tugas patologi

6
Artikel Penelitian Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 4, April 2009 Deteksi Microsporidia pada Penderita AIDS dengan Pewarnaan Kromotrop Agnes Kurniawan,* Esy Maryanti,* Lisawati Susanto,* Huw Smith** *Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta **Scottish Parasite Diagnostic Laboratory, Stobhill Hospital, Glasgow, UK Abstrak: Microsporidia suatu parasit obligat intraseluler yang berspora, merupakan emer- ging parasite pada manusia. Kebanyakan kasus Microsporidia berkaitan dengan infeksi HIV dan imunosupresi. Infeksi didapatkan melalui saluran cerna (tertelan) atau inhalasi spora dan dapat menyebabkan kelainan intestinal, muskular, okular dan sistemik. Di Indonesia sampai saat ini belum ada data infeksi Microsporidia sedangkan kasus HIV/AIDS makin bertambah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui frekuensi infeksi pada penderita AIDS dengan diare kronis dan teknik pewarnaan yang baik untuk identifikasi parasit. Sebanyak 126 sampel tinja penderita AIDS dengan diare kronis yang datang untuk pemeriksaan di Laboratorium Parasitologi FKUI dibuat sediaan dan diwarnai dengan pulasan kromotrop standar dan quick- hot gram kromotrop. Selanjutnya dilakukan perbandingan durasi proses pewarnaan, pemeriksaan sediaan dan kualitas pulasan. Hasilnya menunjukkan frekuensi infeksi Microsporidia intestinal rendah dengan kedua teknik pewarnaan tersebut yaitu sebesar 1,6% (2/126). Teknik pewarnaan kromotrop stándar memerlukan waktu yang jauh lebih lama untuk proses pewarnaan, tetapi lebih cepat untuk identifikasi Microsporidia di tinja dengan kontras latar belakang yang lebih baik dibandingkan teknik quick-hot gram kromotrop. Kedua teknik tersebut dapat digunakan untuk mendeteksi Microsporidia di tinja. Kata kunci: Mikrosporidiosis intestinal, diagnosis mikroskopis, CD4 * Koresponden Penulis Agnes Kurniawan: Alamat Surat. Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indo- nesia, Jl. Salemba Raya 6 Jakarta 10430. Telp +6221 3102135 Fax +62121 39832018 E-mail : [email protected] 159

description

Farmasi, Patologi

Transcript of tugas patologi

  • Artikel Penelitian

    Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 4, April 2009

    Deteksi Microsporidia pada Penderita AIDSdengan Pewarnaan Kromotrop

    Agnes Kurniawan,* Esy Maryanti,* Lisawati Susanto,* Huw Smith**

    *Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta**Scottish Parasite Diagnostic Laboratory, Stobhill Hospital, Glasgow, UK

    Abstrak: Microsporidia suatu parasit obligat intraseluler yang berspora, merupakan emer-ging parasite pada manusia. Kebanyakan kasus Microsporidia berkaitan dengan infeksi HIVdan imunosupresi. Infeksi didapatkan melalui saluran cerna (tertelan) atau inhalasi spora dandapat menyebabkan kelainan intestinal, muskular, okular dan sistemik. Di Indonesia sampaisaat ini belum ada data infeksi Microsporidia sedangkan kasus HIV/AIDS makin bertambah.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui frekuensi infeksi pada penderita AIDS dengan diarekronis dan teknik pewarnaan yang baik untuk identifikasi parasit. Sebanyak 126 sampel tinjapenderita AIDS dengan diare kronis yang datang untuk pemeriksaan di LaboratoriumParasitologi FKUI dibuat sediaan dan diwarnai dengan pulasan kromotrop standar dan quick-hot gram kromotrop. Selanjutnya dilakukan perbandingan durasi proses pewarnaan,pemeriksaan sediaan dan kualitas pulasan. Hasilnya menunjukkan frekuensi infeksiMicrosporidia intestinal rendah dengan kedua teknik pewarnaan tersebut yaitu sebesar 1,6%(2/126). Teknik pewarnaan kromotrop stndar memerlukan waktu yang jauh lebih lama untukproses pewarnaan, tetapi lebih cepat untuk identifikasi Microsporidia di tinja dengan kontraslatar belakang yang lebih baik dibandingkan teknik quick-hot gram kromotrop. Kedua tekniktersebut dapat digunakan untuk mendeteksi Microsporidia di tinja.Kata kunci: Mikrosporidiosis intestinal, diagnosis mikroskopis, CD4

