TUGAS UAS Makalah Penelitian Hujan Asam
-
Upload
riyana-monita -
Category
Documents
-
view
134 -
download
1
description
Transcript of TUGAS UAS Makalah Penelitian Hujan Asam
PENGUKURAN pH AIR HUJAN DI WILAYAH
BINTARA, BEKASI - JAWA BARAT
Makalah Penelitian Kimia Lingkungan
Disusun oleh :
Riyana Monita
3325110307
Program Studi KimiaFakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Jakarta2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah penelitian ini dapat
diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Adapun makalah penelitian yang berjudul Pengukuran pH Air Hujan di
wilayah Bintara, Bekasi ini disusun sebagai syarat untuk memenuhi nilai mata
kuliah Kimia Lingkungan. Dalam penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan
banyak pihak yang kiranya tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa makalah ini tentunya masih jauh dari sempurna.
Untuk itu penulis sangat menghargai kritik dan saran yang membangun dari
pembaca. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Jakarta, 31 Desember 2013
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3 Tujuan........................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
2.1. Definisi......................................................................................................3
2.2 Proses Terbentuknya Hujan Asam............................................................5
2.3 Dampak Hujan Asam Terhadap Kehidupan Manusia dan Lingkungan....7
BAB III..................................................................................................................11
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian.................................................................11
3.2 Alat dan Bahan........................................................................................11
3.3 Cara Kerja................................................................................................11
3.4 Metode.....................................................................................................12
BAB IV..................................................................................................................13
4.1 Perubahan pH Air Hujan Terhadap Waktu Pengukuran.........................14
4.2 Perubahan pH Air Hujan Terhadap Kondisi Hujan.................................16
4.3 Perubahan pH Air Hujan Terhadap Volume Air Uji...............................18
BAB V....................................................................................................................20
5.1 Kesimpulan..............................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................21
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dengan semakin meningkatnya ilmu pengetahun dan teknologi (IPTEK),
semakin tinggi pula aktivitas kegiatan ekonomi manusia, di antaranya dengan
semakin pesatnya perkembangan sektor industri dan sistem transportasi. Sebagai
konsekuensi logis, maka dampaknya akan meningkatkan pula zat-zat polutan yang
dikeluarkan kegiatan industri maupun transportasi tersebut. Keberadaan zat-zat
polutan di udara ini tentu akan berpengaruh terhadap proses-proses fisik dan
kimia yang terjadi di udara. Beberapa contoh efek negatif perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang menjadi isu-isu global antara lain efek rumah
kaca, pemanasan global, polusi, sampah, dan hujan asam.
Masalah itu masih terjadi hingga kini dan diketahui bahwa banyak gas
polutan yang menyebabkan pencemaran udara. Termasuk di dalamnya sulfur
dioksida yang umumnya dihasilkan oleh pembangkit tenaga listrik yang
menggunakan batubara, dan nitrogen oksida dari kendaraan bermotor serta bahan
bakar fosil yang digunakan oleh industri. Kedua unsur tersebut bersenyawa di
atmosfer dengan air, oksigen, dan oksidan dari senyawa-senyawa asam lainnya.
Persenyawaan ini membentuk semacam lapisan gabungan antara asam sulfur dan
asam nitrat. Cahaya matahari mempercepat laju reaksi proses itu. Hujan asam
menyebabkan peningkatan kadar asam di tanah, danau-danau, sungai serta
menyebabkan kematian pohon. Selain itu asam juga merusak material gedung,
patung-patung dan peninggalan sejarah.
Mengingat begitu besar dampak yang ditimbulkan oleh hujan asam
terhadap kehidupan manusia dan lingkungan, maka dilakukan penelitian terhadap
kadar pH pada hujan yang terjadi di pemukiman untuk mengetahui tingkat
keasaman air hujan pada suatu wilayah dan diharapkan kedepannya dapat
1
dijadikan suatu bahan pemikiran dalam menyusun upaya-upaya untuk mengurangi
tingkat keasaman pada air hujan yang berdampak negatif terhadap lingkungan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Berapa nilai pH air hujan yang diukur di wilayah Bintara?
2. Bagaimana hubungan pH air hujan yang terukur terhadap faktor faktor lain
seperti waktu pengukuran, keadaan wilayah, kondisi hujan dan volume air
uji?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui nilai pH air hujan di wilayah Bintara, Bekasi.
