tugas telaah sastra
Transcript of tugas telaah sastra
DAFTAR ISI
DARTAR ISI.........................................................................................................
KATA PENGANTAR...........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.....................................................................................
1.2 Tujuan Penulisan.................................................................................
BAB II METODE PENELITIAN
2.1Metode penelitian……………………………………………………
BAB III KAJIAN NOVEL
3.1 Sekilas Tentang Penulis.......................................................................
3.2 Sekilas tentang isi novel......................................................................
3.3 Unsur Intrinsik Novel..........................................................................
BAB III PENUTUP
4.1 Simpulan..............................................................................................
4 .2 Saran...................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada zaman modern ini, sebagian besar pelajar khususnya anak sekolah dan mahasiswa
lebih memiliki minat untuk membaca karya novel modern dibandingkan membaca sebuah
karya novel dari angkatan terdahulu, Salah satu faktor yang mengakibatkan rendahnya minat
baca diantaranya suguhan tayangan televisi lebih diminati karena tidak harus cape-cape
membaaca, terlalu monotonnya cover yang kurang menarik.
Merujuk pada peryataan diatas maka perlu dilakukan analisis lebih mendalam terhadap
karya-karya novel zaman dulu, khususnya yang berkenaan dengan unsur-unsur interinsik dan
ekstrinsik novel. Untuk itulah novel yang berjudul “Jatining Sobat” karya Samsoedi menjadi
pilihan untuk dijadikan bahan laporan.
Fokus utama dalam analisis novel Jatining Sobat ini adalah dalam aspek alur, setting,
penokohan, sudut pandang, serta latar cerita. Adapun beberapa manfaat dari penelitian ini
diantarany:
Dapat menjadi jembatan antara karya sastra dan masyarakat pembaca dalam
memahami novel Jatining sobat
Dapat menambah wawasan dan gambaran bagi pembaca mengenai unsur-unsur
intrinsik dalam nonel Jatining sobat
Memberi informasi kepada pembaca tentang unsur intrinsik dan ekstrinsik berupa
nilai-nilai sosial yang terdapat dalan novel Jatining Sobat.
Unsur intrinsik meliputi alur (plot), tokoh (karakter), tema, suasana cerita, latar cerita
(setting), sudut pandang cerita (point of view), dan gaya (style) tetapi dalam kesempatan
ini penulis hanya membahas sebahagian saja unsur intrinsik, yaitu tema, alur, penokohan,
dan latar.
Adapun unsur ekstrinsik karya sastra mencakup ilmu atau aspek historis, aspek
psikologis, aspek filosofis, aspek religi, dan sebagainya, akan tetapi dalam penelitian ini,
yang dikaji hanya persahabatan, kejahatan, ,dan kemiskinan yang terdapat dalam novel
Jatining Sobat.
. Disamping itu akan dilakukan pula analisis lebih lanjut terhadap nilai-nilai dasar
yang terkandung dalam novel dan relevansinya dengan kehidupan zaman sekarang.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan unsur-unsur intrinsik, yaitu tema, penokohan, alur, dan latar
dalam novel Jatining Sobat.
2. Mendeskripsikan unsur-unsur ekstrinsik, yaitu nilai-nilai seperti persahabatan,
kejahatan, dan kemiskinan yang terdapat dalam novel Jatining Sobat
BAB II
METODE PENELITIAN
1.3 Metode Penelitian
Pendekatan struktural merupakan pendekatan intrinsik, yakni membicarakan karya
tersebut pada unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam. Pendekatan tersebut
meneliti karya sastra sebagai karya yang otonom dan terlepas dari latar belakang sosial,
sejarah, biografi pengarang dan segala hal yang ada di luar karya sastra(Satoto, 1993: 32)
Pendekatan struktural mencoba menguraikan keterkaitan dan fungsi masing-masing
unsur karya sastra sebagai kesatuan struktural yang bersama-sama menghasilkan makna
menyeluruh(Teeuw, 1984: 135). Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa pendekatan
struktural adalah suatu pendekatan dalam ilmu sastra yang cara kerjanya menganalisis
unsur-unsur struktur yang membangun karya sastra dari dalam, serta mencari relevansi
atau keterkaiatan unsur-unsur tersebut dalam rangka mencapai kebulatan makna.
