Tumor Parotis

download Tumor Parotis

of 23

description

parotis

Transcript of Tumor Parotis

TUMOR PAROTISI. PENDAHULUANTumor yang berasal dari kelenjar saliva merupakan tumor yang sangat jarang ditemukan. Tumor ini hanya berjumlah sekitar 6% dari semua tumor kepala dan leher. Kelenjar saliva sendiri dibagi ke dalam 2 kelompok yaitu mayor dan minor. Kelenjar saliva mayor terdiri dari 3 pasang kelenjar, yaitu kelenjar parotis, kelenjar submandibula, dan kelenjar sublingual. Kelenjar saliva minor mencakup 600-1000 kelenjar-kelenjar kecil yang tersebar pada traktus aerodigestive atas.(1)Diantara tumor-tumor kelenjar saliva, 80% berasal dari kelenjar parotis, 10-15% dari kelenjar submandibula, dan sisanya berasal dari kelenjar sublingual dan kelenjar saliva minor.(1) Sebagian besar laporan mengatakan bahwa 80% tumor parotis merupakan tumor jinak. Dan tipe tumor yang paling sering pada kelenjar parotis adalah Adenoma Pleomorfik, yang mewakili sekitar 60% dari semua tipe tumor parotis.(1)II. ANATOMIEmbriogenesisKelenjar saliva mulai terbentuk umur 6-9 minggu kehamilan. Kelenjar saliva mayor berasal dari jaringan ektodermal. Kelenjar saliva minor berasal dari jaringan ektodermal atau endodermal, tergantung lokasinya. Perkembangan dari setiap kelenjar saliva dimulai dengan berkembangnya jaringan dari oral epithelium, membentuk solid nests. Diferensiasi selanjutnya membentuk formasi tubulus dengan 2 lapisan sel epithelial, yang berdiferensiasi membentuk duktus, acini, dan sel myoepithelial. Secara embriologi, kelenjar submandibula terbentuk lebih dulu daripada kelenjar parotis. Limfonodus yang terbentuk berada di luar kelenjar tersebut.(1)Kelenjar parotis selanjutnya menjadi terkapsulasi pada embriologinya. Ini membuat limfonodus terperangkap di dalam kelenjarnya. Sebagian besar nodusnya, rata-rata 11, terletak pada bagian superfisial dari kelenjar, dan sisanya, rata-rata 2, pada bagian dalam. Perbedaan embriologi ini menjelaskan mengapa metastases limfatik dapat bermanifestasi di dalam subtansi kelenjar parotis dan bukan pada kelenjar submandibula.(1)Kelenjar ParotisKelenjar parotis merupakan kelenjar saliva yang terbesar. Ia terletak pada kompartemen anterior dari telinga dan terikat oleh fasia yang menggantung kelenjar dari arkus zigomatikum. Kompartemen parotis terdiri dari kelenjar parotis, nervus, pembuluh darah, dan pembuluh limfatik.(1)

Gambar 1. Kelenjar saliva (diambil dari http://legacy.owensboro.kctcs.edu/gcaplan/anat2/notes/APIINotes8%20Digestive%20Anatomy.htm)Kompartemen ini dapat dibagi menjadi bagian superfisial, tengah, dan dalam untuk mendeskripsikan isinya, tetapi jaraknya tidak jelas secara anatomi. Bagian superfisial terdiri dari nervus fasialis, nervus aurikularis magnus, dan nervus aurikulotemporalis. Bagian tengah terdiri dari vena temporalis superfisial, yang bersatu dengan vena maksilaris interna membentuk vena fasialis posterior. Bagian dalam terdiri dari arteri karotis eksterna, arteri maksilaris interna, dan arteri temporalis superfisial.(1)Kompartemen parotis merupakan area 3 dimensi berbentuk segitiga dengan batas superior, diagonal anterior, diagonal posterior, dan dalam. Batas superior oleh arkus zigomatikum, anterior oleh muskulus masseter, muskulus pterygoideus lateral, dan ramus mandibularis, dan interior oleh muskulus sternokleidomastoideus dan perut posterior dari muskulus digastrikus. Bagian dalam berada lateral dari spasia parafaringeal, prosesus styloideus, ligamentum stylomandibularis, dan carotid sheath.(1)Duktus Stensen mengalirkan kelenjar parotis. Ia terletak sekitar 1 cm di bawah zigoma dan berjalan horizontal. Ia melalui anterior dari muskulus masseter dan masuk ke muskulus buccinator lalu terbuka intraoral berhadapan molar kedua maksila.(1, 2)Nervus fasialis keluar dari tengkorak melalui foramen stylomastoideus yang terletak pada posterior dari basis prosesus styloideus dan anterior dari perlekatan muskulus digastrikus ke ujung mastoid pada punggung digastrikus. Nervus ini berjalan secara anterior dan lateral untuk masuk ke kelenjar parotis. Cabang dari nervus fasialis yang menginervasi muskulus aurikularis posterior, muskulus digastrikus posterior, dan muskulus stylohyoideus keluar sebelum nervus ini masuk ke kelenjar parotis. Sesaat setelah memasuki kelenjar parotis, ia terbagi menjadi 2 bagian besar, bagian atas dan bawah. Titik percabangan ini disebut sebagai pes anserinus. Percabangan selanjutnya bervariasi, tetapi secara umum nervus ini membentuk 5 cabang. Cabang buccal, marginal mandibular, dan servikal pada bagian bawah. Cabang zigomatik dan temporal pada bagian atas.(1)

