Tutorial Neuro - Dr. Sukartini

69
Lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak Tutorial Klinik Fakultas Kedokteran Umum Universitas Mulawarman TETRALOGI FALLOT disusun oleh Amilia Wahyuni Rini Anggraini Hefni Puteri Shella Novita Pembimbing dr. Hj. Sukartini, Sp. A Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Pada Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Umum 1

description

tetralogi falot

Transcript of Tutorial Neuro - Dr. Sukartini

Lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak Tutorial KlinikFakultas Kedokteran UmumUniversitas Mulawarman

TETRALOGI FALLOT

disusun olehAmilia WahyuniRini Anggraini Hefni PuteriShella Novita

Pembimbingdr. Hj. Sukartini, Sp. A

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan KlinikPada Bagian Ilmu Kesehatan AnakFakultas Kedokteran Umum Universitas Mulawarman2012

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangTetralogi fallot (TF) merupakan penyakit jantung bawaan tipe sianotik yang paling banyak ditemukan yang ditandai dengan sianosis sentral akibat adanya pirau kanan ke kiri.. Kelainan yang terjadi adalah kelainan pertumbuhan dimana terjadi defek atau lubang dari bagian infundibulum septum intraventrikular (sekat antara rongga ventrikel) dengan syarat defek tersebut paling sedikit sama besar dengan lubang aorta.1,2 Tetralogi fallot menempati urutan keempat penyakit jantung bawaan pada anak setelah defek septum ventrikel, defek septum atrium dan duktus arteriosus persisten atau lebih kurang 10-15 % dari seluruh penyakit jantung bawaan, diantara penyakit jantung bawaan sianotik, tetralogi fallot merupakan 2/3 nya. Tetralogi fallot terjadi pada sekitar 50 dari 100.000 bayi dan merupakan kelainan jantung bawaan nomor 2 yang paling sering terjadi.3 Peters plus syndrome merupakan kasus yang sangat jarang terjadi. Sampai saat ini baru ada 70 pasien yang dilaporkan menderita peters plus syndrome di seluruh dunia. Peters anomali bermanifestasi dalam rahim selama trimester pertama kehamilan (10-16 minggu) dan, oleh karena itu, dapat segera dikenali saat lahir. Peters anomaly yang disertai kelainan congenital lainnya disebut sebagai Peters plus syndrome atau Peters plus anomaly.Gizi buruk masih merupakan masalah serius di Indonesia, walaupun pemerintah Indonesia telah berupaya untuk menanggulanginya. Data Susenas menunjukkan bahwa jumlah balilta yang BB/U < -3 SD Z-score WHO-NCHS sejak tahun 1989 meningkat dari 6,3% menjadi 7,2% pada tahun 1992 dan mencapai puncaknya 11,6% pada tahun 1995. Pada umumnya gizi buruk yang didertita pesakit akan disertai dengan penyakit infeksi seperti diare, Infeksi Saluran Penrafasan Akut (ISPA), Tuberkukosis (TB), serta penyakit infeksi lainnya. Data dari WHO menunjukkan bahwa 54% angka kesakitan pada balita disebabkan karena gizi buruk, 19% diare, 19% Infeksi Saluran Pernafasan Akut, 18% perinatal, 7% campak, 5% malaria dan 32% penyebab lain. (3)

1.2 Tujuan Tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah :1. Menambah ilmu dan pengetahuan mengenai penyakit yang dilaporkan. 2. Membandingkan informasi yang terdapat pada literatur dengan kenyataan yang terdapat pada kasus.3. Melatih mahasiswa dalam melaporkan dengan baik suatu kasus yang didapat.

BAB IIKASUS

Identitas pasienNama : An. SJenis kelamin : PerempuanUmur: 2 bulan Alamat: Loa Ipuh RT. 17 TenggarongAnak ke: 3 dari 3 bersaudaraMRS A. W Sjahranie: Tanggal 28 Mei 2012

Identitas Orang Tua Nama Ayah: Tn. S Umur: 40 Tahun Alamat: Jl. Selendreng RT. 2 Tenggarong Pekerjaan: Swasta Pendidikan Terakhir: SMA

Nama Ibu: Ny. D Umur: 36 tahun Alamat: Loa Ipuh RT. 17 Tenggarong Pekerjaan: Ibu Rumah Tangga Pendidikan Terakhir: SMA

AnamnesaAnamnesa dilakukan secara alloanamnesa pada tanggal 2 Juni 2012 dengan ibu kandung pasien.

Keluhan Utama : sesak napas

Riwayat Penyakit Sekarang :Sesak napas dialami pasien sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak disertai batuk dan pilek. Tidak ada riwayat tersedak susu. Demam (+) sejak 4 hari, demam naik turun, dan tidak ada diberi obat penurun panas. Ibu pasien juga mengatakan pasien mengalami kejang 3 hari sebelum masuk rumah sakit, sebanyak 4x/hari dengan durasi 3-5 menit setiap kejang, saat kejang tubuh mengentak-ngentak. Pasien juga mengeluhkan muntah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, muntah sebanyak 2x/hari berisi susu yang diminumnya. Sejak lahir, badan pasien sering menjadi biru, terutama saat pasien menangis. BAB dan BAK pasien normal.Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien dirawat di ruang bayi Rumah sakit selama kurang lebih 1 bulan. Menurut ibu pasien, pasien didiagnosis memiliki kelainan jantung, cairan yang lebih banyak daripada jaringan otak, tidak ada bagian hitam pada matanya, lubang kecil dipertengahan punggung bawah.Sejak lahir pasien sering kejangRiwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga dengan riwayat penyakit jantung.Ibu kandung pasien menderita tekanan darah tinggi dan penyakit asma namun tidak rutin minum obat tekanan darah tinggi.Ibu tidak memiliki riwayat penyakit DM.

