Tugas Simulasi Kasus - Asma Bronkiale disertai Common Cold
-
Upload
ahmad-fachrurrozi -
Category
Documents
-
view
199 -
download
4
Transcript of Tugas Simulasi Kasus - Asma Bronkiale disertai Common Cold
Laporan Simulasi Kasus
ASMA BRONKIALE
Disusun Guna Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian
Ilmu Farmasi Kedokteran
Oleh :
Rahmah Erfa Qorina I1A006013
Syarifah Fatimah Assegaf I1A006018
Ahmad Fachrurrozi I1A008081
Khalika Firdaus I1A0080
Pembimbing
dr. Dea Arie Kurniawan
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
BAGIAN FARMAKOLOGI / TERAPI
BANJARBARU
Juni, 2012
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Asma merupakan penyakit yang dapat timbul pada berbagai usia, dapat
terjadi pada laki – laki maupun perempuan. Dari waktu ke waktu terlihat
kecendrungan peningkatan penderita ini. Meskipun berbagai obat baru
dikembangkan dan digunakan untuk mengatasi penyakit ini, ternyata di negara
maju angka kematian oleh penyakit ini juga meningkat (1).
Berbagai definisi ditemukan untuk menyimpulkan sifat dan bentuk
penyakit ini, tetapi kadang – kadang definisi itu tidak bisa menggambarkan
karakteristik penyakit ini secara keseluruhan. Definisi yang disepakati bersama
dalam suatu konsensus internasional para ahli asma menyatakan bahwa asma
adalah suatu kelainan inflamasi kronik saluran nafas. Pada kelainan ini berperan
berbagai sel inflamasi antara lain sel mast dan eosinofil. Pada individu yang
sensitif inflamasi kronik ini menimbulkan gejala – gejala yang terjadi akibat
obstruksi saluran nafas yang menyeluruh dengan derajat yang bervariasi dan
sering membaik secara spontan atau dengan pengobatan. Inflamasi kronik ini juga
menyebabkanhiperaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan (1).
Diagnosis yang tepat dan adekuat serta penentuan derajat beratnya asma
sangat berperan dalam keberhasilan penatalaksanaan penyakit ini.
Penatalaksanaan asma bertujuan mencapai keadaan asma yang terkontrol sehingga
kualitas hidup penderita lebih baik. Asma bronkial kadang – kadang memberikan
gejala yang tidak khas dan menyerupai penyakit paru lain. Di samping itu
beberapa penyakit paru dan saluran nafas dapat mempunyai gejala menyerupai
asma. Pengobatan yang adekuat dapat diberikan bila diagnosis dan klasifikasi
berat penyakit yang tepat dapat ditentukan(1,2).
1
I.2 Definisi
Asma didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran napas
dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T.
Pada orang yang rentan inflamasi ini, menyebabkan episode mengi berulang,
sesak napas, dada rasa tertekan dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari.
Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan napas yang luas
namun bervariasi, yang paling tidak sebagian bersifat reversibel baik secara
spontan ataupun dengan pengobatan. Inflamasi ini juga berhubungan dengan
hiperreaktivitas jalan napas terhadap berbagai rangsangan (1).
Batasan ini sangat lengkap, tetapi dalam penerapan klinis untuk anak tidak
praktis, oleh karena itu KNAA (Konsensus Nasional Asma Anak) memberi
batasan sebagai berikut: Asma adalah mengi berulang dan atau batuk persisten
dengan karakteristik timbul secara episodik, cenderung pada malam atau dini hari
(nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta mempunyai riwayat asma atau
atopi lain dalam keluarga atau penderita sendiri (2).
I.3 Epidemiologi
Dalam tiga puluh tahun terakhir terjadi peningkatan prevalensi asma
terutama di negara-negara maju. Kenaikan prevalensi asma di Asia seperti
Singapura, Taiwan, Jepang, atau Korea Selatan juga mencolok. Kasus asma
meningkat insidennya secara dramatis selama lebih dari lima belas tahun, baik di
negara berkembang maupun di negara maju. Beban global untuk penyakit ini
semakin meningkat. Dampak buruk asma meliputi penurunan kualitas hidup,
produktivitas yang menurun, ketidakhadiran di sekolah, peningkatan biaya
kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit dan bahkan kematian (1,2,3).
Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di
Indonesia, hal ini tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga
(SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. Survey Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) tahun 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab
2
kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada
SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian ke-
4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh
Indonesia sebesar 13/1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi
paru 2/1000. Studi pada anak usia SLTP di Semarang dengan menggunakan
kuesioner International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC),
didapatkan prevalensi asma (gejala asma 12 bulan terakhir/recent asthma)
sebanyak 6,2 % yang 64 % diantaranya mempunyai gejala klasik (4,5).
I.4 Etiologi
Ada beberapa faktor pencetus yang erat hubungannya dengan serangan
asma, yaitu faktor alergen, keletihan, infeksi, ketegangan emosi, serta faktor lain
seperti bahan iritan, asap rokok, refluks gastroesofagal, rinitis alergi, obat dan
bahan kimia, endokrin, serta faktor anatomi dan fisiologi (1,2,6).
1) Alergen
Dikenal 2 macam alergen sebagai penyebab serangan asma, yaitu:
- Alergen makanan
Makanan sebagai penyebab atopi khususnya dermatitis atopik dan
serangan asma banyak ditemukan pada masa bayi dan anak yang masih
muda. Pada bayi dan anak berumur di bawah 3 tahun terutama adalah
alergi susu sapi, telur dan kedelai yang umumnya dapat mentolerir
kembali sebelum anak berumur 3 tahun. Pada anak besar dan dewasa
penyebab utama adalah ikan, kerang-kerangan, kacang tanah dan nuts dan
penyebabnya ini sering menetap, walaupun demikian dapat diprovokasi
tiap 6 bulan.
- Alergen hirup
Dibagi atas 2 kelompok, yaitu:
Alergen di dalam rumah (indoors) seperti tungau debu rumah, bulu kucing,
bulu anjing atau binatang peliharaan lainnya. Alergen ini banyak dijumpai
3
di negara-negara tropis, juga terdapat di negara-negara dengan 4 musim.
Alergen di luar rumah (outdoors), seperti serbuk sari (pollen) khususnya di
negara-negara 4 musim; tree pollen pada musim semi, grass pollen pada
musim panas, jamur pada musim panas dan gugur.
2) Tungau debu rumah
Tungau debu rumah (TDR), termasuk spesies laba-laba, banyak terdapat di
dalam debu rumah, dan di tempat tidur. Di negara tropis TDR adalah
penyebab utama penyakit alergi, khususnya asma bronkial, rinitis alergi
dan belakangan ini diduga sebagai penyebab dermatitis atopik.
TDR tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, bahkan dengan mikroskop
pun sulit dilihat tanpa sinar dari samping. Untuk hidup, TDR jenis
Dermatophagoides pteronyssinus diperlukan suhu sekitar 25-30oC,
dengan kelembaban nisbi diatas 50% dan untuk jenis D. farinae dapat
bertahan hidup sampai suhu 15oC dan kelembaban nisbi 40%. Populasi
TDR banyak ditemukan pada permukaan kasur baik dari kapuk maupun
dari busa, sebab untuk makanan TDR diperlukan serpihan kulit manusia.
