Tugas Paper Teori

12
ARSITEKTUR JAWA PENERAPAN ARSITEKTUR EKOLOGIS PADA OBJEK RUMAH TRADISIONAL JAWA OLEH : Retno Ningsih I0212066 Program Studi Arsitektur Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2014

description

arsjaw

Transcript of Tugas Paper Teori

  • ARSITEKTUR JAWA

    PENERAPAN ARSITEKTUR EKOLOGIS PADA OBJEK

    RUMAH TRADISIONAL JAWA

    OLEH :

    Retno Ningsih

    I0212066

    Program Studi Arsitektur

    Jurusan Arsitektur

    Fakultas Teknik

    UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

    2014

  • A. PENDAHULUAN

    Konsep arsitektur ekologis merupakan paduan antara ilmu lingkungan dan ilmu

    arsitektur yang berorientasi pada model pembangunan dengan memperhatikan

    keseimbangan antara lingkungan alam dan buatan. Ekologi ini semakin marak kian

    berkembang tidak hanya pada bidang akademis, melainkan juga kalangan praktisi.

    Arsitektur ekologis ini bermula dari desain, sayembara, properti rumah yang

    berkonsep alam serta kegiatan-kegiatan lain yang mengapresiasi hubungan antara

    manusia dan lingkungan alam.

    Penerapan konsep arsitektur ekologis ini telah banyak digunakan pada

    pembangunan di Indonesia dengan memperhatikan kebutuhan pembangunan secara

    holistic dan ramah lingkungan. Salah satu pembangunan yang menggunakan konsep

    arsitektur ekologis adalah pada rumah tradisional Jawa. Rumah Jawa merupakan

    arsitektur tradisional Jawa yang sudha berkembang sejak abad ke-13 dan memiliki

    lima jenis atap, diantaranya adalah joglo, limasan, pelana, panggang pe, dan tajuk.

    B. TINJAUAN TEORI ARSITEKTUR EKOLOGIS

    Analisa bangunan rumah tradisional Jawa ini ditinjau berdasarkan teori

    arsitektur ekologis. Istilah ekolgi pertama kali diperkenalkan oleh Ernst Haeckel, ahli

    ilmu hewan pada tahun 1869 sebagai ilmu interaksi antara segala jenis makhluk

    hidup dan lingkungannya.

    Kaitan antara ekologi dan arsitektur terletak pada pembangunanya, baik

    pembangunan rumah tinggal, gedung ataupun kawasan sekaligus. Pengertian dari

    arsitektur ekologis merupakan pembangunan berwawasan lingkungan, dimana

    dalam pembangunannya tersebut dengan memanfaatkan potensi alam semaksimal

    mungkin.

    Adapun dalam pola perencanaannya, konsep arsitektur ekologis yang

    diterapkan adalah membangun dengan memperhatikan keseimbangan lingkungan

    alam dan buatan dengan unsur utamanya adalah manusia, bangunan dan lingkungan.

    Berikut ini adala contoh penerapan pembangunan dalam konsep arsitektur

    ekologis.

    1. Dinding dan atap sebuah bangunan harus sesuai dengan tugasnya, yaitu adalah

    melindungi dari sinar panas matahari, angin dan hujan.

  • 2. Intensitas energi yang terkandung dalam bahan bangunan yang digunakan saat

    pembangunan diusahakan harus seminimal mungkin.

    3. Bangunan sebisa mungkin diarahkan menurut orientasi Timur-Barat dengan

    bagian Utara-Selatan menerima cahaya alami tanpa silau.

    4. Dinding suatu bangunan harus dapat memberi perlindungan terhadap panas.

    Daya serap panas dan tebalnya dinding sesuai dengan kebutuhan iklim atau suhu

    ruang di dalamnya. Bangunan yang memperhatikan penyegaran udara secara

    alami bisa menghemat banyak energi.

    Berdasarkan pengertian dari ekologi dan contoh penerapannya pada

    pembangunan, maka berikut ini adalah penjelasan mengenai konsep arsitektur

    ekologis yang digunakan pada pembangunan-pembangunan berkelanjutan di

    Indonesia.

    1. Memperhatikan iklim setempat

    Dalam hal upaya memperhatikan iklim setempat, yang dapat dilakukan adalah

    penggunaan tumbuhan dan air sebagai pengatur iklim serta melaksanakan

    pembangunan yang menghemat energi dengan membuat orientasi bangunan

    sesuai dengan orientasi sinar matahari dan angin sebagai kompromi antara letak

    bangunan yang berarah dari timur ke barat dan terletak tegak lurus terhadap

    arah angin.

