Tutorial

71
LAPORAN PBL SKENARIO B BLOK VII Disusun Oleh: Kelompok VII Tutor : dr. Nyayu fauzia zen Vanadia nurul meta 04081001002 Ristari Okvaria 04081001017 Susi susantI 04081001023 Darmawati sahafi 04081001049 Nurul fajriah widya U. 04081001053 Ari Dwiprasetyo 04081001063 Dwi atika sari 04081001075 Carolina Jessica 04081001077 Desi oktariana 04081001093

description

ff

Transcript of Tutorial

Page 1: Tutorial

LAPORAN PBL SKENARIO B

BLOK VII

Disusun Oleh:

Kelompok VII

Tutor : dr. Nyayu fauzia zen

Vanadia nurul meta 04081001002Ristari Okvaria 04081001017Susi susantI 04081001023Darmawati sahafi 04081001049Nurul fajriah widya U. 04081001053Ari Dwiprasetyo 04081001063 Dwi atika sari 04081001075Carolina Jessica 04081001077Desi oktariana 04081001093Nia Savitri Tamzil 04081001098Netta lionora 04081001104Rudini EffendI 04081001113

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2008

Page 2: Tutorial

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-

Nya laporan tugas tutorial skenario B ini dapat terselesaikan dengan

baik.

Laporan ini betujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang

merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas

Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Tim penyusun laporan ini tak lupa mengucapkan terima kasih

kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan

tugas tutorial ini.

Laporan ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, saran dan

kritik pembaca akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa

akan tim penyusun lakukan.

Tim Penyusun

Page 3: Tutorial

DAFTAR ISI

1. Halaman Judul

2. Kata Pengantar………………………………………....i

3. Daftar Isi……………………………………………...............ii

4. Hasil Tutorial dan Belajar Mandiri :

I. Klarifikasi Istilah……………………………….1

II. Identifikasi Masalah……………………………1

III. Analisis Masalah dan Jawaban…………………1

IV. Hipotesis………………………………………..3

V. Kerangka Konsep……………………………....3

VI. Learning Issues………………………………....4

VII. Sintesis…………………………………………5

Daftar Pustaka……………………………………………...iii

ii

Page 4: Tutorial

SKENARIO

Tn.lakoni, umur 30 tahun,mengeluh kepada dokter karena sudah 8 hari ini demam terus menerus disertai nyeri ulu hati dan mual dan lidah terasa pahit, sejak lima hari yang lalu tidak BAB.

Dokter memeriksa keadaan umum Tuan lakoni. Pada pemeriksaan fisik dijumpai temperatur 39°C, nadi 88/menit, tensi 110/80 mmHg, RR: 18x/ menit, lidah kotor dan nyeri tekan pada epigastrium. Penderita juga membawa hasil laboratoruim: Hb: 12 mg/dl, leokosit 4500/ mm3 , LED 12mm/ jam , hematokrit 36mg%, trombosit 210.000/mm3, widal test thypii O:1/ 320, parathypii H: 1/640

Kemudian dokter memberikan suntikan sefatoksim intramuskuler tanpa terlebih dahulu melakukan uji alergi, beberapa menit setelah disuntik,Tuan Lakoni tidak sadarkan diri, nadi filiformis, tensi 80/60 mmHg.

Apa saja yang terjadi pada Tuan Lakoni ?

I. Klarifikasi istilah

1. Demam : periksia, peningkatan temperatur tubuh diatas normal2. Nyeri ulu hati : 3. Mual : Sensasi tidak menyenangkan yang secara mengacu pada epigastrium.4. lidah terasa pahit : lidah yang tidak seperti biasanya karna 5. terinfeksi6. nyeri tekan : sensasi yang tidak menyenangkan yang

timbul saat dilakukan tekanan

7. widal test :Uji untuk melihat, aglutinin terhadap antigen O dan H dari S.typhii dan S.para thypii dalam serum penderita yang dicurigai menderita infeksi salmonella

8. Epigastrium : daerah perut bagian tengah dan atas diantara angulus sterni

8. LED : 9. Hematokrit : presentase volume eritrosit dalam darah keseluruhan

10.parathypii :slah satu jenis salmonella penyabab infeksi

Page 5: Tutorial

11. Suntikan sefatoksin intramuskular: 12. Nadi filiformis :nadi yang bebrbentuk beneng-benang halus 13. Uji alergi : suatu uji yang digunakan untuk menentukan apakah substansi tertentu dapat menimbulkan reaksi alergi pada individu tertentu 14. Trombosit : sejenis sel darah yang diperlukan untuk pembekuan darah 15. Leukosit :sel darah putih yang merupakan salah satu sistem imun 16. Hb : pigmen pembawa oksigen eritrosit, dibentuk oleh eritrosit yang berkembang dalam sum-sum tulang, merupakan empat rantai polipeptida globin yang berbeda masing-masing terdiri dari beberapa ratus asam amino 17. Tensi : tekanan darah dalam arteri 18. Lidah kotor :

II. Identifikasi masalah

A Tn.lakoni umur 30 tahun mengeluh kepada dokter karena sudah 8 hari ini dia demam terus menerus disertai nyeri ulu hati dan mual dan lidah teraspahit, sejak 5 hari yang lalu tidak BAB.

B Hasil pemeriksaan fisik oleh dokter ditemukan temperatur 39°C, nadi 88/menit, tensi 110/80 mmHg, RR: 18x/ menit, lidah kotor dan nyeritekan pada epigastrium.

C Tuan lakoni juga membawa hasil laboratorium Hb: 12 mg/dl, leokosit 4500/ mm3 , LED 12mm/ jam , hematokrit 36mg%, trombosit 210.000/mm3, widal test thypii O:1/ 320, parathypii H: 1/640. D. Kemudian dokter memberikan suntikan sefatoksim intramuskuler tanpa terlebih dahulu melakukan uji alergi, beberapa menit setelah disuntik,Tuan Lakoni tidak sadarkan diri, nadi filiformis, tensi 80/60 mmHg.

III. Analisis masalah

1. a) Apa penyebab keluhan Tn. Lakoni ?

b) Bagaimana mekanisme demam ?c) Bagaimana mekanisme nyeri ulu hati?d) Bagaiman mekanisme mual dan lidah terasa

Page 6: Tutorial

pahit? e) Mengapa setelah 3 hari demam, Tn. Lakoni mulai tidak BAB sejak lima hari terakhir ?

2. a) Apa interpretasi pemeriksaan fisik Tn. Lakoni ? b) Mengapa vital sign Tn. Lakoni normal padahal Tn. Lakoni mengalami demam ? c) Bagaimana mekanisme lidah kotor dan histopatologi lidah kotor? d) Bagaiman mekanisme dan penyebab nyeri tekan pada epigastrium ? e) Bagaimana struktur anatomi epigastrium ? f) Bagaimana histology lidah?

3. a) Interpertasi dari pemeriksaan lab ? ( normal & dalam kasus ) b) Apa yang menyebabkan hasil pemeriksaan lab Tn. Lakoni demiikian ? c) Bagaiman widal test ? d) Apa tujuan widal test ? e) Test alternatif apa saja yang dapat digunakan selain widal test ? f) Apa saja diagnosis bandingnya? g) Bagaiman patogenesis penyakit yang dialami Tn. Lakoni ?

4. a) Apa itu suntikan sefatoksim dan fungsinya?

b) Bagaiman aspek farmakodinamik dan farmakokinetik ? c) Bagaimana prosedur uji alergi dan tujuannya? d) Mengapa setelah di suntikan sefatoksim Tn. Lakoni tidak sadarkan diri ? e) Mengapa nadi filiformis ? f) Mengapa tekanan darah 80/ 60 mmHg ? g) Bagaimana penatalaksanaan penyakit Tn. Lakoni ? h) Bagaiman penata laksanaan saat Tn. Lakoni tidak sadarkan diri?

IV Hipotesis

Page 7: Tutorial

“Tn.lakoni, 30 tahun, mengalami demam thypoid karena infeksi salmonella typhii. dan mengalami syoch anafilaktik karena alergi sefatoksim”

V kerangka konsep

VI. Learning Issue

sebagian dimusnahkan di asam lambung

Sebagian masuk usus halus

Asam lambung meningkat

Masuk ke saluran cernah

Tn. Lakoni, 30 tahun terinfeksi S. tyhpii

mual

Histamin II

Masuk & bersarang dihati & limfe

Degranulasi sel mast

Respon imun

peritonitis

Demam thypoid

Sebagian menembus lamina propriia

Nyeri tekan

perforasi

perdarahan

Sebagian hidup & menetap Masuk aliran limfe

Menembus & masuk aliran darah

Masuk dalam kelenjar limfe mesentrial

Hepatomegali & splenomegali

Diberi suntikan sefataksim

alergen

Syok anafilaltikvasodilatasimediatordegranulasi

IgE and FCR sel mast

IgE

Zat pirogen dilepas oleh leukosit

Page 8: Tutorial

Learning Issue WhatI know

What I Don’t Know

What I Have to Prove How I will Learn

Demam tifoid

Pemeriksaan fisik & laboratorium

Uji alergi

Farmako kinetic & farmakodinamik sefaoksim

Syok anafilaltik

Histology & histopatologi lidah dan anatomi epigastrium

Definisi

Definisi

Definisi

Definisi

Definisi

Struktur

Etiologi dan patogenesisnyaTest yang digunakan

Manfaat dari uji alergi Pengobatan yang sesuai

Mekanisme terjadinya

Gejalahnya

Penatalaksanaanya

Langkah-langkah dalam

Penatalaksanaannya

Cara mengatasinya

Text book, journal , dan

internet

VII Sintesis

Demam Typhoid

Demam typhoid merupakan infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh

Salmonella typhi, atau jenis yang virulensinya lebih rendah yaitu Salmonella

paratyphi.

Di Indonesia demam typhoid merupakan penyakit endemik yang menular

seperti yang tercantum dalam Undang-undang nomor 6 tahun 1962 tentang

wabah, dengan pola penularan yang bersifat sporadik. Dua sumber penularan

demam tifoid adalah pasien dengan demam tifoid dan yang terbanyak adalah

carrier dimana 109 sampai 1011 kuman per gram tinja dikeluarkan oleh mereka.

