Tumor Ganas Nasofaring

37
BAB 1 PENDAHULUAN Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring, kemudian diikuti oleh tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%) dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah. Berdasarkan data laboratorium Patologi Anatomik tumor ganas nasofaring menduduki urutan ke-5 dari tumor ganas tubuh manusia bersama tumor ganas serviks uteri, tumor payudara, tumor kelenjar getah bening dan tumor kulit. 1 Diagnosis dini menentukan prognosis pasien, namun cukup sulit dilakukan, karena nasofaring tersembunyi di belakang tabir langit-langit dan terletak dibawah dasar tengkorak serta berhubungan dengan banyak daerah penting di dalam tengkorak dan ke lateral maupun ke posterior leher. Oleh karena letak nasofaring tidak mudah diperiksa oleh mereka yang bukan ahli, sering kali tumor ditemukan terlambat dan menyebabkan matastasis ke leher lebih sering ditemukan sebagai gejala pertama. 1 Sangat mencolok perbedaan prognosis ( angka bertahan hidup 5 tahun) dari stadium awal dengan stadium lanjut, yaitu 76,9% untuk stadium I, 56,0% untuk stadium II, 38,4% untuk stadium III, dan hanya 16,4% untuk stadium IV. Untuk dapat berperan dalam pencegahan, deteksi dini dan rehabilitasi perlu diketahui seluruh 1

description

THT

Transcript of Tumor Ganas Nasofaring

Page 1: Tumor Ganas Nasofaring

BAB 1

PENDAHULUAN

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak

ditemukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma

nasofaring, kemudian diikuti oleh tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%)

dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah. Berdasarkan data

laboratorium Patologi Anatomik tumor ganas nasofaring menduduki urutan ke-5 dari tumor

ganas tubuh manusia bersama tumor ganas serviks uteri, tumor payudara, tumor kelenjar getah

bening dan tumor kulit.1

Diagnosis dini menentukan prognosis pasien, namun cukup sulit dilakukan, karena

nasofaring tersembunyi di belakang tabir langit-langit dan terletak dibawah dasar tengkorak serta

berhubungan dengan banyak daerah penting di dalam tengkorak dan ke lateral maupun ke

posterior leher. Oleh karena letak nasofaring tidak mudah diperiksa oleh mereka yang bukan

ahli, sering kali tumor ditemukan terlambat dan menyebabkan matastasis ke leher lebih sering

ditemukan sebagai gejala pertama.1

Sangat mencolok perbedaan prognosis ( angka bertahan hidup 5 tahun) dari stadium awal

dengan stadium lanjut, yaitu 76,9% untuk stadium I, 56,0% untuk stadium II, 38,4% untuk

stadium III, dan hanya 16,4% untuk stadium IV. Untuk dapat berperan dalam pencegahan,

deteksi dini dan rehabilitasi perlu diketahui seluruh aspeknya meliputi epidemiologi, etiologi,

diagnostik, pemeriksaan serologi, histopatologi, terapi dan pencegahan, serta perawatan paliatif

pasien yang pengobatannya tidak berhasil.1

1

Page 2: Tumor Ganas Nasofaring

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI NASOPHARYNX

Nasofaring merupakan rongga dengan dinding kaku di atas, belakang dan lateral.

Batas-batas nasofaring yaitu batas atas (atap) adalah os sphenoid dan sebagian prosessus

basilaris, batas anterior adalah koana dan palatum molle, batas posterior adalah vertebra

servikal dan batas inferior adalah permukaan atas palatum molle dan berhubungan dengan

orofaring.1,2,3

Batas nasofaring:

Superior : basis kranii, diliputi oleh mukosa dan fascia

Inferior : bidang horizontal yang ditarik dari palatum durum ke posterior, bersifat

subjektif karena tergantung dari palatum durum.

Anterior : choane, oleh os vomer dibagi atas choane kanan dan kiri.

Posterior : - vertebra cervicalis I dan II

- Fascia space = rongga yang berisi jaringan longgar

- Mukosa lanjutan dari mukosa atas

Lateral : - mukosa lanjutan dari mukosa atas dan belakang

- Muara tuba eustachii

- Fossa rosenmulleri

Pada dinding lateral nasofaring lebih kurang 1,5 inci dari bagian belakang konka

nasal inferior terdapat muara tuba eustachius. Pada bagian belakang atas muara tuba

eustachius terdapat penonjolan tulang yang disebut torus tubarius dan dibelakangnya

terdapat suatu lekukan dari fossa Rosenmuller dan tepat diujung atas posteriornya terletak

foramen laserum. Pada daerah fossa ini sering terjadi pertumbuhan jaringan limfe yang

menyempitkan muara tuba eustachius sehingga mengganggu ventilasi udara telinga

tengah.

Dinding lateral nasofaring merupakan bagian terpenting, dibentuk oleh lamina

faringobasilaris dari fasia faringeal dan otot konstriktor faring superior. Fasia ini

2

Page 3: Tumor Ganas Nasofaring

mengandung jaringan fibrokartilago yang menutupi foramen ovale, foramen jugularis,

kanalis karotis dan kanalis hipoglossus. Struktur ini penting diketahui karena merupakan

tempat penyebaran tumor ke intrakranial.

Gambar 1 Anatomi nasofaring

Gambar 2 Fossa of Rosenmuller

Nasofaring berbentuk kerucut dan selalu terbuka pada waktu respirasi karena

dindingnya dari tulang, kecuali dasarnya yang dibentuk oleh palatum molle. Nasofaring

akan tertutup bila paltum molle melekat ke dinding posterior pada waktu menelan,

muntah, mengucapkan kata-kata tertentu.1,2,3

Struktur penting yang ada di Nasopharing

1. Ostium Faringeum tuba auditiva muara dari tuba auditiva

3

Page 4: Tumor Ganas Nasofaring

2. Torus tubarius, penonjolan di atas ostium faringeum tuba auditiva yang disebabkan

karena cartilago tuba auditiva

3. Torus levatorius, penonjolan di bawah ostium faringeum tuba auditiva yang disebabkan

karena musculus levator veli palatini.

