tugas uts HAKI - devini.docx

22
1 MAKALAH HAKI Sistem Perlindungan Merek Di Indonesia Disusun Oleh : Devi Nur Indrawati ( 1113096000049 ) Kimia 3 B Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2014 [Type the author name]

Transcript of tugas uts HAKI - devini.docx

MAKALAH HAKISistem Perlindungan Merek Di Indonesia

Disusun Oleh :Devi Nur Indrawati ( 1113096000049 )

Kimia 3 BFakultas Sains dan TeknologiUIN Syarif Hidayatullah Jakarta2014

Kata Pengantar

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT sehingga dapat di selesaikan makalah HAKI ini dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini berjudul Sistem Perlindungan Merek di Indonesia . Terimakasih kepada Bapak Abdul Rozak, A.sastra. Selaku dosen mata kuliah HAKI ats bimbingannya selama ini. Makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan kita tentang merek dan cara perlindungan merek di Indonesia .Saya menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini , sehingga Saya membutuhkan saran dan kritik dari pembaca. Terimakasih.

Tangerang Selatan , 22 November 2014

Devi Nur Indrawati

Daftar Isi

Sistem Perlindungan Merek Di IndonesiaI. Pendahuluan1.1 Latar BelakangMerek telah lama digunakan sebagai alat untuk membedakan barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu perusahaan dari barang dan/atau jasa produksi perusahaan lain yang sejenis, atau digunakan untuk memberikan tanda dari produk yang dihasilkan. Dalam kedudukannya untuk memperkenalkan produksi suatu perusahaan, merek mempunyai peranan yang sangat penting bagi pemilik suatu produk. Hal ini disebabkan oleh fungsi merek itu sendiri untuk membedakan dalam memperkenalkan suatu barang dan/atau jasa dengan barang dan/atau jasa lainnya yang mempunyai kriteria dalam kelas barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi oleh perusahaan yang berbeda. Dengan memiliki suatu merek berarti telah dapat diterapkan salah satu strategi pemasaran, yaitu strategi pengembangan produk kepada masyarakat pemakai atau kepada masyarakat konsumen, dimana kedudukan suatu merek dipengaruhi oleh baik atau tidaknya mutu suatu barang yang bersangkutan. Jadi merek akan selalu dicari apabila produk atau jasa yang menggunakan merek mempunyai mutu dan karakter yang baik yang dapat digunakan untuk mempengaruhi pasar.Merek merupakan bagian dari HAKI yang menembus segala batas. Dimana-mana ada usaha untuk memberikan perlindungan secara lebih besar. Berdasarkan ketentuan Pasal 15 ayat (1) ini, setiap tanda atau gabungan dari tanda-tanda yang dapat membedakan barang dan jasa suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya dapat dianggap sebagai merek dagang. Tanda semacam itu, khususnya, kata-kata yang termasuk nama pribadi, huruf, angka, dan gabungan warna, serta setiap gabungan dari tanda semacam itu, dapat didaftarkan sebagai merek dagang. Berkaitan dengan perlindungan merek, perdagangan tidak akan berkembang baik jika suatu merek tidak memperoleh perlindungan hukum yang memadai di suatu negara. Adanya pembajakan, jelas akan merugikan tidak hanya bagi para pengusaha yang memiliki atau memegang hak atas merek tersebut, tetapi juga bagi para konsumen.