Mengenai struktur, Wellek dan Warren (1992: 56) memberi batasan bahwa struktur
pengertiannya dimasukkan kedalam isi dan bentuk, sejauh keduanya dimaksudkan untuk
mencapai tujuan estetik. Jadi struktur karya sastra (fiksi) itu terdiri dari bentuk dan isi.
Bentuk adalah cara pengarang menulis, sedangkan isi adalah gagasan yang
diekspresiakan pengarang dalam tulisannya (Zeltom, 1984: 99). Menurut Jan Van
Luxemburg (1986: 38) struktur yang dimaksudkan, mengandung pengertian relasi timbal
balik antara bagian-bagiannya dan antara keseluruhannya.
Struktur karya sastra (fiksi) terdiri atas unsur unsur alur, penokohan, tema, latar dan
amanat sebagai unsur yang paling menunjang dan paling dominan dalam membangun
karya sastra (fiksi) (Sumardjo, 1991:54).
1. Alur (plot)
Dalam sebuah karya sastra (fiksi) berbagai peristiwa disajikan dalam urutan tertentu
(Sudjiman, 1992: 19). Peristiwa yang diurutkan dalam menbangun cerita itu disebut
dengan alur (plot). Plot merupakan unsur fiksi yang paling penting karena kejelasan plot
merupakan kejelasan tentang keterkaitan antara peristiwa yang dikisahkan secara linier
dan kronologis akan mempermudah pemahaman kita terhadap cerita yang ditampilkan.
Atar Semi(1993: 43) mengatakan bahwa alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian
dalam cerita yang disusun sebagai interrelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan
bagian-bagian dlam keseluruhan karya fiksi. Lebih lanjut Stanton (dalam Nurgiyantoro,
2000: 113) mengemukakan bahwa alur atau plot adalah cerita yang berisi urutan
kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang
satu disebabkan atau menyebabkan peristiwa yang lain. Dalam merumuskan jalan cerita,
pembaca dapat membuat atau menafsirkan alur cerita melalui rangkaiannya. Luxemburg
memberikan kebebasan penuh dalam menafsirkan atau membangun pemahaman dari
jalannya cerita. Alur bisa dilihat sebagai konstruksi yang dibuat oleh pembaca mengenai
sebuah deretan peristiwa atau kejadian yang saling berkaitan secara logis dan kronologis,
serta aderetan peristiwa itu diakibatkan dan dialami oleh para tokoh (1986: 112).
Karena alur berusaha menguraikan jalannya cerita mulai awal sampai akhir cerita, maka
secara linier bentuk alur atau struktur cerita seperti dikemukakan Nurgiyantoro yaitu dari
tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Tahap penyuntingan, tahap ini pengarang memperkenalkan tokoh-cerita melukiskan
situasi latar, sebagai tahap pembukaan cerita, pembagian informasi awal dan teruptama
untuk melandasi cerita yang akan dilkisahkan pada tahap berikutnya.
b. Tahap pemunculan konflik yang berkembang atau merupakan awal munculnya konflik
yang berkembang atau dikembangkan menjadi komflik pada peningkatan konflik, pada
tahap ini konflik berkembang atau dikembangkan tahap berikutnya.
c. Tahap kadar intensitasnya. Konflik-konflik yang terjadi baik itu internal, eksternal
ataupun kedua-duanya.
d. Tahap klimaks, pada tahap ini pertentangan yang terjadi dialami atau ditampilkan pada
tokoh mencapai titik intensitas puncak klimaks cerita akan dialami tokoh utama sebagai
pelaku dan penderita terjadinya konflik, pada tahap ini merupakan tahap penentuan nasip
tokoh.
e. Tahap penyelesaian, pada tahap ini keteganangan dikendorkan diberi penyelesaian dan
jalan keluar untuk kemudian diakhiri (2000: 150).