Gambar 2. Kelenjar parotis dan percabangan nervus fasialis(2)Cabang dari arteri karotis eksterna menyediakan suplai arteri ke kelenjar parotis. Vena fasialis posterior menyediakan aliran vena, dan aliran limfatik berasal dari limfonodus di dalam dan eksterna dari kelenjar yang menuju ke rantai limfatik jugular dalam.(1)Kelenjar ini menerima inervasi sekretomotor parasimpatetik dari serat preganglion yang berasal dari nukleus salivatorius inferior. Serat ini berjalan dengan nervus glossofaringeus keluar tengkorak melalui foramen jugularis. Ia lalu keluar dari nervus glossofaringeus sebagai nervus Jacobson dan masuk kembali ke tengkorak melalui kanalikulus tympanikus inferior. Serat ini melewati spasia telinga tengah melalui promontorius dari koklea (plexus tympanikus) dan keluar pada superior tulang temporal sebagai nervus petrosus minor. Nervus petrosus minor ini keluar dari fossa kranialis medial melalui foramen ovale, dimana sinap serat preganglion dalam ganglion otikum. Serat postganglionik berjalan dengan nervus aurikulotemporalis untuk mensuplai kelenjar parotis.(1)III. FISIOLOGISaliva terdiri dari campuran kompleks antara elektrolit dan makromolekul. Kita ketahui bahwa saliva terbentuk via transpor aktif yang terjadi sepanjang unit sekretorius dan proses ini dibawah kontrol dari sinyal-sinyal kompleks neuronal dan hormonal. Unit sekretorius ini terdiri dari dua regio yang berbeda secara anatomi maupun fisiologinya: asinus dan duktus sekretorius. Asinus merupakan tempat dari seluruh pembentukan cairan dan sebagian besar (sekitar 85%) sekresi protein eksokrin. Komponen cairan tersebut turunan dari dasar vaskuler lokal dalam bentuk larutan isotonik dan disekresikan ke dalam lumen asinus. Sekresi primer ini melewati sistem duktus sebelum dikeluarkan ke dalam mulut. Tidak seperti sel-sel asinus yang permeabel terhadap air, sel-sel duktal tidak permeabel terhadap air. Sebagian besar natrium (Na+) dan klorida (Cl-) pada sekresi primer diabsorbsi kembali dalam duktus, dan sejumlah kecil kalium (K+) dan bikarbonat (HCO3-) disekresi. Sebagian protein ditambahkan ke cairan saliva saat melewati duktus sekretorius. Ketika saliva akhir masuk ke mulut, secara umum dikatakan hipotonik (sekitar 25 mEq/L NaCl). Tetapi komposisi elektrolit saliva dapat dipengaruhi oleh laju arus saliva (salivary flow rate). Reabsorbsi natrium dan klorida berhubungan langsung dengan laju arusnya, dimana penurunan reabsorbsi dan peningkatan konsentrasi elektrolit saliva tersebut akibat meningkatnya laju arus saliva, sedangkan reabsorbsi kalium tidak dipengaruhi laju arus saliva.(3)Laju arus saliva sangat bervariasi, setelah umur 15 tahun menjadi stabil, sehingga sebaiknya diinterpretasikan dalam konteks klinis. Rata-rata laju arus saliva tanpa stimulus adalah 0,3 mL/min dan dengan stimulus adalah maksimum 7 mL/min. Saliva terstimulus berkontribusi sebanyak 80-90% dari rata-rata produksi saliva harian. Maka diperkirakan rata-rata sekresi saliva setiap harinya sekitar 1000 sampai 1500 mL atau lajunya rata-rata 1 mL/menit.(3)Arus saliva tanpa stimulus diproduksi oleh kelenjar submandibula (71%), sedangkan kelenjar parotis dan sublingual masing-masing 25% dan 34%. Sisanya oleh kelenjar saliva minor. Saat terstimulus, kontribusi dari kelenjar parotis dan submandibular bertukar, membuat kelenjar parotis mensuplai dua per tiga dari arus saliva.(3)Ada beberapa faktor lain yang juga mempengaruhi arus saliva. Ini termasuk ritme sirkadian (circadian rhythm), faktor fisik seperti nyeri, depresi, dan antisipasi terhadap makanan, medikasi, penyakit lokal maupun sistemik, dan hormon.(3)Saliva disusun oleh komponen organik dan inorganik yang bervariasi. Komponen inorganik disusun utamanya oleh elektrolit seperti natrium, kalium, kalsium, magnesium, bikarbonat, fosfat, dan produk nitrogen seperti urea dan amonia. Komponen organik termasuk beberapa kelas protein seperti imunoglobulin, ensim, dan musin. Karena produk akhir saliva adalah gabungan saliva dari beberapa kelenjar yang memiliki karakteristik sekresi tersendiri, komposisi saliva keseluruhan sangat bervariasi dari waktu ke waktu.(3)Fungsi saliva dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori utama yang menjaga kesehatan mulut dan membuat lingkungan yang homeostatis: (1) lubrikasi dan proteksi; (2) buffer dan klirens; (3) menjaga integritas gigi; (4) antibakteri; dan (5) mengecap dan mencerna.(3)IV. EPIDEMIOLOGIInsiden dari tumor kelenjar saliva diperkirakan sekitar 1,5 kasus per 100.000 orang di Amerika Serikat. Diperkirakan terdapat 700 kematian (0,4 per 100.000 untuk laki-laki dan 0,2 per 100.000 untuk perempuan) akibat tumor kelenjar saliva tiap tahunnya.(1)Tumor kelenjar saliva sering muncul pada dekade keenam kehidupan. Tumor ganas biasa dijumpai pada usia di atas 60 tahun, dan tumor jinak biasa dijumpai pada usia lebih dari 40 tahun. Kecuali untuk Warthin tumor, Tumor jinak lebih sering terjadi pada perempuan dibanding laki-laki, tetapi tumor ganas perbandingannya sama. Tumor parotis lebih sering terjadi pada ras Kaukasian.(1, 4)Tumor kelenjar saliva sangat jarang terjadi pada anak -anak. Sebagian besar tumor (65%) adalah jinak, dengan hemangioma yang paling sering dijumpai, diikuti adenoma pleomorfik. Pada anak-anak, 35% tumor kelenjar saliva merupakan tumor ganas. Karsinoma mukoepidermoid adalah keganasan kelenjar saliva yang tersering pada anak-anak.(1)V. ETIOLOGIEtiologi dari tumor kelenjar saliva belum sepenuhnya dipahami. Ada dua teori yang utama: teori bicellular stem cell dan teori multicellular. Teori bicellular stem cell mengatakan bahwa tumor muncul dari 1 dari 2 stem cells tak terdiferensiasi, yaitu excretory duct reserve cell atau intercalated duct reserve cell. Excretory stem cells akan menjadi sel skuamosa dan karsinoma mukoepidermoid, sementara intercalated stem cells akan menjadi adenoma pleomorfik, onkositoma, karsinoma adenoid kistik, adenokarsinoma, dan karsinoma sel asinus.(1)Pada teori multicellular, setiap tipe tumor berasal dari sel terdiferensiasi yang spesifik dari kelenjar saliva. Karsinoma sel skuamosa berasal dari sel-sel duktus ekskretorius, adenoma pleomorfik berasal dari sel-sel duktus interkalatus, onkositoma berasal dari sel-sel duktus striatus, dan karsinoma sel asinus berasal dari sel-sel asinus.(1)Faktor-Faktor ResikoTerapi radiasi dosis rendah berhubungan dengan perkembangan tumor parotis 15-20 tahun setelah terapi. Insiden adenoma pleomorfik, karsinoma mukoepidermoid, dan karsinoma sel skuamosa juga meningkat.(1)Tembakau dan alkohol, yang sangat berkaitan dengan karsinoma sel skuamosa kepala dan leher, tidak menunjukkan peranannya dalam perkembangan dari keganasan kelenjar saliva. Tetapi rokok tembakau telah dikaitkan dengan perkembangan Warthin tumors (papillary cystadenoma lymphomatosum). Walau merokok sangat berkaitan dengan karsinoma sel skuamosa kepala dan leher, ia tampaknya tidak berkaitan dengan keganasan kelenjar saliva. Tetapi beberapa studi menunjukkan adanya hubungan antara keganasan kelenjar saliva dan paparan terhadap debu silika dan nitrosamin.(1)VI. PATOFISIOLOGISeperti kebanyakan kanker, mekanisme molekuler yang tepat dari tumorigenesis pada tumor kelenjar saliva belum sepenuhnya dipahami. Berbagai jalur dan onkogen telah diimplikasikan, termasuk onkogen yang diketahui berhubungan dengan berbagai kanker pada manusia. Ini termasuk p53, Bcl-2, PI3K/Akt, MDM2, dan ras.(1)Mutasi p53 ditemukan pada kedua tumor kelenjar saliva jinak dan ganas dan beberapa bukti mengatakan bahwa adanya mutasi p53 berhubungan dengan tingginya tingkat rekurensi tumor. Mutasi H-Ras telah menunjukkan proporsi yang signifikan pada adenoma pleomorfik, adenokarsinoma, dan karsinoma mukoepidermoid.(1)Tujuh puluh persen dari adenoma pleomorfik berhubungan dengan susunan ulang kromosom. Yang paling sering adalah susunan ulang 8q12, terjadi pada 39% dari adenoma pleomorfik. Gen target pada lokus ini adalah PLAG1. Gen target yang lain adalah HMGA2, terletak pada 12q13-15. Karena susunan ulang ini unik untuk adenoma pleomorfik di antara tumor kelenjar saliva, interogasi susunan ulang ini oleh RT-PCR atau FISH dapat membantu dalam diagnosis.(1)Pada karsinoma mukoepidermoid, translokasi kromosom t(11;19)(q21;p13) telah teridentifikasi pada 70% kasus. Translokasi ini membentuk fusi protein MECT1-MAML2 yang mengganggu jalur sinyal Notch. Fusi protein ini ditunjukkan oleh semua tipe sel mukoepidermoid ketika ada translokasi.(1)Tumor kelenjar saliva lain telah dihubungkan dengan ekspresi berlebihan beta-catenin melalui signal Wnt yang abnormal. Karsinoma adenoid kistik dengan mutasi pada CTNNB1 (gen b-catenin), AXIN1 (axis inhibition protein 1), dan APC (adenomatosis polyposis coli tumor suppressor) menunjukkan tumorigenesis melalui proses ini.(1)Kehilangan kromosom telah menunjukkan sebagai penyebab penting dari mutasi dan tumorigenesis pada tumor kelenjar saliva. Kehilangan alel dari lengan kromosom 19q telah dilaporkan akan membentuk karsinoma adenoid kistik. Karsinoma mukoepidermoid juga menunjukkan kehilangan lengan kromosom 2q, 5p, 12p, dan 16q lebih dari 50% seluruh waktu.(1)VII. KLASIFIKASITumor JinakTumor Ganas

