UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI ......deterjen serbuk berpengaruh secara nyata terhadap...
Transcript of UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI ......deterjen serbuk berpengaruh secara nyata terhadap...
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FORMULASI DETERJEN SERBUK SEBAGAI
PENYUCI NAJIS MUGHALLADZAH DENGAN
VARIASI TANAH KAOLIN-NANO BENTONIT
SKRIPSI
FIFI NUR HIDAYAH NINGSEH
1113102000078
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
OKTOBER 2017
ii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FORMULASI DETERJEN SERBUK SEBAGAI
PENYUCI NAJIS MUGHALLADZAH DENGAN
VARIASI TANAH KAOLIN-NANO BENTONIT
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi
FIFI NUR HIDAYAH NINGSEH
1113102000078
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
OKTOBER 2017
iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber yang dikutip atau yang dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Fifi Nur Hidayah Ningseh
NIM : 1113102000078
Tanda Tangan :
Tanggal : 4 Oktober 2017
iv
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Nama : Fifi Nur Hidayah Ningseh
NIM : 1113102000078
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Formulasi Deterjen Serbuk Sebagai Penyuci Najis Mughalladzah
dengan Variasi Tanah Kaolin-Nano Bentonit
Disetujui oleh:
Pembimbing I
Dr. M. Yanis Musdja, M.Sc., Apt
NIP. 19560106198851010001
Pembimbing II
Dr. Andria Agusta a
NIP. 196908161994031003
Mengetahui,
Ketua Program Studi Farmasi
FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt t
NIP. 197407302005012003
v
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh :
Nama : Fifi Nur Hidayah Ningseh
NIM : 1113102000078
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Formulasi Deterjen Serbuk Sebagai Penyuci Najis Mughalladzah
dengan Variasi Tanah Kaolin-Nano Bentonit
Telah berhasil mempertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana
Farmasi di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I : Dr. M. Yanis Musdja, M.Sc., Apt ( )
Pembimbing II : Dr. Andria Agusta ( )
Penguji I : Hendri Aldrat, Ph.D., Apt ( )
Penguji II : Via Rifkia, M. Farm ( )
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 4 Oktober 2017
vi
ABSTRAK
Nama : Fifi Nur Hidayah Ningseh
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Formulasi Deterjen Serbuk Sebagai Penyuci Najis Mughalladzah
dengan Variasi Tanah Kaolin-Nano Bentonit
Deterjen tanah merupakan alternatif baru yang digunakan untuk menyucikan pakaian
dari najis mughalladzah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik
deterjen serbuk yang mengandung tanah kaolin dan nano bentonit sebagai penyuci
najis mughalladzah. Tahap pertama dibuat tiga formula dengan memvariasikan tanah
kaolin dan nano bentonit sebagai berikut, yaitu : F1 (kaolin 10%), F2 (kaolin 5% :
nano bentonit 5%), dan F3 (nano bentonit 10%). Deterjen serbuk yang dihasilkan
dievaluasi sifat fisikokimianya meliputi organoleptik, pH, tinggi dan stabilitas busa,
stabilitas emulsi, kadar air, bahan tidak larut dalam air, dan daya deterjensi. Hasil uji
statistika menunjukkan variasi tanah kaolin dan nano bentonit pada ketiga formula
deterjen serbuk berpengaruh secara nyata terhadap parameter stabilitas busa, kadar
air, bahan tidak larut air, dan daya deterjensi. Namun, tidak berpengaruh secara nyata
terhadap parameter seperti pH, tinggi busa serta stabilitas emulsi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa deterjen serbuk dengan penambahan tanah nano bentonit 10%
(F3) merupakan formula terbaik, karena mempunyai karakteristik paling mendekati
standar. Selanjutnya, F3 dilakukan pengujian aktivitas antibakteri dengan metode
difusi cakram. Hasil pengujian menunjukkan F3 memiliki aktivitas antibakteri pada
bakteri Staphylococcus aureus InaCC B4 dengan diameter zona hambat sebesar 10,5
mm dan tidak memiliki aktivitas antibakteri pada Escherichia coli InaCC B5.
Kata Kunci : Najis mughalladzah, deterjen serbuk, kaolin, nano bentonit, antibakteri.
vii
ABSTRACT
Name : Fifi Nur Hidayah Ningseh
Study Program : Pharmacy
Title : Formulation of Powder Detergent For Cleansing Profane Al-
Mughalladzah by Varying Kaoline-Nano Bentonite Clay
Clay detergent is a new alternative cleansing that used to purify clothes from al-
mughalladzah profane. The aim of this study were to determine the characteristics
of detergent powder that containing kaoline and nano bentonite clay as Islamic
cleansing of al-mughalladzah profane. The first step, detergent made into three
formulas with variation of kaoline and nano bentonite clay follow as : F1 (10%
kaoline), F2 (5% kaoline : 5% nano bentonite), and F3 (10% nano bentonite).
Formulation of detergent powder then got physicochemical evaluation such as :
organoleptis, pH, high foam and it’s stability, emulsion stability, moisture content,
insoluble material in water, and detergency performance. The results of statistical
analysis showed that variation of kaoline and nano bentonite into formulations of
detergent powder have significant different on foam stability, moisture content,
insoluble material in water and detergency performance. But, there no significant
different on pH, foam height, and emulsion stability. The results of this research
showed that addition of 10% nano bentonite clay (F3) in formulation of detergent
powder was the best formula, cause have characteristics most approach standard.
Next step, F3 was analysis for antibacterial activity by disc diffusion method. The
results showed that F3 has an antibacterial activity againts Staphylococcus aureus
InCC B4 with diameter of inhibition zone is 10.5 mm, but F3 has not antibacterial
activity againts Escherichia coli InCC B5.
Keywords : Al-Mughalladzah profane, detergent powder, kaoline, nano bentonite,
antibacterial
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat,
kasih serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi
ini hingga selesai. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi besar
Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya. Penyusunan
skripsi berjudul “Formulasi Deterjen Serbuk Sebagai Penyuci Najis Mughalladzah
Dengan Variasi Tanah Kaolin-Nano Bentonit” ini bertujuan untuk memenuhi
persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada tingkat Strata-1 (S1)
Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini, banyak sekali kesulitan
yang dihadapi penulis. Namun berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak
kepada penulis, maka segala kesulitan tersebut dapat diatasi sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan dukungan dari
semua pihak, penulisan skripsi ini tidak akan berjalan dengan baik. Maka pada
kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. M. Yanis Musdja, M. Sc., Apt dan Bapak Dr. Andria Agusta
selaku dosen pembimbing atas pengarahan, waktu, saran, dan terlebih atas
kesabaran yang diberikan kepada penulis dalam penelitian ini.
2. Bapak Dr. H. Arief Sumantri, S. KM., M. Kes, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Dr. Nurmeilis, M. Si., Apt selaku Kepala Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Seluruh dosen Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
atas segala ilmu yang diberikan kepada penulis selama masa perkuliahan.
5. Pihak Kementerian Agama RI yang telah memberikan bantuan beasiswa
kepada penulis sehingga dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang S1.
ix
6. Kedua orang tua tercinta, Bapak Abdul Muntholib dan Ibu Marpu’ah yang
selalu mendoakan dan memberikan limpahan kasih sayang, dan dukungan
berupa materi, motivasi dan nasihat bagi penulis. Doa yang tiada henti dari
Ayah dan Ibu selalu menjadi kekuatan penulis dalam menjalani pendidikan
ini.
7. Adik kecil penulis, Moch. Fimas Aditya yang selalu menjadi penghibur
bagi penulis, serta seluruh keluarga besar penulis yang selalu mendoakan
penulis agar cepat lulus dan sukses.
8. Sahabatku tercinta, Ramaza, Zakiyatul, dan Elok yang selalu memberikan
semangat, masukan, dan saran selama penelitian hingga skripsi ini selesai.
9. Sahabat-sahabat CSS MoRA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya
angkatan 2013 yang telah banyak memberikan bantuan, dukungan, serta
kebersamaan yang tak terlupakan.
10. Sahabat seperjuangan dan seperantauan (Qurrotul Aini, Nihayatul kamila,
Abdul Karim, dan Ririn Novita) yang bersama-sama menjalani suka dan
duka selama menempuh studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
11. Teman-teman penelitian (Ervina, Fandi, Azumary, Lulu Anisa dan Dini)
yang memberikan penulis bantuan dan dukungan selama penelitian.
12. Teman-teman seperjuangan Farmasi angkatan 2013 yang selalu menemani
di bangku perkuliahan. Terima kasih atas kebersamaan, pertemanan, serta
pengalamanan yang tak terlupakan.
13. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah
memberikan dukungan hingga terwujudnya skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan.
Oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan saran, kritik dan masukan dari semua
pihak. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan
dapat menambah kelimuan, khususnya di bidang farmasi.
Jakarta, 4 Oktober 2017
Penulis
x
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Fifi Nur Hidayah Ningseh
NIM : 1113102000078
Program Studi : Farmasi
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya,
dengan judul :
FORMULASI DETERJEN SERBUK SEBAGAI PENYUCI
NAJIS MUGHALLADZAH DENGAN VARIASI TANAH KAOLIN-
NANO BENTONIT
Untuk dipublikasikan atau ditampilkan pada internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullan Jakarta
untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-undangan Hak Cipta.
Dengan demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini dibuat dengan
sebenarnya.
Dibuat : Jakarta
Pada tanggal : 4 Oktober 2017
Yang menyatakan,
(Fifi Nur Hidayah Ningseh)
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ iv
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ v
ABSTRAK ............................................................................................................ vi
ABSTRACT ......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI........................... x
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvi
DAFTAR ISTILAH .......................................................................................... xvii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 4
1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................................... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Thaharah ......................................................................................................... 6
2.2 Najis ................................................................................................................ 6
2.3 Teknologi Nanopartikel .................................................................................. 8
2.4 Deterjen........................................................................................................... 9
2.4.1 Pengertian Deterjen ............................................................................. 9
2.4.2 Mekanisme Pembersihan Deterjen ..................................................... 9
2.4.3 Jenis Deterjen .................................................................................... 10
xii
2.4.4 Formula Deterjen Serbuk .................................................................. 11
2.5 Surfaktan ....................................................................................................... 13
2.5.1 Pengertian Surfaktan ......................................................................... 13
2.5.2 Klasifikasi Surfaktan ......................................................................... 14
2.6 Karakteristik Fisika-Kimia Deterjen Serbuk ................................................ 14
2.7 Tanah (Clay) ................................................................................................. 16
2.8 Komponen Pembentuk Deterjen Serbuk ...................................................... 17
2.8.1 Bentonit ............................................................................................. 17
2.8.2 Kaolin ................................................................................................ 18
2.8.3 Metil Ester Sulfonat (MES) .............................................................. 18
2.8.4 Sodium Tripolifosfat (STPP) ............................................................ 19
2.8.5 Natrium Karbonat ............................................................................. 20
2.8.6 Sodium Sulfat ................................................................................... 20
2.8.7 Carboxymethyl Cellulose (CMC) ..................................................... 20
2.8.8 Sodium Silikat ................................................................................... 21
2.8.9 Parfum ............................................................................................... 21
2.8.10 Aquades ............................................................................................ 22
2.9 Antibakteri .................................................................................................... 22
2.9.1 Bakteri Uji ......................................................................................... 22
2.9.2 Metode Pengujian ............................................................................. 23
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................................... 24
3.1.1 Tempat Penelitian ............................................................................. 24
3.1.2 Waktu Penelitian ............................................................................... 24
3.2 Alat dan Bahan Penelitian ............................................................................ 24
3.2.1 Alat Penelitian ................................................................................... 24
3.2.2 Bahan Penelitian ............................................................................... 24
3.3 Prosedur Kerja .............................................................................................. 24
3.3.1 Pembuatan Nano Bentonit ................................................................ 24
3.3.2 Formulasi Deterjen Serbuk Kaolin-Nano Bentonit .......................... 25
3.3.3 Pembuatan Deterjen Serbuk Kaolin-Nano Bentonit ......................... 25
xiii
3.3.4 Evaluasi Karakteristik Fisika-Kimia Deterjen Serbuk ...................... 26
3.3.5 Teknik Analisa Data ......................................................................... 28
3.3.6 Uji Aktivitas Antibakteri .................................................................. 28
3.3.7 Pengamatan dengan Mikroskop Elektron (SEM) .............................. 28
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pembuatan Nano Bentonit ............................................................................ 30
4.2 Hasil Uji Pendahuluan................................................................................... 30
4.3 Hasil Formulasi Sediaan Deterjen Serbuk Tanah ......................................... 31
4.4 Evaluasi Sediaan Deterjen Serbuk Tanah ..................................................... 32
4.4.1 Hasil Pengamatan Organoleptis ......................................................... 32
4.4.2 Hasil Pengukuran pH ......................................................................... 33
4.4.3 Hasil Pengukuran Tinggi Busa .......................................................... 35
4.4.4 Hasil Pengukuran Stabilitas Busa ...................................................... 36
4.4.5 Hasil Pengukuran Stabilitas Emulsi .................................................. 37
4.4.6 Hasil Pengukuran Kadar Air .............................................................. 38
4.4.7 Hasil Pengukuran Bahan Tidak Larut Air ......................................... 39
4.4.8 Hasil Pengukuran Daya Deterjensi .................................................... 41
4.5 Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri .......................................................... 42
4.6 Hasil Pengamatan Mikroskop Elektron (SEM)............................................. 44
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ................................................................................................... 46
5.2 Saran .............................................................................................................. 46
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 47
LAMPIRAN .......................................................................................................... 56
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi Najis dan Metode Penyuciannya.................................... 8
Tabel 2.2 Komposisi Kimia Tanah ................................................................ 16
Tabel 2.3 Kandungan Mineral Monmorillonit ............................................... 17
Tabel 2.4 Kandungan Mineral Kaolin ............................................................ 18
Tabel 2.5 Karakteristik Metil Ester Sulfonat ................................................. 19
Tabel 2.6 Klasifikasi Respon Hambatan ........................................................ 23
Tabel 3.1 Formula Deterjen Bubuk Kaolin-Nano Bentonit ........................... 25
Tabel 4.1 Hasil Evaluasi Uji Pendahuluan Deterjen Serbuk Tanah ............... 31
Tabel 4.2 Hasil Uji Organoleptik Deterjen Serbuk Tanah ............................. 33
Tabel 4.3 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Deterjen Serbuk Tanah ................ 43
Tabel 5.1 Hasil Pengujian pH Deterjen Serbuk Tanah .................................. 70
Tabel 5.2 Hasil Pengujian Tinggi Busa Deterjen Serbuk Tanah .................... 70
Tabel 5.3 Hasil Pengujian Stabilitas Busa Deterjen Serbuk Tanah ............... 70
Tabel 5.4 Hasil Pengujian Stabilitas Emulsi Deterjen Serbuk Tanah ............ 70
Tabel 5.5 Hasil Pengujian Kadar Air Deterjen Serbuk Tanah ....................... 71
Tabel 5.6 Hasil Pengujian Bahan Tidak Larut Air Deterjen Serbuk Tanah ... 71
Tabel 5.7 Hasil Pengujian Daya Deterjensi Deterjen Serbuk Tanah ............. 71
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skematik sintesis nanomaterial ........................................................ 9
Gambar 2.2 Mekanisme pembersihan deterjen .................................................. 10
Gambar 2.3 Macam-macam fungsi komponen deterjen .................................... 13
Gambar 2.4 Struktur surfaktan ........................................................................... 13
Gambar 2.5 Struktur kimia metil seter sulfonat (MES) ..................................... 19
Gambar 2.6 Struktur kimia sodium tripolifosfat (STPP) ................................... 20
Gambar 2.7 Struktur kimia carboxymethyl cellulose (CMC) ............................ 21
Gambar 4.1 Hasil formula deterjen serbuk tanah .............................................. 33
Gambar 4.2 Diagram hasil pengujian pH deterjen serbuk tanah ....................... 34
Gambar 4.3 Diagram hasil pengujian tinggi busa .............................................. 35
Gambar 4.4 Diagram hasil pengujian stabilitas busa ......................................... 36
Gambar 4.5 Diagram hasil pengujian stabilitas emulsi deterjen serbuk tanah .. 37
Gambar 4.6 Diagram hasil pengujian kadar air deterjen serbuk tanah .............. 39
Gambar 4.7 Diagram hasil pengujian bahan tidak larut air deterjen tanah ........ 40
Gambar 4.8 Diagram hasil pengujian daya deterjensi deterjen serbuk tanah .... 41
Gambar 4.9 Hasil pengujian aktivitas antibakteri .............................................. 43
Gambar 4.10 Hasil pengamatan menggunakan mikroskop elektron (SEM) ....... 44
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Alur Penelitian ............................................................................... 57
Lampiran 2. Diagram Alir Proses Pembuatan Deterjen Serbuk Tanah .............. 58
Lampiran 3. Neraca Massa Proses Pembuatan Deterjen Serbuk Tanah ............. 59
Lampiran 4. Data Hasil Uji Pendahuluan ........................................................... 60
Lampiran 5. Data Evaluasi Tinggi Busa dan Perhitungan Stabilitas Busa ......... 62
Lampiran 6. Data Evaluasi dan Perhitungan Stabilitas Emulsi .......................... 63
Lampiran 7. Data Evaluasi dan Perhitungan Kadar Air ..................................... 64
Lampiran 8. Data Evaluasi Bahan Tidak Larut Air Deterjen Serbuk Tanah ...... 66
Lampiran 9. Data Evaluasi Daya Deterjensi Deterjen Serbuk Tanah ................ 68
Lampiran 10. Hasil Rata-rata Evaluasi dengan Standar Deviasi .......................... 70
Lampiran 11. Hasil Uji Statistik pH Deterjen Serbuk Tanah ............................... 72
Lampiran 12. Hasil Uji Statistik Tinggi Busa Deterjen Serbuk Tanah ................ 74
Lampiran 13. Hasil Uji Statistik Stabilitas Busa Deterjen Serbuk Tanah ............ 76
Lampiran 14. Hasil Uji Statistik Stabilitas Emulsi Deterjen Serbuk Tanah ......... 78
Lampiran 15. Hasil Uji Statistik Kadar Air Deterjen Serbuk Tanah .................... 80
Lampiran 16. Hasil Uji Statistik Bahan tidak larut air Deterjen Serbuk Tanah ... 82
Lampiran 17. Hasil Uji Statistik Daya Deterjensi Deterjen Serbuk Tanah .......... 84
Lampiran 18. Hasil Pengukuran Partikel Nano Bentonit ..................................... 86
Lampiran 19. Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri ........................................... 87
Lampiran 20. Certificate of Analyze Bentonite .................................................... 88
Lampiran 21. Certificate of Analyze Kaoline....................................................... 89
xvii
DAFTAR ISTILAH
ANOVA : Analysis of Variance
CKS : Simple Dry Mixing
CMC : Carboxymethyl Cellulose
DMG : Dry Mixing Granulation
FAES : Fatty Alcohol Ether Sulfate
HEM-E3D : High Energy Mill-Elips 3 Dimentions
LAS : Linear Alkylbenzene Sulfonate
LIPI : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
MES : Metil Ester Sulfonat
MHA : Mueller Hinton Agar
MUI : Majelis Ulama Indonesia
NA : Nutrient Agar
PSA : Particle Size Analyzer
SEM : Scanning Microscopy Electrone
SNI : Standar Nasional Indonesia
STPP : Sodium Tripolyphosphate
WHO : World Health Organization
1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bersuci (thaharah) dalam kitab-kitab fiqh selalu menempati bab pertama
sebelum membahas bab lainnya, karena menurut ajaran Islam thaharah memiliki
peranan yang penting dalam ibadah, dan menjadi syarat sahnya ibadah (Hasanah,
2011). Thaharah merupakan bentuk ritual untuk menetapkan kesucian. Perhatian
Islam atas kesucian menunjukkan bahwa Islam sangat memperhatikan keindahan
dan kebersihan. Dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa Allah SWT mencintai orang-
orang yang selalu menjaga kesucian (Q.S Al-Baqarah : 222). Bersuci (thaharah)
yaitu membersihkan diri dari hadats dan najis sesuai syari’at Islam (Zurinal dan
Aminuddin, 2008).
Menurut mazhab Syafi’i, najis terbagi atas tiga bagian yaitu : najis ringan
(mukhaffafah), najis sedang (mutawassitah), dan najis berat (mughalladzah). Najis
mughalladzah merupakan najis yang berasal dari anjing dan babi (Sarwat, 2010).
Berbagai produk halal dapat menjadi non halal (haram) jika terkontaminasi atau
bersentuhan langsung dengan najis mughalladzah baik disengaja maupun tidak,
hal ini sering dialami oleh beberapa orang seperti dokter hewan, peneliti halal dan
farmasis. Menyucikan najis biasanya dilakukan menggunakan air, namun untuk
penyucian najis mughalladzah terdapat beberapa pendapat dalam menyucikannya.
