Tugas Uts Teokom Bhayu Sugarda

11

Click here to load reader

description

This is one of my assignment for my Master\'s degree on communication at Mercu Buana University - Indonesia

Transcript of Tugas Uts Teokom Bhayu Sugarda

Page 1: Tugas Uts Teokom   Bhayu Sugarda

Tugas Ujian Tengah Semester

Teori Komunikasi

Judul: “TULISAN SAMUEL MULIA DILIHAT DARI PERSPEKTIF ILMU

KOMUNIKASI”

NIM: 55208120048

Name: Bhayu Sugarda

Subject: Communication Theories

Lecturer: Ahmad Mulyana

Tulisan Samuel Mulia merupakan salah satu rubrik tetap di Kompas Edisi Minggu. Tulisannya

berada di bawah kolom “Parodi”. Samuel Mulia menulis soal kehidupan sehari-hari dan melihatnya

dari perspektif yang unik sehingga membuat pembaca mampu melihat cermin hidup mereka dan

menertawakannya.

Kompas memang benar menempatkannya pada kolom “Parodi”, karena Samuel Mulia tidak

menulis untuk menyampaikan opininya secara ilmiah. Ia menyampaikan opininya dengan cara yang

lebih personal. Pesan yang ingin ia sampaikan dikemas dengan menggiring pembacanya melalui

pola pikir tertentu. Setting pemikiran ditetapkan di awal tulisannya sebelum mengajak pembaca

menelusuri pola pikir yang berujung pada kesimpulan dari inti permasalahan.

Isu yang menjadi berita utama juga tak lolos dari pembahasannya. Samuel Mulia menyampaikan

pemikirannya tentang isu tertentu layaknya masyarakat, pembaca Kompas khususnya, menyikapi

isu-isu tertentu. Pesan yang disampaikannya pun tak selamanya jelas. Seringkali ia tak merasa perlu

menjelaskan lebih jauh apa yang ingin disampaikannya, karena pembaca diharapkan

menerjemahkan sendiri tulisannya.

Salah satu artikel menarik yang ditulisnya bertajuk “Takut”. Artikel itu terbit di koran Kompas Edisi

Minggu, 2 Maret 2008. Dalam tulisannya itu, Samuel Mulia bercerita tentang bagaimana seseorang

perlu takut menghadapi Tuhan agar tidak takut menghadapi segala hal yang berbau duniawi. Di

awal tulisannya, ia mengajak pembaca mengikuti dialog dalam film “In The Valley of Elah”. Dialog

itu menceritakan kemenangan Nabi Daud menjatuhkan lawannya. Tokoh dalam film itu

menginterpretasikan kemenangan Nabi Daud sebagai hasil dari mengalahkan ketakutan yang ada

dalam dirinya sendiri. Namun, di badan tulisannya Samuel Mulia justru menekankan bahwa untuk

mencapai kemenangan duniawi seseorang harus takut dulu pada Tuhannya. Lalu pasa pesan yang

Page 2: Tugas Uts Teokom   Bhayu Sugarda

ingin disampaikannya?

Pesan dalam tulisannya memang menarik untuk dikupas melalui perspektif teori komunikasi.

Tulisan Samuel Mulia berjudul “Takut” akan dibahas melalui perspektif teori komunikasi yang

berkaitan dengan pesan. Pembahasan akan diawali dengan perspektih tradisi Semiotik,

Sosiokultural, Sosiopsikologikal dan diakhir dengan tradisi Fenomenologikal.

TRADISI SEMIOTIK

Samuel Mulia membuka tulisannya dengan mengedepankan simbol orang kecil sebagai kaum

lemah melawan raksasa sebagai kaum berkuasa. Simbol itu disampaikannya melalui cerita tentang

Nabi Daud melawan raksasa. Kisah klasik Nabi Daud itu umum digunakan untuk menceritakan

kemenangan dari situasi yang sulit atau bahkan kemenangan yang nyaris tidak mungkin terjadi.