3) Infeksi saluran napas
Sekitar 42% eksaserbasi asma dihubungkan dengan infeksi virus,
terbanyak respiratory syncytial virus (RSV) pada masa bayi dan anak kecil
dan parainfluenza virus pada anak yang lebih besar. Akibat infeksi virus
terjadi kerusakan sel epitel saluran napas dan pajanan alergen pada
reseptor aferen nervus vagus dan berakibat suatu bronkospasme dan
serangan asma. Mengi pertama pada bayi perlu dipertimbangkan antara
bronkiolitis atau sebagai serangan pertama asma. Keduanya bisa
disebabkan oleh RSV dan sulit dibedakan satu dengan yang lain.
Demikian pula pada perjalanan penyakit selanjutnya, dimana penderita
dengan bronkiolitis mempunyai kemungkinan 3 kali lebih besar untuk
berlanjut dengan mengi di kemudian hari dibandingkan anak normal.
Infeksi bakteri umumnya jarang ada hubungannya dengan serangan asma.
4) Emosi
Emosi dapat meningkatkan aktivitas saraf parasimpatikus, sehingga terjadi
4
pelepasan asetilkolin dan mengakibatkan serangan asma. Faktor pencetus
dapat bersumber dari masalah antara kedua orang tua, antara orang tua
dengan anak, atau masalah dengan guru di sekolah.
5) Latihan jasmani
Asma yang diinduksi latihan jasmani (Exercise Induced Asthma = EIA)
dapat terjadi akibat lari bebas di udara yang dingin dan kering. Bila berlari
di udara yang hangat dan lembab, EIA jarang timbul. Setelah berlari 2
menit umumya terjadi dilatasi bronkus dan anak merasa lebih enak, tetapi
setelah berlari antara 5-8 menit terjadilah konstriksi bronkus (respons
dini), dan pada beberapa pasien juga dapat diikuti dengan respons lambat
antara 4-6 jam sesudah konstriksi bronkus yang pertama.
6) Faktor lain
- Bahan iritan. Iritan sebagai pencetus asma mencakup bau cat, hair
spray, parfum, udara dan air dingin, juga ozon dan bahan industri
kimia yang dapat menimbulkan hiperreaktivitas bronkus dan
inflamasi.
- Asap rokok. Asap rokok mengandung beberapa partikel yang dapat
dihirup, seperti hidrokarbon polisiklik, karbonmonoksida, nikotin,
nitrogen dioksida, dan akrolein. Asap rokok atau asap obat nyamuk
bakar dapat menyebabkan kerusakan epitel bersilia, menurunkan
klirens mukosiliar, dan menghambat aktivasi fagosit serta efek
bakterisid makrofag, sehingga terjadi hiperreaktivitas bronkus.
- Refluks gastroesofagus. Refluks isi lambung ke saluran napas dapat
memperberat asma pada anak dan merupakan salah satu penyebab
asma nokturnal.
- Obat dan bahan kimia. Aspirin dapat sebagai pencetus serangan asma
melalui proses alergi dan non alergi. Angka kejadiannya pada orang
dewasa adalah antara 4-28%, tetapi jarang pada anak. Obat lain yang
perlu diperhatikan sebagai pencetus serangan asma adalah obat
antiiflamasi seperti indometasin, ibuprofen, fenilbutason, asam
mefenamat, dan b-bloker. Bagi penderita yang alergi terhadap aspirin,
5
mempunyai kemungkinan besar juga alergi terhadap bahan-bahan
kimia seperti tartrazin (pewarna kuning untuk kapsul obat) dan sodium
benzoat sebagai pengawet makanan atau minuman.
- Hormon. Asma dapat timbul atau diperberat oleh menstruasi, segera
sebelum atau setelah menstruasi. Pemakaian pil KB, terkadang dapat
memperberat asma.
Seringkali faktor pencetus tersebut timbul bersamaan, yang akan
memperkuat mekanisme terjadinya asma. Misalnya, pasien asma tertentu hanya
mengalami EIA (Exercise Induced Asthma) bila berolahraga pada udara dingin
dan sewaktu serangan influensa. Pada pasien lain serangan asma terjadi akibat
alergen tertentu dan sewaktu menderita influenza (6).
I.5 Patofisologi
Secara ringkas patofisiologi dari asma bronkhiale seperti gambar
berikut(2,7):
Gambar 1 : saluran nafas normal (i) dan saluran nafas penderita asma
6
Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernapas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhiolus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma
tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi
mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi Ig E abnormal
dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan
antigen spesifikasinya.
Pada asma, antibodi ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada
interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil.
Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat,
alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan
menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya
histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient),
faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-
faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkhioulus kecil
maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot
polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat
meningkat (7,8).
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada
selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa
menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian,
maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang
menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma
biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali
melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional
dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat
kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan
barrel chest (9).
7
I.6 Klasifikasi
Berat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain gambaran
klinik sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian
obat inhalasi β-2 agonis dan uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan untuk
mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat).
Tidak ada suatu pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan berat-ringannya
suatu penyakit. Dengan adanya pemeriksaan klinis termasuk uji faal paru dapat
menentukan klasifikasi menurut berat-ringannya asma yang sangat penting dalam
penatalaksanaannya (8,9).
Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan
(akut) (10,11).
1. Asma saat tanpa serangan
Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri dari: 1)
Intermitten; 2) Persisten ringan; 3) Persisten sedang; dan 4) Persisten berat (9,10).
8
Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada orang dewasa (11)
Derajat asma Gejala Gejala malam
Faal paru
Intermitten Bulanan APE≥80%- Gejala<1x/
minggu.- Tanpa gejala
diluar serangan.- Serangan singkat.
≤ 2 kali sebulan
- VEP1≥80% nilai prediksi APE≥80%nilai terbaik.
- Variabiliti APE<20%.
Persisten ringan Mingguan APE>80%- Gejala>1x/
minggu tetapi<1x/hari.
- Serangan dapat mengganggu aktifiti dan tidur
>2 kali sebulan
- VEP1≥80% nilai prediksi APE≥80% nilai terbaik.
- Variabiliti APE 20-30%.
Persisten sedang Harian APE 60-80%- Gejala setiap hari.- Serangan
mengganggu aktifiti dan tidur.
- Membutuhkan bronkodilator setiap hari.
>2 kali sebulan
- VEP1 60-80% nilai prediksi APE 60-80% nilai terbaik.
- Variabiliti APE>30%.
Persisten berat Kontinyu APE 60≤%- Gejala terus
menerus- Sering kambuh- Aktifiti fisik
terbatas
Sering - VEP1≤60% nilai prediksi
APE≤60% nilai terbaik
- Variabiliti APE>30%
Sedangkan pada anak, secara arbiteri Pedoman Nasional Asma Anak
(PNAA) mengklasifikasikan derajat asma menjadi: 1) Asma episodik jarang; 2)
Asma episodik sering; dan 3) Asma persisten (11).
9
Tabel 2. Klasifikasi derajat asma pada anak (11)
Parameter klinis,
kebutuhan obatdan faal paru
asma
Asma episodik jarang
Asma episodik sering
Asma persisten
Frekuensi serangan
<1x/bulan >1x/bulan Sering
Lama serangan <1minggu >1minggu Hampir sepanjang tahun, tidak ada periode bebas serangan
Intensitas serangan
Biasanya ringan Biasanya sedang Biasanya berat
Diantara serangan
Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan malam
Tidur dan aktifitas
Tidak tergganggu Sering tergganggu Sangat tergganggu
Pemeriksaan fisik diluar serangan
Normal (tidak ditemukan kelainan)
Mungkin tergganggu(ditemukan kelainan)
Tidak pernah normal
Obat pengendali(anti inflamasi)
Tidak perlu Perlu Perlu
Uji faal paru(diluar serangan)
PEFatauFEV1>80%
PEFatauFEV1<60-80%
PEVatauFEV<60%
Variabilitas faal paru(bila ada serangan)
Variabilitas>15% Variabilitas>30% Variabilitas 20-30%.Variabilitas >50%
2. Asma saat serangan
Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang
digunakan sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya
serangan. Global Initiative for Asthma (GINA) membuat pembagian derajat
serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan
pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan
diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan
10
sedang dan asma serangan berat (9,10).
