TUGAS UAS INVESTIGASI
-
Upload
rknurhayati -
Category
Documents
-
view
702 -
download
7
Transcript of TUGAS UAS INVESTIGASI
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Industrialisasi berkembang pesat melalui pembangunan alat dan teknologi serta
kompetensi kerja saat ini. Pekerja sebagai motor penggerak industri banyak menghadapi
bahaya dan risiko berkaitan dengan pekerjaan mereka. Bahaya adalah setiap sumber potensi
kerusakan, kerugian atau dampak kesehatan yang buruk pada sesuatu atau seseorang dalam
kondisi tertentu di tempat kerja (Canadian Centre for Occupational Health and Safety, 2009).
Bahaya terdiri dari bahaya keselamatan dan bahaya kesehatan. Bahaya keselamatan termasuk
terpeleset, tersandung, pelindung mesin yang tidak sesuai, tidak berfungsinya peralatan, atau
gagal. Sedangkan bahaya kesehatan termasuk bakteri, virus (biologis), bahan kimia, gerakan
berulang (ergonomi), radiasi, tekanan ekstrim (fisik).
Risiko adalah probabilitas atau kemungkinan dari suatu efek buruk tertentu untuk
menjadi kenyataan (ILO Encyclopedia). Apabila bahaya dan risiko tersebut tidak dilakukan
pencegahan, maka akan mengakibatkan kecelakaan maupun Penyakit Akibat Kerja (PAK).
Estimasi global yang dilaporkan ILO pada tahun 2002 menyebutkan bahwa dari 2,8 milyar
tenaga kerja di dunia, dalam satu tahun terjadi 2,2 juta kematian terkait pekerjaan, 270 juta
kecelakaan kerja, 160 juta Penyakit Akibat Kerja (PAK) dengan kerugian sekitar 4% dari
GDP global (30 triliun US dolar).
Sementara itu, kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak
diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda. Hal ini
dijelaskan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. PER.03/MEN/ 1998. Untuk itu,
sebagai salah satu upaya dalam pencegahan kecelakaan yang terjadi di tempat kerja serta
untuk pengidentifikasian dan pemberian rekomendasi dalam tindakan perbaikan, maka setiap
tempat kerja perlu melakukan investigasi kecelakaan. Setiap kejadian kecelakaan yang terjadi
di tempat kerja wajib dilaporkan. Adapun, jenis kecelakaan yang dilaporkan berdasarkan
Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. PER.03/MEN/ 1998 adalah :
Kecelakaan Kerja
Kebakaran atau peledakan atau bahaya pembuangan limbah
Kejadian berbahaya lainnya
Salah satu industri yang memiliki bahaya dan risiko yang tinggi adalah tambang
bawah tanah. Dalam peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertambangan dan Energi
melalui Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 555.K/26/M.PE/1995, disebutkan
1 Investigasi Kecelakaan Underground Mining
bahwa tambang bawah tanah adalah suatu sistem penambangan untuk mendapatkan bahan
galian yang kegiatannya dilakukan di bawah tanah. Kecelakaan yang terjadi di tambang
diartikan sebagai setiap kecelakaan yang menimpa pekerja tambang atau orang yang
mendapat izin masuk pada kegiatan usaha pertambangan. Hal ini termasuk dalam jenis
kecelakaan yang dilaporkan berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No.
PER.03/MEN/ 1998. Untuk itu, investigasi beserta pelaporan kecelakaan perlu dilakukan.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Penulisan ini dilakukan untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester mata kuliah
Investigasi Kecelakaan
1.2.2 Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu menggambarkan kronologis kejadian kecelakaan
Mahasiswa mampu melakukan investigasi kecelakaan di tempat kerja dengan
menggunakan metode Bird and Loftus.
Mahasiswa mampu memberikan rekomendasi pengendalian berkaitan dengan
penyebab kecelakaan
1.3 Ruang Lingkup
Investigasi kecelakaan yang dijelaskan dalam makalah ini merupakan salah satu
kejadian kecelakaan yang terjadi di industri tambang bawah tanah di PT X. Jenis kecelakaan
merupakan kecelakaan kerja yang melibatkan mesin (kendaraan) pada tanggal 16 Juni 2010.
Adapun metode yang digunakan dalam investigasi adalah teori Bird and Loftus yang tidak
hanya membahas mengenai perilaku tidak aman pekerja serta kondisi lingkungan yang tidak
aman, tetapi juga faktor manajemen.
1.4 Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini adalah dengan studi literatur. Melalui beberapa
referensi dan rujukan, serta wawancara terhadap praktisi berpengalaman.