4. Plica salpingopalatina, lipatan di depan torus tubarius

5. Plica salpingopharingea, lipatan di belakang torus tubarius, merupakan penonjolan dari

musculus salphingopharingeus yang berfungsi untuk membuka ostium faringeum tuba

auditiva terutama ketika menguap atau menelan.

6. Recessus Pharingeus disebut juga fossa rossenmuller. Merupakan tempat predileksi

Karsinoma Nasofaring.

7. Tonsila pharingea, terletak di bagian superior nasopharynx. Disebut adenoid jika ada

pembesaran. Sedangkan jika ada inflammasi disebut adenoiditis.

8. Tonsila tuba, terdapat pada recessus pharingeus.

9. Isthmus pharingeus merupakan suatu penyempitan di antara nasopharing dan oropharing

karena musculus sphincterpalatopharing

10. Musculus constrictor pharingeus dengan origo yang bernama raffae pharingei

Gambar 3 Nasofaring

Fungsi nasofaring :1,2,3

Sebagai jalan udara pada respirasi

Jalan udara ke tuba eustachii

Resonator

4

Page 5: Tumor Ganas Nasofaring

Sebagai drainage sinus paranasal kavum timpani dan hidung

2.2. DEFINISI

Karsinoma adalah pertumbuhan baru yang ganas terdiri dari sel-sel epithelial yang

cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan menimbulkan metastasis.

Nasofaring merupakan suatu rongga dengan dinding kaku di atas, belakang dan

lateral yang secara anatomi termasuk bagian faring.

Karsinoma Nasofaring merupakan tumor ganas yang timbul pada epithelial pelapis

ruangan dibelakang hidung (nasofaring).1,4,5,6

2.3. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

Meskipun penyelidikan untuk mengetahui penyebab penyakit ini telah dilakukan di

berbagai negara dan telah memakan biaya yang tidak sedikit, namun sampai sekarang

belum berhasil. Dikatakan bahwa beberapa faktor saling berkaitan sehingga akhirnya

disimpulkan bahwa penyebab penyakit ini adalah multifaktor. Kaitan antara suatu kuman

yang di sebut sebagai virus Epstein-Barr dan konsumsi ikan asin dikatakan sebagai

penyebab utama timbulnya penyakit ini. Virus tersebut dapat masuk ke dalam tubuh dan

tetap tinggal di sana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama.

Untuk mengaktifkan virus ini di butuhkan suatu mediator. Sebagai contoh, kebiasaan

untuk mengkomsumsi ikan asin secara terus-menerus mulai dari masa kanak-kanak,

merupakan mediator utama yang dapat mengaktifkan virus ini sehingga menimbulkan

karsinoma nasofaring.

Mediator yang dianggap berpengaruh untuk timbulnya karsinoma nasofaring ialah :1,2,7,8

1. Zat Nitrosamin. Didalam ikan asin terdapat nitrosamin yang ternyata merupakan mediator

penting. Nitrosamin juga ditemukan dalam ikan / makanan yang diawetkan di Greenland .

Juga pada ” Quadid ” yaitu daging kambing yang dikeringkan di tunisia, dan sayuran yang

difermentasi ( asinan ) serta taoco di Cina.

2. Keadaan sosial ekonomi yang rendah. Lingkungan dan kebiasaan hidup. Dikatakan bahwa

udara yang penuh asap di rumah-rumah yang kurang baik ventilasinya di Cina, Indonesia

5

Page 6: Tumor Ganas Nasofaring

dan Kenya, meningkatnya jumlah kasus KNF. Di Hongkong, pembakaran dupa rumah-

rumah juga dianggap berperan dalam menimbulkan KNF.

3. Sering kontak dengan zat yang dianggap bersifat Karsinogen. Yaitu yang dapat

menyebabkan kanker, antara lain Benzopyrene, Benzoathracene ( sejenis Hidrokarbon

dalam arang batubara ), gas kimia, asap industri, asap kayu dan beberapa Ekstrak

tumbuhan- tumbuhan.

4. Ras dan keturunan. Ras kulit putih jarang terkena penyakit ini. Di Asia terbanyak adalah

bangsa Cina, baik yang negara asalnya maupun yang perantauan. Ras melayu yaitu

Malaysia dan Indonesia termasuk yang banyak terkena karsinoma nasofaring.

5. Radang kronis di daerah nasofaring. Dianggap dengan adanya peradangan, mukosa

nasofaring menjadi lebih rentan terhadapa karsinogen lingkungan.

2.4. EPIDEMIOLOGI

Meskipun banyak ditemukan di negara dengan penduduk non-mongoloid, namun

demikian daerah China bagian selatan masih menduduki tempat tertinggi, yaitu dengan

2500 kasus baru pertahun untuk propinsi guang-dong (Kwantung) atau prevalensi

39,84/100.000 penduduk.

Ras Mongoloid merupakan faktor dominan timbulnya Karsinoma Nasofaring,

sehinggga kekerapannya cukup tinggi pada penduduk China bagian Selatan, Hongkong,

Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Indonesia.

Ditemukan pula cukup banyak kasus di Yunani, Afrika bagian Utara seperti Aljazair

dan Tunisia, pada orang Eskimo di Alasaka dan Tanah Hijau yang di duga penyebabnya

adalah karena mereka memakan makanan yang di awetkan dalam musim dingin dengan

menggunakan bahan pengawet Nitrosamin.

Di Indonesia frekuensi pasien ini hampir merata di setiap daerah. Di RSUDPN Dr.