Perlu dibedakan antara asma (aspek kronik) dengan serangan asma (aspek
akut). Sebagai contoh: seorang pasien asma persisten berat dapat mengalami
serangan ringan saja, tetapi ada kemungkinan pada pasien yang tergolong
episodik jarang mengalami serangan asma berat, bahkan serangan ancaman henti
napas yang dapat menyebabkan kematian (11).
Dalam melakukan penilaian berat-ringannya serangan asma, tidak harus
lengkap untuk setiap pasien. Penggolongannya harus diartikan sebagai prediksi
dalam menangani pasien asma yang datang ke fasilitas kesehatan dengan
keterbatasan yang ada. Penilaian tingkat serangan yang lebih tinggi harus
diberikan jika pasien memberikan respon yang kurang terhadap terapi awal, atau
serangan memburuk dengan cepat, atau pasien berisiko tinggi (10,11).
11
Tabel 3. Klasifikasi asma menurut derajat serangan (11)
Parameter klinis,
fungsi faal paru,
laboratorium
Ringan Sedang BeratAncaman
henti napas
Sesak (breathless) Berjalan Berbicara Istirahat
Bayi :
Menangis keras
Bayi :
-Tangis pendek dan
lemah
-Kesulitan
menetek/makan
Bayi :
Tidakmau
makan/minum
Posisi Bisa berbaring Lebih suka duduk Duduk bertopang
lengan
Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kata
Kesadaran Mungkin iritabel Biasanya iritabel Biasanya iritabel Kebingungan
Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Nyata
Wheezing Sedang, sering
hanya pada akhir
ekspirasi
Nyaring, sepanjang
ekspirasi ± inspirasi
Sangat nyaring,
terdengar tanpa
stetoskop
Sulit/tidak
terdengar
Penggunaan otot bantu
respiratorik
Biasanya tidak Biasanya ya Ya Gerakan paradok
torako-abdominal
Retraksi Dangkal, retraksi
interkostal
Sedang, ditambah
retraksi suprasternal
Dalam, ditambah
napas cuping
hidung
Dangkal / hilang
Frekuensi napas Takipnu Takipnu Takipnu Bradipnu
Pedoman nilai baku frekuensi napas pada anak sadar :
Usia Frekuensi napas normal per menit
< 2 bulan <60
2-12 bulan < 50
1-5 tahun < 40
6-8 tahun < 30
Frekuensi nadi Normal Takikardi Takikardi Dradikardi
Pedoman nilai baku frekuensi nadi pada anak
Usia Frekuensi nadi normal per menit
2-12 bulan < 160
1-2 tahun < 120
6-8 tahun < 110
Pulsus paradoksus
(pemeriksaannya tidak praktis)
Tidak ada
(< 10 mmHg)
Ada
(10-20 mmHg)
Ada
(>20mmHg)
Tidak ada, tanda
kelelahan otot
12
respiratorik
PEFR atau FEV1
(%nilai dugaan/%nilai terbaik)
Pra bonkodilator
Pasca bronkodilator
>60%
>80%
40-60%
60-80%
<40%
<60%, respon<2
jam
SaO2 % >95% 91-95% ≤ 90%
PaO2 Normal (biasanya
tidak perlu
diperiksa)
>60 mmHg <60 mmHg
PaCO2 <45 mmHg <45 mmHg >45 mmHg
Sumber : GINA, 2006
I.7 Gejala Klinis
Keluhan utama penderita asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase
inspirasi yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi
mengi (wheezing), batuk yang disertai serangn napas yang kumat-kumatan. Pada
beberapa penderita asma, keluhan tersebut dapat ringan, sedang atau berat dan
sesak napas penderita timbul mendadak, dirasakan makin lama makin meningkat
atau tiba-tiba menjadi lebih berat (4,5,11).
Wheezing terutama terdengar saat ekspirasi. Berat ringannya wheezing
tergantung cepat atau lambatnya aliran udara yang keluar masuk paru. Bila
dijumpai obstruksi ringan atau kelelahan otot pernapasan, wheezing akan
terdengar lebih lemah atau tidak terdengar sama sekali. Batuk hamper selalu ada,
bahkan seringkali diikuti dengan dahak putih berbuih. Selain itu, makin kental
dahak, maka keluhan sesak akan semakin berat (10,11).
Dalam keadaan sesak napas hebat, penderita lebih menyukai posisi duduk
membungkuk dengan kedua telapak tangan memegang kedua lutut. Posisi ini
didapati juga pada pasien dengan Chronic Obstructive Pulmonary Disease
(COPD). Tanda lain yang menyertai sesak napas adalah pernapasan cuping
hidung yang sesuai dengan irama pernapasan. Frekuensi pernapasan terlihat
meningkat (takipneu), otot Bantu pernapasan ikut aktif, dan penderita tampak
gelisah. Pada fase permulaan, sesak napas akan diikuti dengan penurunan PaO2
dan PaCO2, tetapi pH normal atau sedikit naik. Hipoventilasi yang terjadi
13
kemudian akan memperberat sesak napas, karena menyebabkan penurunan PaO2
dan pH serta meningkatkan PaCO2 darah. Selain itu, terjadi kenaikan tekanan
darah dan denyut nadi sampai 110-130/menit, karena peningkatan konsentrasi
katekolamin dalam darah akibat respons hipoksemia (9,10).
I.8 Diagnosis
Diagnosis asma yang tepat sangatlah penting, sehingga penyakit ini dapat
ditangani dengan semestinya, mengi (wheezing) dan atau batuk kronik berulang
merupakan titik awal untuk menegakkan diagnosis (11).
Secara umum untuk menegakkan diagnosis asma diperlukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang (11).
1. Anamnesis
Ada beberapa hal yang harus ditanyakan dari pasien asma antara lain:
a Apakah ada batuk yang berulang terutama pada malam menjelang dini
hari?
b Apakah pasien mengalami mengi atau dada terasa berat atau batuk setelah
terpajan alergen atau polutan?
c Apakah pada waktu pasien mengalami selesma (commond cold)
merasakan sesak di dada dan selesmanya menjadi berkepanjangan (10 hari
atau lebih)?
d Apakah ada mengi atau rasa berat di dada atau batuk setelah melakukan
aktifitas atau olah raga?
e Apakah gejala-gejala tersebut di atas berkurang/hilang setelah pemberian
obat pelega (bronkodilator)?
f Apakah ada batuk, mengi, sesak di dada jika terjadi perubahan
musim/cuaca atau suhu yang ekstrim (tiba-tiba)?
g Apakah ada penyakit alergi lainnya (rinitis, dermatitis atopi, konjunktivitis
alergi)?
h Apakah dalam keluarga (kakek/nenek, orang tua, anak, saudara kandung,
saudara sepupu) ada yang menderita asma atau alergi?
14
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat bervariasi dari normal sampai didapatkannya
kelainan. Perlu diperhatikan tanda-tanda asma dan penyakit alergi lainnya.
