tunagrahita kemandirian

15
PENGARUH TERAPI PERMAINAN KETERAMPILAN (SKILL PLAY) TERHADAP KEMAMPUAN KEBERSIHAN DIRI ANAK DENGAN TUNAGRAHITA SEDANG DI SLBN TEMANGGUNG Probo Yudha Asmara *) Eko Susilo, S.Kp., Ns., M.Kep**), Suwanti, S.Kep., Ns**) *) Mahasiswa PSIK STIKES Ngudi Waluyo Ungaran **) Dosen PSIK STIKES Ngudi Waluyo Ungaran ABSTRAK Anak tunagrahita merupakan salah satu anak yang berkebutuhan khusus. Kebanyakan dari mereka tidak mampu untuk melakukan aktivitas sehari-hari, sebagai contohnya adalah kebersihan diri. Namun bila dilatih secara terus- menerus dan dilakukan dengan cara yang lebih menyenangkan misalnya dalam sebuah permainan, itu akan membuat anak tunagrahita merasa lebih gampang dalam menerima pelatihan yang diberikan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi permainan keterampilan terhadap kemampuan kebersihan diri pada anak dengan tunagrahita sedang di SLBN Temanggung. Metode penelitian ini adalah menggunakan pendekatan Quasi eksperiment dengan populasi adalah anak tunagrahita sedang di SLBN Temanggung sebanyak 39 anak. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling yang dilakukan terhadap 30 responden . Teknik pengumpulan data menggunakan kuisioner tentang jenis kebersihan diri. Uji statistik yang digunakan adalah Mann Whitney. Hasil penelitian Dengan menggunakan uji Mann Whitney, didapatkan p-value 0,033 < α (0,05%) menunjukan bahwa ada pengaruh yang signifikan terapi permainan keterampilan terhadap kemampuan kebersihan diri pada anak tunagrahita sedang di SLBN Temanggung. Saran bagi institusi pendidikan hendaknya lebih banyak melakukan inovasi dalam melakukan proses belajar mengajar di SLB. Sehingga kemampuan menerima pelajaran yang

description

tunagrahita dari berbagai jurnal

Transcript of tunagrahita kemandirian

PENGARUH TERAPI PERMAINAN KETERAMPILAN (SKILL PLAY) TERHADAP KEMAMPUAN KEBERSIHAN DIRI ANAK DENGAN TUNAGRAHITA SEDANG DI SLBN TEMANGGUNGProbo Yudha Asmara *)Eko Susilo, S.Kp., Ns., M.Kep**), Suwanti, S.Kep., Ns**)*) Mahasiswa PSIK STIKES Ngudi Waluyo Ungaran**) Dosen PSIK STIKES Ngudi Waluyo UngaranABSTRAKAnak tunagrahita merupakan salah satu anak yang berkebutuhan khusus. Kebanyakan dari mereka tidak mampu untuk melakukan aktivitas sehari-hari, sebagai contohnya adalah kebersihan diri. Namun bila dilatih secara terus-menerus dan dilakukan dengan cara yang lebih menyenangkan misalnya dalam sebuah permainan, itu akan membuat anak tunagrahita merasa lebih gampang dalam menerima pelatihan yang diberikan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi permainan keterampilan terhadap kemampuan kebersihan diri pada anak dengan tunagrahita sedang di SLBN Temanggung.

Metode penelitian ini adalah menggunakan pendekatan Quasi eksperiment dengan populasi adalah anak tunagrahita sedang di SLBN Temanggung sebanyak 39 anak. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling yang dilakukan terhadap 30 responden . Teknik pengumpulan data menggunakan kuisioner tentang jenis kebersihan diri. Uji statistik yang digunakan adalah Mann Whitney. Hasil penelitian Dengan menggunakan uji Mann Whitney, didapatkan p-value 0,033 < (0,05%) menunjukan bahwa ada pengaruh yang signifikan terapi permainan keterampilan terhadap kemampuan kebersihan diri pada anak tunagrahita sedang di SLBN Temanggung.