2. Mengetahui hubungan pH air hujan yang terukur terhadap faktor-faktor lain
seperti waktu pengukuran, keadaan wilayah, kondisi hujan dan volume air uji.
2
BAB II
TEORI
2.1. Definisi
Hujan asam dilaporkan pertama kali di Manchester, Inggris, yang menjadi
kota penting dalam Revolusi Industri. Pada tahun 1852, Robert Angus Smith
menemukan hubungan antara hujan asam dengan polusi udara. Istilah hujan asam
tersebut mulai digunakannya pada tahun 1872. Ia mengamati bahwa hujan asam
dapat mengarah pada kehancuran alam.
Hujan asam adalah hujan yang bersifat asam daripada hujan biasa (Hunter
BT, 2004 dalam Rahardiman, Arya. 2009). Deposit asam dari atmosfer dapat
bersifat abash (dari hujan, salju, atau hujan es) atau kering (dari pertukaran
turbulen dan pengaruh gravitasi yang tidak berkaitan dengan hujan). Istilah
keasaman berarti bertambahnya ion hIdrogen ke dalam suatu lingkungan. Suatu
lingkungan akan bersifat asam jika kemasukan ion hidrogen yang bersal dari asam
sulfat (H2SO4) dan atau asam nitrat (HNO3). Satu reaksi penting dalam oksidasi
sulfur dioksida adalah antara sulfur dioksida yang terlarut dan hidrogen peroksida.
Hujan yang normal seharusnya adalah hujan yang tidak membawa zat
pencemar dan dengan pH 5,6. Air hujan memang sedikit asam karena H2O yang
ada pada air hujan bereaksi dengan CO2 di udara. Reaksi tersebut menghasilkan
asam lemah H2CO3 dan terlarut di air hujan. Apabila air hujan tercemar dengan
asam-asam kuat, maka pH-nya akan turun dibawah 5,6 maka akan terjadi hujan
asam.
Hujan asam sebenarnya dapat mencegah global warming, gas buang
seperti SO2 penyebab hujan asam mampu memantulkan sinar matahari keluar
atmosfer bumi sehingga dapat mencegah kenaikan temperatur bumi. Akan tetapi,
efek samping dari hujan asam menghasilkan kerusakan lingkungan yang lebih
parah dibandingkan global warming. Sebenarnya “hujan asam” merupakan istilah
yang kurang tepat untuk menggambarkan jatuhnya asam-asam dari atmosfer ke
3
permukaan bumi. Istilah yang lebih tepat seharusnya adalah deposisi asam, karena
pengendapan asam dari atmosfir ke permukaan bumi tidak hanya melalui air hujan
tetapi juga melalui kabut, embun, salju, aerosol bahkan pengendapan langsung.
Istilah deposisi asam lebih bermakna luas dari hujan asam.
Deposisi asam ada dua jenis yaitu :
1. Deposisi kering ialah peristiwa Terkenanya benda dan mahluk hidup oleh
asam yang ada dalam udara. Ini dapat terjadi pada daerah perkotaan karena
pencemaran udara akibat kendaraan maupun asap pabrik. Selain itu
deposisi kering juga dapat terjadi di daerah perbukitan yang terkena angin
yang membawa udara yang mengandung asam. Biasanya deposisi jenis ini
terjadi dekat dari sumber pencemaran.
2. Deposisi basah ialah turunnya asam dalam bentuk hujan. Hal ini terjadi
apabila asap di dalam udara larut di dalam butir-butir air di awan. Jika
turun hujan dari awan tadi, maka air hujan yang turun bersifat asam.
Deposisi asam dapat pula terjadi karena hujan turun melalui udara yang
mengandung asam sehingga asam itu terlarut ke dalam air hujan dan turun
ke bumi. Asam itu tercuci atau wash out. Deposisi jenis ini dapat terjadi
sangat jauh dari sumber pencemaran.