1.2 Rumusan Masalah1.Apakah merek itu? 2. Bagaimanakah sistem perlindungan suatu merek di Indonesia?II . Pembahasan

2.1 Definisi Merek (Brand)

Brand atau merek berasal dari kata brandr yang artinya to burn, bangsa Viking memberikan tanda bakar pada hewan mereka sebagai bentuk kepemilikan hewan peliharaan. Ada beberapa definisi yang berbeda tentang pengertian brand/merek, menurut American Marketing Association (AMA): A brand is a name is name, term, sign, symbol, or design, or a combination of them, intended to identify the goods and service of one seller or group of seller ang to differentiate them from those of competition . Definisi merek menurut UU No. 15 tahun 2001 pasal 1 ayat 1 , tentang merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan dan jasa. Menurut Wheeler (2006:5) pengertian brand adalah A brand is the nucleus of sales and markerting activities, generating increased awareness and loyalty, when managed strategically. Definisi merek menurut Keller (2008:5) adalah: Sebuah merek merupakan lebih dari sekedar produk, karena mempunyai sebuah dimensi yang menjadi diferensiasi dengan produk lain yang sejenis. Diferensiasi tersebut harus rasional dan terlihat secara nyata dengan performa suatu produk dari sebuah merek atau lebih simbolis, emosional, dan tidak kasat mata yang mewakili sebuah merek. Menurut Prof. Mollengraaf, merek yaitu dengan mana di pribadikanlah sebuah barang tertentu untuk menunjukkan asal barang dan jaminan kualitasnya sehingga bisa di bandingkan dengan barang-barang sejenis yang di buat dan di perdagangkan oleh orang-orang atau perusahaan lain. Sedangkan definisi merek menurut KBBI adalah tanda yg dikenakan oleh pengusaha (pabrik, produsen, dsb) pada barang yg dihasilkan sebagai tanda pengenal , cap (tanda) yg menjadi pengenal untuk menyatakan nama dan sebagainya . Berdasarkan definisi di atas, satu merek berfungsi untuk mengidentifikasikanpenjual atau perusahaan yang menghasilkan produk tertentu yang membedakannya dengan penjual atau perusahaan lain yang memiliki nilai yang berbeda yang pada setiap merek-nya. Merek dapat berbentuk logo, nama, trademark atau gabungan dari keseluruhannya. Aaker (1996) juga mengatakan merek dapat dikatakan sebagai sebuah janjiseorang penjual atau perusahaan untuk konsisten memberikan nilai, manfaat, fiturdan kinerja tertentu bagi pembelinya. Janji tersebut harus janji yang benar danharus ditepati kepada pembelinya sehingga merek yang menjanjkan tersebut dapatmemberikan semua hal yang dijanjikan, dan juga memberikan nilai lebih dari janjitersebut. Hal ini sangat penting untuk menjaga kepercayaan dan juga menjaga nama baik dari suatu merek. Merek dapat dilakukan kepada berbagai macam bentuk seperti produk (Pepsodent, LA lights), service (Ogilvy, Rumah Sakit Bunda), retail dan distributor (Circle K, Carrefour), produk dan services online (Google, Kaskus), individu manusia (Harry Styles, Mario Teguh, Jusuf Kalla, Johnny Depp), ataupun organisasi (WWF, FBR), olahraga (Serie A, Persib) dan lokasi atau geografi (Lombok, Maldives, Hongkong). Susanto dan Wijanarko (2004) menyatakan bahwa, merek sebagai nama atau simbol yang diasosiasikan dengan produk atau jasa akan menimbulkan arti psikologis atau asosiasi. Hal ini yang membedakan produk dan merek. Produk adalah sesuatu yang dibuat di pabrik, namun yang sesungguhnya yang dibeli oleh konsumen adalah mereknya. Pada akhirnya merek bukanlah apa yang dibuat di pabrik, tercetak pada kemasan, atau apa yang diiklankan oleh pemasar, merek adalah apa yang ada di dalam pikiran konsumen. Membangun merek yang kuat memberikan manfaat yang sangat banyak pada perusahaan pemegang merektersebut. Peranan merek dalam membawa karakter suatu produk memberikandimensi lain tentang pencitraan suatu produk.

2.1.1 Jenis Merek

Sesuai yang tercantum dalam Pasal 3 UU No. 15 Tahun 2001, hak atas merek adalah hak eksklusif yang di berikan Negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya. Hak eksklusif memakai merek ini yang berfungsi seperti suatu monopoli, hanya berlaku untuk barang atau jasa tertentu. Oleh karena suatu merek memberi hak eksklusif atau hak mutlak pada yang bersangkutan, maka hak itu dapat di pertahankan terhadap siapapun. Hak atas merek di berikan kepada pemilik merek yang beritikad baik. Pemakaiannya dapat meliputi barang maupun jasa. Merek dapat di bedakan menjadi dua menurut jenisnya, yakni: (1) Merek Dagang Merek dagang adalah merek yang di gunakan pada barang yang di perdagangkan oleh seseorang ataau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya (Pasal 1 angka (2) UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek).

(2) Merek Jasa Merek jasa adalah merek yang di gunakan pada jasa yang di perdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya (Pasal 1 angka (3) UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek). Merek merupakan tanda. Tanda yang memberi kepribadian atau pengindividualisasian kepada barang-barang. Memberi kepribadian atau pengindividualisasian, dalam arti memberi tanda yang khusus, yang mempunyai daya pembeda (distincti venees) atas barang dengan cara bermacam-macam, antara lain dengan mencetak tanda yang bersangkutan pada barang atau dikaitkan pada barang itu, dengan mengantungkan pelat tanda khusus tersebut.(Harsono Adi Sumarto, Hak Milik Intelektual Khususnya Merek dan Paten, Jakarta, Akademik Pressindo, 1989, Hal. 46)Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek menyatakan bahwa merek tidak dapat di daftarkan atas dasar permohonan yang di ajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik. Syarat suatu merek berdasarkan ketentuan Pasal 5 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek adalah: a. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum. b. Tidak memiliki daya pembeda. c. Tidak menjadikan milik umum; atau d. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang di mohonkan pendaftarannya. Permohonan merek dapat ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila merek tersebut : a. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis. b. Mempunyai persamaan pada pokonya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa yang sejenis.c. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi-geografis yang sudah di kenal. (Pasal 6 (1) UU No.15 tahun 2001 tentang Merek)