Saran bagi institusi pendidikan hendaknya lebih banyak melakukan inovasi dalam melakukan proses belajar mengajar di SLB. Sehingga kemampuan menerima pelajaran yang diberikan lebih efektif untuk meningkatkan kemampuan dalam aktivitas sehari-hari khususnya kebersihan diri.

Kata kunci : terapi permainan keterampilan, kemampuan kebersihan diriPENDAHULUAN

Istilah tunagrahita mungkin terasa asing ditelinga masyarakat. Tunagrahita merupakan sebuah istilah bagi mereka yang mengalami gangguan mental ataupun keterbelakangan mental khususnya dalam hal kecerdasan. Masyarakat sering memberikan sebutan-sebutan lain bagi anak tunagrahita. Diantara sebutan-sebutan lain mengenai anak tunagrahita yaitu cacat mental, mental subnormal, bodoh, idiot, dan masih banyak sebutan lainnya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2006) dari 222 juta penduduk indonesia terdapat 0,7% (sekitar2,8 juta jiwa) mengalami kecacatan dan sekitar 600 ribu diantaranya anak-anak (21,42%) usia sekolah (usia 5-18 tahun) dan populasi anak tunagrahita menempati angka terbesar. Angka penderita tunagrahita usia sekolah di Indonesia diperkirakan berjumlah setengah dari total penderita cacat atau sekitar 1,5 juta jiwa, dan hanya 54.000 yang dapat mengikuti pendidikan secara formal disekolah khusus.

Menurut Wibowo (2010), yang dimaksud dengan tunagrahita adalah keterbatasan substansial dalam mengfungsikan diri. Keterbatasan ini ditandai dengan terbatasnya kemampuan fungsi kecerdasan yang terletak dibawah rata-rata (IQ 70 atau kurang) dan ditandai dengan terbatasnya kemampuan tingkah laku adaptif minimal di 2 area atau lebih. Tingkah laku adaptif yang dimaksud pada anak tunagrahita adalah berupa kemampuan berkomunuikasi, merawat diri, menyesuaikan dalam kehidupan rumah, keterampilan sosial, pemanfaatan sarana umum, mengarahkan diri sendiri, area kesehatan dan keamanan, fungsi akademik, pengisian waktu luang dan kerja. Dengan segala keterbatasan itulah yang menyebabkan anak tunagrahita menjadi ketergantungan dalam melakukan pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

Klasifikasi menurut DSM IV (American Psychiatric Association, Washington, 1994) yang dikutip Lumbantobing (2001), bahwa terdapat 4 tingkat reterdasi mental, yaitu : ringan, sedang, berat dan sangat berat. Pada tingkat ringan anak kemampuan keterampilan merawat diri dapat dilatih secara bertahap dan tidak memerlukan bimbingan yang khusus dalam mengajarkan anak untuk melakukan perawatan diri. Sedangkan untuk tingkat sedang untuk dapat melakukan perawatan diri mereka masih harus mendapatkan pengawasan, namun dengan pendidikan yang khusus dan terus-menerus mereka akan mampu untuk melakukan perawatan diri. Untuk tingkat berat dan sangat berat dengan mereka mengalami gangguan yang berat dalam bidang sensorimotor sehingga untuk dapat melakukan perawatan diri mereka harus mendapatkan bantuan dari orang lain.

Masalah ketergantungan merawat diri sering terdapat pada kelompok anak (orang yang sangat muda), sangat tua, orang yang sakit, atau orang yang memiliki kecacatan (Kittay, et al., 2007).berdasarkan laporan World Health Organization (WHO), jumlah orang yang masih dalam ketergantungan terhadap orang lain mencapai 4-5% dari seluruh populasi dunia (WHO,2002). Ketergantungan perawatan diri dijelaskan oleh WHO sebagai ketidakmampuan untuk melakukan kegiatan harian seperti mempertahankan kebersihan diri, makan, dan kesadaran akan bahaya sebagai salah satu masalah terbesar dalam kesehatan didunia (WHO,2002).

