Tugas Obat2 THT FIX
-
Upload
aprilini-fitrisia -
Category
Documents
-
view
263 -
download
0
Transcript of Tugas Obat2 THT FIX
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
1/56
PENDAHULUAN
Pada pengobatan dibidang telinga, hidung dan tenggorokan, pengobatan
yang digunakan kebanyakan memakai obat-obat topical, selain obat-obatan oral
yang berkerja sistemik. Selain karena efikasinya yang lebih besar, hal inipun
mengurangi efek samping obat yang tidak diinginkan. Sesuai dengan indikasi
penggunaan dan golongan penyakit pada bagian telinga, hidung dan tenggorok.
antibiotika adalah merupakan salah satu agen yang sering digunakan.
Penggunaannya dapar peroral dan taupun topical sesuai kebutuhan dan indikasi
penggunaan. Golongan obat lain yang sering digunakan adalah golongan
dekongestan dan antihistamin yang banyak digunakan pada kasus-kasus penyakit
hidung, contohnya rhinitis. Obat lain yang juga seringkali digunakan adalah
anastesi local yang tentu saja penting penggunaannya sebelum melakukan
intervensi atau tindakan tertentu pada telinga, hidung atau tenggorokan.
ANTIBIOTIK
PENISILIN
Farmakodinamik
Mekanisme kerja: penisilin menghambat pembentukan mukopeptida yang
diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba. Terhadap mikroba yang sensitive,
penisilin akan menghasilkan efek bakterisid pada mikroba yang sedang aktif
membelah. Mikroba dalam keadaan tidak aktif (tidak membelah), yang disebut
juga persisters, praktis tidak dipengaruhi oleh penisilin, kalaupun ada
pengaruhnya hanya bakteriostatik.
Farmako kinetik
Absorbsi: penisilin G mudah rusak dalam suasana asam. Cairan lambung
dengan pH 4 tidak terlalu merusak penisilin. Garam Na penisilin G yang diberikan
oral diabsorbsi terutama di duodenum. Absorbs di duodenum ini cukup cepat,
tetapi hanya 1/3 bagian dosis oral diserap. Adanya makanan akan menghambat
absorbs, yang mungkin disebabkan absorbsi penisilin pada makanan.. kadar
maksimal dalam darah tercapai dalam 30 sampai 60 menit. Sisa 2/3 dari dosis oral
1
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
2/56
diteruskan ke kolon. Disini terjadi pemecahan oleh bakteri dan hanya sebagian
kecil obat yang keluar bersama tinja.
Distribusi : penisilin G didistribusikan luas dalam tubuh. Ikatan proteinnya
adalah 65%. Kadar obat yang memadai dapat tercapai dalam hati, empedu, ginjal,
usus, limfe dan semen tetapi dalam CSS sukar dicapai.
Metabolism: penisilin dimetabolisme dihepar
Ekskresi: melalui urin
Indikasi: infeksi tenggorokan, otitis media, endokarditis, penyakit
meningokokus, pneumonia, selulitis, antraks, profilaksis amputasi
pada lengan atau kaki
Kontraindikasi: hipersensitivitas terhadap penisilin
Efek samping: reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi,
angioudem, anafilaksis, serum sickness-like reaction, toksisitas
system saraf pusat termasuk konvulsi.
Ampisilin
Farmakodinamik
Mekanisme kerja: Derivat penicillin yang menginhibisi sintesis dinding sel
pada mikroorganisme yang sensitif
Farmakokinetik:
Absorbsi: diabsorbsi di GIT
Distribusi: ikatan protein 28-38%, didistribusi luas
Metabolism: sebagian di hepar
Ekskresi: diekskresi melalui urine
Indikasi: eksaserbasi bronchitis kronis dan infeksi telinga bagian
tengah, pneumonia, sistitis, uretritis.
Kontra indikasi: hipersensitif terhadap penisilin, infeksi
mononukleus
Efek samping: gangguan GI, reaksi alergi, anafilaksis, gangguan
hematologi
2
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
3/56
Amoxisilin
Farmakodinamik
Mekanisme kerja: Derivat penicillin yang menginhibisi sintesis dinding sel
Farmakokinetik:
Absorbs: diabsorbsi di GIT
Distribusi: ikatan protein 28-38% didistribusikan luas
Metabolism: sebagian dihepar
Ekskresi: diekskresi melalui urine
Indikasi: terapi kuman Gr+ atau Gr- yang peka terhadap
amoxisilin, infeksi THT, saluran urogenital, saluran nafas
atas dan bawah, kulit dan jaringan lunak, demam tifoid.
Kontra indikasi: hipesensitifitas terhadap penisilin yang
lainnya, gangguan ginjal dan hepar
Efek samping: mual, muntah, diare, ruam kulit, pruritus,
demam.
SEFALOSFORIN
Sefalosporin termasuk golongan antibiotika Betalaktam. Seperti antibiotik
Betalaktam lain, mekanisme kerja antimikroba Sefalosporin ialah dengan
menghambat sintesis dinding sel mikroba. Yang dihambat adalah reaksi
transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding
sel.Sefalosporin aktif terhadap kuman gram positif maupun garam negatif, tetapi
spektrum masing-masing derivat bervariasi.
Penggolongan Sefalosporin
Hingga tahun 2006 golongan Sefalosporin sudah menjadi 4 generasi, pembedaan
generasi dari Sefalosporin berdasarkan aktivitas mikrobanya dan yang secara tidak
langsung sesuai dengan urutan masa pembuatannya.
3
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
4/56
Berikut pembagian generasi Sefalosporin :
No. Nama Generasi Cara Pemberian Aktivitas Antimikroba1. Cefadroxil 1 Oral Aktif terhadap kuman gram
positif dengan keunggulan dari
Penisilin aktivitas nya terhadap
bakteri penghasil Penisilinase
2. Cefalexin 1 Oral3. Cefazolin 1 IV dan IM4. Cephalotin 1 IV dan IM5. Cephradin 1 Oral IV dan IM
No. Nama Generasi Cara
Pemberian
Aktivitas Antimikroba
1. Cefaclor 2 Oral Kurang aktif terhadap bakteri
gram postif dibandingkan
dengan generasi pertama, tetapi
lebih aktif terhadap kuman gram
negatif; misalnya H.influenza,
Pr. Mirabilis, E.coli, dan
Klebsiella
2. Cefamandol 2 IV dan IM3. Cefmetazol 2 IV dan IM4. Cefoperazon 2 IV dan IM5. Cefprozil 2 Oral6. Cefuroxim 2 IV dan IM
No. Nama Generasi Cara
Pemberian
Aktivitas Antimikroba
1. Cefditoren 3 Oral Golongan ini umumnya kurang
efektif dibandingkan dengan
generasi pertama terhadap kuman
gram positif, tetapi jauh lebih
efektif terhadap
Enterobacteriaceae, termasuk
strain penghasil Penisilinase.
2. Cefixim 3 Oral3. Cefotaxim 3 IV dan IM4. Cefotiam 3 IV dan IM5. Cefpodoxim 3 Oral6. Ceftazidim 3 IV dan IM
7. Ceftizoxim 3 IV dan IM8. Ceftriaxon 3 IV dan IM
No Nama Generasi Cara Pemberian Aktivitas Antimikroba1. Cefepim 4 Oral IV dan IM Hampir sama dengan generasi
ketiga2. Cefpirom 4 Oral IV dan IM
Indikasi Klinik
4
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
5/56
Sediaan Sefalosporin seyogyanya hanya digunakan untuk pengobatan
infeksi berat atau yang tidak dapat diobati dengan antimikroba lain, sesuai
dengan spektrum antibakterinya. Anjuran ini diberikan karena selain
harganya mahal, potensi antibakterinya yang tinggi sebaiknya dicadangkan
hanya untuk hal tersebut diatas.
Adapun indikasi dari masing Sefalosporin sebagai berikut :
1. Cefadroxil dan Cefalexin
Obat golongan Cefalosporin ini yang digunakan untuk mengobati infeksi
tertentu yang disebabkan oleh bakteri pada kulit, tenggorokan, dan infeksi
kandung kemih. Antibiotik ini tidak efektif untuk pilek, flu atau infeksi
lain yang disebabkan virus.
Farmakodinamik:
Mekanisme kerja: sefalosporin generasi I yang berikatan dengan
membrane sel bakteri dan menginhibisi sintesis dinding sel.
Farmakokinetik:
Absorbs: diabsorbsi di GIT
Distribusi: protein binding 15-20% distribusi luas
Metabolism: -
Ekskresi: melalui urine
Kontra indikasi: hipersensitifitas terhadap sefalosporin
Efek samping: diare dan colitis , mual, muntah, rasa tidak enak pada
saluran cerna, sakit kepala, reaksi alergi berupa ruam, urtikaria, serum
sickness-like reactions dengan ruam.
2. Cefazolin
Cefazolin digunakan untuk mengobati infeksi bakteri dan penyakit pada
infeksi pada kandung empedu dan kandung kemih, organ pernafasan,
5
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
6/56
genito urinaria (infeksi pada organ seksual dan saluran kencing),
pencegahan infeksi pada proses operasi dan infeksi kulit atau luka.
3. Cephalotin
Obat golongan Sefalosporin ini yang digunakan untuk mengobati infeksi
bakteri dan penyakit pada infeksi kulit dan jaringan lunak, saluran nafas,
genito-urinaria, pasca operasi, otitis media dan septikemia.
4. Cefaclor dan Cefixim
Cefalosporin ini menghilangkan bakteri yang menyebabkan berbagai
macam penyakit seperti pneumonia dan infeksi pada telinga, paru-paru,
tenggorokan, saluran kemih dan kulit.
5. Cefamandol, Ceftizoxim dan Ceftriaxon
Cefalosporin ini menghilangkan bakteri yang menyebabkan berbagai
macam penyakit pada paru-paru, kulit, tulang, sendi, perut, darah dan
saluran kencing.
6. Cefmetazol
Cefmetazol lebih aktif daripada Sefalosporin golongan pertama terhadap
gram positif Proteus, Serritia, kuman anaerobik gram negatif (termasuk B.
fragilis) dan beberapa E.coli, Klebsiella dan P. mirabilis, tetapi kurang
efektif dibandingkan Cefoxitin atau Cefotetan melawan kuman gram
negatif.
7. Cefoperazon dan Ceftazidim
Obat Sefalosporin ini menghilangkan bakteri yang menyebabkan berbagai
macam infeksi termasuk paru-paru, kulit, sendi, perut, darah, kandungan,
dan saluran kemih.
8. Cefprozil
6
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
7/56
Obat Sefalosporin ini mengobati infeksi seperti Otitis Media, infeksi
jaringan lunak dan saluran nafas.
9. Cefuroxim
Cefuroxim digunakan untuk mengobati infeksi tertentu yang disebabkan
oleh bakteri seperti; bronkitis, gonore, penyakit limfa, dan infeksi pada
organ telinga, tenggorokan, sinus, saluran kemih, dan kulit.
Farmakodinamik:
Mekanisme kerja: sephalosporin generasi II yang berikatan dengan
membran sel bakteri dan menginhibisi sintesis dinding sel
Farmakodinamik:
Absorbs: diabsorbsi cepat dari GIT
Distribusi: protein binding 33-50%
Metabolism: -
Ekskresi: melalui urine
Kontra indikasi: hipersensitifitas terhadap sefalosporin
Efek samping: hipersensitifitas, gangguan GI, perubahan hematologi,
superinfeksi
10. Cefotaxim
Cefotaxime digunakan untuk mengobati Gonore, infeksi pada ginjal
(pyelonephritis), organ pernafasan, saluran kemih, meningitis, pencegahan
infeksi pada proses operasi dan infeksi kulit dan jaringan lunak.