Riwayat Saudara-Saudaranya :Hamil keKondisi saat LahirJenis kelaminJenis PersalinanUsiaSehat/ TidakUmur MeninggalSebab Meninggal

1AtermLkSC 5 tahunsehat--

2AtermLkSC 2 tahunsehat--

Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak :Berat badan lahir : 2700 gPanjang badan lahir : 46 cm Berat badan sekarang : 2300 gram (saat masuk RS) Panjang badan sekarang : 51 cm Gigi keluar : belum bisaTersenyum : belum bisa Miring : belum bisaTengkurap : belum bisaDuduk : belum bisaMerangkak : belum bisaBerdiri : belum bisaBerjalan : belum bisaBerbicara 2 suku kata: -Masuk TK: -Sekarang kelas: -

Makan Minum anak :ASI : 0 bulan sekarangSusu sapi/buatan: SGM, 1-2 botol susu (@60 ml)Buah : -Bubur susu : -Tim saring : -Makanan padat, lauknya : -

Pemeliharaan Prenatal Periksa di : rumah sakit Obat-obatan yang sering diminum: Vitamin

Riwayat Kelahiran :Lahir di : RS, ditolong oleh : dokter Berapa bulan dalam kandungan : 9 bulan Jenis partus : SC

Pemeliharaan postnatal :Periksa di: Rumah SakitKeadaan anak: sakitKeluarga berencana : tidak

IMUNISASIBelum pernah mendapat imunisasi

PEMERIKSAAN FISIKDilakukan pada tanggal 02 Juni 2012Kesan umum : sakit beratKesadaran: Composmentis

Tanda Vital Frekuensi nadi: 144x/menit, regular, kuat angkat Frekuensi napas: 84x/menit, regular Temperatur: 36,50C

Berat badan : 2300 gramPanjang Badan: 51 cmStatus Gizi: Gizi Buruk (kurva Z-score di bawah -3 SD)Lingkar kepala: 32 cmHasil: < -2 SD mikrocephali

KepalaRambut : HitamMata: UUB cembung, Anemis (+/+), Ikterik (-/-), Sianosis (+), kornea keruh berwarna putih, refleks cahaya dan pupil tidak dapat dinilai Hidung: Sumbat (-), Sekret (-), PCH (+)Telinga: Bersih, Sekret (-)Mulut:Lidah bersih, faring Hiperemis(-), mukosa bibir basah, pembesaran Tonsil (-/-)LeherPembesaran Kelenjar : Pembesaran KGB (-)

ThoraksPulmo Inspeksi: Bentuk dan pergerakan simetris, retraksi ICS (+)Palpasi: pergerakan dada simetris Perkusi: Sonor di semua lapangan paruAuskultasi: bronkovesikuler, ekspirasi memanjang, Ronki (+/+), wheezing (-/-)Cor:Inspeksi: Ictus cordis tidak tampak Palpasi: Ictus cordis tidak terabaPerkusi: Batas jantung Kanan : ICS III right parasternal line dextraKiri : ICS V midclavicular line sinistraAuskultasi: S1S2 tunggal reguler, gallop (+), murmur (+)

AbdomenInspeksi: Tampak datarPalpasi : Soefl, nyeri tekan (-), organomegali (-), turgor kulit baik.Perkusi: Timpani Auskultasi : Bising usus (+) normalGenitalia: Dalam batas normalEkstremitas: Akral dingin (+), pucat (+), oedem (-), polydactily manus sinistra

PEMERIKSAAN NEUROLOGISMeningeal sign Kaku kuduk : - Brudzinski I : - Brudzinski II: - Kernig : -

Refleks fisiologis Biceps : +/+ Triceps: +/+ Patella: +/+ Achilles: +/+

Refleks patologis Babinski: - Chaddock: - Oppenheim: - Gordon: - Schaefer: -

PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan darah saat pasien masuk tanggal 28 Mei 2012Hemoglobin: 10,2 gr/dlLeukosit: 6.200/mm3Hematokrit: 32,1 %Trombosit: 196.000 /mm3

Echocardiography

Usul pemeriksaan penunjang DL, elektrolit Ro. Thoraks Head CT Scan Ro. Lumbal

Diagnosa banding: Tetralogi of Fallot Transposition Of The Great Arteries (TGA)

Diagnosis kerja sementara: Tetralogi of Fallot

Diagnosa lain: Multiple Congenital Anomaly (Peters Plus Syndrome) ISPA Gizi Buruk

Penatalaksanaan IGD:- O2 1-2 liter permenit nasal kanul - IVFD KAEN 1B 8 tpm mikro- inj. luminal 2 x 5 mg i.v.- inj.Cefotaxim 3x100 mg- gentamycin 2x 5 mg- bila sesak dan biru diposisikan knee chest position- observasi keadaan umum dan vital sign

Usul penatalaksanaan Membuat posisi knee chest atau fetus O2 1-2 liter permenit nasal kanul Na Bic 2,3 meq iv Bila terjadi serangan hebat Bila Hb 10 kg. Kalau sangat sianosis/ada komplikasi abses otak, perlu dilakukan operasi paliatif. Kontrol : tiap bulan.2. Derajat II dan III : Medikamentosa ; Propanolol Operasi (rujukan) perlu motivasi, operasi koreksi total dapat dikerjakan kalau BB > 10 kg. Kalau sangat sianosis/ada komplikasi abses otak, perlu dilakukan operasi paliatif. Kontrol : tiap bulan Penderita dinyatakan sembuh bila : telah dikoreki dengan baik.