Ukuran kebersihan seseorang, tergantung bagaimana orang tersebut secara fisik maupun psikologis mampu melakukan dan menampilkan perawatan dirinya (Poter Perry, 2005). Meskipun memiliki keterbatasan kecerdasan anak tunagrahita tetap perlu menjaga kebersihan lingkungan dan kebersihan diri agar sehat, tidak bau, tidak malu, tidak menyebarkan kotoran, atau menularkan penyakit bagi diri sendiri maupun orang lain. Kebersihan badan meliputi kebersihan diri, seperti mandi, menyikat gigi, mencuci tangan, dan memakai pakaian yang bersih. Kebersihan diri menjadi penting karena kebersihan diri yang baik akan meminimalkan pintu masuk mikroorganisme yang ada dimana-mana dan pada akhirnya mencegah seseorang terkena penyakit. Kebersihan diri yang tidak baik akan mempermudah tubuh terserang berbagai penyakit seperti penyakit kulit, penyakit infeksi, penyakit mulut, dan penyakit saluran cerna atau bahkan dapat menghilangkan fungsi bagian tubuh tertentu, seperti halnya kulit (Sudarto,2000). Keterampilan perawatan diri pada anak tunagrahita sebaiknya dilakukan sejak dari rumah. Buyan (2004) menyatakan dalam penelitannya bahwa keterampilan perawatan diri (self care) sebaiknya diajarkan di sekolah-sekolah dan untuk mengembangkan keterampilan perawatan diri pada seseorang yang dapat dilakukan dalam sebuah aktifitas-aktiifitas yang ringan misalnya dalam sebuah permainan.

Menurut Astati (2001) permasalahan anak tunagrahita sedang adalah dalam pemeliharan diri, penyesuaian diri, kesulitan belajar dan bekerja. Pada anak tunagrahita sedang yang berada di lingkungan SLB N Temanggung dapat dijumpai anak yang tidak sedap dipandang misalnya pakaian tidak rapih, badan kotor, gigi kotor, atau bau badan, dan sepertinya mereka tidak merasakannya. Oleh sebab itu pemeliharaan kehidupan sehari-hari anak tunagrahita sangat memerlukan bimbingan dari guru dan orang tua. Sehingga disekolah mereka mendapatkan program khusus kemampuan perawatan diri.

Salah satu pendidikan khusus yang dapat dilakukan untuk melatih keterampilan perawatan diri pada anak adalah dengan terapi permainan. Permainan merupakan suatu bentuk dari kegiatan bermain yang memiliki aturan yang sudah ditetapkan dengan segala kelengkapannya mulai dari aturan main, jumlah pemain sampai dengan ketahap penilaian. Sementara itu yang dikatakan bermain adalah suatu kegiatan yang menggembirakan tanpa terlalu memperhatikan tentang aturan, tetapi didalamnya memiliki unsur yang positif bagi anak, khususnya bagi anak tunagrahita. Ismail (2001) menyatakan bahwa permainan adalah suatu kegiatan atau aktifitas usaha olah diri olah pikiran atau olah fisik) yang sangat bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan motivasi, kinerja, dan prestasi dalam melaksanakan tugas dan kepentingan organisasi dengan baik.

Untuk mengatasi masalah tersebut dibutuhkan suatu metode untuk membantu pembelajaran anak tunagrahita menjadi lebih efektif dengan melibatkan langsung anak tunagrahita untuk berperan aktif dalam pembelajaran sehingga proses pembelajaran dapat dipahami dengan baik oleh siswa. Salah satunnya adalah melalui permainan. Jenis permainan yang dapat dikembangkan untuk memenuhi tuntutan tersebut adalah jenis permainan imajinasi dengan bermain peran sebagai bentuk permainannya

Ada beberapa teori yang menyatakan tentang pengaruh yang baik dari permainan dalam membantu anak mengatasi setiap tahap perkembangannya. Spock (2004;59) memberikan pendapatnya tentang keuntungan yang diperoleh ketika anak bermain dalam kelompoknya, Mereka akan mempelajari bagaimana caranya untuk mengembangkan keahlian yang dikandung dalam tubuh mereka, kreativitas mereka dan kecerdikan mereka serta sikap sosial mereka. Sementara itu Parker (2006;45) menyatakan,Melalui permainan, anak akan memahami siapa diri mereka, memahami apa yang bisa mereka lakukan dan menyadari bahwa mereka bisa mengurus kepentingan diri mereka sendiri.

Pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran ini selain bersifat konkret juga bersifat atraktif karena dalam melakukan permainan ini akan memotivasi anak sehingga tidak cepat merasa bosan, dapat mengembangkan potensi anak semaksimal mungkin sesuai dengan prestasi anak dan meningkatkan kemampuan berbahasa melalui berbahasa dan control diri, karena pada dasarnya proses bermain ini merupakan pusat kegiatan bagi perkembangan social emosional anak.

Dari hasil studi pendahuluan yang penulis lakukan pada tanggal 12 Desember 2012 didapatkan data jumlah penyandang tunagrahita sedang di SLB N Temanggung berjumlah 39 siswa. Siswa tunagrahita sudah mendapatkan program pelajaran tentang perawatan diri sejak dari kelas 2 dan 3 seperti cara makan dan minum, cara menyikat gigi, dan perawatan kebersihan diri. Namun karena keterbatasan kemampuan maka kebanyakan dari siswa SLB N Temanggung tidak bisa melakukan kebersihan diri tanpa bimbingan langsung baik dari guru maupun dari orang tua. Pada saat didampingi guru ataupun orang tua anak tunagrahita bisa melakukan kebersihan diri dengan sedikit bantuan, namun bila tanpa dampingan guru ataupun orang tua siswa tunagrahita tidak bisa melakukan perawatan diri secara mandiri. Siswa tunagrahita sangat antusias saat diberikan pelajaran yang disertai bermain seperti contoh bernyanyi, bermain musik, dan lain sebagainya. Anak tunagrahita akan lebih aktif mengikuti pelajaran bila disetai dengan melakukan sebuah permainan.

Berdasarkan fenomena tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul pengaruh terapi permainan keterampilan (skill play) terhadap kemampuan kebersihan diri anak dengan tunagrahita sedang di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri TemanggungMETODE PENELITIANJenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pra-eksperimental dengan one-group pra-post test design (Notoatmodjo (2008), Dalam desain ini, observasi dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum eksperimen dan sesudah eskperimen.Penelitian ini dilakukan pada siswa tunagrahita sedang di SLBN Temanggung, teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling, yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai yang dikehendaki peneliti sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya. Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 15 sampel.Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah lembar kuisioner terdiri dari 7 item pertanyaan tentang kebersihan diri yang digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan kebersihan diri pada anak tunagrahita sedang sebelum dan sesudah diberikan terapi permainan keterampilan(skill play). Jawaban terdiri atas 3 pilihan yaitu SL(selalu dibantu), KD(kadang dibantu), dan TP(tidak pernah dibantu). Hasil ukur dalam penelitian ini kemudian diberi penilaian menjadi kemampuan diatas rata-rata dengan skor 2, kemampuan dibawah rata-rata dengan skror 1. Pengumpulan data dilakukan dua kali yaitu pada hari pertama sebelum responden diberi terapi permainan keterampilan dan hari pertama setelah penelitian berakhir.Analisis bivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji nonparametrik Wilcoxon dan mann whitney, Uji ini digunakan untuk mengetahui pengaruh terapi permainan keterampilan (skill play) terhadap kemampuan kebersihan diri anak dengan tunagrahita sedang di SLBN Temanggung. Uji Wilcoxon ini digunakan untuk data penelitian berskala kategorik dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan data yang dependent atau berpasangan (Dahlan, 2012). Statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis komparatif dua sampel independent apabila datanya tidak berdistribusi normal yaitu dapat menggunakan Mann-Whitney U-Test (Sutanto, 2007).HASIL PENELITIAN

1. Kemampuan kebersihan diri Sebelum dan sesudah terapi permainan keterampilan pada kelompok intervensiTabel 5.4 Perbedaan Kemampuan Kebersihan Diri Sebelum dan Sesudah Diberikan Terapi Permainan Keterampilan (skill play) pada Kelompok Intervensi pada Anak Tunagrahita sedang di SLBN Temanggung, 2013VariabelPerlakuanNMean(x)SDZp-value