Media penularan adalah air dan makanan yang tercemar oleh kuman S.typhi.

Page 9: Tutorial

EPIDEMIOLOGI

Demam tifoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung pada iklim.

Demam typhoid terjadi terutama di Negara-negara berkembang dan daerah tropis.

Kebersihan perorangan yang buruk merupakan sumber dari penyakit ini meskipun

lingkungan hidup umumnya adalah baik. Perbaikan sanitasi dan penyediaan

sarana air yang baik dapat mengurangi penyebaran penyakit ini.

Penyebaran Geografis dan Musim

Kasus-kasus demam tifoid terdapat hampir di seluruh bagian dunia.

Penyebarannya tidak bergantung pada iklim maupun musim. Penyakit itu sering

merebak di daerah yang kebersihan lingkungan dan pribadi kurang diperhatikan.

Penyebaran Usia dan Jenis Kelamin

Siapa saja bisa terkena penyakit itu tidak ada perbedaan antara jenis

kelamin lelaki atau perempuan. Umumnya penyakit itu lebih sering diderita anak-

anak. Orang dewasa sering mengalami dengan gejala yang tidak khas, kemudian

menghilang atau sembuh sendiri. Persentase penderita dengan usia di atas 12

tahun seperti bisa dilihat pada tabel di bawah ini.

Usia Persentase

12 – 30 tahun 70 – 80 %

30 – 40 tahun 10 – 20 %

> 40 tahun 5 – 10 %

a. Etiologi

Demam tifoid dan Paratifoid tipe A, B dan C disebabkan oleh Salmonella

enterica serovoar typhi dan serovoar Paratyphi A, B dan C. Bakteri ini adalah

bakteri gram negatif yang tidak berkapsul, mempunyai flagella sehingga selalu

bergerak dengan menggunakan flagella peritrikosa. Bakteri ini mudah tumbuh

pada perbenihan biasa dan tumbuh baik pada benihan yang mengandung empedu.

Di alam bebas Salmonella typhi dapat betahan hidup lama dalam air, tanah

atau bahkan makanan. Dalam feses di luar tubuh manusia tahan 1-2 bulan. Dalam

air susu dapat berkembang baik dan hidup lebih lama sehingga merupakan batu

Page 10: Tutorial

locatan untuk penularan penyakitnya. Sumber utama yang terinfeksi adalah

manusia yang selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit, baik

ketika ia sedang sakit atau sedang dalam masa penyembuhan.

Pada masa penyembuhan, penderita masih mengandung Salmonella

didalam kandung empedu atau di dalam ginjal. Sebanyak 5% penderita demam

tifoid kelak akan menjadi karier sementara, sedang 2 % yang lain akan menjadi

karier yang menahun. Sebagian besar dari karier tersebut merupakan karier

intestinal (intestinal type) sedang yang lain termasuk urinary type. Kekambuhan

yang yang ringan pada karier demam tifoid, terutama pada karier jenis intestinal,

sukar diketahui karena gejala dan keluhannya tidak jelas.

Page 11: Tutorial

Ada 3 macam spesies utama salmonella (salmonella typhi, choleraesuis

dan enteridis). Spesies Salmonella merupakan famili enterobacteriaceae yang

menyebabkan penyakit enterik yang populer. Demam thypoid yang disebabkan

S.Thypi sangat menarik perhatian terutama antigen yang terdapat pada permukaan

kapsulnya. Terdapat empat komponen antigenik penting pada S. Thypi, (1)

capsular Vi polysaccharide yang terletak pada lapisan luar, mengandung 2

kelompok determinan antigen yang memiliki potensi terjadinya reaksi antigen

antibodi, merupakan antigen independen limfosit T dan respon immunnya

dimediasi oleh sel B, (2) lipopolysaccharide (LPS), mengandung 2 determinan

antigen, dikenal dengan endotoksin, merupakan rantai heteropolisakarida unit

oligosakarida (O antigen) terjalin ke inti melalui asam heteroligosakarida (3)

Flagella protein, dikenal sebagai antigen H, mempunyai 2 bentuk fase 1 dan 2,

fase 1 antigennya lebih spesifik untuk S. Thypi, flagella mengandung protein

polimerase yang disebut flagellin yang merupakan bagian penting dalam respon

immun, (4) Outer Membrane Protein (OMPs), proteinnya terdiri dari porin dan

non porin.

b. Transmisi

Demam typhoid ditularkan atau ditransmisikan kebanyakan melalui jalur

fecal-oral. Penyebaran demam typhoid dari orang ke orang sering terjadi pada

lingkungan yang tidak higienis dan pada lingkungan dengan jumlah penduduk

yang padat, hal ini dikarenakan pola penyebaran kuman S.typhi melalui makanan

dan minuman yang terkontaminasi biasanya melalui feses penderita. Penularan

Salmonella Thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan

5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah),

Fly(lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat

menularkan kuman Salmonella Thypi kepada orang lain.

Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan

hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang

tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan

makanan yang tercemar kuman Salmonella Thypi masuk ke tubuh orang yang

Page 12: Tutorial

sehat melalui mulut. Seperti yang sudah disebutkan, transmisi terjadi melalui

makanan dan minuman yang terkontaminasi salmonella thypi yang masuk ke

dalam tubuh manusia. Bila terpapar S. Thypi sebanyak 105, potensi serangan

relatif ringan dengan masa inkubasi yang panjang. Dengan meningkatnya

organisme atau > 109 potensi serangan meningkat menjadi 95% dengan masa

inkubasi yang lebih singkat. Transmisi di negara berkembang terjadi secara water-

borne dan food-borne.2

Demam tifoid pada umumnya menyerang penderita kelompok umur 5 – 30

tahun, laki – laki sama dengan wanita resikonya terinfeksi. Jarang pada umur

dibawah 2 tahun maupun diatas 60. Pada anak-anak hal ini dikarenakan antibodi

yang belum terbentuk sempurna dan dari segi sosial, pola makanan anak-anak

tidak baik yang didapat di lingkungan. Pada populasi orang muda, penyebaran

demam typhoid dapat disebabkan oleh kebiasaan makan yang tidak

mempertimbangkan faktor kebersihan dan tidak terbiasanya mencuci tangan

sebelum makan.

c. Faktor Risiko

Faktor resikonya adalah orang dengan status imunocompromised dan

orang dengan produksi asam lambung yang terdepresi baik dibuat, misalnya pada

pengguna antasida, H2 blocker, PPI, maupun didapat, misalnya orang dengan

achlorhydia akibat proses penuaan

d. Patogenesis dan pertahanan tubuh( imunitas )

Masuknya kuman Salmonella typhi (S.Typhi) dan Salmonella parathypi

(S.Parathypi) ke dalam tubuh manusia terjadi melalui mekanisme makanan yang

terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung karena

lambung menghasilkan HCl, namun sebagian lolos masuk ke dalam usus dan

selanjutnya berkembang biak. Imunitas atau kekebalan adalah sistem

mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis

luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel tumor. Sistem ini

mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas, organisme akan

Page 13: Tutorial

melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing parasit, serta

menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel organisme

yang sehat dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa. Deteksi sistem ini

sulit karena adaptasi patogen dan memiliki cara baru agar dapat menginfeksi

organisme

Sistem kekebalan tubuh melindungi organisme dari infekso dengan lapisan

pelindung kekhususan yang meningkat. Pelindung fisikal mencegah patogen

seperti bakteri dan virus memasuki tubuh. Jika patogen melewati pelindung

tersebut, sistem imun bawaan menyediakan perlindungan dengan segera, tetapi

respon tidak-spesifik. Sistem imun bawaan ditemukan pada semua jenis tumbuhan

dan binatang. Namun, jika patogen berhasil melewati respon bawaan, vertebrata

memasuki perlindungan lapisan ketiga, yaitu sistem imun adaptif yang diaktivasi

oleh respon bawaan. Disini, sistem imun mengadaptasi respon tersebut selama

infeksi untuk menambah penyadaran patogen tersebut. Respon ini lalu ditahan

setelah patogen dihabiskan pada bentuk memori imunologikal dan menyebabkan

sistem imun adaptif untuk memasang lebih cepat dan serangan yang lebih kuat

setiap patogen tersebut ditemukan.

Komponen imunitasSistem imun bawaan Sistem imun adaptif

Respon tidak spesifik Respon spesifik patogen dan antigenEksposur menyebabkan respon maksimal segara

Perlambatan waktu antara eksposur dan respon maksimal

Komponen imunitas selular dan respon imun humoral

Komponen imunitas selular dan respon imun humoral

Tidak ada memori imunologikalEksposur menyebabkan adanya memori imunologikal

Ditemukan hampir pada semua bentuk kehidupan

Hanya ditemukan pada Gnathostomata

Page 14: Tutorial

Mekanisme

Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik, maka

kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M) dan selanjutnya ke lamina

propria. Di lamina propria kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel

fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di

dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak Peyeri ileum distal dan kemudian

ke kelenjar getah bening mesenterika.

Alergen melekat pada reseptor

spesifik antigen

Jalur sinyal menginduksi

Modifikasi enzimatik asam arakidonat

Eksositosis granul dengan performed mediator.

Aktivasi transkripsional gen sitokin

PG LTProtease

Sitokin ( mis : TNF )

Dilatasi vascular,

kontraksi otot polos.