Farmakodinamik
Mekanisme kerja: sephalosporin generasi II yang berikatan dengan
membran sel bakteri dan menginhibisi sintesis dinding sel
7
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
8/56
Farmakokinetik
Absorbs:
Disribusi: didistribusi luas termasuk CSF. Protein binding 30-50%
Metabolism: dimetabolisme dihati menjadi metabolit aktif
Ekskresi: melalui urine
Kontra indikasi: alergi terhadap antibiotic terhadap golongan sefalosporin
Efek samping: diare ringan, kram perut, jarang menimbulkan rush,
pruritus, urtikaria, kandidiasis oral atau vagina.
11. Cefotiam
Memiliki aktivitas spetrum luas terhadap kuman gram negatif dan positif,
tetapi tidak memiliki aktivitas terhadap Pseudomonas aeruginosa.
12. Cefpodoxim
Obat Sefalosporin ini menghilangkan bakteri yang menyebabkan berbagai
macam infeksi seperti Pneumonia, Bronkitis, Gonore dan infeksi pada
telinga, kulit, tenggorokan dan saluran kemih.
13. Cefepim
Obat Sefalosporin ini menghilangkan bakteri yang menyebabkan berbagai
macam infeksi seperti Pneumonia, kulit, dan saluran kemih.
Farmakodinamik
Mekanisme kerja: Cephalosporin generasi IV yang berikatan dengan
membran sel bakteri dan menginhibisi sintesis dinding sel.
Farmakokinetik:
Absorbs: diabsorbsi baik setelah di injeksi IM
Distribusi: protein binding 20%
Metabolism: -
8
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
9/56
Ekskresi: melalui urine
Kontra indikasi: hipersensitifitas terhadap penisilin dan beta laktam
lainnya
Efek samping: hipersensitif: kemerahan, pruritus, demam. Saluran cerna:
mual, muntah, konstipasi, nyeri abdomen.
14. Cefpirom
Obat Sefalosporin ini menghilangkan bakteri yang menyebabkan berbagai
macam infeksi pada darah atau jaringan, paru-paru dan saluran nafas
bagian bawah, serta saluran kemih.
Efek samping sefalosporin tidak jauh berbeda dengan penisilin. Ruam
nonpruritik dapat timbul pada 1% - 2,8% pasien dan bukan kontraindikasi
pemberian sefalosporin berikutnya. Reaksi anafilaksis jarang terjadi dengan risiko
anafilaksis sekitar 0,0001% - 0,1%. Reaksi anafilaksis sefalosporin pada pasien
yang alergi penisilin juga tidak terbukti lebih besar. Reaksi silang dapat terjadi
pada sefalosporin generasi pertama (cephalexin, cefadroxil, dan cefazolin) karena
mempunyai struktur rantai kimia menyerupai penicilin atau amoksisilin. Namun,
risiko reaksi silang tersebut sangat kecil (0,5%). Oleh karena itu, American
Academy of Pediatrics merekomendasikan sefalosporin oral pada pasien yang
alergi penisilin untuk tatalaksana otitis media dan sinusitis.
KLORAMFENIKOL
Kloramfenikol diisolasi pertama kali pada tahun 1947 dari Streptomyces
venezuelae. Karena ternyata Kloramfenikol mempunyai daya antimikroba yang
kuat maka penggunaan Kloramfenikol meluas dengan cepat sampai pada tahun
1950 diketahui bahwa Kloramfenikol dapat menimbulkan anemia aplastik yang
fatal.
Efek antimikroba
Kloramfenikol bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman. Yang
dihambat adalah enzim peptidil transferase yang berperan sebagai katalisator
untuk membentuk ikatan-ikatan peptida pada proses sintesis protein kuman.
9
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
10/56
Mekanisme kerja: derivate dihidtokloracetic yang menginhibisi sintesis protein
bakteri dengan berikatan pada reseptor ribosomal bakteri.
Efek toksis Kloramfenikol pada sel mamalia terutama terlihat pada sistem
hemopoetik/darah dan diduga berhubungan dengan mekanisme kerja
Kloramfenikol.
Efek samping
1. Reaksi hematologik
Terdapat dalam 2 bentuk yaitu;
Reaksi toksik dengan manifestasi depresi sumsum tulang.
Kelainan ini berhubungan dengan dosis, menjadi sembuh dan pulih bila
pengobatan dihentikan. Reaksi ini terlihat bila kadar Kloramfenikol dalam
serum melampaui 25 mcg/ml.
Bentuk yang kedua bentuknya lebih buruk karena anemia yang terjadi
bersifat menetap seperti anemia aplastik dengan pansitopenia. Timbulnya
tidak tergantung dari besarnya dosis atau lama pengobatan. Efek samping
ini diduga disebabkan oleh adanya kelainan genetik.
2. Reaksi alergi
Kloramfenikol dapat menimbulkan kemerahan kulit, angioudem, urtikaria
dan anafilaksis. Kelainan yang menyerupai reaksi Herxheimer dapat
10
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
11/56
terjadi pada pengobatan demam Tifoid walaupun yang terakhir ini jarang
dijumpai.
3. Reaksi saluran cerna
Bermanifestasi dalam bentuk mual, muntah, glositis, diare dan
enterokolitis.
4. Sindrom gray
Pada bayi baru lahir, terutama bayi prematur yang mendapat dosis tinggi
(200 mg/kg BB) dapat timul sindrom Gray, biasanya antara hari ke 2
sampai hari ke 9 masa terapi, rata-rata hari ke 4. Mula-mula bayi muntah,
tidak mau menyusui, pernafasan cepat dan tidak teratur, perutkembung,
sianosis dan diare dengan tinja berwarna hijau dan bayi tampak sakit berat.
Pada hari berikutnya tubuh bayi menjadi lemas dan berwarna keabu-
abuan; terjadi pula hipotermia (kedinginan).
5. Reaksi neurologik
Dapat terlihat dalam bentuk depresi, bingung, delirium dan sakit kepala.
Penggunaan klinik
Banyak perbedaan pendapat mengenai indikasi penggunaan kloramfenikol, tetapi
sebaiknya obat ini hanya digunakan untuk mengobati demam tifoid, salmonelosis
lain dan infeksi H. influenzae. Infeksi lain sebaiknya tidak diobati dengan
kloramfenikol bila masih ada antimikroba lain yang lebih aman dan efektif.
Indikasi: infeksi yang disebabkan salmonella. H influenza terutama infeksi
meningeal, riketsia, bakteri Gr- penyebab bakterimia, meningitis
Kontra indikasi: wanita hamil, menyusui, pasien profiria
Kloramfenikol tidak boleh digunakan untuk bayi baru lahir, pasien dengan
gangguan hati dan pasien yang hipersensitif terhadapnya.
Sediaan
11
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
12/56
Kloramfenikol
Terbagi dalam bentuk sediaan :
1. Kapsul 250 mg,
Dengan cara pakai untuk dewasa 50 mg/kg BB atau 1-2 kapsul 4 kali
sehari.
Untuk infeksi berat dosis dapat ditingkatkan 2 x pada awal terapi sampai
didapatkan perbaikan klinis.
2. Salep mata 1 %
3. Obat tetes mata 0,5 %
4. Salep kulit 2 %
5. Obat tetes telinga 1-5 %
Keempat sediaan topical di atas dipakai beberapa kali sehari.
Kloramfenikol palmitat atau stearat
Biasanya berupa botol berisi 60 ml suspensi (tiap 5 l mengandung
Kloramfenikol palmitat atau stearat setara dengan 125 mg kloramfenikol).
Dosis ditentukan oleh dokter.
Kloramfenikol natrium suksinat
Vial berisi bubuk kloramfenikol natrium suksinat setara dengan 1 g
kloramfenikol yang harus dilarutkan dulu dengan 10 ml aquades steril atau
dektrose 5 % (mengandung 100 mg/ml).
Tiamfenikol
Terbagi dalam bentuk sediaan :
1. Kapsul 250 dan 500 mg.
2. Botol berisi pelarut 60 ml dan bubuk tiamfenikol 1.5 g yang setelah
dilarutkan mengandung 125 mg Tiamfenikol tiap 5 ml.
MAKROLIDA
ERITROMICIN
12
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
13/56
Eritromisin, turunan dari bakteri seperti jamur, streptomyces erythaeus
pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 1950-an. Eritromisin
menghambat sintesis protein. Dalam dosis rendah sampai sedang, obat ini
mempunyai efek bakteriostatik dan dengan dosis tinggi efeknya bakteriostatik
dan dengan dosis tinggi efeknya bakterisidal. Eritromisin dapat diberikan
melalui oral atau intravena. Karena asam lambung merusak obat, berbagai
garam eritromisin (contoh etilsuksinat, stearat dan estolat) dipakai untuk
mengulangi disolusi (pecah menjadi partikel-partikel kecil) di dalam lambung
dan memungkinkan absorbsi terjadi pada usus halus. Untuk pemakaian
intravena, senyawa, eritromisin laktobionat dan eritromisin gluseptat, dipakai
untuk meningkatkan absorbsi obat.
Eritromisin aktif melawan hampir semua bakteri gram positif, kecuali
staphylococcus aureus, dan cukup aktif melawan beberapa gram negatif. Obat
ini sering diresepkan sebagai pengganti penisilin. Obat ini merupakan obat
pilihan untuk pneumonia akibat mikroplasma dan penyakit legionnaire.
Eritromisin dibuat oleh streptomyces erythreus dan secara kimiawi
merupakan cincin lakton makrositik. Sering golongan antibiotika ini disebut
sebagai makrolida. Ia mempunyai pka yang tinggi 8,8 dan senyawa induknya
(basa/mungkin rentan terhadap keasaman lambung).
A. Farmakokinetik
Preparat eritromisin oral diabsorbsi dengan baik melalui saluran
gastrointestinal. Obat ini tersedia untuk pemberian intravena, tetapi harus
diencerkan dalam 100 ml salin atau dextrosa 5% dalam larutan air untuk
mencegah plebitis atau rasa terbakar pada tempat suntikan. Obat ini
mempunyai waktu paruh yang singkat dan efek pengikatnya pada proteinnya
sedang. Obat ini diekstresikan ke dalam empedu, feses dan sebagian kecil
dalam urine. Karenanya jumlah yang diekskresikan ke dalam urine sedikit,
maka insufisiensi ginjal bahkan merupakan kontra indikasi bagi pemakaian
eritromisin.
B. Farmakodinamik
13
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
14/56
Eritromisin menekan sintesis protein bakteri. Mulai terjadi preparat oral
adalah 1 jam. Waktu untuk mencapai puncak adalah 4 jam dan lama kerjanya
adalah 6 jam.
C. Efek Samping dan Reaksi Yang Merugikan
Efek samping dan reaksi yang merugikan dari eritromisin adalah
gangguan gastrointestinal, seperti mual dan muntah, diare dan kejang
abdomen. Reaksi alergi terhadap eritromisin jarang terjadi. Heptotoksisitas
(toksisitas hati) dapat terjadi jika obat dipakai bersama obat-obatan
hepatotoksik lainnya seperti asetaminofen (dosis tinggi), fonotiazin dan
sulfonamid. Eritromisin estolat (ilosone), nampaknya lebih mempunyai efek
toksik pada liver dibandingkan dengan eritromisin lainnya. Kerusakan hati
biasanya bersifat reversible jika obat dihentikan. Eritromisin tidak boleh
dipakai bersama klindomisin atau linkomisin karena mereka bersaing untuk
mendapatkan reseptor.
