tuli jadi
description
Transcript of tuli jadi
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
GANESHA HUSADAJL. Soekarno Hatta Gg. Budaya Cipta II/ No.2 Tepus Kediri Telp./Fax (0354)
689951
“Laporan Pendahuluan dan Askep Tuli”
Makalah ini disusun untuk memenuhi Mata Kuliah Sistem Persepsi Sensori
Dosen : Nur Hidayah S.Kep Ns, M.Kes
Di Susun Oleh :
1. Bayu Kurniawan (13.05.1.002.1)2. Della Arief P (13.05.1.003.1)
3. Dian Rahmawati (13.05.1.004.1)
S1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2013/2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat serta hidayah-Nya. Sehingga
kami mampu menyelesaikan penulisan makalah mata kuliah Sistem Persepsi Sensori yang
berjudul ”Laporan Pendahuluan dan Askep Tuli" ini dengan baik tanpa suatu kendala yang
berarti. Makalah ini Berisi tentang pengertian Hipertensi secara keseluruhan dan asuhan
keperawatan yang diberikan pada pasien penderita Hipertensi, Sehingga dengan selesainya
makalah ini, diharapkan Mahasiswa lebih mengerti dan memahami akan arti Tuli dan cara
memberikan asuhan Keperawatan pasien Tuli secara benar serta bertambahnya wawasan.
Dengan selesainya makalah ini kami ingin menyampaikan banyak terima kasih
kepada :
1. Dosen Nur Hidayah S.Kep,Ns M.Kes selaku dosen Sistem Persepsi Sensori yang telah
membimbing dan memberi arahan dalam penyelesaian makalah ini.
2.Kepada teman-teman khususnya S1 keperawatan Tingkat 2 yang telah banyak membantu
dan memberi kemudahan serta memperlancar penyelesaian makalah ini.
Meskipun makalah ini disusun sedemikian rupa dengan usaha semaksimal mungkin,
namun kami menyadari masih ada kekurangan dan kelemahanya. Oleh karena itu, Saran,
Petunjuk, Pengarahan dan bimbingan dari berbagai pihak sangat kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi
kami pribadi sebagai penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Kediri , 16 Maret 2015
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…………………………………………………………………………… i
Daftar Isi…………………………………………………………………………………. ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………….. 1
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………. 1
1.3 Tujuan ……………………………………………………………………….. 1
1.4 Manfaat …………………………………………………………………….... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………… 3
3.1 Definisi………………………………………….……………………..………3
3.2 Etiologi………………………………………………………………………...3
3.3 Klasifikasi………………………………………………………………….….4
3.4 Patofisiologi…………………………………………………………………...5
3.5 Manifestasi Klinis……………………………………………………………. 6
3.6 Pemeriksaan…………………………………………………………………. 6
3.7 Penatalaksanaan……………………………………………………………… 7
3.8 Woc………………………………………………………………………….. 10
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN………………………………………………. 11
3.1 Pengkajian…………………………………………………………………… 21
3.2 Diagnosa…………………………………………………………………….. 30
3.3 Intervensi……………………………………………………………………. 31
3.4 Implementasi………………………………………………………………... 34
3.5 Evaluasi……………………………………………………………………... 36
BAB IV PENUTUP………………………………………………………………….. 41
4.1 Kesimpulan………………………………………………………………….. 41
4.2 Saran………………………………………………………………………… 41
Daftar Pustaka………………………………………………………………….. 42
BAB I
PENDAHULUAN
Ketidaksempurnaan kadang membuat anak-anak minder dalam pergaulannya sehari-hari.
Kehilangan pendengaran, termasuk salah satu kekurangan yang membuat anak-anak sulit
tumbuh normal di tengah masyarakat.
Menilik permasalahan ini lebih dalam, Audiologist dan pakar pendidikan anak tunarungu Drs
Anton Subarto, Dipl Aud menjelaskan ada beberapa faktor yang menyebabkan ketulian pada
anak, di antaranya :
Ketulian disebabkan karena virus Toxoplasma Rubella atau campak, Herpes, dan Sipilis.