Adenoma Pleomorfik (mixed tumor)Karsinoma Mukoepidermoid

Warthins Tumor (papillary cystadenoma lymphomatosum)Karsinoma Adenoid Kistik

OnkositomaKarsinoma Sel Asinus

MonomorfikKarsinoma Ex-Adenoma Pleomorfik

Karsinoma Sel Skuamosa

Adenokarsinoma

Tabel 1. Tipe-Tipe Tumor Kelenjar Saliva(1)a. TUMOR JINAK Adenoma Pleomorfik Jinak atau Benign Mixed Tumor(4, 5) Tumor parotis yang paling sering (80%) Proliferasi sel-sel epitel dan myoepitel dari duktus dan peningkatan komponen stroma Tampakan langsung adalah halus dan lobuler dengan kapsul yang jelas. Secara mikroskopis, tumor terdiri dari elemen epitelial dan mesenkimal Tingkat rekurensi 1-5% dengan eksisi yang memadai (parotidektomi), rekurensi mungkin sekunder akibat gangguan pada kapsula selama operasi Keganasan terjadi pada 2-10% adenoma yang diobservasi jangka panjang, dengan karsinoma ex-adenoma pleomorfik sering terjadi sebagai adenokarsinoma

0

Gambar 3. Adenoma pleomorfik. Gambaran histologik menunjukkan elemen epitelial dan mesenkimal.(5)

Gambar 4. Adenoma pleomorfik pada spasia parafaringeal. Tampak deviasi uvula ke arah berlawanan.(5) Warthin Tumor (papillary cystadenoma lymphomatosum atau adenolimfoma)(4, 5) Tumor parotis yang kedua tersering (5%) Tumor parotis jinak bilateral yang paling sering Laki-laki lebih sering dibanding perempuan Terjadi pada usia lanjut (dekade keenam atau ketujuh) Tampakan langsung tumor halus dengan kapsul yang jelas. Potongan memperlihatkan ruang kistik yang multipel dengan ukuran berbeda-beda terisi dengan bahan mukus yang tebal Insidensi bilateral dan multisentrisitas 10% Transformasi ke ganas sangat jarang Onkositoma(1, 4) Onkositoma adalah tumor jinak yang jarang ditemukan, berasal dari onkosit granular dalam kelenjar saliva. Tumor ini hanya sekitar 1% dari tumor kelenjar saliva. Lebih sering terjadi pada pasien usia lanjut Onkositoma jinak memiliki konsistensi padat kenyal dengan permukaan rata. Tumor ini seluler, mengandung sel eosinofilik bulat dengan sitoplasma granular. Tampakan granular sel ini adalah hasil dari tingginya jumlah mitokondria yang terdapat dalam sitoplasma Tumor ini umumnya muncul pada bagian superfisial dari kelenjar parotis. Paling baik diterapi dengan parotidektomi superfisial dan mempertahankan nervus fasialis

