UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA -...
Transcript of UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA -...
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN UJI TOKSISITAS
EKSTRAK ETANOL 70% DAN EKSTRAK AIR KULIT
BATANG KAYU JAWA (Lannea coromandelica)
SKRIPSI
ERWIN PRAWIRODIHARJO
1110102000037
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JULI 2014
ii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN UJI TOKSISITAS
EKSTRAK ETANOL 70% DAN EKSTRAK AIR KULIT
BATANG KAYU JAWA (Lannea coromandelica)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Farmasi
ERWIN PRAWIRODIHARJO
1110102000037
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JULI 2014
vi
ABSTRAK
Nama : Erwin Prawirodiharjo
Program Studi : Farmasi
Judul : Uji Aktivitas Antioksidan dan Uji Toksisitas Ekstrak Etanol
70% dan Ekstrak Air Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica)
Penelitian ini dilakukan untuk menguji aktivitas antioksidan dan toksisitas ekstrak
etanol 70% dan ekstrak air kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica). Ekstrak
etanol 70% diperoleh melalui metode maserasi, sedangkan ekstrak air diperoleh
melalui metode dekokta. Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode
DPPH (2,2 Difenil-1 Pikrihidrazil) dengan vitamin C sebagai kontrol positif. Hasil uji
aktivitas antioksidan yang dilakukan menunjukkan nilai AAI (Antioxidant activity
index) ekstrak etanol 70%, ekstrak air, dan vitamin C berturut-turut 5,5679 (sangat
kuat); 0,0667 (lemah); dan 9,6254 (sangat kuat). Pengujian toksisitas juga dilakukan
terhadap ekstrak etanol 70% dan ekstrak air menggunakan metode BSLT (Brine
shrimp lethality test). Hasil uji toksisitas yang dihitung menggunakan metode probit
menunjukkan ekstrak air tidak memiliki aktivitas toksik dengan nilai LC50 3.171 ppm,
sedangkan ekstrak etanol 70% menunjukkan aktivitas toksik dengan nilai LC50
23,774 ppm. Berdasarkan penelitian ini, ekstrak etanol 70% kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) diduga memiliki potensi antikanker.
Kata kunci : Kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica), antioksidan, DPPH,
AAI, toksisitas, BSLT, LC50
vii
ABSTRACT
Name : Erwin Prawirodiharjo
Program Study : Pharmacy
Judul : Antioxidant Activity Test and Toxicity Test of 70% Ethanolic
Extract and Aqueous Extract of kayu jawa (Lannea
coromandelica) Bark
This study aimed to find out antioxidant activity and toxicity of 70% ethanolic extract
and aqueous extract of kayu jawa (Lannea coromandelica) Bark. 70% ethanolic
exctract was obtained by maceration method, whereas aqueous extract was obtained
by decoction method. Antioxidant activity testing was tested by DPPH (2,2 Diphenyl-
1 Picrylhydrazyl) method with vitamin C as a positive control. The result of
antioxidant activity showed that AAI (Antioxidant activity index) value of 70%
ethanolic extract, aqueous extract, and vitamin C were 3,6792 (very strong); 0,0667
(weak); dan 9,6254 (very strong) respectively. Toxicity testing also was tested to
70% ethanolic extract and aqueous extract by BSLT (Brine shrimp lethality test)
method. The result of toxicity test which was computed by probit method showed
that aqueous extract didn’t have toxic activity with LC50 value 3.171 ppm, whereas
70% ethanolic extract showed toxic activity with LC50 value 23,774 ppm. Based on
this study, 70% ethanolic extract of kayu jawa (Lannea coromandelica) bark was
thought to have anticancer potential.
Key words : Kayu jawa (Lannea coromandelica) bark, antioxidant, DPPH, AAI,
toxicity, BSLT, LC50
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur selalu terpanjatkan atas kehadirat
Allah subhanahu wa ta’ala atas segala berkah dan kasih sayang-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Shalawat serta
salam senantiasa tercurahkan kepada keharibaan junjungan Nabi Besar Muhammad
SAW, beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya hingga hari akhir nanti
semoga kita mendapatkan syafaat dari beliau. Aamiin yaa rabbal ‘alamin.
Skripsi dengan judul “Uji Aktivitas Antioksidan dan Uji Toksisitas Ekstrak
Etanol 70% dan Ekstrak Air Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)” ini
disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat menempuh ujian akhir guna
mendapatkan gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Selama proses penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis menyadari begitu
banyak bantuan dari berbagai pihak yang telah meluangkan waktunya, mendidik dan
membimbing, memberikan secercah harapan, dan mendoakan yang terbaik kepada
penulis. Maka pada kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan setinggi-
tingginya dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. (hc) dr. M. K. Tadjudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt. selaku Ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Yardi, Ph. D., Apt dan Ibu Eka Putri, M. Sc., Apt. sebagai Pembimbing
I dan Pembimbing II yang dengan sabar senantiasa meluangkan waktu dan
pikirannya untuk membimbing dan mendidik penulis.
4. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
ix
memberikan ilmunya kepada penulis, semoga ilmu yang diberikan berberkah
dan menjadi ilmu yang bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
5. Ayahanda tercinta H. Muh. Syukri dan Ibunda tercinta Hj. Ernawati bidadari
dalam hidup ini yang selalu menyelimuti kegelisahan hingga menjadi sebuah
ketenangan yang begitu menenangkan, yang selalu memberikan cinta dan
kasih sayang, semangat, dukungan, do’a, dan nasihatnya yang tak akan pernah
mampu penulis membalas itu semua. Maafkan penulis yang terkadang hanya
bisa mengeluh tanpa pernah bisa memberikan sesuatu yang baik untuk
senyumanmu. Penulis hanya bisa berdo’a kepada Allah yang maha pengasih
lagi maha penyayang agar kiranya dengan segala kebesaran-Nya mengasihi
dan melindungi Ayahanda dan Ibunda tercinta, melimpahkan rezeki, dan
memberikan keselamatan di dunia dan di akhirat kelak. Aamiin.
6. Kakakku yang terhebat Irwan Susanto, S. HI., adik-adikku tersayang Sri
Mustika dan Muh. Andika Saputra yang selalu memberikan semangat dan
keceriaan pada hidup penulis.
7. Teman-teman seperjuangan Farmasi Angkatan 2010 “Andalusia” yang selalu
memberikan warna baru dalam hidup penulis, kebersamaan yang begitu indah,
dan ilmu tentang hidup dan kehidupan yang begitu berharga.
8. Kak Lisna, Kak Tiwi, Kak Liken, Kak Eris, Mba Rani, dan Kang Rahmadi
yang telah membantu keseharian penulis selama penelitian di laboratorium.
9. Serta semua pihak yang telah membantu penulis selama ini yang tidak dapat
penulis sebutkan satu per satu.
Semoga Allah swt memberikan balasan yang berlipat ganda atas segala bantuan
dan dukungannya kepada penulis. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi
ini masih banyak kelemahan dan kekurangan. Maka dari itu, dengan segala
kerendahan hati penulis sangat mengharapkan kritik dan saran pembaca agar lebih
sempurnanya skripsi ini.
Jakarta, 11 Juli 2014
Penulis
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .............................................. iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. iv
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ v
ABSTRAK .......................................................................................................... vi
ABSTRACT ........................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
HALAMAN PENYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ........................................... x
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvi
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................ 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 5
2.1 Kayu Jawa (Lannea coromandelica) ............................................ 5
2.2 Ekstrak dan Ekstraksi .................................................................... 6
2.3 Pelarut ............................................................................................ 9
2.4 Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ................................................... 11
2.5 Spektrofotometri UV-Vis ............................................................... 13
2.6 Antioksidan .................................................................................... 16
2.7 Uji Aktivitas Antioksidan Metode DPPH ...................................... 18
2.8 Uji Toksisitas BSLT Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) ............ 20
xii
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 22
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 22
3.2 Alat dan Bahan .............................................................................. 22
3.2.1 Alat .................................................................................... 22
3.2.2 Bahan ................................................................................. 22
3.3 Prosedur Kerja ............................................................................... 22
3.3.1 Penyiapan Sampel .............................................................. 22
3.3.2 Ekstrasi Sampel Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) ................................................................... 23
3.3.3 Penapisan Fitokimia .......................................................... 24
3.3.4 Parameter Ekstrak .............................................................. 25
3.3.5 Pengujian Antioksidan secara Kualitatif dengan Metode
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ........................................ 26
3.3.6 Pengujian Antioksidan secara Kuantitatif dengan Metode
DPPH .................................................................................. 26
3.3.6.1 Pembuatan larutan DPPH 0,1 mM ........................ 26
3.3.6.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum DPPH 26
3.3.6.3 Pembuatan Larutan Blangko ................................ 26
3.3.6.4 Pembuatan Larutan Uji Ekstrak Kulit Batang Kayu
Jawa (Lannea coromandelica) ............................. 27
3.3.6.5 Pembuatan Larutan Pembanding Vitamin C ......... 27
3.3.6.6 Analisis Data ......................................................... 28
3.3.7 Pengujian Toksisitas dengan Metode Brine Shrimp
Lethality Test (BSLT) ........................................................ 28
3.3.7.1 Persiapan Larva Artemia salina ............................ 28
3.3.7.2 Pembuatan Larutan Uji Ekstrak Kulit Batang
Kayu Jawa (Lannea coromandelica) ..................... 29
3.3.7.3 Pengujian Toksisitas .............................................. 29
3.3.7.4 Analisis Data ......................................................... 30
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 31
4.1 Determinasi Tanaman .................................................................... 31
4.2 Penyiapan Sampel .......................................................................... 31
4.3 Ekstraksi ........................................................................................ 32
xiii
4.4 Parameter Ekstrak .......................................................................... 33
4.5 Penapisan Fitokimia ...................................................................... 34
4.6 Uji Aktivitas Antioksidan secara Kualitatif ................................... 35
4.7 Uji Aktivitas Antioksidan secara Kuantitatif ................................. 35
4.8 Uji Toksisitas BSLT Ekstrak Etanol 70% dan Ekstrak Air Kulit
Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) ................................ 40
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 45
5.1 Kesimpulan .................................................................................... 45
5.2 Saran ............................................................................................ 45
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 46
LAMPIRAN ........................................................................................................ 50
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Hasil Penetapan Parameter Spesifik dan Non Spesifik Ekstrak
Etanol 70% dan Ekstrak Air Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) .................................................................................. 33
Tabel 4.2. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 70% dan Ekstrak
Air Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) ..................... 35
Tabel 4.3. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol 70% Kulit
Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) .................................. 37
Tabel 4.4. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Air Kulit Batang Kayu
Jawa (Lannea coromandelica) .......................................................... 37
Tabel 4.5. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Vitamin C ...................................... 37
Tabel 4.6. Hasil Uji Toksisitas BSLT Ekstrak Etanol 70% Kulit Batang
Kayu Jawa (Lannea coromandelica) ............................................... 41
Tabel 4.7. Hasil Uji Toksisitas BSLT Ekstrak Air Kulit Batang Kayu
Jawa (Lannea coromandelica) .......................................................... 42
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Tanaman Lannea coromandelica ................................................. 5
Gambar 4.1. Kurva Hubungan Konsentrasi dan % Inhibisi Ekstrak Etanol
70% Kulit Batang Lannea coromandelica .................................... 38
Gambar 4.2. Kurva Hubungan Konsentrasi dan % Inhibisi Ekstrak Air
Kulit Batang Lannea coromandelica ............................................. 39
Gambar 4.3. Kurva Hubungan Konsentrasi dan % Inhibisi Vitamin C ............. 39
Gambar 4.4. Kurva Hubungan Log Konsentrasi Ekstrak Etanol 70%
dengan Probit ................................................................................ 42
Gambar 4.5. Kurva Hubungan Log Konsentrasi Ekstrak Air dengan Probit ... 43
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Alur Kerja Penelitian ...................................................................... 50
Lampiran 2. Hasil Determinasi Lannea coromandelica .................................... 51
Lampiran 3. Penapisan Fitokimia Ekstrak Air ................................................... 52
Lampiran 4. Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 70% ..................................... 52
Lampiran 5. Perhitungan Rendemen Ekstrak Etanol 70% .................................. 54
Lampiran 6. Perhitungan Residu Pelarut Etanol pada Ekstrak Etanol 70% ....... 54
Lampiran 7. Perhitungan Kadar Abu Total Ekstrak Etanol 70% ........................ 54
Lampiran 8. Hasil KLT Uji Aktivitas Antioksidan Secara Kualitatif ................. 54
Lampiran 9. Perhitungan dalam Uji Antioksidan .............................................. 56
Lampiran 10. Perhitungan dalam Uji Toksisitas BSLT ........................................ 59
Lampiran 11. Panjang Gelombang Maksimum DPPH ......................................... 61
Lampiran 12. Skema Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol 70%
menggunakan Metode DPPH ........................................................ 62
Lampiran 13. Skema Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Air menggunakan
Metode DPPH ................................................................................ 63
Lampiran 14. Skema Uji Aktivitas Antioksidan Kontrol Positif Vitamin C
menggunakan Metode DPPH ........................................................ 64
Lampiran 15. Skema Uji Toksisitas ekstrak etanol 70% menggunakan Metode
BSLT ............................................................................................. 65
Lampiran 16. Skema Uji Toksisitas Ekstrak Air menggunakan Metode
BSLT ............................................................................................. 66
Lampiran 17. Data Absorbansi Uji Aktivitas Antioksidan .................................. 67
Lampiran 18. Data Analisis Statistik One Way Anova ........................................ 68
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman hayati.
Kekayaan alam yang melimpah ini merupakan suatu berkah dari Allah swt., yang
sangat besar potensinya untuk dikembangkan dalam bidang ekonomi, kesehatan,
maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
Etnis bugis adalah etnis terbesar yang ada di Sulawesi Selatan. Tradisi
pengobatan etnis bugis, sebelum bahkan setelah populernya pengobatan holistik,
masyarakat mengenal adanya sanro (dukun) yang dalam kesehariannya dipercayai
dapat membantu mengobati berbagai penyakit. Sanro dalam pengobatannya
mayoritas menggunakan tumbuh-tumbuhan, baik dalam bentuk tunggal ataupun
diramu sedemikian rupa dengan tumbuhan lainnya. Selain tumbuh-tumbuhan,
terkadang sanro juga menggunakan bahan obat dari hewan ataupun bahan lainnya
(mineral). Kemampuan pengobatan seperti ini diwariskan secara turun menurun
dan oleh masyarakat terus digunakan sampai saat ini (Asni & Dewi, 2010).
Kayu jawa atau dalam masyarakat bugis dikenal dengan sebutan aju
jawa adalah salah satu tanaman obat tradisional yang masih sering digunakan oleh
masyarakat bugis sampai sekarang ini karena khasiatnya yang dipercaya sangat
ampuh untuk mengobati luka dalam maupun luka luar. Selain itu, masyarakat
sering menggunakan tanaman ini untuk mengobati bintitan. Cara penggunaan
tanaman ini berbeda-beda tergantung tujuan penggunaannya, misalnya untuk
pengobatan muntah darah masyarakat meminum rebusan kulit batang tanaman ini.
Sedangkan untuk mempercepat penyembuhan luka, masyarakat biasanya langsung
menggunakan kulit batang ini dengan menempelkannya ke bagian luka.
Berdasarkan studi fitokimia, kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea
coromandelica) telah dilaporkan mengandung senyawa golongan karbohidrat,
steroid, alkaloid, glikosida jantung, terpenoid, tanin, dan flavonoid (Manik, et al.,
2013). Venkata (2008) melaporkan kulit batang Lannea coromandelica memiliki
1
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
potensi antikanker. Studi farmakologi juga telah dilaporkan bahwa ekstrak
metanol kulit batang kayu jawa memiliki aktivitas biologis seperti antioksidan dan
analgesik (Alam, et al., 2013). Selain itu, fraksi n-hexan, diklorometana, dan etil
asetat kulit batang dan daun tumbuhan kayu jawa memiliki aktivitas antioksidan,
antimikroba, dan trombolitik. Fraksi etil asetat menunjukkan aktivitas antioksidan
paling besar dengan IC50 sebesar 3,8±0,14 μg/ml (Manik, et al., 2013).