PEMANTAUAN Keadaan umum; Tanda utama; Sianosis; Gagal jantung; Radang paru; EKG; Gejala abses otak3.13.Prognosis1-11Pada umumnya dapat dikatakan bahwa prognosis pasien tetralogi fallot tanpa operasi adalah tidak baik, meskupun hal ini bergantung pada beratnya stenosis pulmonal dan terbentuknya sirkulasi kolateral. Pasien dengan dispnea de effort jarang bertahan sampai besar. Pasien tetralogi fallot derajat sedang dapat bertahan sampai umur 15 tahun, dan hanya sebagian kecil yang hidup sampai dekade ketiga.

3.14.Komplikasi Trombosis pulmonal Abses serebral (umur > 2 tahun) Polisitemia Anemia defisiensi Fe Perdarahan oleh karena trombositopeniaTujuan pokok dalam menangani Tetralogi Fallot adalah koreksi primer yaitu penutupan defek septum ventrikel dan pelebaran infundibulum ventrikel kanan. Umunya koreksi primer dilaksanakan pada usia kurang lebih 1 tahun dengan perkiraan berat badan sudah mencapai sekurangnya 8 kg. Namun jika syaratnya belum terpenuhi, dapat dilakukan tindakan paliatif, yaitu membuat pirau antara arteri sistemik dengan dengan arteri pulmonalis, misalnya Blalock-Tausig shunt (pirau antara A. subclavia dengan cabang A. pulmonalis). Bila usia anak belum mencapai 1 tahun atau berat badan Orang tua dari anak-anak yang menderita kelainan jantung bawaan bisa diajari tentang cara-cara menghadapi gejala yang timbul: Menyusui atau menyuapi anak secara perlahan. Memberikan porsi makan yang lebih kecil tetapi lebih sering. Mengurangi kecemasan anak dengan tetap bersikap tenang. Menghentikan tangis anak dengan cara memenuhi kebutuhannya.

PETERS PLUS SYNDROME

Peters Anomali merupakan bentuk yang jarang dari disgenesis segmen anterior di mana terdapat suatu celah abnormal dari ruang anterior. Melibatkan pusat kornea atau seluruh kornea, Peters anomali dibagi menjadi 2 jenis, tergantung pada apakah lensa normal atau tidak. Anomali Peters mungkin memiliki pola herediter. Mutasi yang terjadi melibatkan gen PAX6. Peters anomali dapat juga terkait dengan kelainan lain pada mata atau kelainan sistemik.

1. PatofisiologiPada anomali Peters, terdapat opasitas pada pusat atau paracentral kornea. Dalam beberapa kasus, opacity ini mungkin melibatkan seluruh kornea. Pada tipe 1, lensa mungkin atau mungkin tidak terdapat katarak, namun lensa tidak melekat pada kornea. Pada tipe 2, terdapat katarak pada lensa dan terdapat perlekatan dengan kornea.Peters anomali mungkin berhubungan dengan kelainan lain dari mata, termasuk miopia, aniridia, coloboma dari iris, koroid, microphthalmos, hiperplasia terus-menerus dari vitreous primer (PHPV), dan hipoplasia pada optik disk.Asosiasi sistemik dengan anomali Peters melibatkan trisomi 13-15, penghapusan sebagian dari lengan kromosom 11q, dan penyakit Norrie. Dalam Krause-Kivlin syndrome, pasien bertubuh pendek dengan keterlambatan perkembangan dan dysmorphism wajah. Peters plus sindrom ditandai oleh kelainan genitourinaria; sindaktili; brachycephaly;. Dan jantung, kelainan saraf, dan pendengaran. Bilateral Peters anomali dilaporkan pada bayi dengan sindrom 49XXXXY.

2. EpidemiologiMerupakan kasus yang sangat jarang terjadi. Sampai saat ini baru ada 70 pasien yang dilaporkan menderita peters plus syndrome di seluruh dunia. Peters anomali bermanifestasi dalam rahim selama trimester pertama kehamilan (10-16 minggu) dan, oleh karena itu, dapat segera dikenali saat lahir. Segmen anterior dibentuk sepenuhnya saat 10 minggu, dan, dengan minggu ke-16, sebagian besar membran descemet terbentuk. Selain opasitas pada kornea dan katarak, glaukoma dapat meningkatkan morbiditas. Angka kematian dapat meningkat karena keterlibatan sistemik lain, terutama jika terdapat anomali jantung.