Pada dasarnya hujan asam disebabkan oleh 2 polutan udara, Sulfur
Dioxide (SO2) dan nitrogen oxides (NOx) yang keduanya dihasilkan melalui
pembakaran. Akan tetapi sekitar 50% SO2 yang ada di atmosfer diseluruh dunia
terjadi secara alami, misalnya dari letusan gunung berapi maupun kebakaran hutan
secara alami. Sedangkan 50% lainnya berasal dari kegiatan manusia, misalnya
akibat pembakaran BBF, peleburan logam dan pembangkit listrik. Minyak bumi
mengadung belerang antara 0,1% sampai 3% dan batubara 0,4% sampai 5%.
Waktu BBF di bakar, belerang tersebut beroksidasi menjadi belerang dioksida
(SO2) dan lepas di udara. Oksida belerang itu selanjutnya berubah menjadi asam
sulfat (Soemarwoto O, 1992).
4
2.2 Proses Terbentuknya Hujan Asam
Deposisi asam terjadi apabila asam sulfat, asam nitrat, atau asam klorida yang
ada di atmosfer baik sebagai gas maupun cair terdeposisikan ke tanah, sungai,
danau, hutan, lahan pertanian, atau bangunan melalui tetes hujan, kabut, embun,
salju, atau butiran-butiran cairan (aerosol), ataupun jatuh bersama angin. Asam-
asam tersebut berasal dari prekursor hujan asam dari kegiatan manusia
(anthropogenic) seperti emisi pembakaran batubara dan minyak bumi, serta emisi
dari kendaraan bermotor. Kegiatan alam seperti letusan gunung berapi juga dapat
menjadi salah satu penyebab deposisi asam. Reaksi pembentukan asam di
atmosfer dari prekursor hujan asamnya melalui reaksi katalitis dan photokimia.
Reaksi-reaksi yang terjadi cukup banyak dan kompleks, namun dapat dituliskan
secara sederhana seperti dibawah ini:
1. Pembentukan Asam Sulfat (H 2SO4)
Gas SO2, bersama dengan radikal hidroksil dan oksigen melalui reaksi
photokatalitik di atmosfer, akan membentuk asamnya.
SO2 + OH → HSO3
HSO3 + O2 → HO2 + SO3
SO3 + H2O → H2SO4
Selanjutnya apabila diudara terdapat Nitrogen monoksida (NO) maka
radikan hidroperoksil (HO2) yang terjadi pada salah satu reaksi diatas akan
bereaksi kembali seperti:
NO + HO2 → NO2 + OH
Pada reaksi ini radikal hidroksil akan terbentuk kembali, jadi selama ada
NO diudara, maka reaksi radikal hidroksil akan terbantuk kembali, jadi
semakin banyak SO2, maka akan semakin banyak pula asam sulfat yang
terbentuk.
5
2. Pembentukan Asam Nitrat (HNO 3)
Pada siang hari, terjadi reaksi photokatalitik antara gas Nitrogen dioksida
dengan radikal hidroksil.
NO2 + OH → HNO3
Sedangkan pada malam hari terjadi reaksi antara Nitrogen dioksida dengan
ozon
NO2 + O3 → NO3 + O2
NO2 + NO3 → N2O5
N2O5 + H2O → HNO3
Didaerah peternakan dan pertanian akan condong menghasilkan
asam pada tanahnya mengingat kotoran hewan banyak mengandung NH3
dan tanah pertanian mengandung urea. Amoniak di tanah semula akan
menetralkan asam, namun garam-garam ammonia yang terbentuk akan
teroksidasi menjadi asam nitrat dan asam sulfat. Disisi lain amoniak yang
menguap ke udara dengan uap air akan membentuk ammonia hingga
memungkinkan penetralan asam yang ada di udara.
HNO3 sangat asam dan larut dengan baik sekali. Selain itu juga
merupakan asam keras dan reaktif terhadap benda-benda lain yang
menyebabkan korosif. Oleh sebab itu, presipitasinya akan merusak
tanaman terutama daun (Manahan, 1994 dalam Rahmawaty, 2002).
3. Pembentukan Asam Chlorida (HCl)
Asam klorida biasanya terbentuk di lapisan stratosfer, dimana
reaksinya melibatkan Chloroflorocarbon (CFC) dan radikal oksigen O*:
CFC + hv(UV) → Cl* + produk
CFC + O* → ClO + produk
O* + ClO → Cl* + O2
Cl + CH4 → HCl + CH3
Reaksi diatas merupakan bagian dari rangkaian reaksi yang menyebabkan
deplesi lapisan ozon di stratosfer. Perbandingan ketiga asam tersebut
dalam hujan asam biasanya berkisar antara 62% oleh Asam Sulfat, 32%
Asam Nitrat dan 6% Asam Chlorida.