    * Koresponden Penulis Agnes Kurniawan: Alamat Surat.Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indo-nesia, Jl. Salemba Raya 6 Jakarta 10430.Telp +6221 3102135 Fax +62121 39832018E-mail : [email protected]

    159

  • Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 4, April 2009

    Detection of Microsporidia in Patients with AIDS by Chromotrope Staining

    Agnes Kurniawan,* Esy Maryanti,* Lisawati Susanto,* Huw Smith**

    *Department Parasitology Faculty of Medicine University of Indonesia, Jakarta**Scottish Parasite Diagnostic Laboratory, Stobhill Hospital, Glasgow, UK

    Abstract: Microsporidia is an obligate intracellular, spore-forming, emerging parasite in human.Most cases of human microsporidiosis are associated with HIV infection or other forms ofimmunosuppression. Human acquire Microsporidia infection through ingestion or inhalation ofthe spores and cause gastrointestinal, muscular, ocular and systemic disorders. Until now, thereis no available data on this parasite in Indonesia while the HIV cases rise very quickly. Theobjective of this study was to determine the frequency of intestinal Microsporidia among the AIDSpatients with AIDS with chronic diarrhoea in Jakarta and identify better staining method todiagnose Microsporidia microscopically. A number of 126 stools from patient with AIDS withchronic diarrhoea referred to Parasitology Laboratory FKUI were examined by standardchromotrope and quick-hot gram chromotrope staining. Duration of staining process, slideexamination and quality of the slides were compared. The result showed the frequency of intestinalMicrosporidia by both staining is low, 1.6% (2/126). Standard chromotrope stain took muchlonger time in process, shorter duration in identification and give better background/contrast forMicrosporidia detection in stool compared to quick-hot gram chromotrope. Both stainings can beused to detect Microsporidia in stool specimen.Key words: intestinal microsporidiosis, microscopic detection, CD4 cells count.

    PendahuluanAcquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah

    penyakit imunodefisiensi didapat yang disebabkan olehHuman Immunedeficiency Virus (HIV). HIV adalah retrovirusyang menginfeksi sistem imun terutama sel T CD4 yangmemiliki reseptor dengan afinitas tinggi untuk HIV. Jumlahpenderita AIDS di dunia semakin hari semakin bertambah.1Di Indonesia sampai bulan Maret tahun 2008 telah dilaporkanpeningkatan jumlah kasus AIDS mencapai 11868 kasus dan6130 kasus HIV positif.2

    Diare merupakan salah satu gejala yang menyebabkanmorbiditas dan mortalitas tinggi pada penderita yangterinfeksi HIV. Diare itulah yang menjadi salah satu alasanpenderita AIDS datang berobat.3 Microsporidia merupakansalah satu parasit yang ditemukan pada tinja penderita AIDSdengan diare kronis. Dilaporkan 5-50% penderita diare kronistersebut terinfeksi Microsporidia.4

    Ada 14 spesies Microsporidia yang dapat menginfeksimanusia terutama individu imunokompromis.5 Entero-cytozoon bieneusi dan Encephalitozoon intestinalis adalahspesies Microsporidia yang tersering ditemukan padapenderita AIDS dan di antara dua spesies tersebut Entero-cytozoon bieneusi yang paling banyak dilaporkan.6

    Mikrosporidiosis adalah penyakit yang disebabkan olehMicrosporidia dan merupakan an emerging and opportu-

    nistic infection pada manusia.5 Pada tahun 1999 di Perancisdilaporkan 26% kasus mikrosporidiosis intestinalis padapenderita AIDS,7 Pada tahun 2000 dan 2001 di Zimbabwe danGuinea Bisseau terdapat 18% dan 11% kasus mikrosporidiosisintestinalis pada penderita AIDS dengan diare kronis.8 DiIndia tahun 2005 terdapat 10% kasus mikrosporidiosis intes-tinal pada penderita AIDS dengan diare kronis.9