Tanda asma yang paling sering ditemukan adalah mengi, namun pada
sebagian pasien asma tidak didapatkan mengi diluar serangan. Begitu juga
pada asma yang sangat berat berat mengi dapat tidak terdengar (silent chest),
biasanya pasien dalam keadaan sianosis dan kesadaran menurun.
Secara umum pasien yang sedang mengalami serangan asma dapat ditemukan
hal-hal sebagai berikut, sesuai derajat serangan :
a Inspeksi
pasien terlihat gelisah,
sesak (napas cuping hidung, napas cepat, retraksi sela iga, retraksi
epigastrium, retraksi suprasternal),
sianosis
b Palpasi
biasanya tidak ditemukan kelainan
pada serangan berat dapat terjadi pulsus paradoksus
c Perkusi
biasanya tidak ditemukan kelainan
d Auskultasi
ekspirasi memanjang,
mengi
ronki
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk diagnosis asma:
a Pemeriksaan fungsi/faal paru dengan alat spirometer
b Pemeriksaan arus puncak ekspirasi dengan alat peak flow rate meter
c Uji reversibilitas (dengan bronkodilator)
d Uji provokasi bronkus, untuk menilai ada/tidaknya hipereaktivitas
bronkus.
e Uji Alergi (Tes tusuk kulit /skin prick test) untuk menilai ada tidaknya
15
alergi.
f Foto toraks, pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyakit
selain asma.
I.9 Diagnosis banding (1,11)
1) Dewasa
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
Bronkitis kronik
Gagal jantung kongestif
Batuk kronik akibat lain-lain
Disfungsi larings
Obstruksi mekanis
Emboli paru.
2) Anak
Rinosinusitis
Refluks gastroesofageal
Infeksi respiratorik bawah viral berulang
Displasia bronkopulmoner
Tuberkulosis
Malformasi kongenital yang menyebabkan penyempitan saluran
respiratorik intratorakal
Aspirasi benda asing
Sindrom diskinesia silier primer
Defisiensi imun
Penyakit jantung bawaan
I.10 Penatalaksanaan
Tatalaksana pasien asma adalah manajemen kasus untuk meningkatkan
dan mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa
hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (asma terkontrol) (8,11).
Tujuan :
16
1) Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
2) Mencegah eksaserbasi akut
3) Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
4) Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise
5) Menghindari efek samping obat
6) Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation)
ireversibel
7) Mencegah kematian karena asma.
8) Khusus anak, untuk mempertahankan tumbuh kembang anak sesuai
potensi genetiknya.
Dalam penatalaksanaan asma perlu adanya hubungan yang baik antara
dokter dan pasien sebagai dasar yang kuat dan efektif, hal ini dapat tercipta
apabila adanya komunikasi yang terbuka dan selalu bersedia mendengarkan
keluhan atau pernyataan pasien, ini merupakan kunci keberhasilan pengobatan.
Ada 5 (lima) komponen yang dapat diterapkan dalam penatalaksanaan asma,
yaitu:
1) KIE dan hubungan dokter-pasien
2) Identifikasi dan menurunkan pajanan terhadap faktor risiko;
3) Penilaian, pengobatan dan monitor asma;
4) Penatalaksanaan asma eksaserbasi akut, dan
5) Keadaan khusus seperti ibu hamil, hipertensi, diabetes melitus, dll
Pada prinsipnya penatalaksanaan asma klasifikasikan menjadi: 1)
Penatalaksanaan asma akut/saat serangan, dan 2) Penatalaksanaan asma jangka
panjang (11).
1. Penatalaksanaan asma akut (saat serangan)
Serangan akut adalah episodik perburukan pada asma yang harus diketahui
oleh pasien. Penatalaksanaan asma sebaiknya dilakukan oleh pasien di rumah ,
dan apabila tidak ada perbaikan segera ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Penanganan harus cepat dan disesuaikan dengan derajat serangan. Penilaian
beratnya serangan berdasarkan riwayat serangan termasuk gejala, pemeriksaan
fisik dan sebaiknya pemeriksaan faal paru, untuk selanjutnya diberikan
17
pengobatan yang tepat dan cepat.
Pada serangan asma obat-obat yang digunakan adalah (10,11) :
bronkodilator (β2 agonis kerja cepat dan ipratropium bromida)
kortikosteroid sistemik.
Pada serangan ringan obat yang digunakan hanya β2 agonis kerja cepat yang
sebaiknya diberikan dalam bentuk inhalasi. Bila tidak memungkinkan dapat
diberikan secara sistemik. Pada dewasa dapat diberikan kombinasi dengan
teofilin/aminofilin oral (10,11).
Pada keadaan tertentu (seperti ada riwayat serangan berat sebelumnya)
kortikosteroid oral (metilprednisolon) dapat diberikan dalam waktu singkat 3-
5 hari. Pada serangan sedang diberikan β2 agonis kerja cepat dan
kortikosteroid oral. Pada dewasa dapat ditambahkan ipratropium bromida
inhalasi, aminofilin IV (bolus atau drip). Pada anak belum diberikan
ipratropium bromida inhalasi maupun aminofilin IV. Bila diperlukan dapat
diberikan oksigen dan pemberian cairan IV (6,10).
Pada serangan berat pasien dirawat dan diberikan oksigen, cairan IV, β2
agonis kerja cepat ipratropium bromida inhalasi, kortikosteroid IV, dan
aminofilin IV (bolus atau drip). Apabila β2 agonis kerja cepat tidak tersedia
dapat digantikan dengan adrenalin subkutan. Pada serangan asma yang
mengancam jiwa langsung dirujuk ke ICU (10,11).
Pemberian obat-obat bronkodilator diutamakan dalam bentuk inhalasi
menggunakan nebuliser. Bila tidak ada dapat menggunakan IDT (MDI)
dengan alat bantu (spacer).
2. Penatalaksanaan asma jangka panjang
Penatalaksanaan asma jangka panjang bertujuan untuk mengontrol asma dan
mencegah serangan. Pengobatan asma jangka panjang disesuaikan dengan
klasifikasi beratnya asma.
Prinsip pengobatan jangka panjang meliputi: 1) Edukasi; 2) Obat asma
(pengontrol dan pelega); dan Menjaga kebugaran (11).
1) Edukasi
Edukasi yang diberikan mencakup :
18
Kapan pasien berobat/ mencari pertolongan
Mengenali gejala serangan asma secara dini
Mengetahui obat-obat pelega dan pengontrol serta cara dan waktu
penggunaannya
Mengenali dan menghindari faktor pencetus
Kontrol teratur
Alat edukasi untuk dewasa yang dapat digunakan oleh dokter dan pasien
adalah pelangi asma, sedangkan pada anak digunakan lembaran harian.
2) Obat asma
Obat asma terdiri dari obat pelega dan pengontrol. Obat pelega diberikan
pada saat serangan asma, sedangkan obat pengontrol ditujukan untuk
pencegahan serangan asma dan diberikan dalam jangka panjang dan terus
menerus. Untuk mengontrol asma digunakan anti inflamasi (kortikosteroid
inhalasi). Pada anak, kontrol lingkungan mutlak dilakukan sebelum
diberikan kortikosteroid dan dosis diturunkan apabila dua sampai tiga
bulan kondisi telah terkontrol.