Menurut mazhab Maliki dan Hanafi menyucikan najis muhgalladzah dari jilatan
anjing hanya dibasuh menggunakan air sebanyak 7 kali, adapun menurut mazhab
Syafi’i dan Hambali harus menggunakan campuran tanah/debu yang suci dengan
alasan adanya perintah Rasulullah SAW (Sharwat, 2010).
Mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam yang umumnya mengikuti
mazhab Syafi’i. Menurut mazhab Syafi’i penyucian najis mughalladzah dilakukan
menggunakan tanah/debu, yang mana di zaman modern ini dirasa merepotkan dan
memakan waktu. Hal tersebut membuat banyak peneliti mulai melakukan inovasi
untuk memudahkan masyarakat Islam dalam bersuci, termasuk membuat sediaan
sabun yang mengandung tanah/debu, sehingga saat penyucian najis mughalladzah
menjadi lebih praktis dan cepat.
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Negara Thailand menjadi negara pertama yang memasarkan sediaan sabun
tanah. Produk yang dipasarkan penjualannya mencapai 6-7 kali lipat dibandingkan
sabun biasa. Negara Indonesia masih terbatas dalam meneliti tentang sabun tanah,
diantaranya ialah mahasiswa kedokteran hewan IPB yang telah memformulasikan
sabun tanah padat An-Mugh (Fizri, dkk., 2014), mahasiswa Farmasi UGM yang
memformulasikan sabun cair tanah menggunakan bentonit (Anggraini, 2014) serta
mahasiswa UIN Jakarta yang memformulasikan sabun padat bentonit (Mauliana,
2016).
Sampai saat ini, produk yang ada untuk menyucikan najis mughalladzah
terbatas pada produk sabun baik berbentuk padat maupun cair dan penggunaannya
hanya pada anggota tubuh saja. Pakaian digunakan untuk menutupi bagian tubuh,
sehingga pakaian yang dikenakan juga bisa kontak dengan najis mughalladzah.
Pakaian harus dibersihkan menggunakan sabun khusus pakaian, sehingga kotoran
dan najis dapat hilang dari serat kain. Sabun khusus pakaian yang biasa digunakan
dalam kehidupan sehari-hari disebut deterjen (laundry detergent). Menurut Manik
dan Edward (1987) yang dimaksud dengan deterjen adalah deterjen sintetik yang
dibuat dari bahan-bahan kimia selain sabun.
Deterjen merupakan salah satu produk pembersih pakaian yang paling
banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia. Menurut data ICN (Indonesian
Commercial Newsletter), total konsumsi detergen untuk wilayah Indonesia pada
tahun 2010 mencapai 449.100 ton dan diperkirakan akan terus meningkat dengan
meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia setiap tahun (Hie, 2010). Menurut
Permono (2002), deterjen yang beredar di pasaran terbagi menjadi tiga jenis, yaitu
deterjen cair, deterjen serbuk, dan deterjen krim. Sejak pertama adanya deterjen
sintetik, jenis deterjen serbuk merupakan salah satu jenis deterjen yang paling
banyak digunakan (Adiandri, 2006). Dibandingkan deterjen cair, deterjen serbuk
memiliki stabilitas fisik yang baik, sehingga mudah dilakukan formulasi. Menurut
Angkatavanich (2008), formulasi deterjen cair menggunakan campuran tanah sulit
dilakukan dan sering terjadi kegagalan dalam pembuatanya, karena tanah yang
digunakan cenderung memisah sehingga terjadi pengendapan.
Berdasarkan hadits shahih, Rasulullah SAW tidak memperincikan bentuk
dan keadaan tanah yang digunakan untuk bersuci serta tidak pernah menyatakan
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
lapisan tanah yang ke berapa, karena pada dasarnya tanah/pasir adalah suci (Fatwa
Malaysia, 2006). Imam Al-Sharbini dalam kitab mughni al-Muhtaj menyebutkan
semua jenis tanah sekalipun debu dan pasir boleh digunakan untuk menyucikan
najis mughalladzah (Mauliana, 2016). Hal ini menunjukkan bahwa semua jenis
tanah yang ada di atas muka bumi ini dapat digunakan untuk bersuci.
Kaolin dan bentonit merupakan jenis tanah yang sering digunakan dalam
formulasi. Tidak semua jenis tanah dapat diformulasikan menjadi deterjen serbuk,
hanya tanah yang memenuhi pharmaceutical grade, sehingga didapatkan formula
yang optimal. Beberapa jenis tanah mempunyai kandungan mineral serta ukuran
partikel yang berbeda, sehingga akan berpengaruh pada sifat tanah tersebut. Sifat
tanah yang berbeda mungkin saja akan menghasilkan karakteristik deterjen serbuk
yang berbeda pula.
Kaolin mengandung banyak mineral kaolinit (Al2Si2O5(OH)4), sehingga
kaolin sering disebut sebagai lempung putih (Rowe, dkk.,2009). Kaolin memiliki
ukuran partikel yang baik yaitu 0,6 – 0,8 µm, sehingga memiliki luas permukaan
aktif besar yang dapat meningkatkan kemampuan untuk teradsorbsi ke dalam serat
pakaian (Rowe, dkk.,2009; dan Puziah, dkk.,2013). Bentonit merupakan jenis clay
yang mengandung 80% mineral monmorilonit dari kelompok smectite (Gunister,
et al., 2004). Bentonit juga mengandung mineral lain seperti kaolinit, klorit dan
komponen non-clay dalam jumlah yang cukup (Murray, 2006). Bentonit memiliki
ukuran partikel yang lebih besar antara 50 – 500 µm (Rowe, dkk.,2009). Reduksi
partikel bentonit menjadi nanopartikel diharapkan dapat memberikan keuntungan
karena ukuran partikel yang lebih kecil dapat menghasilkan luas permukaan yang
lebih besar, sehingga dapat meningkatkan kemampuan bentonit dalam menyerap
kotoran (Parolo, dkk., 2010).
Pada penilitian ini tanah yang digunakan adalah kaolin dan nano bentonit.
Menurut Angkatavanich (2008) sabun dengan tanah kaolin memiliki penampilan
yang lebih baik, namun memiliki daya busa yang lebih rendah jika dibandingkan
bentonit. Sehingga pada penelitian ini dilakukan formulasi deterjen serbuk dengan
memvariasikan tanah kaolin, nano bentonit serta kombinasi kedua tanah tersebut
untuk mengetahui pengaruhnya terhadap karakteristik deterjen serbuk.
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Berdasarkan penelitian mahasiswa kedokteran IPB dalam formulasi sabun
cair tanah steril (Handi, 2008) dilakukan pengujian antibakteri pada bakteri air liur
anjing (Micrococcus sp) dan menghasilkan daya hambat sebesar 17,73±0,32 mm.
Menurut Bailie, et, al., (1977) dalam air liur anjing mengandung banyak mikroba,
termasuk diantaranya adalah Staphylococcus aureus (36%) dan Escherichia coli
(14%). Sehingga pada penelitian ini juga dilakukan pengujian aktivitas antibakteri
terhadap bakteri S. aureus InaCC B4 dan E. coli InaCC B5 untuk mengetahui
aktivitas antibakteri dari deterjen serbuk tanah.
1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian adalah :
1. Bagaimana karakteristik deterjen serbuk dengan menggunakan variasi
tanah kaolin dan nano bentonit?
2. Apakah deterjen serbuk dengan variasi tanah kaolin dan nano bentonit
memiliki aktivitas antibakteri terhadap S. aureus InaCC B4 dan E. coli
InaCC B5?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan deterjen serbuk sebagai
penyuci najis mughalladzah.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengaruh variasi tanah kaolin dan nano bentonit terhadap
karakteristik deterjen serbuk.
2. Melihat apakah deterjen serbuk dengan variasi tanah kaolin dan nano
bentonit memiliki aktivitas antibakteri terhadap S. aureus InaCC B4
dan E. coli InaCC B5.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai hasil
karakteristik deterjen serbuk tanah.
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Memberikan informasi mengenai aktivitas antibakteri deterjen serbuk
dengan variasi tanah kaolin dan nano bentonit terhadap S. aureus
InaCC B4 dan E. coli InaCC B5.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Diharapkan deterjen serbuk tanah ini dapat memberikan solusi mudah
bagi masyarakat muslim untuk bersuci dari najis mughalladzah.
2. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi tambahan referensi dalam
penyusunan penelitian selanjutnya atau penelitian sejenis.
6 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Thaharah
Menurut bahasa “thaharah” berarti bersuci. Sedang menurut syara’ berarti
membersihkan beberapa anggota badan tertentu dari hadats serta najis dengan
menggunakan sarana yang ditentukan oleh syariat Islam (Zurinal dan Aminuddin,
2008). Sarana thaharah diantaranya yaitu air atau tanah. Penggunaan debu/tanah
dilakukan sebagai pengganti apabila tidak ada air untuk bersuci (Abatasa, 2012).
2.2 Najis
Najis secara bahasa adalah “an-najasah” yang bermakna kotoran. Sedang
menurut istilah najis adalah kotoran yang dapat menghalangi kesahihan ibadah
sehingga wajib disucikan saat hendak mengerjakan ibadah (Sarwat, 2010). Najis
dibagi ke dalam tiga tingkat, yaitu (Zurinal dan Aminuddin, 2008) :
1. Najis mukhaffafah (ringan), yang termasuk najis ini adalah air kencing dari
anak laki-laki yang belum berumur dua tahun dan belum makan ataupun
minum selain air susu ibu.
2. Najis mutawasithah (sedang), yang termasuk dalam najis ini adalah semua
najis selain dari najis mukhaffafah dan najis mughallazhah, seperti darah,
bangkai (selain bangkai manusia, ikan dan belalang), semua yang keluar
dari lubang qubul dan dubur (kecuali air mani), dan khamer atau minuman
keras yang memabukkan (Rifa’i, 2006). Pada najis mutawasithah dibagi
menjadi dua, yaitu :
a. Najis hukmiyah, yaitu najis yang diyakini adanya, tetapi tidak tampak
zat dan warnanya, baunya, atau rasanya, seperti air kecing yang sudah
kering.
b. Najis „ainiyah, yaitu najis yang masih jelas zat dan warnanya, baunya,
atau rasanya.
3. Najis mughallazhah (berat), yang termasuk ke dalam najis ini yaitu anjing
atau babi beserta derivatnya.
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Para ulama menggolongkan anjing dan babi sebagai najis berat. Mazhab
Syafi’i dan Hambali menyatakan bahwa keseluruhan tubuh anjing adalah najis
berat, termasuk air liur dan keringatnya. Dan untuk mensucikannya harus dengan
mencucinya tujuh kali yang pertama kali dengan tanah. Hal ini dijelaskan dalam
hadist Nabi menurut riwayat Muslim dan Ahmad, yaitu (Sarwat, 2010) :
ات أولهنه عليه وسلهم طهىر إناء أحدكم إذا ولغ فيه الكلب أن يغسله ستع مره صلهى للاه قال رسىل للاه
ةاللتراا
Artinya : Rasulullah SAW bersabda, “Sucinya wadah minummu yang telah
diminum anjing adalah dengan mencucinya tujuh kali dan salah satunya dengan
tanah” (HR. Muslim dan Ahmad).
Pendapat tentang kenajisan seluruh tubuh anjing ini juga dikuatkan dengan
hadits lainnya (Sarwat, 2010) :
Bahwa Rasululah SAW diundang masuk ke dalam rumah salah satu kaum
dan beliau mendatangi undangan itu. Di kala kaum yang lain mengundangnya dan
beliau tidak mendatanginya. Ketika ditanyakan kepada beliau apa sebabnya beliau
tidak mendatangi undangan yang kedua, beliau bersabda, "Di rumah yang kedua
ada anjing sedangkan di rumah yang pertama hanya ada kucing. Dan kucing itu
itu tidak najis" (HR. Al-Hakim dan Ad-Daruquthuny).
Menurut mazhab Hanafi menyebutkan bahwa najis dari anjing adalah air
liur, mulut, serta kotorannya. Sedangkan mazhab Maliki menyebutkan bahwa air
liurnya saja yang najis (Sarwat, 2010). Cara penyucian najis ini menurut mazhab
Maliki dan Hanafi yaitu dicuci sebanyak tujuh kali sebagai bentuk ibadah. Hal ini
dijelaskan dalam hadis berikut (Sarwat, 2010) :
Dari Abi Hurairah ra. Rasulullah SAW bersabda, "Bila anjing minum dari
wadah air milikmu, harus dicuci tujuh kali (HR. Bukhari dan Muslim).
Mazhab Hanafi dan Syafi'i sepakat mengatakan bahwa babi itu najis pada
keseluruhan tubuhnya, termasuk bagian yang terlepas seperti bulu, keringat, ludah
dan kotorannya (Sarwat, 2010). Dasarnya ada dalam Al-Qur’an yaitu :
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
“Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu
yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan
itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi, karena sesungguhnya
semua itu kotor atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah” (QS : al-
An’am ayat 145).
Mazhab Maliki memiliki pendapat yang berbeda karena menganggap babi
itu tidak, karena berpegang pada prinsip bahwa hukum asal semua hewan itu suci
(Sarwat, 2010).
Cara untuk menyucikan tiap najis berbeda, tergantung jenis najisnya. Cara
penyucian najis disajikan pada Tabel 2.1 berikut :
Tabel 2.1 Klasifikasi Najis dan Metode Penyuciannya
Kategori Cara Menyucikan
Fatwa MUI Fatwa Malaysia
Ringan Dengan memercikkan air di atas
daerah yang terkena najis.
Dengan memercikkan air di atas
daerah yang terkena najis.
Sedang Dengan membilas menggunakan
air sampai warna, rasa, serta bau
hilang.
Dengan membilas menggunakan
air sampai warna, rasa, serta bau
hilang. Pembilasan dilakukan 3x.
Berat Dengan cara di-sertu (dibilas 7
kali menggunakan air dan salah
satunya dicampur dengan tanah
atau penggantinya dengan daya
bersih yang sama.
Dengan dibilas menggunakan air
sebanyak tujuh kali dan salah satu
diantaranya dicampur debu/tanah
pada bilasan pertama.
[Sumber : Majelis Ulama Indonesia, 2004 dan Standar Malaysia, 2009]
2.3 Teknologi Nano Partikel
Nanopartikel didefinisikan sebagai partikel dengan ukuran rata-rata 1-1000
nm (Buzea, et al., 2007). Nanopartikel memiliki nilai lebih karena nanopartikel
memiliki luas permukaan yang lebih besar dan sifat fisik yang menguntungkan,
termasuk sifat magnetik, sifat optik, sifat termal dan sifat kimia seperti reaktivitas
(Ayoup, et al., 2009).
Nanopartikel memiliki berbagai macam bentuk seperti bola (spherical),
kubik, pentagonal, dan balok (rod-shaped). Terdapat perbedaan pada sifat materi
yang berukuran nanometer dengan yang berukuran lebih besar (bulk). Perbedaan
ini terjadi pada sifat fisika, kimia serta biologinya. Perbedaan ini memberikan
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
manfaat yang sangat besar yaitu material nano lebih unggul pada berbagai bidang
terapan, termasuk biologi dan farmasi (Widyanti, 2010).
Secara umum terdapat dua metode yang dapat digunakan dalam membuat
nanopartikel, yaitu top down dan bottom up. Top down merupakan pembuatan
material nano dengan memperkecil material besar menggunakan metode grinding
(penggerusan), dengan alat seperti milling. Sedangkan bottom up merupakan cara
merangkai atom-atom atau molekul dan menggabungkannya melalui reaksi kimia
(teknik sol-gel, presipitasi, serta aglomerasi fasa gas) untuk membentuk material
nano (Greiner R, 2009).
Gambar 2.1 Skematik sintesis nanomaterial dengan top down dan bottom up
(Farhani A, 2014)
2.4 Deterjen
2.4.1 Pengertian Deterjen
Deterjen didefinisikan sebagai produk pencuci/pembersih pakaian yang
mengandung komponen seperti surfaktan yang mampu menghilangkan kotoran
melalui proses fisika dan kimia terhadap unsur-unsur penyusun kotoran (Kurniati,
2008).
2.4.2 Mekanisme Pembersihan Deterjen
Kotoran berupa minyak atau lemak, tidak dapat dibersihkan hanya dengan
air (Wasitaatmaja, 1997). Agar kotoran bisa dibersihkan maka dibutuhkan zat lain
untuk menurunkan tegangan antar muka antara minyak/lemak dan air. Deterjen,
khususnya surfaktan, memiliki kemampuan yang unik untuk mengangkat kotoran.
Dengan adanya surfaktan dalam deterjen, maka proses emulsifikasi dapat terjadi
sehingga bagian polar (hidrofilik) dapat mengikat molekul air, dan bagian non
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
polar (hidrofobik) dapat mengikat molekul minyak. Bagian hidrofobik memecah
ikatan antar molekul minyak dan bagian hidofilik berperan untuk mengendorkan
kotoran dari kain dan mendispersikan kotoran dalam air (Handayani, 2009).
Gambar 2.2 Mekanisme pembersihan deterjen (Manisha, et al., 2009)
2.4.3 Jenis Deterjen
Menurut Permono (2002), deterjen serbuk sama seperti deterjen cair. Hal
yang membedakan hanya pada bentuknya yaitu bentuk serbuk dan cair. Deterjen
serbuk sendiri dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu deterjen serbuk berongga dan
padat/masif. Perbedaan ini didasarkan dalam proses pembuatannya.
1. Deterjen Sebuk Berongga
Deterjen serbuk berongga memiliki butiran yang berongga. Butiran
berongga ini dihasilkan dari proses spray drying. Kelebihan pada deterjen
serbuk berongga adalah volumenya lebih besar jika dibandingkan dengan
deterjen serbuk padat/masif. Namun dalam pembuatan diperlukan investasi
yang besar karena harga mesin spray drying yang mahal.
2. Deterjen Serbuk Padat/Masif
Deterjen serbuk padat/masif tidak memiliki rongga, karena semua
butirannya terisi oleh padatan. Butiran deterjen jenis ini merupakan hasil
proses pencampuran kering (dry mixing). Proses dry mixing dapat dibagi
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menjadi dua, yaitu dry mixing granulation (DMG) dan simple dry mixing
(CKS). Kelebihan deterjen serbuk padat/masif ini, yaitu tidak dibutuhkan
modal besar untuk pembuatanya.
2.4.4 Formula Deterjen Serbuk
Detergen diformulasikan untuk membersihkan suatu bahan tertentu yang
mengandung substrat kotoran pada kondisi pencucian yang sesuai. Pada dasarnya
semua jenis detergen serbuk mengandung komponen-komponen seperti surfaktan,
builder, filler dan, specific additives (Adami dan Moretti, 1996). Bahan tambahan
meliputi enzim, antiredeposition agent, optical brigtener, penghambat korosi, dan
parfume (Porter, 1997). Bahan tambahan tersebut digunakan untuk meningkatkan
kebersihan serta memberikan fungsi tampilan yang diinginkan.
1. Surfaktan
Surfaktan merupakan bahan yang paling penting pada deterjen dan
produk pembersih rumah tangga karena bahan ini mampu mengikat dan
mengangkat kotoran. Surfaktan anionik merupakan surfaktan paling umum
digunakan karena mempunyai daya pembusaan yang baik (Salager, 2002).
Menurut Yangxin, et al.,(2008), surfaktan nonionik juga sering digunakan,
namun dalam hard water daya deterjensinya menurun, sehingga surfaktan
ini sering dikombinasikan dengan surfaktan anionik. Sedangkan surfaktan
kationik memiliki penggunaan terbatas, karena sering berinteraksi dengan
surfaktan anionik dan daya bersihnya rendah. Surfaktan amfoterik masih
jarang penggunaanya di pasaran.
2. Builders
Kemampuan builders dalam deterjen meliputi alkalinitas, kapasitas
buffer, kompatabilitas pemutih, dan nilai ekonomis (Yangxin, et al., 2008).
Fungsi utama builders adalah untuk melembutkan air. Pelembutan air ini
dilakukan dengan kompleksasi (sodium tripolifosfat), presipitasi (natrium
karbonat), dan pertukaran ion (zeolit) (Kharkwal, et al., 2015). Builders
mempertahankan alkalinitas, untuk membersihkan kotoran yang bersifat
asam serta builders memiliki kemampuan untuk mengendalikan kesadahan
air dengan mengeliminasi ion-ion logam seperti Ca2+
dan Mg2+
dari dalam
air (Smulders, 2002).
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Zat Anti Redeposisi
Zat anti-redeposisi berfungsi untuk mempertahankan kotoran yang
tersuspensi dalam air cucian setelah penghilangan kotoran, sehingga tidak
kembali menempel pada kain. Bahan yang digunakan untuk anti redeposisi
adalah CMC (Carboxymethyl Cellulose).