Terkadang kedua orang tua tidak menyadari bahwa dirinya telah mengidap virus tersebut
sehingga menyebabkan ketulian pada anaknya kelak.
Ketulian juga bisa dialami ketika anak pada masa pertumbuhan, misalnya pada saat
lahir, anak lahir normal hanya saja menjelang usia 10 tahun ia mengalami sakit sehingga
diberikan obat dengan dosis tinggi sehingga menyerang telinganya.
Jadi ada gangguan pendengaran karena obat-obatan yang memiliki efek samping
menyebabkan ketulian. Seperti pil kina juga mempunyai pengaruh yang besar pada telinga,
maupun aspirin juga terbilang rawan, oleh karena itu harus hati-hati bila digunakan.
Peringatan bagi para ibu-ibu hamil, kalau sedang mengandung sebisa mungkin jangan
sakit karena suatu penyakit yang diderita saat hamil sangat riskan untuk kandungan, terlebih
seperti campak atau tipes. Semua penyakit dengan panas tinggi, akan sangat riskan untuk
kandungan.
Faktor genetik juga bisa mempengaruhi, misalnya kedua orang tuanya normal, namun kakek
dan neneknya memiliki riwayat pernah mengalami ketulian. Hal ini bisa berdampak pada
anak.
Anak terlahir dengan disedot, vakum, Caesar juga bisa merusak saraf pendengaran. Jika anak
mengalami tuli saraf, tentu tidak bisa disembuhkan, hanya bisa di bantu dengan alat bantu
dengar semata.
Terapi yang bisa membuat kembali mendengar itu tidak ada kecuali untuk para tuli konduktif
yang disebabkan karena infeksi. Infeksi ini dapat disembuhkan tetapi ketuliannya belum tentu
sembuh.
A. Pengertian
Tuli ialah keadaan dimana orang tidak dapat mendengar sama sekali (total deafness),
suatu bentuk yang ekstrim dari kekurangan pendengaran. Istilah yang sekarang lebih sering
digunakan ialah kekurangan pendengaran (hearing-loss) (Louis,1993).
Kekurangan pendengaran ialah keadaan dimana orang kurang dapat mendengar dan
mengerti perkataan yang didengarnya.Pendengaran normal ialah keadaan dimana orang tidak
hanya dapat mendengar, tetapi juga dapat mengerti apa yang didengarnya.(Anderson,1874)
B. Etiologi
Penurunan fungsi pendengaran bisa disebabkan oleh : Suatu masalah mekanis di dalam
saluran telinga atau di dalam telinga tengah yang menghalangi penghantaran suara
(penurunan fungsi pendengaran konduktif) yaitu :
1. Kerusakan pada telinga dalam, saraf pendengaran atau jalur saraf
a. Pendengaran di otak (penurunan fungsi pendengaran sensorineural).
2. Penurunan fungsi pendengaran sensorineural dikelompokkan menjadi :
a. Penurunan fungsi pendengaran sensorik (jika kelainannya terletak pada telinga dalam.
b. Penurunan fungsi pendengaraan neural (jika kelainannnya terletak pada saraf pendengaran
atau jalur saraf pendengaran di otak).
3. Penurunan fungsi pendengaran sensorik bisa merupakan penyakit keturunan
Tetapi mungkin juga disebabkan oleh :
a. Trauma akustik (suara yang sangat keras)
b. Infeksi virus pada telinga dalam
c. Obat-obatan tertentu
d. Penyakit meniere.
4. Penurunan fungsi pendengaran neural bisa disebabkan oleh :
a. Tumor oatak yang juga menyebabkan kerusakan pada saraf-saraf disekitarnya dan
batang otak
b. Infeksi
c. Berbagai penyakit otak dan saraf (misalnya stroke)
d. Dan beberapa penyakit keturunan (misalnya penyakit Refsum).
