Tujuh Langkah Diagnosis Okupasi
-
Upload
kurikkurik -
Category
Documents
-
view
64 -
download
2
description
Transcript of Tujuh Langkah Diagnosis Okupasi
Tujuh Langkah Diagnosis Okupasi
A. Diagnosis Klinis
Diagnosis klinis dapat ditegakan melalui anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
1. Anamnesis
a. Keluhan Utama
Keluhan lemas dan sering merasa demam.
b. Keluhan tambahan
BAK seperti teh, sclera ikterik, mual muntah.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Sudah 1 minggu.
d. Riwayat Penyakit Dahulu :
-
e. Riwayat Penyakit Keluarga
f. Riwayat Pekerjaan
Pasien sudah lama bekerja dilaboratorium dan mempunyai waktu kerja 8 jam/hari. Pasien
dalam melakukan pekerjaan tidak menggunakan APD yang optimal yaitu tidak
menggunakan sarung tangan dan alat pelindung lainnya.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda Vital
- Nadi : 68x/menit
- Pernafasan : 22x/menit
- Tekanan darah : 130/80 mmHg
- Suhu badan : 37,5 ᵒ C
Sclera ikterik dan hepar teraba 1cm dibawah arcus costae.
3. Pemeriksaan Penunjang
ALT dan AST meningkat.
B. Pajanan yang dialami
Pasien bekerja di laboratorium dan besar kemungkinan pasien akan terkena virus, bakteri, hepatitis B. Lingkungan kerja cukup baik hanya saja pasien tidak menggunakan APD yang standar.
C. Hubungan Pajanan dengan Penyakit
Dalam kasus ini pajanan dengan penyakit berhubungan erat karena pasien bekerja di
laboratorium dan pasien sangat rentan terkena berbagai macam penyakit. Keluhan pasien ada
sesudah pasien bekerja dilaboratorium tersebut. Dari berbagai macam penelitian pemeriksa di
laboratorium akan terpajan bakteri, antara lain TB dan virus Hepatitis B. Petugas harus
menjaga kesehatan dan kebersihan pribadi untuk mencegah tertular penyakit, serta selalu
memakai sarung tangan karet pada saat bekerja. Mencuci tangan setiap akan memulai dan
setelah bekerja, mengenakan jas laboratorium, yang harus selalu ditinggal di dalam
laboratorium. Dari keluhan pasien ada hubungannya dengan pekerjaan.
D. Besarnya Pajanan
Besarnya pajanan pada pekerja laboratorium cukup besar dan salah satu penyebab yang paling
sering kelalaian dari individu itu sendiri. Salah satu contohnya yaitu Alat Pelindung Diri (APD)
yang kurang serta cara kerja yang kurang tepat atau tidak sesuai dengan SOP. Berdasarkan
bukti epidemiologisnya salah satunya petugas laboratorium memiliki resiko tinggi karena
kontak dengan penderita atau material seperti darah, tinja, feses dan air kemih.
E. Faktor Individu
Faktor individu punya peranan penting dalam penularan penyakit dilinkungan kerja. Status
kesehatan fisik, riwayat penyakit keluarga, dan kebiasaan berolahraga punya peranan dalam hal
ini. Kesehatan mental dan higine perorangan juga mempengaruhi.
F. Faktor Lain di Luar Pekerjaan
Faktor lain di akibatkan seperti apakah ada kebiasaan merokok, hobi ,pajanan di rumah.
G. Diagnosis Okupasi
Berdasarkan langkah-langkah pemeriksaan dan gejala seperti lemas, sering demam, BAK
seperti teh, sclera ikterik, hepar teraba 1 jari dibawah arcus costae dan hasil laboratorium AST
dan ALT meningkat pasien menderita Hepatitis B ec PAK.