Cipto Mangunkusumo Jakarta saja ditemukan lebih dari 100 kasus setahun, RS Hasan

Sadikin Bandung rata-rata 60 kasus, Ujung Pandang 25 kasus, palembang 25 kasus, 15

kasus setahun di Denpasar, dan 11 kasus di Padang dan Bukit tinggi. Demikian pula

angka-angka yang di dapatkan di Medan, Semarang, Surabaya dan lain-lain menunjukkan

bahwa tumor ganas ini terdapat merata di Indonesia. Dalam pengamatan dari pengunjung

6

Page 7: Tumor Ganas Nasofaring

poloklinik tumor THT RSCM, pasien Karsinoma Nasofaring dari ras China relatif sedikit

lebih banyak dari suku bangsa lainnya.1,3,8,9

2.5. MANIFESTASI KLINIS

Karsinoma nasofaring biasanya dijumpai pada dinding lateral dari nasofaring

termasuk fossa rosenmuler. Yang kemudian dapat menyebar ke dalam ataupun keluar

nasofaring ke sisi lateral lainnya dan atau posterosuperior dari dasar tulang tengkorak atau

palatum, rongga hidung atau orofaring. Metastase khususnya ke kelenjar getah bening

servikal. Metastase jauh dapat mengenai tulang, paru-paru, mediastinum dan hati (jarang).

Gejala yang akan timbul tergantung pada daerah yang terkena. Sekitar separuh pasien

memiliki gejala yang beragam, tetapi sekitar 10% asimtomatik. Pembesaran dari kelenjar

getah bening leher atas yang nyeri merupakan gejala yang paling sering dijumpai. Gejala

dini karsinoma nasofaring sulit dikenali oleh karena mirip dengan infeksi saluran nafas

atas.1,2,3

Gejala klinik pada stadium dini meliputi gejala hidung dan gejala telinga. Ini terjadi

karena tumor masih terbatas pada mukosa nasofaring. Tumor tumbuh mula-mula di fossa

Rosenmuller di dinding lateral nasofaring dan dapat meluas ke dinding belakang dan atap

nasofaring, menyebabkan permukaan mukosa meninggi. Permukaan tumor biasanya rapuh

sehingga pada iritasi ringan dapat tejadi perdarahan. Timbul keluhan pilek berulang

dengan mukus yang bercampur darah. Kadang-kadang dapat dijumpai epistaksis. Tumor

juga dapat menyumbat muara tuba eustachius, sehingga pasien mengeluhkan rasa penuh di

telinga, rasa berdenging kadang-kadang disertai dengan gangguan pendengaran. Gejala ini

umumnya unilateral, dan merupakan gejala yang paling dini dari karsinoma nasofaring.

Sehingga bila timbul berulang-ulang dengan penyebab yang tidak diketahui perlu

diwaspadai sebagai karsinoma nasofaring6,17.

Pada karsinoma nasofaring stadium lanjut gejala klinis lebih jelas sehingga pada

umumnya telah dirasakan oleh pasien, hal ini disebabkan karena tumor primer telah

meluas ke organ sekitar nasofaring atau mengadakan metastasis regional ke kelenjar getah

bening servikal. Pada stadium ini gejala yang dapat timbul adalah gangguan pada syaraf

otak karena pertumbuhan ke rongga tengkorak dan pembesaran kelenjarleher5,6,17. Tumor

yang meluas ke rongga tengkorak melalui foramen laserasum dan mengenai grup anterior

saraf otak yaitu syaraf otak III, IV dan VI. Perluasan yang paling sering mengenai syaraf

7

Page 8: Tumor Ganas Nasofaring

otak VI ( paresis abdusen) dengan keluhan berupa diplopia, bila penderita melirik ke arah

sisi yang sakit. Penekanan pada syaraf otak V memberi keluhan berupa hipestesi ( rasa

tebal) pada pipi dan wajah. Gejala klinik lanjut berupa ophtalmoplegi bila ketiga syaraf

penggerak mata terkena. Nyeri kepala hebat timbul karena peningkatan tekanan

intrakranial. Metastasis sel-sel tumor melalui kelenjar getah bening mengakibatkan

timbulnya pembesaran kelenjar getah bening bagian samping ( limfadenopati servikal).

Selanjutnya sel-sel kanker dapat mengadakan infiltrasi menembus kelenjar dan mengenai

otot dibawahnya. Kelenjar menjadi lekat pada otot dan sulit digerakkan. Limfadenopati

servikal ini merupakan gejala utama yang dikeluhkan oleh pasien.

Gejala nasofaring yang pokok adalah :1,2,3

1. Gejala Telinga

Oklusi Tuba Eustachius

Pada umumnya bermula pada fossa Rossenmuller. Pertumbuhan tumor dapat

menekan tuba eustachius hingga terjadi oklusi pada muara tuba. Hal ini akan

mengakibatkan gejala berupa mendengung (Tinnitus) pada pasien. Gejala ini

merupakan tanda awal pada KNF.

Oklusi Tuba Eustachius dapat berkembang hingga terjadi Otitis Media.

Sering kali pasien datang sudah dalam kondisi pendengaran menurun, dan dengan

tes rinne dan webber, biasanya akan ditemukan tuli konduktif

2. Gejala Hidung

Epistaksis; dinding tumor biasanya dipenuhi pembuluh darah yang dindingnya

rapuh, sehingga iritasi ringan pun dapat menyebabkan dinding pembuluh darah

tersebut pecah.

Terjadinya penyumbatan pada hidung akibat pertumbuhan tumor dalam

nasofaring dan menutupi koana. Gejala menyerupai rinitis kronis.

Gejala telinga dan hidung di atas bukanlah gejala khas untuk Karsinoma

Nasofaring, karena dapat ditemukan pada berbagai kasus pada penyakit lain. Namun

jika gejala terus terjadi tanpa adanya respons yang baik pada pengobatan, maka perlu

dicurigai akan adanya penyebab lain yang ada pada penderita; salah satu di antaranya

adalah KNF.

8

Page 9: Tumor Ganas Nasofaring

3. Gejala Mata

Pada penderita KNF seringkali ditemukan adanya diplopia (penglihatan ganda)

akibat perkembangan tumor melalui foramen laseratum dan menimbulkan

gangguan N. IV dan N. VI. Bila terkena chiasma opticus akan menimbulkan

kebutaan.

4. Tumor sign :

Pembesaran kelenjar limfa pada leher, merupakan tanda penyebaran atau

metastase dekat secara limfogen dari karsinoma nasofaring.