Gambar 5. Onkositoma. Gambaran histologik yaitu khas sel-sel eosinofilik granuler yang bulat(5)

Gambar 6. Warthin tumor. Stroma limfoid dan epitelium dua lapis mengelilingi ruang kistik.(5) Adenoma Monomorfik(1, 4) Adenoma monomorfik sering disamakan dengan adenoma pleomorfik. Ini adalah tumor yang berbeda secara histologi, tetapi tanpa pleomorfik. Adenoma sel basal dan adenoma sel bening (clear cell adenomas) dikelompokkan dalam grup ini. Adenoma monomorfik bersifat jinak, tumbuh lambat, dan tumor kelenjar saliva yang paling tidak agresif. Tumor ini hanya berkisar kurang dari 2% dari tumor kelenjar saliva Jenis yang paling sering dari adenoma monomorfik adalah adenoma sel basal. Adenoma sel basal paling sering terjadi pada kelenjar saliva minor, biasanya pada bibir atas. Untuk kelenjar saliva mayor, umumnya terjadi di kelenjar parotis Secara kasat mata, tumor terkapsulasi dan rata. Secara mikroskopis, tumor mengandung parenkim epitelial, yang dibatasi dengan jelas dari stroma skantum oleh membran dasar prominen yang tebal. Penampakannya dapat dipusingkan dengan karsinoma adenoid kistik, tetapi perbedaannya cukup jelas, karena sifat biologis dari kedua tumor ini berbeda Terapinya dengan operasi eksisi dengan batas luar jaringan yang normal dari tumorb. TUMOR GANAS Karsinoma Mukoepidermoid(5, 6) Karsinoma mukoepidermoid merupakan tumor ganas terbanyak dari kelenjar parotis, terhitung 30% dari keganasan parotis Tumor derajat rendah biasa kecil dan terkapsul sebagian. Tumor derajat tinggi biasa lebih besar dan invasif secara lokal. Pada potongan, tumor derajat rendah dapat mengandung cairan musin, dimana tumor derajat tinggi padat. Secara mikroskopis, tumor derajat rendah menunjukkan agregasi sel mukoid dipisah oleh sekat sel-sel epidermal. Tumor derajat tinggi memiliki elemen mukoid lebih sedikit dan didominasi sel-sel epidermoid Tiga tipe sel ditemukan dalan jumlah berbeda, mucous, intermediate, dan epidermoid. Invasif lokal yang terbatas dan potensi metastases rendah merupakan ciri tumor ini, terutama ketika secara sitologi derajatnya rendah. Jika metastases, sering ke basis nodus regional daripada lokasi yang jauh Untuk pasien dengan low-grade tumor tanpa metastases nodus atau jauh, angka ketahanan hidup 5 tahun adalah 75-95%, sedangkan pasien dengan high-grade tumor dengan metastases limfonodus saat terdiagnosis memiliki angka ketahanan hidup 5 tahun hanya 5%. Rata-rata ketahanan hidup 10 tahun adalah 50% Diagnosis banding antara lain sialodenitis kronik, necrotizing sialometaplasia, dan karsinoma lainGambaran HistologiSkor

AFIP (1998)Brandwein (2001)

Komponen kistik < 25%22

Invasi neural33

Nekrosis33

Mitosis > 4/10 hpf33

Anaplasia (nuclear atypia)42

Invasi pada small nests and islandNI2

Invasi limfatik atau vaskulerNI3

Invasi tulangNI3

Derajat I (Derajat rendah)0-40

Derajat II (Derajat sedang)5-62-3

Derajat III (Derajat tinggi)7-144 atau lebih

Tabel 2. Grading untuk karsinoma mukoepidermoid. NI=not included, tidak termasuk.(7)

Gambar 7. Karsinoma mukoepidermoid derajat rendah. Tampak elemen epitelial dan glandular.(5)

Gambar 8. Karsinoma mukoepidermoid derajat tinggi. Tampak elemen glandular yang kurang.(5) Karsinoma adenoid kistik(5, 6) Karsinoma adenoid kistik ditandai dengan sifatnya yang tak terduga dan cenderung menyebar ke nervus. Memiliki sifat invasif yang tinggi tetapi dapat tetap diam untuk waktu yang lama Tumor ini dapat bertahan 10 tahun dan hanya sedikit perubahan lalu tiba-tiba menginfiltrasi jaringan sekitarnya secara luas Tumor memiliki afinitas untuk tumbuh sepanjang bidang perineural dan dapat menunjukkan tumor terputus sepanjang nervus tersebut. Batas yang bersih belum berarti tumor telah dieradikasi Metastases lebih sering ke tempat jauh dibanding nodus regional, paru-paru yang tersering. Tumor ini punya insidensi tertinggi dalam metastases jauh, terjadi pada 30-50% pasien Tampak langsung, tumor umumnya monolobuler dan dapat tak berkapsul atau berkapsul sebagian. Massa biasa menunjukkan infiltrasi ke jaringan normal sekitar. Secara mikroskopis, karsinoma adenoid kistik memiliki epitelium basaloid yang tersusun dalam bentuk silindris dalam stroma hialin eosinofilik Tiga tipe histologi telah teridentifikasi, cribrose, tubular, dan solid. Prognosis terburuk pada tipe solid, bentuk cribrose memiliki sifat jinak dan prognosis terbaik. Tumor ini memerlukan reseksi awal yang agresif. Rata-rata ketahanan hidup 5 tahun adalah 35%, dan ketahanan hidup 10 tahun sekitar 20%

Gambar 9. Karsinoma adenoid kistik, tampak ciri histologik dengan stroma hialin eosinofilik dan invasi perineural.(5)