DIAGNOSIS
A. Diagnosis Kerja
1. Hepatitis B ec PAK merupakan Hepatitis B didefinisikan sebagai suatu penyakit yang
disebabkan oleh Virus. Hepatitis B (VHB) dan ditandai dengan suatu peradangan yang
terjadi pada organ tubuh seperti hati (Liver). Penyakit ini banyak dikenal sebagai penyakit
kuning, padahal penguningan (kuku, mata, kulit) hanya salah satu gejala dari penyakit
Hepatitis itu.
B. Diagnosis Banding
1. Hepatitis A
2.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. HBsAg (hepatitis B surface antigen) adalah satu dari penanda yang muncul dalam serum
selama infeksi dan dapat dideteksi 2-8 minggu sebelum munculnya kelainan kimiawi dalam
hati atau terjadinya jaundice (penyakit kuning). Jika HBsAg berada dalam darah lebih dari 6
bulan berarti terjadi infeksi kronis. Pemeriksaan HBsAg bisa mendeteksi 90% infeksi akut.
Fungsi dari pemeriksaan HBsAg diantaranya :
1. Indikator paling penting adanya infeksi virus hepatitis B
2. Mendiagnosa infeksi hepatitis akut dan kronik
3. Tes penapisan (skrining) darah dan produk darah (serum, platelet, dll)
4. Skrining kehamilan
B. Anti HBs (antobodi terhadap hepatitis B surface antigen) timbul setelah tiga bulan terinfeksi
dan menetap. Kadar Anti-HBs jarang mencapai kadar tinggi dan pada 10-15% pasien dengan
Hepatitis B akut tidak pernah terbentuk antibodi. Anti HBs diinterpretasikan sebagai kebal atau
dalam masa penyembuhan. Dulu, diperkirakan HBsAg dan anti HBs tidak mungkin dijumpai
bersama-sama, namun ternyata sepertiga carrier HBsAg juga memiliki HBsAntibodi. Hal ini
dapat disebabkan oleh infeksi simultan dengan sub-tipe yang berbeda.
C. Anti HBc (antibodi terhadap antigen inti hepatitis B), terdiri dari 2 tipe yaitu Anti HBc IgM dan
anti HBc IgG.
ETIOLOGI
Berdasarkan penyebab terjadinya Hepatitis B ec PAK dikarenakan APD yang kurang. Penyebab
PAK paling sering bahaya potensial biologis seperti jamur, bakteri, parasit, dan virus. Virus paling
sering terjadi dalam hal PAK. VHB mudah ditularkan kepada semua orang. Penularannya dapat
melalui darah atau bahan yang berasal dari darah, cairan semen (sperma), lendir kemaluan wanita
(Sekret Vagina), darah menstruasi.
EPIDEMIOLOGIS
Setiap tahun terjadi 800.000 kasus luka tusuk jarum suntik bekas pada petugas kesehatan di
Amerika Serikat. Di banyak negara berkembang resiko perlukaan karena jarum suntikan dan
pajanan terhadap darah dan cairan tubuh jauh lebih tinggi.
GEJALA KLINIK
Munculnya gejala ditentukan oleh beberapa faktor seperti usia pasien saat terinfeksi, kondisi
kekebalan tubuh dan pada tingkatan mana penyakit diketahui.
Gejala dan tanda antara lain :
1. Mual-mual (Nausea)
2. Muntah-muntah (Vomiting) disebabkan oleh tekanan hebat pada liver sehingga membuat
keseimbangan tubuh tidak terjaga
3. Diare
4. Anorexia yaitu hilangnya nafsu makan yang ekstrem dikarenakan adanya rasa mual
5. Sakit kepala yang berhubungan dengan demam, peningkatan suhu tubuh Penyakit kuning
(Jaundice) yaitu terjadi perubahan warna kuku, mata dan kulit
PENATALAKSANAAN
Tidak ada pengobatan spesifik untuk hepatitis virus, akan tetapi secara umum penatalaksanaan
pengobatan hepatitis adalah sebagai berikut :
A. Istirahat
Pada periode akut dan keadaan lemah diharuskan cukup istirahat. Istirahat mutlak tidak
terbukti dapat mempercepat penyembuhan. Kecuali mereka dengan umur tua dan keadaan
umum yang buruk.