Kisah klasik itu diceritakan melalui dialog dari film “In The Valley of Elah”. Tanpa mengetahui

konteks atau latar belakang saat dialog itu terjadi dalam film, pembaca digiring untuk mengikuti

pola pikir tokoh yang terlibat dalam pembicaraan itu. Namun, peran kedua tokoh dalam dialog

diungkap Samuel Mulia karena cukup untuk menjelaskan duduk perkara yang dibahas dalam

dialog. Dalam hal ini, Tommy Lee Jones sebagai orang bijak yang dianggap lebih tahu soal asam

garamnya dunia dan lawan bicaranya anak dari peran Charlize Theron dalam film yang ingin

berguru kepada Tommy.

Tommy menegaskan kepada anak itu bahwa untuk menang dalam situasi sulit seseorang harus

mampu mengalahkan rasa takut dalam dirinya sendiri. Inilah premis yang digunakan sebagai tulang

belakang tulisan Samuel Mulia. Pemaknaan simbol yang digunakannya pun disesuaikan dengan

premis itu, sehingga ia tidak merasa perlu menjelaskan konteks saat dialog itu terjadi dalam film.

Dalam teori komunikasi, Susanne Langer1 meyakini bahwa makna merupakan hubungan kompeks

antara simbol, obyek dan individu. Hubungan antara simbol dengan obyek disebut sebagai denotasi

sedangkan hubungan simbol dengan individu adalah konotasi. Simbol kisah klasik Nabi Daud

sebagai obyek bisa diartikan berbagai macam. Namun, saat diletakkan pada konteks dialog antara

tokoh atau individu dalam film “In The Valley of Elah” simbol itu memiliki makna berbeda karena

dikaitkan dengan rasa takut.

1 Littlejohn, Stephen W, p.102, Theories of Human Communications, 2005 Wadsworth

Page 3: Tugas Uts Teokom   Bhayu Sugarda

Lebih jauh, penggunaan simbol Nabi Daud dan raksasa itu bisa ditelaah menggunakan teori

semiotik yang dikembangkan Roland Barthes2. Barthes mengembangkan teori semiotik yang dibuat

Ferdinand De Saussure bahwa “sign” atau tanda merupakan gabungan dari penanda (“signifier”)

dan hal atau obyek sebagai makna dari penanda (“signified”).

Penanda dalam hal ini adalah cerita klasik Nabi Daud dan Goliath dalam agama Yahudi dan Jalut

menurut agama Islam. Sedangkan hal sebagai makna dari penanda adalah:

kemenangan dari seorang yang lemah

rasa takut yang dihadapi dan bukan dihindari

serta menaklukkan rasa takut dalam diri sebelum menghadapi rasa takut akibat faktor

ekternal.

Ini adalah tanda (“sign”) dalam sistem konotasi berdasarkan dialog yang terjadi antara peran

Tommy Lee Jones dan anak dari peran Charlize Theron. Namun, pemaknaan ini sendiri merupakan

pergeseran dari makna sebenarnya dari cerita klasik itu. Dalam agama Yahudi makna yang

terkandung di dalamnya adalah kemenangan pengikut Tuhan atas pengikut Sihir. Dalam agama

Islam, makna yang terkandung di dalamnya adalah kemenangan pengikut Allah SWT atas kaum

Kafir. Sementara dalam agama Kristen, adalah kemenangan kaum Nasrani atas Setan yang

Terkutuk. Menurut Barthes, makna awal cerita klasik itu merupakan tanda dari sistem denotasi.

Samuel Mulia dengan sengaja menggunakan makna dari cerita klasik itu, yang telah bergeser dari

makna awal, karena bisa digunakan untuk memperkuat premis tulisannya. Ia pun memberikan

makna baru pada cerita klasik Nabi Daud di akhir tulisannya dengan memberikan analogi “raksasa”

pada segala rintangan atau hambatan besar yang dihadapi setiap hari oleh semua orang. Ia pun

memberikan solusi untuk menaklukkan rasa takut dalam diri sendiri, yaitu mendekatkan diri kepada

Tuhan Yang Maha Esa.