Banyak proses fisiologis dan biokimia dalam tubuh manusia dapat
menghasilkan radikal bebas dan senyawa oksigen reaktif lainnya. Radikal bebas
tersebut dapat menyebabkan kerusakan oksidatif pada biomolekul (misalnya lipid,
protein, DNA) dan akhirnya menimbulkan berbagai penyakit, seperti kanker,
aterosklerosis, diabetes, dan berbagai penyakit degeneratif lainnya pada manusia
(Ivanišová, et al., 2013). Selain dari dalam tubuh, sumber radikal bebas dapat
berasal dari luar tubuh meliputi asap rokok, polusi, radiasi, sinar ultraviolet, obat-
obatan, pestisida, dan ozon (Langseth, 1995). Salah satu senyawa yang dapat
menghambat terjadinya kerusakan oksidatif tersebut adalah antioksidan.
Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu
atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat
dihambat (Pratimasari, 2009). Berdasarkan sumber perolehannya ada 2 macam
antioksidan, yaitu antioksidan alami dan antioksidan buatan (sintetik).
Antioksidan sintetik seperti butylated hydroxyanisole (BHA) dan butylated
hydroxytoluene (BHT) banyak digunakan karena efektif dan harga relatif murah.
Namun, keamanan dan toksisitas antioksidan sintetik telah mendapatkan perhatian
yang serius. Oleh karena itu, penggunaan antioksidan alami meningkat (Ivanišová,
et al., 2013). Sesungguhnya Allah telah mengisyaratkan dalam al-Qur’an Surah
asy-Syuara ayat 7 sebagai berikut.
ا ِإَلى اْلَأْرِض َكْم َأْنَبْتَنا ِفيَها ِمْن ُكلِّ َزْوٍج َكِريٍمَأَوَلْم َيَرْو
Artinya: “Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah
banyaknya Kami tumbuhkan di bumi itu berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang
baik?
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tanaman banyak mengandung berbagai molekul penghambat radikal
bebas, seperti senyawa fenolik (asam fenolik, flavonoid, kuinon, kumarin, lignan,
stilbenes, tanin), senyawa nitrogen (alkaloid, amina, betalain), vitamin, terpenoid
(termasuk karotenoid), dan beberapa metabolit endogen lainnya yang kaya akan
aktivitas antioksidan (Ivanišová, et al., 2013). Senyawa metabolit ini umumnya
bersifat polar sehingga dalam penelitian ini digunakan pelarut polar yaitu etanol
70% dan air. Pelarut polar ini diharapkan dapat menyari lebih banyak senyawa
yang berpotensi sebagai antioksidan tersebut.
Selain uji aktivitas antioksidan, juga dilakukan pengujian toksisitas.
Metode BSLT (Brine shrimp lethality test) merupakan salah satu metode uji
toksisitas untuk mengetahui keamanan penggunaan suatu bahan alam serta untuk
skrining senyawa antikanker karena adanya korelasi positif antara metode BSLT
dengan uji sitotoksik menggunakan kultur sel kanker (Carballo, et al., 2002).
Metode ini memiliki beberapa keuntungan antara lain lebih cepat, murah, mudah,
tidak memerlukan kondisi aseptis dan dapat dipercaya (Meyer, et al., 1982).
Pada penelitian ini, kulit batang kayu jawa diekstraksi menggunakan
metode maserasi dan dekokta. Metode maserasi dipilih karena pengerjaan dan
peralatan yang cukup mudah dan sederhana dimana kebanyakan sediaan herbal
terstandar diekstraksi dengan metode ini. Sementara itu, pemilihan metode
dekokta didasari oleh cara penggunaan kulit batang kayu jawa ini sebagai obat di
dalam masyarakat.
Penggunaan empiris secara luas untuk pengobatan dalam masyarakat
bugis menggunakan kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica)
serta belum adanya publikasi ilmiah tentang pengujian aktivitas antioksidan dan
uji toksisitas tanaman ini di Indonesia, melatarbelakangi dilakukannya penelitian
tentang aktivitas antioksidan dan toksisitas ekstrak etanol 70% dengan metode
maserasi serta ekstrak air dengan metode dekokta.
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penelitian ini sebagai berikut.
1. Bagaimana aktivitas antioksidan ekstrak etanol 70% dan ekstrak air
kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica) yang
diperoleh menggunakan metode maserasi dan dekokta?
2. Bagaimana toksisitas ekstrak etanol 70% dan ekstrak air kulit batang
tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica) yang diperoleh
menggunakan metode maserasi dan dekokta?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan bertujuan sebagai berikut.
1. Mengetahui aktivitas antioksidan ekstrak etanol 70% dan ekstrak air
kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica) yang
diperoleh menggunakan metode maserasi dan dekokta.
2. Mengetahui toksisitas ekstrak etanol 70% dan ekstrak air kulit batang
tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica) yang diperoleh
menggunakan metode maserasi dan dekokta.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis : menambah khazanah ilmu pengetahuan dan
memberikan informasi ilmiah mengenai potensi kearifan lokal
tanaman obat di Indonesia
2. Manfaat metodologis : sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya
dan sebagai acuan metodologi khususnya aktivitas antioksidan dan
toksisitas dari kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea
coromandelica)
3. Manfaat aplikatif : dapat dijadikan sebagai landasan ilmiah
penggunaan kulit batang kayu jawa sebagai obat dalam upaya
peningkatan kesehatan dan pemanfaatannya di bidang industri
farmasi.
5
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kayu jawa merupakan deciduous tree atau pohon gugur yang dapat
tumbuh hingga mencapai 25 m (umumnya 10-15 m). Permukaan batang berwarna
abu-abu sampai coklat tua, kasar, ada pengelupasan serpihan kecil yang tidak
teratur, batang dalam berserat berwarna merah atau merah muda gelap, dan
memiliki eksudat yang bergetah. Daun imparipinnate, meruncing, dan berjumlah
7-11. Bunga berkelamin tunggal berwarna hijau kekuningan. Buah berbiji dengan
panjang 12 mm, bulat telur, kemerahan, dan agak keras. Tanaman ini berbunga
dan berbuah dari bulan Januari hingga Mei (Sasidharan, 2004). Lannea
coromandelica memiliki sinonim Odina wodier yang tersebar di Himalaya (Swat-
Bhutan), Assam, Burma, Indo-China, Ceylon, Pulau Andaman, China, dan
Malaysia (Sasidharan, 2004).
Tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica) merupakan tanaman
pekarangan yang dapat dimanfaatkan daun dan kulit batangnya dengan cara
ditumbuk ataupun direbus untuk mengobati luka luar, luka dalam, dan perawatan
paska persalinan (Rahayu, et al., 2006). Kulit batang dapat digunakan sebagai
astringen, mengobati sakit perut, lepra, ulcer, penyakit jantung, disentri, dan
sariawan. Kulit batang digunakan bersama dengan kulit batang Aegle mermelos,
Artocarpus heterophyllus dan Sygygium cumini berguna dalam penyembuhan
impotensi. Kulit batang dapat dikunyah selama 2-3 hari untuk menyembuhkan
glossitis. Perebusan daun juga dianjurkan untuk pembengkakan dan nyeri lokal
(Wahid, 2009).
Dari kulit batang dapat ditemukan β-sitosterol, physcion, dan physcion
anthranol B (Wahid, 2009). Md. Tofazzal Islam, et al., (2009) telah mengisolasi
dihydroflavonols, (2R,3S)-(+)-3′,5-dihydroxy-4′,7-dimethoxydihydroflavonol and
(2R,3R)-(+)-4′,5,7-trimethoxy dihydroflavonol dari kulit batang Lannea
coromandelica.
2.2 Ekstrak dan Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut dan massa atau serbuk yang
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tersisa diperlakukan sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Soesilo,
1995). Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari
simplisia nabati atau hewani menurut cara yang sesuai, diluar pengaruh cahaya
matahari langsung (Tiwari, et al., 2011).
Parameter yang mempengaruhi kualitas dari ekstrak adalah bagian dari
tumbuhan yang digunakan, pelarut yang digunakan untuk ekstrak, dan prosedur
ekstraksi (Tiwari, et al., 2011).
Ekstraksi adalah pemisahan bagian aktif sebagai obat dari jaringan
tumbuhan ataupun hewan menggunakan pelarut yang sesuai melalui prosedur
yang telah ditetapkan (Tiwari, et al., 2011). Selama proses ekstraksi, pelarut akan
berdifusi sampai ke material padat dari tumbuhan dan akan melarutkan senyawa
dengan polaritas yang sesuai dengan pelarutnya (Tiwari, et al., 2011).
Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dibagi
menjadi dua cara, yaitu cara panas dan cara dingin (Ditjen POM, 2000). Ekstraksi
cara dingin dapat dibedakan sebagai berikut.
1. Maserasi
Maserasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan pelarut
dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar
(Ditjen POM, 2000). Keuntungan ekstraksi dengan cara maserasi adalah
pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana, sedangkan kerugiannya
yakni cara pengerjaannya lama, membutuhkan pelarut yang banyak dan
penyarian kurang sempurna. Dalam maserasi (untuk ekstrak cairan), serbuk
halus atau kasar dari tumbuhan obat yang kontak dengan pelarut disimpan
dalam wadah tertutup untuk periode tertentu dengan pengadukan yang
sering, sampai zat tertentu dapat terlarut. Metode ini cocok digunakan untuk
senyawa yang termolabil (Tiwari, et al., 2011).
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur
kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap
perendaman, tahap perkolasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penampungan ekstrak) secara terus menerus sampai diperoleh ekstrak
(perkolat). Untuk menentukan akhir dari pada perkolasi dapat dilakukan
pemeriksaan zat secara kualitatif pada perkolat akhir. Ini adalah prosedur
yang paling sering digunakan untuk mengekstrak bahan aktif dalam
penyusunan tincture dan ekstrak cairan (Tiwari, et al., 2011).
Ekstraksi cara panas dapat dibedakan sebagai berikut.
1. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi mengunakan pelarut yang selalu baru,
dengan menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan
jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM,
2000).
2. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada
temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas
yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM, 2000).
3. Infusa
Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 900C
selama 15 menit. Infusa adalah ekstraksi menggunakan pelarut air pada
temperatur penangas air dimana bejana infus tercelup dalam penangas air
mendidih, temperatur yang digunakan (96-980C) selama waktu tertentu (15-
20 menit) (Ditjen POM, 2000). Cara ini menghasilkan larutan encer dari
komponen yang mudah larut dari simplisia (Tiwari, et al., 2011).
4. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30oC) dan
temperatur sampai titik didih air (Ditjen POM, 2000). Dekok adalah
ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90oC selama 30 menit. Metode
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ini digunakan untuk ekstraksi konstituen yang larut dalam air dan konstituen
yang stabil terhadap panas (Tiwari, et al., 2011).
5. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik pada temperatur lebih tinggi dari
temperatur suhu kamar, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-
50oC (Ditjen POM, 2000). Digesti adalah maserasi dengan pengadukan
kontinyu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur ruang (umumnya 25-
30oC). Ini adalah jenis ekstraksi maserasi di mana suhu sedang digunakan
selama proses ekstraksi (Tiwari, et al., 2011).
2.3 Pelarut
Pelarut adalah zat yang digunakan sebagai media untuk melarutkan zat
lain. kesuksesan penentuan senyawa biologis aktif dari bahan tumbuhan sangat
tergantung pada jenis pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi (Ncube, et
al., 2008). Sifat pelarut yang baik untuk ekstraksi yaitu toksisitas dari pelarut yang
rendah, mudah menguap pada suhu yang rendah, dapat mengekstraksi komponen
senyawa dengan cepat, dapat mengawetkan dan tidak menyebabkan ekstrak
terdisosiasi (Tiwari, et al., 2011).
Pemilihan pelarut juga akan tergantung pada senyawa yang ditargetkan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan pelarut adalah jumlah senyawa yang
akan diekstraksi, laju ekstraksi, keragaman senyawa yang akan diekstraksi,
kemudahan dalam penanganan ekstrak untuk perlakuan berikutnya, toksisitas
pelarut dalam proses bioassay, potensial bahaya kesehatan dari pelarut (Tiwari, et
al., 2011).
Berbagai pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi antara lain:
1. Air
Air adalah pelarut universal, biasanya digunakan untuk
mengekstraksi produk tumbuhan dengan aktivitas antimikroba. Meskipun
pengobatan secara tradisional menggunakan air sebagai pelarut, tetapi
ekstrak tumbuhan dari pelarut organik telah ditemukan untuk memberikan
aktivitas antimikroba lebih konsisten dibandingkan dengan ekstrak air
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Tiwari, et al., 2011). Air juga melarutkan senyawa fenolik yang memiliki
aktivitas penting sebagai antioksidan (Tiwari, et al., 2011).
2. Aseton
Aseton melarutkan beberapa komponen senyawa hidrofilik dan
lipofilik dari tumbuhan. keuntungan pelarut aseton yaitu dapat bercampur
dengan air, mudah menguap dan memiliki toksisitas rendah. Aseton
digunakan terutama untuk studi antimikroba dimana banyak senyawa
fenolik yang terekstraksi dengan aseton (Tiwari, et al., 2011).
3. Alkohol
Aktivitas antibakteri yang lebih tinggi dari ekstrak etanol
dibandingkan dengan ekstrak air dapat dikaitkan dengan adanya jumlah
polifenol yang lebih tinggi pada ekstrak etanol dibandingkan dengan ekstrak
air. Konsentrasi yang lebih tinggi dari senyawa flavonoid terdeteksi dengan
etanol 70% karena polaritas yang lebih tinggi daripada etanol murni (Tiwari,
et al., 2011).
Etanol lebih mudah untuk menembus membran sel untuk
mengekstrak bahan intraseluler dari bahan tumbuhan. Metanol lebih polar
dibanding etanol namun karena sifat yang toksik, sehingga tidak cocok
digunakan untuk ekstraksi (Tiwari, et al., 2011).
4. Kloroform
Terpenoid lakton telah diperoleh dengan ekstraksi berturut-turut
menggunakan heksan, kloroform dan metanol dengan konsentrasi aktivitas
tertinggi terdapat dalam fraksi kloroform. Kadang-kadang tanin dan
terpenoid ditemukan dalam fase air, tetapi lebih sering diperoleh dengan
pelarut semipolar (Tiwari, et al., 2011).
5. Eter
Eter umumnya digunakan secara selektif untuk ekstraksi kumarin
dan asam lemak (Tiwari, et al., 2011).
6. n-Heksan
n-Heksan mempunyai karakteristik sangat tidak polar, volatil,
mempunyai bau khas yang dapat menyebabkan pingsan. Berat molekul
heksana adalah 86,2 gram/mol dengan titik leleh -94,3 sampai -95,3°C. Titik
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
didih heksana pada tekanan 760 mmHg adalah 66 sampai 71°C (Daintith,
1994). n-Heksan biasanya digunakan sebagai pelarut untuk ekstraksi minyak
nabati.
7. Etil asetat
Etil asetat merupakan pelarut dengan karekateristik semipolar. Etil
asetat secara selektif akan menarik senyawa yang bersifat semipolar seperti
fenol dan terpenoid (Tiwari, et al., 2011).
2.4 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan salah satu metode pilihan
kromatografi secara fisikokimia (Gandjar & Rohman, 2007). KLT merupakan
bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Pada
KLT fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan
bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat alumunium atau plat plastik.
