Tugassss Ekologi Gizi

26
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk dapat mempertahankan hidup dan karenanya kecukupan pangan bagi setiap orang setiap waktu merupakan hak azasi yang layak dipenuhi. Berdasar kenyataan tersebut masalah pemenuhan kebutuhan pangan bagi seluruh penduduk setiap saat di suatu wilayah menjadi sasaran utama kebijakan pangan bagi pemerintahan suatu negara. Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Ketahahan pangan merupakan bagian dari ketahahan ekonomi nasional yang berdampak besar pada seluruh warga negara yang ada dalam Indonesia. Berdasarkan Undang-undang Pangan Nomor: 18 Tahun 2012, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Ketika kondisi pangan bagi negara sampai dengan perorangan tidak erpenuhi maka kondisi yang akan terjadi adalah kondisi kerawanan pangan. Sumber lain memaparkan hal yang lebih memprihatinkan lagi, tercatat 2 sampai 4 dari 10 anak balita di 72 kabupaten terkena busung lapar, sekitar 11 juta dari 13 juta anak usia sekolah di

description

Tugassss Ekologi Gizi

Transcript of Tugassss Ekologi Gizi

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk dapat mempertahankan hidup dan karenanya kecukupan pangan bagi setiap orang setiap waktu merupakan hak azasi yang layak dipenuhi. Berdasar kenyataan tersebut masalah pemenuhan kebutuhan pangan bagi seluruh penduduk setiap saat di suatu wilayah menjadi sasaran utama kebijakan pangan bagi pemerintahan suatu negara. Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Ketahahan pangan merupakan bagian dari ketahahan ekonomi nasional yang berdampak besar pada seluruh warga negara yang ada dalam Indonesia. Berdasarkan Undang-undang Pangan Nomor: 18 Tahun 2012, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Ketika kondisi pangan bagi negara sampai dengan perorangan tidak erpenuhi maka kondisi yang akan terjadi adalah kondisi kerawanan pangan.Sumber lain memaparkan hal yang lebih memprihatinkan lagi, tercatat 2 sampai 4 dari 10 anak balita di 72 kabupaten terkena busung lapar, sekitar 11 juta dari 13 juta anak usia sekolah di seluruh Indonesia kini mengalami anemia gizi (republika.co.id). Fenomena tersebut sungguh ironi yang memilukan, karena terjadi di negara agraris dan maritim terbesar di dunia, memiliki kekayaan alam yang luar biasa banyaknya. Indonesia dikenal sebagai negara agraris dan maritim terbesar, namun pada kenyataanya masih sangat banyak rakyatnya yang kelaparan dan terkena gizi buruk.Kerawanan pangan di Indonesia dapat diketahui dari tingkat kecukupan gizi masyarakat yang diukur dari Angka Kecukupan Gizi (AKG). AKG merupakan tingkat konsumsi zat-zat gizi esensial yang dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi hampir semua orang sehat di suatu negara. AKG diperoleh dari data Susenas BPS yang dikumpulkan setiap triwulan dalam tahun. Angka kecukupan konsumsi kalori penduduk Indonesia per kapita per hari berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (WNPG) 2004 adalah 2000 kkal.

Terjadinya kondisi kerawanan pangan dapat disebabkan oleh banyak faktor, namun setidaknya dapat disebabkan oleh antara lain: (a) tidak adanya akses secara ekonomi bagi individu/rumah tangga untuk memeperoleh pangan yang cukup; (b) tidak adanya akses secara fisik bagi individu rumah tangga untuk memperoleh pangan yang cukup; (c) tidak tercukupinya pangan untuk kehidupan yang produktif individu/rumah tangga; dan (d) tidak terpenuhinya pangan secara cukup dalam jumlah, mutu, ragam, keamanan, serta keterjangkauan harga. Di samping itu, kerawananan pangan dapat dipengaruhi oleh daya beli masyarakat yang ditentukan oleh tingkat pendapatannya. Rendahnya tingkat pendapatan masyarakat dan menurunnya daya beli pangan akan memperburuk konsumsi energi dan protein masyarakat. Tragedi kerawanan pangan dan gizi memang sungguh ironis terjadi di Negara sesubur Indonesia. Padahal pemerintah terus berupaya meningkatkan dari APBN untuk bantuan bagi rakyat miskin diantaranya melauli asuransi lesehatan rakyat miskin (Askeskin). Jika pada tahun 2005 anggaran yang disiapkan untuk rakyat miskin (Askeskin) adalah sebesar 2,3 triliun, tahun 2006 sebesar 3,6 triliun, tahun 2007, 2,2 triliun dan untuk 2008 dianggarkan 4,6 triliun (lampungnews.com).