TRADISI SOSIOKULTURAL

Usai meletakkan apa arti ketakutan sejati dan bagaimana mengatasinya, Samuel Mulia mulai

menggiring pembaca untuk memahami apa artinya menghadapi raksasa dalam kehidupan sehari-

hari mereka. Ia melakukannya dengan membawa pembaca ke sebuah situasi yang bisa lebih mereka

mengerti dibanding kisah klasik Nabi Daud melawan raksasa Jalut atau situasi saat dialog dalam

film “In the Valley of Elah” itu terjadi. Situasi yang dipilihnya adalah berada dalam sebuah

2 Griffin, E.M., p.357, A First Look at Communication Theories, 2003, McGraw Hill

Page 4: Tugas Uts Teokom   Bhayu Sugarda

penerbangan dan terjadi goncangan hebat yang mengakibatkan ketakutan pada penumpangnya.

Karena bagian ini melibatkan situasi di atas udara pada ketinggian beribu-ribu kaki di atas tanah,

maka ia memberikan judul “Atas vs bawah” untuk menceritakan bagian ini dalam tulisannya.

Dalam narasinya, Samuel Mulia menempatkan dirinya sebagai tokoh utama di bagian ini. “Saya”

mulai berdo'a kepada Tuhan saat pesawat yang ditumpanginya melaju menuju landas pacu. Samuel

Mulia memandang hubungan “Saya” dan Tuhan secara sinis. Sejumlah kata yang digunakannya

untuk menggambarkan komunikasi antara “Saya” dan Tuhan adalah “merayu” dan “melapor”,

sehingga dengan begitu menempatkan Tuhan pada posisi yang sama dengan seorang kekasih atau

atasan seseorang. Dengan kata lain, narasi itu menggambarkan bahwa “Saya” cenderung

merendahkan Tuhan.

Kenneth Burke3 menjelaskan dalam teorinya bahwa saat simbol mempersatukan orang ke arah

sebuah pemahaman atau pengertian yang sama maka identifikasi telah terjadi. Dari perspektif teori

Burke, maka yang dilakukan Samuel Mulia di bagian ini adalah menciptakan identifikasi idealistik

melalui eksplorasi perasaan, nilai dan sikap dari “Saya”. Setelah itu, ia semakin menguatkan

identifikasi dan pemahaman akan bahasa yang digunakan antara dirinya dan pembaca dengan

menggelitik rasa bersalah pembaca.

Dalam do'anya, “Saya” menyampaikan daftar dosanya kepada Tuhan. Dosa yang disebutkannya

dimulai dengan tindakan yang secara moral dianggap paling rendah – yaitu menjadi simpanan –

hingga tindakan yang secara moral nyaris tidak memiliki implikasi walaupun seringkali terjadi –

yaitu berzinah dengan seseorang dalam pikiran semata. Burke meyakini bahwa identifikasi bisa

tercipta melalui rasa bersalah, karena manusia memiliki sifat:

cenderung menghakimi secara moral

ingin mencapai kesempurnaan

cenderung menempatkan dirinya pada struktur hirarki tertentu

Samuel Mulia lalu mulai mengeksplorasi ketakutan yang terjadi pada “Saya” saat pesawat yang

ditumpanginya harus menerjang hujan lebat dan badai. Ia pun mulai menggambarkan situasi yang

menyebabkan ketakutan itu. “Raksasa” yang disebutkan di awal tulisan kembali dimunculkan

sebagai perwakilan sesuatu yang mengancam “Saya”. Tapi di bagian ini, Samuel Mulia mulai

mengubah strategi bahasa yang digunakannya menjadi lebih personal seperti “cenut-cenut”,

“komat-kamit”, “lha wong” dan “Malaslah yao.”.

3 Littlejohn, Stephen W, p.111, Theories of Human Communications, 2005 Wadsworth

Page 5: Tugas Uts Teokom   Bhayu Sugarda

Gaya personal seperti ini merupakan gaya bahasa yang disebut sebagai gaya bahasa feminin. Karlyn

Kohrs Campbell4 meyakini pesan yang disampaikan menggunakan gaya feminin cenderung lebih

efektif untuk tujuan-tujuan tertentu, seperti memberi semangat kepada komunikannya. Karakteristik

gaya bahasa feminin antara lain personal dan terbuka. Kenyataan bahwa Samuel Mulia adalah

seorang homoseksual5 dan berperan sebagai perempuan di tempat tidur turut mendukung

interpretasi penggunaan gaya bahasa feminin dalam tulisannya.

