TUTORIAL Marasmus

download TUTORIAL Marasmus

of 18

description

marasmus

Transcript of TUTORIAL Marasmus

LAPORAN PENDAHULUAN

PENDAHULUAN

Penyakit kurang energi protein (KEP) merupakan salah satu penyakit gangguan gizi yang penting di Indonesia maupun banyak negara yang sedang berkembang di Asia, Afrika, Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Prevalensi yang tinggi terdapat pada anak-anak di bawah umur 5 tahun (Balita). Karena pada saat itu gizi atau makanan tersebut disediakan untuk pertumbuhan dan perkembangan serta energi yang lebih aktif pada anak tersebut. Upaya untuk meningkatkan keadaan gizi masyarakat telah dilaksanakan melalui berbagai program perbaikan gizi oleh Departemen Kesehatan bekerja sama dengan masyarakat. Penderita gizi buruk yang paling banyak dijumpai ialah tipe marasmus. Di RS. Dr.Sutomo Surabaya didapatkan 47%. Hal ini dapat dipahami karena marasmus sering berhubungan dengan keadaan kepadatan penduduk dan higiene yang kurang di daerah perkotaan yang sedang membangun(6) dan serta terjadinya krisis ekonomi di lndonesia. Marasmus adalah salah satu bentuk KEP berat yang timbul karena defisiensi karbohidrat dengan presentasi berat badan kurang dari 60% tanpa edema. Pada penyakit KEP ditemukan berbagai macam keadaan patologis disebabkan oleh kekurangan energi maupun protein dalam proporsi yang bermacam-macam akibat kekurangan tersebut timbul keadaan KEP pada derajat yang ringan sampai berat.

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN

Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. (Dorland, 1998:649). Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori protein. (Suriadi, 2001:196). Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak cukup atau higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyakit klinis yang menekankan satu ayau lebih tanda defisiensi protein dan kalori. (Nelson, 1999:212).

Zat gizi adalah zat yang diperoleh dari makanan dan digunakan oleh tubuh untuk pertumbuhan, pertahanan dan atau perbaikan. Zat gizi dikelompokkan menjadi karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air. (Arisman, 2004:157). Energi yang diperoleh oleh tubuh bukan hanya diperoleh dari proses katabolisme zat gizi yang tersimpan dalam tubuh, tetapi juga berasal dari energi yang terkandung dalam makanan yang kita konsumsi. Fungsi utama karbohidrat adalah sebagai sumber energi, disamping membantu pengaturan metabolisme protein. Protein dalam darah mempunyai peranan fisiologis yang penting bagi tubuh untuk :

1. Mengatur tekanan air, dengan adanya tekanan osmose dari plasma protein.

2. Sebagai cadangan protein tubuh.

3. Mengontrol perdarahan (terutama dari fibrinogen).

4. Sebagai transport yang penting untuk zat-zat gizi tertentu.

5. Sebagai antibodi dari berbagai penyakit terutama dari gamma globulin.

Dalam darah ada 3 fraksi protein, yaitu : Albumin, globulin, fibrinogen.

B. ETIOLOGI

Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan orangtua-anak terganggu,karena kelainan metabolik, atau malformasi kongenital. (Nelson,1999).

Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf pusat. (Dr. Solihin, 1990:116).FAKTOR-FAKTOR YANG MEYEBABKAN TERJADINYA MARASMUS1. Faktor diet. Diet kurang energi akan mengakibatkan penderita marasmus.

2. Peranan faktor sosial. Pantangan untuk menggunakan bahan makanan tertentu yang sudah turun-temurun.

3. Peranan kepadatan penduduk. Mc Laren (1982) memperkirakan bahwa marasmus terdapat dalam jumlah yang banyak akibat suatu daerah terlalu padat penduduknya dengan higiene yang buruk.

