 0 0% Jumlah 120 100% Sumber : Diolah dari data primer, 2012 Berdasarkan tabel 4.15 diatas, terlihat bahwa terdapat 5% responden menyatakan selalu dan 54.2% menyatakan sering serta 40% menyatakan kadang-kadang terhadap sikap pimpinan yang memberi cara pandang yang berbeda dalam menghadapi masalah. Tabel 4.16 Tanggapan responden bahwa pemimpin mengupayakan cara pandang yang berbeda dalam menyelesaikan masalah. No. Jawaban Jumlah Responden Persentase 1 Selalu 4 3.4% 2 Sering 61 50.8% 3 Kadang-Kadang 46 38.3% 4 Jarang 9 7.5% 5 Tidak Pernah 0 0% Jumlah 120 100% Sumber : Diolah dari data primer, 2012 Berdasarkan tabel 4.16 diatas, terlihat bahwa terdapat 4 responden yang menyatakan selalu dan 61 menyatakan sering serta 46 responden 71 menyatakan kadang-kadang terhadap sikap pimpinan yang mengupayakan cara pandang yang berbeda dalam menyelesaikan masalah. Dari data diatas, dapat dilihat bahwa pimpinan sering mengupayakan cara pandang yang berbeda. Tabel 4.17 Tanggapan responden bahwa pemimpin meluangkan waktu untuk mengajari dan melatih bawahannya