Selain itu permohonan pengajuan merek juga dapat di tolak oleh Direktorat Jenderal apabila merek tersebut (Pasal 6 (3) Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek): a. Merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto,atau nama badan hukum yang di miliki orang lain, kecuali atas dasar persetujuan tertulis dari yang berhak. b. Merupakn tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem Negara atau lambang nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang. c. Merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang di gunakan oleh Negara atau lembaga pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang. Daya pembedaan (distinctivenees), merupakan unsur yang utama seperti halnya pada paten, kebaharuan (novelty) merupakan unsur pokok dan untuk hak cipta, urisinalitas (originality) menjadi unsur utama, maka untuk merek yang menjadi unsur paling penting adalah daya pembeda (distinctivenees). (Sudargo Gautama, Hukum Merek Indonesia, Bandung: Alumni, 1977, Hal. 30)Tidak terdapat daya pembeda jika, merek tersebut mengandung persamaan pada keseluruhannya, atau pada pokoknya dengan merek lain. Persamaan pada pokoknya dari pada merek, dilihat merek itu secara keseluruhan, apakah wujudnya atau wujudnya atau bunyinya yang mempunyai kemiripan, seperti pada gambar banteng dengan gambar sapi, bunyi sandoz dengan santos. Demikian pula kemiripan dalam arti seperti gambar kuda terbang dengan kata kuda terbang. Juga tidak terdapat daya pembeda, jika merek itu di buat terlalu rumit dengan mencantumkan berbagai tanda, atau di buat terlalu sederhana seperti, dengan mencantumkan sebuah titik, sebuah angka atau huruf.

2.1.2 Fungsi Merek( Sumber : Keller:7, Strategic Brand Management, 2008.)Keller menyatakan bahwa merek mempunyai dua peran utama, yakniFungsi merek bagi konsumen dan fungsi merek bagi produsen . Penjelasan dari fungsi-fungsi brand tersebut adalah sebagai berikut :

a. Fungsi merek bagi konsumen

1. Sebagai media untuk mengidentifikasi asal keberadaan produk . Merek membantu konsumen dalam memberikan informasi tentang asal suatu produk, seperti korporasi asal pembuat produk, kualitas, persepsi mengenai produk serta hal lain yang menyangkut produk tersebut.2. Sebagai bentuk pertanggungjawaban oleh produsen bagi konsumen. Penggunaan suatu produk olehkonsumen yang dilakukan dalam jangka panjang adalah salah satu tujuan yang ingin dicapai oleh setiap produsen produk. Merek merupakan salah satu media penting untuk dapat mewujudkan hal tersebut. Melalui brand, pihak produsen mempunyai tanggung jawab untuk dapat memberikan performa yang konsisten dalam pemenuhan kebutuhan konsumen.3. Dengan adanya merek, maka akan mengurangi risiko. Dalam menentukan keputusan pembelian produk, konsumen mempunyai risiko sebagai berikut:a. Functional risk. Produk yang dipilih tidak dapat memberikan performa seperti yang telah dijanjikan sebelumnya.b. Physical risk. Produk yang ada dapat menggangu kepada fisik ataukesehatan pengguna.c. Financial risk. Produk yang ada tidak sesuai dengan biaya yang telahdikeluarkan konsumen.d. Social risk. Hasil penggunaan dari produk dapat memberikan rasa malu bagi konsumen kepada pihak lain.e. Phychological risk. Produk dapat mempengaruhi kondisi mental konsumen.f. Time risk. Kegagalan dari performa suatu produk menghasilkan suatuopportunity cost dalam menemukan produk lain untuk memenuhikebutuhan konsumen.

4. meminimalisasi biaya dalam proses pengambilan keputusan pembelian. Tidak dapat dipungkiri bahwa konsumen saat ini dipenuhi oleh berbagai macam pilihan brand dalam satu kategori jenis produk yang sama. Merek dapat membantu konsumen dalam mengurangi biaya pencarian terhadap alternatif pilihan yang ada.5. Sebagai bentuk komitmen oleh produsen pembuat produk kepada pengguna melalui produk yang dihasilkan . Sebuah merek memberikan suatu janji kepada konsumen, dan konsumen akan melihat apakah janji tersebut dapat digunakan dengan baik. Jika konsumen dapat menerima janji yang disampaikan oleh suatu brand maka akan terjadi sebuah ikatan yang kuat.6. Merek dapat digunakan sebagai alat simbol pembeda. Konsumen dapat memilih suatu merek yang sesuai dengan karakterisik yang mereka kehendaki, sehingga suatu merek dapat dijadikan suatu simbol pembeda dari pilihan kategori produk yang ada sesuai dengan pilihan konsumen.7. Merek sebagai tanda kualitas . Sebuah merek yang mempunyai kualitas baik dengan otomatis akan mendapat kepercayaan dari konsumen. Hal ini menjadi penting bagi konsumen sehingga dapat memberikan rasa aman akan kualitas dari sebuah brand dan menjadi alasan untuk penggunaan dalam jangka waktu yang panjang.