3. Manifestasi klinisOpasitas kornea central, paracentral, atau lengkap selalu hadir pada pasien dengan anomali Peters. Biasanya, tidak ada vaskularisasi pada bagian opak tersebut, yang membantu dalam membedakannya dari penyebab lain dari opasitas kornea bawaan.Pada tipe 1, 80% kasus adalah bilateral. Terdapat opasitas pada kornea annular central atau paracentral. Kornea perifer sekitarnya mungkin tidak jelas atau dapat terjadi pembengkakan karena glaukoma. Kornea avaskular. Helai iris sering memanjang dari collarette, melintasi ruang anterior, ke permukaan posterior kornea. Dapat berupa untaian berserabut atau untaian tebal atau berupa lembaran. Opasitas ini disebabkan oleh kerusakan pada endotel kornea yang mendasari dan membran descemet. Lensa dapat jernih atau cataractous.Pada tipe 2, kasus biasanya bilateral. Opasitas kornea lebih padat dan mungkin pusat atau eksentrik. Lensa biasanya cataractous dan biasanya melekat ke kornea. Posterior stroma, membran descemet, dan endotelium rusak. Helai iris mungkin ada atau tidak. Kelainan okular lain dan sistemik lebih sering terjadi pada tipe 2 dibandingkan tipe 1.Peters plus sindrom ini ditandai dengan anomali Peters ditambah tanda-tanda khas dan gejala lain. Peters plus sindrom juga merupakan kondisi resesif autosomal. Manifestasi klinis termasuk brachycephaly, kelainan otak, kelainan jantung, kelainan genitourinaria, sindaktili, bibir sumbing dan langit-langit, dan kelainan pendengaran.Semua orang dengan Peters plus sindrom memiliki perawakan pendek. Individu dengan kondisi ini biasanya lebih pendek dari rata-rata saat lahir. Tinggi pria dewasa dengan kondisi ini berkisar antara 141 sentimeter hingga 155 sentimeter (4 kaki, 7 inci sampai 5 kaki, 1 inci), dan tinggi perempuan dewasa berkisar dari 128 sentimeter hingga 151 sentimeter (4 kaki, 2 inci sampai 4 kaki, 11 inci). Individu dengan sindrom Peters plus juga telah tungkai atas yang lebih pendek (rhizomelia) dan juga jari tangan dan kaki yang lebih pendek (brakhidaktili).Keterlambatan perkembangan hadir dalam kebanyakan anak dengan sindrom Peters plus. Tingkat cacat intelektual biasanya berkisar dari ringan sampai parah, meskipun beberapa individu memiliki kecerdasan normal. Tingkat keparahan ciri fisik tidak memprediksi tingkat masalah keterlambatan perkembangan.Karakteristik fitur wajah Peters plus sindrom antara lain termasuk dahi menonjol, mata sipit, area panjang antara hidung dan mulut (philtrum), kurva ganda dari bibir atas (busur Cupid), dan leher yang luas. Bibir sumbing dengan atau tanpa langit-langit terdapat pada sekitar setengah dari orang dengan kondisi ini.Tanda-tanda lain yang kurang umum dari gejala Peters plus sindrom antara lain termasuk kelainan jantung, kelainan struktural otak, gangguan pendengaran, penurunan aktivitas tiroid (hipotiroid), dan ginjal atau kelainan kelamin.

4. Pemeriksaan penunjangMRIMRI otak dan sumsum tulang belakang diindikasikan untuk menyingkirkan adanya kemungkinan cacat neurologis. MRI abdomen diindikasikan untuk menyingkirkan kelainan genitourinaria.

EchocardiogramEchocardiogram diindikasikan untuk menyingkirkan adanya kelainan jantung

Temuan HistologisHistopatologi dilakukan sebagai tindakan diagnostik. Temuan histologis menunjukkan baik adanya penipisan atau tidak adanya selaput descemet atau endotelium. Lensa mungkin normal, atau mungkin terdapat katarak dan terdapat perlekatan pada kornea. Lamellae stroma tidak teratur dan lebih erat dikemas. Dibedakan lapiasan iris yang menempel pada permukaan posterior kornea. Penelitian histokimia menunjukkan tidak adanya keratan sulfat pada kornea dan sclera.Studi imunohistokimia telah menunjukkan peningkatan jumlah fibronektin dan kolagen tipe VI di kornea pasien dengan anomali Peters [20, 21].

5. PenatalaksanaanPada anak yang dicurigai menderita peters anomaly harus dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh. Glaucoma sering terdapat pada anak yang menderita peters anomaly yaitu sekitar 90%. Namun tidak ada pengobatan yang disetujui oleh FDA yang dapat diberikan terhadap glaucoma pada anak.Untuk pasien dengan kornea perifer yang jernih, iridectomy optik perifer dapat dilakukan.Untuk pasien dengan opasitas kornea bilateral dan cacat secara visual, keratoplasty penetrasi dianjurkan. Untuk mencegah ambliopia, operasi sebelumnya yang dilakukan (misalnya, sebelum 3-6 bulan), semakin baik hasilnya. Tingkat graft clarity adalah antara 20-60% dalam studi yang berbeda.Untuk pasien dengan katarak, lensectomy / vitrectomy diindikasikan. Jika aphakic kiri, pasien ini akan memerlukan lensa kontak aphakic atau kacamata aphakic.Filtrasi operasi, cryoablation, atau tabung shunt mungkin diperlukan untuk pasien-pasien dengan glaukoma dengan tekanan intraokular yang mmeningkat dan tidak dapat dikelola oleh obat.

GIZI BURUK

1. Definisi Status gizi Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Keseimbangan tersebut dapat dilihat dari variabel pertumbuhan, yaitu berat badan, tinggi badan/panjang badan, lingkar kepala, lingkar lengan, dan panjang tungkai .Jika keseimbangan tadi terganggu, misalnya pengeluaran energi dan protein lebih banyak dibandingkan pemasukan maka akan terjadi kekurangan energi protein, dan jika berlangsung lama akan timbul masalah yang dikenal dengan KEP berat atau gizi buruk .