B. Diet
Jika pasien mual, tidak ada nafsu makan atau muntah – muntah, sebaiknya diberikan infus.
Jika tidak mual lagi, diberikan makanan cukup kalori (30-35 kalori/kg BB) dengan protein
cukup (1 gr/kg BB), yang diberikan secara berangsur – angsur disesuaikan dengan nafsu makan
klien yang mudah dicerna dan tidak merangsang serta rendah garam (bila ada resistensi
garam/air).
C. Medikamentosa
Kortikosteroid tidak diberikan bila untuk mempercepat penurunan billiburin darah.
Kortikosteroid dapat digunakan pada kolestatis yang berkepanjangan, dimana transaiminase
serumsudah kembali normal tetapi billburin masih tinggal. Pada keadaan ini dapat dberikan
prednisone 3 x 10 mg selama 7 hari, jangan diberikan antimetik, jika perlu sekali dapat
diberikan fenotiazin. Vitamin K diberikan pada kasus dengan kecenderungan perdarahan. Bila
pasien dalam keadaan perkoma atau koma, penanganan seperti pada koma hepatic.
Dalam pengobatan hepatitis B kronik, titik akhir yang sering di pakai adalah hilangnya
petanda replikasi virus yang aktif secara menetap (HbeAg dan VHB DNA). Pada umumnya,
serokonversi dari HbeAg menjadi anti-Hbe disertai dengan hilangnya DNA VHB dalam serum
dan meredanya penyakit hati. Pada kelompok pasien hepatitis B kronik HbeAg negatif,
serokonvers HbeAg tidak daat dipakai sebagai titik akhir terapi dan respons terapi hanya dapat
dinilai dengan pemeriksaan DNA VHB.
Pada saat ini dikenal 2 kelompok terapi untuk hepatitis B yaitu:
1. Terapi dengan Imunomodulator
a. Interferon (IFN) alfa.
IFN adalah kelompok protein intraseluler yang normal ada dalam tubuh dan
diproduksi oleh barbagai macam sel. INF alfa diproduksi oleh limfosit B, IFN beta
diproduksi oleh monosit fibroepitelial, dan IFN gamma diproduksi oleh sel limfosit T.
Produksi IFN dirangsang oleh berbagai macam stimulasi terutama infeksi virus.
Beberapa khasiat IFN adalah aktivitas antivirus, imunomodulator, anti proliferatif, dan anti
fibrotik. IFN tidak memiliki khasiat anti virus langsung tetapi merangsang terbentuknya
berbagai macam protein infeksi virus.
Dalam proses terjadinya aktivitas antivirus, IFN mengadakan interaksi dengan
reseptor Ifn yang terdapat pada membran sitoplasma sel hati yang diikuti dengan
diproduksinya protein efektor. Salah satu protein yang terbentuk adalah 2’, 5’-
oligoadenylate synthetase (OAS) yang merupakan suatu enzim yang berfungsi dalam
rantai terbentuk aktivitas antivirus.
Khasiat IFN pada hepatitis B terutama disebabkan oleh khasiat imunomodulator.
Penelitian menunjukan bahwa pasien hepatitis B kronis sering didapat penurunan produksi
IFN. Sebagai salah satu akibataya terjadi gangguan penampilan molekul HLA kelas I pada
membran hepatosit yang sangat diperlukan agar sel T sitotoksik dapat mengenali sel-sel
hepatosit yang terkena infeksi VHB. Sel-sel tersebut menampilkan antigen sasaran (target
antigen) VHB pada membran hepatosit.