Kerusakan jaringan

Dilatasi vaskular

Kontraksi otot polos

Inflamasi (pengerahan

leukosit )

Amin Vasoaktif

Page 15: Tutorial

Selanjutnya melalui duktus torasikum kuman yang terdapat pada makrofag

ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang

asimptomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendothelial tubuh terutama

di hati dan limfa. Di organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian

berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam

sirkulasi darah lagi sehingga mengakibatkan bakterimia kedua kalinya dengan

disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik

Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang

biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermiten ke lumen

usus.Sebagian kumandikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam

sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, masuknya

kuman salmonella thypii (s.thypii) Adanya antigen dari kuman ini akan

merangsang limfosit T mengeluarkan suatu zat berupa Machrophage activating

factor (MAF) yang mempengaruhi perubahan morfologi pada makrofag dan

mengakibatkan metabolisme yang sangat aktif, lebih giat lagi mematikan dan

mencerna bakteri. Makrofag pada keadaan ini disebut angry machrophage. Pada

mulanya kuman Salmonella typhi sangat sukar difagositosis karena melindungi

kapsel Vi, baru setelah beberapa lama kuman berada di dalam tubuh penderita

terjadi perubahan pada kapsel Vi, (tidak diketahui sebabnya) sehingga kumannya

sekarang difagositosis oleh makrofag., berhubung makrofag telah teraktivasi dan

hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa

mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi

sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas

vaskuler, gangguan mental, dan koagulasi

Di dalam plak Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia

jaringan. Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah

sekitar plak Peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat

akumulasi sel-sel mononuklear di dinding usus. Proses patologi jaringan limfoid

ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat menghasilkan

perforasi. Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan

Page 16: Tutorial

akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular,

pernafasan, dan gangguan organ lainnya.

REAKSI HIPERSENSITIVITAS.

Hipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap

antigen yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya. Reaksi hipersensitivitas

terdiri atas berbgai kelainan yang heterogen yang dapat dibagi menurut berbagai

cara.

I. Pembagian Reaksi Hipersensitivitas menurut Waktu Timbulnya Reaksi.

a. Reaksi cepat.

Reaksi cepat terjadi dalam hitungan detik, menghilang dalam 2 jam. Ikatan

silang antara allergen dan IgE pada permukaan sel mast menginduksi penglepasan

mediator vasoaktif. Manifestasi reaksi cepat berupa anafilaksis sistemik atau

anafilaksis lokal.

b. Reaksi Intermediet.

Raksi intermediet terjadi setelah beberapa jam dan menghilang dalam 24 jam.

Reaksi ini melibatkan pembentukan kompleks imun IgG dan kerusakan jaringan

melalui aktivitas komplemen dan atau sel NK/ADCC. Manifestasi reaksi

intermediet dapat berupa reaksi transfusi darah dan reaksi arthus lokal.

Reaksi intermediet diawali oleh IgG dan kerusakan jaringan

pejamu yang disebabkan oleh sel neutrofil dan sel NK.

c. Reaksi Lambat.

Reaksi lambat terlihat sampai sekitar 48 jam setelah terjadi pajanan dengan

antigen yang terjadi oleh aktivasi sel Th. Pada DTH, sitokin yang dilepas oelh sel

T mengaktifkan sel efektor makrofag yang menimbulkan kerusakan jaringan.

Contoh reaksi lambat adalah dermatitis kontak, reaksi M.Tuberkulosis dan reaksi

penolakan tandur.

II. Pembagian Reaksi Hipersensitivitas menurut Gell dan Coombs.

a. Tipe 1 ( reaksi IgE ).

Page 17: Tutorial

Ikatan silang antara antigen dan IgE yang diikat sel mast dan basofil melepas

mediator vasoaktif. Gejalanya anafilaksis, urtikaria, angiodem, mengi, hipotensi,

nausea, muntah, sakit abdomen, diare, ekzem, alergi makanan.

Contoh penisilin dan ß- laktam lain, enzim, antiserum, protamin,

ekstrak allergen, insulin.

b. Tipe 2 ( reaksi sitotoksik/ IgG atau IgM ).

Antbodi terhadap antigen permukaan sel menimbulkan destruksi sel dengan

bantuan komplemen atau ADCC. Gejala agranulositosis, anemia hemolitik,

trombositopenia reaksi transfuse, eritroblastosis fetalis.

Contoh Karbamazepin, fenotiazin, antikonvulsan, sulfonamide, dll.

c. Tipe 3 ( reaksi kompleks imun ).

Kompleks Ab-Ag mengaktifkan komplemen dan respon inflamasi melalui

infiltrasi massif neutrofil. Gejala : panas, urtikaria, atralgia, limfadenopati, serum

sickness, glomerulonefritis, dll.

Contoh : serum xenogenik, penisilin, ß-laktam sterptomisin, dll.

d. Tipe 4 ( reaksi selular ).

Sel Th1 yang disensitasi melepas sitokin yang mengaktifkan makrofag atau sel

Tc yang berperan dalam kerusakan jaringan. Sel Th2 dan Tc menimbulkan respon

sama.

Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh

endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa

endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid.

Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses

inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan

endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada

jaringan yang meradang

Jenis demam berdasarkan derajat kisaran suhu tubuh saat demam :

1. low grade : 38-39 C / 100,4-102,2 F

2. moderate : 39- 40 C / 102,2- 104 F

3. high grade : > 40 C / > 104 F

Page 18: Tutorial

4. hyperpyreksia : > 42 C / > 107,6

Mekanisme Demam

Mekanisme mual

Demam

Pengaturan termostat mendadak diubah (dari suhu normal menjadi meningkat)

Induksi panas didaerah termostat hipotalamus

Dilepaskannya zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang

meradangProduksi sitokin ( IL-1,IL-

6,TNFoleh makrofag, neutrofil, sel mast

Produksi prostagladin E2

Infeksi salmonella typhii.,paratyphii, & endoktosi

Suhu naik

demam

Page 19: Tutorial

Suhu darah < suhu termostat

Terjadi respon otonom yang menyebabkan kenaikan suhu tubuh

simpati aktif vasokontriksi perifer dan

piloereksi vasokontriksi di GI

pusat muntah (MED.Oblong) porsi vaskularisasi >>

menuju otak

- peningkatan saliva

- penurunan tonus lambung kurang suply O2

dan peristaltik

GI lambat / stop bekerja

Mual jumlah asam lambung berlebihan,

Mekanisme nyeri tekan di epigastrium

Kuman salmonella masuk kesaluran cerna

Sebagian masuk kedalam usus halus

Page 20: Tutorial

Di ileum terminalis membentuk limfoidplaque peyeri

Sebagian menembus lamina propia

Masuk airan limfe & kedalam kelenjar limfe mesentrial

Menembus dan masuk ke aliran darah

Masuk dan bersarang da hati & limfe

Hepatomegdali & splenimegdali

Nyeri tekan

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Laboratorium meliputi pemeriksaan hematologi, urinalis, kimia klinik, imunoreologi, mikr-obiologi, dan biologi molekular. Pemeriksaan ini ditujukan untuk membantu menegakkan diagnosis (adakalanya bahkan menjadi penentu diagnosis), menetapkan prognosis, memantau perjalanan penyakit dan hasil pengobatan serta timbulnya penyulit.

Hematologi

Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan usus atau perforasi.

Hitung leukosit sering rendah (leukopenia), tetapi dapat pula normal atau tinggi.

Hitung jenis leukosit: sering neutropenia dengan limfositosis relatif. LED ( Laju Endap Darah ) : Meningkat

Page 21: Tutorial

Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia).

Urinalis

Protein: bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam) Leukosit dan eritrosit normal; bila meningkat kemungkinan terjadi

penyulit.

Kimia Klinik

Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan sampai hepatitis Akut.

Imunorologi

Widal

Prosedur Uji Widal1. Uji Widal LempengPada uji widal lempeng lokal, 2 tetes (40 ml) pengenceran serum dan 2 tetes suspensi antigen (O,H,PA,dan PB) dicampur dengan pengaduk, Kemudian lempengan kaca diputarperlahan-lahan selama 5 menit di suhu ruangan lalu dibaca dengan mata telanjang 15 cm di atas lampu neon 10 watt atau chaya matahari dekat jendela.

2.Uji TabungSerum penderita diencerkan secara serial dengan larutan salin normal (1/20, 1/40, 1/80,1/160, 1/320, 1/640 dan seterusnya ). Di buat 4 baris pengenceran seperti tersebut di atas Masing-Masing tabung dalam baris diberi antigen dalam volume yang sama yaitu:

a. Baris pertana diberi antigen Ob. Baris kedua diberi antigen Hc. Baris ketiga diberi anrigen PAd. Baris keempat diberi antigen PB

Setelah dikocok dieramkan pada suhu 48-50 C. Untuk tabung O pengeraman dilakukan pengeraman selama 18-24 jam, sedangkan untuk tabung H , PA, PB. Cukup dieramkan selama 2 jam. Di beberapa laboratorium, semua tabung dieramkan pada suhu 37C selama 24 jam.

Pemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya antibodi (didalam darah) terhadap antigen kuman Samonella typhi / paratyphi (reagen). Uji ini merupakan test kuno yang masih amat popular dan paling sering diminta terutama di negara dimana penyakit ini endemis seperti di Indonesia. Sebagai uji cepat (rapitd test) hasilnya dapat segera diketahui. Hasil positif dinyatakan dengan

Page 22: Tutorial

adanya aglutinasi. Karena itu antibodi jenis ini dikenal sebagai Febrile agglutinin.

Hasil uji ini dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat memberikan hasil positif palsu atau negatif palsu. Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh faktor-faktor, antara lain pernah mendapatkan vaksinasi, reaksi silang dengan spesies lain (Enterobacteriaceae sp), reaksi anamnestik (pernah sakit), dan adanya faktor rheumatoid (RF). Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh karena antara lain penderita sudah mendapatkan terapi antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit, keadaan umum pasien yang buruk, dan adanya penyakit imunologik lain.

Diagnosis Demam Tifoid / Paratifoid dinyatakan bila a/titer O = 1/160 , bahkan mungkin sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingat penyakit demam tifoid ini endemis di Indonesia. Titer O meningkat setelah akhir minggu. Melihat hal-hal di atas maka permintaan tes widal ini pada penderita yang baru menderita demam beberapa hari kurang tepat. Bila hasil reaktif (positif) maka kemungkinan besar bukan disebabkan oleh penyakit saat itu tetapi dari kontrak sebelumnya.

Elisa Salmonella typhi/ paratyphi lgG dan lgM

Pemeriksaan ini merupakan uji imunologik yang lebih baru, yang dianggap lebih sensitif dan spesifik dibandingkan uji Widal untuk mendeteksi Demam Tifoid/ Paratifoid. Sebagai tes cepat (Rapid Test) hasilnya juga dapat segera di ketahui. Diagnosis Demam Typhoid/ Paratyphoid dinyatakan 1/ bila lgM positif menandakan infeksi akut; 2/ jika lgG positif menandakan pernah kontak/ pernah terinfeksi/ reinfeksi/ daerah endemik.