Meskipun demikian, kromatografi planar ini merupakan bentuk terbuka dari
kromatografi kolom (Gritter, et al., 1991).
KLT dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai untuk
mencapai hasil kualitatif, kuantitatif atau preparatif. Kedua dipakai untuk
menjajaki sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai dalam
kromatografi kolom (Gritter, et al., 1991).
Kromatografi lapis tipis (KLT) dapat digunakan untuk tujuan analitik
dan preparatif. KLT analitik digunakan untuk menganalisa senyawa-senyawa
organik dalam jumlah kecil misalnya, menentukan jumlah komponen dalam
campuran dan menentukan pelarut yang tepat untuk pemisahan dengan KLT
preparatif. Sedangkan KLT preparatif digunakan untuk memisahkan campuran
senyawa dari sampel dalam jumlah besar berdasarkan fraksinya, yang selanjutnya
fraksi-fraksi tersebut dikumpulkan dan digunakan untuk analisa berikutnya
(Townshend, 1995).
KLT merupakan teknik yang benar-benar menguntungkan karena
tingkat sensitifitasnya sangat besar dan konsekuensinya jumlah sampel lebih
sedikit. Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang atau cairan
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pengelusi akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada
pengembangan secara mekanik (ascending), atau karena pengaruh gravitasi pada
pengembangan menurun (descending) (Gritter, et al., 1991).
Jumlah volume fase gerak harus mampu mengelusi lempeng sampai
ketinggian lempeng yang telah ditentukan. Setelah lempeng terelusi, dilakukan
deteksi bercak (Gandjar & Rohman, 2007). Laju pergerakan fase gerak terhadap
fase diam dihitung sebagai retardation farctor (Rf). Nilai Rf diperoleh dengan
membandingkan jarak yang ditempuh oleh zat terlarut dengan jarak yang
ditempuh oleh fase gerak (Gandjar & Rohman, 2007).
Fase gerak harus memiliki kemurnian yang tinggi. Hal ini dikarenakan
KLT merupakan teknik yang sensitif. Fase gerak yang digunakan adalah pelarut
organik yang memiliki tingkat polaritas tersendiri, melarutkan senyawa contoh,
dan tidak bereaksi dengan penjerap. Adsorben umumnya digunakan dalam KLT
meliputi partikel silika gel ukuran 12 µm, alumina, mineral oksida, silika gel
dengan ikatan kimia, selulosa, poliamida, polimer penukar ion, silika gel, dan fase
kiral (Gritter, et al., 1991).
Ada beberapa cara untuk mendeteksi senyawa yang tidak berwarna
pada kromatogram. Deteksi paling sederhana adalah jika senyawa menunjukkan
penyerapan di daerah UV gelombang pendek (radiasi utama kira-kira 254 nm)
atau jika senyawa itu dapat dieksitasi pada radiasi UV gelombang pendek dan
gelombang panjang (365 nm). Pada senyawa yang mempuyai dua ikatan rangkap
atau lebih dan senyawa aromatik seperti turunan benzena, mempunyai serapan
kuat ± di daerah 230-300 nm (Stahl, 1985).
Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah dari lapisan tipis
menggunakan nilai Rf. Polaritas fase gerak perlu diperhatikan pada analisa
dengan KLT, sebaiknya digunakan campuran pelarut organik yang mempunyai
polaritas serendah mungkin. Campuran yang baik memberikan fase gerak yang
mempunyai kekuatan bergerak sedang. Secara umum dikatakan bahwa fase diam
yang polar akan mengikat senyawa polar dengan kuat sehingga bahan yang
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kurang sifat kepolarannya akan bergerak lebih cepat dibandingkan bahan-bahan
polar (Gritter, et al., 1991).
Fase gerak harus memiliki kemurnian yang tinggi. Hal ini dikarenakan
KLT merupakan teknik yang sensitif. Fase gerak yang digunakan adalah pelarut
organik yang memiliki tingkat polaritas tersendiri, melarutkan senyawa contoh,
dan tidak bereaksi dengan penjerap (Gritter, et al., 1991).
Pelarut yang ideal harus melarutkan linarut dan harus cukup baik
sebagai pelarut yang bersaing dengan daya serap penjerap. Keadaan yang ideal
tersebut mungkin terjadi jika pelarut tidak berproton seperti hidrokarbon, eter dan
senyawa karbonil dipakai sebagai pelarut pengembang (Gritter, et al., 1991).
2.5 Spektrofotometer UV-Vis
Spektrum serapan kandungan tumbuhan dapat diukur dalam larutan
yang sangat encer dengan pembanding blangko pelarut menggunakan
spektrofotometer. Senyawa tanpa warna diukur pada panjang gelombang 200-400
nm, senyawa berwarna pada panjang gelombang 400-800 nm. Prinsip kerja
spektrofotometer UV-Vis ialah interaksi sinar ultraviolet atau tampak dengan
molekul sampel. Energi cahaya akan mengeksitasi elektron terluar molekul ke
orbital lebih tinggi (Harborne, 1987).
Pada kondisi ini, elektron tidak stabil dan dapat melepas energi untuk
kembali ke tingkat dasar, dengan disertai emisi cahaya. Besarnya penyerapan
cahaya sebanding dengan molekul, sesuai dengan hukum lambert-Beer:
A= ɛ B C
Keterangan:
A= serapan
ɛ = absortivitas molar
B= tebal tempat komponen
C= konsentrasi komponen
(Day & Underwood, 1980).
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sumber radiasi pada spektrofotometer UV-Vis berdasarkan panjang
gelombang terbagi menjadi 2, yaitu lampu deuterium dan tungstent. Lampu
deuterium menghasilkan sinar 160-500 nm. Lampu tungstent digunakan di daerah
sinar tampak 350-3500 nm. Sumber radiasi dikatakan ideal jika memancarkan
sperktrum radiasi yang kontinyu, intensitasnya tinggi dan stabil pada semua
panjang gelombang.
Radiasi ultraviolet dan sinar tampak diabsorpsi oleh molekul organic
aromatik, molekul yang mengandung elektron-π terkonyugasi dan atau atom yang
mengandung elektron-n, menyebabkan transisi elektron di orbital terluarnya dari
tingkat energi elektron dasar ke tingkat energi elektron tereksitasi lebih tinggi.
Besarnya serapan radiasi tersebut sebanding dengan banyaknya molekul
analit yang mengabsorpsi sehingga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif.
Gugus fungsi yang menyerap radiasi di daerah ultraviolet dekat dan daerah
tampak disebut kromofor dan hampir semua kromofor mempunyai ikatan tak
jenuh. Pada kromofor jenis ini transisi terjadi dari π→π*, yang menyerap pada
λmax kecil dari 200 nm (tidak terkonyugasi), misalnya pada >C=C< dan -C≡C-.
Kromofor ini merupakan tipe transisi dari sistem yang mengandung elektron π
pada orbital molekulnya. Untuk senyawa yang mempunyai sistem konjugasi,
perbedaan energi antara keadaan dasar dan keadaan tereksitasi menjadi lebih kecil
sehingga penyerapan terjadi pada panjang gelombang yang lebih besar. Gugus
fungsi seperti –OH, -NH2, dan –Cl yang mempunyai elektron-elektron valensi
bukan ikatan disebut auksokrom yang tidak menyerap radiasi pada panjang
gelombang lebih besar dari 200 nm, tetapi menyerap kuat pada daerah ultraviolet
jauh. Bila suatu auksokrom terikat pada suatu kromofor, maka pita serapan
kromofor bergeser ke panjang gelombang yang lebih panjang (efek batokrom)
dengan intensitas yang lebih kuat. Efek hipsokrom adalah suatu pergeseran pita
serapan ke panjang gelombang lebih pendek, yang sering kali terjadi bila muatan
positif dimasukkan ke dalam molekul dan bila pelarut berubah dari non polar ke
pelarut polar (Dachriyanus, 2004).
Secara eksperimental, sangat mudah untuk mengukur banyaknya radiasi
yang diserap oleh suatu molekul sebagai fungsi frekuensi radiasi. Suatu grafik
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang menghubungkan antara banyaknya sinar yang diserap dengan frekuensi (atau
panjang gelombang) sinar merupakan spektrum absorpsi. Transisi yang
dibolehkan (allowed transition) untuk suatu molekul dengan struktur kimia yang
berbeda adalah tidak sama, sehingga spektrum absorpsinya juga berbeda. Dengan
demikian, spektrum dapat digunakan sebagai bahan informasi yang bermanfaat
untuk analisis kualitatif. Banyaknya sinar yang diabsorpsi pada panjang
gelombang tertentu sebanding dengan banyaknya molekul yang menyerap radiasi,
sehingga spektrum absorpsi juga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif
(Gandjar dan Rohman, 2007).
Hal–hal yang harus diperhatikan dalam analisis spektofotometri UV-
Vis sebagai berikut.
1. Penentuan panjang gelombang maksimum
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif
adalah panjang gelombang dimana terjadi serapan maksimum. Untuk
memperoleh panjang gelombang serapan maksimum, dilakukan dengan
membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari
suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu.
2. Pembuatan kurva kalibrasi
Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan
berbagai konsentrasi. Masing–masing absorbansi larutan dengan berbagai
konsentrasi diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan
antara absorbansi dengan konsentrasi. Bila hukum Lambert-Beer terpenuhi
maka kurva kalibrasi berupa garis lurus.
3. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan
Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara
0,2 sampai 0,6. Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa pada kisaran nilai
absorbansi tersebut kesalahan fotometrik yang terjadi adalah paling minimal
(Gandjar dan Rohman, 2007).
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.6 Antioksidan
Radikal bebas merupakan atom, molekul atau senyawa-senyawa yang
mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan yang bersifat sangat
reaktif dan tidak stabil (Surai, 2003). Agar menjadi stabil, radikal bebas
memerlukan elektron yang berasal dari pasangan elektron di sekitarnya, sehingga
terjadi perpindahan elektron dari molekul donor ke molekul radikal untuk
menjadikan radikal tersebut stabil (Simanjuntak, et al., 2012).
Antioksidan adalah zat yang dapat melawan pengaruh bahaya dari
radikal bebas atau Reactive Oxygen Species (ROS) yang terbentuk sebagai hasil
dari metabolisme oksidatif yaitu hasil dari reaksi-reaksi kimia dan proses
metabolik yang terjadi dalam tubuh. Senyawa antioksidan dapat berfungsi sebagai
penangkap radikal bebas, membentuk kompleks dengan logam-logam peroksida
dan sebagai senyawa pereduksi (Goldberd, 2003).
Banyak proses fisiologis dan biokimia dalam tubuh manusia (endogen)
dapat menghasilkan radikal bebas dan senyawa oksigen reaktif (ROS) lainnya
seperti proses autooksidasi, aktivitas oksidasi, dan sistem transpor electron.
Selama produksi radikal bebas tersebut dapat menyebabkan kerusakan oksidatif
pada biomolekul (misalnya lipid, protein, DNA) dan akhirnya menimbulkan
berbagai penyakit kronis, seperti aterosklerosis, kanker, diabetes, dan penyakit
degeneratif lainnya pada manusia (Ivanišová, et al., 2013). Selain dari dalam
tubuh, sumber radikal bebas dapat berasal dari luar tubuh manusia (eksogen)
meliputi asap rokok, polusi lingkungan, radiasi, sinar ultraviolet obat-obatan,
pestisida, anestetik, pelarut industri, dan ozon (Langseth, 1995).
Antioksidan dapat menangkap radikal bebas sehingga dapat
menghambat mekanisme oksidatif yang merupakan penyebab penyakit-penyakit
kronis dan degeneratif seperti penyakit jantung, kanker, katarak, disfungsi otak
dan artritis (Miller, et al., 2000). Mekanisme kerja antioksidan memiliki beberapa
fungsi. Fungsi pertama merupakan fungsi utama dari antioksidan yaitu
memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus hidroksi senyawa fenol
sehingga terbentuk senyawa yang stabil. Senyawa antioksidan yang termasuk
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kelompok ini misalnya BHA, BHT, PG, TBHQ, dan tokoferol. Antioksidan yang
mempunyai fungsi utama tersebut sering disebut sebagai antioksidan primer.
Antioksidan tersebut dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke radikal
lipida (R*,ROO*) atau mengubahnya ke bentuk lebih stabil, sementara turunan
radikal antioksidan (A*) tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibandingkan
radikal lipida.
Fungsi kedua merupakan mekanisme fungsi sekunder antioksidan, yaitu
memperlambat laju autooksidasi dengan berbagai mekanisme diluar mekanisme
pemutusan rantai autooksidasi dengan pengubahan radikal lipida ke bentuk lebih
stabil. Senyawa-senyawa ini mempunyai kemampuan untuk mendekomposisi
hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil. Tipe antioksidan ini pada
umumnya digunakan untuk menstabilkan poliolefin resin. Contohnya, asam
tiodipropionat dan dilauriltiopropionat (Gordon, 1990).
Fungsi ketiga adalah sebagai Oxygen scavengers, yaitu senyawa-
senyawa yang berperan sebagai pengikat oksigen sehingga tidak mendukung
reaksi oksidasi. Dalam hal ini, senyawa tersebut akan mengadakan reaksi dengan
oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlah oksigen akan berkurang.
Contoh dari senyawa-senyawa kelompok ini adalah vitamin C (asam askorbat),
askorbilpalminat, asam eritorbat, dan sulfit (Gordon, 1990).
Antioxidative Enzime merupakan enzim yang berperan mencegah
terbentuknya radikal bebas. Contohnya glukose oksidase, superoksidase
dismutase (SOD), glutation peroksidase, dan kalalase. Selain itu, ada juga
senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi dan tembaga yang
mampu mengkatalis reaksi oksidasi lemak. Senyawa-senyawa ini disebut juga
dengan Chelators sequestrants, yang termasuk didalamnya adalah asam sitrat,
asam amino, ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA), dan fosfolipid (Gordon,
1990).
Berdasarkan sumber perolehannya, ada 2 macam antioksidan yaitu
antioksidan alami dan antioksidan buatan (sintetik). Antioksidan sintetis seperti
butylated hydroxyanisole (BHA) dan butylated hydroxytoluene (BHT) banyak
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
digunakan karena efektif dan lebih murah daripada yang alami. Namun, keamanan
dan toksisitas antioksidan sintetik telah mendapatkan perhatian yang serius. Oleh
karena itu, penggunaan antioksidan alami yang juga mungkin memiliki sifat gizi
menyebabkan penggunaannya meningkat (Ivanišová, et al., 2013).
2.7 Uji Aktivitas Antioksidan Metode DPPH
Metode DPPH merupakan salah satu metode untuk menentukan
aktivitas antioksidan yang sederhana dengan menggunakan 2,2-diphenyl-1-
picrylhydrazyl (DPPH) sebagai senyawa pendeteksi (Surai, 2003). DPPH adalah
senyawa radikal bebas yang dapat bereaksi dengan atom hidrogen yang berasal
dari suatu antioksidan membentuk DPPH tereduksi (Surai, 2003).
Metode DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl) digunakan secara luas
untuk menguji kemampuan senyawa yang berperan sebagai pendonor elektron
atau atom hidrogen. Metode DPPH merupakan metode yang dapat mengukur
aktivitas total antioksidan baik dalam pelarut polar maupun nonpolar. Beberapa
metode lain terbatas mengukur komponen yang larut dalam pelarut yang
digunakan dalam analisa. Metode DPPH mengukur semua komponen antioksidan,
baik yang larut dalam lemak maupun dalam air (Prakash, 2001).
Metode DPPH merupakan metode yang sederhana, mudah, cepat dan
peka, serta hanya memerlukan sedikit sampel. DPPH adalah senyawa radikal
bebas stabil kelompok nitrit oksida. Senyawa ini mempunyai ciri-ciri padatan
berwarna ungu kehitaman, larut dalam pelarut DMF atau etanol/metanol 394,3
g/mol, rumus molekul C18H12N5O6 (Prakash, 2001).