Kemampuan Kebersihan DiriSebelum

Sesudah15

1510,40

13,732,230

3,411-3,0710,002

Berdasarkan uji Wilcoxon, didapatkan nilai Z hitung sebesar -3,071 dengan p-value sebesar 0,002. Terlihat bahwa p-value 0,002 < ( (0,05), ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan kemampuan kebersihan diri responden kelompok intervensi sebelum dan sesudah diberikan terapi permainan keterampilan pada anak tunagrahita sedang di SLBN Temanggung2. Kemampuan kebersihan diri Sebelum dan sesudah terapi permainan keterampilan pada kelompok kontrol.Tabel 5.5 Perbedaan Kemampuan Kebersihan Diri Sebelum dan Sesudah Perlakuan pada Kelompok Kontrol pada Anak Tunagrahita sedang di SLBN Temanggung, 2013VariabelPerlakuanNMean(x)SDZp-value

Kemampuan Kebersihan DiriSebelum

Sesudah15

1510,60

10,671,920

1,877-0,4310,666

Berdasarkan uji Wilcoxon, didapatkan nilai Z hitung sebesar -0,431 dengan p-value sebesar 0,666. Terlihat bahwa p-value 0,666 > ( (0,05), ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan kemampuan kebersihan diri responden kelompok kontrol sebelum dan sesudah perlakuan pada anak tunagrahita sedang di SLBN Temanggung3. Uji pengaruh terapi permainan keterampilan (skill play) terhadap kemampuan kebersihan diri anak dengan tunagrahita sedang di SLBN Temanggung.Tabel 5.6Perbedaan Kemampuan Kebersihan Diri Sesudah Diberikan Terapi Permainan Keterampilan antara Kelompok Intervensi dan Kontrol pada Anak Tunagrahita sedang di SLBN Temanggung, 2013

VariabelKelompokNMean(x)SDZp-value

Kemampuan Kebersihan DiriIntervensi

Kontrol15

1513,73

10,673,411

1,877-2,1710,033

Berdasarkan uji Mann Whitney, didapatkan nilai Z hitung = -2,171 dengan p-value sebesar 0,033. Oleh karena p-value 0,033 < ( (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan kemampuan kebersihan diri sesudah terapi permainan keterampilan antara kelompok intervensi dan kontrol pada anak tunagrahita di SLBN Temanggung.PEMBAHASANPengaruh Terapi Permainan Keterampilan (Skill Play) Terhadap Kemampuan Kebersihan Diri Anak Dengan Tunagrahita Sedang Di SLB N TemanggungHasil penelitian yang dilakukan terhadap 30 responden yang terdiri dari 15 kelompok intervensi dan 15 kelompok kontrol di SLB N Temanggung pada tanggal 14 Februari 2013 menunjukan bahwa setelah diberikan terapi permainan keterampilan (skill play) pada kelompok intervensi tingkat kemampuan kebersihan diri mengalami peningkatan. Hasil ini didapat setelah melakukan uji kesetaraan kemampuan kebersihan diri sebelum diberikan terapi keterampilan permainan antara kelompok intervensi dan kontrol, dengan uji Mann Whitney dan diperoleh hasil p-value 0, 626 > (0,05) artinya tidak ada perbedaan yang signifikan kemampuan kebersihan diri sebelum diberikan terapi permainan keterampilan (skill play) antara kelompok intervensi dan kontrol pada anak tunagrahita sedang di SLBN Temanggung. ini berarti bahwa kedua kelompok dapat dinyatakan setara atau homogen sebelum perlakukan.

Setelah terapi permainan keterampilan diberikan pada kelompok intervensi, didapatkan data yang menunjukan p-value 0,002 < (0,05) artinya ada perbedaan yang signifikan kemampuan kebersihan diri pada anak tunagrahita sedang sebelum dan sesudah diberikan terapi permainan keterampilan (skill play) di SLBN Temanggung. Untuk kelompok kontrol didapatkan data dengan hasil p-value 0,666 > (0,05) ini menunjukan tidak ada perbedaan yang signifikan kemampuan kebersihan diri responden kelompok kontrol sebelum dan sesudah diberikan terapi permainan keterampilan permainan (skill play) pada anak tunagrahita sedang di SLBN Temanggung.

Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa ada pengdaruh terapi permainan keterampilan (skill play) terhadap kemampuan kebersihan diri anak Tunagrahita sedang di SLB N Temanggung. Dengan diberikannya terapi permainan kemampuan kebersihan diri pada anak tunagrahita dari tidak mandiri menjadi mandiri. hal ini sesuai dengan pendapat Ali Hamzah (2008) Pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran ini selain bersifat konkret juga bersifat atraktif karena dalam melakukan permainan ini akan memotivasi anak sehingga tidak cepat merasa bosan, dapat mengembangkan potensi anak semaksimal mungkin sesuai dengan prestasi anak dan meningkatkan kemampuan berbahasa melalui berbahasa dan control diri, karena pada dasarnya proses bermain ini merupakan pusat kegiatan bagi perkembangan social emosional anak. Kemudian dalam penelitian yang dilakukan oleh Dian et. al. (2011) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan perawatan diri salah satu aspek yang pengaruh adalah dalam aspek psiksosial (konsep diri, rasa percaya diri, dan tipe kepribadian).Dengan melakukan terapi permainan maka anak tunagrahita sedang merasa senang sehingga aspek psikososialnya akan mengalami perkembangan untuk lebih meningkatkan kemampuan kebersihan dirinya.KESIMPULANAda pengaruh terapi permainan keterampilan (skill play) terhadap kemampuan kebersihan diri anak dengan tunagrahita sedang dengan nilai p-value 0,000 < ( (0,05).SARAN

Berdasarkan hasil penelitian diatas maka dapat diberikan saran-saran sebagai berikut :1. Bagi siswa SLB

Membantu siswa SLB khususnya anak dengan tunagrahita sedang yang tidak dapat melakukan kebersihan diri secara mandiri agar dapat mandiri dalam melakukan kebersihan diri dengan memberikan motivasi kepada orangtua/wali agar selalu memberikan bimbingan dirumah.

2. Bagi guru SLB

Diharapkan kepada guru di SLB melakukan inovasi proses pembelajaran misalnya dalam kegiatan proses belajar mengajar dilakukan dalam sebuah aktivitas permainan sehingga siswa SLB lebih efektif dalam menerima pelajaran yang diberikan.

3. Bagi sekolah

Diharapkan menjadi masukan agar dapat meningkatkan kualitas pendidikan yang diselenggarakan di lingkungan SLB.

4. Bagi peneliti lain

Diharapkan untuk dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan pengaruh pemberian terapi permainan keterampilan (skill play) terhadap kemampuan kebersihan diri yang lain dengan penelitian yang berbeda

DAFTAR PUSTAKA

Adriana, Dian. (2011). Tumbuh Kembang & Terapi Bermain pada anak. Jakarta: Salemba Medika.

Astati. (2010, Januari). Menuju kemandirian anak tunagrahita. Pada http:/bintangbangsaku.com,diperoleh pada tanggal 24 desember 2012.

Aswar, S. (2003). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar.Berg, M., Jahnsen, R., Frosile, K.F., & Hussain, A.(2004). Reliability of the pediatric evaluation of disability inventory (PEDI). Physical & Occupational Therapy in Pediatrics 24:3.

Buyan , K, K. (2004). Health promotion through self-care and community participation: Elements of proposed programme in the developing countries. BMC Public Health, 4:11.

Chalidah, Ella Siti. (2005). Terapi Permainan Bagi Anak yang Memerlukan Layanan Pendidikan Khusus. Jakarta: Dikti.

Delphie, Bandi. (2006). Sebab-sebab Keterbelakangan Mental. Bandung: Mitra Grafika.Dempsey, Patricia Ann & Arthur D. Dempsey. 2002. Riset Keperawatan Buku Ajar & Latihan. Edisi 4. Jakarata : EGC

Effendi, M. (2006). Pengantar Psikopedagodik Anak Anak Berkelainan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Efaiana, Fitria. (2009). Buku ajar perawatan diri dan cara penanganannya. Jakarta: Surya abadi.

Fadli, Aulia. (2010). Buku Pintar Kesehatan Anak. Yogyakarta: Pustaka Anggrek.

Greydanus, D.E., & Pratt, H. D. (2005). Syndromes and disorders associated with mental retardation. Indian Journal of Pediatrics, 72, 859-864.