4. Zat Pengalkali
Alkalinitas merupakan hal yang penting dalam formulasi deterjen
karena memiliki peran penting saat proses pembersihan. Menurut Hauthal
(1999), deterjen yang digunakan pada industri umumnya memiliki nilai pH
yang tinggi yaitu antara 9 - 11. Nilai pH yang tinggi digunakan untuk
menghasilkan sifat degreasive karena zat pengotor yang harus dibersihkan
melekat kuat pada peralatan (Hargreaves, 2003).
5. Enzim
Enzim pada produk deterjen biasa digunakan untuk meningkatkan
kemampuan deterjen dalam melepaskan kotoran dan menjaga warna kain.
Menurut Kharkwal, et al., (2015), beberapa enzim yang digunakan dalam
deterjen memiliki target yang berbeda untuk membersihkan kotoran dalam
proses pencucian, yaitu protease (mendegradasi kotoran yang berasal dari
protein), amilase (mendegradasi kotoran dari karbohidrat / pati), selulase
(melepaskan kotoran dari serat kapas), serta lipase (mendegradasi kotoran
yang berasal dari lemak). Enzim yang digunakan dalam deterjen harus
tahan terhadap sifat-sifat komponen deterjen, aktif pada PH 7 – 10 (alkali)
dan suhu yang beragam (40 – 65oC).
6. Pengisi (Filler)
Fillers berfungsi untuk memperbanyak atau memperbesar volume.
Keberadaan fillers dalam campuran deterjen serbuk semata-mata ditinjau
dari aspek ekonomis (Permono, 2002). Biasanya, zat/bahan yang berfungsi
sebagai fillers dalam deterjen serbuk adalah natrium sulfat.
7. Pewangi (fragrance)
Bahan pewangi sering ditambahkan dalam deterjen untuk menarik
perhatian konsumen. Pewangi memberikan persepsi kebersihan dan bau
yang menyenangkan selama pencucian kain (Kharkwal, et al., 2015).
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.3 Macam-macam fungsi komponen deterjen (Chopade, 2000)
2.5 Surfaktan
2.5.1 Pengertian Surfaktan
Surfaktan adalah salah satu oleokimia turunan yang merupakan senyawa
aktif penurun tegangan permukaan. Dalam satu molekulnya, surfaktan memiliki
dua gugus yang berbeda polaritasnya yaitu gugus polar dan non polar. Gugus
polar memperlihatkan afinitas yang kuat dengan pelarut polar, contohnya air,
sehingga sering disebut gugus hidrofilik. Gugus non polar biasa disebut hidrofob
atau lipofilik (Salager, 2002). Gugus hidrofobik umumnya hidrokarbon yang
terdiri atas 8 sampai 22 atom C, sedangkan gugus hidrofiliknya terdiri dari gugus
karboksilat, sulfonat, sulfat, garam ammonium kuartener (Supriyadi, 2008).
Gambar 2.4 Struktur surfaktan (Setyawan, 2009)
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pada umumnya surfaktan digunakan sebagai sabun, deterjen, pembusaan,
emulsifier dan bahan adhesif yang diaplikasikan secara luas pada berbagai industri
seperti industri kosmetik, pertanian dan pangan (Aisya, et al., 2010).
2.5.2 Klasifikasi Surfaktan
Surfaktan dikelompokkan menjadi empat grup. Hal ini berdasarkan pada
molekul hidrofilik setelah terdisosiasi dalam air, antara lain (Salager, 2002 dan
Paye, et al., 2006).
1. Surfaktan anionik, surfaktan jenis ini bagian hidrofiliknya memiliki gugus
polar bermuatan negatif dan umumnya berupa sulfat (O-SO3-) dan sulfonat
(-SO3-). Surfaktan anionik sering dikombinasikan dengan surfaktan lain
(nonionik atau amfoterik) karena dapat meningkatkan kualitas pembusaan
dan mengurangi iritasi pada kulit. Contoh : sabun (RCOO-), alkil sulfat
(ROSO3-).
2. Surfaktan nonionik, surfaktan jenis ini bagian hidrofiliknya tidak memiliki
muatan dan berasal dari turunan polihidroksi atau polietoksi. Surfaktan ini
mempunyai daya pembusaan yang rendah. Contoh : acil diethanolamide
(RCON(C2H4OH)2), dan ethoksilat fatty alkohol (R(OC2H4)nOH).
3. Surfaktan kationik, surfaktan jenis ini bagian hidrofiliknya mempunyai
muatan positif dan umumnya merupakan senyawa amonium. Surfaktan ini
memiliki daya deterjensi dan daya suspensi yang rendah. Contoh : garam
alkyl dimethyl benzylammonium (RN+(CH3)2CH2C6H5).
4. Surfaktan amfoterik/zwitterionik, surfaktan jenis ini bagian hidrofiliknya
memiliki muatan positif atau negatif, tergantung pada pH larutan. Pada pH
>7, surfaktan bersifat anionik, sedangkan pada pH < 7, surfaktan bersifat
kationik. Contoh : alkylbetaine (RN+(CH3)2CH2COO
-).
2.6 Karakteristik Fisika-Kimia Deterjen Serbuk
1. Organoleptis
Kenampakan atau organoleptis suatu produk sangat penting, karena
bisa mempengaruhi minat konsumen (Wijana, 2009). Berdasarkan standar
yang telah ditetapkan oleh SNI 06-4594 (1998), deterjen serbuk memiliki
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
bentuk granula atau serbuk, homogen, bebas dari bahan asing dan tidak
boleh menimbulkan bau berlebih.
2. Nilai pH
Detergen bekerja efektif pada suasana basa atau alkali karena dapat
menetralkan kotoran, mendegradasi kotoran berlemak, dan pH tinggi juga
membantu kotoran tetap tersuspensi dalam larutan (Adiandri, 2006). Nilai
pH pada 1% larutan detergen bubuk dalam air harus berkisar antara 9.5
sampai 11.0 (SNI 06-4594-1998).
3. Kadar air
Kadar air dapat mempengaruhi tekstur detergen bubuk. Pengukuran
kadar air bertujuan agar dapat mengontrol kualitas detergen serbuk yang
dihasilkan. Prinsip pada penetapan kadar air adalah mengeringkan sampel
dalam oven pada suhu 100oC-105
oC sampai diperoleh berat tetap. Menurut
Permono (2002), kadar air ideal untuk detergen berkisar antara 5-6 %.
4. Bobot Jenis
Bobot jenis berhubungan dengan kerataan suatu bahan, semakin rata
bahan campuran tersebut maka pengukuran bobot jenis secara berulang
akan diperoleh bobot jenis yang sama atau hampir sama (Permono, 2002).
Bobot jenis deterjen tipe reguler berkisar antara 0.35 sampai 0.55 g/ml
(Adami dan Moretti, 1996).
5. Stabilitas Emulsi
Suatu sistem emulsi, pada dasarnya adalah sistem yang tidak stabil,
karena masing-masing dari partikel cenderung bergabung dengan partikel
lainnya (Adiandri, 2006). Kekuatan lapisan antar muka (interfacial film)
merupakan sifat yang penting untuk membentuk stabilitas emulsi (Suryani,
dkk., 2000).
6. Bahan tidak Larut dalam Air
Pengukuran bahan tidak larut dalam air dilakukan untuk mengetahui
kemampuan kelarutan deterjen serbuk di dalam air dan kandungan benda
asing yangterdapat dalam detergen serbuk yang dihasilkan. Menurut SNI-
06-4594-1998, jumlah bahan tidak larut dalam air tidak boleh lebih dari
1% (Chasani, dkk.,2013).
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7. Kadar Fosfat
Kadar fosfat merupakan jumlah total fosfor, baik berupa partikulat
maupun terlarut, anorganik maupun organik pada sediaan deterjen. Fosfor
anorganik (soluble reactive phosphorus), misalnya ortofosfat. Keberadaan
fosfor secara berlebihan yang disertai dengan keberadaan nitrogen dapat
menstimulir ledakan pertumbuhan alga di perairan (Effendi, 2006). Kadar
fosfor total pada perairan alami jarang melebihi 1 mg/l (Boyd, 1988).
8. Tinggi dan Stabilitas Busa
Busa yang dihasilkan produk deterjen serbuk harus stabil agar dapat
bertahan lama saat proses pencucian. Stabilitas busa merupakan penurunan
volume busa terhadap waktu. Stabilitas busa dapat dipengaruhi oleh jenis
surfaktan, suhu dan laju drainase (Stubenrauch, et al., 2003).
9. Daya Deterjensi
Daya deterjensi adalah jumlah kotoran yang bisa dilepaskan oleh
deterjen dari substrat (permukaan padat). Deterjensi akan menurun dengan
meningkatnya kesadahan air. Fenomena ini berlaku untuk semua surfaktan
(Salmiah, et al., 2001).
2.7 Tanah (Clay)
Tanah merupakan lapisan permukaan bumi yang tersusun atas 50% padatan
dan 50% (Hanafiah, 2005). Clay merupakan suatu kelompok mineral yang berasal
dari hasil pelapukan kimiawi. Mineral clay menjadi unsur utama dari tanah dan
menyusun hampir 40% batuan sedimen. Unsur-unsur yang terdapat dalam tanah
dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2.2 Komposisi Kimia Tanah
No Elemen Unsur Konsentrasi (%)
1 O Oksigen 44,6
2 Si Silikon 27,7
3 Al Alumunium 13
4 Fe Besi 5
5 Ca Kalsium 3,59
6 K Kalium 2,6
7 Mg Magnesium 2,09
[Sumber : Foth 1984 dalam Handi 2008]
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Berdasarkan struktur dan komposisi kimianya, clay digolongkan menjadi 3
kelompok utama, yaitu (WHO, 2005) :
1. Kandite, merupakan clay yang memiliki struktur dua lembar lapisan T-O,
satu lapisan silika tetrahedral dan satu alumina oktahedral. Contoh clay jenis
ini adalah kaolinite.
2. Smectite, memiliki struktur T-O-T, satu lapisan alumina silikat yang diapit
antara dua lapisan silika tetrahedral. Contoh umum kelompok ini adalah
montmorillonit.
3. Illite, memiliki struktur yang mirip dengan muscotive namun mengalami
defesiensi alkali dengan sedikit subtitusi Al pada tetrahedral Si.
2.8 Komponen Pembentuk Deterjen Serbuk
2.8.1 Bentonit
Bentonit merupakan tanah liat (clay) alami golongan smektit dioktahedral
yang mengandung sekitar 80% monmorilonit (Mg2Al10Si24O60(OH)12) (Gunister,
et al., 2004). Tabel 2.3 menunjukkan kandungan mineral dalam monmorillonit.
Berdasarkan kandungan alumunium silikat hydrous, bentonit dibedakan menjadi 2
golongan yaitu activated clay dan fuller's Earth. Sedang berdasarkan tipenya,
bentonit dibagi 2 yaitu Na-bentonit dengan pH 8,5-9,8 yang dapat mengembang
dengan baik di dalam air, dan Ca-Bentonit yang memiliki pH 4-7 namun daya
mengembangnya kurang baik (Herlina, 1999).
Tabel 2.3 Kandungan Mineral Monmorillonit
No Senyawa Kimia Konsentrasi (%)
1 SiO2 51,41
2 Al2O3 19,76
3 Fe2O3 0,83
4 MgO 3,22
5 CaO 1,62
6 Na2O 0,11
7 K2O 0,04
8 H2O+ 7,99
9 H2O- 14,18
[Sumber : Mineral Data Publishing, 2001]
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bentonit berupa butiran halus, berwarna coklat, terasa licin bila diraba dan
dapat menyerap air (Rowe et al., 2009). Bentonit tidak larut dalam air, akan tetapi
mengembang sampai 12 kali volume air (Depkes Ri, 1995).
2.8.2 Kaolin
Kaolin adalah aluminium silikat hidrat alam yang telah dimurnikan dengan
pencucian. Sebagian besar kaolin mengandung kaolinit (Al2Si2O5(OH)4), sehingga
kaolin biasanya disebut sebagai lempung putih (Nidya, 2008). Kandungan mineral
kaolin dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.4 Kandungan Mineral Kaolin
No Senyawa Kimia Konsentrasi (%)
1 SiO2 45,8
2 Al2O3 39,55
3 Fe2O3 0,57
4 MgO 0,18
5 CaO 0,14
6 Na2O 0,41
7 K2O 0,03
8 H2O+ 13,92
9 H2O- 0,17
[Sumber : Mineral Data Publishing, 2001]
Kaolin memiliki bentuk berupa serbuk ringan, putih, bebas dari butiran
kasar, tidak berbau, tidak mempunyai rasa dan licin. Kaolin praktis tidak larut
dalam etanol (95%), air, dietil eter, pelarut organik lainnya, asam encer dingin,
dan larutan alkali hidroksida (Rowe et al., 2009).
2.8.3 Metil Ester Sulphonate (MES)
Metil ester sulfonat (MES) termasuk ke dalam golongan surfaktan anionik,
karena memiliki muatan negatif pada gugus hidrofiliknya (Smulders, 2002). MES
diproduksi dari bahan minyak nabati seperti minyak kelapa, minyak sawit, minyak
kedelai, lemak tallow serta minyak inti sawit. Setiap bahan menghasilkan MES
dengan karakteristik yang berbeda. Karakteristik MES dapat dilihat pada Tabel
2.5. MES yang digunakan untuk detergen serbuk memiliki atom karbon C16-18.
Menurut Hui (1996), MES digunakan sebagai pengganti dari linear alkylbenzene
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sulfonate (LAS) dan fatty alcohol ether sulfate (FAES). MES memiliki daya
detergensi yang lebih tinggi dibandingkan LAS dan alkohol sulfat (C12 AS), serta
MES terbiodegradasi lebih cepat bila dibandingkan dengan LAS (Watkins, 2001).
Tabel 2.5 Karakteristik Metil Ester Sulfonat Produksi Chemiton Corp. Inc.
Hasil Reaksi Sulfonasi
Minyak
Kelapa
(C12-14)
Minyak
Inti Sawit
(C8-18)
Stearin
Sawit
(C16-18)
Lemak
Tallow
(C16-18)
Minyak
Kedelai
(C18)
α-MES 71.5 69.4 83 77.5 75.7
di –salt 2.1 1.8 3.5 5.2 6.3
Metanol 0.48 0.6 0.07 - 0.03
Hidrogen peroksida 0.1 0.04 0.13 0.15 0.05
Air 14 15.2 2.3 2.9 1.4
Petroleum eter terekstrak 2.6 2.7 2.4 4.8 7.2
Natrium karboksilat 0.2 0.2 0.3 0.3 0.5
Natrium sulfate - 1.8 1.5 2.3 2.4
Natrium metil sulfat 8 8.4 7.2 7.7 2.5
10% pH 5 5.3 5.3 5.4 5.8
Klett color, 5% active 30 310 45 180 410
[Sumber : Purwanto, 2006]
Gambar 2.5 Struktur kimia metil ester sulfonat (MES)
(Cox dan Weerasoriya, 2001).
2.8.4 Sodium Tripoliphosphate (STPP)
Sodium tripolyphospate (STPP) biasanya digunakan sebagai builder dalam
deterjen (Yangxin, et al., 2008). STPP sebagai builders dapat meningkatkan efek
deterjensi. Kombinasi antara builders dan surfaktan menunjukkan efek sinergis
pada daya deterjensi sediaan deterjen (Smulders, 2002). STPP digunakan karena
memiliki kelarutan yang baik dan karakteristik ion-sequestering. Ion-sequestering
adalah sebagai reaksi untuk membentuk senyawa kompleks (Smulders, 2002).
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.6 Struktur kimia sodium tripolifosfat (Chopade, 2000).
2.8.5 Natrium Karbonat
Dalam penggunaan domestik, natrium karbonat biasa digunakan sebagai
water softener. Natrium karbonat juga digunakan untuk mengurangi kesadahan air
melalui presipitasi dengan ion-ion kalsium dan magnesium. Natrium karbonat
memberikan alkalinitas yang tinggi dengan nilai pH antara 9-11 (Smulders, 2002).
Natrium karbonat memiliki bentuk padat, serbuk, atau kristal serbuk dan
granul, berwarna putih dan tidak berbau. Natrium karbonat larut dalam air panas
dan gliserol, larut sebagian dalam air dingin, tidak larut dalam aseton dan alkohol.
Dalam sediaan farmasi natrium karbonat biasanya digunakan sebagai agen
alkalizing (Rowe, et al., 2009). Natrium karbonat, baik dalam bentuk anhydrous
maupun hydrated, telah lama digunakan sebagai builders dalam pembersih untuk
bahan tenun atau kain (Lynn, 2005).
2.8.6 Natrium Sulfate
Sodium sulfate merupakan senyawa anorganik yang banyak dibutuhkan
dalam berbagai industri, seperti dalam industri kertas dan deterjen. Dalam deterjen
serbuk sodium Sulfate digunakan sebagai fillers (pengisi) yang dapat menambah
kuantitas atau dapat memadatkan sehingga produk terlihat lebih banyak. Sodium
sulfate ini tidak mempunyai kemampuan meningkatkan daya cuci (Nugroho dkk,
2004). Deterjen biasanya mengandung sekitar 50 - 75% sodium sulfate. Sodium
sulfate memiliki bentuk hablur tidak berwarna atau berbentuk granul berwarna
putih. Sodium sulfat larut dalam 1,5 bagian air, dalam gliserin, dan tidak larut
dalam etanol (Depkes RI, 1995).
2.8.7 Carboxymethil Cellulose (CMC)
Carboxymethyl cellulose (CMC) telah banyak digunakan pada industri cat,
detergen, tekstil, kertas serta makanan. CMC dapat berfungsi sebagai pengental,
penstabil emulsi atau suspensi dan bahan pengikat (Arum Wijatani, et al., 2005).
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Menurut Manoi (2006), bahwa jumlah CMC yang diijinkan adalah berkisar dari
0,5 - 3,0%. Menurut Paristya, dkk., (2013), menyatakan bahwa penambahan CMC
yang berlebih bisa menurunkan daya deterjensi. Hal ini dikarenakan CMC adalah
senyawa polimer organik polar.
CMC berbentuk powder (serbuk) berwarna putih yang mudah larut dalam
air dingin maupun air panas. CMC memeiliki sifat mudah menyerap air (Kamal,
2010). Menurut Imerson (1992), pH sediaan CMC menjadi pertimbangan dalam
penggunaannya, jika pH <1, larutan tidak homogen karena terbentuk endapan;
larutan CMC 1% dengan pH 7,0 – 8,5 tidak terlalu berpengaruh terhadap
viskositas CMC. Pada pH < 3 viskositas CMC naik karena terbentuknya gel yang
sedikit larut, sedang pada pH di >10 viskositas CMC sedikit berkurang.
Gambar 2.7 Struktur kimia karboksimetil Selulosa (CMC)
(Kamal, 2010).
2.8.8 Sodium Silikat
Sodium silikat merupakan salah satu jenis mineral silikat yang memiliki
manfaat yang cukup luas dalam dunia industri. Sodium silikat dapat menguraikan
lemak dan membuatnya larut dalam air. Selain itu, sodium silikat juga membantu
membentuk lapisan pelindung pada material logam untuk menghambat terjadinya
perkarata (Fauzan, dkk., 2013).
2.8.9 Parfume
Parfum berperan penting dalam hal ketertarikan konsumen pada deterjen.
Pada dasarnya, jenis parfum untuk deterjen dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu
parfum umum dan parfum eksklusif. Parfum umum memiliki aroma yang sudah
dikenal oleh konsumen, sedangkan parfum eksklusif digunakan produsen deterjen
serbuk karena aroma dari parfum tersebut sangat khas dan tidak ada produsen lain
yang menggunakannya (Permono, 2002).
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.8.10 Aquades
Aquadest merupakan air murni yang diperoleh dengan cara penyulingan,
pertukaran ion, atau osmosis terbalik (Rowe, et al., 2006). Aquades mempunyai
peran yang penting dalam hampir seluruh formulasi. Menurut Hargreaves (2003),
secara umum air dikelompokkan menjadi 3, yaitu: soft water (<100 mg/LCaCO3),
medium hard water (100 - 400 mg/LCaCO3) dan hard water (>400 mg/L CaCO3).
2.9 Antibakteri
Antibakteri merupakan senyawa kimia yang dihasilkan organisme hidup,
termasuk struktur analognya yang dibuat secara sintetik yang dalam konsentrasi
rendah dapat menghambat proses penting dalam kehidupan satu spesies atau lebih
mikroorganisme (Siswandono dan Soekardjo, 1995).
2.9.1 Bakteri Uji
1. Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif dengan ciri
yaitu non motil, tidak membentuk spora dan bersifat aerob atau anaerob
fakultatif. S. aureus memiliki bentuk bulat dengan diameter 0,7-1,2 μm,
tersusun atas kelompok-kelompok yang tidak teratur seperti buah anggur,
tidak berkapsul, dinding selnya mengandung dua komponen utama yaitu
peptidoglikan dan asam teikoat. Bakteri ini dapat tumbuh pada berbagai
media dan tumbuh pada suhu optimum yaitu 37oC, pH optimum untuk
pertumbuhannya adalah 7,4. Koloni pada perbenihan padat berwarna abu–
abu sampai kuning keemasan, berbentuk bundar, halus, menonjol, dan
berkilau (Atikah, 2011).