2 Investigasi Kecelakaan Underground Mining
LOSS
ACCIDENT
Direct/Immediate Cause(Unsafe acts and unsafe condition)
Indirect/Basic Cause(Pengetahuan, keahlian, motivasi, kapabilitas dan limitasi, disain standar kerja)
Lack of Management Control(Kelemahan fungsi-fungsi manajemen, leadership, pengawasan, standar operasi kerja (SOP))
LOSS
ACCIDENT
Direct/Immediate Cause(Unsafe acts and unsafe condition)
Indirect/Basic Cause(Pengetahuan, keahlian, motivasi, kapabilitas dan limitasi, disain standar kerja)
Lack of Management Control(Kelemahan fungsi-fungsi manajemen, leadership, pengawasan, standar operasi kerja (SOP))
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Bird dan Loftus
Salah satu teori kecelakaan yang dikemukakan oleh Bird dan Loftus mengemukakan
bahwa terjadinya suatu kecelakaan bukan hanya disebabkan faktor kesalahan manusia,
melainkan juga faktor manajemen. Teori yang dikembangkan dari model dasar teori Heinrich
ini menyatakan bahwa manajemen lebih mengambil peran dalam melakukan pengendalian
agar tidak terjadi suatu kecelakaan. Skema terjadinya kecelakaan menurut teori Bird dan
Loftus, yaitu :
Lack of Management System
Kurangnya sistem pengawasan oleh manajemen merupakan inisial awal timbulnya
sekuens kecelakaan. Jika manajemen berjalan sebagaimana fungsinya, yakni sesuai dengan
siklus planning (perencanaan) - organizing (pengorganisasian) – leading - control
(pengawasan) maka kejadian kecelakaan dapat dicegah sedini mungkin. Namun, jika hal
3 Investigasi Kecelakaan Underground Mining
tersebut tidak terlaksana maka kurangnya sistem pengawasan, tercakup di dalamnya fungsi
manajemen, leadership, pengawasan serta standar operasi yang berlaku, dapat membentuk
penyebab dasar timbulnya kecelakaan.
Indirect/Basic Cause
Penyebab dasar dikelompokkan menjadi dua, yakni faktor personal (personnel
factors) serta faktor pekerjaan (job factors). Faktor individu merupakan penyebab dasar
terjadinya perilaku tidak aman (unsafe acts) yang meliputi kurangnya pemahaman serta
kemampuan yang dimiliki, kurangnya motivasi, masalah kesehatan, mental ataupun
permasalahan pribadi yang tidak terkait dengan pekerjaan. Sementara itu faktor pekerjaan
merupakan penyebab dasar terjadinya kondisi tidak aman (unsafe conditions) yang meliputi
ketidaksesuaian pekerjaan, desain atau peralatan yang buruk serta rendahnya kualitas
peralatan.
Direct/Immediate Cause
Penyebab langsung hampir sama dengan domino ketiga pada teori domino Heinrich,
yakni perilaku yang tidak aman (unsafe acts) dan kondisi yang tidak aman (unsafe
conditions), akan tetapi, jika dalam teori domino Heinrich dua sekuens penyebab sebelumnya
merupakan kombinasi yang dapat membuat domino ketiga jatuh, maka dalam teori ini, unsafe
acts dan unsafe conditions bertindak sebagai gejala dari penyebab utama yang muncul dari
dua sekuens penyebab sebelumnya. Jika lingkungan manajemen organisasi pekerjaan tidak
melakukan pengawasan terhadap kedua faktor ini, maka kejadian kecelakaan dapat terjadi.
Accident
Kecelakaan merupakan kejadian yang berpotensi untuk menghasilkan kerugian. Hal
ini dapat terjadi jika sekuens penyebab sebelumnya bersinergis membentuk sebuah sekuens
kejadian kecelakaan.
Loss
Kerugian merupakan dampak yang timbul jika kecelakaan terjadi. Dampak
kerugian ini dapat berupa kerugian materi (properti perusahaan) maupun korban jiwa.
4 Investigasi Kecelakaan Underground Mining
2.2 Tahapan Investigasi Kecelakaan
Ada banyak hal yang dilakukan ketika kecelakaan terjadi, ini termasuk merawat luka-
luka, mencegah kecelakaan sekunder seperti kebakaran dan ledakan, memeriksa adegan,
wawancara saksi, cek peralatan dan catatan, menganalisa penyebab, menulis laporan,
mengambil tindakan korektif, dan membuat orang kembali bekerja. Tahapan-tahapan
yang bisa dilakukan yaitu :
1. Menanggapi keadaan darurat dengan segera dan positif. Dengan melihat atau
menceritakan insiden, supervisor harus pergi ketempat kejadian dengan segera.
Memperhitungkan biaya dan memberikan instruksi khusus untuk orang-orang
tertentu. Menjauhkan orang-orang yang tidak berkepentingan keluar dari kawasan
tersebut. Memutuskan apakah perawatan darurat atau pengendalian kerusakan
dibutuhkan dan mengevakuasi pekerja yang ada di sekitar tempat kejadian.
Memperkirakan potensi kerugian dan memutuskan siapa lagi yang harus diberitahu.
2. Mengumpulkan informasi yang bersangkutan dengan insiden tersebut. Bertanya pada
diri sendiri beberapa pertanyaan mendasar seperti apa yang telah terjadi? Siapa yang
seharusnya ada? Apa yang tidak boleh? Apa hal-hal yang mungkin telah gagal atau
tidak berfungsi? Apa yang perlu anda ketahui tentang pelatihan, perbaikan,
pemeliharaan, dan hal-hal lain yang ada dicatatan?
3. Menganalisis semua penyebab signifikan. Pertama mengidentifikasi kerusakan dan
luka-luka. Kemudian mendefinisikan kontak energi, dan tindakan standar dan kondisi
yang memungkinkan kontak. Menilai faktor pekerjaan dan faktor pribadi untuk setiap
tindakan dan kondisi. Urutkan apa yang diketahui, apa yang perlu dicari tahu dan apa
yang perlu diasumsikan mengingat potensi kerugian yang dapat timbul.