    Sebelum ada antiretroviral therapy (ART), prevalensimikrosporidiosis intestinal tinggi pada penderita AIDSdengan diare kronis.10 Sejak digunakannya ART pada tahun1995-1996, prevalensi mikrosporidiosis intestinal padapenderita HIV/AIDS di negara maju menurun.10 Di negaraberkembang seperti Afrika dengan penggunaan ART masihterbatas prevalensi mikrosporidiosis intestinal masih tinggi.11

    Gejala klinis mikrosporidiosis intestinal adalah diarekronis dan wasting syndrome. Diare terjadi tiga sampai tujuhkali perhari bahkan dapat lebih dari 20 kali per hari, tinja lunakatau encer tanpa darah, kadang demam, anoreksia, mual,muntah dan penurunan berat badan sekitar 2 kg/bulan. Diareyang berkepanjangan disertai penurunan berat badan akanberlanjut menjadi kaheksia merupakan faktor yangmempercepat terjadinya kematian pada penderita AIDS.12

    Respons imun seluler mempunyai peran utama dalammengontrol infeksi Microsporidia.13 Mikrosporidiosis yangdisebabkan oleh E.bieneusi lebih sering terjadi pada penderita

    Deteksi Microsporidia pada Penderita AIDS dengan Pewarnaan Kromotrop

    160

  • Deteksi Microsporidia pada Penderita AIDS dengan Pewarnaan Kromotrop

    Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 4, April 2009

    dengan imunodefisiensi seluler berat dengan jumlah CD4

  • Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 4, April 2009

    Deteksi Microsporidia pada Penderita AIDS dengan Pewarnaan Kromotrop

    berwarna ungu gelap sampai ungu kebiru-biruan, agak sulitdibedakan dari bakteri yang juga berwarna ungu kebiruan.Kadang tampak garis diagonal (belt-like stripe) melingkarispora Microsporidia (Gambar 2).

    Perbandingan durasi proses pewarnaan dan waktupemeriksaan menunjukkan bahwa teknik pewarnaankromotrop standard memerlukan waktu yang lama untukproses pewarnaan, rata-rata 126 menit/sediaan sedangkanwaktu pemeriksaan kurang lebih 20 menit/sediaan. Pewarnaandengan quick-hot gram kromotrop, memerlukan prosespewarnaan yang lebih cepat, rata-rata 9 menit/sediaan danwaktu pemeriksaan kurang lebih 45 menit/sediaan. Dengandemikian teknik kromotrop standar memerlukan waktu lebihlama untuk proses pemulasannya tetapi waktu pemerik-saannya lebih cepat dibandingkan teknik quick-hot gramkromotrop.

    Tabel 1. Hasil Pembacaan Sediaan dengan Teknik PewarnaanKromotrop Standar dan Quick-hot Gram Kromotrop

    Kromotrop Standar+ - Total

    Quick-hotGram + 2 0 2/126Kromotrop - 0 124 124/126

    (98,5%)

    Total 2/126 124/126 126(1,5%) (98,5%) (100%)

    Tabel 1 memperlihatkan bahwa jumlah penderitamikrosporidiosis yang terdeteksi dengan pewarnaankromotrop standar dan quick-hot gram kromotrop samajumlahnya yaitu dua orang.Gambaran Hasil Pemeriksaan dengan Teknik PewarnaanKromotrop Standar

    Dari 126 sampel yang diperiksa dengan teknik pewarnaankromotrop standar didapatkan dua sampel tinja positifMicrosporidia yaitu berasal dari pasien laki-laki denganjumlah CD4 188 sel/mm3 dan jumlah spora Microsporidia 12/100 lapang pandang (pembesaran 1000 kali) dan satu pasienperempuan dengan jumlah CD4 8 sel/mm3, dengan jumlahspora 20 /100 lapang pandang 1000 kali. Pada kedua sampeltersebut juga ditemukan Blastocystis hominis. Dari 126sampel pada penelitian ini, B.hominis merupakan protozoayang paling sering ditemukan yaitu 73% baik sebagai infeksitunggal maupun campur dengan parasit usus lainnya. Parasitusus lainnya yang ditemukan adalah Cryptosporidium sp,Giardia intestinalis, Cyclospora cayetanensis dan Entam-oeba histolytica.