TRADISI SOSIOPSIKOLOGIKAL

Samuel Mulia menulis dengan sangat hati-hati. Pesan yang ingin disampaikannya dikonstruksi

secara sistematis agar bisa dipahami. Ia mulai dari gaya bahasa formal untuk membahas pesannya

secara umum di awal tulisannya sebelum mengubah gaya bahasanya menjadi lebih personal saat

memasuki narasi yang terjadi dalam ruang lingkup personal tokoh utamanya yaitu “Saya”. Bagi

penggemar tulisannya, gaya bahasa yang digunakannya sudah sangat familiar. Tapi bagi pembaca

baru, gaya bahasa formalnya di awal tulisan tetap bisa diterima dengan mudah karena merupakan

gaya bahasa yang selayaknya digunakan dalam perkenalan antara 2 orang.

Ketika sang tokoh utama mulai terbuka kepada pembaca pada tingkat personal gaya bahasa yang

digunakan pun berubah. Samuel Mulia mengawali langkah pembaca ke ruang personal “Saya”

dengan situasi di kabin pesawat sebelum bergerak lebih personal lagi dengan membawa pembaca

ke ruang tidur “Saya”. Ruang personal itu semakin dekat sehingga Samuel Mulia pun memberikan

judul sendiri di bagian ini yaitu “Pasang Weker”.

Sistematika penyampaian pesan ini disebut Action Assembly, sesuai dengan teori yang

dikembangkan John Greene6. Penulis dengan sengaja menyampaikan pesannya dengan urutan

tertentu dan gaya bahasa tertentu untuk menciptakan dampak yang diinginkannya terjadi pada

pembaca.

Secara lebih spesifik, penggunaan kata-kata seperti “koaya roaya” dan “riyep-riyep” bisa masuk

kategori pesan yang sentris personal. Jesse Delia7 meyakini bahwa penyampaian pesan yang dengan

sengaja mengikuti pola komunikasi komunikan mampu memberi dampak lebih efektif dalam

4 Littlejohn, Stephen W, p.114, Theories of Human Communications, 2005 Wadsworth5 RDI, 29 April 2009, http://entertainment.kompas.com/read/xml/2009/04/29/e131841/Samuel.Mulia.Tinggalkan.

Seks.Bebas..Tapi.Tetap.Gay6 Littlejohn, Stephen W, p.115, Theories of Human Communications, 2005 Wadsworth7 Griffin, E.M., p.117, A First Look at Communication Theories, 2003, McGraw Hill

Page 6: Tugas Uts Teokom   Bhayu Sugarda

komunikasi itu. Dalam hal ini, terkesan Samuel Mulia ingin mengikuti pola komunikasi orang Jawa

agar bisa lebih mendekatkan pembaca dari suku Jawa dengan materi tulisannya. Mungkin ini

berkaitan dengan target audiens Kompas yang memang cenderung Kristiani dan Jawa sentris.

Namun, Samuel Mulia juga tidak menutup kemungkinan ada pembacanya yang beragama Islam.

Karena itu ia pun menggunakan narasi di bagian akhir tulisannya sebagai berikut, “...kalau hari

masih subuh dan mata masih riyep-riyep.”. Apa yang dilakukan Samuel Mulia di sini menurut

Barbara O'Keefe8 adalah Logika Desain Retorikal yang digunakan untuk membentuk pesan agar

memberi dampak seperti yang diinginkan. Secara lebih spesifik, narasi yang digunakan Samuel

Mulia untuk mendekatkan kaum Muslim ke dalam materi pembahasannya disebut sebagai

Kesetiaan Naratif. Menurut Walter Fisher9 kesetiaan naratif adalah kualitas dari cerita yang

memungkinkan kata-kata menjadi sesuatu yang dekat dengan kehidupan pendengar atau

pembacanya.

TRADISI FENOMENOLOGIKAL

Pemahaman tentang tulisan Samuel Mulia bisa diinterpretasikan melalui berbagai perspektif,

namun, pada akhirnya pesan apa sebenarnya yang ingin disampaikannya hanya dirinya yang tahu.