6
Pulau Jawa memiliki tingkat emisi penyebab hujan asam tertinggi
di Indonesia, terutama disebabkan oleh sebagian besar kegiatan
perekonomian yang terpusat di pulau ini. Pada tahun 1989, tingkat
precursor SOx di Indonesia mencapai 157.000 ton per tahun, sedangkan
NOx mencapai 175.000 ton per tahun. Kota Surabaya pada tahun 2000
tercatat mengemisikan 0,26 ton SO2 dan 66,4 ton NOx ke udara dari
berbagai sumber pencemar (Musfil A.S., (2008) dalam Sumahamijaya, I.,
(2009)).
Gambar 1. Proses Terjadinya Hujan Asam
2.3 Dampak Hujan Asam Terhadap Kehidupan Manusia dan Lingkungan
Terjadinya hujan asam harus diwaspadai karena dampak yang ditimbulkan
bersifat global dan dapat menggangu keseimbangan ekosistem. Hujan asam
memiliki dampak tidak hanya pada lingkungan biotik, namun juga pada
lingkungan abiotik, antara lain :
7
A. Danau
Kelebihan zat asam pada danau akan mengakibatkan sedikitnya spesies
yang bertahan. Terdapat hubungan yang erat antara rendahnya pH dengan
berkurangnya populasi ikan di danau-danau. pH di bawah 4,5 tidak
memungkinkan bagi ikan untuk hidup, sementara pH 6 atau lebih tinggi
akan membantu pertumbuhan populasi ikan. Asam di dalam air akan
menghambat produksi enzim dari larva ikan trout untuk keluar dari
telurnya. Asam juga mengikat logam beracun seperi alumunium di danau.
Alumunium akan menyebabkan beberapa ikan mengeluarkan lendir
berlebihan di sekitar insangnya sehingga ikan sulit bernafas. Pertumbuhan
Phytoplankton yang menjadi sumber makanan ikan juga dihambat oleh
tingginya kadar pH.
B. Tanah
Efek tidak langsung dari hujan asam adalah efek terhadap tanah. Gejala ini
menyebabkan terjadinya pencucian mineral seperti Ca, Mg, dan
Potassium, yang merupakan yamg merupakan mineral utama bagi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Mineral tersebut digantikan
oleh logam berat seperti Al, yang justru menghambat pertumbuhan akar
dan menghambat penyerapan air. Tanaman kemudian mulai mati, karena
kekurangan air. Adanya pelapukan dalam batang menandakan terjadinya
kerusakan sistem transportasi air pada tanaman. Dr. Ulrich dari
Universitas Gottingen (Jerman) menyimpulkan bahwa hujan asam
menghambat beberapa pohon spruce dan beech mencapai umur lebih dari
30 – 40 tahun (Nandika, Dodi.,2004).
C. Tumbuhan
Tanaman dipengaruhi oleh hujan asam dalam berbagai macam cara.
Lapisan lilin pada daun rusak sehingga nutrisi menghilang sehingga
8
tanaman tidak tahan terhadap keadaan dingin, jamur dan serangga.
Pertumbuhan akar menjadi lambat sehingga lebih sedikit nutrisi yang bisa
diambil, dan mineral-mineral penting menjadi hilang. Hujan asam yang
larut bersama nutrisi didalam tanah akan menyapu kandungan tersebut
sebelum pohon-pohon dapat menggunakannya untuk tumbuh. Serta akan
melepaskan zat kimia beracun seperti aluminium, yang akan bercampur
didalam nutrisi. Sehingga apabila nutrisi ini dimakan oleh tumbuhan akan
menghambat pertumbuhan dan mempercepat daun berguguran, selebihnya
pohon-pohon akan terserang penyakit, kekeringan dan mati.
D. Kesehatan Manusia
Dampak deposisi asam terhadap kesehatan telah banyak diteliti, namun
belum ada yang nyata berhubungan langsung dengan pencemaran udara
khususnya oleh senyawa NOx dan SO2. Kesulitan yang dihadapi
dkarenakan banyaknya faktor yang mempengaruhi kesehatan seseorang,
termasuk faktor kepekaan seseorang terhadap pencemaran yang terjadi.