4. Faktor infeksi. Terdapat interaksi sinergistis antara infeksi dan malnutrisi. Infeksi berat dapat memperjelek keadaan gizi melalui gangguan masukan dan meningginya kehilangan zat-zat gizi esensial tubuh.5. Faktor kemiskinan. Dengan penghasilan yang rendah, ketidakmampuan membeli bahan makanan ditambah timbulnya banyak penyakit infeksi karena kepadatan tempat tinggal dapat mempercepat timbulnya KEP.C. PATOFISIOLOGI

Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori, protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. (Arisman, 2004:92). Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selam puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi seteah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh. (Nuuhchsan Lubis an Arlina Mursada, 2002:11).

D. MANIFESTASI KLINIK

Pada mulanya ada kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan kehilangan berat badan sampai berakibat kurus,dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang dari bantalan pipi, muka bayi dapat tetap tampak relatif normal selama beberaba waktu sebelum menjadi menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat kembung dan datar. Terjadi atropi otot dengan akibat hipotoni. Suhu biasanya normal, nadi mungkin melambat, mula-mula bayi mungkin rewe, tetapi kemudian lesu dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul apa yang disebut diare tipe kelaparan, dengan buang air besar sering, tinja berisi mukus dan sedikit. (Nelson,1999).

Selain itu manifestasi marasmus adalah sebagai berikut :

1. Badan kurus kering tampak seperti orangtua

2. Lethargi

3. Irritable

4. Kulit keriput (turgor kulit jelek)

5. Ubun-ubun cekung pada bayi

6. Jaingan subkutan hilang

7. Malaise

8. Kelaparan

9. ApatisLABORATORIUMPerubahan biokimia yang ditemukan pada marasmus adalah: 11. Anemia ringan sampai berat.

2. Kadar albumin dan globulin serum rendah.

3. Kadar kolesterol serum yang rendah.

4. Kadar gula darah yang rendah.

E. PENATALAKSANAAN

1. Keadaan ini memerlukan diet yang berisi jumlah cukup protein yang kualitas biologiknya baik. Diit tinggi kalori, protein, mineral dan vitamin.

2. Pemberian terapi cairan dan elektrolit.

3. Penatalaksanaan segera setiap masalah akut seperti masalah diare berat.

4. Pengkajian riwayat status sosial ekonomi, kaji riwayat pola makan, pengkajian antropometri, kaji manifestasi klinis, monitor hasil laboratorium, timbang berat badan, kaji tanda-tanda vital.Penanganan KKP berat

Pasien marasmus berat dirawat inap dengan pengobatan rutin sebagai berikut: 1,2,3,41. Atasi/cegah hipoglikemia

Periksa kadar gula darah bila ada hipotermia (suhu aksila < 35C, atau suhu rektal 35,5C). Bila kadar gula darah di bawah 50 mg/dl, maka berikan:

50 ml bolus glukosa 10% atau larutan sukrosa (1 sendok teh gula dalam 5 sendok makan air) secara oral atau sonde/pipa nasogastrik. Selanjutnya berikan larutan tersebut setiap 30 menit selama 2 jam (setiap kali berikan bagian dari jatah untuk 2 jam). Secepatnya berikan makan setiap 2 jam, siang dan malam.2. Atasi/cegah hipotermia

Bila suhu rektal < 35,5C, hangatkan anak dengan pakaian atau selimut, atau letakkan dekat lampu atau pemanas. Suhu diperiksa sampai mencapai > 36,5C.3. Atasi/cegah dehidrasi

Jika anak masih menyusui, teruskan ASI dan berikan setiap setengah jam sekali. Jika anak masih dapat minum, lakukan tindakan rehidrasi oral dengan memberikan minum anak 5 ml/kgBB setiap 30 menit cairan rehidrasi oral khusus untuk KEP. Jika tidak ada cairan khusus untuk anak dengan KEP berat dapat menggunakan oralit. Jika anak tidak dapat minum maka dilakukan rehidrasi intravena dengan cairan Ringer Laktat/Glukosa 5% dan NaCl 0,9%.