Obat Dosis Pemakaian & PertimbanganEritromisin basa
(E-mycin, ilotycin)
D : PO : 250-500 mg/6
jamA : PO : 30-50 mg/kg/hr
dalam dosis
terbagi (setiap 6
jam)
Tablet enterik-coated untuk mencegah
asam lambung merusak obat. Dosis >tinggi diperlukan untuk infeksi yang berat.
Eritromisin stearat
(Erythromicin)
Sama seperti E-mycin Stabil dalam asam. Tidak boleh dipakai
bersama makanan. Dalam bentuk tablet
salutEritromisin
etilsuksimat (E.E.S., E-
mycin E, pediamycin)
Sama seperti E-mycin Tidak terpengaruh oleh makanan.
Tersedia dalam bentuk cair, tablet kunyah
dan tablet salut.Eritromisin estolat
(ilosone)
Sama seperti E-mycin Tersedia dalam bentuk cair, tablet kunyah,
tablet dan kapsul. Ada kaitan antara
hepatotoksistas dengan garam estolat.Eritromisin laktoblonat
(Erythrocin
lactobionate-I.V)
D : IV : 1-49/hr dalam
dosis terbagi 4
(setiap 6 jam)
A : IV : 15-20 mg/kg/hr
Untuk pemberian intravena.
14
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
15/56
dalam dosis
terbagi 4D : Dewasa A : Anak-anak PO : peroral
D. Mekanisme Kerja
Eritromisin menghambat sintesis protein yang tergantung RNA. Pada
sub unit ribosom 50 S menyekat reaksi-reaksi transpeptidasi dan translokasi.
Terdapat bukti yang menggambarkan bahwa eritromisin dapat paling sedikit
sebagian menempati suatu tempat pengikatan bersama-sama dengan
klindamisin.
1. Spektrum aktivitas utama eritromisin melawan organisme-organisme gram
positif meskipun beberapa jenis bakteri gram negatif mungkin rentan juga.
Treponema, mycoplasma, chlamydia dan ricketsia dapat rentan.
2. Obat ini terutama bersifat bacteriostatik tetapi pada konsentrasi lebih
tinggi dan terutama terhadap bakteri gram positif dapat bersifat
bakteriosid.
3. Ia basa lemah dan secara bermakna lebih aktif pada pH alkali daripada
pada pH netral atau asam.
4. Resistensi terhadap eritromisin dapat terjadi oleh mekanisme berikut ini :
a. Ketidakmampuan antibiotika untuk menembus mikroba.
b. Perubahan tempat reseptor pada ribosom 50 S.
c. Metilasi adenin.
E. Farmakologi Klinis
V.1. Kerentanan
Kerentanan in vitro untuk patogen yang tersering diisolasi diperlihatkan
dalam tabel. Terlihat aktivitas yang selalu tinggi terhadap S. pneumoniae dan
strepptococcus grup A, meskipun kadang-kadang dapat ditemukan isolat-isolat
yang resisten. Aktivitas in vitro terhadap S. aureus (meskipun dapat terbukti
rentan dengan tes in vitro) dapat menghasilkan seleksi resitensi. Resistensi ini
dikenal sebagai resistensi yang tidak berhubungan, memilih sebagian kecil
populasi yang resisten.
15
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
16/56
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
17/56
500 0,3 1,9- Estolat Oral 250
500
2 4
3,5 4
1,4 1,7
4,2 a (1,1) b
- Etilsuksinat Oral 500 0,5 2,5 1,5 a (0,6) b
- Gluseptat IV 250
1000
Segera
1
3,5 10,7
9,9- Laktobionat IV 200
500
Segera
1
3 4
9,9- Stearat Oral 250 (puasa)
500 (puasa)
500 (puasa)
3
3
3
0,2 0,7
0,4 1,8
0,1 0,4
b. Kira-kira 40% obat terikat. Ia menetap di dalam jaringan lebih lama
daripada di dalam darah.
c. Jika konsentrasi darah rata-rata yang diambil sebagai 1,0 maka
konsentrasi pada tempat-tempat tubuh lainnya sehingga empedu 30;
telinga tengah 0,7; cairan prostat 0,4; cairan serebrospinalis (tanpa
peradangan) < 0,01; cairan serebrospinalis (dengan peradangan) < 0,1.
d. Eritromisin dipekatkan oleh hati dan diekskresi ke dalam empedu.
Terdapat sirkulasi enterohepatik. Jumlah obat antik yang dapat
ditemukan dalam urine kurang dari 15%.
e. Waktu paruh serum 1 jam dengan kadar serum yang adekuat,
tersedia selama sampai 6 jam biasanya tidak diperlukan penentuan
dosis pada kegagalan ginjal.
f. Eritromisin tidak dapat dikeluarkan oleh dialisis peritoneal maupun
kemodialisis.
F. Indikasi Penggunaan (Tabel 5.3.)
Indikasi primer dan sekunder penggunaannya disajikan dalam tabel :
1. Guna utama sebagai pengganti penisilin.
2. Penggunaan lainnya meliputi terapi legionella pneumophilla (penyakit
legionnaire) dan mycoplasma pneumoniae.
17
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
18/56
3. Penerapan klinis modifikasi kimia eritromisin sama seperti yang dijelaskan
untuk eritromisinnya sendiri.
Indikasi dan dosis eritromisin
Indikasi Dosis orang dewasa Primer
Difteria
(LP)
mycoplasma pneumoniae
Stadium pembawa (carrier) 500 mg
IV diikuti dengan oral 10 hari
- 0,5 1,09 qid PD atau IV
- 0,5 gm tid qid PO atau IV
- 0,5 qid PO Sekunder
Infeksi dan anaerob
bionkopulmonum infeksi
streptokokus grap a, b, c, g
Gonore
Genital
Diseminata
Profilaksis endokarditis bakterialis(pada tindakan gigi)
Profilaksis demam reumatik
Infeksi streptococcus pneumoniae
Sifilis
Arggid
- 250 500 mg qid PO 10 hari
- 1,5 qid PO diikuti dengan 500
mg qid selama 4 hari
- 500 mg setiap 6 jam IV (3 hari)
/ PO (5 hari)
- 1 PO 1 2 jam sebelum
tindakan kemudian 500 mg qidPO selama 4 dosis
- 250 mg qid PO
- 250 500 mg qid PO 10 hari
G. Toksisitas dan Efek Samping
Eritromisin slah satu antibiotika terlama yang digunakan saat ini. Yang
berikut ini harus diperhatikan :
1. Iritasi : mual, muntah, diare yang berhubungan dengan dosis memperbaiki
gejala-gejala ini.
2. Alergi.
3. Hepatitis kolestatik terjadi dengan estolat.
4. Peningkatan SGOT positif palsu.
5. Stenosis pilorus hipertrofik pada bayi.
6. Super infeksi kolon dan vagina.
18
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
19/56
Spiramisin
Spiramisin adalah antibiotika golongan Makrolida yang dihasilkan oleh
Streptomyces ambofaciens. Secara in vitro (tes laboratorium) aktivitas antibakteri
Spiramisin lebih rendah daripada Eritromisin.
Sediaa yang tersedia dari spiramisin adalah bentuk tablet 500 mg.
Seperti Eritromisin, Spiramisin digunakan untuk terapi infeksi rongga mulut dan
saluran nafas. Spiramisin juga digunakan sebagai obat alternatif untuk penderita
Toksoplasmosis yang karena suatu sebab tidak dapat diobati dengan Pirimentamin
dan Sulfonamid (misalnya pada wanita hamil, atau ada kontra indikasi lainnya).
Efeknya tidak sebaik Pirimentamin dan Sulfonamid.
Pemberian oral kadang-kadang menimbulkan iritasi saluran cerna.
Roksitromisin
Roksitromisin adlah derivat Eritromisin yang diserap dengan baik pada pemberian
oral. Obat ini lebih jarang menimbulkan iritasi lambung dibandingkan dengan
Eritromisin. Juga (bioavailabilitas) kadar obat yang tersedia tidak banyak
terpengaruh oleh adanya makanan dalam lambung. Kadar obat dalam darah dan
plasma lebih tinggi dari Eritromisin.
Bentuk sediaan yang beredar adalah tablet atau kapsul 150 mg dan 300 mg.
Indikasinya diperuntukkan untuk infeksi THT, saluran nafas bagian atas dan
bawah seperti bronkitis akut dan kronik, penumonia, uretritis (selain Gonore) akut
dan kronis, infeksi kulit seperti pioderma, impetigo, dermatitis dengan infeksi,
ulkus pada kaki.
Klaritromisin
Klaritromisin juga digunakan untuk indikasi yang sama denga Eritromisin. Secara
in vitro (di laboratorium), obat ini adalah Makrolida yang paling aktif terhadap
Chlamydia trachomatis.
Absorpsinya tidak banyak dipengaruhi oleh adanya makanan dalam lambung.
Efek sampingnya adalah iritasi saluran cerna (lebih jarang dibandingkan dengan
iritasi saluran cerna dan peningkatan enzim sementara di hati.
19
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
20/56
Klaritromisin juga meningkatkan kadar Teofilin dan Karbamazepin bila diberikan
bersama obat-obat tersebut.
Azitromisin
Azitromisin digunakan untuk mengobati infekti tertentu yang disebabkan oleh
bakteri seperti bronkitis, pneumonia, penyakit akibat hubungan seksual dan
infeksi dari telinga, paru-paru, kulit dan tenggorokan.
Azitromisin tidak efektif untuk pilek, flu atau infeksi yang disebabkan oleh virus.
Bentuk sediaan dari Azitromisin adalah tablet atau suspensi oral (cairan).
Biasanya digunakan dengan atau tanpa makanan satu kali sehari selama 1-5 hari.
Agar membantu anda ingat minum Azitromisin, minumlah pada jam yang sama
setiap harinya. Minumlah azitromisin sesuai dosis yang ada. Jangan lebih atau
kurang dari dosis yang ditentukan oleh dokter. Kocok sirup dengan baik sebelum
dipakai untuk mencampur obat dengan baik. Gunakan syringe yang tersedia untuk
mengukur dengan tepat dosis yang anda gunakan. Setelah itu bersihkan syringe
dengan air. Untuk tablet harus diminum dengan segelas air penuh.
Habiskan obat yang diresepkan, walaupun anda merasa sudah baik atau sembuh.
Hal ini untuk menghindari bakteri menjadi resistensi bila pengobatan tidak
diselesaikan.
RESUME MAKROLIDA
a. Farmakokinetik
Preparat eritromisin oral diabsorbsi dengan baik melalui saluran
gastrointestinal. Obat ini tersedia untuk pemberian intravena, terapi harus
diencerkan dalam 100 ml salin atau dextrosa 5% dalam larutan air untuk
mencegah plebitis atau rasa terbakar pada tempat suntikan.
b. Farmakodinamik
Eritromisin menekan sintesis protein bakteri.
c. Efek samping dan reaksi yang merugikan
Efek samping dan reaksi yang merugikan dari eritromisin adalah gangguan
gastrointestinal, seperti mual dan muntah, diare dan kejang abdomen.
d. Mekanisme kerja
20
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
21/56
Eritromisin menghambat sintesis protein yang tergantung RNA pada sub
unit ribosom 50 S menyekat reaksi-reaksi transpeptidasi dan translokasi.
e. Farmakologi klinis
1. Kerentanan
2. Kadar darah dan jaringan yang diperlukan
f. Indikasi penggunaan
Indikasi primer dan sekunder penggunaannya disajikan dalam tabel.