Masih mengenai alur (plot), secara estern Mursal (1990: 26) merumuskan bahwa alur
bisa bermacam-macam, seperti berikut ini:
a. Alur maju (konvensional Progresif ) adalah teknik pengaluran dimana jalan
peristriwanta dimulai dari melukiskan keadaan hingga penyelesaian.
b. Alur mundur (Flash back, sorot balik, regresif), adalah teknik pengaluran dan
menetapkan peristiwa dimulai dari penyelesaian kemudian ke titik puncak sampai
melukiskan keeadaan.
c. Alur tarik balik (back tracking), yaitu teknik pengaluran di mana jalan cerita
peristiwanya tetap maju, hanya pada tahap-tahap tertentu peristiwa ditarik ke belakang
(1990: 26)
Melalui pengaluran tersebut diharapkan pembaca dapat mengetahui urutan-urutan atau
kronologis suatu kejadian dalam cerita, sehingga bisa dimengerti maksud cerita secara
tepat.
2. Tokoh
Dalam pembicaraan sebuah fiksi ada istilah tokoh, penokohan, dan perwatakan.
Kehadiran tokoh dalam cerita fiksi merupakan unsur yang sangat penting bahkan
menentukan. Hal ini karena tidak mungkin ada cerita tanpa kehadiran tokoh yang
diceritakan dan tanpa adanya gerak tokoh yang akhirnya menbentuk alur cerita.
Rangkaian alur cerita merupakan hubungan yang logis yang terkait oleh waktu.
Pendefinisian istilah tokoh, penokohan dan perwatakan banyak diberikan oleh para ahli,
berikut ini beberapa definisi tersebut:
Tokoh menunjiuk pada orangnya, pelaku cerita (Nurgiyantoro, 2000: 165)
Penokohan adalah bagaimana pengarang menampilkana tokoh-tokoh dalam ceritanya
dan bagaimana tokoh-tokoh tersebut, ini berarti ada dua hal penting, yang pertama
berhubungan dengan teknik penyampaian sedangkan yang kedua berhubungan dengan
watak atau kepribadian tokot-tokoh tersebut (Suroto, 1989: 92-93).
Watak, perwatakan, dan karakter menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti
ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas peribadi seorang tokoh
(Nurgiyantoro, 2000: 165).
Penokohan atau karakter atau disebut juga perwatakan merupakan cara penggambaran
tentang tokoh melalui perilaku dan pencitraan. Panuti Sudjiman mencerikan definisi
penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh (1992: 23). Hal
senada diungkapkan oleh Hasim dalam (Fanani, 1997: 5) bahwa penokohan adalah cara
pengarang untuk menampilkan watak para tokoh di dalam sebuah cerita karena tanpa
adanya tokoh, sebuah cerita tidak akan terbentuk.
Untuk mengenal watak tokoh dan penciptaan citra tokoh terdapat beberapa cara , yaitu:
a. Melalui apa yang diperbuat oleh tokoh dan tindakan-tindakannya, terutama sekali
bagaimana ia bersikap dalam situasi kritis.
b. Melalui ucapan-ucapan yang dilontarkan yokoh.
c. Melalui penggambaran fisik tokoh. Penggambaran bentuk tubuh, wajah dan cara
berpakaian, dari sini dapat ditarik sebuah pendiskripsian penulis tentang tokoh cerita.
d. Melalui jalan pikirannya, terutama untuk mengetahui alasan-alasan tindakannya.
e. Melalui penerangan langsung dari penulis tentyang watak tokoh ceritanya. Hal itu
tentu berbeda dengan cara tidak langsung yang mengungkap watak tokoh lewat
perbuatan, ucapan, atau menurut jalan pikirannya (Sumardja, 1997: 65-66).
Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh, tokoh cerita dibedakan menjadi
dua yaitu tokoh utama (central character, main character)dan tokoh tambahan
(pheripheral character) (Nurgiyantoro, 2000: 176-178).
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya. Tokoh ini tergolong
penting. Karena ditampilkan terus menerus sehingga terasa mendominasi sebagian besar
cerita. Karena tokoh utama paling banyak ditampilkan ada selalu berhubungan dengan
tokoh-tokoh lain, ia sangat menentukan perkembangan plot secara keseluruhan.
Tokoh tambahan adalah tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam
cerita dan itu bersifat gradasi, keutamaannya bertingkat maka perbedaan antara tokoh
utama dan tambahan tidak dapat dilakukan secara pasti.