4. Mengembangkan dan mengambil tindakan perbaikan. Sistem perlu dimatikan dan
dikunci untuk menjaga insiden lain terjadi. Menanggulangi hambatan yang mungkin
terjadi seperti tumpahan atau kebocoran yang harus dibersihkan. Memberikan
perintah pekerjaan yang perlu dikembangkan untuk perubahan, permintaan pembeli,
atau pengembangan kegiatan program. Beberapa mungkin perlu persetujuan untuk
pendanaan, mempekerjakan, atau transfer personil.
5. Review informasi dan rekomendasi. Setiap rekomendasi perlu direview oleh level
manajemen karena 3 hal, yang pertama untuk me-verifikasi informasi dan data yang
dikumpulkan selama investigasi dan apakah penyebab dasarnya sudah diketahui.
Yang kedua, level manajemen perlu memutuskan pihak apa lagi yang perlu mendapat
informasi tersebut. Yang terkahir, level manajemen perlu mengevaluasi mengapa
5 Investigasi Kecelakaan Underground Mining
program K3 yang dijalankan tidak dapat meng-cover pengendalian hazard di lokasi
insiden/kecelakaan.
6. Menilai keefektifan tindakan koreksi. Hal ini perlu dilakukan untuk menilai apakah
koreksi yang dilakukan berdasarkan insiden yang terjadi tidak menimbulkan damage
lebih lanjut.
2.3 Gambaran Umum Industri Pertambangan Bawah Tanah
2.3.1 Proses Penambangan Batubara Bawah Tanah
Pertambangan bawah tanah merupakan pertambangan mineral yang terletak di lapisan
batu pada perut bumi. Bekerja di pertambangan bawah tanah memiliki beberapa karakteristik
yaitu bekerja di dalam terowongan dan lorong-lorong dimana pekerja, mesin, dan bebatuan
berinteraksi. Semua pertambangan bawah tanah harus memiliki ventilasi dan udara segar,
sumber energi listrik, air dan udara bertekanan, drainase dan pompa, serta sistem komunikasi.
Tambang bawah tanah terdiri dari portal sebagai pintu utama masuk area tambang, heading
sebagai jalan utama dalam tambang, dip merupakan area lapisan batubara yang di eksplorasi,
rib sebagai dinding, roof sebagai atap, floor sebagai lantai, cut through merupakan pertemuan
antar heading (intersection), dan main hole merupakan gua kecil tempat berlindung pekerja
saat berpapasan dengan unit .
Sistem penyanggaan dan sistem ventilasi merupakan 2 hal yang sangat penting dalam
kegiatan penambangan bawah tanah. Penyanggaan lubang bertujuan untuk menyangga rib
dan roof agar tidak runtuh dan menyebabkan insiden. Sistem penyanggaan diterapkan sesuai
dengan kondisi terowongan, beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan
penyanggaan yaitu:
a. Menguji atau memeriksa struktur batuan pada roof
b. Mempelajari struktur batuan rib dan roof
c. Memilih jenis bentuk penyanggaan sesuai karakteristik batuan dan terowongan
d. Memperhatikan teknik penyanggaan
Beberapa metode penyanggaan antara lain:
a. Rock Bolt, digunakan untuk mengikat batubara yang lemah dengan lapisan batu yang
kuat pada bagian atasnya serta pengikatan batuan agar kuat dan mampu menopang.
b. Penyanggaan kayu, merupakan penyanggaan sekunder yang digunakan pada bagian
runtuhan yang jarang dilewati unit.
6 Investigasi Kecelakaan Underground Mining
c. Penyanggan baja, digunakan pada batuan yang kurang stabil dan tidak dapat disangga
dengan sistem rock bolt.
d. Penyangga sementara yang digunakan secara tidak permanen dan dan dapat digeser
sehingga lapisan batubara dibiarkan runtuh.
Sitem ventilasi pada tambang bawah tanah menjadi hal yang penting karena udara
dalam area tambang lembab dan mengandung bahan-bahan kimia dari alam. Sistem tersebut
bertujuan:
a. Menyediakan oksigen untuk pekerja.
b. Menurunkan konsentrasi gas-gas toksik dan mudah meledak, debu, asap dan
sebagainya ke level di bawah nilai ambang batas.
c. Memberikan suasana nyaman kepada pekerja saat melakukan pekerjaan.
Salah satu metode penambangan bawah tanah yaitu metode room and pillar. Metode
tersebut mengandalkan endapan batubara sebagai penyangga. Batubara dibuat sedemikian
rupa sehingga memiliki ruang-ruang dan akses jalan serta digunakan sebagai penyangga
(pillar). Pada saat penambangan dilakukan, penyangga dipertahankan agar tetap kuat untuk
menyangga. Hasil produksi menggunakan metode ini hanya mencapai 30-40% saja karena
banyak batubara yang ditinggalkan sebagai penyangga untuk mempertahankan kekuatan
terowongan. Terowongan tersebut memiliki ukuran lebar maksimal 5.2 m dan tinggi 2.8 m.
7 Investigasi Kecelakaan Underground Mining
Gambar 2.1 Metode room and pillar
2.3.2 Peralatan yang Digunakan
Peralatan yang digunakan dikelompokkan menjadi 2 yaitu peralatan saat persiapan
dan peralatan saat eskplorasi. Beberapa peralatan untuk persiapan yaitu:
a. Road Heading Machine, yang digunakan untuk membuat mulut tambang.
b. Continous Miner, yang digunakan untuk membuat lubang.