1. Guna utama sebagai pengganti penisilin.
2. Penggunaan lainnya meliputi terapi legionella pneumophilla (penyakit
legionnaire) dan mycoplasma pneumoniae.
3. Penerapan klinis modifikasi kimia eritromisin.
g. Toksisitas dan efek samping
1. Iritasi
2. Alergi
3. Hepatitis kolestatik terjadi dengan estolat
4. Peningkatan SGOT positif palsu
5. Stenosis pilorus hipertrofik pada bayi
6. Super infeksi kolon dan vagina
AMINOGLIKOSIDA
GENTAMISIN
Farmakodinamik
Mekanisme kerja: golongan aminoglikosida yang secara ireversibel berikatan
pada protein ribosom bakteri
Farmakokinetik
Absorbs: absorbs cepat dan sempurna setelah injeksi IM
Distribusi: protein binding
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
22/56
Indikasi: septicemia dan sepsis pada neonates, meningitis dan infeksi SSP
lainnya, infeksi bilier, pielonefritis dan prostatitis akut, endokarditiskarena streptococcus viridians atau streptococcus faecalis, pneumonia
nosokomial.
Kontra indikasi: kehamilan, miatenia gravis
Efek samping: gangguan vestibuler dan pendengaran, nefrotoksisitas,
hipomagnesemia pada pemberian jangka panjang, colitis karena antibioti
STREPTOMISINFarmakodinamik
Mekanisme kerja: aminoglikosida yang berikatan secara langsung pada subunit
ribosom 30S menyebabkan kegagalan rangkaian peptide pembentuk rantai protein
Farmakokinetik
Absorbs: konsentrasi maksimum setelah injeksi -2 jam
Distribusi: terikat protein plasma darah, terdistribusi ke air susu ibu, konsentrasi
yang tinggi terdapat di ginjal
Ekskresi: ginjal
Indikasi: tuberkulosis dalam kombinasi dengan obat lain
Kontra indikasi: hipersensitifitas terhadap aminoglikosida lainnya
Efek samping: hipertensi, sakit kepala, demam, rash, nausea, vomiting,
anemia, arthralgia, tremor, kelemahan.
TETRASIKLIN
Farmakodinamik
Mekanisme kerja: tetrasiklin menginhibisi sintesis protein bakteri dengan
berikatan pada ribosom
Farmakokinetik
22
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
23/56
Absorbs: diabsorbsi cepat di GIT
Distribusi: protein binding 30-60%, CSF, jaringan tubuh, cairan tubuh, saliva,
mata, paru-paru, melintasi plasenta
Metabolism:-
Ekskresi: eliminasi di feses melalui system bilier, ekskresi melalui urine
Indikasi: abses, akne, amubiasis, antraks, disentri basiler, bronchitis akut
dan kronis
Kontra indikasi: tetrasiklin dideposit di jaringan tulang dan gigi yang
sedang tumbuh sehingga menyebabkan pewarnaan dan kadang-kadang
hipoplasia pada gigi, gangguan ginjal, hamil,
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
24/56
ANTIBIOTIK TOPIKAL
Ada dua pertimbangan dasar pemilihan antibiotika pada penanganan berbagai
penyakit telinga, hidung dan tenggorokan, yaitu:
1. Dapat terdistribusi dengan baik pada jaringan yang terinfeksi
2. Spektrum yang luas meliputi organisme yang ditemui pada infeksi telinga,
hidung, tenggorok
Pada kasus infeksi telinga, hidung dan tenggorok, khususnya pada bagian telinga
prinsip terapi yang dianjurkan adalah pembersihan secara lokal kavum timpani
dan liang telinga luar disertai pemberian obat lokal berupa antibiotik tetes telinga.
Pemberian antibiotika topikal jauh lebih baik dibanding pemberian secara oral
karena dalam waktu singkat sudah ditemui dengan konsentrasi tinggi pada mukus
dan debris ditelinga tengah. Keluarnya sekret menandakan adanya perforasi
membrana timpani, oleh karena itu penggunaan antibiotik topikal menjadi praktis
dan bermanfaat
Ada beberapa pendapat mengenai penggunaan antibiotika topikal untuk penyakit
infeksi telinga, Riff menganjurkan irigasi dengan garam faal agar lingungan
bersifat lebih asam dan merupakan media buruk untuk tumbuh kuman. Selain itu
dikatakan bahwa tempat infeksi pada telinga yang seringkali terjadi pada telinga
tengah sulit dicapai oleh antibiotika topikal
Djaafar dan Gitowirjono menggunakan antibiotika topikal sesudah irigasi sekret
profus dengan hasil yang cukup memuaskan, kecuali kasus dengan jaringan
patologis yang menetap pada telinga tengah dan mastoid. Naser
Aminifarshhidmehr (1996) dari Kuwait melaporkan irigasi asamasetat 2%
menyebabkan keringnya sekret telinga pada 74 penderita otitis media supuratif
(77%) dan pada 19 orang di antaranya (19%) perforasi membrana timpani
menutup secara spontan. Supaya didapatkan hasil yang efektif, larutan yang
dipergunakan harus dilarutkan dalam cairan higroskopik; propylene glycol adalah
yang terbaik untuk keperluan ini.
Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai ke telinga
tengah, maka tidak dianjurkan menggunakan antibiotika yang ototoksik dan
24
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
25/56
lamanya tidak lebih dari satu minggu. Cara pemilihan antibiotika yang paling baik
ialah berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi.
Preparat antibiotika topikal untuk infeksi telinga tersedia dalam bentuk tetes
telinga dan mengandung antibiotika tunggal atau antibiotika dalam kombinasi,
jika perlu ditambahkan kortikosteroid untuk mengatasi manifestasi alergi lokal.
Antibiotika topikal yang sering digunakan untuk pengobatan infeksi telinga
adalah:
1) Ofloksasin
Merupakan derivat quinolon; sediaan yang terdapat dipasaran adalah
berupa otic solution 0,3%. Pada penelitian secara in vitro ofloksasin
mempunyai aktivitas yang kuat untuk bakteri Gram negatif dan Gram
positif dan bekerja dengan cara menghambat enzim DNA gyrase. DNA
gyrase adalah suatu enzim yang berperan dalam mengontrol topologi DNA
dan replikasi DNA sehingga sintesis DNA dari kuman akan terhambat.
Ofloksasin efektif terhadap kuman aerob Gram positif seperti
Staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumonia serta untuk kuman
aerob Gram negatif seperti H. influenza, M.catarrhalis, P. mirabilis dan P.
aeruginosa.
Konsentrasi ofloksasin ditemukan cukup tinggi di mukosa telinga tengah.
Pada penderita OMSK dengan perforasi membrana timpani, konsentrasi
tinggi ofloksasin telah ditemukan 30 menit setelah pemberian solusio
ofloksasin 0,3%.
2) Kloramfenikol
Losin et. al (1983) melakukan penelitian pada 30 penderita OMSK jinak
aktif mendapatkan bahwa sensitifitas kloramfenikol terhadap masing-
masing kuman adalah sebagai berikut:
Bacteroides sp. (90%), Proteus sp. (73,33%), Bacillus sp.(62,23%),
Staphylococcus sp. (60%), dan Pseudomonas sp.(14,23%). Amadasun
(1991) melakukan penelitian pada penderita OMSK jinak aktif yang tidak
sembuh mendapatkan bahwa kloramfenikol tidak efektif terhadap kuman
25
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
26/56
Gram negatif terutama Pseudomonas sp. dan Proteus sp. Penelitian
tersebut menunjukkan sensitifitas kedua kuman tersebut yang dominan
pada OMSK jinak aktif terhadap khloramfenikol sebesar 16% dibanding
gentamisin sebesar 28%.
3) Polimiksin B atau Polimiksin E
Obat ini bersifat bekterisid terhadap kuman Gram negatif, Pseudomonas,
E. coli, Klebsiella dan Enterobakter tetapi tidak efektif (resisten) terhadap
kuman Gram positif seperti Proteus dan B. fragilis dan toksik terhadap
ginjal dan susunan saraf.
4) Gentamisin
Gentamisin adalah antibiotika derivat aminoglikosida dengan spektrum
yang luas dan aktif untuk melawan organisme Gram positif dan Gram
negatif termasuk Pseudomonas sp.,
Proteus sp. dan Staphylococcus sp. Pemberian jangka pendek gentamisin
0,3% secara tunggal tanpa kombinasi di samping biayanya murah juga
sangat efektif untuk melawan organisme berspektrum luas terutama
Pseudomonas aeruginosa.
Penambahan steroid akan menyebabkan peningkatan biaya dua kali lipat.
Penelitian Browning, Gatehouse and Calder (1988) mendapatkan bahwa
penambahan steroid pada tetes telinga gentamisin 0,3% tidak
meningkatkan efektivitasnya, hasilnya tidak lebih baik dari placebo.
26
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
27/56
Salah satu bahaya dari pemberian gentamisin tetes telinga adalah
kemungkinan terjadinya kerusakan telinga dalam. Telah diketahui bahwa
pemberian gentamisin secara sistemik akan menyebabkan efek ototoksik.
Podoshin, Fradis dan Ben David (1989) pada penelitiannya menganjurkan
untuk tidak memberikan gentamisin dan aminoglikosida tetes telinga
lainnya untuk penanganan OMSK jangka panjang.
5) Ofloksasin
Merupakan derivat quinolon; sediaan yang terdapat dipasaran adalah
berupa otic solution 0,3%. Pada penelitian secara in vitro ofloksasin
mempunyai aktivitas yang kuat untuk bakteri Gram negatif dan Gram
positif dan bekerja dengan cara
menghambat enzim DNA gyrase. DNA gyrase adalah suatu enzim
yang berperan dalam mengontrol topologi DNA dan replikasi DNA
sehingga sintesis DNA dari kuman akan terhambat.
Ofloksasin efektif terhadap kuman aerob Gram positif seperti
Staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumonia serta untuk kuman
aerob Gram negatif seperti H. influenza, M.catarrhalis, P. mirabilis dan P.
aeruginosa.
Konsentrasi ofloksasin ditemukan cukup tinggi di mukosa telinga
tengah. Pada penderita OMSK dengan perforasi membrana timpani,
konsentrasi tinggi ofloksasin telah ditemukan 30 menit setelah pemberian
solusio ofloksasin 0,3%.
Antibiotika topikal golongan kuinolon yang lain adalah
siprofloksasin 0,3%,penelitian Utji (1999) mendapatkan bahwa pemakaian
tetes 0,3% siprofloksasin pada penderita OMSK lebih berhasil guna dan
lebih murah dibanding pemakaian tetes telinga kloramfenikol, dan tidak
dijumpai efek ototoksik .
Keuntungan lain pemakaian tetes telinga dari golongan kuinolon
adalah dapat diberikan secara tunggal tanpa antibiotik oral dan dosis
27
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
28/56
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
29/56
satu sinus, tapi bisa beberapa bahkan semua sinus. Kondisi terakhir lebih dikenal
dengan sebutan pansinusitis .
Serangan sinusitis akut terjadi disebabkan terutama oleh rhinitis. Tak ayal
jika penyakit ini dikenal juga rhinosinusitis. Acute bacterial rhinosinusitis (ABRS)
biasanya berangkat juga dari infeksi virus saluran napas atas, gangguan
imunodefisiensi, dan trauma yang bisa menyebabkan infeksi bakteri.