S. aureus merupakan bakteri patogen paling umum untuk infeksi
pada kulit. Infeksi tersebut seperti peradangan supuratif, nekrosis, jerawat,
dan abses (Razak A, et al., 2013).
2. Escherichiac coli
Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif berukuran 0,4-0,7
μm x 1,4 μm, yang berbentuk batang pendek dan tidak berspora, ada yang
memiliki kapsul ada pula yang tidak berkapsul, bergerak aktif tetapi
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
beberapa ada yang tidak bergerak. Beberapa strain E. coli menghasilkan
enterotoksin, karena sifat gen yang dibawa dalam plasmid. Strain E. coli
yang menyebabkan diare mempunyai pili sebagai medium untuk melekat
pada epitel intestin (Jawetz dkk., 1995).
2.9.2 Metode Pengujian
Uji aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode difusi dan metode
pengenceran. Metode difusi dilakukan dengan mengukur diameter zona bening
yang merupakan petunjuk adanya respon penghambatan pertumbuhan bakteri oleh
suatu senyawa antibakteri. (Hermawan, dkk., 2007). Menurut Greenwood (1995)
klasifikasi respon penghambatan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.6 Klasifikasi Respon Hambatan
Diameter zona bening Respon hambatan pertumbuhan
> 20 mm Kuat
16 – 20 mm Sedang
10 – 15 mm Lemah
≤ 10 mm Tidak ada
[Sumber : Hariana, 2007]
Metode difusi merupakan salah satu metode yang sering digunakan pada
pengujian antibakteri. Metode difusi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu metode
silinder, lubang/sumuran dan cakram kertas. Metode cakram kertas merupakan
cara yang paling sering digunakan. Cara ini dilakukan menggunakan suatu kertas
cakram (paper disc) yang berfungsi sebagai tempat menampung zat antibakteri.
Kertas cakram diletakkan pada lempeng agar yang telah diinokulasikan mikroba
uji, kemudian diinkubasi pada waktu dan suhu tertentu sesuai dengan kondisi
optimum dari mikroba uji. Pada umumnya, hasil yang diperoleh dapat diamati
setelah masa inkubasi selama 18-24 jam dengan suhu 37oC (Jawetz, et al., 1995).
24 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
3.1.1 Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian II, Laboratorium Kimia
Obat Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, InaCC Mikrobiologi LIPI Cibinong, Zoologi LIPI Cibinong,
dan Nanotech Herbal Puspitek Serpong.
3.1.2 Waktu Penelitian
Penelitian berlangsung pada bulan Maret – Agustus 2017
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1 Alat Penelitian
Timbangan analitik, hot plate, oven, pH meter, spektrofotometer uv-vis,
mesh 18, spatula, batang pengaduk, labu erlenmeyer, beaker glass, tabung reaksi,
mikroskop elektron, vortex, gelas ukur, magnetic stirrer, kaca arloji, pinset, cawan
penguap, kertas saring, aluminium foil, plastic wrap, dan kertas perkamen.
3.2.2 Bahan Penelitian
Kaolin, bentonit, natrium karbonat, natrium sulfat, natrium silikat, metil
ester sulfonat (MES), natrium tripolifosfat, CMC, Nutrient Agar, Mueller-Hinton
Agar, Staphylococcus aureus InaCC B4, Eschericia coli InaCC B5, xylene, kain
putih (25 cm2), deterjen komersial, kecap, parfum dan aquades.
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Pembuatan Nano Bentonit
Proses pembuatan nano bentonit dilakukan di Nanotech Herbal Indonesia.
Pembuatan nano bentonit dilakukan menggunakan tabung (jar) bal mill HEM-
E3D dengan kecepatan 1000 rpm selama 30 menit. Selanjutnya dilakukan analisis
partikel nano bentonit (PSA).
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.2 Formulasi Deterjen Serbuk Tanah Kaolin dan Bentonit
Tabel.3.1 Formula Deterjen Serbuk dengan Variasi Tanah Kaolin-Nano Bentonit
(Matheson, 1996 dengan modifikasi)
Bahan Formula Deterjen Serbuk Tanah (%)
Fungsi F0 F1 F2 F3
MES 20 20 20 20 Surfaktan
STPP 15 15 15 15 Builder
Na2CO3 15 15 15 15 Pengalkali
Nano bentonit - - 5 10 Bahan aktif
Kaolin - 10 5 - Bahan aktif
CMC 3 3 3 3 Zat Antirediposisi
Na Silicate 6 6 6 6 Penghambat korosi
Parfume 1 1 1 1 Pengaroma
Na Sulphate 20 20 20 20 Pengisi
Aquades 20 10 10 10 Pelarut
Keterangan : F0/kontrol negatif (tanpa tanah); F1 (kaolin 10%); F2 (kaolin 5% : nano
bentonit 5%); F3 (nano bentonit 10%).
3.3.3 Pembuatan Deterjen Serbuk Tanah Kaolin-Nano Bentonit (Adiandri,
2006 dan Parthiban, 2014 dengan modifikasi).
Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Kemudian bahan dihitung
dan ditimbang sesuai dengan kebutuhan. Pertama-tama aquades dimasukkan ke
dalam gelas beker 500 mL, lalu dipanaskan di atas hot plate pada suhu 60oC. MES
ditambahkan ke dalam gelas beker dan diaduk dengan magnetic stirrer pada 150
rpm hingga larut. Bahan lainnya seperti natrium karbonat, STPP, natrium silikat,
dan natrium sulfat ditambahkan secara perlahan ke dalam gelas beker, lalu diaduk
hingga homogen. Pencampuran bahan dilakukan pada suhu 60oC selama 30 menit.
Kemudian CMC, kaolin, dan nano bentonit ditambahkan ke dalam gelas beker dan
diaduk. Kemudian ditambahkan parfum secukupnya. Setelah campuran homogen,
dilakukan proses pengeringan menggunakan oven pada suhu 80oC selama 6 jam.
Setelah pengeringan, deterjen serbuk kasar disortasi menggunakan mesh No. 18,
kemudian dilakukan evaluasi pada deterjen serbuk.
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.4 Evaluasi Karakteristik Fisika-Kimia Deterjen Serbuk
1. Organoleptis
Pengamatan dilakukan dengan mengamati bentuk, warna dan bau
dari deterjen serbuk yang dihasilkan (Adiandri, 2006).
2. Derajat Keasaman (pH)
Derejat keasaman diukur denga menggunakan alat pH meter. Alat
tersebut disiapkan dan dikalibrasi terlebih dahulu. Pada proses kalibrasi
dilakukan menggunakan larutan buffer. Lalu elektroda dibilas dengan air
bebas CO2 yang memiliki pH antara 6,5 sampai 7,0. Selanjutnya elektroda
dicelupkan ke dalam 1 gram sampel deterjen serbuk yang telah dilarutkan
pada 10 mL air. Nilai pH dibaca pada pH-meter, pembacaan dilakukan
setelah angka stabil. Elektroda kemudian dibilas kembali dengan air bebas
CO2 (Adiandri, 2006).
3. Tinggi Busa dan Stabilitas Busa
Sebanyak 5 mL larutan deterjen serbuk 0,1% dimasukan ke dalam
tabung reaksi dan dikocok sebanyak 30 kali, kemudian diukur tinggi busa
yang terbentuk. Selanjutnya diamkan selama 5 menit lalu diukur kembali
tinggi busa. Nilai tinggi busa ialah tinggi busa pada menit ke-0. Sedangkan
nilai stabilitas busa diperoleh dari selisih tinggi busa pada menit ke-0 dan
ke-5. (Safitri, 2009)
Rumus Stabilitas Busa (%) =Tinggi busa akhir
Tinggi busa awal x 100%
4. Stabilitas Emulsi
Air dan xylene digunakan untuk mengukur stabilitas emulsi dengan
perbandingan campuran air-xylene adalah 3:2. Dalam campuran air-xylene
ditambahkan 10% deterjen serbuk, kemudian dikocok dengan vortex mixer
selama 5 menit. Selanjutnya pemisahan emulsi air-xylene diukur setelah
24 jam. Penetapan stabilitas emulsi dilakukan berdasarkan asumsi bahwa
sistem emulsi yang sempurna bernilai 100% (Bastian, 2012).
Stabilitas Emulsi (%) =Ting gi (Keseluruhan −Pemisahan )
Tinggi Keseluruhanx 100%
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Penetapan Kadar Air
Cawan kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven suhu 105oC
dan didinginkan dalam desikator. Sampel yang akan dianalisa dimasukkan
ke dalam cawan sebanyak 3 gram. Lalu sampel dikeringkan dalam oven
pada suhu 105oC selama 6 jam dan didinginkan dalam desikator selama 15
menit. Pengeringan dilakukan sampai bobot tetap. Rumus yang digunakan
untuk mengukur kadar air adalah sebagai berikut (Permono, 2002) :
% Kadar Air = W2
W1 x 100%
Keterangan :
W1 = berat sampel (gram)
W2 = selisih berat sampel sebelum dan sesudah pengeringan (gram)
6. Bahan tidak larut dalam air
Deterjen serbuk ditimbang sebanyak 1 gram dan dilarutkan dalam
250 mL aquades. Kemudian sampel disaring menggunakan kertas saring.
Sampel lalu dikeringkan sampai bobot tetap dalam oven pada suhu 105°C.
Hitung jumlah persen bahan tidak larut dalam air dengan menggunakan
rumus berikut (Adiandri, 2006) :
Bahan Tidak Larut Air (%) =K1−K2
Wsx 100%
Keterangan :
K1 = bobot kertas saring yang telah dikeringkan
K2 = bobot kertas saring awal
Ws = bobot sampel awal
7. Daya Deterjensi
Deterjensi dilakukan untuk mengetahui kemampuan deterjen dalam
pembersihan kotoran dari suatu kain. Sampel sebanyak 1% dilarutkan
dalam 100 mL aquades sebagai larutan pencucian. Pengukuran dilakukan
menggunakan spektrofotometer uv-vis (λ = 450 nm). Nilai absorbansi
dicatat sebagai T1, dengan aquades sebagai standar. Kain putih bersih (25
cm2) direndam selama 30 menit pada larutan pencucian. Laruran rendaman
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dari kain bersih diukur absorbansinya kemudian dikurangi dengan T1 dan
dinyatakan sebagai OD (Original Dirt).
Kain putih dengan ukuran yang sama direndam pada larutan kecap
dengan konsentrasi 10% selama 30 menit, kemudian ditiriskan selama 30
menit. Setelah itu dilakukan pencucian dengan merendamnya di dalam
larutan pencucian selama 30 menit. Nilai absorbansi rendaman kain kotor
dinyatakan sebagai T2. Daya deterjensi dihitung dengan persamaan :
Daya Deterjensi = T2-T1-OD
(Lynn, 1996 dalam Timurti, 2009).
3.3.5 Teknik Analisa Data
Data dari beberapa formula hasil evaluasi diuji secara statistik dengan
analisa varian satu arah (one way ANOVA) kemudian dilanjutkan dengan uji
Tukey HSD dengan taraf kepercayaan 95% (ɑ=0,05) untuk mengetahui perbedaan
yang bermakna antara formula hasil pengujian. Data yang tidak terdistribusi
normal dan tidak homogen, dilanjutkan dengan analisis statistik non parametrik
yaitu uji Kruskal Wallis (Mauliana, 2016).
3.3.6 Uji Aktivitas Antibakteri Terhadap Bakteri yang Terdapat dalam Air
Liur Anjing.
Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan di InaCC Bidang Mikrobiologi
LIPI, Cibinong. Pengujian antibakteri dilakukan menggunakan teknik difusi kertas
cakram. Bakteri yang digunakan adalah bakteri gram negatif yaitu E. coli InaCC
B5 dan gram positif yaitu S. aureus InaCC B4.
3.3.7 Pengamatan dengan Mikroskop Elektron (SEM)
Pengamatan menggunakan mikroskop elektron dilakukan di Zoologi LIPI,
Cibinong. Pengamatan ini dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari morfologi
sel akibat penggunaan senyawa antibakteri. Sampel yang digunakan adalah bagian
disekitar zona bening dari hasil pengujian antibakteri. Preparasi sediaan dilakukan
dalam dua tahap, yaitu : melakukan fiksasi untuk mematikan sel tanpa mengubah
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
struktur sel. Selanjutnya proses preparasi sampel dengan menambahkan beberapa
reagen kimia pada suhu 4°C (Lyman, et al., 1992).
Sampel
Sampel
+ larutan tannic acid 2%, direndam beberapa jam.
disentrifus buang supernatan
+ caccodylate buffer, direndam 10 menit.
disentrifus buang supernatan
Sampel + osmium tetra oksida 1%, direndam 1 jam.
disentrifus buang supernatan
Sampel + alkohol 50 % , direndam 10 menit
disentrifus buang supernatan
Sampel + alkohol 70 %, alkohol 80 %, alkohol 95 %, alkohol absolut
direndam 10 menit disentrifus buang supernatan
Sampel + t-butanol, direndam 10 menit
disentrifus buang supernatan
Sampel + disuspensikan dalam butanol dalam potongan cover slip.
dibuat ulasan pada cover slip dikeringkan.
Sampel + dilakukan pengamatan pada sampel yang telah kering.
pengamatan digunakan SEM tipe JSM-5000
Sampel + larutan glutaraldehid, direndam beberapa jam.
disentrifus buang supernatan
30 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pembuatan Nano Bentonit
Dalam penelitian ini dilakukan modifikasi bentonit menjadi nano bentonit.
Pembuatan nano bentonit dilakukan di Nanotech Herbal Indonesia, Serpong. Proses
ini dilakukan dengan metode top down secara grinding menggunakan tabung (jar)
bal mill HEM-E3D. Proses grinding dilakukan selama 30 menit dengan kecepatan
1000 rpm untuk mendapatkan bentonit dengan ukuran nano. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa ukuran partikel bisa mempengaruhi sifat fisik bahan, dimana
ukuran partikel yang kecil memiliki sifat yang lebih menguntungkan dibandingkan
dengan ukuran yang lebih besar (Ayoup, et al., 2009).
Berdasarkan hasil pengukuran diameter partikel dengan particle size analyser
didapatkan rata-rata ukuran diameter partikel dari nano bentonit adalah 275,1 nm.
Hasil pengukuran nano bentonit menggunakan particle size analyser terdapat pada
lampiran 17. Rentang ukuran nanopartikel adalah 1-1000 nm (Buzea, et al., 2007).
4.2 Hasil Uji Pendahuluan
Pada uji pendahuluan, dilakukan perbandingan konsentrasi tanah kaolin dan
nano bentonit. Perbandingan konsentrasi yang digunakan meliputi (kaolin : nano
bentonit) 1:9, 3:7, 5:5, 7:3, dan 9:1 dengan total konsentrasi tanah yang digunakan
adalah 10%. Pengujian ini bertujuan untuk menentukan perbandingan konsentrasi
tanah kaolin dan nano bentonit dengan hasil evaluasi terbaik, dimana perbandingan
tersebut akan dipilih untuk formulasi deterjen serbuk selanjutnya.
Pada pengujian ini, dibuat lima formula (lampiran 4). Selanjutnya dilakukan
evaluasi fisik seperti uji viskositas, tinggi busa dan stabilitas busa. Pada pengujian
viskositas dilakukan dengan alat viskometer Haake 6+ dan spindel R3, sedangkan
pengujian tinggi dan stabilitas busa menggunakan vortex selama 2 menit dengan
kecepatan konstan. Data viskositas pada semua rpm dan perhitungan stabilitas busa
dapat dilihat pada lampiran 4. Sementara hasil rata-rata dari pengujian viskositas,
tinggi dan stabilitas busa dapat dilihat pada Tabel 4.1.
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.1 Hasil Rata-rata Evaluasi Uji Pendahuluan Deterjen Serbuk Tanah
Formula Viskositas
(cPs)
Tinggi Busa
(cm)
Stabilitas Busa
(%)
FKB1 1860 1,933 89,61
FKB2 1820 1,667 87,88
FKB3 1460 2,107 88,81
FKB4 1460 2,133 87,55
FKB5 1250 2,167 80,01
Keterangan : FKB1 (kaolin 1% : nano bentonit 9%); FKB2 (kaolin 3% : nano bentonit 7%);
FKB3 (kaolin 5% : nano bentonit 5%); FKB4 (kaolin 7% : nano bentonit 3%); dan FKB5
(kaolin 9% : nano bentonit 1%).
Berdasarkan hasil pengujian, FKB3 (kaolin 5% : nano bentonit 5%) menjadi
formula terbaik. FKB3 memiliki nilai viskositas yang baik yaitu sebesar 1460 cPs
dan memiliki tinggi busa serta stabilitas busa yang baik dengan nilai tinggi busa
2,11 cm dan stabilitas busa 88,81%. FKB3, FKB4 dan FKB5 menunjukkan nilai
viskositas sesuai rentang yaitu 500 – 2000 cPs pada kecepatan 20 rpm.
4.3 Hasil Formulasi Sediaan Deterjen Serbuk Tanah
Pada penelitian ini bahan aktif yang diformulasikan menjadi deterjen serbuk
ialah tanah kaolin dan nano bentonit. Selanjutnya, dilakukan variasi tanah kaolin
dan nano bentonit untuk mendapatkan deterjen serbuk tanah dengan karakteristik
terbaik. Formula dasar deterjen serbuk dalam penelitian ini diambil dari formula
Matheson (1996) dengan modifikasi yaitu penambahan kaolin dan nano bentonit.
Menurut Fatwa dari Komite Islam Bangkok di Thailand konsentrasi tanah yang
digunakan sebagai samak najis mughalladzah adalah 0,05-95% (Dahlan, 2010).
Menurut Angkatavanich (2008), tanah yang digunakan tidak < 10%. Sedangkan
MUI belum memiliki standar tentang jumlah tanah yang digunakan. Oleh karena
itu, pada penelitian konsentrasi tanah yang ditambahkan adalah 10% agar dapat
memenuhi syarat sebagai penyuci najis mughalladzah.
Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan deterjen serbuk tanah yaitu
surfaktan, builders, filler, antiredeposition agent, zat pengalkali, zat penghambat
korosi, dan parfum. Surfaktan sebagai bahan utama bertanggung jawab atas sifat
deterjensi. Surfaktan yang digunakan untuk pembuatan deterjen serbuk ini adalah
metil ester sulfonat. Menurut Salager (2002) MES merupakan surfaktan anionik
yang banyak digunakan karena memiliki daya pembusaan dan daya pembersihan
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang baik. Builders berfungsi untuk meningkatkan efisiensi kinerja surfaktan.
Builders yang digunakan adalah sodium tripolifospat karena dapat menghilangkan
dan mengendapkan kotoran dengan mengeliminasi ion-ion logam seperti Ca2+
dan
Mg2+
dalam air (Smulders, 2002). CMC berfunsgi sebagai antiredeposition agent
untuk mempertahankan kotoran dalam air cucian agar tidak kembali menempel
pada kain. Natrium karbonat berfungsi sebagai zat pengalkali karena memiliki pH
11,4 (Rowe, et al.¸ 2009). pH tinggi bersifat degreasive untuk mengikis kotoran
(Smulders, 2002). Natrium sulfat berfungsi sebagai fillers untuk memperbanyak
volume deterjen serbuk (Permono, 2002). Natrium silikat berfungsi sebagai zat
penghambat korosi dengan membentuk lapisan pelindung pada logam sehingga
menghambat terjadinya perkaratan (Fauzan, dkk., 2013).
Pada penelitian ini, deterjen serbuk diproduksi menggunakan sistem drying
mixing granulation melalui proses pencampuran, aglomerasi, serta pengeringan.
Dasar pertimbangan digunakannya sistem ini adalah komponen yang digunakan
sebagian besar berupa partikel padat sehingga tidak memungkinkan menggunakan
sistem pengering spray drying, tidak dibutuhkan modal besar dan rendemen yang
dihasilkan lebih banyak karena prosesnya tidak terlalu rumit. Neraca massa proses
pembuatan deterjen serbuk dapat dilihat pada lampiran 3.
Sediaan deterjen serbuk dibuat dalam tiga formula dengan memvariasikan
tanah kaolin, nano bentonit, dan kombinasi keduanya seperti berikut : F1 (kaolin
10%); F2 (kaolin 5% : nano bentonit 5%); dan F3 (nano bentonit 10%). Ketiga
formula tersebut, dilakukan evaluasi fisikokimia berupa organoleptis, pH, tinggi
dan stabilitas busa, stabilitas emulsi, kadar air, bahan tidak larut air serta daya
deterjensi. Dari hasil evaluasi tersebut, dipilih formula terbaik dari deterjen serbuk
tanah. Selanjutnya dilakukan uji antibakteri untuk melihat aktivitasnya terhadap
bakteri Staphylococcus aureus InaCC B4 dan Escherichia coli InaCC B5.