Karena tokoh berkepribaduian dan berwatak, maka dia memiliki sifat-sifat karakteristik
yang dapat dirumuskan dalam tiga dimensi, yaitu ;
a. Dimensi fisiologis, adalah ciri-ciri badan, misalnya usia (tingkat kedewasaan), jenis
kelamin, keadaaan tubuh, ciri-ciri muka, dan lain sebagainya.
b. Dimensi sosiologis, adalah ciri kehidupan masyarakat, misalnya status sosial,
pekerjaan, peranan dalan masyarakat, tingkat pendidikan, dan sebagainya.
c. Dimensi psikologis, adalah latar belakang kejiwaan, misalnya mentalitas, tingkat
kecerdasan dan keahliannkhusus dalam bidang tertentu (satoto, 1993: 44-45).
3. Latar (setting)
Kehadiran latar dalam sebuah cerita fiksi sangat penting. Karya fiksi sebagai sebuah
dunia dalam kemungkinan adalah dunia yang dilengkapi dengan tokoh penghuni dan
segala permasalahannya. Kehadiran tokoh ini mutlak memerlukan ruang dan waktu.
Lartar atau setting adalah sesuiatu yang menggambarkan situasi atau keadaan dalam
penceriteraan. Panuti Sudjiman mengatakan bahawa latar adalah segala keterangan,
petunjut, pengacuan yang berkaiatan dengan waktu, ruang dan suasana (1992:46).
Sumardjo dan Saini K.M. (1997: 76) mendefinisikan latar bukan bukan hanya menunjuk
tempat, atau waktu tertentu, tetapi juga hal-hal yang hakiki dari suatu wilayah, sampai
pada pemikiran rakyatnya, kegiatannya dan lain sebagianya.
Latar atau setting tidak hanya menyaran pada tempat, hubungan waktu maupun juga
menyaran pada lingkungan sosial yang berwujud tatacara, adat istiadat dan nilai-nilai
yang berlaku di tempat yang bersangkutan.
a. Latar tempat
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah
karya fiksi. Latar tempat berupa tempat-tempat yang dapat dijumpai dalam dunia nyata
ataupun tempat-tempat tertentu yang tidak disebut dengan jelas tetapi pembaca harus
memperkirakan sendiri. Latar tempat tanpa nama biasanya hanya berupa penyebutan
jenis dan sifat umum tempat-tempat tertentu misalnya desa, sungai, jalan dan sebagainya.
Dalam karya fiksi latar tempat bisa meliputi berbagai lokasi.
b. Latar waktu
Latar waktu menyaran pada kapan terjadinyaperistiwa-peristiwa yang diceritakan dalam
sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu
faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan sejarah. Pengetahuan dan
persepsi pembaca terhadap sejarah itu sangat diperlukan agar pembaca dapat masuk
dalam suasana cerita.
c. Latar sosial
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial
masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Perilaku itu dapat berupa
kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, pandangan hidup, pola pikir dan bersikap.
Penandaan latar sosial dapat dilihat dari penggunaan bahasa daerah dan penamaan
terhadap diri tokoh.
4. Tema dan amanat
Secara etimologis kata tema berasal dari istilah meaning, yang berhubungan arti, yaitu
sesuatu yang lugas, khusus, dan objektif. Sedangkan amanat berasal dari kata
significance, yang berurusan dengan makna, yaitu sesuatu yang kias, umun dan subjektif,
sehingga harus dilakukan penafsiran. Melalui penafsiran itulah yang memungkinkan
adanya perbedaan pendapat (Juhl dalam Teeuw, 1984: 27). Baik pengertian tentang
“arti” maupun “makna” keduanya memiliki fungsi yang sama sebagai penyampai
gagasan atau ide kepengarangan.
Lebih jauh Sudjiman memberikan pengertian bahwa tema merupakan gagasan, ide atau
pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra (1992:52). Mengenai adanya amanat
dalam karya sastra bisa dilihat dari beberapa hal, seperti berikut ini:
“dari sebuah karya sastra adakalanya dapat diangkat suatu ajaran moral atau pesan yang
ingin disampaikan pengarang, itulah yang disebut amanat. Jika permasalahan yang
diajukan juga diberi jalan keluarnya oleh pengarang, makan jalan keluarnya itulah yang
disebut amanat. Amanat yang terdapat pada sebuah karya sastra, bisa secara inplisit
ataupun secara eksplisit. Implisit jika jalan keluar atau ajaran moral diisyaratkan dalam
tingkah laku tokoh menjelang cerita berakhir. Eksplisit jika pengarang pada tengah atau
akhir cerita menyampaikan seruan, saran, peringatan, nasehat, dan sebagainya.