Beberapa peralatan yang digunakan saat eksplorasi antara lain:
a. Continous Miner, yang digunakan juga sebagai pengeruk batubara.
b. Shuttle car, digunakan untuk mengangkut batubara dan ditumpahkan ke feed breaker.
c. Conveyor, digunakan untuk mengangkut batubara ke luar terowongan.
8 Investigasi Kecelakaan Underground Mining
Gambar 2.2 Peralatan yang Digunakan pada Kegiatan Penambangan
2.3.3 Karakteristik Bahaya dan Risiko
Karakter bahaya & risiko yang khas pada underground mining berupa risiko
longsornya underground karena masalah engineering, risiko fire & explosion karena
akumulasi gas metan dan/ atau tingginya flammable level pada coal dust.
1. Bahaya Kimia
Beberapa jenis gas yang diidentifikasi yang sering dijumpai di dalam tambang underground:
DAFTAR GAS
N
o
Nama Gas Simbo
l
Kimia
Berat
Relativ
e
Sifat fisik Efek Bahaya Limit
NAB
Sumber Gas
1Karbon
DioksidaCO₂ 1.53
tidak
berbau,
tidak
bewarna,
tidak
berasa,
larut
dalam air
berbahaya,
menyesakkan
,
10% - fatal
point
0,50%
peledakan,
oksidasi,
kebakaran,
batuan
samping,
(country
rock)
Karbon
Monoksid
a
CO 0.87
tidak
berbau,
tidak
bewarna,
tidak
berasa,
beracun
meledak pada
range 12,5 %
- 75 %,
0,5 % - 1 % -
fatal
50 ppm peledakan
gas / debu,
oksidasi
batubara
3 Metan CH₄ 0.55 tidak
berbau,
tidak
bewarna,
meledak pada
range 5 %-15
%
1 % -
remove
diesels.
1.25% -
batuan
samping
(country
rock)
9 Investigasi Kecelakaan Underground Mining
tidak
berasa
power
off.
2,5 -
men out
4Hidrogen
SulfidaH₂S 1.19
berbau
telur
busuk,
tidak
bewarna,
berasa
asam
dapat
menyebabka
n mati lemas
10 ppm
batuan
samping /
batubara
yang
mengandun
g belerang
5Sulfur
DioksidaSO₂ 2.26
bau
sulphur
tajam,
tidak
bewarna,
berasa
asam,
larut
dalam air,
beracun
meledak pada
range 4.3 %-
45.5 %
1,800 ppm-
fatal
5 ppm
pembakaran
bijih yang
mengandun
g pyrite atau
belerang
bumi
6Nitrogen
DioksidaNO₂ 1.59
tidak
berbau,
tidak
berasa,
warna
kemerahan
,
beracun
berbahaya,
menyerang5 ppm
jarang
dijumpai,
kadang bisa
terjadikaren
a adanya
peledakan
7 Oksigen O₂ 1.1 tidak
berbau,
tidak
bewarna,
tidak
dapat terjadi
oxygen 6% -
fatal point
19.5 % komposisi
di udara
normal 20, 9
%
10 Investigasi Kecelakaan Underground Mining
berasa
Tabel 2.1 Daftar Gas yang Sering Ditemui Dalam Tambang
Diantara gas-gas yang ditemukan dalam underground mining di atas, gas metan
merupakan hazard kimia yang paling perlu diwaspadai. Metan merupakan gas highly
explosive pada konsentrasi 5-15% dan telah dikenal sebagai penyebab utama pada beberapa
kecelakaan di lingkup pertambangan. Metan dapat dikontrol dengan penyediaan air flow yang
memadai dengan mengencerkan gas ke level aman (di bawah range explosive) serta
penyediaan sistem exhaust ventilation yang dapat mengeluarkan gas dengan cepat dari tempat
kerja. Konsentrasi metan perlu dimonitor terus-menerus dan peraturan terkait perlu dibuat
yaitu jika konsentrasi mencapai 1- 1,5 % operasi harus segera di-close down. Serta segera
melakukan evakuasi di lokasi tambang jika konsentrasi metan mencapai 2- 2,5%.
Selain gas-gas berbahaya, coal dust juga perlu diperhatikan dalam underground
mining. Selain menyebabkan black lung diseases (anthracosis) jika terinhalasi pekerja
tambang, coal dust juga tersifat explosive ketika debu halus bercampur dengan udara dan
terignisi. Pencemaran udara akibat coal dust dapat dikendalikan dengan water spray dan
exhaust ventilation.
2. Bahaya Fisik
Identifikasi bahaya hazard fisik dapat berupa energi seperti pencahayaan, temperatur
ekstrim, radiasi, tekanan udara, getaran dan bising. Bising dan getaran bersumber dari alat-
alat berat pada underground mining, tekanan tinggi dapat bersumber dari angin tekanan
tinggi pada pengoperasian hand bolter. Sedangkan temperatur ekstrim berupa heat stress
berasal dari panas lingkungan di surface pertambangan.
3. Bahaya Biologi
Hazard biologi dapat berasal dari kontaminasi serangga, virus, jamur, kapang dan
bakteri. Hal ini berkaitan dengan sanitasi dan housekeeping penyimpanan air, pembuangan
limbah industri, penanganan makanan dan kebersihan personal.
4. Bahaya Mekanik
Hazard mekanik yang sering terjadi di underground mining berupa terjepit, tertimbun,
mata terkena partikel, tertimpa, terjatuh karena bekerja di ketinggian, tersayat, dan lain lain.