Radikal bebas DPPH yang memiliki elektron tidak berpasangan
memberikan warna ungu dan menghasilkan absorbansi maksimum pada panjang
gelombang 517 nm. Warna akan berubah menjadi kuning saat elektronnya
berpasangan. Pengurangan intensitas warna yang terjadi berhubungan dengan
jumlah elektron DPPH yang menangkap atom hidrogen. Sehingga pengurangan
intensitas warna mengindikasikan peningkatan kemampuan antioksidan untuk
menangkap radikal bebas (Prakash, 2001).
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Aktivitas antioksidan dapat dinyatakan dengan satuan % aktivitas. Nilai
ini diperoleh dengan rumus sebagai berikut (Molyneux, 2003).
% Inhibisi
Absorbansi blangko yang digunakan dalam prosedur ini adalah
absorbansi DPPH dengan metanol pro analisa. Berdasarkan rumus tersebut,
semakin tinggi tingkat diskolorisasi (absorbansi semakin kecil) maka semakin
tinggi nilai aktivitas penangkapan radikal bebas (Molyneux, 2003).
Aktivitas antioksidan pada metode DPPH dinyatakan dengan IC50
(Inhibition Concentration). IC50 adalah bilangan yang menunjukkan konsentrasi
ekstrak yang mampu menghambat aktivitas DPPH sebesar 50%. Semakin kecil
nilai IC50 berarti semakin tinggi aktivitas antioksidan (Blois, 1958).
AAI (Antioxidant activity index) adalah nilai yang menunjukkan
besarnya aktivitas antioksidan yang dimiliki suatu ekstrak atau bahan uji. Nilai
AAI dapat ditentukan dengan cara konsentrasi DPPH yang digunakan dalam uji
(ppm) dibagi dengan nilai IC50 yang diperoleh (ppm). Penggolongan nilai AAI ini
dilakukan oleh Scherer dan Godoy (2009). Nilai AAI yang <0,5 menandakan
antioksidan lemah, AAI > 0,5-1 menandakan antioksidan sedang, AAI >1-2
menandakan antioksidan kuat, dan AAI >2 menandakan antioksidan yang sangat
kuat (Vasic, Stefanovic, Licina, Radojevic & Comic, 2012).
2.8 Uji Toksisitas Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)
Menurut Meyer, et al., (1982), salah satu uji bioaktivitas yang mudah,
cepat, murah dan akurat yaitu dengan menggunakan larva udang Artemia salina
Leach. dikenal dengan istilah Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Uji
mortalitas larva udang merupakan salah satu metode uji bioaktivitas pada
penelitian senyawa bahan alam. Penggunaan larva udang untuk kepentingan studi
bioaktivitas sudah dilakukan sejak tahun 1956 dan sejak saat itu telah
banyak dilakukan pada studi lingkungan, toksisitas, dan penapisan senyawa
bioaktif dari jaringan tanaman.
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Uji ini merupakan uji pendahuluan untuk mengamati aktivitas
farmakologi suatu senyawa salah satunya adalah anti kanker. Adapun penerapan
untuk sistem bioaktivitas dengan menggunakan larva udang tersebut, antara lain
untuk mengetahui residu pestisida, anastetik lokal, senyawa turunan morpin,
mikotoksin, karsinogenitas suatu senyawa dan polutan untuk air laut serta
sebagai alternatif metode yang murah untuk uji sitotoksisitas (Hamburger &
Hostettmann, 1991). Senyawa aktif yang memiliki daya bioaktivitas tinggi
diketahui berdasarkan nilai Lethal Concentration 50% (LC50), yaitu suatu
nilai yang menunjukkan konsentrasi zat toksik yang dapat menyebabkan
kematian hewan uji sampai 50%. Data mortalitas yang diperoleh kemudian
diolah dengan analisis probit yang dirumuskan oleh Finney (1971) untuk
menentukan nilai LC50 pada derajat kepercayaan 95%. Senyawa kimia
memiliki potensi bioaktif jika mempunyai nilai LC50 kurang dari 1.000 µg/ml
(Meyer, et al., 1982).
Uji BSLT dengan menggunakan larva udang Artemia salina
dilakukan dengan menetaskan telur-telur tersebut dalam air laut yang dibantu
dengan aerasi. Telur Artemia salina akan menetas sempurna menjadi larva
dalam waktu 24 jam. Larva A. salina yang baik digunakan untuk uji BSLT
adalah yang berumur 48 jam sebab jika lebih dari 48 jam dikhawatirkan
kematian Artemia salina bukan disebabkan toksisitas ekstrak melainkan oleh
terbatasnya persediaan makanan (Meyer, et al., 1982).
Keunggulan penggunaan larva udang A. salina untuk uji BSLT ini
ialah sifatnya yang peka terhadap bahan uji, waktu siklus hidup yang lebih
cepat, mudah dibiakkan dan harganya yang murah. Sifat peka A. salina
kemungkinan disebabkan oleh keadaan membran kulitnya yang sangat tipis
sehingga memungkinkan terjadinya difusi zat dari lingkungan yang
mempengaruhi metabolisme dalam tubuhnya. A. salina ditemukan hampir
pada seluruh permukaan perairan di bumi yang memiliki kisaran salinitas 10 -
20g/L, hal inilah yang menyebabkannya mudah dibiakkan. Larva yang baru saja
menetas disebut nauplius berbentuk bulat lonjong dan berwarna kemerah-
merahan dengan panjang 400 μm dengan berat 15 μg. Anggota badannya
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
terdiri dari sepasang sungut kecil (anteluena atau antena I) dan sepasang sungut
besar (antena atau antena II). Di bagian depan di antara kedua sungut kecil
tersebut terdapat bintik merah yang berfungsi sebagai mata (oselus). Di
belakang sungut besarnya terdapat sepasang mandibula (rahang) yang kecil,
sedangkan di bagian perut (ventral) sebelah depan terdapat labrum
(Mudjiman, 1988).
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di laboratorium Penelitian I, laboratorium Kimia
Obat, dan laboratorium Analisis Obat dan Pangan Halal, Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta. Waktu penelitian dimulai pada bulan Maret hingga bulan
Juni 2014.
3.2 Alat Dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat serta instrumen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain
timbangan analitik (AND GH-202), blender, kertas label, penggaris, pensil,
aluminium foil, plastik, kertas saring, kapas, labu erlenmeyer, becker glass, gelas
ukur, corong, tabung reaksi, spatula, batang pengaduk, pipet tetes, kaca arloji,
botol kaca, krus porselen, botol timbang, gelas ukur, pipa kapiler, vial,
elektromantel, panci dekok, plat KLT, chamber, oven, tanur (Thermolyne),
spektrofotometer UV-Vis (Hitachi U-2910), dan vacuum rotary evaporator
(EYELA N-1000).
3.2.2 Bahan
Bahan serta reagen kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit
batang tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica), vitamin C (PT. Indofarma),
etanol 70%, metanol pro analisa (Merck), aquades, air laut, DPPH (2,2-diphenyl-
1-picrylhydrazyl) (Sigma-Aldrich), asam klorida, pereaksi Dragendorf, pereaksi
Mayer, NaOH, kloroform, asam sulfat pekat, dan ferri klorida. Tanaman Kayu
Jawa (Lannea coromandelica) yang digunakan telah dideterminasi di Herbarium
Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia) Cibinong, Bogor.
22
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Penyiapan Sampel
Sampel kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica)
diperoleh dari daerah Watampone, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Sampel
kulit batang dikumpulkan pada bulan Februari 2014. Sebanyak 1,5 kg kulit batang
segar disortasi basah, selanjutnya dicuci dengan air mengalir. Sampel kemudian
dirajang dan dikeringkan dengan cara dikering-anginkan. Selanjutnya sampel
yang telah kering disortasi kering dan dihaluskan menggunakan blender hingga
diperoleh serbuk simplisia kering sebanyak 688 gram.
3.3.2 Ekstraksi Sampel Kulit Batang Kayu Jawa (Lannae coromandelica)
Serbuk kering kulit batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) diekstraksi
dengan menggunakan dua metode yang berbeda yaitu sebagai berikut.
1. Metode Maserasi
Serbuk simplisia kering kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) ditimbang 344 gram dan dimaserasi dengan etanol 70%
selama 2 sampai 3 hari. Prosedur diulangi hingga 6 kali proses maserasi.
Selanjutnya masing-masing hasil ekstraksi disaring dan filtrat yang
diperoleh dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator hingga diperoleh
ekstrak kental. Selanjutnya ekstrak kental yang diperoleh, dihitung
rendemennya.
2. Metode Dekokta
Dekokta kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) dibuat
larutan induk konsentrasi 5%. Serbuk simplisia kering kulit batang Kayu
Jawa ditimbang 5 gram. Serbuk simplisia yang telah ditimbang dimasukkan
ke dalam botol dan ditambahkan aquades hingga 100 mL. Botol tersebut
ditutup dengan aluminium foil untuk menjaga volume air dalam botol tetap.
Botol tersebut selanjutnya dipanaskan selama 30 menit dalam alat
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kukusan/dandan. Waktu 30 menit dihitung setelah suhu dalam botol telah
mencapai 90°C (Tiwari, et al., 2011).
3.3.3 Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui metabolit sekunder yang
terkandung di dalam ekstrak etanol 70% dan ekstrak air kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica). Metabolit sekunder yang diuji secara kualitatif ini antara
lain alkaloid, flavonoid, saponin, glikosida, triterpenoid, fenol, dan tanin.
1. Uji Alkaloid
Sebanyak 0,5 gram ekstrak dilarutkan dalam larutan HCl encer
kemudian disaring. Tes Mayer dilakukan dengan menambahkan filtrat
dengan reagen mayer (Potassium Mercuric Iodide). Terjadinya endapan
berwarna kuning mengindikasikan adanya senyawa alkaloid (Tiwari, et al.,
2011). Tes Dragendorf juga dapat dilakukan untuk mengetahui keberadaan
alkaloid. Filtrat yang diperoleh ditambahkan reagen dragendorf (solution of
Potassium Bismuth Iodide). Terjadinya endapan berwarna merah
mengindikasikan adanya senyawa alkaloid (Tiwari, et al., 2011).
2. Uji Flavonoid
Sebanyak 0,5 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70% dan
ditambahkan 3 tetes larutan NaOH. Terjadinya perubahan intensitas warna
kuning menjadi tidak berwarna pada penambahan asam sulfat
mengindikasikan adanya senyawa flavonoid (Tiwari, et al., 2011).
3. Uji Saponin
Sebanyak 0,5 gram ekstrak dilarutkan dalam 20 mL aquades,
kemudian larutan dikocok dalam labu ukur selama 15 menit. Terbentuknya
busa setinggi 1 cm mengindikasikan adanya senyawa saponin (Tiwari, et al.,
2011).
4. Uji Glikosida
0 Sebanyak 0,5 gram ekstrak ditambahkan 1 mL aquades dan
ditambahkan larutan NaOH. Terbentuknya warna kuning mengindikasikan
adanya senyawa glikosida (Tiwari, et al., 2011).
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Uji Triterpenoid
Tes Salkowski dapat digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan
senyawa triterpen. Sebanyak 0,5 gram ekstrak dilarutkan dalam kloroform
dan disaring. Kemudian filtrat ditambahkan beberapa tetes asam sulfat dan
dikocok. Terbentuknya warna kuning emas mengindikasikan adanya
senyawa triterpen.
6. Uji Fenol
Sebanyak 0,5 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70% dan
ditambahkan 3 tetes larutan FeCl3. Terbentuknya warna hitam kebiruan
mengindikasikan adanya senyawa fenol (Tiwari, et al., 2011).
7. Uji Tanin
Sebanyak 0,5 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70%,
dididihkan dalam 10 mL aquades dalam tabung reaksi kemudian disaring.
Ditambahkan 3 tetes larutan ferri klorida 0,1% dan diamati terbentuknya
warna hijau kecoklatan atau biru kehitaman menunjukkan adanya tanin
(Ayoola, et al., 2008).
3.3.4 Parameter Ekstrak
1. Identitas
Ekstrak dideskripsikan dengan tata nama yang meliputi nama
ekstrak, nama latin tumbuhan, bagian tumbuhan yang digunakan, dan nama
Indonesia tumbuhan (Depkes RI, 2000).
2. Organoleptik
Ekstrak dideskripsikan menggunakan panca indera untuk
mengetahui bentuk, warna, bau, dan rasa (Depkes RI, 2000).
3. Residu Pelarut Etanol
Sebanyak 2 gram ekstrak etanol 70% dilarutkan dalam aquades
hingga 25 mL dan di destilasi pada suhu 78,5°C hingga diperoleh destilat
sebanyak 2 mL. Destilat ditambahkan aquades hingga 25 mL. Selanjutnya
bobot jenis cairan ditetapkan menggunakan piknometer. Persentase residu
pelarut etanol dalam ekstrak dihitung menggunakan tabel bobot jenis dan
kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi III (Depkes RI, 2000).
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Kadar Abu Total
Penetapan kadar abu total dilakukan sebanyak tiga kali (triplo).
Sebanyak 2 gram ekstrak etanol 70% ditimbang ke dalam krus yang telah
ditara dan dipijarkan perlahan. Suhu dinaikkan secara bertahap hingga
600±25°C. Didinginkan dalam desikator dan ditimbang berat abu. Kadar abu
dihitung dalam persen terhadap berat sampel awal (Depkes RI, 2000).
3.3.5 Pengujian Antioksidan secara Kualitatif dengan Metode Kromatografi
Lapis Tipis (KLT)
Ekstrak etanol 70% ditimbang 50 mg dilarutkan dengan etanol 50 mL
(1000 ppm). Ekstrak air digunakan konsentrasi 5%. Silika gel pada lempeng
aluminium digunakan sebagai fase diam. Fase gerak digunakan etanol, etil asetat,
dan kloroform dengan perbandingan 2:1:1. Setelah itu chamber yang berisi eluen
dijenuhkan (Ghasal & Mandal, 2012).
Ekstrak etanol 70% dan ekstrak air kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica), ditotolkan pada plat KLT menggunakan pipa kapiler. Proses
elusi dilakukan dengan cara plat KLT dimasukkan ke dalam chamber yang berisi
eluen dan telah dijenuhkan. Eluen dibiarkan merambat hingga mencapai batas plat
yang telah ditandai sebelumnya. Setelah selesai, plat KLT dikeluarkan dari
chamber. Plat KLT kemudian dikeringkan dan disemprot dengan larutan DPPH
0,1 mM (Ghasal & Mandal, 2012). Bercak pada plat KLT yang memiliki aktivitas
antioksidan akan berubah menjadi warna putih kuning dengan latar belakang ungu
(Kuntorini & Astuti, 2010).
3.3.6 Pengujian Antioksidan secara Kuantitatif dengan Metode DPPH
3.3.6.1 Pembuatan Larutan DPPH 0,1 mM
Serbuk DPPH (BM 394,32) sebanyak 1,98 mg dilarutkan dengan metanol
p.a (pro analisa) dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL. Volume
dicukupkan dengan metanol p.a hingga tanda batas , kemudian ditempatkan dalam
botol gelap.
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.6.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum DPPH
Larutan DPPH 0,1 mM sebanyak 2 mL dimasukkan ke dalam tabung
reaksi lalu ditambahkan metanol p.a sebanyak 2 mL, tutup dengan aluminium foil,
dihomogenkan dengan vortex lalu dituang ke dalam kuvet dan diukur pada
panjang gelombang 400-800 nm menggunakan spektrofotometer UV-Vis
(Musfiroh & Syarief, 2009). Panjang gelombang maksimum DPPH yang
digunakan berada pada 515,5 nm.