4.4 Hasil Evaluasi Sediaan Deterjen serbuk Tanah
4.4.1 Hasil Pengamatan Organoleptik
Hasil pengujian organoleptik dilakukan dengan mengamati bentuk,
warna, dan aroma dari sediaan deterjen serbuk tanah. Berdasarkan standar
yang ditetapkan SNI 06-4594 (1998), deterjen serbuk harus memiliki bentuk
granula atau serbuk, homogen, dan tidak menimbulkan bau berlebih. Hasil
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pengamatan menunjukkan penambahan variasi tanah tidak mempengaruhi
bentuk, homgenitas dan aroma deterjen serbuk, namun dapat mempengaruhi
warna dari deterjen serbuk tanah yang dihasilkan. Deterjen serbuk tanah
yang menggunakan kaolin mempunyai warna putih, dan yang menggunakan
nano bentonit mempunyai warna coklat.
Tabel 4.2 Hasil Uji Organoleptik Deterjen Serbuk Tanah
Formula Bentuk Homogenitas Warna Aroma
F1 Granul Homogen Putih Ocean fresh
F2 Granul Homogen Coklat Ocean fresh
F3 Granul Homogen Coklat Ocean fresh
Keterangan : F1 (kaolin 10%), F2 (kaolin 5% : nano bentonit 5%), F3 (nano bentonit
10%).
Gambar 4.1 Hasil formula deterjen serbuk tanah.
4.4.2 Hasil Pengukuran pH
Pada penelitian ini dilakukan pengukuran nilai pH untuk mengetahui
derajat keasaman detergen serbuk yang dihasilkan. Detergen bekerja efektif
pada suasana basa karena dapat menetralkan kotoran dan membantu kotoran
tetap tersuspensi dalam larutan (Adiandri, 2006). Berdasarkan SNI 06-4594-
1998 nilai pH larutan 1% detergen bubuk dalam air harus berkisar antara 9.5
samapi 11.0.
Formula 1 Formula 2 Formula 3
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.2 Diagram hasil pengukuran pH deterjen serbuk tanah
Hasil pengujian pH deterjen serbuk menunjukkan nilai pH berkisar
antara 9,95 – 9,99 dengan pH yang dihasilkan bersifat basa. Nilai pH ini
sudah masuk pada kisaran yang ditetapkan oleh SNI. Dari ketiga formula
deterjen serbuk yang diuji, deterjen serbuk tanah memiliki pH yang lebih
rendah dari pH deterjen serbuk komersil yang memiliki nilai sebesar 10,542.
Berdasarkan hasil analisis statistik terhadap pH formula deterjen serbuk
tanah dengan komersial menunjukkan nilai sig <0,05, yang berarti terdapat
perbedaan signifikan antara pH keduanya. Dengan demikian, penambahan
jenis tanah dapat menurunkan nilai pH, walaupun pengaruhnya masih belum
diketahui. Penurunan nilai pH, juga disebabkan oleh penggunaan surfaktan
MES yang bersifat asam karena memiliki nilai pH 4,2. Penambahan MES ke
dalam deterjen serbuk tanah menyebabkan konsentrasi peningkatan ion H+,
sehingga menyebabkan penurunan pH sediaan (Fauziah, 2010).
Deterjen serbuk yang menggunakan tanah kaolin menghasilkan nilai
pH yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah nano bentonit (Gambar
4.2). Hal ini mungkin disebabkan oleh pH suspensi kaolin yang berada pada
rentang asam sampai netral yaitu 4,0 – 7,5 (Rowe, et al., 2009). Berdasarkan
hasil analisis statistik dengan one way ANOVA, perbedaan nilai pH tanah
kaolin dan nano bentonit menunjukkan nilai sig >0,05 yang berarti jenis
tanah tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap nilai pH deterjen. Hal
9
9,5
10
10,5
11
F1 F2 F3 Komersial
Der
aja
t K
easa
ma
n (
pH
)
Pengujian 1
Pengujian 2
Pengujian 3
0
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ini mungkin disebabkan oleh penggunaan natrium karbonat sebagai agen
pengalkali untuk adjust pH dengan alkalinitas yaitu antara 9 – 11 (Smulders,
2002).
4.4.3 Hasil Pengukuran Tinggi Busa
Pengukuran tinggi busa adalah pengujian untuk melihat kemampuan
deterjen menghasilkan busa (Saputri, dkk., 2014 dalam Mauliana, 2016).
Tinggi busa menjadi parameter yang penting pada formulasi deterjen serbuk
karena konsumen lebih menyukai deterjen dengan busa yang banyak. Belum
terdapat standar mengenai tinggi busa pada deterjen. Oleh karena itu,
sebagai pembanding akan dilakukan pengujian tinggi busa terhadap deterjen
komersial. Pengujian ini dilakukan dengan melihat tinggi busa pada tabung
reaksi.
Gambar 4.3 Diagram hasil pengujian tinggi busa deterjen serbuk tanah
Pada hasil penelitian, deterjen serbuk tanah menunjukkan nilai tinggi
busa yang lebih besar dari pada deterjen komersial yaitu antara 4,73 – 4,90
cm, sedang nilai tinggi busa deterjen komersil yaitu 4,30 cm. Sehingga
dapat disimpulkan kualitas pembusaan deterjen serbuk tanah lebih baik dari
deterjen komersial. Pembusaan deterjen serbuk ini diduga dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti penggunaan surfaktan (MES) dan penambahan tanah
kaolin dan nano bentonit. MES merupakan surfaktan anionik yang memiliki
daya pembusaan yang tinggi (Salager, 2002), sedang tanah kaolin dan nano
3,5
4
4,5
5
5,5
6
F1 F2 F3 Komersial
Tin
gg
i B
usa
(cm
)
Pengujian 1
Pengujian 2
Pengujian 3
0
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
bentonit memiliki kemampuan ion-exchange, sehingga dapat mengikat mg2+
dan Ca2+
dalam air untuk meningkatkan pembusaan (Alexandre dan Dubois,
2000).
Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan one-way ANOVA pada
tanah kaolin dan nano bentonit tidak memberikan pengaruh secara nyata
terhadap tinggi busa deterjen serbuk tanah dengan nilai signifikansi yang
diperoleh yaitu 0,145 (sig >0,05). Jika data tersebut dibandingkan dengan
tinggi busa deterjen komersial maka diperoleh nilai signifikansi yaitu 0,036
(sig <0,05) yang berarti terdapat perbedaan bermakna antara semua formula
deterjen serbuk tanah dengan deterjen komersial.
4.4.4 Hasil Pengukuran Stabilitas Busa
Stabilitas busa merupakan kemampuan busa untuk tetap berada pada
larutan deterjen (Timurti, 2009). Pada pengukuran stabilitas busa dilakukan
dengan membandingkan tinggi busa akhir (t5) dengan tinggi busa awal (t0).
Persyaratan stabilitas busa pada deterjen serbuk juga belum ada, sehingga
perlu dilakukan pengujian pada deterjen komersial.
Pada hasil pengujian stabilitas busa deterjen serbuk tanah diperoleh
rata – rata nilai yaitu 78,18 – 83,00%, sedang hasil pengujian stabilitas busa
deterjen komersial diperoleh nilai 82,96%. Data perhitungan stabilitas busa
dapat dilihat pada lampiran 5.
Gambar 4.4 Diagram hasil pengujian stabilitas busa deterjen serbuk tanah
70
75
80
85
90
95
100
F1 F2 F3 Komersial
Sta
bil
ita
s B
usa
(%
)
Pengujian 1
Pengujian 2
Pengujian 3
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Berdasarkan hasil uji statistik one-way ANOVA pada stabilitas busa
deterjen serbuk tanah menunjukkan nilai signifikansi 0,898 (sig>0,05) yang
berarti tidak ada perbedaan bermakna pada stabilitas busa antara F1, F2 dan
F3. Pengujian statistik one-way ANOVA juga dilakukan terhadap deterjen
komersial dan menunjukkan hasil signifikansi 0,717 (sig>0,05) yaitu tidak
ada perbedaan bermakna antara formula deterjen serbuk dengan komersial.
Dari diagram di atas terlihat bahwa nilai stabilitas busa pada deterjen
serbuk dan deterjen komersil tidak berbeda signifikan. Kestabilan busa yang
ada pada deterjen serbuk tanah diduga karena adanya surfaktan MES, dan
CMC (foam stabilizer) dalam sediaan. Surfaktan mempertahankan stabilitas
busa dengan teradsorpsi ke dalam daerah antarfase dan mengikat gelembung
gas (Ware, et al., 2007). Sedangkan CMC dengan menguatkan dinding pada
gelembung busa dan memperlambat aliran air, sehingga busa yang terbentuk
menjadi lebih padat dan stabil (Sangamithra, et al., 2015). Selain itu, nano
bentonit juga berperan dalam stabilitas busa deterjen serbuk tanah dimana
partikel nano bentonit menghalangi pertukaran gas antar gelembung busa
melalui mekanisme difusi (Erasov, et al., 2015).
4.4.5 Hasil Pengukuran Stabilitas Emulsi
Stabilitas emulsi merupakan salah satu parameter yang perlu dianalisa
pada sediaan deterjen. Pada pengujian stabilitas emulsi ini dilakukan dengan
melihat stabilitas emulsi setelah 24 jam.
Gambar 4.5 Diagram hasil pengujian stabilitas emulsi deterjen serbuk
tanah
60
65
70
75
80
F1 F2 F3 Komersial
Sta
bil
ita
s E
mu
lsi
(%)
Pengujian 1
Pengujian 2
Pengujian 3
0
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Nilai stabilitas emulsi menggunakan air-xylen berkisar antara 67,78 -
69,44%. Sedangkan nilai stabilitas emulsi detergen komersial yaitu 71,11%.
Dari pengamatan terlihat bahwa stabilitas emulsi deterjen serbuk tanah lebih
rendah jika dibandingkan dengan deterjen komersial. Perhitungan stabilitas
emulsi terdapat pada lampiran 6.
Hasil uji statistik kruskal wallis yang dilakukan pada semua formula
deterjen serbuk (F1, F2, F3) menunjukkan nilai sig >0,05 yaitu 0,110 yang
berarti tidak terdapat perbedaan bermakna antar formula. Berbeda dengan
hasil uji statistik kruskal wallis antara formula deterjen serbuk tanah dengan
deterjen komersial, terlihat ada perbedaan bermakna pada stabilitas emulsi
antara F1 dan F2 dengan deterjen komersial (sig <0,05), namun tidak ada
perbedaan bermakna antara F3 dengan komersial (sig >0,05).
Perbedaan yang tidak signifikan antara F1, F2, dan F3 pada formula
deterjen serbuk tanah diduga karena adanya penambahan MES 20%. MES
dapat menurunkan tegangan antara air-xylene yang memiliki nilai kepolaran
berbeda. Hal ini dikarenakan MES akan membentuk ikatan yang kuat pada
gugus hidrofiliknya dengan molekul-molekul polar dalam formulasi deterjen
(Timurti, 2009). MES yang digunakan pada formula deterjen diduga tidak
murni (impurities), sehingga nilai stabilitas emulsi formula deterjen serbuk
tanah lebih rendah dibandingkan deterjen komersial.
Pada gambar 4.5 menunjukkan nilai stabilitas emulasi F3 lebih tinggi
dari pada nilai stabilitas emulasi F1. Hal ini dikarenakan F3 mengandung
nano bentonit yang memiliki fungsi sebagai emulsion stabillizer (Rowe, et
al., 2009). Bentonit dapat meningkatkan viskositas. Peningkatan viskositas
ini diduga bisa meningkatkan stabilitas emulsi melalui penghambatan proses
coalessence (bersatunya misel-misel) (Waistra, 1996).
4.4.6 Hasil Pengukuran Kadar Air
Berdasarkan hasil pengujian, ketiga formula memiliki kadar air lebih
besar dari komersial dengan nilai yang dihasilkan berturut-turut adalah F1
8,00%, F2 8,44% dan F3 9,10 %. Nilai kadar air deterjen komersial adalah
5,23%. Perhitungan kadar air dapat dilihat pada lampiran 7.
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.6 Diagram hasil pengujian kadar air deterjen serbuk tanah
Dari data diatas terlihat nilai kadar air detergen serbuk tanah berada
diluar standar. Menurut Permono (2002), standar kadar air yang ideal untuk
deterjen serbuk adalah 5 – 6 %. Kadar air yang tinggi dapat mempengaruhi
tekstur detergen serbuk. Selain itu, juga dapat meningkatkan pertumbuhan
mikroorganisme sehingga dapat mempengaruhi masa penyimpanan deterjen.
Berdasarkan hasil analisi statistik menggunakan one-way ANOVA,
nilai kadar air pada semua formula detergen serbuk tanah menunjukkan nilai
signifikansi 0,014 (sig <0,05) yang berarti terdapat perbedaan secara nyata
pada semua formula. Berdasarkan hasil analisis kruskal wallis antara semua
formula deterjen serbuk tanah dengan komersial juga menunjukkan nilai sig
<0,05 yaitu 0,019 yang berarti terdapat perbedaan yang nyata antara formula
deterjen serbuk tanah dengan komersial. Hal ini mungkin disebabkan oleh
sifat kaolin dan nano bentonit yang dapat menjerap air (Rowe, et al., 2009).
Berdasarkan gambar 4.6 terlihat bahwa deterjen serbuk dengan tanah
nano bentonit mengandung kadar air lebih tinggi dibandingkan kaolin. Hal
ini dapat disebabkan oleh adanya kandungan kadar air dari nano bentonit.
Menurut Rowe, et al., (2009), bentonit memilki kandungan kadar air yang
tinggi yaitu 5-12%, sedangkan kaolin hanya memiliki kadar air sebesar 1%.
4.4.7 Hasil Pengukuran Bahan Tidak Larut Air
Pengukuran bahan tidak larut dalam air dilakukan untuk mengetahui
kemampuan kelarutan detergen serbuk dalam air dan kandungan benda
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
F1 F2 F3 Komersial
Ka
da
r A
ir (
%)
Pengujian 1
Pengujian 2
Pengujian 3
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
asing yang terdapat dalam detergen serbuk yang dihasilkan. Menurut SNI-
06-4594-1998, jumlah bahan tidak larut dalam air tidak boleh >1%.
Gambar 4.7 Diagram hasil pengujian bahan tidak larut air deterjen serbuk
tanah
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan rata-rata nilai bahan tidak
larut air berkisar antara 8,63 – 4,37%. Dengan jumlah tertinggi terdapat
pada penambahan kaolin 10% dan yang terendah terdapat pada penambahan
nano bentonit 10%, sedangkan untuk jumlah bahan tidak larut air deterjen
komersial adalah 1,83%. Perhitungan nilai bahan tidak larut dalam air dapat
dilihat pada lampiran 8. Keberadaan bahan tidak larut air dapat disebabkan
oleh adanya bahan yang tidak larut dalam air seperti natrium sulfat, natrium
karbonat, kaolin dan nano bentonit. Natrium sulfat larut dalam 1,5 bagian
air. Natrium karbonat sebagian larut dalam air dingin. Kaolin dan bentonit
praktis tidak larut dalam air, namun bentonit dapat mengembang pada 12
kali volume air (Rowe, et al., 2009).
Berdasarkan hasil analisis statistik one-way ANOVA yang dilakukan
pada semua formula (F1, F2, dan F3) menunjukkan nilai signifikansi 0,000
(sig <0,05) yang berarti terdapat perbedaan bermakna terhadap nilai bahan
tidak larut air pada semua formula deterjen serta hasil analisis statistik one-
way ANOVA pada formula deterjen serbuk tanah dengan deterjen komersial
juga menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,000 (sig <0,05) yang berarti
juga terdapat perbedaan secara bermakna.
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
F1 F2 F3 Komersial
Ba
ha
n T
ida
k L
aru
t A
ir (
%)
Pengujian 1
Pengujian 2
Pengujian 3
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Berdasarkan gambar 4.7 menunjukkan bahwa deterjen serbuk tanah
dan deterjen komerial tidak memenuhi nilai SNI. Secara umum, nilai bahan
tidak larut air semakin turun seiring naiknya konsentrasi nano bentonit. Hal
tersebut dapat dikarenakan tanah bentonit yang digunakan memiliki ukuran
nano yaitu sebesar 275,1 nm. Bentuk nanopertikel memiliki banyak manfaat
termasuk meningkatkan suatu kelarutan bahan (Widyanti, 2010). Menurut
Chasani, dkk., (2013), bahan tidak larut air yang tinggi pada deterjen serbuk
akan menjadi residu pada mesin cuci. Sehingga dibutuhkan penelitian lebih
lanjut untuk melihat apakah ukuran nano pada bentonit dapat mempengaruhi
kerusakan pada mesin cuci.
4.4.8 Hasil pengukuran Daya Deterjensi
Pengujian daya deterjensi dilakukan untuk mengetahui kemampuan
pembersihan deterjen dalam menghilangkan kotoran pada kain. Pengujian
ini dilakukan dengan mengukur absorbansi dari larutan deterjen 1% dalam
air menggunakan spektrofotometri uv-vis pada panjang gelombang 450 nm.
Data perhitungan daya deterjensi dapat dilihat pada lampiran 9.
Hasil pengujian menunjukkan nilai absorbansi deterjen serbuk tanah
berkisar antara 0,466 – 0,587, sedangkan nilai absorbansi deterjen komersial
adalah 0,437. Data hasil pengujian tertera pada gambar 4.8 berikut ini :
Gambar 4.8 Diagram hasil pengujian daya deterjensi deterjen serbuk tanah
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
1
F1 F2 F3 Komersial
Da
ya
Det
erje
nsi
(A
bs)
Pengujian 1
Pengujian 2
Pengujian 3
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dari hasil pengamatan terlihat bahwa nilai absorbansi serbuk tanah
memiliki nilai yang lebih tinggi dari pada dengan deterjen komersial. Nilai
absorbansi yang tinggi menunjukkan bahwa daya deterjensi semakin baik.
Komponen yang berperan penting pada daya deterjensi adalah surfaktan.
Pada penelitian ini digunakan surfaktan metil ester sulfonat karena memiliki
daya deterjensi yang tinggi dengan resiko iritasi yang rendah. Selain itu,
komponen lain seperti builders juga dapat meningkatkan daya deterjensi
melalui ion-sequestering (Smulders, 2002).
Pada hasil analisis statistik, terdapat perbedaan yang signifikan (sig
<0,05) antara semua formula (F1, F2, dan F3) dengan nilai sig 0,000. Hal ini
menunjukkan bahwa variasi tanah berpengaruh nyata terhadap peningkatan
daya deterjensi. Pada hasil uji statistik F2 dan F3 dengan deterjen komersial
didapatkan nilai sig <0,05, yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan.
Sedangkan hasil statistik F1 dengan deterjen komersial menunjukkan nilai
sig >0,05 yang berarti tidak ada perbedaan yang signifikan.
Berdasarkan gambar 4.8 terlihat bahwa deterjen serbuk dengan tanah
nano bentonit mempunyai daya deterjensi lebih tinggi dibandingkan kaolin.
Hal ini diduga karena bentonit yang berukuran nano. Menurut Mierzwa, dkk
(2013), penambahan nanoclay dapat menambah sudut kontak, sehingga bisa
meningkatkan kemampuan nano bentonit dalam menyerap kotoran (Parolo,
dkk., 2010).
4.5 Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri
Pengujian ini bertujuan untuk melihat aktivitas antibakteri F3 (nano bentonit
10%) terhadap Staphylococcus aureus InaCC B4 dan Escherichia coli InaCC B5.
Pengujian ini dilakukan menggunakan metode difusi cakram, dan sebagai kontrol
negatif digunakan deterjen serbuk tanpa tanah (F0). Berdasarkan hasil penelitian,
didapatkan hasil berupa zona hambat pada S. aureus InaCC B4 dan tidak ada zona
hambat pada E.coli InaCC B5. Hasil rata-rata diameter zona hambat dapat dilihat
pada tabel 4.3 sebagai berikut :
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.3 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Sediaan Sabun Cair Tanah
Sampel
Diameter Zona Hambat (mm)
E. coli InaCC B5
gram (-)
S. aureus InaCC B4
gram (+)
F0 / kontrol negatif 0 0
F3 0 10,5 Keterangan : FM0 (Formula tanpa tanah), F3 (Nano bentonit 10%)
Berdasarkan klaifikasi Greenwood, F3 (nano bentonit 10%) memiliki respon
hambatan yang lemah pada bakteri S. aureus InaCC B4 dan tidak memiliki respon
hambatan pada bakteri E. coli InaCC B5. Bakteri gram negatif diduga memiliki
ketahanan yang lebih besar terhadap F3 (nano bentonit 10%). Hal ini disebabkan
karena bakteri gram negatif memiliki dinding sel yang lebih kompleks (Hart dan
Shears, 2004).