Gambar 10. Karsinoma sel asinus. Tampak sel serupa dengan sel asinus serosa dan sel dengan sitoplasma bening.(5) Karsinoma sel asinus(1, 6) Karsinoma sel asinus merupakan tumor tingkat rendah yang terjadi 1% dari semua tumor kelenjar saliva. Hampir semua (95%) muncul di kelenjar parotis, dan sisanya di kelenjar submandibula Tumor ini dibentuk oleh sel-sel serosa, menjelaskan kecenderungannya pada kelenjar parotis. Secara kasat mata, tumor ini terkapsulasi, keras, berwarna abu-abu sampai putih. Tumor ini terdiri dari lobulus-lobulus dari sel yang tampak bulat dengan sitoplasma abundan yang tersusun dalam nests. Walau tumor ini sangat jarang bermetastases, kadang lambat laun metastases jauh terjadi. Tumor ini juga dapat menyebar sepanjang bidang perineural. Rata-rata ketahanan hidup 5 tahun adalah 82% dan ketahanan hidup 10 tahun adalah 68% Karsinoma ex-Adenoma Pleomorfik (Malignant Mixed Tumors)(1, 6) Malignant mixed tumors biasa terjadi sebagai fokus keganasan dengan menetapnya adenoma pleomorfik jinak (karsinoma ex-adenoma pleomorfik) Tumor ini juga dapat berkembang de novo (karsinosarkoma). Semakin lama adenoma pleomorfik tinggal, semakin mudah degenerasi karsinomatosa itu terjadi Tumor terlihat padat, tak terkapsulasi, dan bernodul dengan area nekrosis sentral dan hemoragik. Secara mikroskopis, diagnosis didasarkan proses keganasan yang menginfiltrasi tumor, dimana terdapat fitur histologis dari adenoma pleomorfik Karsinosarkoma, malignant mixed tumor sejati, sangat jarang terjadi. Rata-rata ketahanan hidup 5 tahun adalah 56% dan ketahanan hidup 10 tahun adalah 31%

Gambar 11. Karsinoma ex-Adenoma Pleomorfik(5) Karsinoma Sel Skuamosa Primer(6) Karsinoma sel skuamosa primer dari parotis sangat jarang, dan metastases dari area lain harus disingkirkan Tumor ini umumnya tampak massa indurasi padat dan terjadi lebih sering pada laki-laki, biasa pada dekade ketujuh. Secara histologik, tumor ini menunjukkan keratinisasi intraseluler, jembatan intraseluler, dan susunan kristal keratin Adenokarsinoma(5, 6) Adenokarsinoma dari parotis berkembang dari elemen sekretorius dari kelenjar. Ini adalah tumor agresif dengan potensi untuk kedua metastases baik limfatik lokal maupun metastases jauh Tampak langsung tumor ini padat keras dan terpasang pada jaringan sekitar. Secara mikroskopis, sel-sel silindri dengan tinggi bervariasi membentuk papilla, asinus, atau massa padatVIII. DIAGNOSIS

Figur 1. Pendekatan diagnosis terhadap massa parotis(8)a. ANAMNESISMula-mula anamnesis baiknya terfokus pada presentasi massa, laju pertumbuhan, perubahan bentuk atau adanya gejala-gejala saat makan, kelemahan atau asimetri daerah wajah, dan nyeri. Sebagian besar pasien dengan tumor kelenjar saliva menunjukkan pembesaran massa secara perlahan-lahan tanpa disertai nyeri. Suatu massa terpisah dari tampakan kelenjar normal merupakan standar bagi tumor kelenjar parotis. Tumor parotis sering terjadi pada ekor dari kelenjarnya.(1, 4)

Gambar 12. Mixed parotid tumor (Adenoma Pleomorfik)(9)Paralisis wajah atau kelainan neurologi lain berkaitan dengan adanya keganasan pada massa kelenjar saliva, tetapi sering juga diakibatkan oleh Bell palsy. Makna dari massa kelenjar saliva yang nyeri belum jelas. Nyeri terdapat pada kedua tumor baik jinak maupun ganas. Nyeri dapat timbul dari supurasi atau hemoragik suatu massa ataupun dari infiltrasi keganasan ke dalam jaringan sekitarnya.(1, 4)Untuk pasien dengan tumor ganas, 7-20% terdapat kelemahan bahkan paralisis nervus fasialis, dimana ini tidak pernah terdapat pada tumor jinak dan menunjukkan prognosis jelek. Sekitar 80% pasien dengan paralisis nervus fasialis memiliki metastases nodus saat terdiagnosis. Pasien-pasien ini memiliki ketahanan hidup rata-rata 2,7 tahun dan ketahanan hidup 10 tahun hanya 14-26%.(6)b. PEMERIKSAAN FISISPerhatikan bentuk, mobilitas, dan luasnya massa, juga fiksasinya ke struktur sekitarnya dan adanya nyeri tekan. Hasil pemeriksaan biasa menunjukkan massa tunggal bersifat mobile yang tidak nyeri serta konsistensi padat. Lakukan palpasi bimanual pada dinding faringeal lateral untuk tumor parotis lobus profunda untuk menilai luas spasia parafaringeal.(1, 4)Perlu diperhatikan juga daerah kulit dan mukosa sekitar, dimana terdapat aliran limfatik parotis dan submandibula. Metastase regional dari keganasan kulit atau mukosa dapat bermanifestasi sebagai massa kelenjar saliva. Juga, basis limfonodus servikal dipalpasi untuk menilai adanya metastase dari tumor primer kelenjar saliva.(1)Nervus cranialis VII harus dinilai secara teliti untuk mengidentifikasi adanya kelemahan atau paralisis. Palsi nervus fasialis biasanya mengindikasikan tumor ganas dengan infiltrasi ke nervus.(1)c. PEMERIKSAAN PENUNJANGi. RADIOLOGICT-Scan CT sangat berguna dalam mendeteksi kalsifikasi atau kalkulus kecil dan mengevaluasi lesi tumor. Densitas lemak sangat berbeda dari otot-otot sekitar sehingga CT dapat menunjukkan anatomi kelenjar saliva dan jaringan lunak sekitarnya. Bidang lemak di sekitar kelenjar memungkinkan definisi tumor, dan juga menunjukkan ekstensi tumor di luar kelenjar. Informasi ini penting dalam penatalaksanaan keganasan yang agresif, terutama untuk tumor dengan penyebaran perineural(10) Tetapi pada beberapa keadaan tumor dapat tidak terlihat pada CT sehingga MRI lebih disukai dalam penatalaksanaan tumor. CT memiliki keuntungan dalam kecepatan pemeriksaan dibanding MRI. Hasil CT dapat selesai dalam waktu kurang dari tiga puluh detik pada alat yang terbaru dibanding MRI yang membutuhkan waktu minimal dua puluh sampai tiga puluh menit(10)