3.3.6.3 Pembuatan Larutan Blangko
Larutan DPPH 0,1 mM sebanyak 2 mL dimasukkan ke dalam tabung
reaksi dan ditambahkan metanol p.a sebanyak 2 mL. Tutup dengan aluminium
foil. Campuran dihomogenkan dengan vortex dan diinkubasi dalam ruangan gelap
selama 30 menit (Molyneux, 2004). Selanjutnya, serapan larutan blangko diukur
pada panjang gelombang maksimum yaitu 515,5 nm.
3.3.6.4 Pembuatan Larutan Uji Ekstrak Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica)
1. Pembuatan Larutan uji ekstrak etanol 70% dan ekstrak air kulit batang
Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Larutan induk ekstrak etanol 70% dibuat terlebih dahulu dengan
menimbang 50 mg ekstrak dan dibasahi dengan 5 tetes etanol 70%. Etanol
70% dibiarkan menguap kemudian dilarutkan dengan metanol p.a. Larutan
dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL. Volume dicukupkan dengan
metanol p.a sampai tanda batas (1000 ppm). Kemudian dari larutan induk
dibuat seri konsentrasi 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, 20 ppm, dan 25 ppm.
Larutan induk ekstrak air diperoleh dari hasil dekokta 5%.
Kemudian dari larutan induk 5% tersebut dibuat seri konsentrasi yaitu
0,03%, 0,05%, 0,12%, dan 0,15%.
2. Pengukuran serapan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis
Masing-masing konsentrasi larutan uji sebanyak 2 mL dimasukkan
ke dalam tabung reaksi. Ditambahkan larutan DPPH 0,1 mM sebanyak 2
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mL, dihomogenkan dengan vortex. Selanjutnya, diinkubasi dalam ruangan
gelap selama 30 menit (Molyneux, 2004). Serapan diukur pada panjang
gelombang maksimum yaitu 515,5 nm.
3.3.6.5 Pembuatan Larutan Pembanding Vitamin C
1. Pembuatan larutan pembanding Vitamin C
Membuat larutan induk Vitamin C 1000 ppm dengan cara
menimbang 50 mg serbuk vitamin C, dilarutkan dengan metanol p.a dan
dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL. Volume dicukupkan dengan
metanol p.a sampai tanda batas. Kemudian dari larutan induk dibuat seri
konsentrasi 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, dan 10 ppm.
2. Pengukuran serapan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis
Pengujian dilakukan dengan cara masing-masing konsentrasi
larutan pembanding vitamin C sebanyak 2 mL dimasukkan ke dalam tabung
reaksi. Ditambahkan larutan DPPH 0,1 mM sebanyak 2 mL, dihomogenkan
dengan vortex. Selanjutnya, diinkubasi dalam ruangan gelap selama 30
menit (Molyneux, 2004). Serapan diukur pada panjang gelombang
maksimum yaitu 515,5 nm.
3.3.6.6 Analisis Data
1. Penentuan Nilai IC50 (Inhibitory Concentration)
Parameter yang biasa digunakan untuk menginterpretasikan hasil
dari uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH adalah dengan nilai
efficient concentration (EC50) atau sering disebut nilai IC50, yaitu
konsentrasi yang menyebabkan hilangnya 50% aktivitas DPPH (Molyneux,
2004). Untuk menghitung nilai IC50 diperlukan data persen inhibisi dari
pengujian yang dilakukan. Persen inhibisi dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
(Ghosal & Mandal, 2012)
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konsentrasi sampel dan persen inhibisi yang diperoleh diplot
masing-masing pada sumbu x dan y pada persamaan regresi linear.
Persamaan tersebut digunakan untuk menentukan nilai IC50 dari masing-
masing sampel dinyatakan dengan nilai y sebesar 50 dan nilai x yang akan
diperoleh sebagai IC50 (Nurjanah, Izzati & Abdullah, 2011).
2. Penentuan Nilai AAI (Antioxidant Activity Index)
Nilai AAI dapat ditentukan dengan cara konsentrasi DPPH yang
digunakan dalam uji (ppm) dibagi dengan nilai IC50 yang diperoleh (ppm).
Nilai AAI yang <0,5 menandakan antioksidan lemah, AAI > 0,5-1
menandakan antioksidan sedang, AAI >1-2 menandakan antioksidan kuat,
dan AAI >2 menandakan antioksidan yang sangat kuat (Vasic, Stefanovic,
Licina, Radojevic & Comic, 2012).
3.3.7 Pengujian Toksisitas dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test
(BSLT)
3.3.7.1 Persiapan Larva Artemia salina
Penetasan telur Artemia salina dilakukan dengan cara menetaskan
sebanyak 50 mg telur Artemia salina dalam wadah yang berisi air laut, disekat
menjadi dua bagian yang salah satunya dibuat gelap dan diletakkan dibawah
lampu (Meyer, et al., 1982). Telur Artemia salina akan menetas dan menjadi
larva setelah 24 jam (Mudjiman, 1988).
3.3.7.2 Pembuatan Larutan Uji Ekstrak Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica)
Larutan uji ekstrak etanol 70% kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) dibuat dengan cara menimbang 50 mg ekstrak etanol 70%
kemudian dilarutkan dengan sedikit etanol 70% dan ditambahkan aquades hingga
50 mL sebagai larutan induk 1000 ppm. Larutan uji dibuat seri konsentrasi akhir
menjadi 1 ppm, 10 ppm, 100 ppm, dan 500 ppm.
Larutan uji ekstrak air kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica)
dibuat dari ekstrak air hasil dekokta 5%. Larutan induk 5% ini selanjutnya dibuat
larutan uji dengan konsentrasi akhir 0,15%, 0,3%, 0,5%, dan 0,1%.
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.7.3 Pengujian Toksisitas
Pengujian toksisitas larutan uji ekstrak etanol 70% dan ekstrak air
dilakukan dengan mengambil sebanyak 10 ekor larva udang menggunakan pipet
tetes dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Pada pengujian ekstrak etanol
70%, masing-masing tabung kemudian ditambahkan larutan uji ekstrak etanol
70%. Sedangkan pada pengujian ekstrak air, masing-masing tabung ditambahkan
larutan uji ekstrak air. Volume digenapkan dengan aquades hingga 10 mL
sehingga terjadi pengenceran. Larutan diaduk perlahan sampai homogen. Untuk
setiap konsentrasi dilakukan 3 kali pengulangan (triplikat) (Anderson, 1991).
Untuk kontrol dilakukan tanpa penambahan sampel. Larutan dibiarkan
selama 24 jam, kemudian dihitung jumlah larva yang mati dan masih hidup dari
tiap tabung (Juniarti, et al., 2009).
3.3.7.4 Analisis Data
Pengujian efek toksik dihitung dengan menentukan nilai LC50. Nilai LC50
diperoleh dengan terlebih dahulu menghitung persentase mortalitas hewan uji
setelah 24 jam dengan cara :
Selanjutnya dicari angka probit melalui tabel probit dan dibuat grafik
dengan log konsentrasi sebagai sumbu x terhadap persentase mortalitas dalam
satuan probit sebagai sumbu y. Nilai LC50 merupakan konsentrasi dimana suatu
zat menyebabkan kematian 50% hewan uji yang diperoleh dengan menggunakan
persamaan regresi linier y = a + bx. Suatu zat dikatakan aktif atau toksik bila nilai
LC50 kurang dari 1000 ppm untuk ekstrak dan kurang dari 30 ppm untuk suatu
senyawa (Juniarti, et al., 2009).
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman terlebih dahulu dilakukan untuk mengetahui
identitas tanaman yang digunakan. Determinasi tanaman ini dilakukan di
Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi LIPI (Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia) Cibinong, Bogor. Hasil determinasi menunjukkan bahwa
sampel yang digunakan merupakan Lannea coromandelica (Houtt.) Merr. dari
famili Anacardiacea (lampiran 2).
4.2 Penyiapan Sampel
Bagian tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit batang
dari tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica). Kayu jawa yang menjadi
sampel adalah kayu jawa yang tumbuh di daerah Watampone, kabupaten Bone,
Sulawesi Selatan. Tanaman ini banyak tumbuh liar ataupun sengaja ditanam
sebagai tanaman pagar. Kulit batang yang digunakan dari batang kayu jawa yang
berdiameter 5 sampai 6 cm. Kulit batangnya biasanya berukuran 3 sampai 5 mm.
Kulit batang mulai dikumpulkan pada bulan februari 2014.
Sebanyak 1,5 kg kulit batang segar disortasi basah untuk memisahkan
dengan pengotor seperti tanah ataupun bagian tanaman yang tidak digunakan
dalam penelitian dan terbawa pada saat proses pengumpulan kulit batang. Kulit
batang selanjutnya dicuci dengan air mengalir. Kulit batang yang telah dicuci
dirajang untuk memperbesar luas permukaan sampel sehingga pelarut lebih
mudah berpenetrasi ke dalam sel sehingga penarikan senyawa kimia yang
terkandung dalam sampel lebih maksimal. Setelah proses perajangan, dilanjutkan
proses pengeringan dengan cara dikering-anginkan. Pengeringan dilakukan untuk
menghentikan reaksi enzimatik yang dapat menyebabkan penguraian atau
perubahan kandungan kimia yang terdapat pada kulit batang. Selain itu,
pengeringan dilakukan di tempat yang terlindung dari cahaya matahari langsung.
Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kerusakan pada
31
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kandungan kimia kulit batang akibat pemanasan. Selanjutnya, kulit batang yang
telah kering disortasi kering untuk meisahkan dari pengotor-pengotor yang masih
terbawa pada saat proses pengeringan. Kulit batang yang telah disortasi
dihaluskan menggunakan blender hingga dan diperoleh serbuk simplisia kering
sebanyak 688 gram.
4.3 Ekstraksi
Proses ekstraksi simplisia kulit batang kayu jawa dilakukan dengan dua
cara berbeda yaitu maserasi langsung dan dekokta. Maserasi langsung dilakukan
dengan mengekstraksi langsung simplisia kulit batang dengan etanol 70%.
Maserasi dipilih karena proses pengerjaan yang mudah dan peralatan yang cukup
sederhana. Pada maserasi ini, digunakan simplisia sebanyak 344 gram. Proses
maserasi dilakukan selama 2 sampai 3 hari. Prosedur diulangi hingga 6 kali proses
maserasi.
Total pelarut etanol 70% yang digunakan sebanyak 6,2 L dan sebelumnya
telah didestilasi terlebih dahulu. Menurut Tiwari, et al. (2011), etanol lebih efisien
dalam degradasi dinding sel sehingga polifenol akan tersari lebih banyak. Selain
itu, flavonoid ditemukan lebih tinggi pada penggunaan etanol 70% pada proses
ekstraksi. Filtrat hasil maserasi disaring dengan kapas dan kertas saring yang
kemudian dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator pada suhu 45-50°C
hingga diperoleh ekstrak kental sebanyak 41 gram. Rendemen ekstrak etanol 70%
adalah 11,919 %.
Proses ekstraksi menggunakan metode dekokta juga dilakukan untuk
mendapatkan ekstrak air kulit batang Lannea coromandelica. Metode dekokta
merupakan metode ekstraksi dengan proses pemanasan. Metode ini dilakukan
untuk menggambarkan cara penggunaan kulit batang kayu jawa di dalam
masyarakat sebagai obat. Dekokta yang dibuat memiliki konsentrasi 5%.
Konsentrasi 5% ini dipilih agar penarikan senyawa kimia dalam sampel lebih
maksimal. Ekstrak air yang diperoleh langsung digunakan dalam pengujian.
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.4 Parameter Ekstrak
Parameter ekstrak terbagi atas 2 (dua) jenis yaitu parameter spesifik dan
parameter non spesifik. Hasil penetapan parameter ekstrak dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
Tabel 4.1. Hasil Penetapan Parameter Spesifik dan Non Spesifik Ekstrak Etanol
70% dan Ekstrak Air Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica)
Karakteristik Hasil
Ekstrak Etanol 70% Ekstrak Air
Parameter Spesifik
1. Identitas
- Nama latin
- Bagian tumbuhan
- Nama Indonesia
- Lannea coromandelica
- Kulit batang (cortex)
- Kayu Jawa
2. Organoleptik
- Bentuk
- Warna
- Bau
- Rasa
- Kental
- Coklat kehitaman
- Khas
- Agak sepat
- Cair
- Coklat kekuningan
- Khas
- Agak sepat
Parameter Non Spesifik
1.Residu Pelarut Etanol 0 % -
2. Kadar Abu 14,505 % -
Parameter spesifik yang dilakukan yaitu mengidentifikasi identitas dan
organoleptik ekstrak yang digunakan. Tanaman yang digunakan merupakan kayu
jawa dengan nama latin Lannea coromandelica. Ekstrak dibuat dari bagian kulit
batang tanaman tersebut. Organoleptik ekstrak diidentifikasi menggunakan panca
indera.
Parameter non spesifik merupakan aspek yang tidak terkait dengan
aktivitas farmakologis secara langsung namun mempengaruhi aspek keamanan
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dan stabilitas ekstrak (Saifudin, Rahayu, & Teruna, 2011). Parameter residu
pelarut etanol dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada lagi pelarut etanol
yang tersisa setelah proses pemekatan ekstrak. Bila sisa pelarut berupa etanol
masih tinggi dalam ekstrak, maka kemungkinan bila masuk ke dalam tubuh dapat
memberikan reaksi efek samping (Saifudin, Rahayu, & Teruna, 2011). Selain itu,
pelarut etanol yang tersisa di dalam ekstrak dapat mengganggu hasil uji toksisitas
yang dilakukan karena memberikan intervensi atas kematian larva uji. Pada hasil
penelitian ini,bobot jenis rata-rata yang diperoleh adalah 1,0072. Nilai bobot jenis
tersebut dalam tabel bobot jenis dan kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi
III menunjukkan bahwa kandungan etanol yang dimiliki sama dengan nol
(lampiran 8).
Selain itu, pada penentuan parameter non spesifik dilakukan penentuan
kadar abu.Penentuan kadar abu dilakukan bertujuan untuk memberikan
gambarankandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal
sampaiterbentuknya ekstrak. Pada tahap ini ekstrak dipanaskan hingga senyawa
organik dan turunannya terdestruksi dan menguap sampai tinggal unsur mineral
dan anorganik saja (Depkes RI, 2000). Kadar abu ekstrak etanol 70% kulit batang
Lannea coromandelica sebesar 14,5087%. Hal ini menunjukkan bahwa kadar abu
ekstrak tersebut cukup tinggi. Tingginya kadar abu ini dapat dikarenakan
tingginya kandungan mineral internal di dalam kulit batang Lannea
coromandelica sendiri ataupun mineral yang berasal dari luar (mineral eksternal).
4.5 Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengidentifikasi kandungan
metabolit sekunder yang tersari di dalam ekstrak etanol 70% dan ekstrak air kulit
batang Lannea coromandelica, sehingga dapat diketahui metabolit sekunder yang
berpotensi memiliki aktivitas antioksidan ataupun antikanker dalam pengujian
toksisitas. Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.2. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 70% dan Ekstrak Air Kulit
Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Pengujian
Senyawa
Hasil
Ekstrak Etanol 70% Ekstrak Air
Alkaloid - -
Flavonoid + +
Saponin + +
Glikosida + +
Triterpenoid - -
Fenol + +
Tanin + +
Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan pada ekstrak etanol 70%
menunjukkan adanya kandungan senyawa metabolit sekunder diantaranya
flavonoid, saponin, glikosida, fenol, dan tanin. Penapisan fitokimia pada ekstrak
air pun menunjukkan kandungan yang sama yaitu flavonoid, saponin, glikosida,
fenol, dan tanin. Umumnya metabolit sekunder yang diperoleh bersifat polar
sehingga tersari di dalam pelarut polar yang digunakan yaitu etanol 70% dan air.