IFN adalah salah satu pilihan untuk pengobatan pasien hepatitis B kronik dengan
HBeAg positif, dengan aktivitas penyakit ringan sampai sedang, yang belum mengalami
sirosis. Pengaruh pengobatan IFN dalam menurunkan replikasi virus telah banyak
dilaporkan dari berbagai laporan penelitian yang menggunakan follow-up jangka panjang.
b. PEG Interferon.
Penambahan polietilen glikol (PEG) menimbulkan senyawa IFN den gan umur paruh yang
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan IFN biasa. Dalam suatu penelitian yang
membandingkan pemakaian PEG IFN alfa 2a dengan dosis 90,180, atau 270 mikrogram tiap
minggu selama 24 minggu menimbulkan penurunan DNA VHB yang lebih cepat
dibandingkan dengan IFN biasa yang diberikan 4,5 MU 3 x seminggu. Serokonversi
HBeAg pada kelompok PEG IFN pada masing-masing dosis adalah 27, 33,37% dan pada
kelompok IFN biasa sebesar 25%.
- Penggunaan steroid sebelum terapi IFN.
Pemberian steroid pada pasien Hepatitis B Kronik HBsAg positif yang kemnudian
dihentikan mendadak akan menyebabkan flare up yang disertai dengan kenaikan
konsentrasi ALT. Beberapa penelitian awal menunjukkan. Bahwa steroid withdrawl
yang diikuti dengan pemberian IFN lebib efektif dibandingkan dengan pemberian IFN
saja, tetapi hal itu tidak terbukti dalam penelitian skala besar. Karena itu steroid
withdrawl yang diikuti dengan pemberian IFN tidak dianjurkan secara rutin.
- Timosin Alfa 1
Timosin adalah suatu jenis sitotoksin yang dalam keadaan alami ada dalam ekstrak pinus.
Obat ini sudah dapat dipakai untuk terapi baik sebagai sediaan parenteral maupun
oral. Timosin alfa 1 merangsang fungsi sel limfosit. Pemberian Timosin alfa 1 pada
pasien hepatitis B kronik dapat menurunkan replikasi VHB dan menurunkan
konsentrasi atau menghilangkan DNA VHB. Keunggulan obat ini adalah tidak adanya
efek samping seperti IFN. Dengan kombinasi dengan IFN, obat ini meningkatkan
efektivitas IFN.
- Vaksinasi Terapi.
Salah satu langkah maju dalam bidang vaksinasi hepatitis B adalah kemungkinan
penggunaan vaksin Hepatitis B untuk pengobatan infeksi VHB. Prinsip dasar
vaksinasi terapi adalah fakta bahwa pengidap VHB tidak memberikan respons
terhadap vaksin Hepatitis B konvensional yang mengandung HBsAg karena individu-
individu tersebut mengalami imunotoleransi terhadap HBsAg. Suatu vaksin terapi yang
efektif adalah suatu vaksin yang kuat yang dapat mengatasi imunotoleransi tersebut.
Salah satu dasar vaksinasi terapi untuk hepatitis B adalah penggunaan vaksin yang
menyertakan epiiop yang mampu merangsang sel T sitotoksik yang bersifat
Human Leucocyte Antigen (HLA)-restricted, diharapkan sel T sitotoksik tersebut mampu
menghancurkan sel-sel hati yang terinfeksi VHB. Salah satu strategi adalah
penggunaan vaksin yang mengandung protein pre-S. Strategi kedua adalah menyertakan
antigen kapsid yang spesifik untuk sel limfosit T sitotoksik (CTL). Strategi ketiga adalah
vaksin DNA.
PENCEGAHAN
Prinsip pencegahan pada pada penyakit akibat pajanan faktor biologik atau PAK:
A. Penerapan higine perorangan
B. Cara kerja yang aman
C. Pemakaian alat pelindung diri yang sesuai
D. Proteksi yang spesifik (imunisasi atau profilaksis)
E. Deteksi dini (medical check up)
F. Penyuluhan tentang potensi bahaya, gangguan kesehatan yang mungkin timbul dan cara kerja
yang aman.