Gambar 4.9 Hasil pengujian aktivitas antibakteri (a) Bakteri E. coli InaCC B5
dengan penambahan F3 (nano bentonit 10%); (b) Bakteri S. aureus InaCC B4
dengan penambahan F3 (nano bentonit 10%); (c) Bakteri E. coli InaCC B5 tanpa
penambahan tanah (F0); dan (d) Bakteri S. aureus InaCC B4 tanpa penambahan
tanah (F0).
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pada gambar 4.9 terlihat F3 hanya memberikan zona hambat pada bakteri S.
aureus InaCC B4. Hal ini menunjukkan F3 kurang sensitif pada E. coli InaCC B5.
Kemungkinan dibutuhkan konsentrasi yang lebih tinggi agar dapat menghasilkan
zona hambat terhadap E. coli InaCC B5. Pada kontrol negatif (F0) terlihat tidak
memberikan zona hambat pada S. aureus InaCC B4 maupun E. coli InaCC B5
sehingga aktivitas antibakteri pada bakteri S. aureus InaCC B4 diduga dari tanah
nano bentonit dalam formula deterjen serbuk.
Aktivitas antibakteri pada S. aureus InaCC B4 diduga akibat dari mineral
montmorillonit. Monmorillonit merupakan mineral yang terdapat dalam bentonit
yaitu sekitar 80% (Gunister, et al., 2004). Sifat khusus montmorillonit adalah
dapat membentuk gel tiksotropik, menyerap air dalam jumlah besar, dan memiliki
kapasitas tukar kation yang tinggi yaitu 70–120 meq/100 g. Kapasitas pertukaran
kation ini memungkinkan mineral untuk mengikatkat ion anorganik dan organik
misalnya protein (WHO, 2005). Mineral monmorillonit dapat menghambat bakteri
S. aureus InaCC B4 dengan pertukaran ion logam pada mineral monmorillonit
seperti Cu 2+
, Al3+
, dan Si4+
dengan protein pada dinding bakteri, sehingga dapat
menyebabkan kematian pada bakteri (Magana, et al., 2008).
4.6 Hasil Pengamatan Mikroskop Elektron (SEM)
Pengamatan SEM digunakan untuk mempelajari pola perubahan morfologi
dan struktur sel bakteri. Pengujian dilakukan untuk melihat kerusakan terhadap sel
bakteri S. aureus InaCC B4 akibat penggunaan deterjen serbuk tanah. Data hasil
pengujian SEM dapat dilihat pada Gambar 4.10.
Gambar 4.10 Hasil pengamatan menggunakan mikroskop elektron (SEM)
(a) Staphylococcus aureus yang tidak diberi perlakukan (kontrol) dan
(b) Staphylococcus aureus yang diberi deterjen serbuk tanah (F3).
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Berdasarkan hasil SEM terlihat bahwa sel normal S. aureus berbentuk bulat
dan tersusun seperti anggur dengan permukaan yang licin (Jawetz, 1980) (Gambar
4.10 (a)). Pengaruh penggunaan F3 (nano bentonit 10%) menyebabkan S. aureus
mengalami perubahan morfologi seperti bentuk sel menjadi tidak beraturan dan
permukaannya tidak rata karena terdapat tonjolan pada dinding sel (Gambar 4.10
(b)). S. aureus adalah bakteri gram positif yang memiliki lapisan peptidoglikan
tebal. Menurut Gilbert (1984) tonjolan kecil pada permukaan sel S. aureus terjadi
akibat dari peptidoglikan tidak mampu untuk menahan tekanan intraseluler yang
tinggi.
Mekanisme kerusakan dinding sel bakteri disebabkan oleh interaksi dengan
montmorillonit. Menurut Magana, et al., (2008) mekanisme kerusakan ini terjadi
melalui pertukaran ion dari komponen nano bentonit, yaitu montmorillonit dengan
komponen bakteri. Pertukara ion terjadi antara permukaan dinding bakteri yang
bermuatan negatif dengan permukaan monmorillonit yang bermuatan positif.
Hasil dari pertukaran ion ini adalah terjadi keterikatan antara dinding sel bakteri
dengan monmorillonit sehingga sel bakteri dapat mengalami plasmolisis.
46 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Semua formula deterjen serbuk tanah memiliki organoleptik yang sama.
Namun terdapat perberbedaan pada warna, dimana F2 dan F3 berwarna
coklat sedangkan F1 berwarna putih.
2. Semua formula deterjen serbuk tanah telah memenuhi standar, kecuali
pada parameter kadar air dan bahan tidak larut air.
3. Formula yang menunjukkan karakteristik terbaik adalah formula yang
menggunakan nano bentonit 10% (F3).
4. F3 memiliki aktivitas antibakteri yang lemah pada S. aureus InaCC B4.
Namun, tidak memiliki aktivitas antibakteri pada E. coli InaCC B5.
5. Pada pengamatan menggunakan SEM, terdapat perubahan morfologi
yang cukup signifikan pada bakteri S. aureus InaCC B4.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan optimasi formula deterjen serbuk untuk mengurangi
kadar air dan bahan tidak larut air deterjen serbuk tanah.
2. Membuat standar khusus SNI pada bahan tidak larut air dalam sediaan
deterjen serbuk penyuci najis mughalladzah karena terkandung tanah
yang tidak larut air.
3. Melakukan pengujian karakteristik kimia deterjen serbuk seperti bobot
jenis, serta kadar fosfat untuk mengetahui kadar pencemaran deterjen
serbuk terhadap perairan.
4. Melakukan pengujian aktivitas antibakteri deterjen serbuk tanah pada
bakteri E. coli dan S. aureus menggunakan konsentrasi yang berbeda.
5. Melakukan pengujian aktivitas antibakteri deterjen serbuk tanah pada
bakteri dalam air liur anjing dengan metode swab.
6. Melakukan pengujian aktivitas antibakteri deterjen serbuk tanah pada
jenis bakteri lain yang terdapat dalam air liur anjing.
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Abatasa, 2012. Thaharah adalah Ritual. http://m.pustaka.abatasa.co.id/pustaka/
detail/fiqih/najis-dan-tingkatannya/thaharah-adalah-ritual.html [24-01-2017]
Adami, I dan F. Moretti. 1996. Drying and agglomeration processes for
traditional and concentrated detergent powders. In: Soap and Detergent: A
Theotritical an Practical Review. Spitz, L. (Ed.). AOAC Press, Champaign,
Illinois.
Adiandri, R.S., 2006, Kajian Pengaruh Konsentrasi Metanol dan Lama Reaksi
pada Proses Pemurnian Metil Ester Sulfonat terhadap Karakteristik
Detergen Serbuk. [Tesis] Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.
Aisyah Siti, Suryani A, Sunarti, T Candra, 2010, Produksi Surfaktan Alkil
Poliglikosida (Apg) Dan Aplikasinya Pada Sabun Cuci Tangan Cair, J. Tek.
Ind. Pert. Vol. 20 (2):159-165.
Alexandre, M., dan Dubois, P., 2000, Polymer-layered Silicate Nanocomposites :
Preparation, Properties and Uses of A New Class of Materials, Journal of
Materials Science and Engineering 28: 1-63
Ali Sadeghian Maryan, dan Majid Montazer. 2014. Natural and organo-
montmorillonite as antibacterial nanoclays for cotton garment. Journal of
Industrial and Engineering Chemistry. Iran : Elsevier Publishing.
Anggraeni, I.N., 2014. Optimasi Formula Sabun Bentonit Penyuci Najis
Mughalladzah dengan Kombinasi Minyak Kelapa (Coconut Oil) dan
Minyak Kelapa Sawit (Palm Oil) Menggunakan Simplex Lattice Design,
Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Angkatavanich J, W Dahlan, U Nimmannit, V Sriprasers, N. Sulongkood. 2008,
Development of clay liquid detergent for Islamic cleansing and the stability
study, International Journal of Cosmetics Science (31); 131-141,
Chulalongkorn University, Bangkok
Asad, Md. Abdullah., Shantanu Kar., Mohammad Ahmeduzzaman dan Md.
Raquibul Hassan. 2013. Suitability of Bentonite Clay : an analytical
approach, International Journal of Earth Science. 2013; 2 (3): 88-95.
Bangladesh : Science Publishing Group.
ASTM D1331. 2000. Standard Test Methods for Surface and Interfacial Tension
of Solutions of Surface-Active Agents. Annual Book of ASTM Standards,
Vol 15.04. Easton, MD, USA.
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Atikah, Nur. 2015. Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi (Ocimum
americanum L) terhadap Staphylococcus aureus dan Candida albicans.
[skripsi], Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ayoup, M., Ghrair, J.I., and Thilo, S., 2009, Preparation and Characterization,
Water Air Soil Pollut, Journal of Nanoparticulate Zeolitic Tuff for
Immobilizing Heavy Metals in Soil, 203: 155.
Aziz, Syaikhul. 2011. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun dan Umbi
Bakung Putih (Crinum asiaticum L.) terhadap Bakteri Penyebab Jerawat.
[skripsi], Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Badan Standarisari Nasional. 1998. SNI 06-4594-1998 : Deterjen serbuk dan
Pencuci Sintetik untuk Rumah Tangga. BSN, Jakarta.
W. E. Bailie, E. C. Stowe, And A. M. Schmitt. 1977. Aerobic Bacterial Flora of
Oral and Nasal Fluids of Canines with Reference to Bacteria Associated
with Bitest. Joujrnal Of Clinical Microbiology,Vol 7 No.2. Manhattan,
Kansas.
Bastian F., SuryaniA, dan SunartiT. C. 2012. Peningkatan Kecerahan Pada
Proses Sintesis Surfaktan Nonionik Alkil Poliglikosida (Apg) Berbasis
Tapioka Dan Dodekanol. Reaktor, Vol. 14 No. 2,Hal. 143-150
Boyd, C.E. 1988. Water Quality in Warmwater Fish Ponds. Fourth Printing.
Auburn University Agricultural Experiment Station, Alabama, USA. 359.
Buzea, C., Blandino, I.I.P, dan Robbie, K., 2007, Nanomaterial and nanoparticles
: sources and toxicity, Biointerphases, 2: MR170– MR172
Chasani M, Purwati, Senny W, dan Bina L, 2013, Formulasi Deterjen Berbahan
Aktif Etil Ester Sulfonat dari Minyak Biji Ketapang (Terminalia cattapa)
dengan Penambahan Enzim Papain. Jurnal vol.4, No.2, Fakultas Saintek,
UNSOED, Purwakarta.
Chopade SP, Nagarajan K. Ion exchange-Detergent formulations 2000; 3: 2560-7.
Cox, M. F. dan U. Weerasoriya. 2001. Methyl Ester Ethoxylates. Editor : Floyd
E.Friedli. Marcel Dekker, Inc. USA.
Dahlan, Winai. 2010. Najis Cleansing Clay Liquid Soap. Bangkok : Patent
Cooperation Treaty (PTC).
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia, Edisi
IV. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan.
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air : Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Yogyakarta : Kanisius
Erasov V. S., M. Yu. Pletnev, and B. V. Pokidko. 2015. Stability and Rheology of
Foams Containing Microbial Polysaccharide and Particles of Silica and
Bentonite Clay. Colloid Journal, Vol. 77, No. 5, p. 614–621. Moscow :
Russia
Farhani, A Nisa, 2014, Kombinasi Teknik Top Down Dan Bottom Up Dalam
Pembuatan Nanokristalin Hidoksiapatit Dari Batu Gamping, [skripsi],
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB, Bogor.
Fatwa Malaysia. 2006. Hukum Melakukan Samak Najis Mughallazah dengan
Sabun Tanah Liat. http://www.e-fatwa.gov.my/fatwa-kebangsaan/hukum-
melakukan-samak-najis-mughallazah-menggunakan-sabun-tanah-liat,
diakses pada [16-01-2017].
Fauzan A, 2013, Sintesis Natrium Silikat dari Lumpur Lapindo sebagai Inhibitor
Korosi, Jurnal Teknik Pomits Vol. 2, No. 2, Fakultas Teknologi Industri,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya.
Greiner R, 2009,Current and projected applications of nanotechnology in the food
sector. Journal of Brazillian Society of Food and Nutrition 34 (1): 243-260.
Gunister, E. et al. 2004. Effect of Sodium Dodecyl Sulfate on Flow and
Electrokinetic Properties of Na-activated Bentonite Dispersions.
https://www.researchgate.net/publication/225149098_Effect_of_sodium
dodecyl_sulfate_on_flow_and_electrokinetic_properties_of_Na_activated_
bentonite_dispersions diakses pada [18-01-2017].
Hanafiah, K.A 2005. Dasar-Dasar llmu Tanah. PT Raja Garafindo Persada.
Jakarta.
Handayani A.P. 2009. Pengaruh Peningkatan Kosentrasi Ekstrak Etanol 96% Biji
Alpukat (Perseae americana Mill) Terhadap Formulasi Sabun Padat
Transparan. [skripsi], Fakultas Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Handi, A. 2008. Tanah Steril Dan Sabun Calr Tanah Steril Sebagai Bahan
Antimikroba Terhadap Air Llur Anjing. [skripsi], Fakultas Kedokteran
Hewan IPB, Bogor.
Handrayani, L., Aryani R., Indra. 2015. Liquid Bath Soap Formulation and
Antibacterial Activity Test Against Staphylococcus aureus of Kecombrang
(Etlingera elatior [Jack] R. M. Sm.) Flos Extract. Pharmaceutical
Technology. ISSN 9-772476-969006: 17-22.
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hargreaves, T. 2003. Chemical Formulation : An Overview Surfactant-based
Preparation Used in Everyday Life. Cambridge : RSC Paperbacks.
https://www.scribd.com/document/290948947/Chemical-Formulation
diakses pada [02-02-2017].
Hariana, Arief. 2007.Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Jakarta: Penerbit Swadaya.
Hasanah, U. 2011. Perilaku Bersuci Masyarakat Islam: Etika Membersihkan
Najis (Studi di Masyarakat Pulo Gerbang Jakarta timur). [skripsi], Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Hauthal, H. G. 1999. Types and Typical Ingredients of Detergents. Di dalam Guy
Broze (Eds). 1999. Handbook of Detergents Part C: Analysis. Marcel
Dekker, New York.
Herlina, 1999, Pembuatan Karakteristik dan Uji Aktivitas Stuktur Bentonit pada
Peningkatan Kualitas Minyak Jelantah,Yogyakarta : Universitas Gadjah
Mada.
Hermawan, A., Hana, W dan Wiwiek T. 2007. Pengaruh Ekstrak Daun Sirih
(Piper betle L) Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli dengan Metode Diffusi Disk. Surabaya : Universitas
Airlangga.
Hie, Bernat. 2010. Adsorpsi Surfaktan Kationik (HDTMA-Br) dan Anionik (SDS)
pada Polyelectrolyte Bilayer-Modified Zeolite (PEB-MZ) Serta Uji
Kestrabilan Interaksi Polielektrolit-Surfaktan, Fakultas MIPA, UI, Depok.
Hui, Y.H. 1996. Bailey‟s Industrial Oil and Fat Product. Vol. 3. A Wiley-
Interscience Publication. John Wiley & Sons, Inc. United State.
Fauziah, Ika Nuriyana. 2010. Formulasi Deterjen Cair: Pengaruh Konsentrasi
Dekstrin Dan Metil Ester Sulfonat (MES). Skripsi. Bogor : Fakultas
Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Imerson, A. (Ed)., 1992, Thickening and Gelling Agent form Food, Blackie
Akademic & Proffesional, Glasgow.
Jawetz, E., Melnick, J. L., Adelberg, E. A. 1995. Medical Microbiology. USA:
McGrraw Hill.
Jauhari, Lendra Tantowi. 2010. Seleksi dan Identifikasi Kapang Endofit Penghasil
Antimikroba Penghambat Pertumbuhan Mikroba Patogen [skripsi] Program
Studi Biologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kamal, Netty., 2010, Pengaruh Bahan Aditif Carboxyl Methyl Cellulose (CMC)
Terhadap Beberapa Parameter Pada Larutan Sukrosa,Jurnal Teknologi
Vol. I, Edisi 17, Teknik Kimia, ITENAS, Bandung.
Kharkwal H, Anu Keshwani, Bhanu Malhotra, 2015, Natural Polymer Based
Detergents For Stain Removal,International Journal of Pharmacy and
Pharmaceutical Sciences, Vol.4 Issue.4: 490-508.
Kurniati, Elly., 2008, Penurunan Konsentrasi Detergent Pada Limbah Industri
Laundry Dengan Metode Pengendapan Menggunakan Ca(OH)2, Jurnal
Ilmiah Teknik Lingkungan Vol. 1 No. 1, Surabaya.
Llewellyn, D. T., & Hudd, R. C. (1998). Steels: Metallurgy andapplications.
London: Reed Educationaland Professional Publishing Ltd.
Lyman, C. Fiori, and E. Lifshin. 1992. Scanning electron microscopy and X-ray
microanalysis : A text for biologist, materials Scientist, and cytologists, 2nd
ed. Plemun Press, New York, New York, 820 p.
Lynn, J.L. 2005. Detergents and Detergency. Didalam Fereidoon S. (Eds.) 2005.
Baileys Industrial Oil and Fat Products From Oil and Fats.New Jersey : John
Wiley & Sons.
Magaňa, S.M., Quintana, P., Aguilar, D.H., Toledo, J.A., Ángeles-Chávez, C.,
Cortés, M.A.,Léon, L., Freile-Pelegrın, Y., López, T., Torres Sánchez,
R.M., 2008. Antibacterial activity of montmorillonites modified with silver.
Journal of Molecular Catalysis A: Chemical 281 (2008) 192–199.
Majelis Ulama Indonesia (MUI). 2003. Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 4
Tahun 2003 Tentang Standardisasi Fatwa Halal. Jakarta : Majelis Ulama
Indonesia Komisi Fatwa.
Manik. dan Edward. 1987. Sifat-sifat Detergen dan Dampaknya Terhadap
Perairan. Oceana, Jakarta.
Manisha M. P Muthuprasanna. Prabha S. 2009. A Review. Basics and Application
of Surfactans. International Journal of PharmaTech Research. Vol. 1 No.4
pp. 1354-1365
Matheson, K.L. 1996. Surfactant Raw Materials : Classification, Syntesis, uses. In
Soap and Detergent, A Theoritical and Practical Review. USA : AOCS
Press.
Mauliana. 2016. Formulasi Sabun Padat Bentonit dengan Variasi Konsentrasi
Asam Stearat dan Natrium Lauril Sulfat. [skripsi], Program Studi Farmasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Miyado. 2003. Prosedur karakterisasi dan identifikasi Aktinomisetes. Puspita L;
penerjemah. Dalam : Training Course on Identification of Bacteria. Bogor
Mughniyah, Muhammad Jawad. 2015. Fiqih Lima Mazhab. Jakarta : Lentera.
Mujib, Abdul. 1994. Kamus Istilah Fiqh. Jakarta : Pustaka Firdaus.
Murray, H.H, 2006, Bentonite applications, in: Applied Clay Mineralogy :
Occurrences, Processing and Applications of Kaolins, Bentonites,
Palygorskitesepiolite, and Common Clays, vol. 2, Elsevier, Amsterdam.
Nidya, Chitraningrum, 2008., Sifat Mekanik dan Termal Pada Bahan Nano
komposit Epoxy-Clay Tapanuli. Depok : Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam,Universitas Indonesia.
Nisa’, Fakhrun. 2016. Formulasi Sabun Cair Minyak Nilam (Pogostemon cablin
Benth.) Sebagai Antibakteri Terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923.
[skripsi], Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Paristya,Wiedy., Arnelli, dan B. Cahyono., 2013, Formulasi Larutan Detergen
Dari Natrium Dodesil Sulfat Dan Sintesis Natrium Dodesil benzena
Sulfonat, Jurnal, Vol 1, No 1, Universitas Diponegoro, Semarang.
Parolo, M E., Avena, M.J., Pettinari, G., Zajonkovsky, I., Valles, J.M. & Baschini,
M.T. (2010). Antimicrobial properties of tetracycline and minocycline-
montmorillonites. Applied Clay Science, 49: 194-199.
Patterson, R. (2009). Laundry Product Research. Diakses pada [13-07-2017], dari
http://www.lanfaxlabs.com.au/index.html
Paye, Marc, Andre O. Barel dan H.I. Maibach. 2006. Handbook of Cosmetic
Science and Technology, 2nd Ed. New York: CRC Press.
Permono. Ajar. 2002 . Membuat detergen serbuk, Penebar swadaya. Jakarta.
Pelczar, M. J dan Chan,E.S.C. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jilid 1. UI Press.
Jakarta.
Porter, M.R. 1997. Anionic Detergent. Lipid Technologies and Applications.
Frank D.G and Ferd B.P (Ed.) Marcel Dekker, Inc., New York.