Keiningham, Vavra, Aksoy dan Wallard (2005) menyatakan bahwa konsumen akan merubah pilihan pada suatu brand. Pertama, jika merek yang menjadi preferensinya tidak ada. Kedua, merek kompetitor menawarkan nilai yang lebih baik dengan melakukan promosi khusus. Ketiga, adanya kebutuhan yang berbeda dan perbedaan level dari kualitas, variasi yang dibutuhkan.b. Fungsi merek bagi produsen

1. Merek dapat membantu perusahaan tersebut mengetahui siapa konsumen pengguna produk yang dihasilkan, perilaku pembelian, tren yang ada dalam pembelian dalam lokasi-lokasi. Hal ini penting bagi produsen yang memiliki sebuah merek dalam melakukan strategi pemasaran dan penjualan untuk menempatkan suatu merek dalam kegiatan yang sesuai dengan konsumennya.2. Merek juga dapat melindungi secara hukum terhadap fitur unik yang dimiliki oleh suatu produk . Bagian ini bisa termasuk kedalam bagian dari hak paten atau hak cipta. Sebagai salah contohnya adalah FC Barcelona, sebagai klub sepak bola mereka melindungi bagaimana brand-nya digunakan dalam produk lain, pihak yang berhak menggunakan merek , serta sumber legal untuk mendapatkan produk tersebut, yang semuanya diatur dalam penggunaan lisensi dari brand FC Barcelona.3. Merek dapat memberikan suatu sinyal bagi konsumen akan kualitas dalam memenuhi kebutuhan konsumen melalui produk ataupun pelayanan yang digunakan . Sebagai contoh, Volvo dalam mendesain sebuah mobil sangat memperhatikan level keamanan untuk pengendara dan penumpang didalamnya. Hal ini menjadi salah satu kualitas keunggulan Volvo yang tertanam dalam benak konsumen.4. Merek dapat menjadi salah satu kenggulan kompetitif dalam persaingan yang ada . Merek yang kuat dalam industri jasa perhotelan seperti Ritz Carlton adalah contoh merek yang mempunyai kekuatan serta diferensiasi yang kuat tentang bagaimana suatu jasa perhotelan yang menghargai konsumennya pada level yang sangat tinggi. Hal ini membedakan dengan kompetitornya .5. Merek juga dapat menghasilkan pendapatan keuangan bagi perusahaan . Kita dapat melihat bagaimana peringkat serta nilai merek yang ada dalam evaluasi yang dilakukan oleh Interbrand. Dalam transaksi penilaian suatu perusahaan, nilai merek masuk dalam kategori intangible asset atau good will.

Berthon, Hulbert dan Pitt (1999) menyimpulkan bahwa fungsi identifikasi dari merek adalah untuk membedakan produk yang dapat memenuhi kepuasan konsumen dengan yang tidak. Perbedaan ini berguna bagi konsumen karena akan membantu mengenali suatu produk, mengurangi search cost dan menjamin suatu kualitas tertentu dari produk yang dibelinya. Sedangkan dari segi produsen, perbedaan ini memfasilitasi upaya promosi, segmentasi pasar, introduksi produk baru, loyalitas merek dan pembelian kembali dari produk yang ditawarkan produsen.

2.2 Sistem Perlindungan Merek di IndonesiaSistem perlindungan merek di Indonesia ada 2, yaitu sistem perlindungan merek dengan sistem deklaratif dan konsitusif.

a. Pendaftaran Merek dengan Sistem DeklaratifSistem pendaftaran deklaratif adalah suatu sistem dimana yang memperoleh perlindungan hukum adalah pemakai pertama dari merek yang bersangkutan. Sistem pendaftaran deklaratif ini dianut dalam Undang-Undang Nomor : 21 Tahun 1961. Dengan perkataan lain, bukan pendaftaran yang menciptakan suatu hak atas merek, tetapi sebaliknya pemakaian pertama di Indonesialah yang menciptakan atau menimbulkan hak itu[footnoteRef:1][10]. Sistem pendaftaran dekalaratif pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 dapat diketahui dari ketentuan pasal 2 ayat (1) menyebutkan : [1: [10] Sudargo Gautama dan Rizawanto Winata, Hukum Merek Indonesia, PT,Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hal.40. hal.20]

Hak khusus untuk memakai suatu merek guna memperbedakan barang-barang hasil perusahaan atau barang-barang perniagaan seseorang atau suatu badan dari barang barang orang lain atau badan lain kepada barang siapa yang untuk pertama kali memakai merek itu untuk keperluan tersebut diatas di Indonesia.