Gambar 13. Adenoma pleomorfik. CT menunjukkan perubahan gradual setelah injeksi kontras. (a) Gambar aksial awal. Gambar ini diambil langsung setelah injeksi kontras. Tumor (panah) terlihat pada kelenjar parotis superfisial. Letak nervus lingualis (kepala panah). (b) Gambar tunda. Setelah beberapa menit terdapat peningkatan gradual dari tumor (panah). Ini khas dari pleomorfik adenoma. Vena retromandibularis (kepala panah)(10)

Gambar 14. Adenoma pleomorfik pada spasia prestyloideus parafangealis, MRI. (a) Gambar tumor T1 tanpa kontras. Tumor mengisi spasia prestyloideus parafaringealis. Tumor menekan lemak parafaringeal ke anteromedial (kepala panah putih). Ke lateral, lesi menekan ke sebelah bidang dari terowongan stylomandibularis (garis putus). Batas lateral (kepala panah hitam) menutup vena retromandibularis. Tanda kunci untuk mengidentifikasi lesi yang muncul di spasia prestyloideus adalah arteri karotis (C), prosesus styloideus (panah), muskulus pterygoideus medialis (MP), dan batas posterior dari mandibula. Perhatikan gambaran normal kelenjar parotis (P) pada sisi kiri. (b). Gambar axial tumor T1 post kontras. Lesi menunjukkan peningkatan khas pleomorfik adenoma. Carotis (C), prosesus styloideus (panah), tertekan dan tertutup oleh muskulus pterygoideus medialis (MP)(10)MRI MRI lebih dipilih oleh ahli radiologi untuk evaluasi tumor kelenjar saliva. Rangkaian yang bervariasi hampir selalu menentukan dengan tepat batas-batas tumor. Rangkaian tumor T1 misalnya menunjukkan sinyal kuat atau terang dari lemak dimana rangkaian tumor T2 menunjukkan sinyal kuat dari cairan. Perbedaan rangkaian tertentu dapat mengindikasikan aliran atau dapat memisahkan kista dari massa padat(10) Penyebaran perineural menuju atau ke dalam basis cranii lebih baik dengan MRI dengan gadolinium(10) Beberapa pasien tidak dapat mentoleransi MRI karena klaustrofobia atau lamanya waktu periksa. Ada juga kontraindikasi seperti pacemaker dan beberapa jenis implan(10)

Sialografi Sejak ditemukan CT dan MRI, sialografi tinggal sedikit peranannya. Terutama untuk massa tumor kelenjar saliva, dimana CT dan MRI memiliki sensitivitas dan resolusi yang lebih baik dibanding sialografi(11) Walau sialografi dapat memberi indikasi apakah massa berada intrinsik atau ekstrinsik dari kelenjar, tetapi akurasinya rendah dibanding CT dan MRI(11) Sialografi digital dan sialografi subtraksi digital tetap merupakan teknik yang dipilih dalam mendeteksi sialolitiasis pada duktus Stensen dan Warthon(11)USG Dapat menggambarkan lokasi, homogenitas atau heterogenitas, bentuk, vaskularisasi, dan batas-batas tumor saliva pada daerah periaurikula, bukal, dan submandibula.(1) USG dapat menunjukkan tipe tumor, bahkan USG baru menggunakan medium kontras dapat menunjukkan vaskularisasi dari tumor sebelum operasi.(1)Pencitraan Nuklir F-18 fluorodeoxyglucose (FDG)-PET dapat dipakai untuk merencanakan terapi dari keganasan kelenjar saliva dengan mendeteksi metastases limfonodus yang memerluka diseksi leher atau dengan menemukan metastases jauh yang tidak menunjukkan abnormalitas pada pemeriksaan darah rutin. Ini sangat berguna ketika dikombinasikan dengan CT-Scan.(1) Technetium-99m (Tc-99m) pertechnetate scintigraphy dengan simulasi jus lemon dapat dipakai untuk mendiagnosis Warthin tumor dengan korelasi antara ukuran tumor dan uptake Tc-99m.(1)ii. HISTOPATOLOGIBiopsi Aspirasi Jarum Halus (Fine-needle aspiration biopsy (FNAB)) FNAB berguna untuk diagnosis pada penilaian massa kepala dan leher. Tetapi perannya pada tumor kelenjar saliva masih kontroversi.(1) Sensitivitas keseluruhan FNAB dalam memisahkan antara tumor kelenjar saliva jinak dan ganas diperkirakan 95%. Spesifisitasnya diperkirakan 98%. FNAB memiliki nilai prediktif positif rata-rata 84% dan nilai prediktif negatif rata-rata 77%.(1) Hasil yang menunjukkan limfosit yang predominan adalah indikasi untuk penanganan lebih lanjut bagi limfoma, tetapi tumor saliva masih harus diperhitungkan. Walau hasil FNAB negatif, tes ini tidak menutup pendapat dokter dalam manajemen dari kecurigaan tumor kelenjar saliva.(1)Bedah Diagnostik Biopsi eksisi dari tumor kelenjar parotis sebaiknya dihindari. Biopsi eksisi atau enukleasi dari tumor parotis berhubungan dengan tingginya rekurensi tumor, terutama untuk adenoma pleomorfik. Pendekatan bedah yang sesuai untuk tumor parotis adalah melakukan bedah reseksi komplit dengan parotidektomi dan mempertahankan nervus fasialis. Ini menjamin batas luar yang cukup dari jaringan di sekeliling tumor. Nervus fasialis diidentifikasi pada semua kasus untuk membuat eksisi tumor yang cukup dan menghindari kerusakan nervus fasialis(5) Biopsi terbuka (open biopsy) sangat jarang dilakukan dan biasanya hanya untuk keganasan tertentu pada pasien yang tidak dapat dibedah dan FNAB tidak dapat menentukan diagnosis. Pada keadaan ini, biopsi insisi terbuka berguna untuk diagnosis histopatologi dan mengarahkan jenis terapi paliatif yang sesuai(5) Biopsi intraoral dari tumor spasia parafaringealis sebaiknya tidak dilakukan. Ini membawa resiko rusaknya arteri karotis, tumpahan tumor, dan kontaminasi oleh flora mulut. FNAB transoral atau dibantu pencitraan dapat memberikan diagnosis tanpa resiko tersebut(5)Flow cytometry Nilai dari flow cytometry pada tumor kelenjar saliva adalah mendukung histopatologi dengan mendeteksi kemungkinan tumor ganas.(1) Flow cytometry juga telah membantu dalam prognosis karsinoma adenoid kistik dengan menentukan DNA ploidy dari sel tumor. Informasi ini telah menunjukkan korelasi dengan prognosis keseluruhan dan periode hidup bebas penyakit jangka panjang.(1) Menentukan aneuploidy dan diploidy dengan flow cytometry ditemukan membantu derajat mukoepidermoid karsinoma pada satu studi, yang menemukan bahwa kanker derajat tinggi merupakan aneuploidy 89% keseluruhan waktu dan kanker diploid merupakan derajat rendah atau sedang 88% dari keseluruhan waktu.(1)