    DiskusiPada penelitian ini dilakukan pemeriksaan sampel tinja

    penderita AIDS dengan diare kronis sebanyak 126 sampel

    dengan teknik pewarnaan kromotrop standar dan quick-hotgram kromotrop. Hasil pemeriksaan dengan pewarnaankromotrop standar memperlihatkan kontras yang jelas antaraspora Microsporidia dengan sekitarnya yaitu sporaMicrosporidia berwarna merah muda sampai merah denganlatar belakang hijau pucat sehingga mudah dibedakan darielemen tinja lainnya yaitu sel ragi, bakteri dan debris. Hasiltersebut sama dengan penelitian yang dilakukan Weber etal.12 Bila terdapat sel ragi, maka akan berwarna merah muda-merah dengan ukuran yang lebih besar dari sporaMicrosporidia dan kadang-kadang terlihat bertunassedangkan bakteri akan terwarna hijau atau abu-abutransparan sehingga mudah dibedakan dari sporaMicrosporidia. Sisa sel atau debris kadang berwarna merahmuda/merah sehingga sering diragukan dengan sporaMicrosporidia. Hal itu dapat disingkirkan karena debris atausisa sel mempunyai bentuk yang tidak teratur dan isi dalamnyatransparan/kosong sedangkan spora Microsporidia mem-punyai belt yaitu struktur filamen polar yang merupakan cirikhas Microsporidia dan membedakannya dari mikro-organisme lain.5

    Pada sediaan yang dipulas dengan quick-hot gramkromotrop spora Microsporidia berwarna ungu gelap/ungukebiruan dengan latar belakang hijau pucat. Hal tersebut samaseperti yang dilaporkan oleh Moura et al.16 SporaMicrosporidia dapat dibedakan dari sel ragi yang jugaberwarna ungu gelap tapi berukuran lebih besar, sedangkanterhadap bakteri, spora Microsporidia agak susah dibedakankarena ukuran yang hampir sama dan keduanya bersifat grampositif dan berwarna ungu kebiruan.

    Berdasarkan lamanya proses pewarnaan dan peme-riksaan, pewarnaan kromotrop standar membutuhkan waktulama, rata-rata 126 menit, mulai dari fiksasi dengan metanolhingga bilasan terakhir dengan xylol. Bila ditambah waktuuntuk mengeringkan tinja sebelum fiksasi dengan methanol(10 menit) dan waktu untuk mengeringkan sediaan sebelumdibuat sediaan permanen (10 menit), maka total waktuadalah 151 menit/sediaan. Hasil tersebut agak berbeda daripenelitian Weber et al.12 yang membutuhkan waktu 120 menit.Perbedaan itu mungkin disebabkan waktu pengeringan antartahap tidak ikut diperhitungkan.

    Proses pewarnaan quick-hot gram kromotrop memer-lukan waktu yang sangat singkat, 9 menit. Hal tersebutsedikit berbeda dari penelitian Moura et al.16 yang mem-butuhkan waktu 5 menit.16 Perbedaan ini disebabkan karenapada penelitian Moura et al.16 hanya menghitung waktupewarnaan tanpa memperhitungkan waktu pengeringan antartahap. Waktu untuk mengeringkan tinja sebelum difiksasidan waktu pengeringan sebelum dibuat sediaan permanenpada pewarnaan quick-hot gram kromotrop sama dengankromotrop standar. Total waktu yang diperlukan mulai daripembuatan apusan tinja sampai dibuat sediaan permanenpada pewarnaan quick-hot gram kromotrop kurang lebih 34menit/sediaan.