Mikrobiologi

Kultur (Gall culture/ Biakan empedu)

Uji ini merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan Demam Typhoid/ paratyphoid. Interpretasi hasil : jika hasil positif maka diagnosis pasti untuk Demam Tifoid/ Paratifoid. Sebalikanya jika hasil negati, belum tentu bukan Demam Tifoid/ Paratifoid, karena hasil biakan negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain jumlah darah terlalu sedikit kurang dari 2mL), darah tidak segera dimasukan ke dalam medial Gall (darah dibiarkan membeku dalam spuit sehingga kuman terperangkap di dalam bekuan), saat pengambilan darah masih dalam minggu- 1 sakit, sudah mendapatkan terapi antibiotika, dan sudah mendapat vaksinasi.

Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu waktu untuk pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2-7hari, bila belum ada pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari). Pilihan bahan spesimen yang

Page 23: Tutorial

digunakan pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk stadium lanjut/ carrier digunakan urin dan tinja.

Biologi molekular.

PCR (Polymerase Chain Reaction) Metode ini mulai banyak dipergunakan. Pada cara ini di lakukan perbanyakan DNA kuman yang kemudian diindentifikasi dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit (sensitifitas tinggi) serta kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula. Spesimen yang digunakan dapat berupa darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi.

Ringkasan:

Telah dibahas gejala klinis dan diagnosis laboratorium penyakit demam tifoid yang disebabkan oleh infeksi Salmonella typhoid dan Salmonella paratyphoid. Penyakit ini endemis di Indonesia dan potensial berbahaya dengan penyulit yang dapat menyebabkan kematian. Kemampuan para tenaga medis untuk dapat mendiagnosis dini penting untuk penyembuhan dan pencegahan timbulnya penyulit. Diagnosis laboratorium meliputi pemeriksaan dari hematologi, urinalisis, kimia klinis, imunoserologis, mikrobiologi biakan sampai PCR. Penting untuk mengetahui kelebihan dan disesuaikan dengan waktu (sudah berapa hari sakit saat akan diperiksa) dan jenis bahan spesimen serta faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.

Tes Alergi

Tes alergi adalah suatu uji yang digunakan untuk menentukan apakah substansi

tertentu dapat menimbulkan reaksi alergi pada individu tertentu

Penyakit alergi termasuk penyakit genetik atau keturunan, yang disebabkan oleh

antibodi Imunoglobulin E (Ig E). Yang termasuk penyakit alergi adalah :

1. Rinitis alergi, ditandai oleh bersin-bersin, hidung tersumbat, gatal, berair.

2. Konjungtivitis alergi, ditandai oleh mata gatal, merah, berair, kelopak

mata bengkak.

3. Urtikaria (biduran, kaligata), ditandai oleh kulit bentol, merah, gatal.

4. Dermatitis (eksim), ditandai oleh kulit merah, gatal, mengelupas, kasar.

5. Asma, ditandai oleh batuk lama, sesak napas, bunyi mengi waktu

bernapas.

6. Pada saluran pencernaan, ditandai oleh mual, muntah, mules, diare.

Page 24: Tutorial

Untuk mengetahui seseorang apakah menderita penyakit alergi dapat kita periksa

kadar Ig E dalam darah, maka nilainya lebih besar dari nilai normal (0,1-0,4 ug/ml

dalam serum) atau ambang batas tinggi. Lalu pasien tersebut harus melakukan tes

alergi untuk mengetahui bahan/zat apa yang menyebabkan penyakit alergi

(alergen).

Ada beberapa macam tes alergi, yaitu :

1. Skin Prick Test (Tes tusuk kulit).

Tes ini untuk memeriksa alergi terhadap alergen hirupdanmakanan,

misalnya  debu, tungau debu, serpih kulit binatang, udang, kepiting dan lain-lain.

Tes ini dilakukan di kulit lengan bawah sisi dalam, lalu alergen yang diuji

ditusukkan pada kulit dengan menggunakan jarum khusus (panjang mata jarum 2

mm), jadi tidak menimbulkan luka, berdarah di kulit. Hasilnya dapat segera

diketahui dalam waktu 30 menit Bila positif alergi terhadap alergen tertentu akan

timbul bentol merah gatal.

Syarat tes ini :

Pasien harus dalam keadaan sehat dan bebas obat yang mengandung

antihistamin (obat anti alergi) selama 3 – 7 hari, tergantung jenis obatnya.

Umur yang di anjurkan 4 – 50 tahun. Biaya untuk test ini untuk

mendeteksi 33 alergen berkisar antara Rp. 350.000 - Rp. 600.000 tergantung

instansi dan peralatan yang dipakai.

2. PatchTes (Tes Tempel).

Tes ini untuk mengetahui alergi kontak terhadap bahan kimia, pada

penyakit dermatitis atau eksim. Tes ini dilakukan di kulit punggung. Hasil tes

ini baru dapat dibaca setelah 48 jam. Bila positif terhadap bahan kimia tertentu,

Page 25: Tutorial

akan timbul bercak kemerahan dan melenting pada kulit.

Syarat tes ini :

o Dalam 48 jam, pasien tidak boleh melakukan aktivitas yang

berkeringat, mandi, posisi tidur tertelungkup, punggung tidak boleh

bergesekan.

o 2 hari sebelum tes, tidak boleh minum obat yang mengandung

steroid atau anti bengkak. Daerah pungung harus bebas dari

obat oles, krim atau salep.

Biaya untuk test ini berkisar antara Rp. 350.000

3. RAST (Radio Allergo Sorbent Test).

Tes ini untuk mengetahui alergi terhadap alergen hirup dan makanan. Tes ini

memerlukan sampel serum darah sebanyak 2 cc. Lalu serum darah tersebut

diproses dengan mesin komputerisasi khusus, hasilnya dapat diketahui setelah 4

jam.

Kelebihan tes ini : dapat dilakukan pada usia berapapun, tidak dipengaruhi oleh

obat-obatan.

Biaya untuk test ini berkisar antara Rp. 200.000 - Rp. 300.000 / alergen.

4. Skin Test (Tes kulit).

Tes ini digunakan untuk mengetahui alergi terhadap obat yang disuntikkan.

Dilakukan di kulit lengan bawah dengan cara menyuntikkan obat yang akan di tes

di lapisan bawah kulit. Hasil tes baru dapat dibaca setelah 15 menit. Bila positif

akan timbul bentol, merah, gatal.

5. Tes Provokasi.

Tes ini digunakan untuk mengetahui alergi terhadap obat yang diminum,

makanan, dapat juga untuk alergen hirup, contohnya debu. Tes provokasi untuk

Page 26: Tutorial

alergen hirup dinamakan tes provokasi bronkial. Tes ini digunakan untuk

penyakit asma dan pilek alergi. Tes provokasi bronkial dan makanan sudah

jarang dipakai, karena tidak nyaman untuk pasien dan berisiko tinggi terjadinya

serangan asma dan syok. tes provokasi bronkial dan tes provokasi makanan

sudah digantikan oleh Skin Prick Test dan IgE spesifik metode RAST.

Untuk tes provokasi obat, menggunakan metode DBPC (Double Blind Placebo

Control) atau uji samar ganda. caranya pasien minum obat dengan dosis

dinaikkan secara bertahap, lalu ditunggu reaksinya dengan interval 15 – 30

menit.

Dalam satu hari hanya boleh satu macam obat yang dites, untuk tes terhadap

bahan/zat lainnya harus menunggu 48 jam kemudian. Tujuannya untuk

mengetahui reaksi alergi tipe lambat.

Ada sedikit macam obat yang sudah dapat dites dengan metode RAST.Semua

tes alergi memiliki keakuratan 100 %, dengan syarat persiapan tes harus benar,

dan cara melakukan tes harus tepat dan benar

6. Skala

RAST ratingIgE level (KU/L)

Comment

0 < 0.35ABSENT OR UNDETECTABLE ALLERGEN SPECIFIC IgE

1 0.35 - 0.69 LOW OF ALLERGEN SPECIFIC IgE

2 0.70 - 3.49 MODERATE LEVEL OF ALLERGEN SPECIFIC IgE

3 3.50 - 17.49 HIGH LEVEL OF ALLERGEN SPECIFIC IgE

4 17.50 - 49.99 VERY HIGH LEVEL OF ALLERGEN SPECIFIC IgE

5 50.0 - 100.00 VERY HIGH LEVEL OF ALLERGEN SPECIFIC IgE

6 > 100.00EXTREMELY HIGH LEVEL OF ALLERGEN SPECIFIC IgE

Farmakologi

          a. Distribusi : luas pada jaringan tubuh dan cairan termasuk aqueous humor, cairan asites dan cairan prostat, tulang; penetrasi CFS baik jika ada inflamasi meningitis; menembus plasenta; masuk kedalam ASI.

Page 27: Tutorial

          b. Metabolisme : sebagian dimetabolisme di hati menjadi metabolit aktif  deasetilsefotaksim.

          c. Waktu paruh eliminasi :

          • Cefotaxim : Neonatus premature < 1 minggu : 5-6 jam; neonatus < 1 minggu : 2-3,4 jam ; Dewasa : 1-1,5 jam; diperpanjang untuk pasien dengan kerusakan hepar dan/atau ginjal

          • Desacetylcefotaxime : 1,5-1,9 jam; diperpanjang untuk pasien dengan kerusakan hepar dan/atau ginjal

          d. Waktu untuk mencapai konsentrasi puncak plasma : pada pemberian melalui I.M. 30 menit.

          e. Ekskresi : melalui urin sebagai zat aktif dan metabolit.

Stabilitas Penyimpanan

          Larutan rekonstitusi stabil selama 12-24 jam pada suhu kamar, selama 7-10 hari jika disimpan dalam lemari pendingin dan 13 hari jika disimpan beku. I.V. infuse dalam NS atau D5W  stabil : Selama 24 jam pada suhu kamar, 5 hari dilemari pendingin dan 3 minggu jika disimpan beku pada wadah Vianflex

Kontraindikasi

          Hipersensitif terhadap sefotaksim, komponen lain dalam sediaan dan sefalosporin lainnya.