Menurut Yahya Harahap penegakan hukum berdasarkan Pasal 2 tersebut diatas mengandung konsepsi sistem dualisme, satu segi ditegakkan doktrin pendaftaran pertama atau first to file principle, siapa pendaftar pertama dianggap mempunyai hak yang lebih unggul dan lebih utama dari pemilik merek lainnya, sesuai dengan asas prior in filling, tetapi berbarengan dengan itu ditegakkan pula doktrin pemakai pertama atau prior user (first to use system), apabila dapat membuktikan bahwadia pemakai pertama yang sesungguhnya dianggappemilik paling unggul haknya jika seseorang dapatmembuktikan sebagai pemakai pertama sesungguhnya.Penjelasan Umum tersebut memberikan kedudukan yangutama pada asas prior user has a better right ataupemakai pertama mempunyai hak yang lebih baik daripendaftar pertama[footnoteRef:2][11]. [2: [11] M. Yahya Harahap, Tinjauan Merek Secara Umum dan Hukum Merek Di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Merek Nomor 19 tahun 1992, Bandung, Citra Adityabakti, 1996, hal 335-336.]

Hal ini berarti bahwa seseorang yang sudah mendaftarkan mereknya belum tentu akan tetap dianggap berhak untuk menggunakan merek tersebut untuk selamanya, sebab apabila ada orang lain yang dapat membuktikan bahwa dialah pemilik pertama dari merek yang sama dengan merek yang didaftarkan, maka orang yang mendaftarkan merek yang pertama kali akan dibatalkan hak untuk menggunakan merek tersebut.Implementasi sistem deklaratif dalam pendaftaran merek di Indonesia, mengalami suatu perkembangan.Hal tersebut ditandai dengan orang atau badan yang memperoleh hak dan perlindungan hukum atas suatu merek bukan saja orang atau badan yang memakai pertama kali, tetapi orang atau badan yang memakai merek pertama kali dengan iktikad baik. Hal ini dapat dilihat pada putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 13 Desember 1972 Nomor: 677K/Sip/1972 dalam perkara merek Tancho, dimana pendaftaran pertama kali merek Tancho oleh Wong A Kiong dibatalkan oleh Mahkamah Agung, berdasarkan gugatan dari PT. Tancho Indonesia Co.Ltd. Dalam pertimbangan hukumnya, Mahkamah Agung berpendapat bahwa pendaftaran merek Tancho oleh Wong A Kiong terbukti sebagai pemakai pertama yang beriktikad buruk, karena meniru merek yang digunakan pertama kali di wilayah Indonesia oleh PT. Tancho Indonesia Co.Ltd., dan memperdagangkan barang secara curang seolah olah barang yang diperdagangkan berasal dari luar negeri.[footnoteRef:3][12] [3: [12] Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 677 K/Sip/1972 tanggal 13 Desember 1973]

Pendaftaran dalam sistem deklaratif lebih berfungsi untuk memudahkan pembuktian, artinya dengan adanya surat memperoleh surat pendaftaran maka akan mudah untuk membuktikan apabila ada pihak lain yang mengaku sebagai pemilik merek yang bersangkutan.[footnoteRef:4][13] Hal iniakan berlaku sepanjang pihak lain tidak dapat membuktikan sebagai pemakai pertama kali merek yang didaftarkan tersebut, atau dengan kata lain bahwa pendaftar pertama kali atas suatu merek hanya sebagai dugaan hukum sebagai pemakai pertama kali. [4: [13] Sudargao Gautama, Op.Cit, hal.33]

Sistem deklaratif adalah sistem pendaftaran yang hanya menimbulkan dugaan adanya hak sebagai pemakai pertama pada merek bersangkutan.Sistem deklaratif dianggap kurang menjamin kepastian hukum dibandingkan dengan sistem konstitutif berdasarkan pendaftaran pertama yang lebih memberikan perlindungan hukum.Sistem pendaftar pertama disebut juga first to file principle.Artinya, merek yang didaftar adalah yang memenuhi syarat dan sebagai yang pertama.Tidak semua merek dapat didaftarkan.Merek tidak dapat didaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik.Pemohon beritikad tidak baik adalah pemohon yang mendaftarkan mereknya secara tidak layak dan tidak jujur, ada niat tersembunyi misalnya membonceng, meniru, atau menjiplak ketenaran menimbulkan persaingan tidak sehat dan mengecohkan atau menyesatkan konsumen.[footnoteRef:5][14] [5: [14] Jacki Ambadar, Miranty Abidin dan Yanty Isa, Mengelola Merek, (Jakarta: Yayasan Bina Karsa Mandiri, 2007), hal 79. ]

Sifat pendaftaran yang demikian menurut Sudargo Gautama, hanya memberikan suatu dengan hukum(rechverboeden), bahwa orang yang mendaftarkan merek dianggap menurut hukum seolah-olah memang diakui sebagai pemakai pertama dan karena itu sebagai pemilik merek yang bersangkutan.[footnoteRef:6][15] [6: [15] Sudargo Gautama, Hukum Merek Indonesia, Bandung, Alumni, 1977, Hal. 106.]

