Tugas Rekayasa Pembahasan Kelompok Erik

10
4.1. konstruksi dan sistem budidaya intensif Menurut Setyono (1997), budidaya Intensif ialah keadaan kolam yang lebih modern. Didalm budidaya ini kolamnya terbuat dari beton semua.Baik dinding atau pun dasarnya. Dengan pembudidayaanseperti ini sangat sulit, karena akan memakan biaya yang banyak. Selain itu budidaya seperti ini sangat membutuhkan konsentrasi yang penuh, agar perkembanagn ikan tidak terhambat. Kolam tembok yang masih baru sebaiknya tidak langsung dipakai. Sebaiknya kolam itu diisi air dan kemudian ke dalamnya dimasukkan potongan-potongan batang pisang yang kemudian dibiarkan hingga membusuk. Potongan batang pisang itu akan menyerap racun dari bahan-bahan pembuat tembok, terutama semen. Setelah itu, kolam dicuci hingga bersih sehingga siap digunakan. (Dwi Eny Djoko Setyono, 2004) Sistem Intensif, kepadatan > 150 ekor/m3, Pakan sudah 100 % bergantung pada pakan buatan dengan protein yang seusuai dengan fase-fase pertumbuhannya. Konstruksi kolam sudah full dari Plastik ataupun beton semen. Sehingga memutus faktor pengaruh terhadap media lingkungan, jadi sepenuhnya masuk dalam kontrol manajemen kita. Wadah budidaya untuk penerapan sistem budidaya intensif ialah kolam air mengalir, kolam air deras, kolam bulat, tambak, keramba, sangkar,dan KJA. Teknologi budidaya intensif adalah teknologi yang cukup maju dalam budidaya perairan. Namun, bukan berarti penerapan budidaya intensif tanpa masalah. Pada budidaya udang (Panaeus sp.), teknologi ini telah menimbulkan masalah

Transcript of Tugas Rekayasa Pembahasan Kelompok Erik

4.1. konstruksi dan sistem budidaya intensif

Menurut Setyono (1997), budidaya Intensif  ialah keadaan kolam yang lebih modern.

Didalm budidaya ini kolamnya terbuat dari beton semua.Baik dinding atau pun dasarnya.

Dengan pembudidayaanseperti ini sangat sulit, karena akan memakan biaya yang banyak. Selain

itu budidaya seperti ini sangat membutuhkan konsentrasi yang  penuh, agar perkembanagn ikan

tidak terhambat.

Kolam tembok yang masih baru sebaiknya tidak langsung dipakai. Sebaiknya kolam itu

diisi air dan kemudian ke dalamnya dimasukkan potongan-potongan batang pisang yang

kemudian dibiarkan hingga membusuk. Potongan batang pisang itu akan menyerap racun dari

bahan-bahan pembuat tembok, terutama semen. Setelah itu, kolam dicuci hingga bersih

sehingga siap digunakan. (Dwi Eny Djoko Setyono, 2004)

Sistem Intensif, kepadatan > 150 ekor/m3, Pakan sudah 100 % bergantung pada pakan

buatan dengan protein yang seusuai dengan fase-fase pertumbuhannya. Konstruksi kolam sudah

full dari Plastik ataupun beton semen. Sehingga memutus faktor pengaruh terhadap media

lingkungan, jadi sepenuhnya masuk dalam kontrol manajemen kita.

Wadah budidaya untuk penerapan sistem budidaya intensif ialah kolam air mengalir,

kolam air deras, kolam bulat, tambak, keramba, sangkar,dan KJA. Teknologi budidaya intensif

adalah teknologi yang cukup maju dalam budidaya perairan. Namun, bukan berarti penerapan

budidaya intensif tanpa masalah. Pada budidaya udang (Panaeus sp.), teknologi ini telah

menimbulkan masalah lingkungan pesisir yang cukup serius, baik karena ketidaksesuaian lahan

maupun karena usaha petambak yang terus menggenjot produksi tanpa memikirkan daya dukung

lingkungan. Budidaya udang di negara-negara di Asia telah menimbulkan kerusakan ekosistem

mangrove dan pencemaran perairan pesisir yang parah karena penerapan teknologi budidaya

intensif tanpa pertimbangan dampak yang ditimbulkannya.