Misalnya balita, orang berusia lanjut, orang dengan status gizi buruk relatif
lebih rentan terhadap pencemaran udara dibandingkan dengan orang yang
sehat. Akan tetapi, kuat dugaan bahwa ion-ion beracun yang terlepas
akibat hujan asam menjadi ancaman yang besar bagi manusia. Tembaga di
air berdampak pada timbulnya wabah diare pada anak dan air tercemar
alumunium dapat menyebabkan penyakit Alzheimer. Walaupun hujan
asam ditemukan di tahun 1852, baru pada tahun 1970-an para ilmuwan
mulai mengadakan banyak melakukan penelitian mengenai fenomena ini.
Kesadaran masyarakat akan hujan asam di Amerika Serikat meningkat di
tahun 1990-an setelah di New York Times memuat laporan dari Hubbard
Brook Experimental Forest in New Hampshire tentang banyaknya
kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh hujan asam.
9
E. Korosi
Hujan asam juga dapat mempercepat proses pengkaratan dari beberapa
material seperti batu kapur, pasirbesi, marmer, batu pada diding beton
serta logam. Ancaman serius juga dapat terjadi pada bagunan tua serta
monument termasuk candi dan patung. Hujan asam dapat merusak batuan
sebab akan melarutkan kalsium karbonat, meninggalkan kristal pada
batuan yang telah menguap. Seperti halnya sifat kristal semakin banyak
akan merusak batuan. Lebih lanjut, Harjanto, N.T., (2008)
mengungkapkan beberapa dampak dari deposisi asam ini sangat luas yakni
terhadap makhluk hidup, vegetasi dan struktur bangunan seperti pada
Tabel dibawah ini :
Dampak terhadap Keterangan
Makhluk Hidup Punahnya beberapa jenis ikan.
Mengganggu siklus makanan.
Mengganggu pemanfaatan air untuk air
minum, perikanan, pertanian.
Menimbulkan masalah pada kesehatan,
pernafasan dan iritasi kulit.
Vegetasi Perubahan keseimbangan nutrisi dalam
tanah.
Mengganggu pertumbuhan tanaman.
Merusak tanaman.
Menyuburkan pertumbuhan jamur madu
yang dapat mengganggu pertumbuhan
tanaman (menjadi layu)
Stuktur Bangunan Melarutkan Kalsium Karbonat pada beton,
lantai marmer.
Melarutkan tembaga dan baja
10
BAB III
METODE
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian.
Penelitian ini dilakukan di Bekasi, tepatnya di perumahan Masnaga Bintara Jaya
kelurahan Bintara Jaya Kecamatan Bekasi Barat, Kota Bekasi, Jawa Barat pada
posisi lintang -6° 13' 56.62" LS dan +106° 57' 11.54" BT. Waktu yang di tentukan
pada penelitian ini ialah pada bulan Desember 2013 ketika musim hujan. Waktu
pengambilan air hujan bervariasi, yaitu pagi hari, siang hari, sore hari dan malam
hari.
3.2 Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan meliputi:
1. jas hujan / payung,
2. wadah penampung air hujan,
3. pH meter (Merck).
Bahan-bahan yang digunakan adalah:
1. air hujan segar
2. kertas pH universal (Merck)
3.3 Cara Kerja
11
Wadah kaca
- diletakkan di tempat air hujan turun
- dibiarkan hingga air mengisi wadah
hingga didapat volume yang cukup
- dengan segera diukur pH air hujan
dengan menggunakan pH meter
- mencatat nilai pH air hujan yang
telah terukur
- mencatat pula waktu pengukuran,
kondisi hujan, volume air uji, dsb.
- Membuat grafik hubungn antara nilai
pH terukur dengan banyaknya
pengukuran
3.4 Metode
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen yaitu mengukur
pH air hujan yang turun di wilayah Bintara, Bekasi Barat untuk mengetahui tingkat
keasaman air hujan dan pengaruhnya terhadap lingkungan. Subjek dari penelitian ini
adalah air hujan dan objek dari penelitian ini adalah pH air hujan yang diukur.