Pada sistem deklaratif pendaftaran bukan suatu keharusan, tidak merupakan syarat mutlak bagi pemilik untuk mendaftarkan mereknya, karena fungsi pendaftaran menurut sistem ini hanya memudahkan pembuktian bahwa dia adalah yang diduga sebagai pemilik yang sah sebagai pemakai pertama. Akibat dari sistem deklaratif ini bagi si pendaftar merek kurang mendapatkan kepastian hukum, karena masih dimungkinkan adanya gugatan dari pihak lain, dan bilamana pihak lain dapat membuktikannya lebih kuat bahwa dirinya adalah pemakai pertama atas suatu merek maka pihak lain inilah pemilik sah atas suatu merek atauyang memiliki hak atas merek.Sistem deklaratif ini dalam kenyataannya menyebabkan timbul banyak sekali sengketa merek dalam dunia perdagangan, karena sistem ini sangat potensial melakukan pembajakan terhadap merek-merek yang mempunyai reputasi tinggi atau merek yang sudah terkenal. Disamping itu telah cukup banyak praktisi dan pengamat hukum merek berpendapat bahwa Undang- Undang Merek 1961 memiliki banyak kelemahan, hal ini terjadi karena sistem yang dianut yaitu sistem deklaratif atau first to use principle yang kerap kali menimbulkan kesulitan dalam menentukan siapakah sebenarnya pemakai pertama (yang beritikad baik) terhadap merek yang dipermasalahkan.[footnoteRef:7][16] [7: [16]Insan Budi Maulana dan Yoshiro Sumida, Perlindungan Bisnis Merek Indonesia- Jepang, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1994, Hal. 20.]

Pendaftaran merek dengan sistem deklaratif ini mengandung ketidakpastian hukum, sebab pendaftaran suatu merek sewaktu-waktu dapat dibatalkan apabila ada pihak lain yang dapat membuktikan sebagai pemilik pertama dari merek yang telah didaftarkan. Oleh karena itulah, pendaftaran dengan sistem deklaratif di Indonesia telah tidak lagi digunakan sejak berlakunya Undang-Undang Nomor : 19 Tahun 1992 tentang Merek. Negara lain yang saat ini masih menggunakan pendaftaran dengan sistem deklaratif adalah Amerika Serikat yang termuat dalam Lanham Act of 1946 atau Federal Trademark Lanham Act.[footnoteRef:8][17] Berdasarkan Lanham Act, disamping menganut sistem pemakai pertama, juga menganut sistem pendaftaran. Ketentuan pasal 43 (a) atau g1125 (a) 15 USC, Lanham Act mengisyaratkan seseorang dapat memiliki sendiri hak-hak atas merek berdasarkan Undang-Undang negara bagian ( state law ) dan hukum nasional ( federal law ) tanpa pendaftaran merek.[footnoteRef:9][18]Namun demikian merek dapat didaftarkan berdasarkan ketentuan hukum negarabagian atau hukum nasional. Selanjutnya berdasarkan pasal 22 atau g1072 , 15 USC Lanham Act, menekankan keuntungan sistem pendaftaran merek nasional yang mengakui hak pendaftar untuk mengatasi setiap tuntutan dari pemakai sebelumnya yang beriktikad baik.[footnoteRef:10][19] [8: [17]HD.Effendy, Hasibuan, Perlindungan Merek, Studi Mengenai Putusan Pengadilan Indonesia dan Amerika Serikat, Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, hlm 29.hal.88.] [9: [18] Donald S Chisum dan Michael A Jacob, Understanding Intellectual Property Law, Mathew Bender & Co.Inc, New York, 1995, hal.5-11, yang dikutip HD Effendy hasibuan Ibid.hal 89] [10: [19] Arthur R Miller dan Michael H Davis, Intellectual Property patents, Trademarks and Copyrights, West Publishing Co. St.Paul Min, 1990, hal.153 yang dikutip HD Effendy Hasibuan, Ibid.hal 89]

b. Pendaftaran Merek Dengan Sistem KonstitutifMerek dengan sistem konstitutif, pendaftaran merupakan keharusan agar dapat memperoleh hak atas merek. Tanpa pendaftaran negara tidak akan memberikan hak atas merek kepada pemilik merek. Hal ini berarti tanpa mendaftarkan merek, seseorang tidak akan diberikan perlindungan hukum oleh negara apabila mereknya ditiru oleh orang lain. Pendaftaran merek yang digunakan di Indonesia sejak Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 adalah sistem Konstitutif.Pada sistem Konstitutif ini perlindungan hukumnya didasarkan atas pendaftar pertama yang beritikad baik.[footnoteRef:11][20]Hal ini juga seperti yang tercantum dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 yang menyatakan bahwa merek tidak dapat didaftar oleh pemohon yang tidak beritikad baik. [11: [20] Rachmadi Usman, op.cit., hlm. 326.]