Seperti pekerjaan pertambangan pada umumnya, di underground mining juga menggunakan
11 Investigasi Kecelakaan Underground Mining
alat-alat berat berupa shuttle car, continious miner, dan lain-lain. Misalnya risiko mata
terkena partikel pada pekerjaan pemotongan batubara dengan continious miner, oleh karena
itu pekerja harus selalu menggunakan APD lengkap. Longsornya lubang underground mining
juga menjadi risiko besar yang perlu diwaspadai pekerja.
5. Bahaya Elektrik
Pekerjaan di underground mining menggunakan listrik dari surface agar mencegah
terjadinya explosive dan kebakaran di bawah tanah tersebut. Oleh karena itu penggunaan
alat-alat listrik sangat diperlukan di jenis pertambangan ini. Misalnya pada Shuttle car, alat
ini digerakkan dengan motor listrik, digunakan untuk mengangkut bahan galian dari medan
kerja penambangan ke jalur pengangkutan utama. Shutlle car ini dioperasikan oleh satu
operator dan dibantu oleh satu orang cable handler. Jika terjadi kerusakan pada mesin, kabel
bertegangan tinggi, trafo atau peralatan yang lain yang menggunakan energi listrik, maka
perbaikan segera dilakukan untuk mencegah risiko tinggi muncul.
6. Bahaya Psikososial
Bahaya psikososial yaitu bahaya yang dapat menimbulkan gangguan terhadap si
pekerja, misalnya stress atau jenuh. Pekerjaan di remote area seperti di underground mining
juga menjadi faktor penting dan perlu diperhatikan dalam pembuatan program K3 di
perusahaan.
7. Bahaya Ergonomi
Meliputi disain alat dan area kerja, mengangkat dan menjangkau yang tidak baik,
kondisi penerangan yang buruk serta gerakan yang berulang-ulang pada posisi yang salah.
Dalam underground mining, terdapat beberapa manual operation pada aktivitas mengangkat,
menurunkan, mendorong, menarik, dan membawa atau memindahkan beban/ material yang
dilakukan pekerja secara manual.
12 Investigasi Kecelakaan Underground Mining
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Kejadian Kecelakaan di Pertambangan Bawah Tanah
3.1.1 Karakteristik Lokasi Terjadinya Kecelakaan
Kecelakaan yang akan diinvestigasi terjadi di bawah permukaan tanah, di mana
kegiatan penambangan bawah tanah dilakukan, tepatnya pada south heading, yakni jalur
utama yang disediakan untuk pekerja, visitor, maupun peralatan berpengemudi ke dalam dan
luar tambang. Tahapan produksi dalam kegiatan penambangan bawah tanah ini menggunakan
metode room and pilar mining sehingga ukuran terowongan di sepanjang lokasi memiliki
lebar maksimal 5,2 m dan tinggi 2, 8 m. Sementara itu, di sepanjang jalur lokasi terjadinya
kecelakaan ini juga terdapat vent tube, yakni sistem peranginan atau ventilasi yang mengarah
kepada work face (area kerja). Adapun beberapa istilah dalam yang digunakan dalam lokasi
terjadinya kecelakaan ini adalah :
Heading
Heading merupakan jalan atau jalur utama mulai dari pintu masuk (portal) hingga
ke ujung permukaan kerja (work face). Heading biasa disingkat dengan H, dan
penamaannya mengikuti susunan abjad dengan menggunakan huruf kapital di depan
heading. Adapun lokasi terjadinya kecelakaan berada di heading wilayah B sehingga
dinamakan B/H (B/Heading).
Cut Through
Cut through merupakan bukaan penggalian yang menghubungkan antar heading,
atau dengan kata lain merupakan titik pertemuan antar heading. Berbeda dengan
heading, penamaan cut through mengikuti susunan angka dan diletakkan setelah cut
through. Adapun lokasi terjadinya kecelakaan berada di antara cut through 2 dan cut
through 3 sehingga dinamakan C/T 2 (Cut/Through 2) dan C/T 3 (Cut/Through 3).
13 Investigasi Kecelakaan Underground Mining
CT
CT
Hal ini dapat terlihat dalam gambar berikut :
= Heading (jalur utama)
= Cut Through (persimpangan)
3.1.2 Subjek dan Waktu Terjadinya Kecelakaan
Kecelakaan yang terjadi melibatkan dua orang pekerja. Kedua orang pekerja ini
masing-masing bernama Markus, yang bertindak sebagai cable man atau pengatur kabel saat
shuttle car sedang bekerja sekaligus pemberi komando atau aba-aba kepada operator, serta
Pelis, yang bertindak sebagai operator shuttle car. Kejadian kecelakaan sendiri terjadi pada
hari Rabu, 16 Juni 2010, pada saat shift kedua atau afternoon shift. Afternoon shift ini
berlangsung pada rentang waktu pukul 15.00 hingga pukul 24.00 WITA.
3.1.3 Kronologi Kecelakaan
Kecelakaan terjadi saat berlangsungnya kegiatan pemindahan seluruh peralatan dan
mesin untuk mendekati area kerja (work face), termasuk di dalamnya pemindahan shuttle car.