Variabel bebas yang dipakai dalam penelitian ini adalah berbagai variasi waktu
pengukuran turunnya air hujan. Volume air hujan yang di uji dan kondisi derasnya
hujan juga ikut diperhatikan.
Pemantauan hujan asam dilakukan dengan sampling air hujan di wilayah
penelitian. Penampungan air hujan dilakukan dengan wadah kaca bersih pada tempat
terbuka, bebas dari halangan bangunan maupun pepohonan, dalam waktu 10 menit
pertama hujan turun, atau hingga didapatkan sampling secukupnya. Analisis air hujan
hanya meliputi parameter kimia yaitu pH. Pengamatan pH dilakukan di lapangan
secara langsung menggunakan pH meter. Data pH diolah dengan grafik sederhana
dengan menghubungkan antara pH yang terukur dengan banyaknya pengukuran
setiap turunnya hujan. Variasi data dianalisis dan hasilnya disajikan dalam bentuk
12
Wadah berisi air hujan
data yang merupakan deskripsi kualitas air hujan dan hubungannya dengan faktor-
faktor seperti waktu, wilayah, kondisi air hujan, dsb.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perubahan rata-rata pH (keasaman) air hujan di wilayah penelitian yaitu di
Bintara, Bekasi Barat disajikan pada Tabel 1 dan grafik 1.
No
.
Tanggal Pukul pH Keterangan
1 4 Desember 2013 16.50 6- Hujan gerimis- Volume air uji sedikit
2 6 Desember 2013 17.45 5- Hujan deras disertai angin & petir- Volume air uji sedikit
3 9 Desember 2013 17.10 6- Hujan sedang- Volume air uji sedikit
4 12 Desember 2013 16.55 6- Hujan gerimis- Volume air uji sedikit
5 13 Desember 2013 16.45 6- Hujan sedang- Volume air uji sedikit
6 13 Desember 2013 21.35 6- Hujan gerimis- Volume air sedikit
7 14 Desember 2013 13.35 5- Hujan deras disertai angin- Volume air uji sedang
8 16 Desember 2013 21.10 5- Hujan deras- Volume air uji sedang
9 18 Desember 2013 19.45 6- Hujan sedang- Volume air uji sedikit
10 19 Desember 2013 19.15 6- Hujan gerimis- Volume air uji sedikit
11 20 Desember 2013 15.40 5- Hujan deras disertai angin- Volume air uji sedang
12 22 Desember 2013 12.33 5- Hujan deras- Volume air uji sedang
13 24 Desember 2013 04.11 7- Hujan sedang- Volume air uji sedang
14 25 Desember 2013 17.30 5- Hujan deras- Volume air uji sedang
15 30 Desember 2013 17. 44 6- Hujan deras- Volume air uji sedikit
13
Tabel 1
4.1112.33
13.3515.40
16.4516.50
16.5517.10
17.3017.44
17.4519.15
19.4521.10
21.350
1
2
3
4
5
6
7
8 7
5 5 5
6 6 6 6
5
6
5
6 6
5
6
Hubungan Ph Air Hujan Terhadap Waktu
waktu (WIB)
pH
Grafik 1
Dari data tersebut, didapat data yang bervariasi terhadap pH air hujan yang telah
terukur. Nilai pH air hujan berada pada kisaran pH 5 – 6 bahkan ada yang
mencapai pH 7. Hal ini masih berada di ambang batas normal dimana pH air
hujan normal berada pada pH 5,6 karena H2O pada air hujan bercampur dengan
gas CO2 di udara menghasilkan suatu asam lemah H2CO3 yang larut dalam air
hujan dan menyebabkan air hujan bersifat sedikit asam. Tetapi beberapa data
menunjukkan pH air hujan 5 yaitu sedikit berada dibawah ambang batas normal
pH air hujan (5,6). Hal ini mungkin disebabkan karena di sekitar wilayah Bintara,
Bekasi Barat berdekatan dengan terminal Pondok Kopi dimana terdapat angkutan
massal seperti metromini dan angkutan kota yang menyumbangkan gas polutan
relatif besar sehingga berpengaruh pada tingkat keasaman air hujan. Untuk
mengetahui lebih spesifik kecederungan perubahan pH air hujan, maka dilakukan
pendekatan terhadap beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut adalah: waktu
pengukuran, kondisi hujan dan volume air uji.