(Sudjiman, 1992: 57-58).
BAB III
KAJIAN NOVEL
2.1 Biografi Penulis
Samsoedi (1899-1987) merupakan pengarang sunda yang mengkhususkan menulis
cerita anak-anak. Buku-buku cerita annak yang telahdi terbitkan adalah; Tjaita Boedak
Minggat (kisah anak minggat), Tjarita si Dirun (kisah si dirun), Boedak Teuneung (Anak
Pemberani) ketiganya di terbitkan Balai Poestaka pada tahun 1930. Tahun 1931, selain itu
buku lainnya yg terbit tahun 1979 dan berbahasa indonesia adalah Kisah Syafe’i. Tahun 80-
an terbit buku yang berjudul Minah dan Imron (1980), Kisah Mandor Hutan
(1983) ,.Samsoedi melalui penerbit Balai Poestaka menerbitkan Djatining Sobat (sahabat
sejati), dan Babalik Pikir (insyaf). Buku terbitan terakhir Samsoedi pada kurun waktu 1908-
1945 adalah Soerat Wasiat (Surat Wasiat) yang diterbitkan Balai Poestaka tahun 1935. Atas
jasa-jasanya, nama Samsoedi sejak tahun1993 oleh Yayasan Kebudayaan Rancage
diabadikan sebagai nama hadiah penukisan buku untuk anak-anak dalambahasa sunda, yaitu
Hadiah Samsoedi.
2.2 SEKILAS TENTANG NOVEL
Kacaritakeun jaman baheula dina taun 1906 dayeuh bandung hirup hiji keluarga nu
hirupna kacida balangsakna, Minta nyaeta ngaran budakna tukang nyitak kenteng di desa
bojong anu katelah pa.minta , pa.minta teh teu bogaeun deui pagawena sejen lian ti nyitak
kenteng, eta pagawean teh teu ngese tapi nu ngagawean na kudu bener-bener kuat sabab
ngaluarkeun tanaga anu pohara lobana , saking ripuhna kadang-kadang pa.minta sok rumahuh
kana kaayaan hirupna sabab sagala pagawean nyitak bata teh dilakukeun ku sorangan ti
mimiti ngala taneuh nepi kajadi kenteng na teh bener-bener dilakukeun ku sorangan, da
puguh budakna mah leutik keneh can waktuna bisa tulu g bantu kana kasusahna.
Sanggeus minta nincak umur anu geus cukup, minta geus mulai di didik gawe saeutik-
saeutikeun ku kolotna, dina hate minta pohara wegahna ngalakukeun eta pagawean teh, sabab
kayaning cape jeung kalotor, tapi manehna teu bisa dikumaha da eta geus jadi pagawean
kolotna , nu jadi indungna mah teu tegaeun minta milu cape mantuan kolotna digawe teh tapi
bapana keukeuh hayang ngadidik budak gawe ti leuleutik, sabab bapana mah nyadar yen
manehna teh jelema teu boga, matak budakna di didik sina bisa gawe.