Obat asma yang digunakan sebagai pengontrol antara lain :
Inhalasi kortikosteroid
β2 agonis kerja panjang
antileukotrien
teofilin lepas lambat
19
Tabel 4. Jenis Obat Asma (11)
Jenis obat Golongan Nama generik Bentuk/kemasan obat
Pengontrol(Antiinflamasi)
Pelega(Bronkodilator)
Steroid inhalasi
Antileukokotrin
Kortikosteroid sistemik
Agonis beta-2kerjalama
kombinasi steroid dan Agonis beta-2kerjalama
Agonis beta-2 kerja cepat
Antikolinergik
Metilsantin
Flutikason propionatBudesonide
Zafirlukast
MetilprednisolonPrednison
ProkaterolFormoterolSalmeterol
Flutikason + Salmeterol.Budesonide + formoterol
Salbutamol
Terbutalin
Prokaterol
FenoterolIpratropium bromide
TeofilinAminofilin
IDTIDT, turbuhaler
Oral(tablet)
Oral(injeksi)Oral
OralTurbuhalerIDT
IDTTurbuhaler
Oral, IDT, rotacap solution
Oral, IDT, turbuhaler, solution, ampul (injeksi)
IDT
IDT, solutionIDT, solution
OralOral, injeksi
20
Kortikosteroid sistemik
Teofilin lepas lambatMetilprednisolonPrednison
OralOral, inhalerOral
IDT : Inhalasi dosis terukur = Metered dose inhaler/MDI, dapat digunakan
bersama dengan spacer
Solution: Larutan untuk penggunaan nebulisasi dengan nebuliser
Oral : Dapat berbentuk sirup, tablet
Injeksi : Dapat untuk penggunaan subkutan, im dan iv
Selain edukasi dan obat-obatan diperlukan juga menjaga kebugaran antara lain
dengan melakukan senam asma. Pada dewasa, dengan Senam Asma Indonesia
yang teratur, asma terkontrol akan tetap terjaga, sedangkan pada anak dapat
menggunakan olahraga lain yang menunjang kebugaran.
Dengan melaksanakan ketiga hal diatas diharapkan tercapai tujuan
penanganan asma, yaitu asma terkontrol. Berikut adalah ciri-ciri asma terkontrol,
terkontrol sebagian, dan tidak terkontrol .
21
Tabel 5. Ciri-ciri Tingkatan Asma (2,11)
Tingkatan Asma Terkontrol
Karakteristik Terkontrol TerkonrolSebagian
TidakTerkonrol
Gejala harian Tidak ada (dua kali atau kurang perminggu)
Lebih dari dua kali seminggu
Tiga atau lebih gejala dalam kategori Asma Terkontrol Sebagian, muncul sewaktu – waktu dalam seminggu
Pembatasan aktivitas Tidak ada Sewaktu-waktu dalam seminggu
Gejala nokturnal/gangguan tidur (terbangun)
Tidak ada Sewaktu – waktu dalam seminggu
Kebutuhan akan reliever atau terapi rescue
Tidak ada (dua kali atau kurang dalam seminggu)
Lebih dari dua kali seminggu
Fingsi Paru (PEF atau FEV1*)
Normal < 80% (perkiraan atau dari kondisi terbaik bila diukur)
Eksaserbasi Tidak ada Sekali atau lebih dalm setahun**)
Sekali dalam seminggu***)
Keterangan :*) Fungsi paru tidak berlaku untuk anak-anak di usia 5 tahun atau di bawah 5 tahun
**) Untuk semua bentuk eksaserbasi sebaiknya dilihat kembali terapinya apkah benar-benar adekuat***)Suatu eksaserbasi mingguan, membuatnya menjadi asma takterkontrolSumber : GINA 2006
I.11 Rujukan Kasus Asma
Dokter umum atau puskesmas harus merujuk pasien asma dengan kondisi
22
tertentu ke RS yang memiliki pelayanan spesialistik seperti (11) :
1) Serangan berat
2) Serangan yang mengancam jiwa
3) Pada tatalaksana jangka panjang, apabila dengan kortikosteroid inhalasi dosis
rendah (untuk anak sampai dengan 200 mcg/hari, sedangkan dewasa 400
mcg/hari) selama 4 minggu tidak ada perbaikan (tidak terkontrol).
4) Asma dengan keadaan khusus seperti ibu hamil, hipertensi, diabetes dll
23
BAB II
SIMULASI KASUS
2.1. Kasus
Nn. Nandita, 25 tahun, bekerja sebagai pegawai Bank swasta di daerah
Banjarmasin, alamat Jalan H. Hasan Basri Rt.17 No.27 Banjarmasin, dating ke
Praktek dokter umum jam 10.00 WITA dengan keluhan sesak nafas muncul tiba-
tiba sejak malam hari, sehingga pasien tidak bisa pergi bekerja, pasien kemudian
menggunakan ventolin inhaler untuk mengurangi keluhan. Sesak kemudian
berkurang tetapi pasien khawatir karena dalam sudah 3 malam berturut-turut
pasien mengalami sesak yang serupa. Pasien mengakui bahwa dirinya memiliki
riwayat asthma tetapi jarang kambuh. Serangan seringkali muncul bila pasien
kelelahan. Pasien mengakui sudah satu minggu ini pasien lembur. 1 hari yang lalu
pasien flu akibat kehujanan. Badan terasa demam.
Pemeriksaan Fisik
Tanda Vital : TD 120/80 mmHg N = 90x/menit RR = 22x/menit T =38,0oC
Kepala/Leher : tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada sianosis, edema
concha nasalis, secret serosa minimal, faring tidak hiperemi
Thorax : Pulmo: tidak ada retraksi, Sn. Vesikuler, Rhonki (-/-); wheezing
(+/+)
Cor: dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas : dalam batas normal
Diagnosis: Asma bronchial dengan common cold
2.2 Tujuan Pengobatan (11)
24
Menghilangkan obstruksi saluran nafas segera dengan cara memberikan
bronkodilator
Memperbaiki fungsi paru dan mengurangi reaktivitas jalan nafas dari
infiltrasi sel-sel radang dan mediator inflamasi pada saluran nafas dengan
memberikan antiinflamasi
Terapi penujang yaitu berupa pemberian dekongestan untuk
mempermudah keluarnya sekret bronkus
Mengurangi simptom lain yang menyertai yaitu demam dengan pemberian
antipiretik
2.3. Daftar Kelompok Obat Beserta Jenisnya yang Berkhasiat untuk Kasus
No Kelompok Obat Nama Obat
1 β2 Agonis Salbutamol, Terbutalin
2 Metilxantin Teofilin
3 Kortikosteroid Flutikason
4 Dekongestan Pseudoephedrine HCL, Ephedrin HCl
5 Antipiretik Paracetamol, Ibuprofen
2.4. Perbandingan Kelompok Obat atau Jenis Obat Tersebut Menurut
Khasiat, Keamanan dan Kecocokannya
Kelompok/Jenis Obat
Khasiat/Efek Efek Samping Obat Kontraindikasi
Salbutamol terbutalin
Bronkodilatasi
Nyeri kepala, pusing, mual, tremor tangan. Pada OD dapat terjadi takikardia, palpitasi, aritmia dan hipotensi
Hipertiroidisme, insufisisnsi miokard, aritmia, hipertensi, kehamilan dan menyusui, manula
Teofilin, Aminofilin
Bronkodilatasi - saluran cerna : mual, muntah, nyeri epigastrik, hematemesis dan diare
- SSP : sakit kepala, iritabilitas, gelisah, insomnia, refleks berlebihan, kejang otot,kejang umum tonik klonik
- KV : takikardi, palpitasi, ekstrasistol, muka merah, hipotensi, kegagalan
Hipersensitivitas terhadap komponen obat termasuk etilindiamin.Penyakit jantung, hipertensi, hipertiroidisme, tukak lambung, gangguan hati, epilepsi, kehamilan, menyusui
25
sirkulasi, aritmia ventrikel
- Sal nafas : takipnue- Ginjal : diuresis
meningkat- Kulit : urtikaria- Lain-lain : alopesia,
hiperglikemi, kelainan ADH
Beklometason budesonid
Anti inflamasi Bronkospasmus paradoksikal, suara serak, kandidiasis, ruam
Kehamilan, laktasi
Pseudoephedrine HCL
Dekongestan
Efek samping terhadap jantung dan SSP lebih ringan
Riwayat terapi MAOI, hipertiroid, hipertensi berat
Ephedrine HCl DekongestanAritmia ventrikel, gelisah, tremor, palpitasi, dan insomnia.