Biasanya sinusitis akut bisa sembuh dengan sendirinya. Tapi untuk
mempercepat penyembuhan dan mencegah komplikasi lebih lanjut ke arah kronik,
bisa diberikan antibiotik dan antiinflamasi. Pemberian antibiotik poten seperti
sefalosporin, kotrimoksazol, azitromisin, klaritromisin, dan kombinasi amoksisilin
serta ampisilin dengan asam klavulanat dapat dipertimbangkan.
Sementara kasus sinusitis kronik, inflamasi menetap lebih dari tiga bulan,
perlu ditangani oleh tenaga spesialis yakni THT. Pasalnya, selain cukup sulit
untuk menegakkan diagnosa karena keluhan yang tidak khas, sinusitis kronik
kerap hadir bersama dengan penyakit lain, semisal asma atau alergi. Biasanya,
pengobatan yang diberikan untuk mengatasi penyakit penyerta tersebut bisa juga
membantu mengatasi sinusitis kronik.
Berdasarkan panduan Mayo clinic, pemberian antibiotik tidak begitu
membantu dalam penanganan sinusitis kronik. Pengobatan yang
direkomendasikan adalah pemberian anti-histamin, semprot hidung steroid, dan
steroid sistemik. Pengobatan harus disesuaikan dengan gejala dan tingkat
keparahannya. Efek sedasi dari anti histamin konvensional, sekarang telah ter-
cover dengan ditemukannya generasi baru yang lebih baik profil keamanannya.
Untuk intervensi awal untuk mengatasi gejala sinusitis bisa diberikan
dekongestan. Obat jenis ini bekerja dengan menyempitkan pembuluh darah di
hidung dan menghambat serta menurunkan risiko menjadi sinusitis parah akibat
virus atau bakteri. Dekongestan banyak tersedia di pasaran dengan berbagai
bentuk preparat; semprot, tetes, dan inhaler.
Zat aktif yang biasa digunakan pada dekongestan nasal mencakup
oxymetazoline, xylometazoline, phenylephrine, naphazoline, dan
tetrahydrozoline. Oxymetazoline dan xylometazoline merupakan dekongestan
29
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
30/56
kerja panjang yang mulai berefek dalam beberapa menit dan tetap efektif selama
6-8 jam. Saat menggunakan semprot hidung, pasien harus menyemprotkan tiap
lubang hidung sekali. Setelah beberapa menit hingga obat diserap mukosa hidung,
baru dilakukan semprotan kedua.
Berikut beberapa semprot steroid yang biasa digunakan untuk penanganan
rhinosinusitis atau sinusitis :
1. Fluticasone propionate
Farmakologi
Fluticasone propionate adalah suatu kortikosteriod trifluorinasi yang bisa diberikan dalam
formula intra. Studi in vitro pada cloned human glucocorticoid receptor system tampak 3
-5 kali lebih potensial ketimbang dexamethasone. Pada uji klinis pada dewasa, fluticasone propionate dalam spray menurunkan eusinofil mukosa nasal 66% (plasebo 35%) dan
basofil 39% (placebo 28%). Spray ini, seperti kortikosteroid lainnya tidak memiliki efek
yang mulai segera atau cepat mengatasi gejala alergi. Pengurangan gejala hidup dicatat
terjadi setelah 12 jam pemberian spray. Serupa juga dengan kortisteroid jenis lain, saat
pemberian dihentikan, gejala tidak muncul untuk beberapa hari.
Bagaimana mekanisme fluticasone propionate mengatasi gejala rhinitis alergi atau
sinusitis tidak diketahui. Tapi diperkirakan kortikosteroid berefek pada sejumlah besar sel
(sel mast, eusinofil, neutrofil, makrofag, dan limfosit) dan banyak mediator (histamin,
eikoanoid, leukotrien, dan sitokin) yang terlibat dalam proses inflamasi.
Pemberian fluticasone propionate secara intranasal memiliki bioavailabilitas absolut
kurang dari 2%. Persentase fluticasone propionate terikat dengan protein plasma sekitar
91. Klirens darah total fluticasone propionate cukup tinggi (sekitar1.093 mL/min),
dengan klirens renal < 0,02% dari total. Satu-satunya metabolit yang berhasil dideteksi
adalah turunan asam karboksilat-17 yang dibentuk melalui jalur sitokrom cytochrome
P450 3A4. Pada pemberian intravena, waktu paruh sekitar 7,8 jam.
Indikasi
30
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
31/56
Mengobati dan sebagai profilaksis rhinitis alergi musiman atau perennial dan sinusitis
Dosis & Cara Pemberian
Dewasa dan anak 12 tahun keatas : 2 semprotan pada tiap lubang hidung (tiap semprot
mengandung 50 mcg fluticasone propionate) sekali sehari, dianjurkan pada pagi hari.
Pada beberapa kasus kadang dibutuhkan 2 semprotan 2 kali sehari. Maksimal semprotan
tiap hidung per hari adalah 4 semprot.
Anak usia 4-11 tahun : satu semprotan per hari untuk tiap lubang hidung dan sebaiknya
diberikan pada pagi hari. Pada beberapa kasus, kadang dibutuhkan satu semprot dua kali
sehari. Maksimal semprotan per hari adalah 2 semprot untuk tiap lubang hidung.
KontraindikasiHipersensitif
Peringatan
Hati-hati pada pasien hamil dan infeksi saluran hidung. Hati-hati saat
mengalihkan pasien dari terapi steroid sistemik. Terapi tambhan perlu diberikan
selama musim panas yang banyak alergen.
Efek Samping
Hidung dan tenggorokan kering terkadang disertai iritasi, rasa tidak enak, bau dan
epitaksis.
Nama dagang
Cutivate, Flixonase
2. Budenoside
Farmakologi
Budesonide adalah kortikosteroid sintetik yang memiliki aktivitas glukokortikoid
potensial dan aktivitas mineral kortikoid lemah. Budesonide diperkirakan mengatasi
alergi rhinitis atau sinusitis melalui aktivitas hambatannya pada serangkaian luas sel
(yakni sel mast, eusinofil, neutrofil, makrofag, dan limfosit) dan mediator (histamine,
eicosanoid, leukotrien, dan sitokin) yang terlibat dalam inflamasi yang dimediatori oleh
alergen.
Budesonide diabsorpsi relatif baik setelah pemberian inhalasi maupun oral, dan secara
cepat dimetabolisme menjadi metabolit dengan potensi kortikosteroid rendah. Makanya
efek budesonide dari semprot hidup diperkirakan berasal dari obat induk, yakni
budesonide.
31
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
32/56
Setelah pemberian intranasal budesonide, kadar puncak plasma dicapai pada sekitar 0,7
jam. Sekitar 34% dari dosis intranasal mencapai sirkulasi sistemik dibandingkan dengan
pemberian intravena. Budesonide yang diabsorpsi dari saluran cerna, bioavailabilitasnya
rendah sekali sekitar 10%. Hal ini karena efek metabolisme lintas pertama yang cukup
ekstensif di hati.
Ikatan protein budesonide secara in vitro terlihat konstan (8590%) dari suatu range
konsentrasi (1-100 nmol/L). Waktu paruh terminal sekitar 2-3 jam. Setelah pemberian
nasal spray pada anak tampak bahwa konsentrasi puncak plasma dan waktu parah sama
antara anak dan dewasa. Anak memiliki kadar plasma dua kali orang dewasa terutama
untuk mereka dengan perbedaan bobot badan.
Indikasi
Mengobati dan sebagai profilaksis rhinitis alergi musiman atau perennial dan sinusitis.
Dosis & Cara Pemberian
Dosis awal untuk dewasa dan anak >6 tahun : 64 mcg per hari. Berikan 2 semprotan (64
mcg) tiap lubang hidung pada pagi hari atau satu semprotan (32 mcg) pada pagi hari dan
satu semprotan lagi di malam hari. Dosis maksimum dewasa dan anak >12 tahun : 256
mcg per hari yang diberikan 4 semprot tiap lubang hidung sekali sehari. Sementara dosis
maksimum anak (
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
33/56
(histamine, eicosanoid, leukotrien, dan sitokin) yang terlibat dalam inflamasi yang
dimediatori oleh alergen
Indikasi
Profilaksis dan mengobati gejala rhinitis atau sinusitis musiman atau parennial.
Dosis & Cara Pemberian
Dewasa dan anak >12 tahun : 2 semprotan (50 mcg/semprot) pada tiap lubang hidung
sekali sehari. Total dosis 200 mcg.
Efek samping
Pendarahan, mukur bercampur darah, keluar flek darah, faringitas, nasal burning,
dan iritasi hidung. Kontraindikasi
Hipersensitif, infeksi local pada mukosa hidung yang tidak diobati, infeksi jamur
lokal di hidung dan faring.
Nama dagang
Nasonex
Efektif sbg sediaan semprot hidung (absorbsi sitemik minimal dan efek samping
terlokalisir). Steroid topikal lebih efektif dari pada antihistamin untuk
menyembuhkan gejala hidung pada rinitis alergika dan nonalergika. Merupakan
obat pilihan untuk rhinitis tipe perennial, dan dapat digunakan untuk rhinitis
seasonal. Nasal steroid diketahui memiliki efek samping yang sedikit.
KORTIKOSTEROID TOPIKAL
Kortikosteroid merupakan derivat dari hormon kortikosteroid yang dihasilkan
oleh kelenjar adrenal. Hormon ini memainkan peran penting pada tubuh termasuk
mengontrol respon inflamasi. Kortikosteroid terbagi kepada dua golongan utama
yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid. Golongan glukokortikoid adalah
kortikosteroid yang efek utamanya terhadap penyimpanan glikogen hepar dan
khasiat anti-inflamasinya nyata, sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air
dan elektrolit kecil atau tidak berarti. Prototip untuk golongan ini adalah kortisol
dan kortison, yang merupakan glukokortikoid alam. Terdapat juga glukokortikoid
sintetik, misalnya prednisolon, triamsinolon, dan betametason.
33
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
34/56
Golongan mineralokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya terhadap
keseimbangan air dan elektrolit, sedangkan pengaruhnya terhadap penyimpanan
glikogen hepar sangat kecil. Prototip dari golongan ini adalah
desoksikortikosteron. Umumnya golongan ini tidak mempunyai khasiat anti-
inflamasi yang berarti, kecuali 9 -fluorokortisol, meskipun demikian sediaan ini
tidak pernah digunakan sebagai obat anti-inflamasi karena efeknya pada
keseimbangan air dan elektrolit terlalu besar.
Berdasarkan cara penggunaannya kortikosteroid dapat dibagi dua yaitu
kortikosteroid sistemik dan kortikosteroid topikal. Tetapi pada pembahasan
selanjutnya kami akan lebih banyak membahas tentang kortikosteroid topikal.
Kortikosteroid topikal adalah obat yang digunakan di kulit pada tempat tertentu.
Ia merupakan terapi topikal yang memberi pilihan untuk para ahli kulit dengan
menyediakan banyak pilihan efek pengobatan yang diinginkan, diantaranya
termasuk melembapkan kulit, melicinkan, atau mendinginkan area yang dirawat.