Purnamawati, D. 2006. Kajian Pengaruh Konsentrasi Sukrosa dan Asam Sitrat
terhadap Mutu Sabun Transparan. Institut Pertanian Bogor.
Purwanto S, 2006, Penggunaan Surfaktan Metil Ester Sulfonat Dalam Formula
Agen Pendesak Minyak Bumi, Institut Pertanian Bogor.
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Puziah Hashim, Norrahimah Kassim, Dzulkifly Mat Hashim, Hamdan Jol. 2013.
Study on the Requirement of Clay for Islamic Cleansing in Halal Food
Industry, The Online Journal of Science and Technology. Selangor,
Malaysia : Faculty of Agriculture University Putra Malaysia.
Ramadhan, Aditya. 2015. Uji Aktivitas Antibakteri Senyawa-senyawa Hasil
Modifikasi Struktur Etil p-Metoksisinamat Melalui Reaksi Esterifikasi
terhadap Bakteri Gram Negatif dan Gram Positif. UIN SyarifHidayatullah
Jakarta.
Razak, A., Djamal, A., Revilla, G. 2013. Uji Daya Hambat Air Perasan Buah
Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia S.) terhadap Pertumbuhan Bakteri S.
aureus Secara In Vitro. Jurnal Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas.
Rifa’i, Mohammad. 2006. Risalah Tuntutan Shalat lengkap. Semarang: PT. Kraya
Toha Putra.
Rowe Raymond C, Paul J Sheskey, dan Sian c Owen. 2009. Handbook of
Pharmaceutical Excipients, 6th ed. London: Pharmaceutical Press.
Safitri, Devy. 2009. Pengaruh Konsentrasi Sukrosa Pada Formulasi Sabun Padat
Transparan dengan Lendir Lidah Buaya (Aloe barbadensis Mill.). Program
Studi Farmasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Salager, J.L. 2002. Surfactants Types and Uses. Version 2. FIRP Booklet #E300-
A: Teaching Aid in Surfactant Science & Engineering in English.
Universidad De Los Andes, Mérida-Venezuela.
Salmiah, A.,R. Awang dan R. Ghazali. 2001. Properties of Sodium Soap Derived
From Palm–Based Dihydroxystearic Acid. J. Palm Research. Vol 13 (2):33-
38. Malaysian Palm Oil Board, Kuala Lumpur.
Sangamithra,A. V. Sivakumar, K. Kannan and Swamy Gabriela John. 2015.
Foam-Mat Drying of Muskmelon. International journal of Food Technology.
Kongu Engineering College, Tamil Nadu, India.
Sarwat, Ahmad, Lc. 2010. Fiqh Thaharah. Jakarta : DU Center Press. Hal 64
Setyawan, Yulis. H. 2009. Teknologi Surfaktan “Rekayasa Proses Agroindustri”.
Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang
Silaban, Lowysa Wanti. 2009. Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antibakteri
dari Kulit Buah Sentul (Sandoricum koethape (Burm. f.) Merr) terhadap
Beberapa Bakteri Secara In Vitro. Fakultas Farmasi Universitas Sumatra
Utara.
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Siswandono, dan B. Soekardjo.,1995, Kimia Medisinal I, Airlangga University
Press Surabaya.
Siwayanan, P. Aziz R. et al.,2014. Characterization of Phosphate-Free Detergent
Powders Incorporated with Palm C16 Methyl Ester Sulfonate (C16MES)
and Linear Alkyl Benzene Sulfonic Acid (LABSA). Journal Surfactant
Detergent 17:871–880. Faculty of Chemical Engineering : Malaysia.
SM. (2009). Malaysian Standard MS 1500 Halal Food - Production, preparation,
handling and storage. General Guidelines. In Standards Malaysia (Eds.),
Shah Alam: SIRIM Berhad.
Smulders, E (2002), Laundry Detergents, Wiley-VCH Verlag GmbH, Weinheim,
Germany.
Stubenrauch, C., Takiezsi, A.V. Kuristov., K. Exerowd, dan D.Tailer. 2003.
Tenside Surfactants Detergents: A New Experimental Technique to
Measure the Drainage and Life Time of Foam. Hanser, Deutschland-
Muchen.
Sulistiyani TR. 2006. Isolasi dan karakterisasi aantibiotik dari isolat
aktinomisetes tanah Pulau Timor Bagian Barat. [skripsi]. Bogor: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institute Pertanian Bogor.
Supriyadi, Andi. 2008. Modifikasi Zeolit Clinoptilolite dengan (Poly) Allylamine
Hydrochloride) dan Poly (Stirene Sulfonate) sebagai Adsorben Surfaktan.
Skripsi. Universitas Indonesia.
Suryani, A., I. Sailah dan E. Hambali. 2000. Teknologi Emulsi. Jurusan Teknologi
Industri Pertanian. IPB, Bogor.
Trimurti, B., C. Fauziah, dan Kristin, 2009, Aplikasi Enzim Protease dalam
Formulasi Deterjen Cair Berbasis Metil Ester Sulfonat (MES) yang Ramah
Lingkungan,Jurnal, Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.
Waistra, P. 1996. Encyclopedia of Emulsion Technology. Tire Dekkel Inc., New
York.
Wasitaatmaja, S, M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik medik. Jakarta: UI Press.
Watkins, C. 2001. Surfactant and Detergent : All Eyes are on Texas. Inform
12:1152-1159.
WHO (World Health Organization). 2005. Bentonite, Kaolin, And Selected Clay
Minerals. Geneva : Environmental health criteria ; 231
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Widyanti, AL., 2010, Pembuatan Sensor Elektrokimia Berbasis Emas Nano
partikel Untuk Kuantisasi Rasa Pedas Secara Voltameter Siklik, [skripsi],
Universitas Institut Tekhnologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
Wujana, S., Mustaniroh, S.A., dan wahyuningrum, I. 2005. Pemanfaatan Minyak
Goreng Bekas untuk Pembuatan Sabun: Kajian Lama Penyabunan dan
Konsentrasi Dekstrin, Jurnal Teknologi Pertanian, vol 6 (3). Malang: FTP.
Wijatani, Arum., Ummah K, dan Tjahjani., 2005, Karakterisasi Karboksimetil
Selulosa (CMC) Dari Eceng Gondok (Eichornia Crassipes Mart), Jurnal,
Departemen Kimia, Fakultas MIPA Universitas Surabaya, Surabaya.
Yangxin, Y.U., Jin, ZHAO., Bayly, A.E.,2008. Development of Surfactan and
Builder in Detergent Formulations. Chinese Journal of Chemical
Enggineering. 16(4) 517-527.
Zurinal dan Aminuddin, 2008. Fiqh Ibadah. Jakarta: Lembaga Penelitian
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
LAMPIRAN
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1. Alur Penelitian
Studi Literatur
Uji Pendahuluan (perbandingan kosentrasi tanah
kaolin dan nano bentonit)
Pembuatan deterjen serbuk tanah
Evaluasi
Sifat Fisiko-Kimia
Kualitas Deterjen
Perbandingan konsetrasi
terpilih
Analisis data dengan one-way ANOVA
Formula dengan
karakteristik terbaik
Pengamatan menggunakan SEM
Uji aktivitas antibakteri
Organoleptis
pH
Tinggi busa
Stabilitas busa
Stabilitas emulsi
Kadar air
Bahan tidak larut air
Daya Deterjensi
58
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Diagram Alir Proses Pembuatan Deterjen Serbuk Tanah
Proses Pencampuran
Suhu : 60oC
Waktu : 30 menit
Kecepatan: 150 rpm
MES
Natrium karbonat
Aquades
Natrium Sulfat
Natrium silikat STPP
Homogenisasi
Sediaan I
Parfum
CMC
Nano Bentonit
Kaolin
Pengeringan dengan oven
Suhu : 80oC selama 6 jam
Deterjen serbuk
kasar
Sortasi (Mesh 18)
Deterjen serbuk
Evaluasi
Loss weight
Loss weight
59
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3. Neraca Massa Proses Pembuatan Deterjen Serbuk Tanah
Perhitungan dan penimbangan bahan
*Sediaan dibuat sebanyak 200 gram
Bahan
Penimbangan Bahan
F1 F2 F3
% gram % gram % gram
MES 20 40 20 40 20 40
STPP 15 30 15 30 15 30
Na2CO3 15 30 15 30 15 30
Nano Bentonit - - 5 10 10 20
Kaolin 10 20 5 10 - -
CMC 3 6 3 6 3 6
Na Silicate 6 12 6 12 6 12
Parfume 1 2 1 2 1 2
Na Sulphate 20 40 20 40 20 40
Aquades 10 20 10 20 10 20
Total 100 200 100 200 100 200
Keterangan : F1 (kaolin 10%), F2 (kaolin 5% : nano bentonit 5%), F3 (nano bentonit 10%).
Perhitungan neraca massa pembuatan deterjen serbuk
Rumus Rendemen = Berat akhir (gram )
Berat awal (gram )x 100%
F1 (Kaolin 10%)
1. Berat sediaan awal : 200 gram
2. Berat setelah pengeringan : 180,6 gram
3. Berat setelah sortasi : 175,8 gram
F2 (Kaolin 5% : Nano bentoni 5%)
1. Berat sediaan awal : 200 gram
2. Berat setelah pengeringan :179,6 gram
3. Berat setelah sortasi : 176,5 gram
F3 (Nano bentonit 10%)
1. Berat sediaan awal : 200 gram
2. Berat setelah pengeringan : 182,3 gram
3. Berat setelah sortasi : 178,4 gram
175,8 gram
200 gram x 100% = 87,90%
176,5 gram
200 gram x 100% = 88,25%
178,4 gram
200 gram x 100% = 89,20%
60
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4. Data Hasil Uji Pendahuluan
Formula Uji Pendahuluan (Perbandingan Kombinasi Kaolin-Nano Bentonit)
Bahan
Formula Uji Pendahuluan
FKB1 FKB2 FKB3 FKB4 FKB5
% % % % %
MES 20 20 20 20 20
Nano Bentonit 9 7 5 3 1
Kaolin 1 3 5 7 9
Aquades q.s q.s q.s q.s q.s
Total 100 200 100 200 100
Perhitungan Tinggi dan Stabilitas Busa
Formula Uji ke- 1 Uji ke- 2 Uji ke- 3
Kaolin : Nano bentonit (1 : 9)
t0 2,1 cm 1,9 cm 1,8 cm
t5 1,9 cm 1,7 cm 1,6 cm
Stabilitas busa 90,48% 89,47% 88,89%
Kaolin : Nano bentonit (3 : 7)
t0 1,9 cm 1,5 cm 1,6 cm
t5 1,7 cm 1,3 cm 1,4 cm
Stabilitas busa 89,47% 86,67% 87,50%
Kaolin : Nano bentonit (5:5)
t0
t5
2,0 cm
1,8 cm
1,9 cm
1,7 cm
2,3 cm
2,0 cm
Stabilitas busa
90,00% 89,47% 86,96%
Kaolin : Nano bentonit (7 : 3)
t0 2,3 cm 2,0 cm 2,1 cm
t5 2,0 cm 1,8 cm 1,8 cm
Stabilitas busa 86,95% 90% 85,71%
Kaolin : Nano bentonit (9 : 1)
t0 2,1 cm 2,2 cm 2,2 cm
t5 1,7 cm 1,7 cm 1,8 cm
Stabilitas busa 80,95% 77,27% 81,82%
61
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lanjutan...
Data Viskositas Uji Pendahuluan Semua Rpm
Formula Rpm Cp % Torque
Kaolin : Nano bentonit
(1 : 9)
10 3170 20,5
12 2190 23,4
20 2050 32,3
30 1860 43,0
50 1120 52,1
60 880 64,0
100 660 64,0
Kaolin : Nano bentonit
(3 : 7)
10 2940 12,9
12 2200 14,8
20 2180 22,0
30 1820 42,0
50 890 51,9
60 730 63,5
100 580 63,5
Kaolin : Nano bentonit
(5:5)
10 2590 31,7
12 2480 36,0
20 1950 43,9
30 1460 44,0
50 880 54,0
60 730 63,5
100 620 63,5
Kaolin : Nano bentonit
(7 : 3)
10 2590 17,7
12 2080 21,6
20 1950 25,9
30 1460 36,0
50 880 43,9
60 750 62,0
100 440 62,9
Kaolin : Nano bentonit
(9 : 1)
10 2050 22,0
12 1860 29,7
20 1480 36,0
30 1250 43,9
50 880 52,1
60 730 64,0
100 440 64,1
62
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5. Data Evaluasi Tinggi Busa dan Perhitungan Stabilitas Busa
Rumus stabilitas busa (%) = Tinggi busa akhir
Tinggi busa awal x 100%
Percobaan ke-
Formula
F1 F2 F3 Komersial
t0 t5 t0 t5 t0 t5 t0 t5
1 4,8 3,8 4,8 3,9 5 4,1 4,2 3,5
2 4,7 3,9 4,7 3,9 4,8 3,9 4,5 3,7
3 4,7 3,9 4,9 4 4,9 4,1 4,2 3,5
Keterangan t0= tinggi busa awal; dan t5 = tinggi busa setelah 5 menit
Perhitungan Stabilitas Busa (%)
F1 (Kaolin 10%) F2 (Kaolin 5% + Nano bentint 5%)
Uji ke-1 : 3,8
4,8x 100% = 79,17%
Uji ke-2 : 3,9
4,7x 100% = 82,99%
Uji ke-3 : 3,9
4,7x 100% = 82,99%
Uji ke-1 : 3,9
4,8x 100% = 81,25%
Uji ke-2 : 3,9
4,7x 100% = 82,99%
Uji ke-3 : 4
4,9x 100% = 81,63%
F3 (Nano bentonit 10%) Komersial
Uji ke-1 : 4,1
5x 100% = 82,00%
Uji ke-2 : 3,9
4,8x 100% = 81,25%
Uji ke-3 : 4,1
4,9x 100% = 83,67%
Uji ke-1 : 3,5
4,2x 100% = 83,33%
Uji ke-2 : 3,7
4,5x 100% = 82,22%
Uji ke-3 : 3,5
4,2x 100% = 83,33%
63
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 6. Data Evaluasi dan Perhitungan Stabilitas Emulsi
Rumus stabilitas emulsi (%) = Tinggi (keseluruhan −pemisahan )
Tinggi keseluruhan x 100%
Percobaan ke-
Formula
F1 F2 F3 Komersial
t0 t24 t0 t24 t0 t24 t0 t24
1 6 2 6 1,9 6 1,8 6 1,7
2 6 1,9 6 1,9 6 1,8 6 1,7
3 6 1,9 6 1,9 6 1,9 6 1,8
Keterangan t0= tinggi awal; dan t5 = tinggi pemisahan setelah 24 jam
*Perbandingan air dan xylen = 3 : 2 dalam 5 mL
*Konsentrasi deterjen serbuk = 10%, maka 10% x 5mL = 0,5 gram
Perhitungan Stabilitas Emulsi (%)
F1 (Kaolin 10%) F2 (Kaolin 5% + Nano bentint 5%)
Uji ke-1 : 6−2
6x 100% = 66,67%
Uji ke-2 : 6−1,9
6x 100% = 68,33%
Uji ke-3 : 6−1,9
6x 100% = 68,33%
Uji ke-1 : 6−1,9
6x 100% = 68,33%
Uji ke-2 : 6−1,9
6x 100% = 68,33%
Uji ke-3 : 6−1,9
6x 100% = 68,33%
F3 (Nano bentonit 10%) Komersial
Uji ke-1 : 6−1,8
6x 100% = 70,00%
Uji ke-2 : 6−1,8
6x 100% = 70,00%
Uji ke-3 : 6−1,9
6x 100% = 68,33%
Uji ke-1 : 6−1,7
6x 100% = 71,67%
Uji ke-2 : 6−1,7
6x 100% = 71,67%
Uji ke-3 : 6−1,8
6x 100% = 70,00%
64
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 7. Data Evaluasi dan Perhitungan Kadar Air
Rumus Kadar air (%) = W2
W1 x 100%
Keterangan :
W1 = berat sampel (gram)
W2 = selisih berat sebelum dan setelah pengeringan (gram)
Formula Perlakuan
ke-
Data Evaluasi Kadar Air
Berat - a Berat – b W2 (a-b)
F1
1 27,80 27,55 0,25
2 32,90 32,67 0,23
3 31,60 31,36 0,24
F2
1 56,70 56,45 0,25
2 56,60 56,34 0,26
3 57,10 56,85 0,25
F3
1 17,00 16,72 0,28
2 15,80 15,54 0,26
3 16,30 16,02 0,28
Komersial
1 38,80 38,63 0,17
2 40,90 40,75 0,15
3 40,10 39,95 0,15
Keterangan a = berat sebelum pengeringan; dan b = berat setelah pengeringan.
F1 : Kaolin 10%
F2 : Kaolin 5% + Nano bentonit 5%
F3 : Nano bentonit 5%
65
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lanjutan...
*Berat sampel = 3 gram
Perhitungan Kadar Air (%)
F1 (Kaolin 10%) F2 (Kaolin 5% + Nano bentint 5%)
Uji ke-1 : 0,25
3x 100% = 8,33%
Uji ke-2 : 0,23
3x 100% = 7,67%
Uji ke-3 : 0,24
3x 100% = 8,00%
Uji ke-1 : 0,25
3x 100% = 8,33%
Uji ke-2 : 0,26
3x 100% = 8,67%
Uji ke-3 : 0,25
3x 100% = 8,33%
F3 (Nano bentonit 10%) Komersial
Uji ke-1 : 0,28
3x 100% = 9,33%
Uji ke-2 : 0,26
3x 100% = 8,67%
Uji ke-3 : 0,28
3x 100% = 9,33%
Uji ke-1 : 0,17
3x 100% = 5,67%
Uji ke-2 : 0,15
3x 100% = 5,00%
Uji ke-3 : 0,15
3x 100% = 5,00%
66
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8. Data Evaluasi Bahan Tidak Larut Air Deterjen Serbuk Tanah
Rumus Bahan tidak larut air (%) = K1−K2
Ws x 100%
Keterangan :
K1 = berat kertas saring setelah pengeringan
K2 = berat kertas saring awal
Ws = berat sampel
Formula Perlakuan
ke-
Data Evaluasi Bahan Tidak Larut Air
k1 k2 k1 - k2
F1
1 0,846 0,764 0,082
2 0,851 0,766 0,085
3 0,856 0,764 0,092
F2
1 0,854 0,785 0,069
2 0,816 0,752 0,064
3 0,826 0,765 0,061
F3
1 0,795 0,746 0,049
2 0,792 0,749 0,043
3 0,801 0,762 0,039
Komersial
1 0,763 0,745 0,018
2 0,742 0,721 0,021
3 0,744 0,728 0,016
Keterangan k1= berat kertas saring setelah pengeringan; dan k2 = berat kertas
sebelum pengeringan.
Keterangan F1 : Kaolin 10%
F2 : Kaolin 5% + Nano bentonit 5%
F3 : Nano bentonit 5%
67
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lanjutan...
*Berat sampel = 1 gram
Perhitungan Bahan Tidak Larut Air (%)
F1 (Kaolin 10%) F2 (Kaolin 5% + Nano bentint 5%)
Uji ke-1 : 0,082
1x 100% = 8,20%
Uji ke-2 : 0,085
1x 100% = 8,50%
Uji ke-3 : 0,092
1x 100% = 9,20%
Uji ke-1 : 0,069
1x 100% = 6,90%
Uji ke-2 : 0,064
1x 100% = 6,40%
Uji ke-3 : 0,061
1x 100% = 6,10%
F3 (Nano bentonit 10%) Komersial
Uji ke-1 : 0,049
1x 100% = 4,90%
Uji ke-2 : 0,043
1x 100% = 4,30%
Uji ke-3 : 0,039
1x 100% = 3,90%
Uji ke-1 : 0,018
1x 100% = 1,80%
Uji ke-2 : 0,021
1x 100% = 2,10%
Uji ke-3 : 0,016
1x 100% = 1,60%
68
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9. Data Evaluasi Daya Deterjensi Deterjen Serbuk Tanah
Rumus Daya deterjensi = T2 − OD − T1
Keterangan :
T1= Absorbansi larutan deterjen 1%
OD = Absorbansi larutan deterjen rendaman kain bersih – T1
T2 = Absorbansi larutan deterjen rendaman kain kotor
Formula Perlakuan
ke-
Data Evaluasi Bahan Tidak Larut Air
T1 OD T2
F1
1 15,524 0,119 16,103
2 15,455 0,186 16,128
3 15,393 0,264 16,109
F2
1 15,680 0,163 16,348
2 15,760 0,060 16,364
3 15,784 0,199 16,514
F3
1 10,131 0,567 11,276
2 10,521 0,222 11,342
3 10,695 0,293 11,573
Komersial
1 6,954 0,033 7,426
2 6,784 0,151 7,382
3 6,892 0,102 7,418
Keterangan F1 : Kaolin 10%
F2 : Kaolin 5% + Nano bentonit 5%
F3 : Nano bentonit 5%
69
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lanjutan...