5. Cranial sign :

Gejala cranial terjadi bila tumor sudah meluas ke otak dan mencapai saraf-saraf

kranialis.

Gejalanya antara lain :

Sakit kepala yang terus menerus, rasa sakit ini merupakan metastase secara

hematogen.

Sensitibilitas derah pipi dan hidung berkurang.

Kesukaran pada waktu menelan

Afoni

Sindrom Jugular Jackson atau sindroma reptroparotidean mengenai N. IX, N. X,

N. XI, N. XII. Dengan tanda-tanda kelumpuhan pada:

o Lidah

o Palatum

o Faring atau laring

o M. Sternocleidomastoideus

o M. trapezeus

Pada penderita KNF, sering ditemukan adanya tuli konduktif bersamaan dengan

elevasi dan imobilitas dari palatum lunak serta adanya rasa nyeri pada wajah dan bagian

lateral dari leher (akibat gangguan pada nervus trigeminal). Ketiga gejala ini jika

ditemukan bersamaan, maka disebut Trotter’s Triad.

2.6. DIAGNOSIS

9

Page 10: Tumor Ganas Nasofaring

Jika ditemukan adanya kecurigaan yang mengarah pada suatu karsinoma nasofaring,

protokol dibawah ini dapat membantu untuk menegakkan diagnosis pasti serta stadium

tumor:

A. Anamnesis / pemeriksaan fisik1,3,5,10

Anamnesis berdasarkan keluhan yang dirasakan pasien (tanda dan gejala KNF)

Menurut Formula Digby, setiap simptom mempunyai nilai diagnostik dan berdasarkan

jumlah nilai dapat ditentukan ada tidaknya karsinoma nasofaring

Tabel 1 Formula Digsby

Gejala Nilai

Massa terlihat pada Nasofaring

Gejala khas di hidung

Gejala khas pendengaran

Sakit kepala unilateral atau bilateral

Gangguan neurologik saraf kranial

Eksoftalmus

Limfadenopati leher

25

15

15

5

5

5

25

Bila jumlah nilai mencapai 50, diagnosa klinik karsinoma nasofaring dapat

dipertangungjawabkan. Sekalipun secara klinik jelas karsinoma nasofaring, namun

biopsi tumor primer mutlak dilakukan, selain untuk konfirmasi diagnosis

histopatologi, juga menentukan subtipe histopatologi yang erat kaitannya dengan

pengobatan dan prognosis

B. Pemeriksaan Fisik1,2,3,10

10

Page 11: Tumor Ganas Nasofaring

Pemeriksaan tumor primer di nasofaring dapat dilakukan dengan cara rinoskopi

posterior (tidak langsung) dan nasofaringoskop (langsung) serta fibernasofaringoskopi.

Jika ditemukan tumor berupa massa yang menonjol pada mukosa dan memiliki

permukaan halus, berrnodul dengan atau tanpa ulserasi pada permukaan atau massa

yang menggantung dan infiltratif. Namun terkadang tidak dijumpai lesi pada

nasofaring sehingga harus dilakukan biopsi dan pemeriksaan sitologi.

C. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan histopatologi dan sitologi1,2,10

Diagnosis pasti dari KNF ditentukan dengan diagnosis klinik ditunjang

dengan diagnosis histologik atau sitologik. Diagnosis histologik atau sitologik

dapat ditegakan bila dikirim suatu material hasil biopsy cucian, hisapan (aspirasi),

atau sikatan (brush), biopsy dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dari hidung atau

dari mulut. Biopsi tumor nasofaring umunya dilakukan dengan anestesi topical

dengan xylocain 10%.

Biopsi melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind biopsy).

Cunam biopsy dimasukan melalui rongga hidung menyelusuri konka media ke

nasofaring kemudian cunam diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsy.

Biopsy melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton yang dimasukan

melalui hidung dan ujung kateter yang berada dalam mulut ditarik keluar dan

diklem bersama-sama ujung kateter yang dihdung. Demikian juga kateter yang

dari hidung disebelahnya, sehingga palatum mole tertarik ke atas. Kemudian

dengan kacalaring dilihat daerah nasofaring. biopsy dilakukan dengan melihat

tumor melalui kaca tersebut atau memakai nasofaringoskop yang dimasukan

melalui mulut, masaa tumor akan terlihat lebih jelas.

Bila dengan cara ini masih belum didapatkan hasil yang memuaskan mala

dilakukan pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narkosis.

Klasifikasi WHO tahun 1991 membagi karsinoma nasofaring menjadi

Keratinizing squamous cell carcinoma, Non keratinizing squamous cell carcinoma

terdiri atas differentiated dan undifferentiated dan Basaloid Carcinoma.

2. Pemeriksaan Radiologi

11

Page 12: Tumor Ganas Nasofaring

Pemeriksaan radiologi pada kecurigaan KNF merupakan pemeriksaan

penunjang diagnostic yang penting. Dapat dilakukan foto polos, CT Scan ataupun

MRI. Saat ini untuk mendiagnosa secara pasti C.T Scan dan MRI merupakan suatu

modalitas utama. Melalui C.T Scan dan MRI dapat dilihat secara jelas ada tidaknya

massa dan sejauh apa penyebaran massa tersebut, hingga dapat membantu dalam

menentukan stadium dan jenis terapi yang akan dilakukan.

Tujuan utama pemeriksaan radiologik tersebut adalah:1,3

Memberikan diagnosis yang lebih pasti pada kecurigaan adanya tumor pada

daerah nasofaring

Menentukan lokasi yang lebih tepat dari tumor tersebut

Mencari dan menetukan luasnya penyebaran tumor ke jaringan sekitarnya

a) Foto polos1,3

Ada beberapa posisi dengan foto polos yang perlu dibuat dalam mencari

kemungkinan adanya tumor pada daerah nasofaring yaitu:

Posisi Lateral dengan teknik foto untuk jaringan lunak ( soft tissue technique)

Posisi Basis Kranii atau Submentoverteks

Tomogram Lateral daerah nasofaring

Tomogranm Antero-posterior daerah nasofaring

b) C.T.Scan2,3,6

Pada umunya KNF yang dapat dideteksi secara jelas dengan radiografi polos

adalah jika tumor tersebut cukup besar dan eksofitik, sedangkan bula kecil

mungkin tidak akan terdeteksi. Terlebih-lebih jika perluasan tumor adalah

submukosa, maka hal ini akan sukar dilihat dengan pemeriksaan radiografi polos.