Efek Samping

          • 1% - 10% :

          Kulit : rash, pruritus

          Saluran cerna : Saluran cerna : kolitis, diare, mual dan muntah Lokal : sakit pada tempat suntikan <1% :

          Anafilaksis dan aritmia (setelah pemberian injeksi I.V kateter pusat), peningkatan BUN, kanidiasis,kreatinin meningkat, eusinophilila, erythema multiforme, demam, sakit kepala, interstitial nephritis, neutropenia, phlebitis, pseudomembranous colitis, sindrom Stevens-Johnson, trombositopenia, transaminases meningkat, toxic epidermal necrolysis, urtikaria, vaginitis.

         • Dilaporkan juga adanya reaksi ESO dari sefalosporin lainnya :

Page 28: Tutorial

         Agranulositosis, anemia hemolitik, pendarahan, pancytopenia, disfungsi ginjal, pusing, superinfeksi, toxic nephropathy.

Interaksi

Dengan Obat Lain : 

         • Probenecid dapat menurunkan eliminasi sefalosporin sehingga meningkatkan konsentrasi sefalosporin dalam darah.

         • Kombinasi Furosemid, Amonoglikosida dengan Cefotaxim dapat meningkatkan efek nefrotoksik

Dengan Makanan : 

  Terhadap Ibu Menyusui : Sefotaksim didistribusikan ke dalam air susu sehingga penggunaannya pada ibu menyusui harus disertai perhatian.

Terhadap Anak-anak : 

Terhadap Hasil Laboratorium :  Positif pada tes Coombs langsung, positif palsu pada tes glukosa urin menggunakan Cu Sulfat (larutan Benedict, larutan Fehling), positif palsu pada tes kreatinin urin atau serum menggunakan reaksi JaffeParameter Monitoring

           Observasi tanda dan gejala anafilaksis selama dosis pertama; CBC dengan differential (terutama pada pemakaian lama).

Bentuk Sediaan

           Infus Sebagai Sodium Dilarutkan Dalam D5W 1 g (50 ml), 2 g (50 ml)

           Injeksi Bentuk Serbuk Untuk Dilarutkan, Sebagai Sodium 500 mg, 1 g, 2 g, 10 g, 20 g

           Claforan 500 mg, 1 g, 2 g, 10 g (Mengandung Sodium 50,5 mg (2,2 mEq) Setiap 1 g)

Peringatan

           • Penyesuaian dosis untuk pasien dengan penurunan fungsi ginjal.

           • Penggunaan dalam waktu lama dapat mengakibatkan superinfeksi.

Page 29: Tutorial

           • Arithmia dilaporkan terjadi pada pasien yang diberikan injeksi dengan injeksi bolus via central line.

           • Pasien dengan riwayat alergi terhadap penisilin khususnya reaksi IgE (anafilaktik, urtikaria)

           • Dapat terjadi antibiotic-associated colitis atau colitis secondary menjadi C. difficile

Informasi Pasien

           a. Bentuk sediaan yang diberikan :

               • Infus sebagai sodium. Dilarutkan dalam D5W : 1g/50mL; 2 g/50 mL

               • Injeksi sebagai sodium dalam bentuk serbuk untuk dilarutkan : 500 mg, 1 g, 2 g, 10, 20g.

           b. Cara pemakaian :

               • Diberikan dengan IVP diatas 3-5 menit.

               • I.V. infus intermitten diatas 3-5 menit.

Mekanisme Aksi

           Menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan berikatan dengan satu atau lebih ikatan protein - penisilin (penicillin-binding proteins-PBPs) yang selanjutnya akan menghambat tahap transpeptidasi sintesis peptidoglikan dinding sel bakteri sehingga menghambat biosintesis dinding sel. Bakteri akan mengalami lisis karena aktivitas enzim autolitik (autolisin dan murein hidrolase) saat dinding sel bakteri terhambat.

Contoh obat dagang cefotaxim: CEFOTAXIME SODIUM (CLAFORAN)Cefotaxime adalah antibiotik yang cara kerjanya adalah menghambat sintesis dinding sel bakteri. Cefotaxime temasuk golongan sefalosporin generasi ke-3 yang bersifat bakterisidal dan resisten terhadap beta-laktamase. Sefalosporin generasi ke-3 memiliki aktivitas yang meningkat melawan gram negatif batang. Sefalosporin termasuk golongan antibiotic beta-laktam, yang menghambat sintesis murein, komponen penyusun peptidoglikan bakteri, sehingga sintesis dinding sel bakteri terhambat. Berikut ini adalah mekanisme kerja sefalosporin:

Obat berikatan dengan reseptor spesifik pada bakteri Obat menghambat sintesis dinding sel dengan menghambat transpeptidase

peptidoglikan Obat mengaktivasi enzim autolitik pada dinding sel yang dapat

menimbulkan lesi yang menyebabkan kematian bakteri

Page 30: Tutorial

Banyak sefalosporin diekskresi terutama oleh ginjal dan dapat terakumulasi serta menginduksi toksisitas pada insufiensi ginjal.

Cefotaxime memiliki waktu paruh pada plasma selama sekitar 1 jam, dan sebaiknya diberikan setiap 4 atau 8 jam untuk infeksi serius. Obat dimetabolisme in vivo menjadi desacetylcefotaxime, yang kurang aktif melawan mikroorganisme dibandingkan dengan cefotaxime, tapi dapat bekerja secara sinergis.

Farmakokinetik

Pemberian obat secara intramuskular sebanyak dosis tunggal 500 mg atau 1 g Claforan mencapai konsentrasi maksimal pada serum sebesar 11.7-20.5 mcg/mL dalam 30 menit dan kemudian menurun dengan waktu paruh mendekati 1 jam. Sekitar 20-36% injesi intravena 14C-cefotaxime diekskresikan ginjal tetap sebagai cefotaxime dan 15-25% sebagai derivative desacetyl. 2 metabolit lain hasil metabolisme obat (20-25%) juga dieskresikan melalui urin dan sudah kehilangan aktivitas bakterisidalnya.

Indikasi

(1) Infeksi saluran pernapasan bawah, termasuk pneumonia, caused by Streptococcus pneumoniae, Streptococcus pyogenes (Group A streptococci) dan streptococci lain (tidak termasuk enterococci, e.g., Enterococcus faecalis), Staphylococcus aureus (penicillinase and non-penicillinase producing), Escherichia coli, Klebsiella species, Haemophilus influenzae (termasuk ampicillin resistant strains), Haemophilus parainfluenzae, Proteus mirabilis, Serratia marcescens2, Enterobacter species, indole positive Proteus and Pseudomonas species (termasuk P. aeruginosa).

(2) Genitourinary infections. Urinary tract infections caused by Enterococcus species, Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus, (penicillinase and non-penicillinase producing), Citrobacter species, Enterobacter species, Escherichia coli, Klebsiella species, Proteus mirabilis, Proteus vulgaris, Providencia stuartii, Morganella morganii, Providencia rettgeri, Serratia marcescens and Pseudomonas species (including P. aeruginosa). Also, uncomplicated gonorrhea (cervical/urethral and rectal) caused by Neisseria gonorrhoeae, including penicillinase producing strains.

(3) Gynecologic infections, including pelvic inflammatory disease, endometritis and pelvic cellulitis caused by Staphylococcus epidermidis, Streptococcus species, Enterococcus species, Enterobacter species, Klebsiella species, Escherichia coli, Proteus mirabilis, Bacteroides species (including Bacteroides fragilis), Clostridium species, and anaerobic cocci (including Peptostreptococcus species and Peptococcus species) and Fusobacterium species (including F. nucleatum).

Page 31: Tutorial

(4) Bacteremia/Septicemia caused by Escherichia coli, Klebsiella species, and Serratia marcescens, Staphylococcus aureus and Streptococcus species (including S. pneumonia).

(5) Skin and skin structure infections caused by Staphylococcus aureus (penicillinase and non-penicillinase producing), Staphylococcus epidermidis, Streptococcus pyogenes (Group A streptococci) and other streptococci, Enterococcus species, Acinetobacter species, Escherichia coli, Citrobacter species (including C. freundii), Enterobacter species, Klebsiella species, Proteus mirabilis, Proteus vulgaris, Morganella morganii, Providencia rettgeri, Pseudomonas species, Serratia marcescens, Bacteroides species, and anaerobic cocci (including Peptostreptococcus species and Peptococcus species).

(6) Intra-abdominal infections including peritonitis caused by Streptococcus species, Escherichia coli, Klebsiella species, Bacteroides species, and anaerobic cocci (including Peptostreptococcus species and Peptococcus species) Proteus mirabilis, and Clostridium species.

(7) Bone and/or joint infections caused by Staphylococcus aureus (penicillinase and non-penicillinase producing strains), Streptococcus species (including S. pyogenes), Pseudomonas species (including P. aeruginosa), and Proteus mirabilis.

(8) Central nervous system infections, e.g., meningitis and ventriculitis, caused by Neisseria meningitidis, Haemophilus influenzae, Streptococcus pneumoniae, Klebsiella pneumoniae and Escherichia coli.

Kontraindikasi

Pasien yang menderita hipersensitivitas terhadap cefotaxim atau antibiotic golongan sefalosporin lainnya serta penisilin.

Efek Samping Obat (ESO)

Efek samping obat yang paling sering (lebih besar dari 1%) adalah :

Local (4.3%) – Inflamasi pada tempat injeksi dengan pemberian secara intravena atau nyeri, indurasi, dan nyeri tekan setelah injeksi intramuscular.

Hypersensitivity (2.4%) - Rash, pruritus, fever, eosinophilia, urticaria (lebih jarang) dan anaphylaxis (e.g., angioedema, bronchospasm, malaise possibly culminating in shock).

Gastrointestinal (1.4%) - Colitis, diare, nausea, dan muntah.

Page 32: Tutorial

I. Interaksi obat

Nefrotoksisitas meningkat jika terdapat pemberian sefalosporin dan aminoglycoside secara konkomitan. Probenecid mempengaruhi transfer tubular dari cephalosporins, yang menghambat ekskresinya dan meningkatkan konsentrasi plasmanya.