II. Farmakologi
Semua hormon steroid sama-sama mempunyai rumus bangun
siklopentanoperhidrofenantren 17-karbon dengan 4 buah cincin yang diberi label
A D (Gambar 1). Modifikasi dari struktur cincin dan struktur luar akan
mengakibatkan perubahan pada efektivitas dari steroid tersebut. Atom karbon
tambahan dapat ditambahkan pada posisi 10 dan 13 atau sebagai rantai samping
yang terikat pada C17. Semua steroid termasuk glukokortikosteroid mempunyai
struktur dasar 4 cincin kolestrol dengan 3 cincin heksana dan 1 cincin pentana.
Hormon steroid adrenal disintesis dari kolestrol yang terutama berasal dari
plasma. Korteks adrenal mengubah asetat menjadi kolestrol, yang kemudian
dengan bantuan enzim diubah lebih lanjut menjadi kortikosteroid dengan 21 atom
karbon dan androgen lemah dengan 19 atom karbon. Hormon steroid pada
prekursor serta metabolitnya memperlihatkan perbedaan pada jumlah dan jenis
gugus yang tersubstitusi, jumlah serta lokasi ikatan rangkapnya, dan pada
konfigurasi stereokimiawinya. Tatanama yang tepat untuk menyatakan formulasi
kimiawi ini sudah disusun. Atom karbon yang asimetris (pada molekul C21)
memungkinkan terjadinya stereoisomerisme. Gugus metil bersudut (C19 dan C18)
34
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
35/56
pada posisi 10 dan 13 berada di depan sistem cincin dan berfungsi sebagai titik
acuan. Substitusi nukleus dalam bidang yang sama dengan bidang gugus ini diberi
simbol cis atau . Substitusi yang berada di belakang bidang sistem cincin
diberi simbol trans atau . Ikatan rangkap dinyatakan oleh jumlah atom karbon
yang mendahului. Hormon steroid diberi nama menurut keadaan hormon apakah
hormon tersebut mempunyai satu gugus metil bersudut (estran, 18 atom karbon),
dua gugus metil bersudut (androstan, 19 atom karbon) atau dua gugus bersudut
plus 2 rantai samping karbon pada C17 (pregnan, 21 atom karbon).
III. Klasifikasi Kortikosteroid Topikal
Berdasarkan potensi klinisnya dibedakan ke dalam beberapa golongan, yaitu :
(9,14,15)
1. Golongan I : Super Poten
Clobetasol proprionate ointment dan cream 0,5%
Betamethasone diproprionate gel dan ointment 0,05%
Diflorasone diacetate ointment 0,5%
Halobetasol proprionate ointment 0,05%
2. Golongan II : Potensi Tinggi
Amcinonide ointment 0,1%
Betamethasone diproprionate AF cream 0,05%
Mometasone fuorate ointment 0,1%
Diflorasone diacetate ointment 0,05%
Halcinonide cream 0,1%
Flucinonide gel, ointment, dan cream 0,05%
Desoximetasone gel, ointment, dan cream 0,25%
3. Golongan III : Potensi Tinggi
Triamcinolone acetonide ointment 0,1%
Fluticasone proprionate ointment 0,05%
Amcinonide cream 0,1%
Betamethasone diproprionate cream 0,05%
Betamethasone valerate ointment 0,1%
Diflorasone diacetate cream 0,05%
35
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
36/56
Triamcinolone acetonide cream 0,5%
4. Golongan IV : Potensi Medium
Fluocinolone acetonide ointment 0,025%
Flurandrenolide ointment 0,05%
Fluticasone proprionate cream 0,05%
Hydrocortisone valerate cream 0,2%
Mometasone fuorate cream 0,1%
Triamcinolone acetonide cream 0,1%
5. Golongan V : Potensi Medium
Alclometasone diproprionate ointment 0,05%
Betamethasone diproprionate lotion 0,05%
Betamethasone valerate cream 0,1%
Fluocinolone acetonide cream 0,025%
Flurandrenolide cream 0,05%
Hydrocortisone butyrate cream 0,1%
Hydrocortisone valerate cream 0,2%
Triamcinolone acetonide lotion 0,1%
6. Golongan VI : Potensi Lemah
Alclometasone diproprionate cream 0,05%
Betamethasone diproprionate lotion 0,05%
Desonide cream 0,05%
Fluocinolone acetonide cream 0,01%
Fluocinolone acetonide solution 0,05%
Triamcinolone acetonide cream 0,1%
7. Golongan VII : Potensi Lemah
Obat topikal dengan hydrocortisone, dexamethasone, dan prednisole.
IV. Mekanisme Kerja Kortikosteroid Topikal
Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul
hormon memasuki jaringan melalui membran plasma secara difusi pasif di
jaringan target, kemudian bereaksi dengan reseptor steroid. Kompleks ini
36
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
37/56
mengalami perubahan bentuk, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan
kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik.
Induksi sintesis protein ini merupakan perantara efek fisiologis steroid.
Efek katabolik dari kortikosteroid bisa dilihat pada kulit sebagai gambaran dasar
dan sepanjang penyembuhan luka. Konsepnya berguna untuk memisahkan efek ke
dalam sel atau struktur-struktur yang bertanggungjawab pada gambaran klinis ;
keratinosik (atropi epidermal, re-epitalisasi lambat), produksi fibrolast
mengurangi kolagen dan bahan dasar (atropi dermal, striae), efek vaskuler
kebanyakan berhubungan dengan jaringan konektif vaskuler (telangiektasis,
purpura), dan kerusakan angiogenesis (pembentukan jaringan granulasi yang
lambat).
Khasiat glukokortikoid adalah sebagai anti radang setempat, anti-proliferatif, dan
imunosupresif. Melalui proses penetrasi, glukokortikoid masuk ke dalam inti sel-
sel lesi, berikatan dengan kromatin gen tertentu, sehingga aktivitas sel-sel tersebut
mengalami perubahan. Sel-sel ini dapat menghasilkan protein baru yang dapat
membentuk atau menggantikan sel-sel yang tidak berfungsi, menghambat mitosis
(anti-proliferatif), bergantung pada jenis dan stadium proses radang.
Glukokotikoid juga dapat mengadakan stabilisasi membran lisosom, sehingga
enzim-enzim yang dapat merusak jaringan tidak dikeluarkan.
Glukokortikoid topikal adalah obat yang paling banyak dan tersering dipakai.
Glukokortikoid dapat menekan limfosit-limfosit tertentu yang merangsang proses
radang. Ada beberapa faktor yang menguntungkan pemakaiannya yaitu:
1. Dalam konsentrasi relatif rendah dapat tercapai efek anti radang yang cukup
memadai.
2. Bila pilihan glukokortikoid tepat, pemakaiannya dapat dikatakan aman.
3. Jarang terjadi dermatitis kontak alergik maupun toksik.
4. Banyak kemasan yang dapat dipilih : krem, salep, semprot (spray), gel, losion,
salep berlemak (fatty ointment).
Kortikosteroid mengurangi akses dari sejumlah limfosit ke daerah inflamasi di
daerah yang menghasilkan vasokontriksi. Fagositosis dan stabilisasi membran
lisosom yang menurun diakibatkan ketidakmampuan dari sel-sel efektor untuk
37
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
38/56
degranulasi dan melepaskan sejumlah mediator inflamasi dan juga faktor yang
berhubungan dengan efek anti-inflamasi kortikosteroid.
Meskipun demikian, harus digaris bawahi di sini bahwa khasiat utama anti radang
bersifat menghambat : tanda-tanda radang untuk sementara diredakan. Perlu
diingat bahwa penyebabnya tidak diberantas, maka bila pengobatan dihentikan,
penyakit akan kambuh.
Efektifitas kortikosteroid topikal bergantung pada jenis kortikosteroid dan
penetrasi. Potensi kortikosteroid ditentukan berdasarkan kemampuan
menyebabkan vasokontriksi pada kulit hewan percobaan dan pada manusia. Jelas
ada hubungan dengan struktur kimiawi. Kortison, misalnya, tidak berkhasiat
secara topikal, karena kortison di dalam tubuh mengalami transformasi menjadi
dihidrokortison, sedangkan di kulit tidak menjadi proses itu. Hidrokortison efektif
secara topikal mulai konsentrasi 1%. Sejak tahun 1958, molekul hidrokortison
banyak mengalami perubahan. Pada umumnya molekul hidrokortison yang
mengandung fluor digolongkan kortikosteroid poten. Penetrasi perkutan lebih
baik apabila yang dipakai adalah vehikulum yang bersifat tertutup. Di antara jenis
kemasan yang tersedia yaitu krem, gel, lotion, salep, fatty ointment (paling baik
penetrasinya).
Kortikosteroid hanya sedikit diabsorpsi setelah pemberian pada kulit normal,
misalnya, kira-kira 1% dari dosis larutan hidrokortison yang diberikan pada
lengan bawah ventral diabsorpsi. Dibandingkan absorpsi di daerah lengan bawah,
hidrokortison diabsorpsi 0,14 kali yang melalui daerah telapak kaki, 0,83 kali
yang melalui daerah telapak tangan, 3,5 kali yang melalui tengkorak kepala, 6 kali
yang melalui dahi, 9 kali melalui vulva, dan 42 kali melalui kulit scrotum.
Penetrasi ditingkatkan beberapa kali pada daerah kulit yang terinfeksi dermatitis
atopik ; dan pada penyakit eksfoliatif berat, seperti psoriasis eritodermik,
tampaknya sedikit sawar untuk penetrasi.
Secara keseluruhan, kortikosteroid topikal berhubungan dengan empat hal yaitu :
1. vasokontriksi,
2. efek anti-proliferasi,
3. immunosupresan, dan
38
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
39/56
4. efek anti-inflamasi.
Steroid topikal menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah di bagian superfisial
dermis, yang akan mengurangi eritema. Kemampuan untuk menyebabkan
vasokontriksi ini biasanya berhubungan dengan potensi anti-inflamasi, dan
biasanya vasokontriksi ini digunakan sebagai suatu tanda untuk mengetahui
aktivitas klinik dari suatu agen.
Efek anti-proliferatif kortikosteroid topikal diperantarai dengan inhibisi dari
sintesis dan mitosis DNA. Kontrol dan proliferasi seluler merupakan suatu proses
kompleks yang terdiri dari penurunan dari pengaruh stimulasi yang telah
dinetralisir oleh berbagai faktor inhibitor. Proses-proses ini mungkin dipengaruhi
oleh kortikosteroid. Glukokortikoid juga dapat mengadakan stabilisasi membran
lisosom, sehingga enzim-enzim yang dapat merusak jaringan tidak dikeluarkan.
Efektivitas kortisteroid bisa akibat dari sifat immunosupresifnya. Mekanisme
yang terlibat dalam efek ini kurang diketahui. Beberapa studi menunjukkan bahwa
kortikosteroid bisa menyebabkan pengurangan sel mast pada kulit. Hal ini bisa
menjelaskan penggunaan kortikosteroid topikal pada terapi urtikaria pigmentosa.
Mekanisme sebenarnya dari efek anti-inflamasi sangat kompleks dan kurang
dimengerti. Dipercayai bahwa kortikosteroid menggunakan efek anti-inflamasinya
dengan menghibisi pembentukan prostaglandin dan derivat lain pada jalur asam
arakidonik. Mekanisme lain yang turut memberikan efek anti-inflamasi
kortikosteroid adalah menghibisi proses fagositosis dan menstabilisasi membran
lisosom dari sel-sel fagosit.
Ada beberapa cara pemakaian dari kortikosteroid topikal, yakni :
1. Pemakaian kortikosteroid topikal poten tidak dibenarkan pada bayi dan anak.
2. Pemakaian kortikosteroid poten orang dewasa hanya 40 gram per minggu,
sebaiknya jangan lebih lama dari 2 minggu. Bila lesi sudah membaik, pilihlah
salah satu dari golongan sedang dan bila perlu diteruskan dengan hidrokortison
asetat 1%.