4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit

Pada semua KEP berat terjadi gangguan keseimbangan elektrolit diantaranya:

Kelebihan natrium tubuh, walaupun kadar natrium plasma rendah. Defisiensi kalium dan magnesium. Ketidakseimbangan ini diterapi dengan memberikan:

K 2 4 meq/kgBB/hari (150 300 mg KCL/kgBB/hari).

Mg 0,3 0,6 meq/kgBB/hari (7,5 15 MgCl2/kgBB/hari).

5. Obati/cegah infeksi

Pada KEP berat, tanda yang umumnya menunjukan adanya infeksi seperti demam, seringkali tidak nampak, oleh karena itu pada semua KEP berat secara rutin diberikan:

Antibiotika spektrum luas, bila tanpa komplikasi: kontrimoksazol 5 ml suspensi pediatri secara oral, 2 kali sehari selama 5 hari (2,5 ml bila BB < 4 kg).

Bila anak sakit berat (apatis, letargi) atau ada komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, infeksi kulit, infeksi saluran napas atau saluran kencing) beri ampisilin 50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam selama 2 hari, kemudian secara oral amoksisilin 15 mg/kgBB setiap 8 jam, selama 5 hari.

Bila amoksisilin tidak ada, maka teruskan ampisilin 50 mg/kgBB setiap 6 jam secara oral, atau gentamisin 7,5 mg/kgBB/IM atau IV sekali sehari selama 7 hari.

Bila dalam 48 jam tidak ada kemajuan klinis, tambahkan kloramfenikol 25 mg/kgBB/IM atau IV setiap 6 jam selama 5 hari.

Bila terdeteksi kuman spesifik, beri pengobatan spesifik. Bila anoreksia menetap selama 5 hari pengobatan antibiotik, lengkapi pemberian hingga 10 hari.

Vaksinasi campak bila umur anak > 6 bulan dan belum pernah diimunisasi.

6. Koreksi defisiensi nutrien mikro

Berikan setiap hari:

Tambahan multivitamin. Asam folat 1 mg/hari (5 mg hari pertama). Seng (Zn) 2 mg/kgBB/hari. Bila berat badan mulai naik: Fe 3 mg/kgBB/hari atau sulfas ferosus 10 mg/kgBB/hari. Vitamin A oral pada hari 1, 2 dan 14. Untuk umur > 1 tahun 200.000 SI, umur 6 12 bulan 100.000 SI, dan umur 0 5 bulan 50.000 SI.

7. Mulai pemberian makanan

Pemberian diet dibagi dalam 3 fase, yaitu: fase stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi.

Fase Stabilisasi (2 7 hari)

Fase dimulainya pemberian makanan segera setelah anak dirawat sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal tubuh.

Prinsif pemberian nutrisi pada fase inisial/stabilisasi adalah sebagai berikut:

a) Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa.b) Oral atau nasogastrik.c) Kalori 100 kkal/kgBB/harid) Protein 1 1,5 gr/kgBB/hari.e) Cairan 130 ml/kgBB/hari.

Fase Transisi (Minggu ke-2)

Fase pemberian makanan secara perlahan-lahan untuk menghindari resiko gagal jantung dan intoleransi saluran cerna bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.

a) Kalori 150 kkal/kgBB/harib) Protein 2 3 gr/kgBB/haric) Cairan 150 ml/kgBB/hari.

Fase Rehabilitasi (Minggu ke-3 7)

Pada masa pemulihan, dibutuhkan berbagai pendekatan secara gencar agar tercapai asupan makanan yang tinggi dan pertambahan BB > 10 gr/kgBB/hari. Awal fase rehabilitasi ditandai dengan timbulnya selera makan, biasanya 1 2 minggu setelah dirawat.

Setelah masa transisi dilampaui, anak diberi:

a) Makanan/formula dengan jumlah tidak terbatas dan sering.b) Energi 150 220 kkal/kgBB/hari.c) Protein 4 6 gr/kgBB/harid) Bila anak masih mendapat ASI, teruskan tetapi beri formula lebih dulu karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh kejar.