Shuttle car merupakan salah satu kendaraan pengangkut batubara bertenaga listrik dengan
14 Investigasi Kecelakaan Underground Mining
CT
Gambar 3.1 Visualisasi Heading dan Cut Through pada Penambangan Bawah Tanah
CTCT
suplai tenaga listrik yang berasal dari permukaan tanah dan dialirkan melalui kabel yang
berada pada shuttle car. Shuttle car memiliki karakteristik perpindahan dua arah saja, yakni
maju dan mundur. Dalam kasus ini, shuttle car yang hendak dipindahkan adalah shuttle car
01, yang akan dipindahkan dari C/T 2 B/H ke C/T 3, dan berjalan mundur dari lokasi asal,
yakni lokasi C/T 2.
Sebelum proses pemindahan dilakukan, Markus yang bertindak sebagai cable man
menggantungkan kabel ke shoes terlebih dahulu agar tidak terinjak saat shuttle car sedang
berjalan. Shoes merupakan bagian dari shuttle car yang berfungsi sebagai tempat lilitan kabel
dengan proteksi berupa klep agar kabel tidak mudah terlepas. Setelah kabel selesai
digantungkan pada shoes, Markus memberi aba-aba pada Pelis, operator shuttle car untuk
menyalakan power. Pada saat shuttle car sedang berjalan, Markus memberi aba-aba kembali
pada Pelis untuk berhenti karena shuttle car menabrak vent tubes. Kemudian Markus
memindahkan vent tubes yang berada di dinding sebelah kanan shuttle car ke bagian depan.
Markus pun memberikan instruksi pada Pelis untuk jalan kembali setelah vent tubes selesai
dipindahkan. Akibat manuver yang tidak tepat serta space yang tidak cukup, Markus
menginstruksikan Pelis untuk maju kembali. Saat shuttle car bergerak maju kembali inilah
kabel yang sebelumnya terpasang di shoes lepas dan mengenai bagian perut Markus. Pelis
pun segera mematikan shuttle car dan segera menolong Markus serta melaporkan kejadian
tersebut kepada shift supervisor yang terdapat di lokasi. Shift supervisor dan beberapa crew di
lokasi langsung membawa korban ke permukaan tanah dengan menggunakan EIMCO 913
dan melaporkan kejadian tersebut kepada HSE Manager untuk tindakan lebih lanjut. Korban
pun dibawa ke klinik dan dirujuk ke rumah sakit Pupuk Kalimantan Timur (PKT). Dalam
kejadian ini Markus menderita lebam di perut dan tidak dapat bekerja selama beberapa hari
sehingga kasus kecelakaan ini tergolong dalam lost time injury (LTI) , di mana kecelakaan
menyebabkan hilangnya waktu kerja seseorang selama lebih dari 2x24 jam.
15 Investigasi Kecelakaan Underground Mining
Tempat Kejadian Perkara
(TKP)
Gambar 3.2 Visualisasi Lokasi Terjadinya Kecelakaan
3.2 Analisis Penyebab Terjadinya Kecelakaan Berdasarkan Teori Bird dan Loftus
Berdasarkan teori Bird dan Loftus yang telah dijelaskan sebelumnya, terdapat empat
sekuens penyebab kecelakaan yang dapat digunakan untuk melakukan investigasi penyebab
kasus kecelakaan di underground mining tersebut. Adapun keempat sekuens tersebut adalah :
1. Lack of Management Control
Keselamatan dalam bekerja merupakan salah satu komitmen yang harus dimiliki oleh
suatu perusahaan. Peran dan tanggung jawab mengenai kesehatan dan keselamatan kerja (K3)
harus ditetapkan secara tertulis dan menjadi bagian integral dari uraian tugas dan jabatan
masing-masing.
Kejadian kecelakaan yang menimpa cable man perusahaan mining contractors dapat
terjadi akibat tidak efektifnya pengawasan yang diterapkan atau lemahnya pengawasan yang
dilakukan oleh supervisor. Hal yang perlu diperhatikan adalah apakah supervisor telah
memberikan informasi dan edukasi kepada cable man bahwa dalam memberikan instruksi
kepada operator shuttle car, posisi cable man harus sejajar dengan operator shuttle car.
Cable man sudah diberikan pelatihan oleh perusahaan mengenai kewajibannya dalam
melaksanakan tugas sebagai pemberi aba-aba. Akan tetapi, perlu diperhatikan apakah
pelatihan tersebut cukup efektif sehingga pekerja mampu memahami tugasnya tersebut dan
menyadari dampak negatif yang akan dialaminya apabila tidak menjalankan tugas sesuai
dengan instruksi kerja dan standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku di perusahaan.
Selain itu, kurangnya sosialisasi mengenai pentingnya membaca dan memahami
instruksi kerja dan standar operasional prosedur (SOP) sebelum mengendarai shuttle car
dapat menjadi latar belakang dibalik kejadian yang menimpa Markus. Evaluasi terhadap
standar operasional prosedur (SOP) dan instruksi kerja perlu dilakukan. Instruksi kerja dan
SOP yang tidak sesuai dan cukup untuk menjamin K3 bagi pekerja serta tidak dilakukan
peninjauan ulang setiap tahunnya dapat menjadi pemicu kejadian ini.
Kurangnya perhatian pihak manajemen terhadap praktik kerja aman juga menjadi
alasan kuat kecelakaan ini terjadi. Pihak perusahaan harusnya mengerti betul bahwa
sebaiknya shoes pada shuttle car dimodifikasi agar kabel tidak mudah lepas.