5. Pada anak-anak,kerusakan saraf pendengaran bisa terjadi akibat :
a. Gondongan
b. Campak jerman (rubella)
c. Meningitis
d. Infeksi telinga dalam.
Kerusakan jalur saraf pendengaran di otak bisa terjadi akibat penyakit demielinasi
(penyakit yang menyebabkan kerusakan pda selubung saraf).
C. Klasifikasi
1.Gangguan pendengaran konduktif
Pada gangguan pendengaran jenis ini, transmisi gelombang suara tidak dapat
mencapai telinga dalam secara efektif. Ini disebabkan karena beberapa gangguan atau lesi
pada kanal telinga luar, rantai tulang pendengaran, ruang telinga tengah, fenestra ovalis,
fenestra rotunda, dan tuba auditiva. Pada bentuk yang murni (tanpa komplikasi) biasanya
tidak ada kerusakan pada telinga dalam, maupun jalur persyarafan pendengaran nervus
vestibulokoklearis (N.VIII). Gejala yang ditemui pada gangguan pendengaran jenis ini adalah
seperti berikut :
•Ada riwayat keluarnya carian dari telinga atau riwayat infeksi telinga sebelumnya
•Perasaan seperti ada cairan dalam telinga dan seolah-olah bergerak dengan perubahan posisi
kepala
•Dapat disertai tinitus (biasanya suara nada rendah atau mendengung)
•Bila kedua telinga terkena, biasanya penderita berbicara dengan suara lembut (soft voice)
khususnya pada penderita otosklerosis
•Kadang-kadang penderita mendengar lebih jelas pada suasana ramai
Menurut Lalwani, pada pemeriksaan fisik atau otoskopi, dijumpai ada sekret dalam
kanal telinga luar, perforasi gendang telinga, ataupun keluarnya cairan dari telinga tengah.
Kanal telinga luar atau selaput gendang telinga tampak normal pada otosklerosis. Pada
otosklerosis terdapat gangguan pada rantai tulang pendengaran.
Pada tes fungsi pendengaran, yaitu tes bisik, dijumpai penderita tidak dapat
mendengar suara bisik pada jarak lima meter dan sukar mendengar kata-kata yang
mengandung nada rendah. Melalui tes garputala dijumpai Rinne negative, dengan
menggunakan garputala 250 Hz dijumpai hantaran tulang lebih baik dari hantaran udara dan
tes Weber didapati lateralisasi ke arah yang sakit. Dengan menggunakan garputala 512 Hz,
tes Scwabach didapati Schwabach memanjang (Soepardi dan Iskandar, 2001).
2.Gangguan pendengaran jenis sensorineural
Gangguan pendengaran jenis ini umumnya irreversible, gejala yang ditemui pada
gangguan pendengaran jenis ini adalah seperti berikut :
•Bila gangguan pendengaran bilateral dan sudah diderita lama, suara percakapan penderita
biasanya lebih keras dan memberi kesan seperti suasana yang tegang dibanding orang
normal. Perbedaan ini lebih jelas bila dibandingkan dengan suara yang lembut dari penderita
gangguan pendengaran jenis hantaran, khususnya otosklerosis.
•Penderita lebih sukar mengartikan atau mendengar suara atau percakapan dalam suasana
gaduh dibanding suasana sunyi.
•Terdapat riwayat trauma kepala, trauma akustik, riwayat pemakaian obat-obat ototoksik,
ataupun penyakit sistemik sebelumnya.
Menurut Soetirto, Hendarmin dan Bashiruddin, pada pemeriksaan fisik atau otoskopi,
kanal telinga luar maupun selaput gendang telinga tampak normal. Pada tes fungsi
pendengaran, yaitu tes bisik, dijumpai penderita tidak dapat mendengar percakapan bisik
pada jarak lima meter dan sukar mendengar kata-kata yang mengundang nada tinggi (huruf
konsonan).
Pada tes garputala Rinne positif, hantaran udara lebih baik dari pada hantaran tulang.