Menurut Reza (2011), Pola pengelolaan usaha budidaya perairan intensif banyak

diterapkan pada budidaya air tawar dan tambak. Teknologi budidaya intensif ditandai dengan:

Petak tambak/kolam untuk pemeliharaan yang lebih kecil. Luas petak tambak untuk

budidaya udang dan bandeng antara 0,2-0,5 ha, walaupun ada pada petak yang luasnya

1,0 ha yang dikelola secara intensif

Persiapan lahan untuk pemeliharaan (pengelolaan tanah dan perbaikan wadah budidaya)

dan penggunaan sarana produksi (kapur, pupuk, dan bahan kimia) menjadi sangat

mutlak dibutuhkan.

Biota budidaya bergantung sepenuhnya pada pakan buatan atau pakan yang diberikan

secara teratur.

Penggunaan sarana budidaya untuk mendukung usaha budidaya, seperti pompa dan

aerator.

Produksi (hasil panen) sangat tinggi. Pada budidaya ikan bandeng dan udang windu di

tambak mencapai > 4 ton/ha/musim tanam.

4.2. Manajemen sistem budidaya intensif

Menurut Zeni (2011), beberapa kegiatan untuk mengelola budidaya dengan metode

ramah lingkungan dapat dilakukan melalui:

1. Sistem resirkulasi tertutup yang bertujuan agar metabolit dan bahan toksik tidak

mencemari lingkungan dapat dilakukan dengan menggunakan sistem filter sebagai

berikut:

a. Sistem filter biologi dapat dilakukan dengan menggunakan bakteri nitrifikasi, alga, atau

tanaman air untuk memanfaatkan amonia atau senyawa organik lainnya.

b. Sistem penyaringan non-biologi, dapat dilakukan dengan cara fisika dan kimia

terhadap polutan yang sama.

2. Pemanfaatan mangrove untuk menurunkan kadar limbah budidaya udang, merupakan

suatu cara bioremediasi dalam budidaya udang sistem tertutup .

3. Penggunaan bakteri biokontrol atau probiotik untuk mengurangi penggunaan antibiotik

sehingga pencemaran di perairan dapat dikurangi .

4. Dengan cara transgenik, yaitu menggunakan gene cecropin yang diisolasi dari ulat sutera

Bombyx mori. Udang transgenik yang mengandung rekombinan cecropin akan

mempunyai aktivitas litik tinggi terhadap bakteri patogen pada udang .

Beberapa aspek yang penting dalam manajemen akuakultur yang merupakan komponen

dasar dari manajemen akuakultur secara keseluruhan baik akuakultur tawar, payau maupun laut

(marikultur). Manajemen akuakultur secara umum terdiri dari lima aspek dasar yang saling

terkait dan mendukung yang penting untuk diketahui serta dipahami dengan baik dalam usaha

akuakultur yang dijalankan. Aspek tersebut antara lain :

1. Aspek teknis atau teknik, meliputi semua yang berhubungan denga teknis akuakultur

yang dilakukan dan kegiatan lain yang dilakukan dalam proses akuakultur itu sendiri.

2. Aspek sarana dan prasarana, meliputi semua yang berkaitan dengan alat dan bahan atau

bangunan operasional yang digunakan untuk memperlancar (keberhasilan) suatu proses

produksu usaha akuakultur.

3. Aspek administrasi dan keuangan, meliputi sumberdaya manusia, kelembagaan

(organisasi) dan permodalan dalam usaha akuakultur.

4. Aspek sosial dan ekonomi, meliputi konsumen, pemasaran (pasar), keamanan, skala

usaha dan kelayakan usaha akuakultur.

5. Aspek pengembangan usaha akuakultur, meliputi upaya pengembangan usaha yang telah

dilakukan dan hasil yang diperolah dari pengembangan tesebut.

Pengetahuan dan pemahaman tentang manajemen akuakultur sangat penting untuk

keberhasilan menjalankan usaha akuakultur yang baik, tepat dan berkesinambungan terutama

akuakultur yang ramah lingkungan.

4.3.Sarana dan prasarana system budidaya intensif

Aspek sarana dan prasarana, meliputi semua yang berkaitan dengan alat dan bahan atau

bangunan operasional yang digunakan untuk memperlancar (keberhasilan) suatu proses produksu

usaha akuakultur.