Demikian pula jika penyebaran ke jaringan sekitarnya belum terlalu luas akan

terdapat kesukaran-kesukaran dalam mendeteksi hal tersebut. Keunggulan C.T.

Scan dibandingkan dengan foto polos ialah kemampuanya untuk membedakan

bermacam-macam densitas pada daerah nasofaring, baik itu pada jaringan lunak

maupun perubahan-perubahan pada tulang, gengan criteria tertentu dapat dinilai

suatu tumor nasofaring yang masih kecil. Selain itu dengan lebih akurat

12

Page 13: Tumor Ganas Nasofaring

dapatdinilai pakah sudah ada perluasan tumor ke jaringna sekitarnya, menilai ada

tidaknya destruksi tulang serta ada tidaknya penyebaran intracranial.

Fig. 1.-Example of early nasopharyngeal Fig. 2.-Tumor has spread through pharyngobasilarcarcinoma. There is blunting of left fossa of fascia to involve parapharyngeal fat space.Rosenmuller and enlargement of levator palatini Note that normal fat density of this space is partlymuscle. Although there is asymmetry of superficial obliterated and that there is obvious asymmetry of themucosal contours of nasopharynx, the changes can be fossa of Rosenmuller. quite subtle

3. Pemeriksaan neuro-oftamologi

Karena nasofaring berhubungan dekat dengan rongga tengkorak melalui beberapa

lobang, maka gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi sebagai gejala lanjut

KNF ini.1,3

4. Pemeriksaan serologi

Pemeriksaan serologi IgA anti EA (early antigen) dan igA anti VCA (capsid

antigen) untuk infeksi virus E-B telah menunjukan kemajuan dalam mendeteksi

karsinoma nasofaring. Tjokro Setiyo dari FK UI Jakarta mendapatkan dari 41

pasien karsinoma nasofaring stadium lanjut (stadium III dan IV) senstivitas IgA

VCA adalah 97,5% dan spesifitas 91,8% dengan titer berkisar antara 10 sampai

1280 dengan terbanyak titer 160. IgA anti EA sensitivitasnya 100% tetapi

spesifitasnya hanya 30,0%, sehingga pemeriksaan ini hanya digunakan untuk

menetukan prognosis pengobatan, titer yang didapat berkisar antara 80 sampai

1280 dan terbanyak 160.

13

Page 14: Tumor Ganas Nasofaring

2.7. DIAGNOSIS BANDING2,3,10

1. Hiperplasia adenoid

Biasanya terdapat pada anak-anak, jarang pada orang dewasa, pada anak-anak

hyperplasia ini terjadi karena infeksi berulang. Pada foto polos akan terlihat suatu

massa jaringan lunak pada atap nasofaring umumnya berbatas tegas dan umumnya

simetris serta struktur-struktur sekitarnya tak tampak tanda- tanda infiltrasi seperti

tampak pada karsinoma.

2. Angiofibroma juvenilis

Biasanya ditemui pada usia relatif muda dengan gejala-gejala menyerupai KNF.

Tumor ini kaya akan pembuluh darah dan biasnya tidak infiltrative. Pada foto polos

akan didapat suatu massa pada atap nasofaring yang berbatas tegas. Proses dapat

meluas seperrti pada penyebaran karsinoma, walaupun jarang menimbulkan destruksi

tulang hanya erosi saja karena penekanan tumor. Biasanya ada pelengkungan ke arah

depan dari dinding belakang sinus maksilarisyang dikenal sebagai antral sign. Karena

tumor ini kaya akan vaskular maka arteriografi karotis eksterna sangat diperlukan

sebab gambaranya sangat karakteristik. Kadang-kadang sulit pula membedakan

angiofibroma juvenils dengan polip hidung pada foto polos.

3. Tumor sinus sphenooidalis

Tumor ganas primer sinus sphenoidalis adalah sangat jarang dan biasanya tumor

sudah sampai stadium agak lanjut waktu pasien dating untuk pemeriksaan pertama.

4. Neurofibroma

Kelompok tumor ini sering timbul pada ruang faring lateral sehingga menyerupai

keganasan dinding lateral nasofaring. Secara C.T. Scan, pendesakan ruang para faring

ke arah medial dapat membantu mebedakan kelompok tumor ini dengan KNF.

5. Tumor kelenjar parotis

14

Page 15: Tumor Ganas Nasofaring

Tumor kelenjar parotis terutama yang berasal dari lobus yang terletak agak dalam

mengenai ruang parafaring dan menonjol ke arah lumen nasofaring. Pada sebagian

besar kasus terlihat pendesakan ruang parafaring ke arah medial yang tampak pada

pemeriksaan C.T.Scan.

6. Chordoma

Walaupun tanda utama chordoma adalah destruksi tulang, tetapi mengingat KNF pun

sering menimbulkan destruksi tulang, maka sering timbul kesulitan untuk

membedakannya. Dengan foto polos, dapat dilihat kalsifikasi atau destruksi terutama

di daerah clivus. CT dapat membantu melihat apakah ada pembesaran kelenjar

cervikal bagian atas karena chordoma umumnya tidak memperlihatkan kelainan pada

kelenjar tersebut sedangkan KNF sering bermetastasis ke kelenjar getah bening.

7. Meningioma basis kranii

Walaupun tumor ini agak jarang tetapi gambarannya kadang-kadang meyerupai KNF

dengan tanda-tanda sklerotik pada daerah basis kranii. Ganbaran CT meningioma

cukup karakteristik yaitu sedikit hiperdense sebelum penyuntikan zat kontras dan

akan menjadi sangat hiperdense setelah pemberian zat kontras intravena. Pemeriksaan

arteiografi juga sangat membantu diagnosis tumor ini.