4.6 Uji Aktivitas Antioksidan secara Kualitatif
Pengujian kualitatif antioksidan terlebih dahulu dilakukan elusi dengan
beberapa kombinasi eluen. Kombinasi eluen yang cukup baik untuk mengelusi
ekstrak etanol 70% dan ekstrak air kulit batang Lannea coromandelica yaitu
dengan pelarut etanol, etil asetat, dan kloroform dengan perbandingan 2:1:1
(Lampiran 8). Adanya perubahan warna DPPH yang disemprotkan pada bercak
plat KLT dari ungu menjadi putih kekuningan menandakan bahwa ekstrak etanol
70% dan ekstrak air kulit batang Lannea coromandelica memiliki aktivitas
antioksidan.
4.7 Uji Aktivitas Antioksidan secara Kuantitatif
Pengujian aktivitas antioksidan secara kuantitatif dilakukan dengan
menggunakan metode DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil). Metode DPPH ini
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dipilih karena merupakan metode yang sederhana, mudah, cepat dan peka serta
hanya memerlukan sedikit sampel untuk evaluasi aktivitas antioksidan dari
senyawa bahan alam (Molyneux, 2004).
Prinsip pengukuran aktivitas antioksidan secara kuantitatif menggunakan
metode DPPH ini adalah adanya perubahan intensitas warna ungu DPPH yang
sebanding dengan konsentrasi larutan DPPH tersebut. Radikal bebas DPPH yang
memiliki elektron tidak berpasangan akan memberikan warna ungu. Warna akan
berubah menjadi kuning saat elektronnya berpasangan. Perubahan intensitas
warna ungu ini terjadi karena adanya peredaman radikal bebas yang dihasilkan
oleh bereaksinya molekul DPPH dengan atom hidrogen yang dilepaskan oleh
molekul senyawa sampel sehingga terbentuk senyawa Difenil pikril hidrazin dan
menyebabkan terjadinya peluruhan warna DPPH dari ungu ke kuning. Perubahan
warna ini akan memberikan perubahan absorbansi pada panjang gelombang
maksimum DPPH menggunakan spektrofotometri UV-Vis sehingga akan
diketahui nilai aktivitas peredaman radikal bebas yang dinyatakan dengan
nilai IC50 (Inhibitory concentration) (Molyneux, 2004).
Nilai IC50 didefinisikan sebagai besarnya konsentrasi senyawa uji yang
dapat meredam radikal bebas sebanyak 50%. Semakin kecil nilai IC50 maka
aktivitas peredaman radikal bebas semakin tinggi (Molyneux, 2004). Nilai AAI
(Antioxidant activity index) ditentukan untuk menggolongkan sifat antioksidan
ekstrak sebagaimana yang dilakukan oleh Scherer dan Godoy (2009). Nilai AAI
diperoleh dengan membandingkan konsentrasi DPPH yang digunakan dalam uji
dengan nilai IC50 yang diperoleh.Pengujian aktivitas antioksidan secara kuantitatif
ekstrak air, ekstrak etanol 70%, beserta kontrol positif vitamin C dilakukan
dengan berbagai seri konsentrasi menggunakan metode DPPH yang selanjutnya
absorbansinya diukur menggunakan spektrofotometri UV-Vis.
Pengukuran absorbansi ekstrak dengan DPPH menggunakan
spektrofotometer UV-Vis sebelumnya dilakukan penentuan panjang gelombang
maksimum DPPH. Panjang gelombang maksimum DPPH yang digunakan berada
pada panjang gelombang 515,5 nm (Lampiran 9). Panjang gelombang maksimum
ini memberikan serapan paling maksimal dari larutan uji dan memberikan
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kepekaan paling besar. Selanjutnya, besarnya aktivitas antioksidan dari ekstrak
dan kontrol positif yang digunakan diukur pada panjang gelombang maksimum.
Hasil uji aktivitas antioksidan yang diperoleh dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.3. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol 70% Kulit Batang
Lannea coromandelica
Konsentrasi
(ppm)
Absorbansi
Rata-rata
% Inhibisi
(%)
IC50 AAI
5 0,2950 23,3766 7,1122 ppm 5,5679
(>2 atau
sangat kuat) 10 0,1786 53,6104
15 0,1170 69,6103
20 0,0720 81,2987
25 0,0313 91,8701
Tabel 4.4. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Air Kulit Batang Lannea
coromandelica
Konsentrasi
(%)
Absorbansi
Rata-rata
% Inhibisi
(%)
IC50 AAI
0,03 0,3493 37,5134 0,0594 % 0,0667
(<0,5 atau
lemah) 0,05 0,3080 44,9016
0,12 0,1187 78,7656
0,15 0,0690 87,6565
Tabel 4.5. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Vitamin C
Konsentrasi
(ppm)
Absorbansi
Rata-rata
% Inhibisi
(%)
IC50 AAI
2 0,5237 40,0801 4,1141 ppm 9,6254
(>2 atau
sangat kuat) 4 0,4273 51,1098
6 0,3747 57,1281
8 0,2923 66,5561
10 0,1670 80,8924
Pengujian aktivitas antioksidan yang dilakukan terhadap ekstrak etanol
70% diperoleh nilai IC50 7,1122 ppm dengan nilai AAI 5,5679. Ekstrak air
memiliki nilai IC50 0,0594% dengan nilai AAI 0,0667. Vitamin C sebagai kontrol
positif memiliki nilai IC50 4,1141 ppm dengan nilai AAI 9,6254. Nilai AAI
menggambarkan aktivitas antioksidan. Nilai AAI yang kurang dari 0,5
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
y = 2,5294x + 29,834 R² = 0,9902
0
20
40
60
80
100
5 10 15 20 25 30
% In
hib
isi
Konsenrasi (ppm)
Hubungan Konsentrasi dan % Inhibisi Ekstrak Etanol 70% Kulit Batang Lannea coromandelica
menandakan antioksidan lemah, nilai AAI diantara 0,5 sampai 1 menandakan
antioksidan sedang, nilai AAI diantara 1 sampai 2 menandakan antioksidan kuat,
dan nilai AAI lebih dari 2 menandakan antioksidan yang sangat kuat (Vasic,
Stefanovic, Licina, Radojevic & Comic, 2012). Berdasarkan penggolongan
tersebut, ekstrak etanol 70% memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat,
sedangkan ekstrak air memiliki aktivitas antioksidan yang lemah. Vitamin C
sebagai kontrol positif juga memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat.
Berdasarkan analisis stastistik menggunakan program IBM SPSS 22 One Way
Anova, besarnya antioksidan ekstrak etanol 70% berbeda secara bermakna dengan
besarnya aktivitas antioksidan vitamin C. Perbedaan bermakna ini diartikan
bahwa ekstrak etanol 70% memiliki aktivitas antioksidan lebih lemah
dibandingkan vitamin C.
Vitamin C merupakan antikosidan yang bekerja sebagai oxygen
scavengers, yaitu mengikat oksigen sehingga tidak mendukung reaksi oksidasi.
Dalam hal ini, vitamin C akan mengadakan reaksi dengan oksigen yang berada
dalam sistem sehingga jumlah oksigen akan berkurang. Selain vitamin C, senyawa
yang bekerja sebagai oxygen scavengers diantaranya askorbilpalminat, asam
eritorbat, dan sulfit (Gordon, 1990).
Peningkatan konsentrasi senyawa mempengaruhi aktivitas antioksidannya.
Kurva hubungan konsentrasi ekstrak terhadap persen inhibisi sebagai persen
penghambatan radikal bebas DPPH dari ekstrak etanol 70%, ekstrak air, dan
kontrol positif vitamin C dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 4.1. Kurva Hubungan Konsentrasi dan % Inhibisi Ekstrak Etanol 70%
Kulit Batang Lannea coromandelica
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
y = 433,86x + 24,247 R² = 0,9946
0
20
40
60
80
100
0 0,05 0,1 0,15 0,2
% In
hib
isi
Konsentrasi (%)
Hubungan Konsentrasi dan % Inhibisi Ekstrak Air Kulit Batang Lannea coromandelica
Gambar 4.2. Kurva Hubungan Konsentrasi dan % Inhibisi Ekstrak Air Kulit Batang
Lannea coromandelica
Gambar 4.3. Kurva Hubungan Konsentrasi dan % Inhibisi Vitamin C
Kurva di atas diperoleh dengan menggunakan regresi linier pada aplikasi
pengolah data microsoft excel 2010. Koefisien y pada persamaan linier bernilai
50 merupakan koefisien IC50, sedangkan koefisien x pada persamaan linier ini
merupakan konsentrasi ekstrak yang akan dicari nilainya, dimana x yang
diperoleh merupakan besarnya konsentrasi yang diperlukan untuk dapat
meredam 50% aktivitas radikal DPPH. Nilai R2 menggambarkan linieritas
konsentrasi terhadap % inhibisi. Nilai R2 yang mendekati +1 (bernilai positif)
menandakan bahwa dengan semakin meningkatnya konsentrasi ekstrak, semakin
meningkat pula aktivitas antioksidannya. Hal ini berkaitan dengan jumlah
senyawa metabolit sekunder yang terlarut di dalam ekstrak dan memiliki aktivitas
antioksidan.
y = 4,8535x + 30,032 R² = 0,9816
0
20
40
60
80
100
0 2 4 6 8 10 12
% In
hib
isi
Konsentrasi (ppm)
Hubungan Konsentrasi dan % Inhibisi Vitamin C
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Aktivitas antioksidan dari ekstrak etanol yang tergolong sangat kuat
berhubungan dengan kandungan metabolit sekunder yang dikandungnya.
Flavonoid merupakan antioksidan eksogen yang mengandung gugus fenolik dan
telah dibuktikan bermanfaat dalam mencegah kerusakan sel akibat stres oksidatif.
Mekanisme kerja dari flavonoid sebagai antioksidan dapat secara langsung
maupun secara tidak langsung. Flavonoid sebagai antioksidan secara langsung
adalah dengan mendonorkan ion hidrogen sehingga dapat menstabilkan radikal
bebas yang reaktif (Saija, et al., 1995; Arora, et al.,1998) dan bertindak sebagai
scavenger/penangkal radikal bebas secara langsung (Arora, et al.,1998; Nijveldt,
et al., 2001). Flavonoid sebagai antioksidan secara tidak langsung bekerja di
dalam tubuh dengan meningkatkan ekspresi gen antioksidan endogen melalui
beberapa mekanisme seperti peningkatan ekspresi gen antioksidan melalui
aktivasi nuclear factor eryhtrid 2 related factor 2 (Nrf2) sehingga terjadi
peningkatan gen yang berperan dalam sintesis enzim antioksidan endogen seperti
SOD (superoxide dismutase) (Sumardika, Jawi, 2012).
Selain itu, Sahidi (1997) mengatakan bahwa komponen fenol dari tanaman
merupakan konstituen yang berperan aktif sebagai antioksidan. Antioksidan
senyawa fenolik dapat menghentikan atau menghambat tahapan inisiasi dengan
cara bereaksi dengan radikal asam lemak atau menghambat propagasi dengan cara
bereaksi dengan radikal peroksi atau radikal alkoksi. Oleh karena itu, semakin
tinggi kandungan senyawa fenolik dalam ekstrak seperti tanin, antosianin, dan
asam-asam fenolat akan memberikan efek penghambatan peroksida lebih besar.
4.8 Uji Toksisitas BSLT Ekstrak Etanol 70% dan Ekstrak Air Kulit
Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Uji toksisitas dengan metode BSLT merupakan uji toksisitas akut dimana
efek toksik dari suatu senyawa ditentukan dalam waktu singkat, yaitu rentang
waktu selama 24 jam setelah pemberian dosis uji (Meyer, 1982). Metode BSLT
dipilih karena merupakan salah satu metode bioaktivitas yang mudah, cepat,
murah dan akurat. Metode ini sering dimanfaatkan untuk mengetahui toksisitas
bahan alam/ ekstrak tumbuhan serta untuk skrining senyawa antikanker karena
adanya korelasi positif antara metode BSLT dengan uji sitotoksik menggunakan
kultur sel kanker (Carballo, et al., 2002).
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Uji toksisitas BSLT dilakukan dengan menentukan nilai LC50 dari
aktivitas komponen aktif tanaman terhadap larva Artemia salina Leach. Suatu
ekstrak dikatakan toksik berdasarkan metode BSLT jika ekstrak dapat
menyebabkan kematian 50% hewan uji pada konsentrasi kurang dari 1000 ppm
(Meyer, 1982).
Pengujian toksisitas terhadap ekstrak etanol 70% dan ekstrak air dilakukan
sebanyak 3 kali (triplo). Data mortalitas larva yang diperoleh diolah dengan
analisis probit yang dirumuskan oleh Finney (1971) untuk menentukan nilai
LC50 pada derajat kepercayaan hingga 95%. Hasil uji toksisitas ekstrak etanol
70% dan ekstrak air kulit batang Lannea coromandelica dapat dilihat pada tabel
dan gambar berikut.
Tabel 4.6. Hasil Uji Toksisitas BSLT Ekstrak Etanol 70% Kulit Batang Kayu
Jawa (Lannea coromandelica)
Konsentrasi
(ppm) Log C
Banyaknya
Larva
Hidup
(Awal)
Total
Larva
Mati
Persen
Kematian
Larva
(%)
Probit LC50
(x) 1 2 3 (y)
0 (kontrol) - 10 10 10 0 - -
23,774 ppm
(<1000 ppm
atau toksik)
1 0 10 10 10 3 10 3,7184
10 1 10 10 10 7 23,3 4,2710
100 2 10 10 10 23 76,7 5,7200
500 2,699 10 10 10 28 93,3 6,4985
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.4. Kurva Hubungan Log Konsentrasi Ekstrak Etanol 70% dengan Probit
Tabel 4.7. Uji Toksisitas BSLT Ekstrak Air Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica)
y = 1,0707x + 3,5266 R² = 0,969
0
1
2
3
4
5
6
7
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3
Pro
bit
Log C
Hubungan Log C Ekstrak Etanol 70% dengan Probit
Konsentrasi
(%) Log C
Banyaknya
Larva Hidup
(Awal)
Total
Larva
Mati
Persen
Kematian
Larva
(%)
Probit LC50
(x) 1 2 3 (y)
0 (kontrol) - 10 10 10 0 - - 0,3171 %
atau 3.171
ppm
(>1000 ppm
atau tidak
toksik)
0,15 -0.824 10 10 10 9 30 4,4756
0,3 -0,523 10 10 10 13 43,3 4,8313
0,5 -0,310 10 10 10 18 60 5,2533
1 0 10 10 10 26
86,7 6,1123
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.5. Kurva Hubungan Log Konsentrasi Ekstrak Air dengan Probit
Uji toksisitas yang dilakukan terhadap ekstrak etanol 70% kulit batang
Lannea coromandelica menunjukkan nilai LC50 sebesar 23,774 ppm. Hal ini
menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70% memiliki potensi toksisitas akut menurut
metode BSLT dan dapat dikembangkan sebagai antikanker. Pengujian toksisitas
terhadap ekstrak air diperoleh nilai LC50 0,3171 % atau setara dengan 3.171 ppm
sehingga disimpulkan ekstrak air ini tidak memiliki potensi toksisitas akut dalam
pengujian toksisitas yang dilakukan.