4.4.Biosecurity system budidaya intensif

Secara umum, biosekuriti lebih mudah diimplementasikan dalam sistem perikanan kecil,

intensif, dan terkendali daripada budidaya terbuka dan besar-besaran. langkah-langkah

biosecurity dalam industri udang dapat dilihat sebagai pendekatan dua-cabang: mencegah

masuknya patogen dan menghilangkan patogen ketika mereka hadir. Lightner (2003) membahas

cara mencegah masuknya patogen yaitu dari benur dan induk, terutama dengan cara melalui

karantina dan penggunaan benur atau induk yang bebas patogen spesifik patogen (SPF) serta

mereka mempunyai sertifikat, dan membatasi impor udang hidup dan beku.

Penggunaan air dari luar kolam harus diperhatikan dengan cermat untuk menghindari

tertularnya penyakit udang dari air luar kolam.Sebelum air dari luar masuk ke kolam

pemeliharaan air tersebut harus di desinfeksi. Hal ini untuk memastikan air tesrsebut tidak

membawa penyakit.

           Praktek-praktek manajemen yang dapat dilaksanakan untuk mengurangi risiko penularan

patogen meliputi :

- Cuci tangan dengan sabun anti-bakteri saat memasuki area kolam dan berpindah dari

tempat satu ke tempat lain, ini akan membantu untuk mengurangi beban patogen untuk

berpindah tempat dari satu bagian ke bagian lain.

- Alas kaki sebelum memasuki kolam harus dicuci dengan air yang dicampur dengan

bubuk pemutih / klorin untuk menghindari kontaminasi

- Akses ke daerah budaya dan kolam waduk harus dibatasi, hanya diperbolehkan pada

pekerja kolam yang terlatih.

- Mengurangi jumlah pengunjung ke kolam dan / atau hanya orang-orang yang bekerja di

kolam yang boleh diizinkan masuk ke fasilitas

- Semua lat dan wadah harus dibersihkan setelah digunakan.

- Pemusnahan udang mati dan lemah adalah strategi yang sangat penting yang dapat

mengurangi penyebaran patogen dari udang.

- Jadwal makan harus sedemikian rupa sehingga udang menerima nutrisi terbaik.

- Pagar Burung dan pagar kepiting harus diperiksa setiap hari, jika ada kesalahan yang

harus dikoreksi pada waktunya untuk melindungi udang budidaya. Pagar Burung

diperlukan, karena burung berpengaruh negatif terhadap produksi udang dengan

mengirimkan atau mengangkut penyakit, dan parasit dari kolam satu ke kolam lain atau

dari satu fasilitas ke fasilitas lain. Pagar kepiting juga diperlukan, karena seperti yang kita

tahu mereka bisa sebagai pembawa penyakit yang bisa menularkan penyakit pada udang

4.5.Pengelolaan limbah system budidaya intensifSalah satu upaya untuk mengatasi besarnya limbah buangan tambak adalah penggunaan

sistem polikultur antara ikan/udang (Jones, 1999) dan organisme yang umumnya dikembangkan

di air payau adalah biota budidaya (ikan/udang), tanaman air (ganggang laut), kerang. Tanaman

air yang umum digunakan adalah rumput laut (makro alga) baik Eucheumaspp maupun

Gracilaria spp. Oleh karena itu, dengan menerapkan teknologi budidaya yang berkelanjutan dan

berwawasan lingkungan, sistem budidaya polikultur oleh pembudidaya ikan baik tradisional

maupun intensif dengan menggunakan organisme penyaring (rumput laut) salah satu teknologi

yang menjanjikan, selain akan berdampak ekonomi melalui peningkatan produksi panen.

Rumput laut yang ditanam dapat berfungsi sebagai biofilter yang dapat

menyerap bahan organik/nutrient yang dihasilkan dari sisa-sisa pakan maupun proses

metabolisme biota air tambak serta rumput laut dapat sebagai hasil sampingan secara ekonomi.