Hipersensitivitas, glaucoma sudut tertutup, aritmia jantung
ParasetamolAnalgetik-antipiretik
Rekasi alergi : eritema, urtikaria, demam, lesi pada mukosa. Pada dosis tinggi dapat menyebabkan kerusakan hati
Riwayat hipersensitivitas terhadap parasetamol. Kerusakan hati
IbuprofenAnalgetik-antipiretik
Mual, muntah, diare, eritema kulit dan trombositopenia
Hipersensitivitas dengan ibiprofen, tukak peptik berat dan kehamilan trim.III
Fultikason Kortikosteroid
Disfonia, Kandidiasis Oral, Pengurangan masa tulang, Hambatan pertumbuhan melalui penekanan aksis “Hypothalamic-pituitary-adrenal”(HPA) dan Katarak
Pasien yang hipersensitifitas terhadap kortikosteroid
2.5. Pilihan Obat dan Alternatif Obat Yang Digunakan
Terapi saat serangan akut dan profilaksis serangan asma bronkial
Bronkodilator
Urutan Obat pilihan Obat alternatifNama obat Salbutamol Ipatropium BromidaBSO (generic, paten, kekuatan)
Generik : SalbutamolBSO : sirup 2mg/5ml Tablet 2 mg,4 mg Inhaler100 mcg/semprotpaten : Ventolin®
BSO : Tablet 2 mg;Sirup 2
Generik : -BSO : -Paten : Atrovent®
BSO : inhaler 0,025%; Aerosol 0,45 mg/mL, larutan/cairan 0,025% (K).
26
mg/5ml, inhaler 100mcg/dosis; Nebules 2,5 mg ;cairan inj 0,5 mg/ml ;Rotacap 200 mcg
BSO yang diberikan dan alasannya
Aerosol karena efek bronkodilator yang diinginkan segera.
Aerosol karena efek bronkodilator yang diinginkan segera.
Dosis referensi 100-200 mcg (1 hisapan) 40-60 mcg (2-3 hisapan)
Dosis kasus tersebut dan alasannya
100 mcg (1 hisapan), sesuai referensi agar efek terapi tercapai
40-60 mcg (2-3 hisapan), sesuai referensi agar efek terapi tercapai
Frekuensi pemberian dan alasannya
Dapat diulang 1 x setiap 20 menit sampai 1 jam, cukup memadai untuk mengatasi serangan asma ringan dan sedang
Dapat diulang 4 x sehari dengan interval tiap 4 jam, cukup memadai untuk mengatasi serangan asma ringan dan sedang
Cara pemberian dan alasannya
Disemprotkan ke tenggorokan agar efek terapi tercapai maksimal
Disemprotkan ke tenggorokan agar efek terapi tercapai maksimal
Saat pemberian dan alasannya
Kapan saja karena tidak diberikan peroral
Kapan saja karena tidak diberikan peroral
Lama pemberian dan alasannya
Tergantung derajat asma, pada kasus ini hanya pada saat serangan karena derajat asma masih ringan
Tergantung derajat asma, pada kasus ini hanya pada saat serangan karena derajat asma masih ringan
Antiinflamasi
Urutan Obat Alternatif Obat PilihanNama obat Flutikason BudesonidBSO (generic, paten, kekuatan)
Generik : -BSO : -Paten : Seretide®
BSO : aerosol mengandung flutikason propionat 50 mcg dan salmeterol sinapoat 25 mcg / semprotan
Generik : -BSO : -Paten : Symbicort®
BSO : aerosol mengandung budesonid 80 mcg dan formoterol fumarat 4,5 mcg/ semprotan
BSO yang diberikan dan alasannya
Aerosol untuk mengurangi efek samping, dan dapat bekerja cepat di saluran pernapasan.
Aerosol untuk mengurangi efek samping
Dosis referensi 50-125 mcg (2 hisapan) 4,5-9 mcg (1-2 hisapan)Dosis kasus tersebut dan alasannya
50 mcg agar tercapai efek terapi
9 mcg/x agar tercapai efek terapi
Frekuensi pemberian dan alasannya
2 kali sehari untuk tercapai efek terapi
2 kali sehari untuk tercapai efek terapi
Cara pemberian dan alasannya
Disemprotkan ke tenggorokan agar efek terapi maksimum
Disemprotkan ke tenggorokan agar efek terapi maksimum
27
Saat pemberian dan alasannya
Pagi dan sore, sesuai dengan waktuparuh
Pagi dan sore, sesuai dengan waktuparuh
Lama pemberian dan alasannya
Tergantung derajat asma. Pada kasus sebenarnya tidak terlalu perlu tapi diberikan untuk memperkuat kerja beta adrenergik jadi hanya saat serangan
Tergantung derajat asma. Pada kasus sebenarnya tidak terlalu perlu tapi diberikan untuk memperkuat kerja beta adrenergik jadi hanya saat serangan
Dekongestan
Urutan Obat pilihan Obat alternatifNama obat Pseudoephedrin HCL Ephedrin HClBSO (generic, paten, kekuatan)
Paten : SudafedTablet 60 mg.