    2. Subsitusi sumber energi yang tidak dapat diperbaharui

    Untuk mensubstitusi energi yaitu dapat melalui cara meminimalisasi

    penggunaan energi untuk alat pendingin. Selain itu, dapat mengoptimalisasi

    penggunaan sumber energi yang tidak dapat diperbaharui dan memajukan

    penggunaan energi alternatif, salah satunya dengan menggunakan energi surya.

    3. Penggunaan material bangunan yang ramah lingkungan

    Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam hal ini adalah meminimalisir

    penggunaan bahan yang tidak dapat diperbaharui. Sehingga dalam pemilihan

    bahan bangunan, harus benar diperhatikan yang mana bahan bangunan yang

    kuat dan tahan lama, serta mudah diperbaiki atau diganti apabila terjadi

    kerusakan. Bahan bangunan yang digunakan pun harus dimanfaatkan

    sedemikian rupa, sehingga dapat didaur ulang atau digunakan kembali.

  • 4. Penggunaan teknologi tepat guna

    Yang dimaksud dengan penggunaan teknologi tepat guna adalah menggunakan

    teknologi yang sesuai dengan material yang akan digunakan, sekalipun teknologi

    tersebut masih sederhana. Walaupun sederhana, teknologi tersebut banyak

    yang sudah digunakan dari zaman dahulu kala dan telah dibuktikan

    keberhasilannya.

    Yang paling berpengaruh dari dasar perencanaan arsitektur masa depan adalah

    kehidupan bukan menciptakan lingkungan menurut kebutuhannya, dan kehidupan

    bukan faktor penentu, melainkan sistem keseluruhan termasuk lingkungan dan

    kehidupan.

    Salah satu aspek penting dalam disain arsitektur yang semakin hari semakin

    dirasakan penting adalah penataan energi dalam bangunan. Krisis sumber energi tak

    terbaharui mendorong arsitek untuk semakin peduli akan energi dengan cara beralih

    ke sumber energi terbaharui dalam merancang bangunan yang hemat energi. Konsep

    penekanan desain ekologi arsitektur didasari dengan maraknya issue global warming.

    Diharapkan dengan konsep perancangan yang berdasar pada keseimbangan alam ini,

    dapat mengurangi pemanasan global sehingga suhu bumi tetap terjaga. Kebanyakan

    arsitek hanya mementingkan desain pada bangunan itu sendiri dan tidak melihat

    disekeliling dampak pada lingkungan tersebut.

    Apabila ekologi tidak diterapkan dalam arsitektur, maka apabila bangunan

    terbuat dari kaca akan terjadi pemanasan global. Sehingga perlu diperbanyak

    vegetasi pada bangunan dan lingkungan tersebut. Selain itu, apabila bangunan

    tersebut termasuk penghambat arah lajur perairan maka akan menghambat air-air

    bekas hujan sehingga akan mengakibatkan banjir.

    C. ANALISIS

    1. Lokasi

    Rumah tradisional jawa ini terletak di Dusun Cermo, Desa Kalikijing,

    Boyolali, Jawa Tengah. Jarak tempuh menuju lokasi ini adalah sekitar 45-60

    menit dari kampus Universitas Sebelas Maret dengan melalui jalur Solo-

    Semarang. Desa ini lumayan jauh dari jalan raya dan keramaian, karena untuk

  • menuju ke lokasinya saja harus melewati perkebunan dan persawahan terlebih

    dahulu serta jalan bebatuan yang hanya bisa dilewati oleh kendaraan beroda dua

    saja. Sehingga masih sangat terlihat bahwa kelestarian alamnya pun masih

    sangat terjaga dan udaranya pun sejuk karena tidak tercemar oleh asap polusi

    kendaraan yang lalu-lalang.

    Gambar 1. Rumah objek Arsitektur Jawa

    Sumber : Dokumen pribadi

    Pemilik rumah ini adalah keluarga bapak Wartin dan bapak Parno, di

    mana rumah bapak Parno terletak di depan rumah bapak Wartin. Kedua

    rumah ini sudah dibangun sejak lama, untuk lebih tepatnya pemilik

    rumah tidak mengetahui tahun dibangun. Tetapi kedua rumah ini baru

    saja mengalami renovasi beberapa tahun silam, sekitar 10 -15 tahun

    yang lalu.

    2. Penerapan konsep teori arsitektur ekologi pada bangunan

    Berdasarkan konsep arsitektur ekologis yang telah dijelaskan sebelumnya,

    maka berikut ini adalah penerapan beberapa konsep tersebut dalam rumah

    tradisional jawa.

    a. Memperhatikan iklim setempat

    Pada kedua rumah tradisional jawa ini, orientasi bangunan tegak lurus

    dengan arah angin, sehingga ketika berada di dalam rumah masih terasa

    sejuk, walaupun tanpa adanya alat pendingin ruangan.