2.8. STADIUM

Sistem klasifikasi stadium KNF yang dipakai saat ini ada beberapa macam antara lain

menurut UICC (2002) :1,2,8

Stadium T (ukuran/luas tumor):

T0 Tidak tampak tumor

T1 Tumor terletak/terbatas di daerah nasofaring

T2 Tumor meluas ke jaringan lunak orofaring dan atau ke kavum nasi

T2a Tanpa perluasan ke ruang parafaring

T2b Dengan perluasan ke ruang parafaring

15

Page 16: Tumor Ganas Nasofaring

T3 Tumor menyeberangi struktur tulang dan atau sinus paranasalis

T4 Tumor meluas ke intrakranial, dan atau melibatkan syaraf kranial, hipofaring, fossa Infratemporal atau orbita

Stadium N (pembesaran kelenjar getah bening regional) :

Nx Pembesaran kelenjar getah bening tidak dapat dinilai

N0 Tidak ada metastasis ke kelenjar getah bening regional

N1 Metastasis unilateral dengan kelenjar getah bening kurang dari / sama dengan 6 cm di atas fossa supraklavikula

N2 Metastasis bilateral dengan kelenjar getah bening kurang dari / sama dengan 6 cm, di atas fossa supraklavikula

N3 Metastasis kelenjar getah bening bilateral dengan ukuran lebih besar dari 6cm atau terletak di fossa supraklavikula :

N3a >6cm

N3b meluas sampe fossa supraklavikula

Stadium M (Metastasis jauh) :

Mx Metastasis jauh tidak dapat dinilai

M0 Tidak ada metastasis jauh

M1 Metastasis jauh

Pembagian stadium berdasarkan klasifikasi TNMnya disusun sebagai berikut :

16

Page 17: Tumor Ganas Nasofaring

Pasien KNF umumnya (60-90%) datang berobat di klinik sudah stadium lanjut dengan gejalan penyebaran diluar nasofaring. Tumor primer di nasofaring sudah T3 atau T4 jarang dengan T1 atau T2

2.9. PENATALAKSANAAN

Dilakukan manajemen KNF berdasarkan stadiumnya, yaitu :1,3

Stadium I (T1 N1 M0) : Radioterapi

Stadium II & III : Kemoradiasi

Stadium IV dengan N<6cm : Kemoradiasi

Stadium IV dengan N>6cm : Kemoterapi dosis penuh dilanjutkan kemoradiasi.

1. Radioterapi1,2,6

17

Stadium 0 T1s N0 M0

Stadium I T1 N0 M0

Stadium IIA T2a N0 M0

Stadium IIB T1 N1 M0

T2a N1 M0

T2b N0, N1 M0

Stadium III T1 N2 M0

T2a, T2b

N2 M0

T3 N2 M0

Stadium Iva T4 N0, N1, N2

M0

Stadium IVb Semua T

N3 M0

Stadium IVc Semua T

Semua N M1

Page 18: Tumor Ganas Nasofaring

Sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting dalam

penatalaksanaan karsinoma nasofaring. Penatalaksanaan pertama untuk karsinoma

nasofaring adalah radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi.

Sampai saat ini pengobatan pilihan terhadap tumor ganas nasofaring adalah

radiasi, karena kebanyakan tumor ini tipe anaplastik yang bersifat radiosensitif.

Radiasi ini ditujukan pada kanker primer didaerah nasofaring dan ruang parafaringeal

serta pada daerah aliran getah bening leher atas, bawah seerta klasikula. Radiasi

daerah getah bening ini tetap dilakukan sebagai tindakan preventif sekalipun tidak

dijumpai pembesaran kelenjar.

Hasil pengobatan yang dinyatakan dalam angka respons terhadap penyinaran

sangat tergantung pada stadium tumor. Makin lanjut stadium tumor, makin

berkurang responsnya. Untuk stadium I dan II, diperoleh respons komplit 80% -

100% dengan terapi radiasi. Sedangkan stadium III dan IV, ditemukan angka

kegagalan respons lokal dan metastasis jauh yang tinggi, yaitu 50% - 80%. Angka

ketahanan hidup penderita karsinoma nasofaring tergantung beberapa faktor,

diantaranya yang terpenting adalah stadium penyakit.

Tujuan Radioterapi

Radiasi Kuratif

Diberikan kepada semua tingkatan penyakit, kecuali pada penderita dengan

metastasis jauh. Sasaran radiasi adalah tumor primer, KGB leher dan supra

klavikular. Dosis total radiasi yang diberikan adalah 6600-7000 rad dengan

fraksi 200 rad, 5 x pemberian per minggu. Setelah dosis 4000 rad medulla

spinalis di blok dan setelah 5000 rad lapangan penyinaran supraklavikular

dikeluarkan.

Radiasi Paliatif

Diberikan untuk metastasis tumor pada tulang dan kekambuhan lokal.

Dosis radiasi untuk metastasis tulang 3000 rad dengan fraksi 300 rad, 5 x

per minggu. Untuk kekambuhan lokal, lapangan radiasi terbatas pada

daerah kambuh.

Bagian Radiologi FK UI / RSCM memberikan dosis per fraksi 200 cGy yang

diberikan 5 x dalam seminggu untuk tumor primer maupun kelenjar. Setelah dosis

18

Page 19: Tumor Ganas Nasofaring

mencapai 4000 cGy penderita mendapat istirahat selama 2-3 minggu, pada akhir

istirahat dilakukan penilaian respon terhadap tumor untuk kemungkinan mengecilkan

lapangan radiasi dan penilaian ada tidaknya metastasis jauh yang manifes. Setelah itu

radiasi dilanjutkan 10-13 x 200 cGy lagi untuk tumor primer sehingga dosis total adalah

6000-6600 cGy. Bila tidak didapatkan pembesaran kelenjar regional maka radiasi

efektif pada kelenjar leher dan supraklavikular cukup sampai 4000 cGy.