Kaayaan anu susah teh katambah ku kaserang gering na minta, indungna minta nitah ka
bapana mawa minta ka leles pikeun nepungan dukun sakti anu bisa ngubaran sagala panyakit,
kaisukan na subuh-subuh minta digandong bapana mangkat ka statiun niat rek nepungan
dukun anu bisa ngubaran panyakit budakna, dina kareta api pa.minta ngadenge yen di leles
teh keur kaserang panyakit kolera , nu matak aturan anu di terapkeun teh nyaeta teu meunang
mawa bubuahan ti luar desa eta , ngadenge kabar kitu teh pa.minta kacida bingungeun na ,
sabab manehna mikir upama manehna mamawa budak anu gering pasti budakna bakal
diasupkeun ka rumah sakit, nu pastina bakal papisah jeung manehna, kusabab kasieunan
manehna, teu kungsi lila kareta anu ditumpakan geus nepi ka tujuan, pa.minta turun bari
culang-cileung ka sabudeureun kawas bangsat, sieuneun pulisi, sapanjang jalan pa.minta teu
weleh seseblakan, bari leumpang pa.minta teu weleh bari mikir kumaha carana sangkan teu
kanyahoan mawa budak gering, teu kungsi lila pa.minta meuli karung goni keur ngarungan
budakna sangkan teu kanyahoan. Cape ku leumpang neangan alamat eta dukun , pa.minta
reureuh heula sisi jalan handapeun tnagkal, teu lila datang dua jelema nyampeurkeun bari
nanya naon anu dina jero karung , pa.minta kacida reuwasna, ku panikna pa.minta maneh na
kasieuna yen budakna dibawa ka rumah sakit, habek teh pulisi na di teunggeul tuluy lumpat
mawa budakna, tapi beunang deui di tewak ku pulisi di teunggeulan nepi ka teu eling na,
saenggeus ti kajadian eta budakna di asupkeun ka rumah sakit , pa.minta di asupkeun ka bui
kusabab geus ngalanggar aturan jrung ngalawan ka pulisi.
Geus beunang aya belasan poe na minta di rumah sakit tapi bapana taya laratan na, saenggeus
maju cageur ku mantri anu aya di rumah sakit eta di pangneangankeun kabar bapana, di
telepon ka kantor pulisi pikeun nanyakeun kumaha nasib pa.minta teh, kabar anu di tarima
teh kacida matak nalangsana kabarna teh yen pa.minta teh tos nagntunkeun di jero bui
kusabab katularan panyakit kolera, eta kabar kacida matak rantug jajantung ikeun minta
saharita keneh manehna ngajerit ceurik, manehna diupahan ku mantri anu ngurus manehna di
rumah sakit, sababaraha poe ti eta minta geus diijinan balik tur dibere tiket kareta garatis
pikeun balik ka bandung, isukna minta langsung balik, sanepina di imahna manehna nyampak
imahna di konci jeung indungna eweuh, ditanyakeun ka tatangga yen indungna teh nyusulan
manehna ka leles geus aya 2mingguna tapi can mulang keneh, minta kacida nalangsana ,
tuluy dibawa ku tatangga maksudna mah rek dirawatan satungtung indungna can balik mah,
tapi minta meunang panolakan ti pamajikan pa.daen jelema anu rek ngarumatna, pamajikan
pa.daen mere usul yen minta teh pasrahkeun kanu wajib ngurusna nyaeta paman na, minta
kakara nyaho yen maneh na teh boga dulur deukeut ti bapana, sabab bapana mah tara
cacarita, tuluy minta di anteurkeun ka imah paman na, mapay jalan kira-kira 2jam, teu kungsi
lila nepi ka tempat anu dituju teh, pa.daen ngomong anu dimaksud yen rek masrahkeun minta
ka emang na kusabab bapana geus maot jeung indungna teu puguh laratan nana, paman na
oge nyatujuan, saenggeus masalah beres pa.daek langsung balik deui ka imahna. Sababaraha
poe minta cicing di imah mang dasan paman na minta, manehna ngarasa waktu teh karasa lila
di bandungan yen emng na teh teu gawe tapi hirupna kacida ngeunahna, dina hiji wanci minta
lilir kusabab ngadenge sora jelema keur tingharewosdi tengah imah, minta panasaran tuluy di
dengekeun, katenjo tilu jemela eta teh kaasup emangna keur ngakalan muka koper saprak
dibuka jerona sarupaning emas jeung inten, minta mikir yen emangna teh boga sifat anu
goreng nyaeta gegedug bangsat, minta ngarasa beuki teu betah cicing di imah emang na teh,
kaisukan na minta di penta tulung ku pamajikan na mang dasan nganteur ka pasar rek ngajual
emas jeung minta di titah ngagadekuen kongkorong, tapi minta sieun tuluy minta muter otak
neangan akal yen bisa kabur tina kaayaan eta, dina pinuhna jelema di pasar minta ngabelenes
lumpat kabur ti bibina.