14
4.1 Perubahan pH Air Hujan Terhadap Waktu Pengukuran
Dari data pengukuran air hujan pada tabel 1, dapat dibuat grafik
hubungan antara pH air hujan rata-rata terhadap waktu akumulatif yang
dikelompokkan menjadi pagi hari, siang hari, sore hari dan malam hari. Hasil
ditunjukkan pada Tabel 2 dan Grafik 2.
Waktu Pengkuran pH pH rata-rata
Pagi (00.00 - 12.00) - pH 7 (04.11) 7
Siang (12.00 - 15.00) - pH 5 (13.35)
- pH 5 (12.33)5
Sore (15.00 - 18.00) - pH 6 (16.50)
- pH 5 (17.45)
- pH 6 (17.10)
- pH 6 (16.55)
- pH 6 (16.45)
- pH 5 (15.40)
- pH 5 (17.30)
- pH 6 (17.44)
5.6
Malam (18.00 – 24.00) - pH 6 (19.15)
- pH 6 (19.45)
- pH 5 (21.10)
- pH 6 (21.35)
5.7
Tabel 2
15
Pagi (00.00 - 12.00)
Siang (12.00 - 15.00)
Sore (15.00 - 18.00)
Malam (18.00 – 24.00)
012345678 7
55.6 5.7
Hubungan ph Rata-rata Air Hujan Terhadap Waktu
waktu akumu-latif
pH r
ata-
rata
Grafik 2
Dari data dan grafik tersebut, dapat dilihat bahwa pH rata-rata air hujan
pada pagi hari berkisar pada pH 7 dimana merupakan pH netral. Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat keasaman air hujan pada pagi hari lebih rendah
dibandingkan pada waktu yang lain (siang, sore dan malam hari). Hal ini
disebabkan karena pada pagi hari, aktivitas kendaraan bermotor di wilayah
Bintara yang membuang gas polutan ke udara masih rendah atau belum
beroperasi sehingga kadar polutan pada udara masih rendah dan meningkatkan
pH air hujan (menurunkan keasaman). Sedangkan pada siang hari, pH air hujan
berkisar pada pH 5,6 dimana pH ini merupakan pH terendah dibandingkan pH
air hujan pada pagi, sore dan mlam hari. Hal ini disebabkan pada siang hari,
kadar polutan di udara meningkat akibat meningkatnya aktivitas kendaraan
bermotor di wilayah Bintara sehingga menurunkan pH air hujan (menaikkan
keasaman). Pada sore dan malam hari, pH air hujan mengalami kenaikan tapi
tidak terlalu signifikan, yaitu berkisar pada pH 5,6 dan 5,7 yang menandakan
sedikit turunnya kadar gas polutan di udara sebagai tanda menurunnya aktivitas
kendaraan bermotor dan industri pabrik sehingga menaikkan pH air hujan
(menurunkan keasaman).
16
4.2 Perubahan pH Air Hujan Terhadap Kondisi Hujan
Dari data pengukuran air hujan pada tabel 1, dapat dibuat grafik
hubungan antara pH air hujan rata-rata terhadap kondisi hujan yang
dikelompokkan menjadi gerimis, sedang dan deras. Hasil ditunjukkan pada
Tabel 3 dan Grafik 3.
Kondisi hujan Pengukuran pH pH rata-rata
Gerimis - pH 6 (16.50)
- pH 6 (16.55)
- pH 6 (21.35)
- pH 6 (19.15)
6
Sedang - pH 6 (17.10)
- pH 6 (16.45)
- pH 6 (19.45)
- pH 7 (04.11)
6.25
Deras - pH 5 (17.45)
- pH 5 (13.35)
- pH 5 (21.10)
- pH 5 (15.40)
- pH 5 (12.33)
- pH 5 (17.30)
- pH 6 (17. 44)
5.1
Tabel 3
17
Gerimis Sedang Deras0
1
2
3
4
5
6
7
6 6.25
5.1
Hubungan pH rata-rata air hujan terhadap kondisi air hujan
kondisi air hu-jan
pH r
ata-
rata
Grafik 3
Dari data dan grafik tersebut, dapat dilihat bahwa semakin deras hujan
yang turun, semakin menurun pH air hujan yang menandakan bahwa air hujan
semakin asam. Hal ini disebabkan karena pada hujan deras, biasanya disertai
dengan angin. Angin ini dapat membawa gas polutan yang lebih banyak ke
wilayah penelitian sehingga semakin banyak pula gas polutan yang terakumulasi
dalam air hujan dan menyebabkan air hujan semakin asam dan menurunkan pH.