Dalam rangka menciptakan tambak ramah lingkungan yang berkelanjutan dan upaya

meminimasi limbah proses budidaya tambak, maka penulis tertarik untuk meneliti peranan

rumput laut (Gracilaria verrucosa) pada kestabilan kualitas air dan tingkat kehidupan Kerapu

Macan dalam karamba jaring apung di tambak. Lebih lanjut system pembudidaya dengan sistem

polikultur mempunyai nilai lebih didalam mengurangi polusi bahan organik dan anorganik serta

secara ekonomis dapat menghasilkan pendapatan tambahan dari organisme sekunder bahkan

tersier yang dibudidayakan seperti ganggang laut dan kerang.

4.6.Pemasaran system budidaya intensif

Pembudidaya juga harus mempunyai pengepul tetap yang selalu siap menampung hasil

usaha. Yang tak kalah penting adalah para pembudidaya harus aktif mencari konsumen secara

langsung baik melalui hubungan langsung ataupun melalui media komunikasi seperti telepon dan

internet. Konsultasi dan koordinasi dengan pemerintah sangat penting dilakukan untuk mencari

terobosan dalam bidang pemasaran.

Dalam pengertian dunia perusahaan, perkataan produksi dipakai sebagai tindakan

pembuatan barang barang, sedangkan perkataan distribusi (marketing) dipakai sebagai tindakan

yang bertalian dengan pergerakan barang barangh dan jasa dari produsen ke tangan atau ke pihak

konsumen. Istilah pemasaran dan tataniaga yang sering didengar dalam ucapan sehari hari

dinegeri kita adalahterjemahan dari atau berasal dari perkataan “marketing” (Hanafiah dan

Saefuddin, 1983).

Menurut Hanafiah dan Saefuddin; dalam buku Tata Niaga Hasil Perikanan (1983)

menyatakan Tataniaga atau pemasaran hasil perikanan mempunyai sejumlah ciri, diantaranya

sebagai berikut :

1. Sebagian besar dari hasil perikanan berupa bahan makanan yang dipasarkan diserap oleh

konsumen akhir secara relatip stabil sepanjang tahun sedangkan penawarannya sangat

tergantung kepada produksi yang sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim.

2. Pada umumnya pedagang pengumpul memberi kredit (advancedpayment) kepada

produsen (nelayan dan petani ikan) sebagai ikatan atau jaminan untuk dapat memperoleh

bagian terbesar dari hasil perikanan dalam waktu tertentu.

3. Saluran tataniaga hasil perikanan pada umumnya terdiri dari : produsen (nelayan atau

petani ikan), pedagang perantara sebagai peengumpul, wholesaler (grosir), pedagang

eceran dan konsumen (industry pengolahan dan konsumen akhir).

4. Pergerakan hasil perikanan berupa bahan makanan dari produsen samapai konsumen

pada umumnya meliputi proses-proses pengumpul, pengimbangan dan penyebaran,

dimana proses pengumpulan adalah terpenting.

5. Kedudukan terpenting dalam tataniaga atau pemasaran hasil perikanan terletak pada

pedagang pengumpul daalam fungsinya sebagai pengumpul hasil, berhubung daerah

produksi terpencar-pencar, skala produksi kecil-kecil dan produksinya berlangsung

musiman.

6. Tataniaga atau pemasaran hasil perikanan tertentu pada umumnya bersifat musiman, dan

ini jelas dapat dilihat pada perikanan laut.

Barang-barang perikanan mempunyai ciri-ciri yang dapat mempengaruhi atau

menimbulkan masalah dalam pemasarannya. Ciri ciri dimaksud antara lain sebagai berikut :

1. Produksinya musiman, berlangsung dalam ukuran kecil-kecil (small scale) dan di daerah

terpencar-pencar serta spesialisasi.

2. Konsumsi hasil perikanan berupa bahan makanan relatip stabil sepanjang tahun. Sifat

demikian ini dihubungkan dengan sifat produksinya yang musiman dan jumlahnya tidak

berketentuan karena pengaruh cuaca, menimbulkan masalah dalam penyimpanan dan

pembiayaan.

3. Barang hasil perikanan berupa bahan makanan mempunyai sifat cepat atau mudah rusak (

perishable).

4. Jumlah atau kualitas hasil perikanan dapat berubah-ubah. Kenyataan menunjukkan bahwa

jumlah dan kualitas dari hasil perikanan tidak selalu tetap, tetap berubah-ubah dari tahun

ke tahun(HanafiahdanSaefuddin, 1983).