II. Dosis dan Administrasi

A. DewasaGUIDELINES FOR DOSAGE OF CLAFORAN

Tipe infeksiDaily Dose

(grams)Frekuensi dan Rute Pemberian

Gonococcal urethritis/  cervicitis in males and  females   0.5 0.5 gram IM (single dose)Rectal gonorrhea in females

  0.5 0.5 gram IM (single dose)

Rectal gonorrhea in males

    1 1 gram IM (single dose)

Uncomplicated infections

    2 1 gram every 12 hours IM or IV

Moderate to severe infections

3–6 1–2 grams every 8 hours IM or IV

Infections commonly needingantibiotics in higher dosage(e.g., septicemia) 6–8 2 grams every 6–8 hours IVLife-threatening infections

up to 12         2 grams every 4 hours IV

B. Neonatus, Infant, dan Anak-anak

Neonates (birth to 1 month):

    0–1 week of age      50 mg/kg per dose every 12 hours IV    1–4 weeks of age      50 mg/kg per dose every 8 hours IV

Infants and Children (1 month to 12 years):

Untuk yang berat badannya kurang dari 50 kg, dosis harian adalah 50-180 mg/kg IM atau IV per berat badan dibagi meniadi 4-6 kali pemberian dengan dosis yang sama. Dosis yang lebih tinggi hanya digunakan untuk infeksi yang lebih serius atau parah, seperti meningitis. Untuk berat badan 50 kg atau lebih, dapat

Page 33: Tutorial

digunakan dosis seperi pada orang dewasa, namun dosis maksimum harian tidak boleh melebihi 12 gram.

Sefatoksim

GOLONGAN

GENERIK

Cefotaxime / Na Sefotaksim.

INDIKASI

Infeksi saluran pernafasan bagian bawah, infeksi saluran kemih dan kelamin,

infeksi kulit & jaringan lunak, infeksi dalam perut, infeksi tulang dan sendi,

infeksi susunan saraf pusat, infeksi kandungan, infeksi sesudah operasi,

bakteremia (beredarnya bakteri dalam darah)atau septikemia (keracunan darah

oleh bakteri patogenik dan atau zat-zat yang dihasilkan oleh bakteri tersebut).

KONTRA INDIKASI

Hipersensitif terhadap Sefalosporin.

PERHATIAN

# Hipersensitif terhadap Penisilin.

# Gangguan berat fungsi ginjal, riwayat penyakit lambung-usus terutama kolitis.

# Hamil, menyusui.

Interaksi obat :

- ekskresi diperlambat oleh Probenesid.

- resiko nefrotoksisitas ditingkatkan oleh aminoglikosida dan diuretika poten.

EFEK SAMPING

Gangguan saluran pencernaan; reaksi hipersensitivitas; superinfeksi, rasa

sakit/nyeri pada tempat penyuntikan, flebitis (radang pembuluh balik), leukopenia

yang bersifat sementara, eosinofilia, neutropenia, reaksi alergi (demam,

exhanthema, urticaria), syok anafilaktik (jarang terjadi).

KEMASAN

Vial 1 gram x 2 biji.

Page 34: Tutorial

DOSIS

# Dewasa :

- dosis lazim : 1 gram tiap 6-8 jam, maksimal : 12 gram/hari.

- infeksi tanpa komplikasi : 1 gram tiap 12 jam.

- infeksi sedang sampai berat : 1-2 gram tiap 6-8 jam.

- infeksi yang mengancam hidup : 2 gram tiap 4 jam.

- gonore : 0,5-1 gram tiap 8 jam atau sebagai dosis tunggal.

# Anak-anak dan bayi : 50-100 mg/kg berat badan/hari dibagi menjadi 3-4 kali

pemberian.

Sintesis syok anafilaktik

Pada kasus pasien diberi suntikan cairan sefatoksim tanpa dilakukan tes alergi

terlebih dahulu. Setelah itu pasien mengalami gagngguan kesadaran, nadi

filiformmis, dan tens 80/60 mmhg. Ini menunjukan baha tuan lakoni mengalami

syok anafilaksis. Syok ini disebabkan karena terjadinya reaksi

alergi(hipersensitifitas tipe 1 ). dimana mekanismenya:

Anaphylaxis (Yunani, Ana = jauh dari dan phylaxis = perlindungan).

Anafilaksis berarti Menghilangkan perlindungan. Anafilaksis adalah reaksi alergi

umum dengan efek pada beberapa sistem organ terutama kardiovaskular, respirasi,

kutan dan gastro intestinal yang merupakan reaksi imunologis yang didahului

dengan terpaparnya alergen yang sebelumnya sudah tersensitisasi. Syok

anafilaktik(= shock anafilactic ) adalah reaksi anafilaksis yang disertai hipotensi

dengan atau tanpa penurunan kesadaran. Reaksi Anafilaktoid adalah suatu reaksi

anafilaksis yang terjadi tanpa melibatkan antigen-antibodi kompleks. Karena

kemiripan gejala dan tanda biasanya diterapi sebagai anafilaksis.

Reaksi ini termasuk reaksi hipersensitivitas Gell dan Combs tipe 1 atau

rekasi alergi. Reaksi tipe 1 timbul segera setelah tubuh terpajan dengan allergen.

Pada reaksi tipe 1, allergen yang masuk ke tubuh menimbulkan respon imun

berupa produksi IgE dan penyakit alergi seperti rhinitis alergi, asma dan

Page 35: Tutorial

dermatitis atopi. Urutan kejadian atau mekanisme reaksi tipe 1 melalui beberapa

fase sebagai berikut :

1. Fase Sensitasi.

Waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikat

silang oleh reseptor spesifik ( Fcε-R ) pada permukaan sel mast/basofil.

Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran

makan di tangkap oleh Makrofag.

Makrofag segera mempresen-tasikan antigen tersebut kepada Limfosit T,

dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL-4, IL-13) yang menginduksi

Limfosit B berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit). Sel plasma

memproduksi Immunoglobulin E (Ig E) spesifik untuk antigen tersebut. Ig

E ini kemudian terikat pada receptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan

basofil.

Skema : Alergen masuk ditangkap makrofag antigen

dipresentasikan ke limfosit T sekresi sitokin oleh sel T induksi

limfosit B sel plasma IgE IgE terikat pada sel mast & basofil.

2. Fase aktivasi.

Waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang

spesifik dan sel mast/basofil melepas isinya yang berisikan granul yang

menimbulkan reaksi. Hal ini terjadi dikarenakan ikatan silang antara IgE

dan antigen. Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam

tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu

terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain

histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari

granula yang di sebut dengan istilah Preformed mediators.

Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari

membran sel yang akan menghasilkan Leukotrien (LT) dan Prostaglandin

(PG) yang terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut Newly

formed mediators.

Page 36: Tutorial

Skema : Alergen sama masuk diikat oleh IgE spesifik pelepasan

mediator vasoaktif dalam granul reaksi.

3. Fase Efektor.

Waktu terjadinya repon yang kompleks ( anafilaksis ) sebagai efek

mediator-mediator yang dilepas sel mast/basofil dengan aktivasi

farmakologik pada organ tertentu. Histamin memberikan efek

bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya

menyebabkan edema, sekresi mukus dan vasodilatasi. Serotonin

meningkatkan permeabilitas vaskuler dan Bradikinin menyebabkan

kontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF) berefek

bronchospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan

aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan

neutrofil. Prostaglandin yang dihasilkan menyebabkan bronchokonstriksi,

demikian juga dengan Leukotrien.

SKEMA REAKSI TIPE 1 :

Alergen masuk ditangkap makrofag antigen dipresentasikan ke

limfosit T sekresi sitokin oleh sel T induksi limfosit B sel plasma IgE

IgE terikat pada sel mast & basofil alergen sama masuk terikat silang

dengan IgE spesifik di sel mast degranulasi sel mast dan basofil

penglepasan mediator vasoaktif kontraksi otot polos, permeabilitas vaskuler ↑,

vasodilatasi, kerusakan jaringan, sekresi mukosa gaster, anafilaksis.

Dalam kasus Tn.Lakoni, tekanan darahnya menjadi turun setelah diberi

suntikan sefotaksim intramuscular dikarenakan reaksi anafilaksis yang

menyebabkan degranulasi sel mast dan basofil sehingga terjadi penglepasan

mediator vasoaktif seperti histamin, leukotrien, prostaglandin, dan bradikinin

yang menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah sehingga pembuluh darah

melebar dan tekanan darah menjadi turun.

Page 37: Tutorial

Setelah itu, Tn.Lakoni menjadi tidak sadar dikarenakan apabila tekanan

darah turun, maka volume darah yang menuju otak pun akan berkurang, sehingga

suplai oksigen menurun yang menyebabkan Tn.Lakoni menjadi tidak sadar.

Ketika terjadi reaksi anafilaksis, juga terjadi peningkatan permeabilitas

vaskuler yang disebabkan juga oleh degranulasi sel mast dan basofil

mengakibatkan ada penglepasan histamine, serotonin, dan PAF ( platelet

activating factor ). Hal ini menyebabkan cairan plasma mudah keluar dari

pembuluh darah sehingga terjadi nadi filiformis.

MEDIATOR REAKSI ANAFILAKSIS.

Sel mast banyak mengandung mediated primer antara lain histamine yang

tersimpan di dalam granul. Sel mast yang diaktifkan juga dapat memproduksi

mediator baru atau sekunder seperti leukotrien dan prostaglandin.

1. Histamin.

Puncak reaksi tipe 1 terjadi dalam 10-15 menit. Pada fase aktivasi

terjadi perubahan dalam membrane sel mast akibat metilasi fosfolipid

yang diikuti influks Ca2+ yang menimbulkan aktivasi fosfolipase. Dalam

fase ini energi terlepas akibat glikolisis dan beberapa enzim diaktifkan dan

menggerakkan granul-granul ke permukaan sel.

Kadar cAMP dan cGMP dalam sel berpengaruh terhadap

degranulasi. Degranulasi sel mast dapat juga disebabkan oleh pengaruh

anafilatoksin, C3a, dan C5a.