Pasal 1 butir 5 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 disebutkan bahwa permohonan merupakan permintaan pendaftaran yang diajukan secara tertulis kepada Direktorat Jenderal. Sehingga dimungkinkan permohonan pendaftaran merek dapat berlangsung dengan tertib, pemeriksaan merek tidak hanya dilakukan berdasarkan kelengkapan persyaratan formal saja, tetapi juga dilakukan pemeriksaan subtantif.Pemeriksaan subtantif atas permohonan pendaftaran merek ini dimaksudkan untuk menentukan dapat atau tidaknya merek yang dimohonkan didaftarkan dalam Daftar Umum Merek. Pemeriksaan substantif dilakukan dalam jangka waktu paling lama 9 (Sembilan ) bulan.Apabila dari hasil pemeriksaan subtantif ternyata permohonan tersebut tidak dapat diterima atau ditolak, maka atas persetujuan Direktorat Merek, hal tersebut diberitahukan secara tertulis pada pemohon atau kuasanya dengan menyebutkan alasannya. Pasal 4, 5, dan 6 Undang-Undang nomor 15 Tahun 2001 menyatakan bahwa merek tidak dapat didaftarkan atas itikad tidak baik, merek juga tidak dapat didaftar apabila merek tersebut mengandung salah satu unsur yang bertentangan dengan peraturan Perundang-Undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum, tidak memiliki daya pembeda, telah menjadi milik umum, dan merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftaran.Tidak seperti halnya dalam sistem deklaratif yang lebih banyak menimbulkan kesulitan dalam penegakan hukumnya, maka pada sistem konstitutif dengan prinsip first to file atau dengan doktrin prior in tempore, melior injure, sangat potensial untuk mengkondisikan:1. Kepastian hukum untuk mengkondisikan siapa sebenarnya pemilik merek yang paling utama untuk dilindungi, 2. Kepastian hukum pembuktian, karena hanya didasarkan pada fakta pendaftaran. Pendaftaran satu-satunya alat bukti utama,3. Mewujudkan dugaan hukum siapa pemilik merek yang paling berhak dengan pasti, tidak menimbulkan kontroversi antara pendaftar pertama dan pemakai pertama.[footnoteRef:12][21] [12: [21] Kholis Roisah, Op.Cit., Kholis Roisah, Implementasi Perjanjian TRIPs Tentang Perlindungan Hukum Terhadap Hak Atas Merek Terkenal (Asing) Di Indonesia, Semarang, Tesis Hukum(UNDIP), 2001, hal. 66]

Permohonan merek juga harus ditolak apabila merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek pihak lain yang sudah terdaftar terlebih dahulu untuk barang atau jasa yang sejenis, mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi geografis yang sudah dikenal[footnoteRef:13][22].Berdasarkan ketentuan persyaratan merek agar dapat didaftarkan, sesuatu dapat dikategorikan dan diakui sebagai merek, apabila: [13: [22] Ahmadi M. Ramli, Cyber Law dan HAKI dalam Sistem Hukum Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung, 2004, hlm. 11]

1. Mempunyai fungsi pembeda;2. Merupakan tanda pada barang atau jasa (unsur-unsur gambar, nama, kata, huruf, angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut);3. Tidak memenuhi unsur-unsur yang bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum;4. Bukan menjadi milik umum;5. Tidak merupakan keterangan, atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimintakan pendaftaran.

Selain pemeriksaan substantif, harus pula ditempuh mekanisme Pengumuman dalam waktu 3 ( tiga ) bulan dengan menempatkan pada papan pengumuman yang khusus dan dapat dengan mudah dilihat oleh masyarakat dalam Berita Resmi Merek yang diterbitkan secara berkala oleh Direktorat Merek. Hal ini dilakukan untuk memungkinkan pihak-pihak yang dirugikan mengajukan bantahan terhadap pendaftaran merek dan dapat mencegah pendaftaran merek yang dilakukan oleh orang yang tidak beritikad baik.Apabila masa pengumuman berakhir dan tidak ada sanggahan atau keberatan dari pihak lain, Direktorat Merek mendaftarkan merek tersebut dalam Daftar Umum Merek serta dilanjutkan dengan pemberian sertifikat merek. Sertifikat merek merupakan alat bukti bahwa merek telah terdaftardan juga sebagai bukti kepemilikan.Dalam hal permintaan pendaftaran merek ditolak, keputusan tersebut diberitahukan secara tertulis oleh Direktorat Merek kepada pemilik merek atau kuasanya dengan disertai alasan-alasan.Penolakan terhadap putusan ini dapat diajukan banding secara tertulis oleh pemilik merek atau kuasanya kepada Komisi Banding Merek. Tentang permohonan banding dan Komisi Banding Merek ini terdapat dalam Pasal 29 sampai dengan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001.Komisi Banding Merek merupakan badan khusus yang independen yang berada dilingkungan Direktorat Hak Kekayaan Intelektual. Keputusan yang diberikan oleh Komisi Banding Merek paling lama 3 ( tiga ) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan banding. Keputusan Komisi Banding bersifat final dan mengikat.Apabila komisi banding merek mengabulkan permintaan banding, Direktorat Merek melaksanakan pendaftaran dan memberikan sertifikat merek. Jika ditolak, pemohon dan kuasanya dapat mengajukan gugatan atas putusan penolakan permohonan banding kepada Pengadilan Niaga dalam waktu paling lambat 3 ( tiga ) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya keputusan penolakan.[footnoteRef:14][23] [14: [23]Erna Wahyuni, T. Saiful Bahri, 7 Hassel Nogi S. Tangkilisan, Kebijakan dan Manajemen Hukum Merek, Penerbit YPAPI, Yogyakarta, 2004, hlm. 96.]