Potensi toksisitas akut yang dimiliki ekstrak etanol 70% dipengaruhi oleh
kandungan metabolit sekunder yang dimiliki ekstrak tersebut. Adanya flavonoid
ekstrak dalam lingkungan sel, menyebabkan gugus OH- pada flavonoid berikatan
dengan protein integral membran sel. Hal ini menyebabkan terbendungnya
transport aktif Na+ - K+. Transpor aktif yang berhenti menyebabkan pemasukan
ion Na+ yang tidak terkendali ke dalam sel, hal ini menyebabkan pecahnya
membran sel (Scheuer, 1994). Pecahnya membran sel inilah yang menyebabkan
kematian larva Artemia salina.
y = 1,989x + 5,9921 R² = 0,9605
0
1
2
3
4
5
6
7
-1 -0,8 -0,6 -0,4 -0,2 0
Pro
bit
Log C
Hubungan Log C Ekstrak Air dengan Probit
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Selain flavonoid, ada beberapa senyawa metabolit sekunder yang terdapat
dalam ekstrak etanol 70%. Senyawa-senyawa metabolit sekunder tersebut antara
lain adalah saponin dan glikosida. Senyawa-senyawa tersebut dapat bertindak
sebagai stomach poisoning atau racun perut. Oleh karena itu, ketika senyawa-
senyawa ini masuk ke dalam tubuh larva, alat pencernaan larva akan terganggu.
Selain itu, senyawa ini menghambat reseptor perasa pada daerah mulut larva. Hal
ini mengakibatkan larva gagal mendapatkan stimulus rasa sehingga tidak mampu
mengenali makanannya. Akibatnya, larva mati kelaparan (Rita, Suirta, Sabikin,
2008; Nguyen, Widodo, Momordica, 1999)
Di dalam tubuh manusia, flavonoid dan glikosida dapat memacu apoptosis
sel. Flavonoid dapat memacu apoptosis melalui beberapa mekanisme antara lain
penghambatan aktivitas DNA topoisomerase I/II, penurunan ekspresi gen Bcl-2
dan Bcl-XL, serta peningkatkan ekspresi gen Bax dan Bak (Ren, et al., 2003).
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Pengujian antioksidan dengan metode DPPH menunjukkan bahwa
ekstrak dari hasil maserasi etanol 70% kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) dan kontrol positif vitamin C memiliki aktivitas
antioksidan yang sangat kuat (AAI >2) dengan nilai AAI masing-
masing 5,5679 dan 9,6254 sedangkan ekstrak air dari hasil dekokta
kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki aktivitas
antioksidan yang lemah (AAI <0,5) dengan nilai AAI 0,0667.
2. Pengujian antioksidan dengan metode BSLT menunjukkan bahwa
ekstrak dari hasil maserasi etanol 70% kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) memiliki aktivitas toksik (LC50 <1000 ppm) dengan
LC50 23,774 ppm sedangkan ekstrak air dari hasil dekokta kulit batang
kayu jawa (Lannea coromandelica) tidak menunjukkan aktivitas toksik
(LC50 >1000 ppm) dengan LC50 3.171 ppm.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang isolasi senyawa-senyawa
yang memiliki aktivitas antioksidan dari kulit batang kayu jawa. Selain itu, perlu
dilakukan juga penelitian lebih lanjut tentang toksisitas kronik dan aktivitas
antikanker dari kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica).
45
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Alam Badrul, Hossain Sarowar, Habib Razibul, Rea Julia, dan Islam Anwarul.
2012. Antioxidant and Analgesic Activities of Lannea coromandelica Linn.
Bark Extract. International Journal of Pharmacology 8 (4): 224-233. ISSN
1811-7775. Bangladesh
Asni, A & Dewi, Y. 2010. Etnofarmakologi Tumbuhan Obat Pada Etnis Bugis
Untuk Pengobatan Gangguan Saluran Cerna Dan Identifikasi
Farmakognostiknya. Prosiding Seminar Nasional “Eight Star Performance
Pharmacist”. Yogyakarta.
Anderson, J.E. 1991. A Blind Comparison Of Simple Bench Top Bioassay And
Human Tumor Cell Cytotoxities As Antitumor Prescreens Natural Product
Chemistry. Phytochemical Analysis 2: 107-111.
Arora, A., M.G. Nair, and G.M. Strasburg. 1998. Structure – activity relationships
for antioxidant activities of a series of flavonoids in a liposomal system.
Free Radic. Biol.& Med. 24(9): 1355-1363
Badan POM RI. Acuan Sediaan Herbal. 2010.
Beck, W.T., Mo, Y.Y., dan Bhat, U.G., 2001, Cytotoxic signalling by inhibitor of
DNA topoisomerase II. Biochemical Society, 29(6), 702–70
Bimakr Mandana, et al. 2011. Comparison of Different Extraction Methods for
the Extraction of Major Bioactive flavonoid Compounds from Spearmint
(Mentha spicata L.) leaves. Food and Bioproducts Processing 89 : 67-72
Elsevier Journal.
Dachriyanus. 2004.Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektrofotometri.
Padang. CV. Trianda Anugrah Pratama.
Daintith, John. 1994. A Concise Dictionary of Chemistry Oxford. Oxford
University Press.
Day R.A.&Underwood. 1980. Analisa Kimia Kuantitatif. Erlangga, Jakarta.
Depkes RI. 1995. Materia Medika Indonesia Jilid VI. Jakarta.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Jilid IV. Jakarta.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 2000. Parameter Standar
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta.
E. Kubicka, L Jçdrychowski and R. Amarowicz. 1999. Effect of Phenolic
Compounds Extracted From Sunflower Seeds on Native Lipoxygenase
Activity.
Farnworth, N. R. 1966. Biological and Phytochemical Screening of Plants.
Journal of Pharmaceutical Sciences.
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Finney, D.J. 1971. Probit Analysis, 3rd edition. Cambridge University Press,
Cambridge, UK. ISBN 0-521-08041-X.
Gandjar &Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Gritter Roy J., James M. Bobbit, Arthur E. S., 1991. Pengantar Kromatografi.
Penerbit ITB. Bandung.
Harborne, J.B. 1987.Metode Fitokimia: Penuntun Cara modern Menganalisis
Tumbuhan.Penerjemah: Kosasih P, Soediro Iwang. Bandung. Penerbit
ITB. Hal: 6-17.
Hernani & M. Raharjo. 2005. Tanaman Berkhaisat Antioksidan. Jakarta. Penerbit
Swadaya.
Hiroe Kikuzaki, Masashi Hisamoto, Kanae Hirose,Kayo Akiyama& Hisaji
Taniguchi. 2002. Antioxidant Properties of Ferulic Acid and Its Related
Compounds. Journal of Agric. Food Chem.
Isnindar, Wahyuono, S., & Setyowati, E. P. 2011. Isolasi dan Identifikasi
Senyawa Antioksidan Daun Kesemek (Diospyros kaki Thunb.) dengan
Metode DPPH (2,2-Difenil-1-pikrihidrazil). Majalah Obat Tradisional.
16(3), 157-164.
Ivanišová,et al. 2013. Antioxidant Activity of Selected Plant Products. Journal of
Microbiology, Biotechnology, and Food Sciences.
Joseph Stalin D, D. Thomas Babu, S. Senthil Kumar. 2013. A Study on the
Antioxidant and Free Radical Scavenging Property of Lannea
coromandelica Bark Extract. International Journal Of Universal Pharmacy
And Life Sciences.
Kuncahyo, I. & Sunardi. 2007. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Belimbing
Wuluh (Averrhoa bilimbi, L.) terhadap 1,1-diphenyl-2-Picrylhidrazil
(DPPH). Seminar Nasional Teknologi. ISSN: 1978-9777.
Kuntorini,E. M. & Astuti, M. D. 2010. Penentuan Aktivitas Antioksidan Ekstrak
Etanol Bulbus Bawang Dayak (Eleutherine Americana Merr.). Jurnal
Sains dan Terapan Kimia.
Langseth Lilian. 1995. Oxidants, Antioxidants, and Diseaseprevention.
Mandal, P. & Ghasal, M.. 2012. Phytochemical Screening and Antioxidant
Activities of Two Selected ‘Bihi’ Fruits Used as Vegetables in Darjeeling
Himalaya. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical
Sciences. ISSN: 0975-1491.
Manik, M.A. Wahid, S.M.A. Islam, A. Pal, K.T. Ahmed. 2013. A Comparative
Study of the Antioxidant, Antimicrobial and Thrombolytic Activity of the
Bark and Leaves of lannea coromandelica (Anacardiaceae). International
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Journal of Pharmaceutical Sciences and Research. Vol. 4(7): 2609-2614.
E-ISSN: 0975-8232; P-ISSN: 2320-5148.
Maulida, Dewi & Naufal, Zulkarnaen. 2010. Ekstraksi Antioksidan (Likopen) dari
Buah Tomat dengan Menggunakan Sovent Campuran, n-Heksana, Aseton
dan Etanol. Universitas Diponegoro. Semarang
Meyer B. N., et al. 1982. Brine Shrimp: A Convenient General Bioassay For
Active Plant Constituents. Journal of Medical Plant Research Vol. 45.
Molyneux, P. 2004. The Use of the Stable Free Radical Diphenylpicryl Hydrazyl
(DPPH) for Estimating Antioxidant Activity. SongklanakarinJournal
Science and Technology.
Musfiroh & Syarief. 2012. Uji Aktivitas Peredaman Radikal Bebas Nanopartikel
Emas dengan Berbagai Konsentrasi sebagai Material Antiaging dalam
Kosmetik. UNESA Journal of Chemistry Vol. 1 (2).
Nurjanah, Izzati, Abdullah. 2011. Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif
Kerang Pisau (Solen sp.). Jurnal Ilmu Kelautan Vol 16 (3): 119-124. ISSN
0853-7291.
Prakash, A. 2011. Antioxidant activity. Medallion Laboratories: Analytical
Progress Vol 19 (2).
Prasad, MR. Rajendra & Mani, T. Tamiz. 2014. Phytochemical Evaluation and
Biological Studies on the Bark of odina wodier roxb. International Journal
Of Pharmaceutical And Chemical Sciences. India.
Rahayu, Sunarti , S. Diah, P. Suhardjono. 2006. Pemanfaatan Tumbuhan Obat
secara Tradisional oleh Masyarakat Lokal di Pulau Wawonii, Sulawesi
Tenggara. Jurnal Biodiversitas Vol. 7 (3).
Rao V. Srinivasa, Einstein John Wilkin, Das Kuntal. 2014. Hepatoprotective and
Antioxidant Activity of Lannea coromandelica Linn. on Thioacetamide
Induced Hepatotoxicity in Rats. International Letters of Natural Sciences.
Ren, W., Qiao, Z., Wang, H., Zhu, L., Zhang, L., 2003. Flavonoids: Promising
Anticancer Agents. Medicinal Research Reviews, 23 (4), 519–534
Sahidi F., and P.K.J. Warnasundara. 1997. Phenolic antioxidant. Crit Rev J. Food
Sci. Nutrition.
Saifudin, Rahayu, & Teruna. 2011. Standarisasi Bahan Obat Alam. Graha Ilmu:
Yogyakarta.
Saija, A., et al. 1995. Flavonoids as antioxidant agents : importance of their
interaction with biomembranes. Free Radic. Biol. & Med. 19(4): 481-486.
Sastrohamidjojo. 2005. Kimia Organik; Stereokimia, Karbohidrat, Lemak. dan
Protein. Penerbit Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Scherer R, Godoy HT.2009. Antioxidant activity index (AAI) by the 2,2-diphenyl-
1-picrylhydrazyl method. Food Chemistry:112(3): 654-658.
Scheuer, J. S. 1994. Produk Alami Lautan. IKIP Semarang Press: Semarang.
Shetti, Neelu & Pati, Renuka. 2011. Antioxidants: Its Beneficial Role Against
Health Damaging Free Radical. World Journal of Science and
Technology.
Sumardika & Jawi. 2012. Water Extract of Sweet Potato Leaf Improved Lipid
Profile and Blood SOD Cntent of Rats with High Cholesterol Diet.
Medicina vol. 43:2.
Sunardi. 2005. Uji Mutu Teh Hijau Perdagangan. Jurnal Kimia dan Teknologi.
ISSN 0216-163.
Tiwari, Kumar, Kaur Mandeep, Kaur Gurpreet & Kaur Harleem. 2011.
Phytochemical Screening and Extraction: A Review. Internationale
Pharmaceutica Sciencia vol. 1: issue 1.
Tofazzal, I. Toshiaki, S. Mitsuyoshi, T. Satoshi. 2002. Zoosporicidal Activity of
Polyflavonoid Tannin Identified in Lannea coromandelicaStem Bark
against Phytopathogenic Oomycete Aphanomyces cochlioides. Journal of
Agricultural and Food Chemistry.
Vasic, S. M., Stefanovic, O. D., Licina, B. Z., Radojevic, I. D., & Comic, L. R.
2012. Biological Activities of Extracts from Cultivated Granadilla
passifloraalata. EXCLI Journal. ISSN: 1611-2156.
Venkata s. S. N. Kantamreddi, Y. Nagendra Lakshmi and V. V. V. Satyanarayana
Kasapu. 2010. Preliminary Phytochemical Analysis of Some Important
Indian Plant Species. International Journal of Pharma and Bio Sciences.
Vimala S., Ilham, Adenan Mohd., Rashih, Ahmad Abdull., Rohana, Shahdan.
2003. Nature’s choice to wellness: Antioxidant Vegetables/ Ulam. Forest
Reserach Institut Malaysia.
W.M. Koné, D Soro, B. Dro, K. Yao, K. Kamanz. 2011. Chemical Composition,
Antioxidant, Antimicrobial And Acetylcholinesterase Inhibitory Properties
of Lannea Barteri (Anacardiaceae). Australian Journal of Basic and
Applied Sciences, 5(10): 1516-1523.
Wahid Arif. In Vitro Phytochemical and Biological Investigation of Plant Lannea
coromandelica(Family: Anacardiaceae). Thesis to Department of
Pharmacy, East West University. Bangladesh.
Winarsi, Hery. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta:
Kanisius. Deresan.
http://indiabiodiversity.org/species/show/230190 (diakses pada tanggal 21 Maret
pukul 08.26 WIB).
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1. Alur Kerja Penelitian
Ekstrak kental Ekstrak air
Uji Antioksidan secara kualitatif
menggunakan metode KLT
Uji Toksisitas menggunakan
metode BSLT
Skrining Fitokimia
Uji Antioksidan secara kuantitatif
menggunakan metode DPPH
344 gram dimaserasi dengan menggunakan etanol 70%
5 gram didekokta 5% dengan menggunakan air
Diuapkan
Serbuk Simplisia 688 gram
Sortasi basah, dicuci, dikering
anginkan, sortasi kering,
dihaluskan
Determinasi Tanaman
Penyiapan Simplisia
1,5 kg kulit batang tanaman kayu
jawa (Lannea coromandelica)
Tanaman kayu jawa (Lannea
coromandelica) segar
Analisa data
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Hasil Determinasi Lannea coromandelica
Lampiran 3. Penapisan Fitokimia Ekstrak Air
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
No. Golongan
Senyawa Gambar
Keterangan
(Hasil Uji)
1. Alkaloid
(Dragendorf) (Mayer)
-Tidak terbentuk
endapan kuning
(Mayer)
-Hasil (-) alkaloid
-Tidak terbentuk
endapan merah
(Dragendorf)
-Hasil (-) alkaloid
2. Flavonoid
-Perubahan
intensitas warna
kuning menjadi
tidak berwarna
-Hasil (+)
flavonoid
3, Saponin
-Tebentuk busa
setinggi 1 cm
yang stabil
-Hasil (+)saponin
4. Glikosida
-Terbentuk larutan
berwarna kuning
-Hasil (+)
glikosida
5. Triterpenoid
-Tidak terbentuk
warna kuning
emas
-Hasil (-)
triterpenoid
6. Fenol
-Terbentuk warna
hitam kebiruan
-Hasil (+) fenol
7. Tanin
(Setelah) (Sebelum)
Penambahan larutan FeCl3
0,1 %
-Terbentuk biru
kehitaman
-Hasil (+) tanin
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4. Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 70%
No. Golongan
Senyawa Gambar
Keterangan
(Hasil Uji)
1. Alkaloid
(Dragendorf) (Mayer)
-Tidak terbentuk
endapan kuning
(Mayer)
-Hasil (-) alkaloid
-Tidak terbentuk
endapan merah
(Dragendorf)
-Hasil (-) alkaloid
2. Flavonoid
-Perubahan
intensitas warna
kuning menjadi
tidak berwarna
-Hasil (+)
flavonoid
3, Saponin
-Tebentuk busa
setinggi 1 cm
yang stabil
-Hasil (+)saponin
4. Glikosida
-Terbentuk larutan
berwarna kuning
-Hasil (+)
glikosida
5. Triterpenoid
-Terbentuk warna
kuning emas
-Hasil (-)
triterpenoid
6. Fenol
-Terbentuk warna
hitam kebiruan
-Hasil (+) fenol
7. Tanin
(Sebelum) (Setelah)
Penambahan larutan FeCl3
0,1 %
-Terbentuk biru
kehitaman
-Hasil (+) tanin
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5. Perhitungan Rendemen Ekstrak Etanol 70%
Lampiran 6. Perhitungan Residu Pelarut Etanol pada Ekstrak Etanol 70%
Penimbangan 1 2 3
Bobot piknometer + ekstrak (gram) 40,962 41,108 40,991
Bobot piknometer kosong (gram) 15,922
Bobot piknometer + aquades (gram) 40,839
Bobot Jenis 1,0049 1,0107 1,0061
Bobot Jenis Rata-rata 1,0072
Bobot jenis yang diperoleh disetarakan dengan kadar etanol pada tabel bobot jenis dan kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi III, sehingga diperoleh kesetaraan sama dengan 0%.