2. Penilaian Status GiziUntuk menentukan status gizi seseorang atau kelompok populasi dilakukan dengan interpretasi informasi dari hasil beberapa metode penilaian status gizi yaitu: penilaian konsumsi makanan, antropometri, laboratorium/biokimia dan klinis Diantara beberapa metode tersebut, pengukuran antropometri adalah relatif paling sederhana dan banyak dilakukan . Dalam antropometri dapat dilakukan beberapa macam pengukuran yaitu pengukuran berat badan (BB), tinggi badan (TB) dan lingkar lengan atas (LILA). Dari beberapa pengukuran tersebut BB, TB dan LILA sesuai dengan umur adalah yang paling sering digunakan untuk survey sedangkan untuk perorangan, keluarga, pengukuran BB dan TB atau panjang badan (PB) adalah yang paling dikenal.Melalui pengukuran antropometri, status gizi anak dapat ditentukan apakah anak tersebut tergolong status gizi baik, kurang atau buruk. Untuk hal tersebut maka berat badan dan tinggi badan hasil pengukuran dibandingkan dengan suatu standar internasional yang dikeluarkan oleh WHO. Status gizi tidak hanya diketahui dengan mengukur BB atau TB sesuai dengan umur secara sendiri-sendiri, tetapi juga merupakan kombinasi antara ketiganya. Masing-masing indikator mempunyai makna sendiri-sendiri.a. Indikator BB/U Menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini (saat diukur) karena mudah berubah, namun tidak spesifik karena berat badan selain dipengaruhi oleh umur juga dipengaruhi oleh tinggi badan. Indikator ini dapat dengan mudah dan cepat dimengerti oleh masyarakat umum, sensitif untuk melihat perubahan status gizi dalam jangka waktu pendek; dan dapat mendeteksi kegemukan.b. Indikator TB/U Dapat menggambarkan status gizi masa lampau atau masalah gizi kronis. Seseorang yang pendek kemungkinan keadaan gizi masa lalu tidak baik. Berbeda dengan berat badan yang dapat diperbaiki dalam waktu singkat, baik pada anak maupun dewasa, maka tinggi badan pada usia dewasa tidak dapat lagi dinormalkan. Pada anak Balita kemungkinkan untuk mengejar pertumbuhan tinggi badan optimal masih bisa sedangkan anak usia sekolah sampai remaja kemungkinan untuk mengejar pertumbuhan tinggi badan masih bisa tetapi kecil kemungkinan untuk mengejar pertumbuhan optimal. Dalam keadaan normal tinggi badan tumbuh bersamaan dengan bertambahnya umur. Pertambahan TB relatif kurang sensitif terhadap kurang gizi dalam waktu singkat. Pengaruh kurang gizi terhadap pertumbuhan TB baru terlihat dalam waktu yang cukup lama. Indikator ini juga dapat dijadikan indikator keadaan sosial ekonomi penduduk .c. Indikator BB/TB Merupakan pengukuran antropometri yang terbaik karena dapat menggambarkan secara sensitif dan spesifik status gizi saat ini atau masalah gizi akut. Berat badan berkorelasi linier dengan tinggi badan, artinya dalam keadaan normal perkembangan berat badan akan mengikuti pertambahan tinggi badan pada percepatan tertentu. Dengan demikian berat badan yang normal akan proporsional dengan tinggi badannya. Ini merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini terutama bila data umur yang akurat sering sulit diperoleh. Untuk kegiatan identifikasi dan manajemen penanganan bayi dan anak balita gizi buruk akut, maka WHO & Unicef merekomendasikan menggunakan indikator BB/TB dengan cut of point < -3 SD WHO 2006 (WHO & Unicef, 2009).

Tabel 1. Klasifikasi Status Gizi Anak Bawah Lima Tahun (Balita) *INDEKSSTATUS GIZIAMBANG BATAS **)

Berat Badan menurut Umur (BB/U)Gizi Lebih> +2 SD

Gizi Baik>= -2 SD sampai +2 SD

Gizi Kurang< -2 SD sampai >= -3 SD

Gizi Buruk< -3 SD

Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)Normal> = -2 SD

Pendek (Stunted)< -2 SD

Berat badanmenurut Tinggi Badan (BB/TB)Gemuk> +2 SD

Normal>= -2 SD sampai +2 SD

Kurus (wasted)< -2 SD sampai >= -3 SD

Kurus sekali< -3 SD

3. Definisi Gizi Buruk Gizi buruk adalah gangguan kesehatan akibat kekurangan atau ketidakseimbangan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan, aktivitas berfikir dan semua hal yang berhubungan dengan kehidupan. Defisiensi gizi terjadi pada anak yang kurang mendapatkan makanan cukup bergizi dalam asupan sehari-hari.

4. Etiologia. Jumlah makanan yang di makan kurang. Asupan makanan yang kurang diantara lain disebabkan oleh : Tidak tersedianya makanan secara adekuat Anak tidak cukup mendapat gizi seimbang Pola makan yang salahb. Penyakit.Menjadi penyebab terpenting kedua kekurangan gizi, apalagi di negara negara terbelakang dan yang sedang berkembang seperti Indonesia, dimana kesadaran akan kebersihan / personal hygine yang masih kurang, serta ancaman endemisitas penyakit tertentu.