Sistem konstitutif ini mulai diberlakukan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Merek 1992 (lihat Pasal 2). Pada sistem konstitutif Undang-Undang Merek 1992 teknis pendaftarannya telah diatur seteliti mungkin, dengan melakukan pemeriksaan secara formal persyaratan pendaftaran dan pemeriksaan substantive tentang merek. Sebelum dilakukan pemeriksaan substantif, dilakukan lebih dahulu pengumuman tentang permintaan pendaftaran merek. Bagi mereka yang merasa dirugikan akan adanya pengumuman itu dapat mengajukan keberatan. Pihak yang mengajukan pendaftaran merek diberi hak untuk menyanggah terhadap keberatan tersebut.[footnoteRef:15][24] [15: [24] Gatot Supramono, Op.Cit. Gatot Supramono, Pendaftaran Merek Berdasarkan Undang Undang Nomor 19 Tahun1 992, Jakarta, Djambatan, 1996, hal.21]

Jika prosedur pemeriksaan substantif selesai danpendaftaran merek dilangsungkan dengan menempatkanke Daftar Umum Merek, maka pemilik merek diberikanSertifikat Merek.Sertifikat ini merupakan tanda bukti HakAtas Merek yang merupakan bukti bahwa pemilik merekdiberi hak khusus oleh negara untuk menggunakan merekyang telah didaftarkan. Bukti yang demikian tidak dijumpai pada sistemdeklaratif, karena pemilik merek yang mendaftarkanmereknya hanya diberi surat tanda pendaftaran, bukansertifikat. Disinilah dapat dilihat jaminan kepastianhukumnya pemakai merek pada sistem konstitutifpendaftaran merek.Merek-merek yang tidak didaftarkansudah dapat dipastikan pemilik merek yang bersangkutan tidak mempunyai Hak Atas Merek.[footnoteRef:16][25] [16: ]

BAB IIIPENUTUP3.1. KesimpulanBerdasarkan penjelasan tersebut di atas maka yang dapat di simpulkan adalah :1. Secara umum, pengertian merek menurut UU No. 15 tahun 2001 pasal 1 ayat 1 , adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan dan jasa.2. Sistem pendaftaran deklaratif adalah suatu sistem dimana yang memperoleh perlindungan hukum adalah pemakai pertama dari merek yang bersangkutan, tetapi menimbulkan ketidakpastian hukum, sebab pendaftaran suatu merek sewaktu-waktu dapat dibatalkan apabila ada pihak lain yang dapat membuktikan sebagai pemilik pertama dari merek yang telah didaftarkan.3. Sistem konstitutif menekankan bahwa pendaftaran merupakan keharusan agar dapat memperoleh hak atas merek, sehingga adanya kepastian hukum untuk mengkondisikan siapa sebenarnya pemilik merek yang paling utama untuk dilindungi, dan juga adanya kepastian hukum pembuktian, karena didasarkan pada fakta pendaftaran sebagai alat bukti utama, sehinga tidak menimbulkan kontroversi antara pendaftar pertama dan pemakai pertama.

[footnoteRef:17][1] Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Citra Aditya, Bandung, 2001, hal.120-12 [17: ]

[footnoteRef:18][2] Wahyuni, Kebijakan dan Manajemen Hukum Merek, (Yogyakarta: Yayasan Pembaharuan Administrasi Publik Indonesia, 2001), hal 39 [18: ]

[footnoteRef:19][3]Suyud Margono dan Lingginus Hadi, Pembaharuan Perlindungan Hukum Merek, Novirindo Pustaka Mandiri, Jakarta, 2002, hlm. 27. [19: ]

[footnoteRef:20][4] Sudargo Gautama dan Rizawanto Winata, Hukum Merek Indonesia, PT,Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hal [20: ]

[footnoteRef:21][5] Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual, Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, PT.Alumni, Bandung, 2003, hal.320 [21: ]

[footnoteRef:22][6] Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah, Peraturan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia, Pustaka Bani Quraisy,Bandung, 2004, hlm. 166. [22: ]

[footnoteRef:23][7] Rachmadi Usman, op.cit., hlm. 326. [23: ]

[footnoteRef:24][8]Ibid, hal.322 [24: ]

[footnoteRef:25][9] Direktorat Jenderal HKI, Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual (Pertanyaan & Jawabannya), Ditjen HKI Depkeh & HAM, Jakarta, 2000, hlm. 42.,C,, [25: ]

[Type the author name]22