Barang geus nepi ka lemburna manehna langsung ka imahna pa.daen maksud rek nepikeun
yen manehna teh teu betah cicing di imah emang na, saprak datang ka imah pa.daen
kasampak aya pamajikan na, tuluy minta nyarita kunaon sababna manehna teu betah teh,
ngadenge minta nyekel kongkorong mah pamajikan na pa.daen langsung mere ijin minta
cicing di imahna, teu kungsi lila ti eta minta keur dahar di dapur pamajikan na pa.daen
nyampeurkeun minta yen emangna nyusulan minta, minta kacida reuwasna. Pamajikan
pa.daen nitah minta kabur minta langsung nyumput di pipir imahna pa.daen da sieun
kapanggih ku emangna, bari ngadedengekeun omongan emangna aya nu nepak pundukna
atuh reuwas anu kacida dirasakeun minta, acim baturan minta anu nepak manehna teh, tuluy
minta menta tulung ka acim manehna mili nyumput di iamahna acim.
2.3 Unsur Intrinsik Novel
Tema : menceritakan tentang sahabat dan tentang satu
keluarga yang kurang berkecukupan .
Plot/alur cetita : Maju
Latar/setting :
o di sebuah perkotaan Bandung jaman dahulu (dayeuh
bandung)
o di tempat pembuatan geting/kenteng
o di Rumah sakit
o di kereta api
o Kampung Cireumpeuk
o Tegal Lega
o Tegal leutik
o Imahna Acim
o Tempat pacuan kuda
o Pasar Baru
o Penjara
o Rumah pa.minta
o Rumah mang Dasan
o Desa Bojong
o Leles
Tokoh dan Penokohan
o Pa.Minta: bertanggung jawab terhadap keluarga , pasrah terhadap keadaan
“ti sainget bapa kuring teh teu bogaeun pagawean lian ti nyitak
kenteng, sanajan pagawean nyieun kenteng teh pohara matak ripuhna
tur saeutik hasilna, tapi bapa kuring teu daekeun ganti cabak, duka
pedah geus jadi cabak ti buudak, duka pedah teu aya deui pangabisa
sejen, pikeun neangan kahirupan, atawa dumeh teu boga modal, da
bisa soteh ngenteng, taneuhna meunang nganjuk” .
Istri pa.Pinta: penyayang, penurut, suka menolong .
Penyayang: “ih atuuh ulah di kedengkeun lalieur mah, bisi
katutuluyan, kadieu urang popokan ku jahe, terus beber ku saputangan,
geura moal lila oge cageur”.
Lunta(anakna pa.Minta): manja, penurut, suka membantu .
Manja : “lamun kuing aya kahayang, upamana hayang cocooan sok
kacida musingna, tara beunang diparasebenan, malah sok rajeun nepi
ka ngadat, mun teu di tedunan teh .
Penuut: “kuring mantuan digawe saeutik-eutikeun, kayaning mantuan
ngunjalan taneuh, ngunjal kenteng ka pamoean, ngakutan jarami garing
ka pameuleuman, ngayak lebu keur tilam kenteng jeung salian ti eta.
Acim: setia kawan
“keun bae entong sieun , hanas silaing rek ngadon cicing di dewek,
taya halanganana, indung dewek oge mo burung daekeun kacicingan”
Haji Dulhalim: beunghar
“euh haji Duhalim anu beunghar tean? Anu meuli lio bapa dewek?”
Pa.Daen: baik, suka membantu yg lagi kesusahan, bijaksana.
“ih nya dalah dikumaha, da geus pemilikan maneh kitu, tapi keun bae
ulah jadi pikir, ulah dipake salempang, ari baris pacicingeun
saheulaanana mah samemeh indung ilaing datang, da di imah emang
oge lega”.
Ambu daen (istri pa.daen): galak, sombong.
“beu, lelewateh kawas teh kawas nu jegud, kawas nu loba uang, make
rek ngarawatan anak deungeun”.
Ki Madasan: jahat.
“pareng dina hiji peuting kira-kia janari leutik, kuring lilir
kageuingkeun ku sora jelema tinggarendeng jeung tingraeket di tengah
imah. Ana breh teh mana horeng paman kuring jeung tilu jalama sejen,
keur tingkarusiwel bae muka hiji koper jeung hiji peti beusi, ari
mukana di dongkrak ku linggis jeung ku gogol, teu kungsi lila koper
jeung peti beusi nu di dongkrak teh geus muka, ana bray teh mana
horengeusina rupa-rupa papakean jeung perhiasan emas-inten katut
duit, paman kuring jeung eta tilu jelema teh pohaa aratoheun na nenjo
eusi koper jeung petin sakitu lobana, bari pok ngomong “kakaraeun
teuing barangsiar sakieu untungna” . “
Bibi (istri ki.Madasan): jahat, penurut suami.