*Berat sampel = 1 gram
*Konsentrasi larutan deterjen = 1% dalam 100 mL, maka 1% x 100 mL =1gr
Perhitungan Daya Deterjensi (Abs)
F1 (Kaolin 10%) F2 (Kaolin 5% + Nano bentint 5%)
Uji ke-1 : 16,103 – (0,119 + 15,524)
= 0,460
Uji ke-1 : 16,128 – (0,186 + 15,455)
= 0,487
Uji ke-1 : 16,109 – (0,264 + 15,393)
= 0,452
Uji ke-1 : 16,348 – (0,163 + 15,680)
= 0,505
Uji ke-1 : 16,364 – (0,060 + 15,760)
= 0,544
Uji ke-1 : 16,514 – (0,199 + 15,784)
= 0,531
F3 (Nano bentonit 10%) Komersial
Uji ke-1 : 11,276 – (0,567 + 10,131)
= 0,578
Uji ke-1 : 11,342 – (0,222 + 10,521)
= 0,599
Uji ke-1 : 11,573 – (0,293 + 10,695)
= 0,585
Uji ke-1 : 7,426 – (0,033 + 6,954)
= 0,439
Uji ke-1 : 7,382 – (0,151 + 6,784)
= 0,447
Uji ke-1 : 7,418 – (0,1029 + 6,892)
= 0,424
70
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 10. Hasil Rata-rata Evaluasi Dengan Standar Deviasi
Tabel 5.1 Hasil Pengujian pH Deterjen Serbuk Tanah
Pengukuran pH Deterjen Serbuk Tanah
Formula F1 F2 F3 Komersial
Uji ke-1 9,946 9,993 9,998 10,586
Uji ke-2 9,935 9,954 9,984 10,552
Uji ke-3 9,971 9,942 9,988 10,489
Rata-rata±SD 9,950±0,18 9,963±0,03 9,990±0,01 10,542±0,05
Tabel 5.2 Hasil Pengujian Tinggi Busa Deterjen Serbuk Tanah
Pengukuran Tinggi Busa Deterjen Serbuk Tanah (cm)
Formula F1 F2 F3 Komersial
Uji ke-1 4,80 4,80 5,00 4,20
Uji ke-2 4,70 4,70 4,80 4,50
Uji ke-3 4,70 4,90 4,90 4,20
Rata-rata±SD 4,73±0,05 4,80±0,10 4,90±0,10 4,30±0,17
Tabel 5.3 Hasil Pengujian Stabilitas Busa Deterjen Serbuk Tanah
Pengukuran Stabilitas Busa Deterjen Serbuk Tanah (%)
Formula F1 F2 F3 Komersial
Uji ke-1 79,17 81,25 82,00 83,33
Uji ke-2 82,99 82,99 81,25 82,22
Uji ke-3 82,99 81,63 83,67 83,33
Rata-rata±SD 81,72±1,97 81,96±0,91 82,31±1,24 82,96±1,34
Tabel 5.4 Hasil Pengujian Stabilitas Emulsi Deterjen Serbuk Tanah
Pengukuran Stabilitas Emulsi Deterjen Serbuk Tanah (%)
Formula F1 F2 F3 Komersial
Uji ke-1 66,67 68,33 70,00 71,67
Uji ke-2 68,33 68,33 70,00 71,67
Uji ke-3 68,33 68,33 68,33 70,00
Rata-rata±SD 67,78±0,96 68,33±0,00 69,44±0,96 71,11±0,96
71
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 5.5 Hasil Pengujian Kadar Air Deterjen Serbuk Tanah
Pengukuran Kadar Air Deterjen Serbuk Tanah (%)
Formula F1 F2 F3 Komersial
Uji ke-1 8,33 8,33 9,33 5,67
Uji ke-2 7,67 8,67 8,67 5,00
Uji ke-3 8,00 8,33 9,33 5,00
Rata-rata±SD 8,00±0,33 8,44±0,19 9,10±0,38 5,23±0,32
Tabel 5.6 Hasil Pengujian Bahan Tidak Larut Air Deterjen Serbuk Tanah
Pengukuran Bahan Tidak Larut Air Deterjen Serbuk Tanah (%)
Formula F1 F2 F3 Komersial
Uji ke-1 8,20 6,90 4,90 1,80
Uji ke-2 8,50 6,40 4,30 2,10
Uji ke-3 9,20 6,10 3,90 1,60
Rata-rata±SD 8,63±0,51 6,47±0,40 4,37±0,50 1,83±0,25
Tabel 5.7 Hasil Pengujian Daya Deterjensi Deterjen Serbuk Tanah dengan
Menggunakan Spektrofotometri UV-Vis
Pengukuran Daya Deterjensi Deterjen Serbuk Tanah (Abs)
Formula F1 F2 F3 Komersial
Uji ke-1 0,460 0,505 0,578 0,439
Uji ke-2 0,487 0,544 0,599 0,447
Uji ke-3 0,452 0,531 0,585 0,424
Rata-rata±SD 0,466±0,02 0,527±0,02 0,587±0,01 0,437±0,01
Keterangan F1 : Kaolin 10%
Keterangan F2 : Kaolin 5% + Nano bentonit 5%
Keterangan F3 : Nano bentonit 10%
72
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11. Hasil Uji Statistik pH Deterjen Serbuk Tanah
Uji Normalitas pH Deterjen Serbuk Tanah
Test of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic Df Sig.
pH ,193 9 ,200* ,906 9 ,289
a. Lilliefors Significance Correction
Uji Homogenitas pH Deterjen Serbuk Tanah
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic df1 df2 Sig.
2,629 2 6 ,151
Uji One-Way ANOVA pH Deterjen Serbuk Tanah
ANOVA
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups ,002 2 ,001 3,301 ,108
Within Groups ,002 6 ,000
Total ,005 8
Uji Tukey pH Deterjen Serbuk Tanah
Multiple Comparisons
(I) Formula (J) Formula
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
1,000 2,000 -,012333 ,015658 ,724 -,06038 ,03571
3,000 -,039333 ,015658 ,101 -,08738 ,00871
2,000 1,000 ,012333 ,015658 ,724 -,03571 ,06038
3,000 -,027000 ,015658 ,272 -,07504 ,02104
3,000 1,000 ,039333 ,015658 ,101 -,00871 ,08738
2,000 ,027000 ,015658 ,272 -,02104 ,07504
Uji Normalitas pH Deterjen Serbuk Tanah dengan Komersil
Test of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic Df Sig.
pH ,418 12 ,000 ,644 12 ,000
a. Lilliefors Significance Correction
73
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lanjutan...
Uji Kruskal Wallis pH Deterjen Serbuk Tanah dengan Komersil
Test Statisticsa,b
pH
Chi-Square 8,436
Df 3
Asymp. Sig. ,038
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Formula
Keterangan : Asymp.Sig <0,05 maka berbeda signifikan.
Keterangan : Asymp.Sig>0,05 maka berbeda tidak signifikan.
74
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12. Hasil Uji Statistik Tinggi Busa Deterjen Serbuk Tanah
Uji Normalitas Tinggi Busa Deterjen Serbuk Tanah
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.
Tinggi Busa .189 9 .200* .950 9 .687
a. Lilliefors Significance Correction
Uji Homogenitas Tinggi Busa Deterjen Serbuk Tanah
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic df1 df2 Sig.
,211 2 6 ,816
Uji One-Way ANOVA Tinggi Busa Deterjen Serbuk Tanah
ANOVA
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups ,042 2 ,021 2,714 ,145
Within Groups ,047 6 ,008
Total ,089 8
Uji Tukey Tinggi Busa Deterjen Serbuk Tanah
Multiple Comparisons
(I) Formula (J) Formula
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
1,000 2,000 -,066667 ,072008 ,645 -,28761 ,15427
3,000 -,166667 ,072008 ,129 -,38761 ,05427
2,000 1,000 ,066667 ,072008 ,645 -,15427 ,28761
3,000 -,100000 ,072008 ,404 -,32094 ,12094
3,000 1,000 ,166667 ,072008 ,129 -,05427 ,38761
2,000 ,100000 ,072008 ,404 -,12094 ,32094
Uji Normalitas Tinggi Busa Deterjen Serbuk Tanah dengan Komersil
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.
Tinggi Busa ,276 12 ,012 ,853 12 ,040
a. Lilliefors Significance Correction
75
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lanjutan...
Uji Kruskal Wallis Tinggi Busa Deterjen Serbuk Tanah dengan Komersil
Test Statisticsa,b
TinggiBusa
Chi-Square 8,542
Df 3
Asymp. Sig. ,036
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Formula
Keterangan : Asymp.Sig <0,05 maka berbeda signifikan.
Keterangan : Asymp.Sig>0,05 maka berbeda tidak signifikan.
76
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13. Hasil Uji Statistik Stabilitas Busa Deterjen Serbuk Tanah
Uji Normalitas Stabilitas Busa Deterjen Serbuk Tanah
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic Df Sig.
Stabilitas Busa ,211 9 ,200* ,907 9 ,294
a. Lilliefors Significance Correction
Uji Homogenitas Stabilitas Busa Deterjen Serbuk Tanah
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic df1 df2 Sig.
2,632 2 6 ,151
Uji One-Way ANOVA Stabilitas Busa Deterjen Serbuk Tanah
ANOVA
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups ,530 2 ,265 ,110 ,898
Within Groups 14,480 6 2,413
Total 15,010 8
Uji Tukey Stabilitas Busa Deterjen Serbuk Tanah
Multiple Comparisons
(I) Formula (J) Formula
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
1,000 2,000 -,240000 1,268402 ,981 -4,13180 3,65180
3,000 -,591000 1,268402 ,889 -4,48280 3,30080
2,000 1,000 ,240000 1,268402 ,981 -3,65180 4,13180
3,000 -,351000 1,268402 ,959 -4,24280 3,54080
3,000 1,000 ,591000 1,268402 ,889 -3,30080 4,48280
2,000 ,351000 1,268402 ,959 -3,54080 4,24280
77
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lanjutan...
Uji Normalitas Stabilitas Busa Deterjen Serbuk Tanah dengan Komersil
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic Df Sig.
StabilitasBusa ,223 12 ,103 ,881 12 ,092
a. Lilliefors Significance Correction
Uji Homogenitas Stabilitas Busa Deterjen Serbuk Tanah dengan Komersil
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic df1 df2 Sig.
3,324 3 8 ,077
Uji One-Way ANOVA Stabilitas Busa dengan Deterjen Komersil
ANOVA
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 2,643 3 ,881 ,461 ,717
Within Groups 15,302 8 1,913
Total 17,945 11
Uji Tukey Stabilitas Busa dengan Deterjen Komersil
Multiple Comparisons
(I) Formula (J) Formula
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
1,000 2,000 -,240000 1,129250 ,996 -3,85626 3,37626
3,000 -,591000 1,129250 ,951 -4,20726 3,02526
4,000 -1,246000 1,129250 ,698 -4,86226 2,37026
2,000 1,000 ,240000 1,129250 ,996 -3,37626 3,85626
3,000 -,351000 1,129250 ,989 -3,96726 3,26526
4,000 -1,006000 1,129250 ,810 -4,62226 2,61026
3,000 1,000 ,591000 1,129250 ,951 -3,02526 4,20726
2,000 ,351000 1,129250 ,989 -3,26526 3,96726
4,000 -,655000 1,129250 ,935 -4,27126 2,96126
4,000 1,000 1,246000 1,129250 ,698 -2,37026 4,86226
2,000 1,006000 1,129250 ,810 -2,61026 4,62226
3,000 ,655000 1,129250 ,935 -2,96126 4,27126
78
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 14. Hasil Uji Statistik Stabilitas Emulsi Deterjen Serbuk Tanah
Uji Normalitas Stabilitas Emulsi Deterjen Serbuk Tanah
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.
Stabilitas Emulsi ,352 9 ,002 ,780 9 ,012
a. Lilliefors Significance Correction
Uji Kruskal Wallis Stabilitas Emulsi Deterjen Serbuk Tanah
Test Statisticsa,b
StabilitasEmulsi
Chi-Square 4,413
Df 2
Asymp. Sig. ,110
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Formula
Uji Normalitas Stabilitas Emulsi Deterjen Serbuk Tanah dengan Komersil
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.
Stabilitas Emulsi ,294 12 ,005 ,867 12 ,059
a. Lilliefors Significance Correction
Uji Kruskal Wallis Stabilitas Emulsi F1 dan F2 Deterjen serbuk Tanah dengan
Komersil
Test Statisticsa,b
StabilitasEmulsi
Chi-Square 8,690
Df 3
Asymp. Sig. ,034
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Formula
79
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lanjutan...
Uji Kruskal Wallis Stabilitas Emulsi F3 Deterjen serbuk Tanah dengan Komersil
Test Statisticsa,b
StabilitasEmulsi
Chi-Square 2,722
Df 1
Asymp. Sig. ,099
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Formula
Keterangan : Asymp.Sig <0,05 maka berbeda signifikan.
Keterangan : Asymp.Sig>0,05 maka berbeda tidak signifikan.
80
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 15. Hasil Uji Statistik Kadar Air Deterjen Serbuk Tanah
Uji Normalitas Kadar Air Deterjen Serbuk Tanah
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
KadarAir ,186 9 ,200* ,926 9 ,441
a. Lilliefors Significance Correction
Uji Homogenitas Kadar Air Deterjen Serbuk Tanah
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic df1 df2 Sig.
,845 2 6 ,475
Uji One-Way ANOVA Kadar Air Deterjen Serbuk Tanah
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1,873 2 ,936 9,513 ,014
Within Groups ,591 6 ,098
Total 2,463 8
Uji Tukey Kadar Air Deterjen Serbuk Tanah
Multiple Comparisons
(I) Formula (J) Formula
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
1,000 2,000 -,444333 ,256152 ,268 -1,23028 ,34161
3,000 -1,110000* ,256152 ,012 -1,89595 -,32405
2,000 1,000 ,444333 ,256152 ,268 -,34161 1,23028
3,000 -,665667 ,256152 ,090 -1,45161 ,12028
3,000 1,000 1,110000* ,256152 ,012 ,32405 1,89595
2,000 ,665667 ,256152 ,090 -,12028 1,45161
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
81
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lanjutan...
Uji Normalitas Kadar Air Deterjen Serbuk Tanah dengan Komersil
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
KadarAir ,241 12 ,053 ,820 12 ,016
a. Lilliefors Significance Correction
Uji Kruskal Wallis Kadar Air Deterjen serbuk Tanah dengan Komersil
Test Statisticsa,b
KadarAir
Chi-Square 9,904
df 3
Asymp. Sig. ,019
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Formula
Keterangan : Asymp.Sig <0,05 maka berbeda signifikan.
Keterangan : Asymp.Sig>0,05 maka berbeda tidak signifikan.
82
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 16. Hasil Uji Statistik Bahan Tidak Larut Air Deterjen Serbuk Tanah
Uji Normalitas Bahan Tidak Larut Air Deterjen Serbuk Tanah
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
BLTA ,150 9 ,200* ,948 9 ,663
a. Lilliefors Significance Correction
Uji Homogenitas Bahan Tidak Larut Air Deterjen Serbuk Tanah
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic df1 df2 Sig.
,127 2 6 ,883
Uji One-Way ANOVA Bahan Tidak Larut Air Deterjen Serbuk Tanah
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 27,309 2 13,654 60,240 ,000
Within Groups 1,360 6 ,227
Total 28,669 8
Uji Tukey Bahan Tidak Larut Air Deterjen Serbuk Tanah
Multiple Comparisons
(I) Formula (J) Formula
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
1,000 2,000 2,166667* ,388730 ,003 ,97394 3,35940
3,000 4,266667* ,388730 ,000 3,07394 5,45940
2,000 1,000 -2,166667* ,388730 ,003 -3,35940 -,97394
3,000 2,100000* ,388730 ,004 ,90727 3,29273
3,000 1,000 -4,266667* ,388730 ,000 -5,45940 -3,07394
2,000 -2,100000* ,388730 ,004 -3,29273 -,90727
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
83
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lanjutan...
Uji Normalitas Bahan Tidak Larut Air Deterjen Serbuk Tanah dengan Komersil
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
BahanTidakLarutAir ,138 12 ,200* ,937 12 ,464
a. Lilliefors Significance Correction
Uji Homogenitas Bahan Tidak Larut Air Deterjen Serbuk Tanah dengan Komersil
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic df1 df2 Sig.
,579 3 8 ,645
Uji One-Way ANOVA Bahan Tidak Larut Air Deterjen Serbuk Tanah dengan
Komersil
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 76,076 3 25,359 136,459 ,000
Within Groups 1,487 8 ,186
Total 77,562 11
Uji Tukey Bahan Tidak Larut Air Deterjen Serbuk Tanah dengan Komersil
Multiple Comparisons
(I) Formula (J) Formula
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
1,000 2,000 2,166667* ,351979 ,001 1,03951 3,29383
3,000 4,266667* ,351979 ,000 3,13951 5,39383
4,000 6,800000* ,351979 ,000 5,67284 7,92716
2,000 1,000 -2,166667* ,351979 ,001 -3,29383 -1,03951
3,000 2,100000* ,351979 ,002 ,97284 3,22716
4,000 4,633333* ,351979 ,000 3,50617 5,76049
3,000 1,000 -4,266667* ,351979 ,000 -5,39383 -3,13951
2,000 -2,100000* ,351979 ,002 -3,22716 -,97284
4,000 2,533333* ,351979 ,000 1,40617 3,66049
4,000 1,000 -6,800000* ,351979 ,000 -7,92716 -5,67284
2,000 -4,633333* ,351979 ,000 -5,76049 -3,50617
3,000 -2,533333* ,351979 ,000 -3,66049 -1,40617
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
84
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 17. Hasil Uji Statistik Daya Deterjensi Deterjen Serbuk Tanah
Uji Normalitas Daya Deterjensi Deterjen Serbuk Tanah
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
DayaDeterjensi ,160 9 ,200* ,936 9 ,543
a. Lilliefors Significance Correction
Uji Homogenitas Daya Deterjensi Deterjen Serbuk Tanah
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic df1 df2 Sig.
,775 2 6 ,502
Uji One-Way ANOVA Daya Deterjensi Deterjen Serbuk Tanah
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups ,022 2 ,011 38,985 ,000
Within Groups ,002 6 ,000
Total ,024 8
Uji Tukey Daya Deterjensi Deterjen Serbuk Tanah
Multiple Comparisons
(I) Formula (J) Formula
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
1,000 2,000 -,060333* ,013703 ,011 -,10238 -,01829
3,000 -,121000* ,013703 ,000 -,16305 -,07895
2,000 1,000 ,060333* ,013703 ,011 ,01829 ,10238
3,000 -,060667* ,013703 ,011 -,10271 -,01862
3,000 1,000 ,121000* ,013703 ,000 ,07895 ,16305
2,000 ,060667* ,013703 ,011 ,01862 ,10271
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
85
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lanjutan...
Uji Normalitas Daya Deterjensi Deterjen Serbuk Tanah dengan Komersil
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
DayaDeterjensi ,179 12 ,200* ,918 12 ,269
a. Lilliefors Significance Correction
Uji Homogenitas Daya Deterjensi Deterjen Serbuk Tanah dengan Komersil
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic df1 df2 Sig.
,784 3 8 ,536
Uji One-Way ANOVA Daya Deterjensi Deterjen Serbuk Tanah dengan Komersil
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups ,040 3 ,013 54,662 ,000
Within Groups ,002 8 ,000
Total ,042 11
Uji Tukey Daya Deterjensi Deterjen Serbuk Tanah dengan Komersil
Multiple Comparisons
(I) Formula (J) Formula
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
1,000 2,000 -,060333* ,012789 ,007 -,10129 -,01938
3,000 -,121000* ,012789 ,000 -,16195 -,08005
4,000 ,029667 ,012789 ,172 -,01129 ,07062
2,000 1,000 ,060333* ,012789 ,007 ,01938 ,10129
3,000 -,060667* ,012789 ,006 -,10162 -,01971
4,000 ,090000* ,012789 ,000 ,04905 ,13095
3,000 1,000 ,121000* ,012789 ,000 ,08005 ,16195
2,000 ,060667* ,012789 ,006 ,01971 ,10162
4,000 ,150667* ,012789 ,000 ,10971 ,19162
4,000 1,000 -,029667 ,012789 ,172 -,07062 ,01129
2,000 -,090000* ,012789 ,000 -,13095 -,04905
3,000 -,150667* ,012789 ,000 -,19162 -,10971
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
86
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 18. Hasil Pengukuran Partikel Nano Bentonit
87
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 19. Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri
88
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 20. Certificate of Analyze Bentonite
89
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 21. Certificate of Analyze Kaoline