    162

  • Deteksi Microsporidia pada Penderita AIDS dengan Pewarnaan Kromotrop

    Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 4, April 2009

    Waktu yang dibutuhkan untuk pemeriksaan sediaanyang dipulas dengan kromotrop standar lebih cepat yaitu 20 menit sedangkan dengan quick-hot gram kromotrop 45menit.

    Hasil pemeriksaan dengan kedua teknik pewarnaantersebut mendapatkan dua dari 126 (1,6%) tinja penderitaAIDS dengan diare kronis positif Microsporidia. Hasil inimirip dengan penelitian di India (n=120) dan Peru (n=2652)yang mendapatkan prevalensi infeksi Microsporidia padapenderita HIV sebesar 2,5% dan 3 % dengan pewarnaankromotrop standar dan quick-hot gram kromotrop.18,19 DiKano Nigeria pada tahun 2007 dilaporkan prevalensimikrosporidiosis intestinal pada penderita AIDS sebesar7,29%, dengan teknik ELISA dan pewarnaaan modifikasi Gi-emsa.20 Perbedaan prevalensi tersebut mungkin disebabkanoleh tingkat endemisitas HIV dan geografi daerah yangberbeda serta ketersediaan highly active antiretroviraltherapy (HAART) di negara tersebut, yaitu sejak peng-gunaan HAART mulai tahun 1996 prevalensi mikros-poridiosis pada penderita AIDS mulai menurun. Di USAprevalensi mikrosporidiosis intestinal 14,1% - 34,8% sebelumera HAART menjadi 1,5% setelah penggunaan HAART.21 DiAustralia dilaporkan juga bahwa terjadi penurunan insidenmikrosporidiosis intestinal dari 11% pada tahun 1996 menjadi0% pada tahun 2006.22 Di negara-negara berkembang dimanaketersediaan ARV masih kurang terjamin dan distribusikurang baik, prevalensi mikrosporidiosis intestinal masihtinggi.10

    Pada penelitian ini status pemberian anti retroviral (ARV)tidak diketahui, beberapa penderita mungkin sudahmendapatkan pengobatan ARV. Rendahnya frekuensiMicrosporidia pada penelitian ini dapat pula disebabkanoleh pemilihan bagian tinja untuk pembuatan spesimen yangtidak tepat, pengambilan sampel tinja yang hanya satu kalisedangkan ekskresi spora terjadi secara intermiten dan kurangsensitifnya teknik pemeriksaan. Pemeriksaan secara mikros-kopis dengan pulasan kromotrop standar maupun quick hotgram kromotrop merupakan teknik yang paling sederhana,sangat mengandalkan keahlian pemeriksa, tak dapat untukmengidentifikasi spesies dan rendah sensitivitasnya akantetapi dapat diterapkan di laboratorium standar. Dari keduateknik pewarnaan tersebut, teknik quick hot gram kromotropsangat hemat waktu dalam proses pewarnaan akan tetapimemerlukan ketelitian yang lebih tinggi terutama bilaspesimen berupa tinja yang umumnya mengandung banyakdebris dan bakteri yang bentuk maupun warna miripMicrosporidia. Pewarnaan kromotrop standar lebih baikuntuk identifikasi Microsporidia di tinja akan tetapi memakanwaktu yang lama dalam proses pewar-naannya.

    Jumlah CD4 sebagai komponen sistem imun mempunyaiperan penting dalam mengontrol infeksi Microsporidia daninfeksi oportunistik lainnya pada penderita HIV.13 Keduasampel tinja yang positif Microsporidia berasal dari pasienAIDS dengan jumlah CD4

  • Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 4, April 2009

    Deteksi Microsporidia pada Penderita AIDS dengan Pewarnaan Kromotrop

    8. Tumwine JK, Kekitiinwa A, Nabukeera N, Akiyossi D, BukholtMA, Tzipori S. Enterocytozoon bieneusi among children withdiarrhea attending Mulago Hospital in Uganda. Am J Trop MedHyg. 2002;67(3):299-303.