2. Indirect/Basic Cause
16 Investigasi Kecelakaan Underground Mining
Dalam melihat penyebab dasar, perlu dipertimbangkan faktor personal dan faktor
pekerjaan. Salah satu faktor personal adalah pengetahuan pekerja yang masih kurang terkait
dengan praktik kerja aman. Dalam hal ini, Markus bisa saja tidak mengetahui bahwa posisi
cable man harus sejajar dengan operator shuttle car apabila sedang memberikan aba-aba.
Pemicu lainnya yakni bisa saja ia lupa atau kurang konsentrasi untuk mengambil keputusan
bahwa sebaiknya ia melepaskan kabel tersebut sebelum ia memindahkan vent tubes dan
mengubah posisi menjadi tidak sejajar dengan operator shuttle car sehingga menyebabkan
kabel tersebut lepas dan mengenai perutnya. Markus lupa bahwa sebelum memberikan
instruksi kepada rekannya, ia harus memastikan terlebih dahulu bahwa ia berada pada posisi
aman. Selain itu, bisa saja ia mengabaikan ketentuan untuk memeriksa shoes pada shuttle car
terlebih dahulu untuk memastikan proteksi pada shoes shuttle car terpasang dengan aman.
Apabila dilihat dari segi faktor pekerjaan, terdapat beban kerja yang berlebihan
sehingga dapat menyebabkan kelelahan juga dapat menjadi penyebab terjadi kecelakaan yang
menimpa markus. Hal ini terjadi akibat Markus adalah satu-satunya cable man yang
kompeten dalam melakukan pekerjaan tersebut. Selain itu, tidak tersedianya instruksi kerja
yang jelas juga menjadi salah satu alasan terjadinya kecelakaan ini.
3. Direct/Immediate Cause
Hal ini dapat ditinjau dari dua hal, yaitu kondisi yang tidak aman dan perilaku yang
tidak aman. Kondisi yang tidak aman di sini yakni shoes pada shuttle car tidak berada dalam
kondisi yang aman untuk penempatan kabel. Sedangkan tindakan tidak amannya ialah posisi
Markus tidak sejajar dengan operator karena ia berseberangan dengan rekannya dan ia tidak
menyadari bahwa dia berada diantara kabel dan dinding.
4. Kecelakaan
Kabel dari shoes shuttle car terlepas saat sedang dilakukannya manuver dan
mengenai bagian perut Markus yang bertindak sebagai cable man. Hal ini membuat perut
Markus lebam dan harus menjalani perawatan di rumah sakit rujukan.
5. Kerugian
Kerugian yang diakibatkan dari kejadian ini, yaitu hilangnya jam kerja akibat Markus
harus dilarikan di rumah sakit dan beberapa pekerja lainnya juga harus mengurus evakuasi
korban. Selain itu, perusahaan juga harus menanggung biaya perawatan Markus.
17 Investigasi Kecelakaan Underground Mining
3.3 Rekomendasi Penanggulangan kecelakaan
Untuk mencegah agar kejadian kecelakaan tersebut tidak terulang kembali, penulis
memberikan beberapa rekomendasi sebagai berikut, yaitu :
1. Meninjau ulang risk assessment mengenai instruksi kerja dan Standar Operasional
Prosedur (SOP) terkait pengoperasian shuttle car
2. Safety talk yang rutin diberikan kepada pekerja sebelum pekerjaan dimulai untuk
mensosialisasikan praktik kerja yang aman, termasuk edukasi mengenai posisi cable
man harus sejajar dengan posisi operator shuttle car, kabel harus dilepaskan dari
shoes pada saat shuttle car akan berbelok, dll.
3. Lakukan pengendalian engineering dengan memodifikasi shoes agar kabel tidak
mudah lepas.
3.4 Pelaporan Kecelakaan Menurut Permennaker No.03/1998
Wajib
dilaporkan
dalam 2 x 24
jam setelah
terjadinya
kecelakaan
Bentuk
KK2 A
Nomor KLUI : 270430111989
Nomor Kecelakaan : 6982
Diterima tanggal : 17 Juni 2009
(Diisi oleh petugas Kantor Departemen Tenaga Kerja)
Nomor agenda Jamsostek : 2389-A17-252
1. Nama
perusahaanPT X Mining Contractors NPP : 198
Alamat/No.
telepon
Kotamadya Bontang, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur
Kode pos : 75311 No. telepon : 0542 – 23234567
Jenis usahakontraktor tambang batubara underground
Nomor
tenaga kerja706272585
L P
Nomor pendaftaran
(bentuk KKI)3756980021
Nomor akte
pengawas67
18 Investigasi Kecelakaan Underground Mining
2. Nama
tenaga kerjaMarkus No. KPA : 0706272731
Alamat/No.
telepon
Desa Munangen no. 2, Bontang, Kalimantan Timur
Kode pos :No. telepon :
Tempat/Tgl.