5. PatofisiologiGizi kurang biasanya terjadi pada anak balita dibawah usia 5 tahun. Gizi kurang umumnya terjadi pada balita dengan keadaan lahir BBLR (bayi berat lahir rendah) atau dengan berat lahir kurang dari 2500 gram. Tidak tercukupinya makanan dengan gizi seimbang serta kondisi kesehatan yang kurang baik dengan kebersihan yang buruk mengakibatkan balita atau anak-anak menderita gizi kurang yang dapat bertambah menjadi gizi buruk atau kurang energi kalori. Pada akhirnya anak tersebut akan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan.6. Manifestasi KlinisKekurangan gizi ini secara umum mengakibatkan gangguan diantaranya : Pertumbuhan Pertumbuhan anak menjadi terganggu karena protein yang ada digunakan sebagai zat pembakar sehingga otot-otot menjadi lunak dan rambut menjadi rontok Produksi tenagaKekurangan energi yang berasal dari makanan mengakibatkan anak kekurangan tenaga untuk bergerak dan melakukan aktivitas. Anak menjadi malas, dan merasa lemas Pertahanan tubuhSistem imunitas dan antibodi menurun sehingga anak mudah terserang infeksi seperti batuk, pilek dan diare Struktur dan fungsi otakKurang gizi pada anak adapt berpengaruh terhadap perkembangan mental. Kekurangan gizi dapat berakibat terganggunya fungsi otak secara permanen seperti perkembangan IQ dan motorik yang terhambat Perilaku Anak yang mengalami gizi kurang menunjukkan perilaku yang tidak tenang, cengeng dan apatis. Perubahan rambut dan kulitRambut kepala mudah dicabut dan tampak kusam, kering, halur, jarang dan berubah warna. Sedangkan pada kulit terapat garis-garis kulit yang lebih dalam dan lebar, hiperpigmentasi serta bersisik. Pembesaran hati Anemia Kelainan kimia darahKadar albumin serum rendah, kadar globulin normal atau sedikit meninggi, dan kadar kolesterol serum rendah.

7. KomplikasiMalnutrisi Energi Protein (MEP) berat yang dikenal dengan : Kwashiorkor Marasmus Marasmik-kwashiorkor

8. PenatalaksanaanPrinsip penatalaksanaan keperawatan klien dengan gizi kurang : Pemberian makanan yang mengandung protein, tinggi kalori, cairan, vitamin dan mineral. Penanganan segera penyakit penyerta (misalnya diare) Berikan pendidikan kesehatan tentang pentingnya gizi untuk pertumbuhan dan perkembangan anak pada orang tua dan anggota keluarga Sebaiknya tidak memberikan makanan kecil seperti permen, cokelat dan susu menjelang waktu makan Pada permulaan, makanan jangan diberikan sekaligus banyak, tetapi dinaikkan bertahap setiap hari (makan dalam porsi kecil tetapi sering) Anjurkan keluarga untuk memberikan makanan yang beraneka ragam untuk meningkatkan selera makan Anjurkan keluarga untuk membawa anak ke Posyandu atau fasilitas kesehatan secara teratur untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan anak.

BAB IVPEMBAHASAN

I. AnamnesisFakta KasusTeori

Bayi perempuan umur 2 bulan datang ke IGD RSUD AW Sjahranie dengan keluhan: Sesak napas Sejak lahir, badan pasien sering menjadi biru, terutama saat pasien menangis. kejang sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit, sebanyak 4x/hari dengan durasi 3-5 menit setiap kejang, saat kejang tubuh pasien diam dan kaku. Adanya batuk. Pilek, dan demam.

RPD Pasien pernah dirawat di Rumah sakit selama kurang lebih 1 bulan. pasien didiagnosis memiliki kelainan jantung, cairan yang lebih banyak daripada jaringan otak, tidak ada bagian hitam pada matanya, lubang kecil dipertengahan punggung bawah. Sejak lahir pasien sering kejang (kejang yang dimaksud adalah seperti yang dideskripsikan sebelumnya)

Gejala Klinis Tetralogi Fallota. Bayi mengalami kesulitan untuk menyusu b. Berat badan bayi tidak bertambah c. Pertumbuhan anak berlangsung lambat d. Perkembangan anak yang buruk e. Takipneuf. Sianosis, bertambah waktu bangun tidur, menangis atau sesudah makan (spell sianosis)g. Spell sianosis berat ditandai khas dengan hiperpnea, gelisah, menangis berkepanjangan, bertambah biru, lemas atau tidak sadar dan kadang-kadang disertai kejang. h. Jari tangan clubbing (seperti tabuh genderang karena kulit atau tulang di sekitar kuku jari tangan membesar) i. Kelelahan dan sesak nafas jika melakukan aktivitas j. Setelah melakukan aktivitas, anak selalu jongkok untuk mengurangi dispneuk. Hipoksia (timbil sekitar usia 18 bulan)l. Dapat terjadi kehilangan kesadaran

Peters plus sindrom Peters anomali opasitas pada kornea dapat segera dikenali saat lahir Peters plus sindrom ini ditandai dengan anomali Peters ditambah tanda-tanda khas dan gejala lain. Manifestasi klinis termasuk brachycephaly, kelainan otak, kelainan jantung, kelainan genitourinaria, sindaktili, bibir sumbing dan langit-langit, dan kelainan pendengaran.