2. Prostaglandin dan leukotrien.

Dalam reaksi tipe 1 fase lambat juga ada mediator lain yang

berperan seperti PG dan LT. Fase lambat sering timbul setelah fase cepat

hilang yaitu antara 6-8 jam. PG dan Lt merupakan mediator sekunder yang

kemudian dibentuk dari metabolisme asam arakidonat atas pengaruh

fosfolipase A2. Efek biologisnya timbul lebih lambat, namun lebih

menonjol dan berlangsung lebih lama dibanding dengan histamine.

LT berperan pada bronkokonstriksi, pningkatan permeabilitas

vascular, dan produksi mucus. PGE2 menimbulkan bronkokonstriksi.

Page 38: Tutorial

3. Sitokin.

Berbagai sitokin dilepas sel mast dan basofil seperti IL-3, IL-4, IL-

5, IL-6, IL-10, IL-13, GSM-CSF, dan TNF-α. Beberapa diantranya

berperan dalam manifestasi klinis tipe 1. Sitokin-sitokin tersebut

mengubah lingkungan mikro dan dapat mengerahkan sel inflamasi seperti

neutrofil dan eosinofil.

IL-4 dan IL-13 meningkatkan produksi IgE oleh sel B. Il-5

berperan dalam pengerahan dan aktivasi eosinofil. Kadar TNF-α yang

tinggi dan dilepas sel mast berperan dalam renjatan anafilaksis.

PENATALAKSANAAN SYOK ANAFILAKSIS.

» Penatalaksanaan Syok Anafilaktik :Penyuntikan Adrenalin 0,3 – 0,5 ml IM bila pasien mengalami

reaksi / syok setelah penyuntikan ( dengan tanda-tanda : sesak,

pingsan, kelainan kulit ).

A. Penanganan Utama dan segera :

1. Hentikan pemberian obat / antigen penyebab.

2. Baringkan penderita dengan posisi tungkai lebih tinggi dari kepala.

3. Berikan Adrenalin 1 : 1000 ( 1 mg/ml )

Segera secara IM pada otot deltoideus, dengan dosis 0,3 – 0,5

ml (anak : 0,01 ml/kgbb), dapat diulang tiap lima menit,

pada tempat suntikan atau sengatan dapat diberikan 0,1 – 0,3

ml

Pemberian adrenalin IV apabila terjadi tidak ada respon pada

pemberian secara IM, atau terjadi kegagalan sirkulasi dan

syok, dengan dosis ( dewasa) : 0,5 ml adrenalin 1 : 1000 ( 1 mg

/ ml ) diencerkan dalam 10 ml larutan garam faali dan

diberikan selama 10 menit.

4. Bebaskan jalan napas dan awasi vital sign ( Tensi, Nadi,

Respirasi ) sampai syok teratasi.

Page 39: Tutorial

5. Pasang infus dengan larutan Glukosa faali bila tekanan darah

systole kurang dari 100 mmHg.

6. Pemberian oksigen 5-10 L/menit

7. Bila diperlukan rujuk pasien ke RSU terdekat dengan pengawasan

tenaga medis.

B. Penanganan Tambahan :

1. Pemberian Antihistamin :

Difenhidramin injeksi 50 mg, dapat diberikan bila timbul urtikaria.

2. Pemberian Kortikosteroid :

Hydrokortison inj 7 – 10 mg / kg BB, dilanjutkan 5 mg / kg BB

setiap 6 jam atau deksametason 2-6 mg/kgbb. untuk mencegah

reaksi berulang.

Antihistamin dan Kortikosteroid tidak untuk mengatasi syok

anafilaktik.

3. Pemberian Aminofilin IV, 4-7 mg/kgbb selama 10-20 menit bila

terjadi tanda – tanda bronkospasme, dapat diikuti dengan infuse

0,6 mg /kgbb/jam, atau brokodilatator aerosol (terbutalin,

salbutamo ).

C. Penanganan penunjang :

1. Tenangkan penderita, istirahat dan hindarkan pemanasan.

2. Pantau tanda-tanda vital secara ketat sedikitnya pada jam pertama.

PENATALAKSANAAN SYOK ANAFILAKTIK

Anafilaksis merupakan kompleks gejala yang timbul secara mendadak (dapat

sangat berat) sebagai akibat perubahan permeabilitas vaskuler dan hiperaktifitas

bronchial karena kerja dari mediator-mediator endogen yang dihasilkan oleh sel-

Page 40: Tutorial

sel mast dan basofil akibat stimuli antigen. Jadi anafilaksis merupakan reaksi

antigen-antibodi (reaksi hipersensitivitas).

Penderita yang mengalami syok anafilaksis termasuk dalam kegawatan medis dan

harus segera ditangani, karena dapat dengan segera jatuh ke situasi yang

membahayakan jiwa bahkan fatal.

Pengetahuan tentang prosedur penanganan anafilaksis perlu dipahami dan

dikuasai agar kita dapat bertindak dengan cepat dan tepat saat menjumpai kasus

tersebut, dengan demikian dapat terlindung dari tuntutan hokum karena telah

menjalankan prosedur dengan benar.

II. ETIOLOGI

Banyak bahan yang dapat menimbulkan reaksi anafilaksis dan bahan-bahan

tersebut terutama masuk ke dalam tubuh melalui parenteral, walaupun ada pula

bahan-bahan yang masuk melalui enteral yang dapat menimbulkan reaksi

anafilaksis.

Bahan-bahan yang terlibat antara lain:

1. Antibiotika : penicillin dan derivatnya, sefalosporin, tetrasiklin,

eritromisin, streptomisin.

2. NSAID : salisilat, aminopirin.

3. Narkotik analgetik : morfin, kodein, meprobamat

4. Anestesi local : prokain, lidokain, kokain

5. Anestesi umum : thiopental, propofol

6. Produk darah dan antisera : eritrosit, lekosit, trombosit, gama -globulin,

antitoksin, anti difteri, anti

Page 41: Tutorial

rabies, anti tetanus, anti

bias ular dan laba-laba.

7. Bahan diagnostic : radiokontras yodium

8. Obat – obat lain : protamin, klorpropamid, besi, yodium, tiasid,

suksinilkolin.

9. Bisa hewan : lebah , lalat kerbau , ular , laba-laba, ubur-ubur.

10. Hormon : insulin, ACTH, ekstrak pituitaria.

11. Enzim dan biologis lain : asetil sistein , tambahan enzim pan- kreas.

12. Ekstra allergen potensial yang dipakai pada desensitisasi : tepung sari,

makanan, bisa hewan.

PATOFISIOLOGI

Antigen masuk ke dalam tubuh dapat melalui bermacam cara yauitu

kontak langsung melalui kulit, inhalasi, saluran cerna dan melalui tusukan /

suntikan. Pada reaksi anafilaksis, kejadian masuknya antigen yang paling sering

adalah melalui tusukan / suntikan.

Begitu memasuki tubuh, antigen akan diikat langsung oleh protein yang

spesifik (seperti albumin). Hasil ikatan ini selanjutnya menempel pada dinding sel

makrofag dan dengan segera akan merangsang membrane sel makrofag untuk

melepaskan sel precursor pembentuk reagen antibody immunoglobulin E atau

reagenic ( IgE) antibody forming precursor cell. Sel-sel precursor ini lalu

mengadakan mitosis dan menghasilkan serta membebaskan antibody IgE yang

spesifik. IgE yang terbebaskan ini akan diikat oleh reseptor spesifik yang berada

pada dinding sel mast dan basofil membentuk reseptor baru yaitu F ab. Reseptor F

Page 42: Tutorial

ab ini berperan sebagai pengenal dan pengikatbantigen yang sama. Proses yang

berlangsung sampai di sini disebut proses sensitisasi.

Pada suatu saat dimana tubuh kemasukan lagi antigen yang sama, maka

antigen ini akan segera sikenali oleh reseptor F ab yang telah terbentuk dan diikat

membentuk ikatan IgE – Ag. Adanya ikatan ini menyebabkan dinding sel mast

dan basofil mengalami degranulasi dan melepaskan mediator-mediator endogen

seperti histamine, kinin, serotonin, Platelet Activating Factor (PAF). Mediator-

mediator ini selanjutnya menuju dan mempengaruhi sel-sel target yaitu sel otot

polos. Proses merupakan reaksi hipersensitivitas.

Pelepasan endogen tersebut bila berlangsung cepat disebut fase akut dank

arena dapat dilepaskan dalam jumlah yang besar, maka biasanya tidak dapat

diatasi dengan hanya memberikan antihistamin.

Pada saat fase akut ini berlangsung, pada membran sel mast dan basofil

terjadi pula proses yang lain. Fosfolipid yang terdapat di membrane sel mast dan

basofil oleh pengaruh enzim fosfolipase berubah menjadi asam arakidonat dan

kemudian akan menjadi prostaglandin, tromboksan dan leukotrien / SRSA ( Slow

Reacting Substance of Anaphylaxis) yang juga merupakan mediator-mediator

endogen anafilaksis. Karena proses terbentuknya mediator yang terakhir ini lebih

lambat, maka disebut dengan fase lambat anafilaksis.

Melalui mekanisme yang berbeda, bahan yang masuk ke dalam tubuh dapat

lasung mengaktivasi permukaan reseptor sel plasma dan menyebabkan

pembebasan histamine oleh sel mast dan basofil tanpa melalui pembentukan IgE

dan reaksi ikatan IgE-Ag. Proses ini disebut reaksi anafilaktoid, yang memberikan

gejala dan tanda serta akibat yang sama seperti reaksi anafilaksis. Beberapa sistem

yang dapat mengaktivasi dapat dilihat pada table berikut:

PENGARUH MEDIATOR ENDOGEN TERHADAP SEL TARGET

Page 43: Tutorial

Aktivasi imunologis pada sel plasma menyebabkan perubahan kadar c-

AMP dalam sel, mula-mula kadarnya meningkat kemudian menurun tajam karena

mengalami hidrolisis. Penurunan ini ternyata disertai dengan pelepasan mediator-

mediator. Bila penurunan kadar c-AMP dapat dicegah maka pelepasan mediator

ternyata tidak terjadi.