Tetapi pada kondisi hujan sedang, terdapat ketidaksesuaian dimana data
menunjukkan kenaikan pH air hujan padahal seharusnya semakin menurun. Hal
ini mungkin disebabkan adanya faktor lain yang mempengaruhi perubahan pH
air hujan. Untuk itu, dilakukan pembahasan lebih lanjut terhadap faktor lainnya
yang akan dibahas setelah ini.
4.3 Perubahan pH Air Hujan Terhadap Volume Air Uji
Dari data pengukuran air hujan pada tabel 1, dapat dibuat grafik
hubungan antara pH air hujan rata-rata terhadap volume air uji yang
dikelompokkan menjadi sedikit (5-10 ml) dan sedang (10-30 ml). Hasil
ditunjukkan pada Tabel 4 dan Grafik 4.
Volume air uji Pengukuran pH pH rata-rata
18
Sedikit (5-10 ml) - pH 6 (16.50)
- pH 5 (17.45)
- pH 6 (17.10)
- pH 6 (16.55)
- pH 6 (16.45)
- pH 6 (21.35)
- pH 6 (19.45)
- pH 6 (19.15)
- pH 6 (17. 44)
5,9
Sedang (10-30 ml) - pH 5 (13.35)
- pH 5 (21.10)
- pH 5 (15.40)
- pH 5 (12.33)
- pH 7 (04.11)
- pH 5 (17.30)
5,3
Tabel 4
sedikit (5-10 ml) sedang (10-30 ml)5
5.15.25.35.45.55.65.75.85.9
65.9
5.3
Hubungan pH rata-rata air hujan terhadap volume air uji
volume air uji
pH r
ata-
rata
Grafik 4
19
Dari tabel dan grafik tersebut dapat dilihat bahwa semakin banyak
volume air uji terhadap air hujan yang diukur pH nya, semakin menurun pH
air hujan yang menandakan naiknya tingkat keasaman air hujan. Hal ini
mungkin disebabkan pada volume air uji yang sedikit, kadar polutan yang
terlarut pada air uji lebih sedikit dibandingkan kadar polutan yang terlarut
pada air uji dengan volume yang sedang. Hal ini dapat terjadi karena kadar
polutan yang menyebabkan keasaman air hujan tidak terakumulasi secara
merata pada air hujan sehingga diperlukan pengambilan volume sampel air
hujan yang agak banyak untuk mendapatkan pengukuran pH yang maksimal
terhadap air hujan.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pH air hujan di wilayah Bintara,
Bekasi Barat memiliki harga pH pada kisaran pH 5 - 7. Hubungan antara pH air
hujan rata-rata terhadap waktu pengukuran didapatkan bahwa semakin pagi
pengukuran pH air hujan, semakin besar nilai pH air hujan (menurunnya
keasaman) dan semakin siang pengukuran air hujan, semakin kecil nilai pH air
hujan (semakin asam). Hubungan antara pH air hujan rata-rata terhadap kondisi
hujan didapatkan bahwa semakin deras hujan, semakin menurun nilai pH air hujan
(semakin asam). Hubungan antara pH air hujan rata-rata terhadap volume air uji
20
(sampel) terhadap air hujan didapatkan bahwa semakin banyak volume air uji,
semakin kecil pH air hujan yang terukur (semakin asam) dan sebaliknya.
DAFTAR PUSTAKA
Hunter BT, 2004 dalam Rahardiman, Arya. 2009
Soemarwoto O, 1992
Manahan, 1994 dalam Rahmawaty, 2002
Musfil A.S., (2008) dalam Sumahamijaya, I., (2009)
Nandika, Dodi.,2004
Harjanto, N.T., (2008)
HUJAN ASAM DAN LAJU PENGASAMAN AIR SUMUR DI WILAYAH INDUSTRI (IPB)
21