Berdasarkan literatur, adanya sianosis saat bayi sedang menangis merupakan salah satu tanda klinis adanya penyakit jantung bawaan tipe sianotik. Tetralogi fallot merupakan salah satu penyakit jantung bawaan tipe sianotik.Penderita Tetralogi Fallot umumnya sianosis akan bertambah bila menangis atau melakukan aktivitas fisik akibat aliran darah ke paru semakin berkurang. Pada keadaan yang berat sering terjadi serangan spel hipoksia,yang ditandai khas dengan hiperpnea, gelisah, menangis berkepanjangan, bertambah biru, lemas atau tidak sadar dan kadang-kadang disertai kejang.Serangan ini umumnya terjadi pada usia 3 bulan sampai 3 tahun dan sering timbul saat bangun tidur pagi atau siang hari ketika resistensi vaskuler sistemik rendah. Dapat kembali pulih secara spontan dalam waktu kurang dari15-30 menit.Berdasarkan anamnesa mengenai riwayat penyakit dahulu yang pernah dialami pasien, pasien pernah dirawat di rumah sakit sejak lahir sampai usia kurang lebih 1 bulan dengan kelainan jantung, cairan yang lebih banyak daripada jaringan otak, tidak ada bagian hitam pada matanya, lubang kecil dipertengahan punggung bawah. Ibu pasien juga mengatakan bahwa sejak lahir badan pasien sering biru terutama saat menangis dan pasien juga sering kejang.Peters anomali bermanifestasi dalam rahim selama trimester pertama kehamilan (10-16 minggu) dan, oleh karena itu, dapat segera dikenali saat lahir. Pada saat lahir kelainan yang pertama kali dikenali adalah tampak opasitas pada mata pasien, sehingga mata pasien tampak putih seluruhnya dan tidak ada bagian hitamnya. Ini dapat dikenali sebagai peters anomaly. Adanya tambahan kelainan congenital lainnya menjadikan keadaan tersebut sebagai peters plus anomaly.Pasien ini juga menderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut yang ditandai oleh adanya demam, batuk, dan pilek.Kondisi pasien yang kurang memiliki daya tahan tubuh kuat, karena intake ASI yang kurang. Pasien juga diberi susu formula dengan takaran yang juga kurang. Pada pengukuran Z score didapatkan nilai < -3 (gizi buruk). Pada penderita gizi buruk cenderung mempunyai imunitas yang menurun, sehingga dengan mudah dapat terinfeksi, seperti infeksi virus, contohnya virus yang menyebabkan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA).

II. Pemeriksaan FisikFakta KasusTeori

Tanda vital Frekuensi nadi : 144 x/menit, reguler, kuat angkat, isi cukup Pernafasan : 84 x/menit Suhu : 36.5 oC (per axiller)

AntropometriBerat badan : 2300 gramPanjang Badan: 51 cmLingkar kepala: 32 cmStatus Gizi: Gizi Buruk (kurva Z-score di bawah -3 SD)

KepalaMata : UUB cembung, Anemis (+/+), Sianosis (+), kornea keruh berwarna putih, refleks cahaya dan pupil tidak dapat dinilai Hidung: PCH (+)Thoraks PulmoInspeksi : retraksi ICS (+)Auskultasi : Ronki (+/+)CorAuskultasi : S1S2 tunggal reguler, gallop (+), murmur (+)EkstremitasAkral dingin (+), pucat (+), polidactily manus sinistra Berat badan bayi tidak bertambah Pertumbuhan anak berlangsung lambat Takipneu Hipertropi gingival Vena jugularis terlihat penuh/menonjol Bising jantung Kadang-kadang hepatomegali, dengan hepatojugular reflux

peters plus syndrome Opasitas kornea central, paracentral, atau lengkap selalu hadir pada pasien dengan anomali Peters. Manifestasi klinis termasuk brachycephaly, kelainan otak, kelainan jantung, kelainan genitourinaria, sindaktili, bibir sumbing dan langit-langit, dan kelainan pendengaran.

Gizi buruk Berdasarkan kurva Z-score berat badan terhadap umur didapatkan hasil dibawah garis -3 yang diinterpretasikan sebagai gizi buruk

Berdasarkan literature, pada pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien ini yang sesuai dengan tetralogi fallot antara lain bisa didapatkan takipneu, tanda sianotik, dan adanya bising jantung berupa murmur dan gallop.Untuk diagnosa peters anomaly sendiri pada pemeriksaan fisik ditemukan kornea keruh berwarna putih. Peters anomali merupakan kelainan kongenital berupa opasitas kornea central, paracentral, atau lengkap selalu hadir pada pasien dengan anomali Peters. Adanya manifestasi kelainan kongenital penyerta lainnya seperti polydactily dan kelainan jantung itu sendiri merupakan tanda adanya kelainan yang disebut sebagai peters plus anomali atau peters plus syndrome.Berdasarkan perhitungan dalam kurva Z score, pasien dalam kasus ini memiliki berat badan 2.300 gram diusia 2 bulan bulan. Didapatkan titik poin dibawah garis -3 yang diinterpretasikan sebagai gizi buruk.

PEMERIKSAAN PENUNJANGFakta KasusTeori

Pemeriksaan Laboratorium:Hemoglobin: 10,2 gr/dlLeukosit: 6.200/mm3Hematokrit: 32,1 %Trombosit: 196.000 /mm3

Foto thoraksTidak ada

AngiogramTidak dilakukan

EchocardiographyDidapatkan1. AV & VA concordance2. Pembesaran ventrikel kanan3. Stenosis pulmonalis moderate-berata. Kadar hemoglobin dan hematokrit tinggi. b. Pada foto torak didapat gambaran pembuluh darah paru berkurang (oligemia) dan konfigurasi jantung yang khas yakni seperti sepatu boot (boot shape). c. Angiogram (gambaran sinar-X) menunjukkan aliran darah abnormal yang melalui lubang septum interventrikel dan masuk dalam aorta dan terdapat sedikit aliran melalui arteri pulmonal yang stenosis.d. Pada ekokardiogram tampak defek septum ventrikel jenis perimembranus dengan overriding aorta kurang lebih 50% dan penebalan infundibulum ventrikel kanan.