8. Fasilitasi tumbuh kejar

Untuk mengejar pertumbuhan yang tertinggal, anak diberi asupan makanan seperti pada fase-fase tersebut di atas. Untuk itu harus tersedia jumlah asupan makanan yang memadai seperti pada tahapan fase-fase di atas.

9. Sediakan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental.

10. Siapkan follow up setelah sembuh

Bila berat badan sudah mencapai 80% BB/U dapat dikatakan anak sembuh. Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan di rumah setelah penderita dipulangkan. Kepada orang tua disarankan:

Membawa anaknya kembali untuk kontrol secara teratur. Pemberian suntikan/imunisasi ulang (booster). Pemberian vitamin A setiap 6 bulan.

Selain itu atasi penyakit penyerta, yaitu:

Defisiensi vitamin A.

Dermatosis.

Penyakit karena parasit/cacing.

Diare berlanjut.

Tuberkulosis, obati sesuai dengan pedoman tuberkulosis.F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Pemeriksaan Fisik

a. Mengukur TB dan BB

b. Menghitung indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kilogram) dibagi dengan TB (dalam meter)c. Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan trisep) ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat diukur, biasanya dangan menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak dibawah kulit banyaknya adalah 50% dari lemak tubuh. Lipatan lemak normal sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada wanita.d. Status gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur LLA untuk memperkirakan jumlah otot rangka dalam tubuh (lean body massa, massa tubuh yang tidak berlemak).

2. Pemeriksaan laboratorium : albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit, Hb, Ht, transferin.

G. PROGNOSISDengan pengobatan adekuat, umumnya penderita dapat ditolong walaupun diperlukan waktu sekitar 2 3 bulan untuk tercapainya berat badan yang diinginkan. Pada tahap penyembuhan yang sempurna, biasanya pertumbuhan fisik hanya terpaut sedikit dibandingkan dengan anak yang sebayanya. Namun kadang-kadang perkembangan intelektualnya akan mengalami kelambatan yang menetap, khususnya kelainan mental dan defisiensi persepsi. Retardasi perkembangan akan lebih nyata lagi bila penyakit ini diderita sebelum anak berumur 2 tahun, ketika masih terjadi proliferasi, mielinisasi dan migrasi sel otak.H. FOKUS INTERVENSI

1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan tidak adekuat (nafsu makan berkurang). (Wong, 2004)

Tujuan :

Pasien mendapat nutrisi yang adekuat

Kriteria hasil:

meningkatkan masukan oral.

Intervensi :

a. Dapatkan riwayat diet

b. Dorong orangtua atau anggota keluarga lain untuk menyuapi anak atau ada disaat makan

c. Minta anak makan dimeja dalam kelompok dan buat waktu makan menjadi menyenangkan

d. Gunakan alat makan yang dikenalnya

e. Perawat harus ada saat makan untuk memberikan bantuan, mencegah gangguan dan memuji anak untuk makan mereka

f. Sajikan makansedikit tapi sering

g. Sajikan porsi kecil makanan dan berikan setiap porsi secara terpisah2. Defisit volume cairan berhubungan dengan diare. (Carpenito, 2001:140)

Tujuan :

Tidak terjadi dehidrasi

Kriteria hasil :

Mukosa bibir lembab, tidak terjadi peningkatan suhu, turgor kulit baik.

Intervensi:

a. Monitor tanda-tanda vital dan tanda-tanda dehidrasi

b. Monitor jumlah dan tipe masukan cairanc. Ukur haluaran urine dengan akurat3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi/status metabolik. (Doengoes, 2000).