Pada reaksi anafilaksis, histamine dan mediator lainnya yang terbebaskan

akan mempengaruhi sel target yaitu sel otot polos dan sel lainnya. Akibat yang

ditimbulkan dapat berupa:

1. Terjadinya vasodilatasi sehingga terjadi hipovolemi yang relative.

2. Terjadinya kontraksi dari otot-otot polos seperti spasme bronkus

mengakibatkan sesak nafas, kontraksi vesika urinaria menyebabkan

inkontinensia uri, kontraksi usus menyebabkan diare.

3. Terjadi peningkatan permeabilitas kapiler yang mengakibatkan

edema karena pergeseran cairan dari intravaskuler ke interstisial dan

menyebabkan hipovolemi intravaskuler dan syok. Edema yang

dapat terjadi terutama di kulit, bronkus, epiglottis dan laring.

4. Pada jantung dapat terjadi spasme arteri koronaria dan depresi

miokardium.

5. Terjadinya spasme arteri koronaria dan depresi miokardium yang

bila sangat hebat dapat menyebabkan henti jantung mendadak.

Leukotrin (SRSA) dan tromboksan yang terbebaskan pada fase lambat

dapat menyebabkan bronkokonstriksi yang lebih kuat dibandingkan dengan yang

disebabkan oleh histamine. Prostaglandin selain dapat menyebabkan

bronkokonstriksi juga dapat meningkatkan pelepasan histamine. Peningkatan

pelepasan histamine ini dapat pula disebabkan oleh PAF.

Pengaruh fisiologis dari masing-masing mediator endogen terhadap

permeabilitas kapiler, vasodilatasi, bronkus, arteri koronaria dan miokardium

dapat dilihat pada table berikut:

Page 44: Tutorial

Tabel 2 : Efek fisiologis mediator anafilaksis

Leukotrienes Histamine Prostaglandin Kinins PAF

Increased capillary

permeability

+ + + + +

Vasodilatation + + + + +

Bronchospasm + + + +

Coronary spasm + + +

Myocardial depression +

GAMBARAN KLINIS

Gejala dan tanda yang diakibatkan oleh reaksi anafilaksis ataupun

anafilaktoid sangat bervariasi, dapat tunggal ataupun kombinasi dari beberapa

gejala. Gambaran klinis yang terjadi tergantung dari caranya antigen masuk,

jumlah dan kecepatan absorbsi dan tingkat hipersensitivitas tubuh.

Saat timbulnya gejala berkisar antara 5 – 60 menit dan biasanya dalam 30

menit pertama. Antigen yang masuk melalui parenteral akan lebih cepat

memberikan reaksi dibandingkan melalui cara lain dan reaksi yang terjadi dapat

bersifat sementara atau terus berlanjut.

Manifestasinya pada tubuh antara lain:

1. Kulit : - eritema

- Urtikaria

- Edema angioneurotik

- Eyeksi konjungtiva

- Pucat

- Sianosis

Page 45: Tutorial

2. Kardiovaskuler : - Takikardi

- Hipotensi

- syok

3. Respirasi : - Rinitis

- Spasme bronkus

- Obstruksi laring karena edema

4. Gastrointestinal : - Mual

- Muntah

- Abdominal Cramps

- Diare

5. Lain-lain : - Rasa cemas

- Batuk

- Parestesi

- Atralgia

- Kejang-kejang

- Gangguan pembekuan darah

- kesadaran menurun

Umumnya makin cepat timbulnya gejala dan tanda tersebut, makin hebat

anafilaksisnya. Manifestasi yang paling berbahaya adalah pada sistem pernafasan

dan kardiovaskuler.

PENGELOLAAN ANAFILAKSIS

Berbagai macam obat dapat digunakan untuk menanggulangi anafilaksis

tetapi adrenalin / epinefrin masih merupakan obat terpilih untuk reaksi yang hebat.

Adrenalin dapat meningkatkan produksi c-AMP sehingga pelepasan histamine

Page 46: Tutorial

dan mediator lain dapat dicegah, sedangkan xantin (aminofilin) dapat mencegah

degradasi c-AMP. Oleh karena itu keduanya sangat penting dalam mengatasi

anafilaksis.

Obat-obatan yang digunakan dalam terapi anafilaksis umumnya ditujukan untuk:

1. Menghambat sintesis dan lepasnya mediator. 2. Blokade reseptor jaringan terhadap mediator yang lepas 3. mengembalikan fungsi organ terhadap pengaruh mediator.

HISTOLOGI LIDAHLidah terdiri atas bagian yang mudah bergerak

(badan yang terletak di dalam rongga mulut, dan pangkalnya atau akarnya yang melekat pada dasar mulut da membentuk bagian dinding depan faring. Pada permukaan atas atau dorsal lidah terdapat alur berbentuk “V” yaitu sulkus terminalis, yang ujung “V” nya mengarah posterior. Sulkus ini membagi lidah menjadi bagian anterior dan bagian posterior. Sebagian besar lidah terdiri atas serat-serat otot rangka diliputi selaput lender dan mengandung kelelnjar. Serat otot lidah ada yang

intrinsic, yakni yang terdapat di dalam lidah dan ada yang ekstrinsik: yaitu yang lainnya yang berorigo di luar terutama pada mandibula, tulang hyoid, dan berinsersi pada lidah. Di antara serat-serat otot terdapat kelenjar-kelenjar. Kelenjar- kelenjar tersebut terutama yang bersifat mukosa terdapat pada pangkal lidah, dengan saluran keluar bermuara di belakang sulkus terminalis. Kelnjar serosa terletak pada badan lidah, dengan saluran keluar bermuara di depan sulkus (dekat papilla sirkumvalata); sedangkan asini campur terletak di ujung lidah, dengan salurannya bermuara pada permukaan bawah lidah.

Permukaan sepertiga belakang lidah sifatnya nodular, tidak rata oleh karena adanya nodulus limfatikus (tonsila lingua). Di antara tonjolan-tonjolan permukaan epitel terdapat celah-celah disebut kriptus. Di sisni epitel diinfiltrasi oleh banyak limfosit.

Membran mukosa pada permukaan bawah lidah sifatnya licin dan di bawahnya terdapat tunika submukosa. Pada permukaan atas terlihat banyak

Tonsila LinguaTonsila lingua terdapat pada pangkal lidah di belakang papilla sirkumvalata. Tonsila ini terdiri atas kumpulan-kumpulan sumur epithelial yang bermuara lebar dan masing-masing dikelilingi oleh jaringan limfoid. Tiap sumur atau kriptus tunggal dilapisi oleh lanjutan epitel permukaan yaitu epitel berlapis gepeng. Jaringan limfoid berisi selapis limfonodulus, seringkali dengan pusat germinal. Kebanyakan kriptus ditandai oleh sebukan limfosit yang mencolok pada epitel. Saluran keluar kelenjar

Page 47: Tutorial

tonjolan-tonjolan kecil disebut papil lidah, yang memberikan kesan kasar pada lidah. Terdapat empat jenis papil:

1. Papila filiformis terdapat di atas seluruh permukaan lidah, umumnya tersusun dalam barisan-barisan sejajar dengan sulkus terminalis. Papila filiformis bentuknya kurang lebih seperti kerucut, langsing dan tingginya 2-3 mm. Bagian tengahnya terdiri atas jaringan ikat lamina propria. Jaringan ikat ini juga membentuk papil sekunder. Epitel yang meliputi papila sebagian mengalami pertandukan yang cukup keras sifatnya.

2. Papila fungiformis letaknya tersebar di antara deretan papilla filiformis, dan jumlahnya makin banyak ke arah ujung lidah. Bentuknya seperti jamur dengan tangkai pendek, dan bagian atas yang lebih lebar. Jaringan ikat di tengah-tengah papil membentuk papil sekunder sedangkan epitel di attasnya tipis sehingga pleksus pembuluh darah di dalam lamina propria menyebabkannya berwarna merah atau merah mudah. Kuncup kecap terdapat di dalam epitel.

3. Papila sirkumvalata (vallum= dinding) pada manusia jumlahnya hnaya 10 dmapau 14, dan letaknya di sepanjang sulkus terminalis. Tiap papil menonjol sedikit di tas permukaan dan dibatasi oleh suatu parit melingkar dengan banyak kuncup kecap pada epitel dinding lateralnya. Saluran keluar kelenjar serosa (kelenjar Ebner) bermuara pada dasar alur itu. Kelenjarnya sendiri terletak pada lapisan yang lebih dalam. Sekret serosa cair kelenjar tersebut membersihkan parit dari sisa bahan makanan sehingga memungkinkan penerimaan rangsang kecap baru oleh kuncup kecap .

4. Papila Foliata terletak pada bagian samping dan belakang lidah , berbentuk lipatan -lipatan mirip daun , dengan kucup kecap di dalam epitel lekukan yang terdapat di lipatan . Sama seperti pada papila sirkumvalata kelenjar –kelencar serosa bermuara pada dasar alur .

Lidah kotor. Bagian tengah berwarna putih dan pinggirnya merah. Lidah yang kotor disebabkan karena adanya pembatasan gerakan lidah sehingga papila filiformis yang normalnya mengalami deskuamasi, tidak mengalami deskuamasi dan memanjang. Hal ini menyebabkan banyak debris makanan yang tertinggal dan mengubah

warna dari lidah.

ANATOMI EPIGASTRIUMDari gambar dapat diketahui bahwa pada regio epigastrium terdapat sebagian organ hati. Lambung dan esofagus.

Page 48: Tutorial

DAFTAR PUSTAKA

Baratawijaya, Karnen Garna. 2009. Imunologi Dasar edisi ke delapan. Jakarta :

Balai penerbit FKUI.

Protap pelaksanaan penanggulangan syok anafilaksis puskesmas Bajangkaran.

2005. Klungkung : Dinas Kesehatan Bajangkaran II.

www.medicastore.com

www.mediapenunjangmedis.dikirismanto.com

http://www.mayoclinic.com/health/allergy-tests/MY00131/METHOD=print

http://www.labtestsonline.org/understanding/analytes/allergy/test.html

http://en.wikipedia.org/wiki/RAST_test

http://foodallergies.about.com/od/diagnosingfoodallergies/p/rasttestprofile.htm

http://www.diskes.jabarprov.go.id/index.php?

mod=pubInformasiObat&idMenuKiri=45&idSelected=1&idObat=160&page=7