B. Rumusan MasalahDari latar belakang diatas dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa pengertian kewaspadaan, ketahanan pangan dan ketahanan nasional?2. Bagaimana sistem kewaspadaan pangan dan gizi di Indonesia?3. Bagaimana konsepsi kewaspadaan nasional terhadap ketahanan pangan dan factor-faktor yang mempengaruhinya?4. Bagaimana pengaruh ketahanan pangan terhadap gizi kesehatan masyarakat?C. Tujuan1. Untuk mengetahui pengertian kewaspadaan, ketahanan pangan dan ketahanan nasional?

2. Untuk mengetahui sistem kewaspadaan pangan dan gizi di Indonesia?

3. Untuk mengetahui konsepsi kewaspadaan nasional terhadap ketahanan pangan dan factor-faktor yang mempengaruhinya?

4. Untuk mengetahui pengaruh ketahanan pangan terhadap gizi kesehatan masyarakat?

BAB II

ISIA. Pengertian Kewaspadaan, Ketahanan pangan dan Ketahanan Nasional

1)Kewaspadaan Nasional(Padnas) adalah suatu sikap dalam hubungannya dengan nasionalisme yang dibangun dari rasa peduli dan rasa tanggung jawab serta perhatian warga negara terhadap kelangsungan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dari suatu potensi ancaman. Padnas juga sebagai suatu kualitas kesiapan dan kesiagaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia untuk mampu mendeteksi, mengantisipasi sejak dini dan melakukan aksi pencegahan berbagai bentuk dan sifat potensi ancaman terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia. Padnas dapat juga diartikan manispestasi kepedulian dan rasa tanggung jawab bangsa Indonesia terhadap keselamatan dan kedudukan bangsa dan negara Kesatuan R.I.

2)Ketahanan Panganmerupakan suatu sistem yang terdiri dari subsistem ketersediaan, distribusi, dan konsumsi. Subsistem ketersediaan pangan berfungsi menjamin pasokan pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, baik dari segi kuantitas, kualitas, keragaman dan keamanannya. Subsistem distribusi berfungsi mewujudkan sistem distribusi yang efektif dan efisien untuk menjamin agar seluruh rumah tangga dapat memperoleh pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau. Sedangkan subsistem konsumsi berfungsi mengarahkan agar pola pemanfaatan pangan secara nasional memenuhi kaidah mutu, keragaman, kandungan gizi, keamanan dan kehalalannya. Dalam pasal 1 ayat 17 UU Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. 3)Ketahanan Nasionaladalah kondisi dinamik bangsa Indonesia yang meliputi segenap aspek kehidupan nasional yang terintegrasi, berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional, dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan baik yang datang dari luar maupun dari dalam, untuk menjamin identitas, integritas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan mencapai tujuan nasionalnya. B.Sistim Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG)

Salah satu instrumen untuk mengukur ketahanan pangan yang selama ini digunakan dalam memotret situasi pangan suatu wilayah adalah Food and Nutrition Surveillance System (FNSS) atau di Indonesia dikenal sebagai Sistim Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG). Konsep ini mulai diadopsi dan diterapkan di negara-negara berkembang pada tahun 1976. Sementara di Indonesia SKPG dilaksanakan sejak 1979 yg dimulai di Lombok Tengah, NTB dan Boyolali, Jawa Tengah, kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Dit. Sesuai dengan fungsi dan kegunaannya indikator SKPG dikategorikandalam 3 (tiga) kelompok utama yaitu:

(1). Indikator untuk pemetaan situasi pangan dan gizi 1 tahun di kecamatan,kabupaten/kota, provinsi maupun nasional dengan menggunakan 3 indikatoryang digabungkan secara komposit yaitu:

a) indikator pertanian, dengan memperhatikan bahwa potensi pertanian pangan antar wilayah sangat beragam maka akan didekati dengan beberapa alternatif yang mungkin dan cocok diterapkan pada suatu wilayah pengamatan.

b) indikator kesehatan yaitu Prevalensi Kekurangan Energi Protein (KEP).

c) indikator sosial yaitu persentase keluarga miskin.

(2). Indikator untuk peramalan produksi secara periodik (bulanan, triwulan,musiman atau tahunan) khusus untuk kondisi produksi pertanian yaitu:

-luas tanam

-luas kerusakan

-luas panen dan produktivitas

(3). Indikator untuk pengamatan gejala kerawanan pangan dan gizi yaitu:kejadian-kejadian yang spesifik lokal (indikator lokal) yang dapat dipakaiuntuk mengamati ada/tidaknya gejala rawan pangan dan gizi

C. Pembahasan Konsepsi Implementasi Kewaspadaan Nasional terhadapKetahanan Pangan dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi.Thomas Malthus mengatakan bahwa jumlah manusia meningkat secara eksponensial, sedangkan usaha pertambahan persediaan pangan hanya dapat meningkat secara aritmatika. Dalam perjalanan sejarah dapat dicatat berbagai peristiwa kelaparan lokal yang kadang-kadang meluas menjadi kelaparan nasional yang sangat parah di berbagai negara. Permasalahan ini adalah ciri sebuah negara yang belum mandiri dalam hal ketahanan pangan (Nasoetion, 2008).

Kebutuhan pangan di dunia semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di dunia. Pada tahun 1930, penduduk dunia hanya 2 miliar dan 30 tahun kemudian pada tahun 1960 baru mencapai 3 miliar. Pada era tahun 2000an penduduk dunia melonjak hingga mencapai kurang lebih 6 miliar penduduk. Tentu saja pertumbuhan penduduk ini mengkibatkan berbagai permasalahan diantaranya kerawanan pangan. Di Indonesia, permasalahan pangan tidak dapat dihindari, walaupun Indonesia dikenal sebagai negara agararis yang sebagian besar penduduknya adalah petani.

Namun, dalam kenyataannya masih banyak kekurangan pangan yang melanda Indonesia, hal ini seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Bertambahnya penduduk bukan hanya menjadi satu-satunya permasalahan yang menghambat untuk menuju ketahanan pangan nasional. Persoalan berkurangnya lahan pertanian yang dikonversi menjadi pemukiman dan lahan industri, juga telah menjadi ancaman dan tantangan tersendiri bagi bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang mandiri dalam bidang pangan.

Subsistem ketersediaan pangan berfungsi menjamin pasokan pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, baik dari segi kuantitas, kualitas, keragaman dan keamanannya. Subsistem distribusi berfungsi mewujudkan sistem distribusi yang efektif dan efisien untuk menjamin agar seluruh rumah tangga dapat memperoleh pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau. Sedangkan subsistem konsumsi berfungsi mengarahkan agar pola pemanfaatan pangan secara nasional memenuhi kaidah mutu, keragaman, kandungan gizi, kemananan dan kehalalannya.

Situasi ketahanan pangan di Indonesia dipadang masih lemah. Hal ini ditunjukkan antara lain oleh: (a) jumlah penduduk rawan pangan (tingkat konsumsi < 90% dari rekomendasi 2.000 kkal/kap/hari) dan sangat rawan pangan (tingkat konsumsi