IX. STADIUMTumor primer (T)

TXTumor primer tidak dapat dinilai

T0Tidak ada bukti tumor primer

T1Tumor 2 cm atau kurang tanpa perluasan ekstraparenkim

T2Tumor lebih dari 2 cm sampai 4 cm tanpa perluasan ekstraparenkim

T3Tumor lebih dari 4 cm dan/atau tumor dengan perluasan ekstraparenkim

T4aTumor menginvasi kulit, mandibula, kanalis aurikularis, dan/atau nervus fasialis

T4bTumor menginvasi basis kranii dan/atau ptyergoid plates dan/atau menutup arteri karotis

Limfonodus regional (N)

NXLimfonodus regional tidak dapat dinilai

N0Tidak ada metastases limfonodus

N1Metastases pada satu limfonodus ipsilateral, 3 cm atau kurang

N2Metastases pada satu limfonodus ipsilateral, lebih dari 3 cm sampai 6 cm, atau pada beberapa limfonodus ipsilateral yang tidak lebih dari 6 cm, atau pada limfonodus bilateral atau kontralateral yang tidak lebih dari 6 cm

N2aMetastases pada satu limfonodus ipsilateral, lebih dari 3 cm sampai 6 cm

N2bMetastases pada beberapa limfonodus ipsilateral yang tidak lebih dari 6 cm

N2cMetastases pada limfonodus bilateral atau kontralateral yang tidak lebih dari 6 cm

N3Metastases pada limfonodus yang lebih dari 6 cm

Metastases jauh (M)

MXMetastases jauh tidak dapat dinilai

M0Tidak ada metastases jauh

M1Terdapat metastases jauh

Tabel 3. Klasifikasi TNM menurut AJCC 2002 untuk tumor kelenjar saliva mayor(1, 5)Stadium

IT1 N0 M0

IIT2 N0 M0

IIIT1 N1 M0T2 N1 M0T3 N1 M0

IVAT4a N0 M0T4a N1 M0T1 N2 M0T2 N2 M0T3 N2 M0T4a N2 M0

IVBT4b Any N M0Any T N3 M0

IVCAny T Any N M1

Tabel 4. Penentuan stadium menurut AJCC 2002 untuk tumor kelenjar saliva mayor(1, 5)X. PENATALAKSANAANParotidektomi superfisial merupakan terapi pilihan untuk sebagian besar tumor jinak pada lobus superfisial. Buat agar nervus fasialis tetap ada. Untuk itu, penting untuk menentukan kedekatan nervus tersebut ke kapsul tumor sebelum operasi. Hasil pembahasan sebelumnya menunjukkan bahwa tumor ganas sering punya batas dengan nervus fasialis.(4)