3. Jangan menyangka bahwa kortikosteroid topikal adalah obat mujarab (panacea)
untuk semua dermatosis. Apabila diagnosis suatu dermatosis tidak jelas, jangan
pakai kortikosteroid poten karena hal ini dapat mengaburkan ruam khas suatu
39
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
40/56
dermatosis. Tinea dan scabies incognito adalah tinea dan scabies dengan
gambaran klinik tidak khas disebabkan pemakaian kortikosteroid.
Kortikosteroid topikal tidak seharusnya dipakai sewaktu hamil kecuali dinyatakan
perlu atau sesuai oleh dokter untuk wanita yang hamil. Percobaan pada hewan
menunjukkan penggunaan kortikosteroid pada kulit hewan hamil akan
menyebabkan abnormalitas pada pertumbuhan fetus. Percobaan pada hewan tidak
ada kaitan dengan efek pada manusia, tetapi mungkin ada sedikit resiko apabila
steroid yang mencukupi di absorbsi di kulit memasuki aliran darah wanita hamil.
Oleh karena itu, penggunaan kortikosteroid topikal pada waktu hamil harus
dihindari kecuali mendapat nasehat dari dokter untuk menggunakannya. Begitu
juga pada waktu menyusui, penggunaan kortikosteroid topikal harus dihindari dan
diperhatikan.
Kortikosteroid juga hati-hati digunakan pada anak-anak. Anak-anak juga
VI. Efek Samping
Efek samping dapat terjadi apabila :
1. Penggunaan kortikosteroid topikal yang lama dan berlebihan.
2. Penggunaan kortikosteroid topikal dengan potensi kuat atau sangat kuat atau
penggunaan sangat oklusif.
Efek samping yang tidak diinginkan adalah berhubungan dengan sifat
potensiasinya, tetapi belum dibuktikan kemungkinan efek samping yang terpisah
dari potensi, kecuali mungkin merujuk kepada supresi dari adrenokortikal
sistemik. Dengan ini efek samping hanya bisa dielakkan sama ada dengan
bergantung pada steroid yang lebih lemah atau mengetahui dengan pasti tentang
cara penggunaan, kapan, dan dimana harus digunakan jika menggunakan yang
lebih paten.
Secara umum efek samping dari kortikosteroid topikal termasuk atrofi, striae
atrofise, telangiektasis, purpura, dermatosis akneformis, hipertrikosis setempat,
hipopigmentasi, dermatitis peroral.
Beberapa penulis membagi efek samping kortikosteroid kepada beberapa tingkat
yaitu :
Efek Epidermal
40
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
41/56
Ini termasuk :
1. Penipisan epidermal yang disertai dengan peningkatan aktivitas kinetik
dermal, suatu penurunan ketebalan rata-rata lapisan keratosit, dengan
pendataran dari konvulsi dermo-epidermal. Efek ini bisa dicegah dengan
penggunaan tretinoin topikal secara konkomitan.
2. Inhibisi dari melanosit, suatu keadaan seperti vitiligo, telah ditemukan.
Komplikasi ini muncul pada keadaan oklusi steroid atau injeksi steroid
interakutan.
o Efek Dermal
Terjadi penurunan sintesis kolagen dan pengurangan pada substansi dasar. Ini
menyebabkan terbentuknya striae dan keadaan vaskulator dermal yang lemah
akan menyebabkan mudah ruptur jika terjadi trauma atau terpotong. Pendarahan
intradermal yang terjadi akan menyebar dengan cepat untuk menghasilkan suatu
blot hemorrhage. Ini nantinya akan terserap dan membentuk jaringan parut stelata,
yang terlihat seperti usia kulit prematur.
Efek Vaskular
Efek ini termasuk :
1. Vasodilatasi yang terfiksasi. Kortikosteroid pada awalnya menyebabkan
vasokontriksi pada pembuluh darah yang kecil di superfisial.
2. Fenomena rebound. Vasokontriksi yang lama akan menyebabkan
pembuluh darah yang kecil mengalami dilatasi berlebihan, yang bisa
mengakibatkan edema, inflamasi lanjut, dan kadang-kadang pustulasi.
ANTIHISTAMIN (antagonis reseptor H1)
Contoh ; dipenhidramin, klorfeniramin,terfenadin, astemizol dan loratadin.
Antihistamin obat pilihan untuk gejala ingus cair dan bersin yang menyertai
rinitis. Kombinasi antihistamin dan dekongestan untuk gejala sumbatan hidung
pada rinitis.
Pada tahun 1940 untuk pertama kali diperkenalkan obat antihistamin. Sejak itu
secara luas digunakan dalam pengobatan simtomatik penyakit alergi. Pada
umumnya antihistamin yang beredar di Indonesia mempunyai spektrum luas
41
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
42/56
artinya mempunyai efek lain seperti antikolinergik, anti serotonin, antibradikinin
dan alfa adrenoreseptor bloker. Golongan obat ini disebut antihistamin (AH1)
klasik (1). Histamin adalah suatu alkoloid yang disimpan di dalam mast sel. Dan
menimbulkan berbagai proses faalan dan patologik. Pelepasan histamin terjadi
akibat reaksi antitigen-antibodi atau kontak antara lain dengan obat, makanan,
kemikal dan venom. Histamin ini kemudian mengadakan reaksi dengan
reseptornya (H1 dan H2) yang tersebar di berbagai jaringan tubuh. Perangsangan
reseptor H1 menyebabkan kontraksi otot polos, peningkatan permeabilitas kapiler
dan reaksi mukus. Perangsangan reseptor H2 terutama menyebabkan sekresi asam
lambung. Penderita yang mendapat obat AH1 klasik akan menimbulkan efek
samping, mengantuk, kadang-kadang timbul rasa gelisah, gugup dan mengalami
gangguan koordinasi. Efek samping ini sering menghambat aktivitas sehari-hari,
dan menimbulkan masalah bila obat antihistamin ini digunakan dalam jangka
panjang .
Antihistamin yang sering digunakan adalah antihistamin oral. Antihistamin oral
dibagi menjadi dua yaitu generasi pertama (nonselektif) dikenal juga sebagai
antihistamin sedatif serta generasi kedua (selektif) dikenal juga sebagai
antihistamin nonsedatif. Dekade ini muncul antihistamin baru yang digolongkan
ke dalam kelompok AH1 sedatif yang tidak bersifat sedasi, yang memberikan
harapan cerah. Termasuk dalam AH1 non sedatif ini adalah; terfenidin, astemizol,
loratadin, mequitazin. Mekanisme kerja obat golongan ini adalah berikatan
dengan reseptor H1 tanpa mengaktivasinya, mencegah ikatan dan aksi histamine.
Antihistamin generasi baru juga dapat berefek pada respon inflamasi seperti
pelepasan histamine dan influx sel inflamasi.
Efek sedative antihistamin sangat cocok digunakan untuk pasien yang mengalami
gangguan tidur karena rhinitis alergi yang dideritanya. Selain itu efek samping
yang biasa ditimbulkan oleh obat golongan antihistamin adalah efek
antikolinergik seperti mulut kering, susah buang air kecil dan konstipasi.
Penggunaan obat ini perlu diperhatikan untuk pasien yang mengalami kenaikan
tekanan intraokuler, hipertiroidisme, dan penyakit kardiovaskular.
42
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
43/56
Antihistamin sangat efektif bila digunakan 1 sampai 2 jam sebelum terpapar
allergen. Penggunaan antihistamin harus selalu diperhatikan terutama mengenai
efek sampingnya. Antihistamin generasi kedua memang memberikan efek
sedative yang sangat kecil namun secara ekonomi lebih mahal.
Antihistamin merupakan salah satu obat yang paling banyak digunakan, karena
antihistamin adalah obat yang paling bermanfaat untuk mengatasi penyakit alergi
seperti rhinitis,urtikaria,pruritus,dan lain-lain. Walaupun selama ini ahtihistamin
dianggap sebagai obat yang cukup aman, namun efek samping sedasi (rasa
mengantuk) menyebabkan penurunan daya tangkap, terutama pada antihistamin
generasi pertama, sangat mengganggu aktivitas sehari-hari. Oleh sebab itu, untuk
penanganan penyakit alergi gunakan antihistamin yang aman dan efektif.
Beberapa efek samping antihistamin:
Efek sedasi, dari hasil penelitian oleh perocek, dibandingkan difenhidramin 2x50
mg dengan loratadine dosis tunggal 20 mg. Hasilnya memperlihatkan efek sedasi
difenhidramin lebih besar dibanding loratadine. Jadi loratadine tidak
mempengaruhi kemampuan mengendarai, tingkat kewaspadaan siang hari dan
produktifitas kerja. Juga loratadin menghilangkan gejala rhinitis alergi musiman
secara efektif dan absorbsi oralnya sangat cepat serta memiliki masa kerja yang
panjang, sehingga cukup diberikan sekali dalam sehari.
Gangguan psikomotor yaitu gangguan dalam pekerjaan yang melibatkan fungsi
psikomotor, merupakan masalah yang menjadi perhatian dalam terapi yang
menggunakan antihistamin. Efek samping terlihat saat pasien melakukan kegiatan
dengan resiko fisik seperti mengendarai mobil, berenang, gulat, atau melakukan
pekerjaan tangan. Gangguan fungsi psikomotor adalah efek yang berbeda dari
terjadinya sedasi (rasa mengantuk). Dari hasil penelitian memperlihatkan bahwa
loratadin tidak mengganggu kemampuan mengendarai dan tidak memperkuat efek
alkohol.
Gangguan kognitif adalah gangguan terhadap kemampuan belajar, konsentrasi
atau ketrampilan di tempat bekerja. Dari hasil penelitian memperlihatkan
antihistamin generasi pertama terutama difenhidramin menyebabkan gangguan
kemampuan belajar, konsentrasi, atau ketrampilan di tempat kerja. Sedangkan
43
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
44/56
loratadin meniadakan efek negative dari rhinitis alergi terhadap kemampuan
belajar. Dengan menggunakan loratadin tampaknya memperbaiki kemampuan
belajar anak, penderita rhinitis alergi.
Efek kardiotoksisitas, antihistamin selama ini dianggap sebagai obat yang aman,
tetapi sejak akhir tahun 80-an mulai muncul beberapa jenis antihistamin yang
digunakan dengan dosis yang berlebihan. Sehingga dapat menyebabkan pasien
yang menggunakan mengalami gangguan pada jantung (kardiotoksisitas). Namun
dari hasil penelitian, loratadin merupakan antihistamin yang tidak berhubungan
dari serangan kardiovaskuler yang membahayakan jiwa itu.
Untuk pasien yang aktif bekerja harus berhati-hati dalam menggunakan
antihistamin, karena beberapa antihistamin memiliki efek samping sedasi
(mengantuk), gangguan psikomotor,dan gangguan kognitif. Akibatnya bila
digunakan oleh orang yang melakukan pekerjaan dengan tingkat kewaspadaan
tinggi sangat berbahaya.Untuk itu pasien yang aktif bekerja sebaiknya gunakan
antihistamin yang aman dan efektif seperti loratadin, sudah terbukti tidak
menimbulkan sedasi, tidak mengakibatkan terganggunya fungsi psikomotor dan
fungsi kognitif. Juga terbukti aman tidak menyebabkan kardiotoksisitas dan
efektif karena cukup diminum 1x sehari, karena memiliki masa kerja yang
panjang serta diabsorbsi secara cepat.