Generik : EphedrinTablet 25 mg. Paten : Ephedrin HCl Berlico Tablet 25 mg
BSO yang diberikan dan alasannya
Tablet, tidak ada gangguan menelan dan absorpsinya lebih cepat
Tablet, tidak ada gangguan menelan dan absorpsinya lebih cepat
Dosis referensi 1 tablet, 3 kali sehari 25 mg, 3 kali sehariDosis kasus tersebut dan alasannya
1 tablet, 3 kali sehari. Sesuai dengan petunjuk dan umur pasien
25 mg. Sesuai dengan petunjuk dan umur pasien
Frekuensi pemberian dan alasannya
3 kali sehari, sesuai waktu paruh
3 kali sehari, sesuai waktu paruh
Cara pemberian dan alasannya
Oral, karena tidak ada keluhan sukar menelan
Oral, karena tidak ada keluhan sukar menelan
Saat pemberian dan alasannya
Sesudah makan untuk mengurangi efek sal cerna
Sesudah makan untuk mengurangi efek sal cerna
Lama pemberian dan alasannya
3 hari karena sifatnya simptomatis
3 hari karena sifatnya simptomatis
Antipiretik
Urutan Obat Alternatif Obat PilihanNama obat Parasetamol IbuprofenBSO (generic, paten) Generik : parasetamol
BSO : sirup 120 mg/5ml dan tablet 500 mg
Generik : IbuprofenBSO tablet 100 mgPaten : Proris®
28
Paten : Sanmol®
BSO : sirup 120 mg/5ml, tablet 500 mg
BSO : tablet kunyah100 mg, kaplet 200 mg sirup forte 200mg/5ml
BSO yang diberikan dan alasannya
Tablet karena cocok untuk dewasa, tidak ada keluhan sukar menelan
Tablet karena cocok untuk dewasa, tidak ada keluhan sukar menelan
Dosis referensi 500-1000 mg setiap 6 jam 200-400 mg/x setiap 4-6jam
Dosis kasus tersebut dan alasannya
500 mg/x, maksimal 2 kali untuk mengurangi efek samping
200 mg, agar tercapai dosis terapi
Frekuensi pemberian dan alasannya
3 kali sehari, sesuai waktu paruh
3 kali sehari, sesuai waktu paruh
Cara pemberian dan alsannya
Oral, karena tidak ada keluhan sukar menelan
Oral, karena tidak ada keluhan sukar menelan
Saat pemberian dan alasannya
Sebelum makan karena absorbsinya dipengaruhi oleh makanan
Sesudah makan untuk mengurangi efek sal cerna
Lama pemberian 3 hari karena sifatnya simptomatis
3 hari karena sifatnya simptomatis
29
2.6. Usulan Resep yang Benar dan Rasional
2.6.1. Resep Utama
dr. Rahmah Erfa Q SIP 7902/XII/2012
Rumah: Praktek: Jln. Ratu Elok no.9 Banjarbaru Jln. A.Yani Km 36,5 no.5 BanjarbaruTelp. (0511) 4415332 Telp. (0511) 47825854
Banjarbaru, 15 Juni 2012
R/ Salbutamol Inhaler 100 mcg No.I S prn bdd puff II ue (dispneu) AccR/ Symbicort turbuhaler 160 mcg No.I S bdd puff II ue Acc
R/ Sudafed tab 60 mg No. IX S prn tdd tab I pc (influentia) AccR/ Ibuprofen tab 400 mg No. X S prn tdd tab I ac (febris) Acc
Pro : Nn.NanditaUmur : 25 tahunAlamat : Jln. H. Hasan Basri RT.17 No.27 Banjarmasin
30
2.6.2. Resep Alternatifdr. Rahmah Erfa Q SIP 7902/XII/2012
Rumah: Praktek: Jln. Ratu Elok no.9 Banjarbaru Jln. A.Yani Km 36,5 no.5 BanjarbaruTelp. (0511) 4415332 Telp. (0511) 47825854
Banjarmasin, 15 Juni 2012
R/ Atrovent Inhaler 0,02 mcg No.I S prn tdd puff II ue (dispneu) AccR/ Seretide inhaler 50 mcg No. I S bdd puff II ue AccR/ Efedrin HCl tab 25 mg No. X S prn tdd tab I pc (influentia) AccR/ Ibuprofen tab 100 mg No. X S tdd tab II pc (febris) Acc
Pro : Nn, NanditaUmur : 25 tahunAlamat : Jalan H. Hasan Basri Rt.17 No.27 Banjarmasin
31
2.7 Pengendalian Obat
Salbutamol merupakan salah satu bronkodilator yang paling aman dan paling
efektif. Tidak salah jika obat ini banyak digunakan untuk pengobatan asma. Selain untuk
membuka saluran pernafasan yang menyempit, obat ini juga efektif untuk mencegah
timbulnya exercise-induced broncospasm (penyempitan saluran pernafasan akibat
olahraga). Salbutamol juga telah tersedia dalam berbagai bentuk sediaan mulai dari
sediaan oral (tablet, sirup, kapsul), inhalasi aerosol, inhalasi cair sampai injeksi. Dosis
Salbutamol inhalasi aerosol pada dewasa adalah 2 hisapan tiap 12 jam. Beberapa
keuntungan penggunaan salbutamol dalam bentuk inhalasi aerosol, antara lain
(10):
1) Efek obat akan lebih cepat terasa karena obat yang disemprotkan/dihisap
langsung masuk ke saluran nafas.
2) Karena langsung masuk ke saluran nafas, dosis obat yang dibutuhkan
lebih kecil jika dibandingkan dengan sediaan oral.
3) Efek samping yang ditimbulkan lebih kecil dibandingkan sediaan oral
karena dosis yang digunakan juga lebih kecil.
Namun demikian, penggunaan inhalasi aerosol ini juga memiliki kelemahan
yaitu ada kemungkinan obat tertinggal di mulut dan gigi sehingga dosis obat yang
masuk ke saluran nafas menjadi lebih sedikit dari dosis yang seharusnya. Untuk
memperbaiki penyampaian obat ke saluran nafas, maka bisa digunakan alat yang
disebut spacer (penghubung ujung alat dengan mulut) (11) .
Kontraindikasi dari obat ini adalah untuk penderita yang hipersensitif terhadap
salbutamol maupun salah satu bahan yang terkandung di dalamnya. Adapun efek samping
yang mungkin timbul karena pamakaian salbutamol, antara lain: gangguan sistem saraf
(gelisah, gemetar, pusing, sakit kepala, kejang, insomnia); nyeri dada; mual, muntah;
diare; anorexia; mulut kering; iritasi tenggorokan; batuk; gatal; dan ruam pada kulit (skin
rush). Untuk penderita asma yang disertai dengan penyakit lainnya seperti:
hipertiroidisme, diabetes mellitus, gangguan jantung termasuk insufisiensi miokard
maupun hipertensi, perlu adanya pengawasan yang lebih ketat karena penggunaan
salbutamol bisa memperparah keadaan dan meningkatkan resiko efek samping (4).
Beberapa hal penting yang perlu diketahui oleh para pengguna salbutamol
32
untuk mengatasi asma, adalah sebagai berikut (11):
1) Sebaiknya tidak menggunakan obat ini jika memiliki riwayat alergi
terhadap salbutamol atau bahan-bahan lain yang terkandung di dalamnya.
2) Untuk sediaan inhalasi, kocok dulu sebelum digunakan dan buang 4
semprotan pertama jika menggunakan inhaler baru atau inhaler yang sudah
tidak terpakai selama lebih dari 2 minggu.
3) Sebaiknya berkumur setiap kali sehabis mengkonsumsi salbutamol supaya
tenggorokan dan mulut tidak kering.
4) Jika dibutuhkan lebih dari 1 hisapan dalam sekali pemakaian, maka beri
jarak waktu minimal 1 menit untuk setiap hisapan.
5) Simpan obat pada suhu kamar agar stabil (aerosol: 15-25o C; inhalasi cair:
2-25o C dan sirup: 2-30o C)
6) Obat-obat golongan beta blocker, seperti: propanolol, metoprolol, atenolol,
dll bisa menurunkan efek salbutamol.
7) Penggunaan salbutamol dosis tinggi bersamaan dengan kortikosteroid
dosis tinggi akan meningkatkan resiko hipokalemia.
8) Asetazolamid, diuretik kuat dan thiazida dosis tinggi akan meningkatkan
resiko hipokalemia jika diberikan bersamaan dengan salbutamol dosis
tinggi pula.
9) Penggunaan salbutamol bersama dengan obat golongan MAO-inhibitor
(misal: isocarboxazid, phenelzine) bisa menimbulkan reaksi yang serius.
Hindari pemakaian obat-obat golongan ini 2 minggu sebelum, selama
maupun sesudah konsumsi salbutamol.