Lahir
Bontang, 15 Maret 1966
L
P
Jenis
pekerjaan/jabatanCable man pada shuttle car
Unit/bagian
perusahaanOperation
3. Tempat
kecelakaanUnderground (C/T 2 B/H South Mains)
Tanggal
kecelakaanRabu, 16 Juni 2010 Jam : 17.30 WITA
4. Uraian kejadian
kecelakaan
F**)
G**)
1.Bagaimana
Markus menggantungkan kabel ke shoes agar tidak terinjak
shuttle car. Setelah itu, Markus memberikan aba-aba pada
operator shuttle car untuk menyalakan power. Shutle car ternyata
menabrak vent tubes ketika berjalan sehingga ia memberi aba-aba
untuk berhenti. Kemudian, Markus memindah vent tubes. Setelah
itu, operator diinstruksikan untuk mengemudi kembali. Akibat,
manuver tidak tepat dan space tidak cukup, operator
diinstruksikan untuk maju kembali. Saat shuttle car bergerak
maju kembali, kabel yang sudah terpasang di shoes lepas dan
mengenai perut Markus
terjadinya kecelakaan
2. Jenis pekerjaan waktu
kecelakaanMemberikan instruksi pada operator shuttle car
3. Saksi yang melihat kecelakaan Pelis (operator shuttle car)
4.a. Sebutkan : mesin, pesawat,
instalasi,
Kabel yang terpasang pada shuttle car H**)
alat, proses, cara kerja, bahan,
19 Investigasi Kecelakaan Underground Mining
atau
lingkungan yang menyebabkan
kecelakaan
b. Sebutkan : bahan, proses,
lingkungan
E**) cara kerja, atau sifat pekerjaan
yang
menyebabkan penyakit akibat
kerja
5. Akibat
kecelakaan
a. Akibat yang
diderita korbanMeninggal Sakit
Luka-
luka
b. Bagian tubuh yang
sakitPerut
c. Sebutkan jenis penyakit akibat
kerja
Jabatan/pekerjaan Cable man
Lama bekerja 15 Tahun
d. Keadaan penderita setelah
pemeriksaan I
1)
Berobat jalan Sambil bekerja
Tidak
bekerja
2) Dirawat di Rumah sakit PuskesmasPoliklini
k
Alamat :PKT
6. Nama dokter/tenaga medik yang memberikan pertolongan
dr. Anthony Munijo, SpOk
pertama (dalam hal
penyakit yang timbul karena hubungan
kerja, nama dokter yang pertama kali
mendiagnosa)
7. Kejadian di tempat kerja yang membahayakan kesehatan Shoes tidak dikunci
20 Investigasi Kecelakaan Underground Mining
dan
sehingga kabel terlepas saat
shuttle car mundur
keselamatan kerja (misal : kebakaran, ledakan,
rubuhnya
konstruksi bangunan, dan lain-lain
8. Perkiraan kerugian
a. Waktu (dalam
hari/orang)2 hari
b. Material
9. Upah
tenaga kerja
a. Upah pokok dan
tunjangan Rp. 3.500.000
b. Penerimaan lain-
lainRp. 650.000
c. jumlah a + b Rp. 4.150.000
10. Kecelakaan dicatat
dalam buku
34
kecelakaan pada no.
Unit
11. Kecelakaan lain-lain
yang perlu
*) Jika perlu dapat
ditambah
dibuat dengan sesungguhnya,
Karina Larasati
16 Juni 2010
21 Investigasi Kecelakaan Underground Mining
BAB 4
PENUTUP
Investigasi kecelakaan merupakan hal yang harus dilakukan di setiap tempat kerja.
Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. PER.03/MEN/ 1998, sebagai
salah satu upaya dalam pencegahan kecelakaan yang terjadi di tempat kerja serta untuk
pengidentifikasian dan pemberian rekomendasi dalam tindakan perbaikan di masa
mendatang. Untuk itu, setiap industri wajib melakukan investigasi kecelakaan, termasuk di
dalamnya industri penambangan batubara bawah tanah. Salah satu jenis kecelakaan yang
terjadi di penambangan bawah tanah adalah kecelakaan yang menimpa kendaraan
pengangkut batubara, yakni shuttle car. Kecelakaan ini terjadi di salah satu tambang batubara
bawah tanah (underground mining) yang berada di wilayah Bontang, Kalimantan Timur pada
tanggal 16 Juni 2010. Kecelakaan tergolong dalam lost time injury (LTI) karena
menyebabkan hilangnya jam kerja seseorang selama lebih dari 2x24 jam kerja. Berdasarkan
investigasi kecelakaan yang dilakukan dengan menggunakan teori Bird dan Loftus, hal ini
terjadi akibat kesalahan cable man dalam memposisikan dirinya dengan operator shuttle car
saat kendaraan sedang beroperasi serta kondisi shoes yang tidak terkunci dengan baik saat
kabel berada dalam posisi stand by di shoes. Berdasarkan hasil investigasi tersebut, maka
diperlukan tinjauan ulang kepada hasil penilaian risiko (risk assessment) terkait dengan
instruksi kerja dan standar operasional prosedur (SOP) mengenai metode pengoperasian
shuttle car. Selain itu, sosialisasi mengenai praktik kerja aman terkait pengoperasian shuttle
car juga perlu digalakkan dan dapat dilakukan dengan kegiatan safety talk sebelum pekerjaan
dimulai. Pengendalian engineering terkait hal ini juga dapat dilakukan, yakni dengan
melakukan modifikasi pada shoes agar kabel tidak mudah terlepas.
22 Investigasi Kecelakaan Underground Mining
DAFTAR PUSTAKA
Stellman, Jeanne Mager (ed.).1998. Encyclopaedia of Occupational Health and Safety 4th
edition.Geneva : International Labour Office.
Anonim. “The Domino Theory”. http://www.sara-stewart.com/Module-Excerpt.doc (diunduh
pada 12 Desember 2010, pukul 09.00 WIB).
Anonim. “Accident Investigation”. http:// www.healthandsafetytips.co.uk (diunduh pada 12
Desember 2010, pukul 09.10 WIB).
23 Investigasi Kecelakaan Underground Mining