Layaknya sebuah parodi, tulisannya memang tidak sepenuhnya tanpa pesan tertentu. Pemahaman

akan tulisannya di lain pihak tetap diserahkan sepenuhnya kepada pembacanya.

Samuel Mulia sendiri mengakui bahwa dirinya suka menyindir karena jiwanya terluka akibat

hinaan10. Ia mengaku menulis seperti apa adanya sesuai dengan siapa dirinya. Samuel Mulia tidak

berusaha menjadi orang lain saat menulis.

Menurut Paul Ricoeur11 pesan ingin disampaikan Samuel Mulia dalam tulisannya mungkin bisa

sejalan dengan pemahaman pembacanya sampai pada tahap dimana pesan itu jadi milik

pembacanya. Untuk mengerti sepenuhnya makna pesan dalam tulisannya, seorang interperator perlu

memahami teks secara holistik dan lebih umum. Seperti misalnya kejadian besar apa yang terjadi

saat tulisan itu dibuat? Apa yang menjadi berita utama saat itu di harian Kompas?

Dalam pekan sebelum terbitnya tulisan Samue Mulia itu tidak ada yang menonjol terjadi atau

8 Griffin, E.M., p.120, A First Look at Communication Theories, 2003, McGraw Hill9 Griffin, E.M., p.328, A First Look at Communication Theories, 2003, McGraw Hill10 Algooth Putranto, 6 September 2008, http://aergot.wordpress.com/2008/09/06/samuel-mulia-on-interview/11 Littlejohn, Stephen W, p.129, Theories of Human Communications, 2005 Wadsworth

Page 7: Tugas Uts Teokom   Bhayu Sugarda

menjadi berita utama Kompas. Pada tingkat Nasional sejumlah berita menonjol antara lain upaya

pemerintah mengatasi inflasi, RUU Pemilu yang terkatung-katung, menjelang pengumuman BLBI

dan pengadilan Tommy Soeharto. Pada tingkat internasional perang urat syaraf antara John McCain

dan Barack Obama meruncing soal perang Irak. Tapi tidak ada indikasi kuat berita apa yang

dijadikan parodi oleh Samuel Mulia.

Selain itu penggunaan film “In the Valley of Elah” juga mungkin memiliki arti tersendiri, karena

pemahaman kisah Nabi Daud dan Raksasa Goliath pada agama Yahudi atau Jalut dalam Islam

disampaikan dalam konteks cerita film itu. Film “In the Valley of Elah” menceritakan kisah seorang

Ayah yang tergerak untuk mengungkap misteri kematian anaknya. Tommy Lee Jones berperan

sebagai Hank Deerfield yang baru saja diberitahu pihak Militer Amerika Serikat bahwa anak laki-

lakinya, Mike Deerfield, menjadi desertir di Irak. Belakangan diketahui bahwa anaknya itu tewas.

Hank pun menganggap ini sebagai kematian yang tidak wajar. Ia dibantu oleh seorang detektif

wanita yang diperankan Charlize Theron. Theron adalah seorang polisi wanita yang merawat

anaknya sendirian.

Jika penempatan film itu di bagian awal tulisan merupakan petunjuk untuk mengubungkan parodi

dengan peristiwa sebenarnya maka kemungkinan besar tulisan ini ada kaitannya dengan adu mulut

antara Obama melawan McCain soal Irak. Tapi siapa yang diharapkan tak memiliki rasa takut oleh

Samuel Mulia tak jelas – apakah Obama, ataukah masyarakat Irak?

REFERENSI:

- Littlejohn, Stephen W, Theories of Human Communications, 2005 Wadsworth

- Griffin, E.M., A First Look at Communication Theories, 2003, McGraw Hill

- Algooth Putranto, 6 September 2008, http://aergot.wordpress.com/2008/09/06/samuel-mulia-on-

interview/

- RDI, 29 April 2009, http://entertainment.kompas.com/read/xml/2009/04/29/e131841/

Samuel.Mulia . Tinggalkan.Seks.Bebas..Tapi.Tetap.Gay