Kadar hemoglobin dan hematokrit tinggi karena merupakan mekanisme kompensasi akibat saturasi oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin dipertahankan antara 15-17 g/dl, sedangkan hematokrit 50-65%. Bila kadar hemoglobin dan hematokrit melampaui batas tersebut timbul bahaya terjadinya kelainan trombo emboli, sebaliknya bila kurang dari batas bawah tersebut berarti terjadi anemia relatif yang harus diobati.Ekokardiografi dapat memperlihatkan setiap kelainan pada tetralogi fallot. Pelebaran dan posisi aorta berupa diskontinuitas septum ventrikel dan dinding depan aorta serta pelebaran ventrikel kanan oleh karena penebalan infundibulum ventrikel kanan.mudah dilihat. Kelainan katup pulmonal seringkali sulit dinilai, demikian pula penentuan perbedaan tekanan antara ventrikel kanan dan a.pulmonalis tidak selalu mudah dilakukan. overriding aorta dapat ditemukan kurang lebih 50%.

III. PenatalaksanaanPenatalaksanaan dalam kasus ini yakni diberikan IVFD KAEN 1B 8 tpm mikro, inj Cefotaxime 3x100 mg iv, gentamycin 2x 5 mg

Tatalaksanan pada tetralogi fallotTatalaksana penderita rawat inap Mengatasi kegawatan yang ada. Oksigenasi yang cukup. Tindakan konservatif.Pengobatan pada serangan sianosis1. Usahakan meningkatkan saturasi oksigen arteriil dengan cara :c. Membuat posisi knee chest atau fetusd. Ventilasi yang adekuat2. Menghambat pusat nafas denga Morfin sulfat 0,1-0,2 mg/kg im atau sub kutan3. Bila serangan hebat bisa langsung diberikan Na Bic 1 meq/kg iv untuk mencegah asidosis metabolik4. Bila Hb 10 kg : tutup VSD + reseksi infundibulum.Pada pasien ini belum mendapatkan terapi untuk menangani tetralogi of fallot yang dideritanya.

Pemberian terapi cairan KAEN 1B 8 tpm mikro pada kasus ini telah sesuai dengan kebutuhan cairan rumatan per hari, berdasarkan berat badan pasien dalam 24 jam sejumlah 192 cc. Kebutuhan cairan pasien sesuai berat badan yaitu 230 cc/hari. Karena pasien dapat makan dan minum maka kekurangannya bisa didapatkan dari ASI. Jika pasien dalam kondisi sesak, maka pasien dipuasakan untuk menghindarai terjadinya aspirasi.Pemberian O2 1-2 liter permenit nasal kanul telah sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa terapi Oksigen harus diberikan kepada semua penderita kecuali untuk kasus-kasus yang sangat ringan. Saturasi oksigen menggambarkan kejenuhan afinitas hemoglobin terhadap oksigen di dalam darah. Oksigen dapat diberikan melalui nasal prongs (2 liter/menit), masker (minimum 4 liter/menit) atau head box. (7)Penggunaan antibiotik pada kasus ini adalah injeksi Cefotaxim 3x100 mg iv. Pemberian tersebut diluar rentang dosis, yaitu 50-100 mg/kgBB/hari, pemberian per dosis seharusnya dalam rentang 38-77 mg/kali. Pemberian Antibiotik pada kasus ini bertujuan untuk terapi infeksi sekunder oleh bakteri.Diagnosis lain pada pasien ini yaitu gizi buruk. Dari kurva z-score BB/U terletak di bawah garis -3SD. Pada pasien dengan gizi buruk sebaiknya diberikan makanan yang mengandung protein, tinggi kalori, cairan, vitamin dan mineral. Kebutuhan cairan : 2,3 kg x 100 cc = 230 cc/24 jam = 9,58 cc ~ 9 tpm mikro Pemberian cairan KAEN 1B untuk pasien ini kurang tepat karna tidak mencukupi kebutuhan karbohidrat harian pasien 5-8 gr/KgBB/hari 11,5-18,4 g/hr Sedangkan karbohidrat yang didapat dari cairan rumatan KAEN 1B 230 x 37,5/ 1000 = 8,625 g Bila diberikan D5 NS 27,5 x 230/ 500 = 12,65 g Jadi sebaiknya diberikan cairan D5 NS 9 tpm Kebutuhan kalori : 80-100 kal/kg BB= 80 x 2,3 = 184 kalori 100 x 2,3 = 230 kalori Kebutuhan kalori = 230 kalori/ hari Kebutuhan protein = 1-1,5 gr/KgBB/hari = 2,3- 3,45 gr/hari

Bila pasien tetap diberikan pemberian ASI, berdasarkan penelitian bahwa ASI mengandung lemak dan energi sekitar 880 kal/ 1000 cc sehingga apabila pemberian ASI tetap diberikan rutin setiap hari, maka kemungkinan kebutuhan kalori juga tercukupi. 1