Gambar 15. Cabang zygomaticotemporal (Z) dan cervicofacial (C) dari nervus fasialis yang dipotong saat reseksi tumor parotis. Titik percabangan ini disebut pes (gooses foot).(6)Hindari enukleasi (kecuali untuk Warthin tumor dan limfonodus), karena akan meningkatkan kemungkinan rekurensi (sampai 80%) dan kerusakan nervus. Tumor lobus profunda memerlukan parotidektomi total dengan keberadaan nervus fasialis. Untuk rekurensinya, radioterapi post operasi dapat diberikan, dengan tingkat kontrol lokal melebihi 95%.(4)Untuk keganasan parotis, secara umum terapinya adalah complete surgical resection, dan jika diindikasikan, dilanjutkan dengan radioterapi. Eksisi konservatif diwarnai dengan tingginya tingkat rekurensi lokal. Luasnya reseksi berdasarkan histologi tumor, ukuran dan lokasi tumor, invasi ke struktur sekitarnya, dan keadaan nodus regional.(6)Sebagian besar tumor parotis (sekitar 90%) berasal dari lobus superfisial. Lobektomi parotis superfisial adalah operasi minimum yang dilakukan pada keadaan ini. Prosedur ini cukup untuk keganasan yang terbatas pada lobus superfisial, yang derajat rendah, diameter kurang dari 4 cm, tumor tanpa invasi lokal, dan tanpa adanya kelibatan nodus regional.(6)Indikasi umum untuk radioterapi post operasi antara lain diameter tumor > 4 cm, derajat tinggi, invasi ke struktur lokal, invasi ke limfatik, saraf, dan vaskuler, tumor terletak sangat dekat ke nervus yang dipertahankan, tumor yang berasal dari lobus profunda, tumor rekuren yang diikuti reseksi ulang, batas masih positif pada pemeriksaan patologi terakhir, dan terlibatnya limfonodus regional.(6)Berdasarkan klasifikasi TNM, terapi operasi untuk tumor parotis dikelompokkan ke dalam 4 grup:(1) Grup 1 yaitu T1 dan T2 tumor derajat rendah (contoh, karsinoma mukoepidermoid derajat rendah, karsinoma sel asinus). Untuk tumor ini, dilakukan parotidektomi (superfisial atau total) dengan batas jaringan normal yang cukup dengan mempertahankan nervus fasialis. Inspeksi first-echelon nodes saat operasi dan kirim nodus mencurigakan ke patologi untuk dievaluasi. Untuk eksisi lengkap tanpa tumpahan tumor dan metastases servikal, radioterapi tidak dilakukan. Grup 2 yaitu T1 dan T2 tumor derajat tinggi (contoh, karsinoma mukoepidermoid derajat tinggi, karsinoma adenoid kistik, karsinoma sel skuamosa, adenokarsinoma, karsinoma ex-adenoma pleomorfik). Untuk tumor ini, dilakukan total parotidektomi, termasuk limfonodus first-echelon. Lakukan diseksi leher lebih lanjut (modified radical neck dissection atau selective neck dissection) untuk nodus atas yang positif ganas pada frozen sections atau untuk penyakit leher yang teraba. Pertahankan nervus fasialis kecuali telah terinfiltrasi tumor. Pada kasus ini, nervus dipotong sampai frozen sections menunjukkan batas yang bersih, dan langsung direkonstruksi dengan cable grafting. Rencanakan radioterapi post operasi pada daerah parotis dan leher. Grup 3 yaitu tumor T3 apapun, N apapun, dan tumor rekuren apapun yang bukan dalam grup 4. Tumor pada grup ini memerlukan parotidektomi radikal dengan pengorbanan nervus fasialis untuk mencapai batas bebas tumor yang cukup. Lakukan frozen section pada batas nervus fasialis dengan eksisi yang dilanjutkan sampai batas bebas tumor. Dengan segera rekonstruksi nervus fasialis dengan cable graft. Lakukan diseksi leher untuk penyakit nodus positif dan terapi alas parotis dan leher dengan radioterapi post operasi. Grup 4 yaitu tumor T4. Eksisi langsung dilakukan berdasarkan ukuran dan lokasi tumor. Lakukan parotidektomi radikal dengan eksisi struktur yang terlibat (contoh, nervus fasialis, mandibula, ujung mastoid, kulit) yang diperlukan untuk mencapai batas bebas tumor. Rekonstruksi kompleks, termasuk transfer jaringan bebas tumor, dibutuhkan untuk memaksimalkan fungsi restorasi. Lakukan diseksi leher untuk penyakit N+ dan rencanakan radioterapi post operasi.XI. KOMPLIKASIParotidektomi dapat dilakukan dengan morbiditas yang kecil tanpa mortalitas. Komplikasi terberat merupakan hasil dari kerusakan nervus fasialis (apakah paralisis temporer atau permanen). Rusaknya nervus aurikularis magnus berakibat hipestesia telinga. Sedikit perasaan kurang penuh dan peningkatan keselarasan sudut pada mandibula terjadi setelah parotidektomi superfisial. Yang lain tapi jarang terjadi adalah fistula saliva, seroma, hematoma, dan infeksi.(4)XII. DIAGNOSIS BANDINGDiagnosis banding untuk pembesaran pada kelenjar parotis ada beberapa antara lain:(12) Parotitis virus Mumps Batu pada duktus saliva Sarkoidosis Parotitis bakteri akut dan kronik Infiltrasi limfositik akibat HIVSedangkan untuk pembesaran pada kepala dan leher dapat dicurigai pula tumor submandibula, tumor sublingual, dan tumor kelenjar saliva minor.(12)XIII. PROGNOSISPenentu utama dalam ketahanan hidup adalah histologi dan stadium klinis. Faktor prognosis buruk antara lain derajat tinggi, terlibatnya saraf, penyakit berat lokal, usia lanjut, nyeri, metastases limfonodus regional, metastases jauh, dan akumulasi onkoprotein p53 atau c-erbB2.(6)Rata-rata ketahanan hidup 5 tahun untuk semua stadium dan tipe histologi adalah 62%. Untuk yang rekuren rata-rata 37%. Karena resiko rekurensi, semua pasien yang telah dibuktikan secara histologis adalah tumor kelenjar saliva ganas harus menjalani follow-up seumur hidup.(6)

DAFTAR PUSTAKA

1.Lee SC. Salivary Gland Neoplasms. Medscape Reference; [updated 28/07/2011; cited 14/07/2012]; Available from: http://emedicine.medscape.com/article/852373-overview#showall.2.Holsinger FC, Bui DT. Anatomy, Function, and Evaluation of the Salivary Glands. In: Myers EN, Ferris RL, editors. Salivary Gland Disorders. Germany: Springer; 2007. p. 2-6.3.Elluru RG, Kumar M. Physiology of the Salivary Glands. In: Cummings CW, Flint PW, Harker LA, Haughey BH, Richardson MA, Schuller KTRDE, et al., editors. Cummings: Otolaryngology: Head & Neck Surgery. 4th ed. USA: Elsevier; 2007.4.Dubner S. Benign Parotid Tumors. Medscape Reference; [updated 15/12/2011; cited 14/07/2012]; Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1289560-overview#showall.5.Oh YS, Eisele DW. Salivary Gland Neoplasms. In: Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD, editors. Head & Neck Surgery - Otolaryngology. 4th ed. Texas: Lippincott Williams & Wilkins; 2006. p. 151-3.6.Amirlak B. Malignant Parotid Tumors. Medscape Reference; [updated 15/12/2011; cited 14/07/2012]; Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1289616-overview#showall.7.Speight PM, Barrett AW. Salivary Gland Tumours. Oral Diseases. 2002;8:229-37.8.Shaha AR. Parotid Mass. In: Souba WW, Fink MP, Jurkovich GJ, Kaiser LR, Pearce WH, Pemberton JH, et al., editors. ACS Surgery: Principles & Practice. 6th ed: WebMD Inc; 2007.9.Bull TR. Color Atlas of ENT Diagnosis. 4th ed. New York: Thieme; 2003.10.Curtin HD. Imaging of the Salivary Glands. In: Myers EN, Ferris RL, editors. Salivary Gland Disorders. Germany: Springer; 2007. p. 17-24.11.Go JL, Hoang P, Becker TS. Salivary Gland Imaging. In: Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD, editors. Head & Neck Surgery - Otolaryngology. 4th ed. Texas: Lippincott Williams & Wilkins; 2006. p. 528-30.12.Borton C. Salivary Gland Disorders. Patient UK; 2011 [updated 24/08/2011; cited 20/07/2012]; Available from: http://www.patient.co.uk/printer.asp?doc=40000981.

20