  • b. Subsitusi sumber energi yang tidak dapat diperbaharui

    Dalam penerapannya, rumah tradisional jawa milik keluarga bapak Watin

    dan bapak Parno ini masih mengandalkan penggunaan sumber energi alami,

    seperti pencahayaan alami yang menggunakan skylight sederhana pada

    bagian konstruksi atapnya dan jendela mati di salah satu dindingnya.

    Skylight dan jendela ini mampu membantu mengurangi penggunaan lampu

    pada siang hari.

    Gambar 2. Skylight untuk pencahayaan alami siang hari

    Sumber : Dokumen pribadi

    Gambar 3. Jendela mati untuk pencahayaan alami siang hari

    Sumber : Dokumen pribadi

  • Selain pencahayaan alami, rumah ini juga menerapkan penghawaan buatan

    yang melalui bukaan pada pintunya dan sela-sela pintu atau anyaman

    bambu dindingnya yang berlubang. Penghawaan alami ini dapat mengurangi

    penggunaan pendingin ruangan seperti kipas angin atau AC yang sering

    digunakan pada rumah-rumah zaman sekarang atau gedung-gedung

    bertingkat. Pemanfaatan pencahayaan dan penghawaan alami ini dapat

    meminimalisir atau bahkan mensubstitusi sumber energi buatan yang tidak

    dapat diperbaharui.

    Gambar 4,5. Bukaan berupa pintu untuk penghawaan alami

    Sumber : Dokumen pribadi

    Gambar 6,7 . Penghawaan alami dari sela-sela pintu dan anyaman bambu

    Sumber : Dokumen pribadi

  • c. Penggunaan material bangunan yang ramah lingkungan

    Material yang digunakan pada kedua rumah ini sebagian besar

    menggunakan bahan alami seperti kayu, bambu dan batu. Material kayu

    digunakan sebagai rangka atap, pintu, dinding dan kolom pada rumah.

    Gambar 8,9. Material kayu untuk atap

    Sumber : Dokumen pribadi

    Gambar 9,10. Material kayu untuk pintu

    Sumber : Dokumen pribadi

    Gambar 11, 12,13. Material kayu untuk dinding

    Sumber : Dokumen pribadi

  • Gambar 14 ,15, 16. Material kayu untuk kolom

    Sumber : Dokumen pribadi

    Kemudian, penerapan material bambu pada rumah tradisional jawa ini

    adalah pada rangka atap dan dindingnya yang berupa anyaman bambu.

    Gambar 17, 18, 19. Material bambu yang digunakan untuk atap

    Sumber : Dokumen pribadi

    Gambar 20, 21, 22. Material anyaman bambu untuk dinding

    Sumber : Dokumen pribadi

  • Selain kayu dan bambu, material alami yang digunakan pada rumah

    tradisional Jawa ini adalah batu. Penggunaan batu pada rumah ini adalah

    pada pondasi atau umpak yang jenisnya menggunakan batu kali. Pondasi ini

    adalah pondasi menerus yang dipasang mengelilingi bangunan

    Gambar 23, 24. Material anyaman bambu untuk dinding

    Sumber : Dokumen pribadi

    d. Penggunaan teknologi tepat guna

    Kedua rumah Jawa ini sebagian besar menggunakan teknologi yang masih

    alami. Seperti pemasangan pasak pada pintu, antar kolom kayu, dan

    sebagainya. Begitu juga dengan penyusunan batu kali yang digunakan untuk

    pondasi rumah yang masih sederhana sekali. Kemudian, pada dinding yang

    hanya menggunakan bambu yang dianyam sedemikian rupa sehingga dapat

    digunakan sebagai dinding.

    Tetapi teknologi-teknologi sederhana inilah yang digunakan dari zaman

    dahulu dan walaupun caranya sederhana, tetapi hasilnya pun terbukti masih

    kokoh sampai saat ini.

  • Gambar 25, 26, 27. Material anyaman bambu untuk dinding

    Sumber : Dokumen pribadi

  • REFERENSI

    Frick, Heinz. Arsitektur Ekologis. Yogyakarta : Kanisius, 2006.

    Frick, Heinz. Dasar-dasar Arsitektur Ekologis. Yogyakarta : Kanisius, 2007.

    http://meh-chiharu.blogspot.com/2012_10_01_archive.html

    http://ayodiamahardika.wordpress.com/2013/11/09/prinsip-prinsip-ilmu-ekologi-dalam-

    arsitektur/

    http://ayodiamahardika.wordpress.com/2013/11/09/prinsip-prinsip-ilmu-ekologi-dalam-

    arsitektur/