    9. Kumar SS, Ananthan S, Joyee AG. Detection of Enterocytozoonbieneusi by PCR using species-specific primer in stool samples ofHIV patients. Indian J Med Res. 2005;121:215-9.

    10. Mathis A, Weber R, Deplazes P. Zoonotic potential of theMicrosporidia. Clin Microbiol Rev. 2005;18(3):423-45.

    11. Tumwine JK, Kekitiinwa A, Bakeerakitaka S, Ndeezi G, DowningR, Feng X, et al. Cryptosporidiosis and microsporidiosis in Ugan-dan children with persistent diarrhea with and without concur-rent infection with the HIV. Am J Trop Med Hyg 2005;73(5):921-5.

    12. Weber R, Bryan RT, Schwartz DA, Owen RL. HumanMicrosporidia infections. Rev Clin Microbiol 1994;7:426-61.

    13. Canning EU. Microsporidia. In: Gillespie SH, Pearson RD, edi-tors. Principle and practice of clinical parasitology. London:John Wiley & Sons Ltd; 2001.p.171-95.

    14. Microsporidiosis in immnunocompromised hosts. CID 2006;42:119-20.

    15. Ignatus R, Henschel S, Liesenfeld O, Mansmann U, Schmidt W,Koppe S et al. Comparative evaluation of modified trichromeand uvitex 2B Stains for detection of low numbers ofMicrosporidial spores in stool specimens. J Clin Microbiol1997;35(9):2266-9.

    16. Moura H, Schwartz DA, Bornay-Llinares F. A new and improvedquick-hot gram chromotrope technique that differentially stainsMicrosporidian spores in clinical samples, including paraffin-embedded tissue section. Arch Pathol Lab Med. 1997;121:888-93.

    17. Staining procedures. In National standard methode. 2007. Diunduhdari: www.evaluations-standards.org.uk. tanggal 27 Mei 2007

    18. Mohandas K, Sehgal R, Sud A, Malla N. Prevalence of intestinalparasitic pathogens in HIV-Seropositive individuals in NorthernIndia. Jpn J Infect Dis. 2002;55:83-4.

    19. Bern C, Kawai V, Vargas D, Rabke-Verani J, Williamson J, Chavez-Valdez R, et al. The Epidemiology of intestinal microsporidiosisin patients with HIV/AIDS in Lima Peru. J Infect Dis. 2005;191:1658-64.

    20. Omalu ICJ, Duhlinska DD, Anyanwu GI, Pam VA, Inyama PU.Seroprevalence of microsporidiosis in immunocompromised pa-tients in Kano-Nigeria. The Internet Journal of Parasitic Dis-eases. 2007;1(2).

    21. Dworkin MS, Buskin SE, Davidson AJ, Cohn DL, Morse A, InunguJ, et al. Prevalence of intestinal microsporidiosis in humanimmunodeficieny virus infected patients with diarrhea in MajorUnited States Cities. Rev Inst Med Trop S Paulo. 2007;49(6):339-42.

    22. Van Hal SJ, Muthiah K, Matthews G, Harkness J, Stark D, CooperD, et al. Declining incidence of intestinal microsporidiosis andreduction in AIDS-related mortality following introduction ofHAART in Sydney Australia. Trans Royal Soc Trop Med Hyg.2007;101:1096-100.

    23. Kurniawan A, Dwintasari SW, Poespa I, Karyadi T, YunihastutiE, Djauzi S, et al. Opportunistic intestinal parasites infections inHIV/AIDS patients presenting with diarrhoea in Jakarta Indone-sia. Trans Royal Soc Trop Med Hyg. In press 2009.

    24. Norhayati M, Azlin M, Rukman, Chan BT, Sabiha P, Fatmah MS,Rozlida AR, et al. Prevalence of intestinal microsporidiosis inpatients with and without gastrointestinal symptoms in Malay-sian hospital setting, 2004.

    25. Sastroasmoro S. Ismael S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinisedisi 2. Jakarta: CV Sagung Seto; 2006.

    SS

    164