Di bagian Radiologi FK USU / RS.Dr. Pirngadi Medan, radiasi diberikan secara

bertahap dengan dosis 200 cGy dosis tumor 5 x per minggu untuk tumor primer dan

KGB leher sampai mencapai dosis total 6000 cGy, dengan menggunakan pesawat

megavoltage dan menggunakan radioisotop Cobalt60.

Respon radiasi

Setelah diberikan radiasi, maka dilakukan evaluasi berupa respon terhadap

radiasi. Respon dinilai dari pengecilan kelenjar getah bening leher dan pengecilan

tumor primer di nasofaring. Penilaian respon radiasi berdasarkan kriteria WHO :

Complete Response : menghilangkan seluruh kelenjar getah bening yang besar.

Partial Response : pengecilan kelenjar getah bening sampai 50% atau lebih.

No Change : ukuran kelenjar getah bening yang menetap.

Progressive Disease : ukuran kelenjar getah bening membesar 25% atau lebih.

Komplikasi radioterapi

a) Komplikasi dini

Biasanya terjadi selama atau beberapa minggu setelah radioterapi, seperti :

- Xerostomia - Mual-muntah

- Mukositis (nyeri telan, mulut kering, dan hilangnya cita rasa) kadang diperparah

dengan infeksi jamur pada mukosa lidah dan palatum

- Anoreksia

- Xerostamia (kekeringan mukosa mulut akibat disfungsi kelenjar parotis yang

terkena radiasi)

- Eritema

b) Komplikasi lanjut

Biasanya terjadi setelah 1 tahun pemberian radioterapi, seperti :

- Kontraktur

19

Page 20: Tumor Ganas Nasofaring

- Penurunan pendengaran

- Gangguan pertumbuhan

Untuk menghindari efek samping semaksimal mungkin maka sebelum dan selama

pengobatan, bahkan setelah selesai terapi, pasien akan selalu diawasi oleh dokter.

Perawatan sebelum radiasi adalah dengan membenahi gigi geligi, memberikan

informasi kepada pasien mengenai metode pembersihan ruang mulut dan gigi secara

benar. Untuk mengurangi keluhan penderita juga dapat diberikan obat kumur yang

mengandung adstringens, misalnya bactidol, efisol, gargarisma diberikan 3-4 kali

sehari. Bila tampak tanda-tanda moniliasis diberikan antimikotik misalnya funfilin.

Pemberian obat-obatan yang mengandung anestesi local seperti FG troches bias

mengurangi keluhan nyeri telan. Untuk keluhan umum nausea, anorexia dan

sebagainya bisa diberikan obat-obatan simptomatik terhadap keluhan tersebut.

2. Kemoterapi1,2,3,8

Kemoterapi sebagai terapi tambahan pada karsinoma nasofaring ternyata dapat

meningkatkan hasil terapi. Terutama diberikan pada stadium lanjut atau pada keadaan

kambuh.

Indikasi Kemoterapi

Terapi adjuvan tidak dapat diberikan begitu saja tetapi memiliki indikasi yaitu bila

setelah mendapat terapi utamanya yang maksimal ternyata :

- kankernya masih ada, dimana biopsi masih positif

- kemungkinan besar kankernya masih ada, meskipun tidak ada bukti secara

makroskopis.

- pada tumor dengan derajat keganasan tinggi ( oleh karena tingginya resiko

kekambuhan dan metastasis jauh).

Kemoterapi berdasarkan waktu pemberiannya

Berdasarkan saat pemberiannya kemoterapi adjuvan pada tumor ganas kepala leher

dibagi menjadi

1. neoadjuvant atau induction chemotherapy (yaitu pemberian kemoterapi

mendahului pembedahan dan radiasi)

20

Page 21: Tumor Ganas Nasofaring

2. concurrent, simultaneous atau concomitant chemoradiotherapy (diberikan

bersamaan dengan penyinaran atau operasi)

3. post definitive chemotherapy (sebagai terapi tambahan paska pembedahan dan

atau radiasi )

Efek Samping Kemoterapi

Agen kemoterapi tidak hanya menyerang sel tumor tapi juga sel normal yang

membelah secara cepat seperti sel rambut, sumsum tulang dan Sel pada traktus gastro

intestinal. Akibat yang timbul bisa berupa perdarahan, depresi sumsum tulang yang

memudahkan terjadinya infeksi. Pada traktus gastro intestinal bisa terjadi mual,

muntah anoreksia dan ulserasi saluran cerna. Sedangkan pada sel rambut

mengakibatkan kerontokan rambut. Jaringan tubuh normal yang cepat proliferasi

misalnya sum-sum tulang, folikel rambut, mukosa saluran pencernaan mudah terkena

efek obat sitostatika. Untungnya sel kanker menjalani siklus lebih lama dari sel

normal, sehingga dapat lebih lama dipengaruhi oleh sitostatika dan sel normal lebih

cepat pulih dari pada sel kanker.

Efek samping yang muncul pada jangka panjang adalah toksisitas terhadap

jantung, yang dapat dievaluasi dengan EKG dan toksisitas pada paru berupa kronik

fibrosis pada paru. Toksisitas pada hepar dan ginjal lebih sering terjadi dan sebaiknya

dievalusi fungsi faal hepar dan faal ginjalnya. Kelainan neurologi juga merupakan

salah satu efek samping pemberian kemoterapi

Manfaat Kemoradioterapi

Manfaat pemberian keoterapi neoadjuvan antara lain :

1. Mengecilkan massa tumor, karena dengan mengecilkan tumor akan memberikan

hasil terapi radiasi lebih efektif. Telah diketahui bahwa pusat tumor terisi sel

hipoksik dan radioterapi konvensional tidak efektif jika tidak terdapat oksigen.

Pengurangan massa tumor akan menyebabkan pula berkurangnya jumlah sel

hipoksia.

2. Mengontrol metastasis jauh dan mengontrol mikrometastase.

3. Modifikasi melekul DNA oleh kemoterapi menyebabkan sel lebih sensitif terhadap

radiasi yang diberikan (radiosensitiser).