Lampiran 7. Perhitungan Kadar Abu Total Ekstrak Etanol 70%
% Kadar abu = Bobot abu akhir – Bobot krus tanpa tutup x 100% Bobot ekstrak
Penimbangan 1 2 3
Bobot krus tanpa tutup (gram) 24,894 25,618 29,774
Bobot ekstrak (gram) 2,061 2,032 2,070
Bobot abu akhir (gram) 25,188 25,913 30,079
Persen Kadar Abu Total (%) 14,265 14,517 14,734
Persen Kadar Abu Total
Rata-rata 14,505 %
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
E. Etanol E. Air
E. Etanol E. Air E. Etanol E. Air
E. Etanol E. Air
Lampiran 8. Hasil KLT Uji Aktivitas Antioksidan Secara Kualitatif
Eluen etanol, etil asetat, dan kloroform dengan perbandingan 2:1:1
Setelah disemprot dengan DPPH
Setelah disemprot dengan DPPH
Recolor dengan saturasi 0%
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9. Perhitungan dalam Uji Antioksidan
1. Pembuatan larutan DPPH (0,1 mM)
- Banyaknya DPPH yang ditimbang :
X = 1,98 mg
- Jadi, ditimbang 1,98 mg DPPH dan dilarutkan dengan metanol p.a serta
dicukupkan volumenya hingga 50 mL.
2. Pembuatan larutan induk ekstrak etanol 70% 1000 ppm
- Konsentrasi 1 ppm setara dengan 1 µg/mL, sehingga untuk membuat konsentrasi
1000 ppm dapat dilakukan dengan menimbang 50 mg ekstrak dan dicukupkan
dengan metanol p.a hingga 50 mL.
3. Contoh perhitungan pembuatan larutan uji dan kontrol positif
- Pembuatan larutan uji ekstrak etanol 70% konsentrasi 20 ppm dari larutan induk
1000 ppm menggunakan labu ukur 10 mL
N1 x V1 = N2 x V2
10000 ppm x V1 = 20 ppm x 10 mL
V1 = 0,2 mL atau 200 µL (jumlah yang dipipet dari larutan
induk), kemudian dicukupkan dengan metanol p.a hingga 10 mL pada labu ukur.
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
- Pembuatan larutan uji ekstrak air konsentrasi 0,15% dari larutan induk 5%
menggunakan labu ukur 10 mL
N1 x V1 = N2 x V2
5% x V1 = 0,15% x 10 mL
V1 = 0,3 mL atau 300 µL (jumlah yang dipipet dari larutan induk)
Kemudian dicukupkan dengan metanol p.a hingga 10 mL pada labu ukur.
4. Perhitungan % inhibisi
- Contoh perhitungan % inhibisi pada absorbansi rata-rata konsentrasi 0,05%
ekstrak air sebesar 0,2913 dengan absorbansi blangko (DPPH) sebesar 0,523.
5. Perhitungan IC50
- Contoh perhitungan IC50 pada ekstrak etanol 70%
Sebelumnya, konsentrasi (x) dan % inhibisi (y) dari ekstrak etanol 70% dibuat
persamaan regresi linearnya menggunakan aplikasi pengolah data microsoft excel
2010 hingga diperoleh persamaan y = 2,3797x + 33,075. Dari persamaan ini
dihitunglah nilai IC50 nya.
y = 2,3797x + 33,075
50 = 2,3797x + 33,075
x = 7,1122 ppm
Jadi, nilai IC50 dari ekstrak etanol 70% adalah 7,1122 ppm
58
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6. Perhitungan nilai AAI (Antioxidant Activity Index)
- Contoh perhitungan nilai AAI dari kontrol positif vitamin C
Konsentrasi DPPH yang digunakan adalah 1,98 mg/50 mL = 39,6 ppm serta nilai
IC50 vitamin C yang diperoleh sebesar .
Jadi, nilai AAI dari vitamin C adalah 9,6254 dan tergolong sangat kuat.
59
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 10. Perhitungan dalam Uji Toksisitas BSLT
1. Perhitungan pembuatan larutan uji
- Contoh pembuatan larutan uji ekstrak etanol 70% konsentrasi 100 ppm dari
larutan induk 1000 ppm menggunakan tabung reaksi 10 mL
N1 x V1 = N2 x V2
1000 ppm x V1 = 100 ppm x 10 mL
V1 = 1 mL atau 1000 µL (jumlah yang dipipet dari larutan
induk), kemudian dicukupkan dengan aquades hingga 10 mL (telah ditakar
sebelumnya) pada tabung reaksi yang telah berisi 10 ekor larva Artemia salina.
- Contoh pembuatan larutan uji ekstrak air konsentrasi 1% dari larutan induk 5%
menggunakan tabung reaksi 10 mL
N1 x V1 = N2 x V2
5% x V1 = 1% x 10 mL
V1 = 2 mL atau 2000 µL (jumlah yang dipipet dari larutan induk),
kemudian dicukupkan dengan aquades hingga 10 mL (telah ditakar sebelumnya)
pada tabung reaksi yang telah berisi 10 ekor larva Artemia salina.
2. Perhitungan % kematian larva
- Contoh perhitungan % kematian larva pada ekstrak etanol 70% konsentrasi 10
ppm dimana diperoleh larva yang mati setelah 24 jam sebanyak 7 ekor dari
jumlah larva uji sebanyak 30 ekor.
60
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Pencarian nilai probit pada tabel probit
- Contoh pencarian nilai probit dari % kematian larva 23,3% pada tabel probit.
4. Perhitungan nilai LC50
- Contoh perhitungan LC50 pada ekstrak etanol 70%
Sebelumnya, log konsentrasi (x) dan probit (y) dari ekstrak etanol 70% dibuat
persamaan regresi linearnya menggunakan aplikasi pengolah data microsoft excel
2010 hingga diperoleh persamaan y = 1,0707x + 3,5266. Dari persamaan ini
dihitunglah nilai LC50 nya.
y = 1,0707x + 3,5266
5 = 1,0707x + 3,5266
x = 1,3761
anti Log 1,3761= 23,774 ppm
Jadi, nilai LC50 dari ekstrak etanol 70% adalah 23,774 ppm dan tergolong toksik.
61
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11. Panjang Gelombang Maksimum DPPH
62
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12. Skema Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol 70%
menggunakan Metode DPPH
Larutan induk ekstrak etanol 70% (1000 ppm)
(50 mg ekstrak ad metanol p.a hingga 50 mL)
Masing-masing ditambahkan 2 mL DPPH 0,1 mM
Vorteks dan inkubasi 30 menit (tempat gelap)
Absorbansi
Ukur absorbansi pada panjang gelombang 515,5 nm
25 ppm
200 µL
Ad metanol
p.a hingga
10 mL
250 µL
Ad metanol
p.a hingga
10 mL
100 µL Ad metanol
p.a hingga
10 mL
150 µL
Ad metanol
p.a hingga
10 mL
20 ppm 15 ppm 10 ppm
% Inhibisi
IC50
AAI
Analisa data
50 µL
Ad metanol
p.a hingga
10 mL
5 ppm
63
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13. Skema Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Air menggunakan
Metode DPPH
Larutan induk ekstrak air 5%
(dekokta 5 gram simplisia dalam 100 mL aquades)
Masing-masing ditambahkan 2 mL DPPH 0,1 mM
Vorteks dan inkubasi 30 menit (tempat gelap)
Absorbansi
Ukur absorbansi pada panjang gelombang 515,5 nm
0,15 %
240 µL
Ad metanol p.a
hingga 10 mL
300 µL
Ad metanol p.a
hingga 10 mL
60 µL Ad metanol
p.a hingga 10
mL
100 µL
Ad metanol p.a
hingga 10 mL
0,12 % 0,05 % 0,03 %
% Inhibisi
IC50
AAI
Analisa data
64
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 14. Skema Uji Aktivitas Antioksidan Kontrol Positif Vitamin C
menggunakan Metode DPPH
Larutan induk vitamin C (1000 ppm)
(50 mg serbuk vitamin C ad metanol p.a hingga 50 mL)
Masing-masing ditambahkan 2 mL DPPH 0,1 mM
Vorteks dan inkubasi 30 menit (tempat gelap)
Absorbansi
Ukur absorbansi pada panjang gelombang 515,5 nm
% Inhibisi
IC50
AAI
Analisa data
2 ppm 4 ppm 6 ppm 8 ppm 10 ppm
20 µL Ad metanol
p.a hingga
10 mL
40 µL Ad metanol
p.a hingga
10 mL
60 µL
Ad metanol
p.a hingga
10 mL
80 µL
Ad metanol
p.a hingga
10 mL
100 µL
Ad metanol
p.a hingga
10 mL
65
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 15. Skema Uji Toksisitas Ekstrak Etanol 70% menggunakan
Metode BSLT
- Kontrol hanya terdiri dari 10 ekor larva dan aquades hingga 10 mL A. salina
- Setiap konsentrasi dilakukan pengujian sebanyak 3 kali (triplikat)
100 µL
Ad aquades
hingga 10 mL
Larutan induk ekstrak etanol 70% (1000 ppm)
(50 mg ekstrak ad metanol p.a hingga 50 mL)
Inkubasi di bawah lampu selama 24 jam
Hitung larva yang mati
500 ppm
+10 ekor larva
+1000 µL
Ad aquades
hingga 10 mL
+10 ekor larva
+500 µL
Ad aquades
hingga 10 mL
+10 ekor larva
+1000 µL
Ad aquades
hingga 10 mL
+10 ekor larva
+100 µL
Ad aquades
hingga 10 mL
100 ppm 10 ppm 1 ppm
Probit
LC50
Analisa data
10 ppm
66
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 16. Skema Uji Toksisitas Ekstrak Air menggunakan Metode BSLT
- Kontrol hanya terdiri dari aquades hingga 10 mL dan 10 ekor larva A. salina
- Setiap konsentrasi dilakukan pengujian sebanyak 3 kali (triplikat)
Larutan induk ekstrak air 5%
(dekokta 5 gram simplisia dalam 100 mL aquades)
Inkubasi di bawah lampu selama 24 jam
Hitung larva yang mati
1%
+10 ekor larva
+1000 µL
Ad aquades
hingga 10 mL
+10 ekor larva
+2000 µL
Ad aquades
hingga 10 mL
+10 ekor larva
+300 µL
Ad aquades
hingga 10 mL
+10 ekor larva
+600 µL
Ad aquades
hingga 10 mL
0,5% 0,3% 0,15%
Probit
LC50
Analisa data
67
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 17. Data Absorbansi Uji Aktivitas Antioksidan
- Data absorbansi pengujian antioksidan ekstrak etanol 70%
Konsentrasi
(ppm)
Absorbansi pada
Pengulangan ke-
Absorbansi
Rata-rata
% Inhibisi
(%)
1 2 3
5 0,298 0,311 0,276 0,2950 23,3766
10 0,169 0,183 0,184 0,1786 53,6104
15 0,114 0,117 0,120 0,1170 69,6103
20 0,072 0,066 0,078 0,0720 81,2987
25 0,030 0,032 0,032 0,0313 91,8701
- Data absorbansi pengujian antioksidan ekstrak air
Konsentrasi
(%)
Absorbansi pada
Pengulangan ke-
Absorbansi
Rata-rata
% Inhibisi
(%)
1 2 3
0,03 0,352 0,354 0,342 0,3493 37,5134
0,05 0,305 0,318 0,301 0,3080 44,9016
0,12 0,110 0,123 0,123 0,1187 78,7656
0,15 0,068 0,070 0,069 0,0690 87,6565
- Data absorbansi pengujian antioksidan vitamin C
Konsentrasi
(ppm)
Absorbansi pada
Pengulangan ke-
Absorbansi
Rata-rata
% Inhibisi
(%)
1 2 3
2 0,372 0,598 0,595 0,5237 40,0801
4 0,440 0,415 0,427 0,4273 51,1098
6 0,382 0,363 0,379 0,3747 57,1281
8 0,352 0,309 0,216 0,2923 66,5561
10 0,129 0,172 0,200 0,1670 80,8924
68
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 18. Data Analisis Statististik One Way Anova
Analisis stastistik menggunakan program IBM SPSS 22 dilakukan dengan
membandingkan persen inhibisi ekstrak etanol 70% dan vitamin C pada
konsentrasi 10 ppm.
1. Uji Normalitas Saphiro-Wilk
Tujuan : Untuk mengetahui normalitas dari distribusi persen inhibisi
ekstrak etanol 70% dan vitamin C
Hipotesis :
Ho : data % inhibisi terdistribusi normal
Ha : data % inhibisi tidak terdistribusi normal
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikan ≥ 0,05 maka Ho diterima.
Jika nilai signifikan < 0,05 maka Ho ditolak
Tests of Normality
Kelompok Shapiro-Wilk
Statistic df Sig.
PersenInhibisi Ekstrak Etanol 70% ,800 3 ,114
Vitamin C ,985 3 ,768
a. Lilliefors Significance Correction
Keputusan : Uji normalitas persen inhibisi seluruh kelompok terdstribusi
normal (p ≥ 0,05).
69
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Uji Homogenitas Lavene
Tujuan : Untuk mengetahui homogenitas dari distribusi persen inhibisi
ekstrak etanol 70% dan vitamin C
Hipotesis :
Ho : data % inhibisi homogen
Ha : data % inhibisi tidak homogen
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikan ≥ 0,05 maka Ho diterima.
Jika nilai signifikan < 0,05 maka Ho ditolak
Test of Homogeneity of Variances
PersenInhibisi
Levene Statistic df1 df2 Sig.
,960 1 4 ,383
Keputusan : Uji homogenitas persen inhibisi seluruh kelompok homogen
(p ≥ 0,05).
70
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Uji One Way Anova
Tujuan : Untuk mengetahui perbedaan bermakna dari persen inhibisi
ekstrak etanol 70% dan vitamin C
Hipotesis :
Ho : data % inhibisi tidak berbeda bermakna
Ha : data % inhibisi berbeda bermakna
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikan ≥ 0,05 maka Ho diterima.
Jika nilai signifikan < 0,05 maka Ho ditolak
ANOVA
PersenInhibisi
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
Groups 1117,883 1 1117,883 104,028 ,001
Within Groups 42,984 4 10,746
Total 1160,867 5
Keputusan : Data persen inhibisi berbeda bermakna (p < 0,05).