Paracetamol utamanya digunakan untuk menurunkan panas badan yang
disebabkan oleh karena infeksi atau sebab yang lainnya. Disamping itu,
paracetamol juga dapat digunakan untuk meringankan gejala nyeri dengan
intensitas ringan sampai sedang. Untuk dewasa dosis Paracetamol adalah 500 mg-
1000 mg setiap 6 jam, 3-4 kali / hari. Yang harus diperhatikan dalam pemakaian
obat ini adalah (5,6):
Hati-hati penggunaan obat ini pada penderita penyakit ginjal.
Bila setelah 2 hari demam tidak menurun atau setelah 5 hari nyeri tidak
33
menghilang, segera hubungi dokter.
Penggunaan obat ini pada penderita yang mengkonsumsi alkohol, dapat
mengakibatkan risiko kerusakan fungsi hati.
Beberapa reaksi alergi yang dilaporkan sering muncul antara lain :
kemerahan pada kulit, gatal, bengkak, dan kesulitan bernafas/sesak. Seperti biasa,
bila mengalami tanda tanda diatas setelah minum paracetamol, segera ke dokter
untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat menjalani pengobatan dengan
paracetamol antara lain, sebelum minum paracetamol, sampaikan ke dokter anda
kalau anda sebelumnya pernah mengalami alergi setelah mengkonsumsi
paracetamol atau alergi yang disebabkan oleh sebab lain. Selain itu, informasikan
pula ke dokter bila anda mempunyai riwayat penyakit khronis seperti penyakit
hati, ketergantungan alkohol, dan lain lain. Paracetamol dapat merusak hati, maka
bila ditambah dengan mengkonsumsi alkohol secara berlebihan maka akan
mempercepat terjadinya kerusakan hati (4,5).
Flunisolid dan Triamsinolon Asetonid (TA) sudah ditinggalkan dan jarang
dipakai karena efektifitasnya yang rendah dan efek samping yang besar.
Beklometason dipropionat (BDP) merupakan steroid inhalasi yang
pertama kali digunakan secara klinis. Setelah inhalasi, kadar puncak tercapai
setelah 5 jam. Di jaringan paru akan segera mengalami pemecahan menjadi
beklometason monopropionat (BMP) yang mempunyai potensi lebih kuat
dibanding BDP. Pemecahan BMP di hepar lebih lambat dibanding
Budesonid ,sehingga efek sistemiknya lebih besar. Dosis inhalasi pada anak usia
dibawah 8 tahun :100-200 ug/hari , usia lebih dari 8 tahun 150-500ug/
hari ,diberikan 2 – 4 kali/ hari. (1,11,15) Steroid inhalasi yang memiliki bioavaibilitas
di jaringan paru tertinggi adalah Budesonid, namun suatu preparat baru BDP yang
diformulasikan tanpa propelan “chlorofluorocarbon” (CFC) atau dikenal dengan
BDP dengan propelan “hydrofluoroalkene (HFA) terdeposisi 55-60% di jaringan
paru.
Budesonid(BUD) nerupakan steroid inhalasi yang paling banyak diteliti.
Kadar puncak tercapai setelah 15 – 30 menit inhalasi, terdeposisi 25%-30% di
34
jaringan paru. Dimetabolisme secara cepat dan sempurna di hepar, bentuk
metabolitnya diekskresi melalui urin dan feses dan hanya memiliki potensi
seperseratus dari Budesonid. Budesonid mempunyai kemampuan berikatan
(afinitas) dengan reseptor glukokortikoid 7 kali lebih besar dibanding
deksametason.
Flutikason Propionat (FP) merupakan steroid inhalasi yang memiliki
afinitas yang tinggi terhadap reseptor steroid, sebagian kecil diabsorpsi di
lambung dan dimetabolisme sempurna oleh hepar. Dosis harian harus dititrasi
sesuai dengan respon klinis dan uji faal paru. Lipofilisitasnya 3, 300, dan 1000
kali lebih tinggi dibanding BDP, BUD dan TA. Flutikason propionat memiliki
afinitas terhadap reseptor steroid 1,5 kali lebih tinggi dibanding BMP dan
mometason furoat, 3 kali lebih tinggi dibanding BUD dan 20 kali lebih tinggi
dibanding Flunisolid dan TA. Waktu paruh afinitas FP pada reseptor steroid lebih
dari 10 jam, BUD 5 jam, BMP 7,5 jam dan TA 4 jam.
Gustafsson dkk .1993 meneliti efikasi dan keamanan FP dosis 200 ug/hari
dibandingkan dengan BUD dosis 400 ug/hari melalui MDI dengan “spacer”. Ada
397 anak berusia 4 – 19 tahun dengan asma ringan dan asma sedang yang
mengikuti penelitian selama 6 minggu.Hasil penelitian menujukkan bahwa FP 200
ug/hari secara bermakna lebih efektif apabila dibandingkan dengan BUD 400
ug/hari. Pada kelompok dengan FP ternyata lebih sedikit yang terkena serangan
asma akut selama penelitian berlangsung. Hasil yang serupa juga didapatkan pada
penelitian oleh Hoekx dkk 1996 dan Ferguson dkk. Hoekx dkk melakukan
penelitian terhadap 229 anak berusia 4 – 13 tahun dengan asma ringan dan
sedang. Penelitian dilaksanakanselama 8 minggu, 110 anak mendapat BUD dosis
400 ug/ hari melalui turbuhaler dan 119 anak mendapat FP dosis 400 ug/ hari
melalui diskhaler (18). Ferguson dkk melakukan penelitian terhadap 303 anak
berusia 4 – 12 tahun dengan asma sedang dan asma berat. Dosis steroid yang
dipakai lebih tinggi yaitu 800 ug/ hari pada kelompok BUD dan 400 ug/ hari pada
FP.
35
DAFTAR PUSTAKA
1. McFadden ER. Penyakit asma dalam prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Harrison Edisi 13 Vol 3. Jakarta: EGC, 2000; 1113-1117.
2. Salim EG, Musai M, Muin M. Perbandingan efektivitas klinis antiinflamasi alergik antara protakerol dengan salbutamol lepas lambat pada penderita asma bronkial. Surabaya: Subbagian Alergi Imunologi Bag. IPD FK Unair, 1998.
3. Sukmana N. Psikosomatik pada asma bronkial dalam buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II edisi 3. Jakarta: FK UI, 2001; 738-740.
4. Amir M, Alsugaff, H, Aleh T (ed). Pengantar ilmu penyakit paru. Surabaya: Airlangga University Press, 1993; 1-5.
5. Behram. RE, Vaughan VC. Nelson: Ilmu kesehatan anak bagian I edisi 15, Jakarta: EGC, 1999; 775-91.
6. Hampton, T. W. WebMD Health: What Causes Asthma in Children? WebMD Corporation, 2001. http://my.webmd.com/content/article/1680.50488
7. Yasmina Alfi. Farmakoterapi pada gangguan/penyakit sistem respirasi dalam kumpulan bahan kuliah farmakologi II. Banjarbaru: FK UNLAM, 2001.
8. Stephen G, Jenkinson, Jay IP. Pearls from the national institutes of health asthma guidelines. The American College of Chest Physicians.
9. Rahajoe NN. Buku ajar respirologi anak edisi pertama. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2008.
10. Assagaf Ali. Asthma bronchiale. Diajukan pada Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Dalam III: PAPDI Wilayah Kalsel-Kalteng, 2003.
11. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1023/Menkes/SK/XI/2008. Tentang pedoman pengendalian penyakit asma. Menteri Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta, 2008.
36