Tes Weber ada lateralisasi ke arah telinga sehat. Tes Schwabach ada pemendekan hantaran
tulang.
3.Gangguan pendengaran jenis campuran
Gangguan jenis ini merupakan kombinasi dari gangguan pendengaran jenis konduktif dan
gangguan pendengaran jenis sensorineural, mula-mula gangguan pendengaran jenis ini adalah
jenis hantaran (misalnya otosklerosis), kemudian berkembang lebih lanjut menjadi gangguan
sensorineural. Dapat pula sebaliknya, mula-mula gangguan pendengaran jenis sensorineural,
lalu kemudian disertai dengan gangguan hantaran (misalnya presbikusis), kemudian terkena
infeksi otitis media. Kedua gangguan tersebut dapat terjadi bersama-sama, misalnya trauma
kepala yang berat sekaligus mengenai telinga tengah dan telinga dalam (Miyoso,
Mewengkang dan Aritomoyo, 1985).
Gejala yang timbul juga merupakan kombinasi dari kedua komponen gejala gangguan
pendengaran jenis hantaran dan sensorineural, pada pemeriksaan fisik atau otoskopi tanda-
tanda yang dijumpai sama seperti pada gangguan pendengaran jenis sensorineural. Pada tes
bisik dijumpai penderita tidak dapat mendengar suara bisik pada jarak lima meter dan sukar
mendengar kata-kata baik yang mengandung nada rendah maupun nada tinggi, tes garputala
Rinne negatif. Weber lateralisasi ke arah yang sehat. Schwabach memendek (Bhargava,
Bhargava and Shah, 2002).
D. Patofisiologi
1) Kehilangan konduktif
Biasanya terjadi akibat kelainan telinga luar, seperti infeksi serumen, atau kelainan
telinga tengah, seperti otitis media atau otosklerosis. Pada keadaan seperti itu, hantaran suara
efisien melalui udara ke telinga dalam terputus..Jenis kedua,kehilangan sensoris melibatkan
kerusakan koklea atau saraf vestibulokoklear.
2) Kehilangan sensoris
Melibatkan kerusakan koklea atau saraf vestibulokoklear. Selain kehilangan
konduktsi dan sensori neural, dapat juga terjadi kehilangan pendengaran campuran begitu
juga kehilangan pendengaran fungsional. Pasien dengan kehilangan suara campuran
mengalami kehilangan baik konduktif maupun sensori neural akibat disfungsi konduksi udara
maupun konduksi tulang. Kehilangan suara fungsional (atau psikogenik) bersifat inorganik
dan tidak berhubungan dengan perubahan struktural mekanisme pendengaran yang dapat
dideteksi biasanya sebagai manifestasi gangguan emosional.
Tanda awal kehilanagan pendengaran bisa meliputi tinikus,peningkatan
ketidakmampuan mendengar pada pertemuan kelompok dan perlu mengeraskan volume
televisi,literatur (paparella et al,1991) menyatakan bahwa 25% orang berusia antara 65 dan
74 tahun dan 50% orang berusia diatas 75 tahun mengalami kesulitan pendengaran
penyebabnya tidak diketahui dan hubungannya dengan diet, metabolisme, arteriosklerosis,
stress, dan keturunan tidak konsisten.
Faktor lain yang mempengaruhi pendengaran pada populasi manusia seperti
pemajanan sepanjang hidup terhadap suara keras (mis.senjata api,mesin berat,gergaji
mesin),beberapa obat seperti aminoglikposida dan bahkan aspirin mempunyai efek ototoksik
karena gangguan ginjal dapat menyebabakan pelambatan ekskresi obat pada manusia.Banyak
manula menelan auinin untuk mengatasi kram tungkai,yang dapat mengakibatkan hilangnya
pendengaran faktor psikogenik dan proses penyakit lainnya (mis.diabetes) juga sebagian
dapat menimbulkan kehilangan pendengaran sensorineiural.
E. Manifestasi Klinis