Hayati, T. (2003). Kemampuan diri sendiri anak autis dalam penatalaksanaan holistik autism. Kumpulan makalah kongres nasional autisme Indonesia pertama. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit dalam FKUI, Jakarta: FKUI.

Hurlock, B. E. (2000). Perkembangan Anak, Jilid 1, Jakarta.

Kartono, Kartini. (2005). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.MA, Saifuddin Azwar. (2005). Pengantar Psikologi Intelegensi. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Maramis, Willy F. (2005). Ilmu Kedokteran Jiwa. Jakarta: Airlangga.Meadow, R., & Simon. (2005). Lecture notes pediatrica. Jakarta: Erlangga.

Muttaqin, Arif. (2005). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Syaraf. Jakarta: Salemba Medika.Notoatmodjo, S. (2007). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jaskarta: Rineka.

Nugraha, Ali, (2003). Kita Merangsang Kecerdasan Anak. Jakarta: Puspa Swara.

Ostensjo, S., Bjormaekmo., W., Carlberg., E. B., & Vollestand, N. K. (2006). Asseesment of everyday functioning in children with disabilities: An ICF- based analysis of concepts and conten of the pediatric Evaluation of Disability Inventory (PEDI). Disability and Rehabilitation, 28(8): 489-504.

Parker, Deborah K. (2006). Menumbuhkan Kemandirian dan Harga Diri Anak. Jakarta: Prestasi Pustaka.Parker, S, Zuckerman B, Augustyn M. (2005). Developmental and behavioral pediatrics (2nd ed): Language Delays. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins.

RI, Departemen pendidikan dan kebudayaan. (2000). Pedoman penggolongan perawatan diri. Jakarta : Disdik Provinsi DKI Jakarta.

RI. Departemen Kesehatan. (2000). Penggolongan tipe perawatan diri pada Tunagrahita.

Sandra, M. (2010). Anak cacat bukan kiamat. Metode pembelajaran dan terapi untuk anak berkebutuhan khusus. Yogyakarta: Katahati.

Santrock, Jhon W. (2008). Psikologi Pendidikan. Alih bahasa Tri Wibowo. Jakarta: Kencana Perdana Media Group.Sarinigsih, Endang. (2010). Merawat gigi anak sejak usia dini. Jakarta: Gramedia.

Semiun, Y. (2006). Kesehatan Mental 2.Yogyakarta. Penerbit Kanisius, hal 266-271.

Soedono, Anggani. (2000). Alat Permainan dan Sumber Belajar di TK. Jakarta: Departemen pendidikan dan kebudayaan.

Somantri, T. S. (2006). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama.

Spock, Benyamin. (2004). Menghadapi Anak di Saat Sulit. Jakarta: Delapratasa Publishing.Sugiono. 2007. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung:CV. Alfa Beta.Sukinah. (2007). Pengembangan kreativitas anak usia dini. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi.

Supartini, Sri. (2004). Mengoptimalkan 9 zona kecerdasan majemuk anak. Sleman: Luna Publisher.

Surviani, Istanti,dkk (2004). Point penting dalam menghias jiwa & perilaku anak. Bandung: Pustaka Ulumidin.

Sutanto. (2005). Wanita Dengan Menopause. Jogjakarta: Muha Medika.

Ross, Judith. (2000). Neurogenetic Developmental Disorders. Jakarta: Rineka Cpita.Tork, H., Lohrmann, C., & Dassen, T. (2007). Care Depedency among school-agedchildren:literature review. Nursing and Health Sciences, 9, 142-149.

Undang undang Republik Indonesia nomor 10 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan NasionalWibowo , S, M. (2010). Penanganan anak tunagrahita. Karya ilmiah yang dipersiapkan untuk semiloka Penatalaksanaan anak-anak tunagrahita di RS Santosa Bandung .

Wong , D. L et al. (2009). Buku ajar keperawatan pediatrick (Agus Sutarna, Neti Juniarti, & H.Y Kuncara, Penerjemah). Volume 1. Edisi 6. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran.

Yuliani, R, I. (2008). Permainan yang meningkatkan kecerdasan anak. Jakarta: Laskar Aksara.