21

Page 22: Tumor Ganas Nasofaring

Terapi kombinasi ini selain bisa mengontrol sel tumor yang radioresisten,

memiliki manfaat juga untuk menghambat pertumbuhan kembali sel tumor yang

sudah sempat terpapar radiasi.20,22,23

Kemoterapi neoajuvan dimaksudkan untuk mengurangi besarnya tumor sebelum

radioterapi. Pemberian kemoterapi neoadjuvan didasari atas pertimbangan vascular

bed tumor masih intak sehingga pencapaian obat menuju massa tumor masih baik.

Disamping itu, kemoterapi yang diberikan sejak dini dapat memberantas

mikrometastasis sistemik seawal mungkin. Kemoterapi neoadjuvan pada keganasan

kepala leher stadium II – IV dilaporkan overall response rate sebesar 80 %- 90 % dan

CR ( Complete Response ) sekitar 50%. Kemoterapi neoadjuvan yang diberikan

sebelum terapi definitif berupa radiasi dapat mempertahankan fungsi organ pada

tempat tumbuhnya tumor (organ preservation).

Kemoterapi yang diberikan secara bersamaan dengan radioterapi (concurrent or

concomitant chemoradiotherapy ) dimaksud untuk mempertinggi manfaat radioterapi.

Dengan cara ini diharapkan dapat membunuh sel kanker yang sensitif terhadap

kemoterapi dan mengubah sel kanker yang radioresisten menjadi lebih sensitif

terhadap radiasi. Keuntungan kemoradioterapi adalah keduanya bekerja sinergistik

yaitu mencegah resistensi, membunuh subpopulasi sel kanker yang hipoksik dan

menghambat recovery DNA pada sel kanker yang sublethal.

Kelemahan Kemoradioterapi

Kelemahan cara ini adalah meningkatkan efek samping antara lain mukositis,

leukopeni dan infeksi berat. Efek samping yang terjadi dapat menyebabkan

penundaan sementara radioterapi. Toksisitas Kemoradioterapi dapat begitu besar

sehingga berakibat fatal.

Untuk mengurangi efek samping dari kemoradioterapi diberikan kemoterapi tunggal

(single agent chemotherapy) dosis rendah dengan tujuan khusus untuk meningkatkan

sensitivitas sel kanker terhadap radioterapi (radiosensitizer). Sitostatika yang sering

digunakan adalah Cisplatin, 5-Fluorouracil dan MTX dengan response rate 15%-

47%.22,23

3. Operasi1,2,3,5

22

Page 23: Tumor Ganas Nasofaring

Tindakan operasi pada penderita karsinoma nasofaring berupa diseksi leher radikal

dan nasofaringektomi. Diseksi leher dilakukan jika masih ada sisa kelenjar pasca

radiasi atau adanya kelenjar dengan syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan

bersih yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologik dan serologi.

Nasofaringektomi merupakan suatu operasi paliatif yang dilakukan pada kasus-kasus

yang kambuh atau adanya residu pada nasofaring yang tidak berhasil diterapi dengan

cara lain.

4. Imunoterapi1,8

Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari karsinoma nasofaring adalah virus

Epstein-Barr, maka pada penderita karsinoma nasofaring dapat diberikan

imunoterapi, yaitu dengan mengambil sampel darah tepi dari penderita, yang

kemudian melalui suatu proses imunohistokimia, dibuat suatu vaksin yang kemudian

diinjeksikan kembali ke tubuh pasien di mana diharapkan melalui injeksi vaksin

tersebut, tubuh akan memberikan reaksi imunitas baru terhadap EBV. Namun teknik

ini masih dalam pen elitian sehingga belum dapat digunakan dalam terapi kanker

nasofaring.

2.10. PROGNOSIS1,2,3

Pengobatan radiasi, terutama pada kasus dini, pada umumnya akan memberikan hasil

pengobatan yang memuaskan. Namun radiasi pada kasus lanjutpun dapat memberikan

hasil pengobatan paliatif yang cukup baik sehingga diperoleh kualitas hidup pasien yang

baik pula. Secara keseluruhan, angka bertahan hidup 5 tahun adalah 45 %. Prognosis

diperburuk oleh beberapa faktor, seperti :

- Stadium yang lebih lanjut.

- Usia lebih dari 40 tahun

- Laki-laki dari pada perempuan

- Ras Cina dari pada ras kulit putih

- Adanya pembesaran kelenjar leher

- Adanya kelumpuhan saraf otak adanya kerusakan tulang tengkorak

- Adanya metastasis jauh

5-years survival rate dengan hanya diradioterapi:

23

Page 24: Tumor Ganas Nasofaring

stadium I (85-95%) stadium II (70-80%) stadium III & stadium IV (24-80%)

24

Page 25: Tumor Ganas Nasofaring

DAFTAR PUSTAKA

1. Roezin, A. dan Adham, M, Karsinoma Nasofaring. In.Soepardi, E.A.,et al. (eds.). Buku

Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi Keenam.

2. Harry a. Asroel. Penatalaksanaan radioterapi pada karsinoma nasofaring. Referat. Medan:

FK USU,2002.h. 1-11

3. Laporan Karsinoma Nasofaring. Universitas Brawijaya. Availablet at http://id.scribd

4. Arif Mansjoer, et al.. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Ed.III. Jilid 1. Jakarta: Media

Aesculapius FKUI. Hal. 371-396

5. Wim de Jong.. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC. 2005

6. Kenjtono, Widodo Ari. Perkembangan Terkini Penatalaksanaan Karsinoma Nasofaring.

Majalah Kedokteran Tropis Indonesia Volume 14, Nomor 2, Juli 2003

7. Ariwibowo, Hendrawan. Faktor Resiko Karsinoma Nasopharing. CDK-204/ vol. 40 no.

5, th. 2013

8. Kartikawati, Henny. Penatalaksanaan karsinoma nasofaring menuju terapi

kombinasi/kemoradioterapi.

9. Epidemiological and etiological factor associated with Nasopharyngeal Carcinoma.

ICMR Buletin Vol 3. No.9, September 2003

10. Desen, W., et al. Tumor di Kepala dan Leher. In Desen, W. (ed). Buku Ajar Onkologi

Klinis. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2011: 263-278

25