“ih atuh puguh bae atuh ati-ati mah, da lain kakara”
Abang Miun: tukang kamasan .
Konflik ceita
o Konflik cerita dimulai saat saat minta sakit dan dibawa ke suatu kota bernama
Leles, bermaksud mendatangi salahsatu dukun yang di percaya bisa mengobati
segala macam penyakit, ternyata di kota tersebut sedang terjadi bencana yaitu
sebuah penyakit yg menular, dan peraturan yg di berikan oleh pemerintah di
daerah itu adah tidak di perbolehkan sembarangan menerima orang luar , dan
tidak boleh membawa makanan, buah-buahan dari luar daerah tersebut karena
takut penyakit itu menular semakin parah. Ketika pa.Minta sampai di leles
pa.Minta di penuhi rasa takut , ketika sedang besistirahat di bawah pohon
pa.Minta di datangi dua orang pria yg memakai baju polisi, lalu pa.minta
ditanya hendak kemana, karena rasa takutnya pa.minta memukul salah satu
polisi itu lalu kabu dengan membawa anaknya, tetapi tidak jauh dai tu,
pa.minta dapat di bekuk oleh polisi itu, dan anaknya yg sedang sakit dibawa
oleh polisi ke rumah sakit, sedangkan pa.minta di bawa ke kantor polisi.
o Ketika minta berada beberapa hari di rumah sakit tetapi bapaknya tidak ada
menjenguknya, di kabakan bapaknya minta meninggal di dalam penjara
karena tertular penyakit yang ada di daerah tersebut .
o Ketika minta pulang ke bandung dari rumah sakit, ternyata ibunya tidak ada di
rumahnya dan diketahui sedang menyusul suami dan anaknya ke leles.
o Kaena ibunya tidak ada , ada seorang tetangganya yg berbaik hati memberi
tumpangan pa.Daen namanya untuk tinggal di rumahnya sampai kembalinya
ib minta
o Karena sang istri pa.Daen tidak mengijinkan minta tinggal di rumahnya,
terpaksa minta di titipkan ke rumah pan nya , tidak disangka pamannya minta
itu adalah seorang rampok, dan gelagat pamannya itu tidak disukai oleh minta
sehinga pada suatu pagi Minta kabur dari rumah pamanya dan kembali ke
umah pa.Daen.
BAB III
PENUTUP
4.1 Simpulan
Dari kajian novel “Jatining sobat” dapat mengetahui unsur intrinsik lebih dalam , kita
juga telah mengetahui tema dari novel tersebut yaitu menceritakan tentang satu sahabat dan
tentang keluarga yang tidak berkecukupan. Amanat yang dapat di sampaikan yaitu , memiliki
sahabat yang tidak hanya hadir disaat kita senang , yg namanya sahabat sensnriasa berada
disamping kita disaat kita membutuhkan , dan disaat orang-orang menganggap kita sebelah
mata tapi yang namanya sahabat selalu mengerti keadaan kita apapun itu.
4.2 Saran
Setelah menganalilis novel Jatining Sobat saran yang akan disampaikan diantaranya:
o Pembaca agar lebih meningkatkan minat dalam membaca novel sunda karya
pengarang-pengarang yang ada di Indonesia, khususnya dari pengarang Balai Pustaka.
o Pintar-pintar memilih sahabat agar mereka tetap ada disaat kita membutuhkan da
selalu ada disaat kita terpuruk sendiri.
o Sejahat apapun saudara kita tetaplah saudara , asalkan kita tidak mengikuti
kejahatannya.
Kelebihan novel Jatining Sobat
o Bisa membedakan keadaan kota Bandung zaman dulu dan sekarang
o Memberi gambaran bagaimana seorang sahabat yang benar-benar tulus .
Kekurangan novel Jatining Sobat
o Bahasa yang digunakan tidak terlalu dimengerti oleh kebanyakan orang.