Tujuan :

Tidak terjadi gangguan integritas kulit

Kriteria hasil :

kulit tidak kering, tidak bersisik, elastisitas normal

Intervesi:

a. Monitor kemerahan, pucat,ekskoriasib. Dorong mandi 2xsehari dan gunakan lotion setelah mandic. Massage kulit Kriteria hasilususnya diatas penonjolan tulangd. Alih baring 4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh

Tujuan:

Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi

Kriteria hasil:

suhu tubuh normal 36,6 C-37,7 C,lekosit dalam batas normalIntervensi:

a. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan

b. Pastikan semua alat yang kontak dengan pasien bersih/steril

c. Instruksikan pekerja perawatan kesehatan dan keluarga dalam prosedur kontrol infeksi

d. Beri antibiotik sesuai program5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang nya informasi (Doengoes, 2004)

Tujuan :

pengetahuan pasien dan keluarga bertambah

Kriteria hasil:

Menyatakan kesadaran dan perubahan pola hidup,mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala.

Intervensi:

a. Tentukan tingkat pengetahuan orangtua pasienb. Mengkaji kebutuhan diet dan jawab pertanyaan sesuai indikasic. Dorong konsumsi makanan tinggi serat dan masukan cairan adekuatd. Berikan informasi tertulis untuk orangtua pasien6. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan melemahnyakemampuan fisik dan ketergantungan sekunder akibat masukan kalori atau nutrisi yang tidak adekuat. (Carpenito, 2001:157).

Tujuan :

Anak mampu tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya.

Kriteria hasil:Terjadi peningkatan dalam perilaku personal, sosial, bahasa, kognitif atau aktifitas motorik sesuai dengan usianya.

Intervensi:

a. Ajarkan pada orangtua tentang tugas perkembangan yang sesuai dengan kelompok usia.

b. Kaji tingkat perkembangan anak dengan Denver II

c. Berikan kesempatan bagi anak yang sakit memenuhi tugas perkembangan

d. Berikan mainan sesuai usia anak.7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen sekunder akibat malnutrisi. (Carpenito, 2001:3)

Tujuan :

Anak mampu beraktifitas sesuai dengan kemampuannya.

Kriteria hasil:

Menunjukkan kembali kemampuan melakukan aktifitas.

Intervensi:

a. Berikan permainan dan aktifitas sesuai dengan usia

b. Bantu semua kebutuhan anak dengan melibatkan keluarga pasien8. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan rendahnya masukan protein (malnutrisi). (Carpenio, 2001:143).

Tujuan :

Kelebihan volume cairan tidak terjadi.

Kriteria hasil

:

Menyebutkan faktor-faktor penyebab dan metode-metode pencegahan edema, memperlihatkan penurunan edema perifer dan sacral.

Intervensi:

a. Pantau kulit terhadap tanda luka tekan

b. Ubah posisi sedikitnya 2 jam

c. Kaji masukan diet dan kebiasaan yang dapat menunjang retensi cairan.

DAFTAR PUSTAKA1. Arisman, 2004, Gizi dalam daur kehidupan, Jakarta : EGC

2. Betz, L & Linda S, 2002, Buku saku peditrik, Alih bahasa monica ester edisi 8, jakarta, EGC

3. Carpenito, L. J, 2001, Hand book of nursing diagnosis, 8-e (buku saku diagnosa keperawatan, 8-e), Alih bahasa monica ester dkk, Jakarta, EGC

4. Doengoes ME, 2000, Nursing care plans guide line for planning and documenting patien care, edisi 3, alih bahasa I made kariasa, Jakarta, EGC

5. Nelson, & behrman, kliegman, 2000, Nelson teks book of pediatric 15/e, vol. 2, Ed 15, alih bahasa A Samik Wahab, Jakarta, EGC6. Nuchsan .A, 2002, Penatalaksanaan Busung lapar pada balita, Cermin Dunia Kedokteran no. 134, 2002 : 10-11

7. Wong, L. D & Whaleys, 2004, Pedoman klinis asuhan keperawatan anak, alih bahasa monica ester, Jakarta, EGC

PAGE 15