PENGGUNAAN ANTIHISTAMIN (AH1) NON SEDATIF
AH1 non sedatif mempunyai efek menghambat kerja histamin terutama diperifer,
sedangkan di sentral tidak terjadi karena tidak dapat melalui sawar darah otak.
Antihistanin bekerja dengan cara kompetitif dengan histamin terbadap reseptor
histamin pada sel, menyebabkan histamin tidak mencapai target organ. AH1 non
sedatif umumnya mempunyai efek antialergi yang tidak berbeda dengan AH1
klasik. Beberapa peneliti melaporkan bahwa untuk penderita seasonal rhinitis
alergika. terfenidin bekerja lebih cepat (1-3 jam) dari astemizol 1-6 hari karena itu
untuk penyakit ini astemizol dianjurkan oleh mereka untuk profilaktik. Loratadin
dan Mequitazin mempunyai mula kerja dan efektivitas yang sama dengan
terfenidin. Diantara AH1 non sedatif Mequitazin yang paling tidak spesifik,
karena masih mempunyai efek antikolinergik. Efek terhadap "psyvhomotor
44
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
45/56
performance" dari terfenidin, asetemizol, loratadin dari berbagai penelitian
menyatakan tidak dijumpai kelainan Pada reaksi wheal dan flare, pemberian per
oral terfenidin 60 mg menunjukkan efek hambatan 1 jam setelah pemberian, efek
maksimum 3-4 jam dan lama kerja 8-12 jam sesudah pemberian. Pada loratadin
respon wheal akan ditekan pada pemberian 1-2 jam. Untuk pemberian jangka
panjang dan untuk penderita yang pekerjannya memerlukan kewaspadaan
misalnya pengemudi mobil lebih sesuai diberi AH1 non sedatif, karena efek
sedasi dan atltikolinergik dari AH1 klasik akan mengganggu penderita. Krause
dan Shuter 1985 mendapat hasil astemizol lebih baik pada penggunaan jangka
panjang terhadap urtikaria kronik dibandingkan dengan chlorfeniramin
mendapatkan hasil yang bermakna dari perbandingan terfenidin dengan plasebo
dalam menurunkan skor itch dan wheal. Loratadin mengurangi sistem chronic
idiopathic urticaria dari pada plasebo .Untuk pengobatan seasonal allergic rhinitis
(SAR) . telah dilakukan beberapa uji klinik antara lain Katelaris membandingkan
loratidin dengan azatadin pada 34 penderita dan mendapatkan efek kedua obat
sama baiknya, tetapi loratadin kurang efek sampingnya. Pemberian kombinasi 5
mg loratadin clan 120 mg pseudoefedri 2X sehari untuk pengobatan SAR
memberikan hasil baik .Pengobatan rinitis alergik prineal dengan 10 mg loratadin
1X sehari dan terfenidin 60 mg 2X sehari, selama 4 minggu jelas lebih baik dari
plasebo dalam menurunkan total symptom scores (TSS) . Berbeda dengan AH1
klasik, AH1 non sedatif dengan obat-obat diazepam dan alkohol, tidak ada
interaksi potensial efek sedasi . Takhipilaksis tidak dijumpai pada 3 AH1 non
sedatif . Penggunaan yang lama dari astemizol akan menambah nafsu makan dan
berat badan. Penyelidikan pada binatang percobaan memperlihatkan dijumpainya
toksisitas yang rendah, sedang aktivitas mutagenik dan karsinogenik tidak
dijumpai pada AH1 non sedatif . Pemberian dosis terapi AH1 non sedatif
meskipun jarang sekali, dapat juga timbul sedasi dan efek samping lain.
Pemberian astemizol lebih dari 2 minggu dapat meningkatkan nafsu makan dan
menambah berat badan . Pada beberapa AH1 sedatif ada yang daPat melalui ASI
tepai konsentrasinya cukup kecil. Efek antikolinergik jarang sekali terjadi pada
penggunaan AH1 non sedatif, kecuali mequitazin
45
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
46/56
FARMAKOLOGI
AH1 non sedatif berbeda dengan AH1 klasik oleh sifat farmakokinetiknya. Secara
in-vitro diketahui bahwa terfenidin, astemisol terikat lebih lambat kepada reseptor
H1 daripada AH1 klasik dan jika telah terikat akan dilepaskan secara lambatm
dari ikatan reseptor.
TERFENIDIN Merupakan suatu derivat piperidin, struktur kimia. Terfenidin
diabsorbsi sangat cepat dan mencapai kadar puncak setelah 1-2 jam pemberian.
Mempunyai mula kerja yang cepat dan lama kerja panjang. Obat ini cepat
dimetabolisme dan didistribusi luas ke berbagai jaringan tubuh. Terfenidin
diekskresi melalui faeces (60%) dan urine (40%). Waktu paruh 16-23 jam. Efek
maksimum telah terlihat sekitar 3-4 jam dan bertahan selama 8 jam setelah
pemberian. Dosis 60 mg diberikan 2 X sehari.
ASTEMIZOL
Merupakan derivat piperidin yang dihubungkan dengan cincin benzimidazol,
struktur kimia. Astemizol pada pemberian oral kadar puncak dalam darah akan
dicapai setelah 1 jam pemberian. Mula kerja lambat, lama kerja panjang. Waktu
paruh 18-20 hari. Di metabolisme di dalam hati menjadi metabolit aktif dan tidak
aktif dan di distriibusi luas keberbagai jaringan tubuh. Metabolitnya diekskresi
sangat lambat, terdapat dalam faeses 54% sampai 73% dalam waktu 14 hari.
Ginjal bukan alat ekskresi utama dalam 14 hari hanya ditemukan sekitar 6% obat
ini dalam urine. Terikat dengan protein plasma sekitar 96%.
MEQUITAZIN
Merupakan suatu derivat fenotiazin, struktur kimia lihat Gbr.1. Absorbsinya cepat
pada pemberian oral, kadar puncak dalam plasma dicapai setelah 6 jam
pemberian. Waktu paruh 18 jam, Onset of action cepat, duration of action lama.
Dosis 5 mg 2 X sehari atau 10 mg 1 X sehari (malam hari).
LORATADIN
Adalah suatu derivat azatadin, struktur kimia Gbr. 1. Penambahan atom C1
meninggikan potensi dan lama kerja obat loratadin. Absorbsinya cepat. Kadar
puncak dicapai setelah 1 jam pemberian. Waktu paruh 8-11 jam, mula kerja
sangat cepat dan lama kerja adalah panjang. Waktu paruh descarboethoxy-
46
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
47/56
loratadin 18-24 jam. Pada pemberian 40 mg satu kali sehari selama 10 hari
ternyata mendapatkan kadar puncak dan waktu yang diperlukan tidak banyak
berbeda setiap harinya hal ini menunjukkan bahwa tidak ada kumulasi, obat ini di
distribusi luas ke berbagai jaringan tubuh. Matabolitnya yaitu descarboetboxy-
loratadin (DCL) bersifat aktif secara farmakologi clan juga tidak ada kumulasi.
Loratadin dibiotransformasi dengan cepat di dalam hati dan di ekskresi 40% di
dalam urine dan 40% melalui empedu. Pada waktu ada gangguan fiungsi hati
waktu paruh memanjang. Dosis yang dianjurkan adalah 10 mg 1 X sehari.
DEKONGESTAN (Agonis adrenergik)
Contoh ; fenilefrin, oksimetazolin
Dekongestan topical dan sistemik merupakan simpatomimetik agen yang beraksi
pada reseptor adrenergic pada mukosa nasal, memproduksi vasokonstriksi.
Topikal dekongestan biasanya digunakan melalui sediaan tetes atau spray.
Penggunaan dekongestan jenis ini hanya sedikit atau sama sekali tidak diabsorbsi
secara sistemik. Penggunaan obat ini dalam jangka waktu yang lama dapat
menimbulkan rhinitis medikamentosa (rhinitis karena penggunaan obat-obatan).
Selain itu efek samping yang dapat ditimbulkan topical dekongestan antara lain
rasa terbakar, bersin, dan kering pada mukosa hidung. Untuk itu penggunaan obat
ini memerlukan konseling bagi pasien.
Sistemik dekongestan onsetnya tidak secepat dekongestan topical. Namun
durasinya biasanya bisa lebih panjang. Agen yang biasa digunakan adalah
pseudoefedrin. Pseudoefedrin dapat menyebabkan stimulasi sistem saraf pusat
walaupun digunakan pada dosis terapinya. Obat ini harus hati-hati digunakan
untuk pasien-pasien tertentu seperti penderita hipertensi. Saat ini telah ada produk
kombinasi antara antihistamin dan dekongestan. Kombinasi ini rasional karena
mekanismenya berbeda.
Agonis adrenergik menyempitkan arteriol yang berdilatasi pada mukosa hidung
dan mengurangi resistensi saluran napas. Sediaan aerosol memberikan mula kerja
cepat dan sedikit efek sistemik. Pemberian oral masa kerja panjang tapi
meningkatkan efek sistemik. Tidak boleh digunakan lebih dari beberapa hari akan
47
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
48/56
menimbulkan rebound sumbatan hidung, shg tidak digunakan untuk rinitis jangka
panjang. Efedrin adalah alkaloid yang dikenal sebagai obat simpatomimetik aktif
pertama secara oral. Efedrin sebagai obat adrenergik dapat bekerja ganda dengan
cara melepaskan simpanan norepinefrin dari ujung saraf dan mampu bekerja
memacu secara langsung di reseptor dan Pada sistem kardiovaskuler, efedrin
meninggikan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik melalui vasokonstriksi
dan terpacunya jantung. Efedrin berefek bronkodilatasi tetapi lebih lemah dan
lebih lambat dibandingkan epinefrin atau isoproteronol. Efedrin memacu ringan
SSP sehingga menjadi sigap, mengurangi kelelahan, tidak memberi efek tidur dan
dapat digunakan sebagai midriatik.2 Efedrin digunakan sebagai dekongestan
hidung, bekerja sebagai vasokonstriktor lokal bila diberikan secara topikal pada
permukaan mukosa hidung, karena itu bermanfaat dalam pengobatan kongesti
hidung pada Hay fever, rinitis alergi, influenza dan kelainan saluran napas atas
lainnya.2 Efedrin telah lama digunakan pada beberapa prosedur operasi hidung,
tenggorok dan laring untuk menyusutkan tebalnya mukosa, dengan demikian
dapat memperbaiki visualisasi lapangan operasi dan mengurangi perdarahan.
Efedrin dapat mengontrol perdarahan superficial dari kulit dan membran mukosa,
jika obat ini diberikan secara topikal sebagai spray, tampon kapas atau kasa.
Efedrin topikal hanya efektif pada perdarahan arteriol dan kapiler, tetapi tidak
dapat mengontrol perdarahan vena atau perdarahan dari pembuluh darah besar.3-5
Dosis oral pada orang dewasa biasanya diberikan 15 50 mg dengan interval
pemberian 3- 4 jam. Bila diperlukan pengobatan dalam jangka waktu lama, maka
diberikan dengan dosis yang paling minimal. Penggunaan topikal dalam bentuk
tetes atau spray pada membran mukosa dengan konsentrasi 0,5 % - 2 %.1,5
Efek samping efedrin bisa menyebabkan hipertensi dengan akibat dapat
menimbulkan perdarahan intrakranial, memicu nyeri angina pada penderita
dengan insufisiensi koroner atau penyakit jantung iskemia dan kelompok efedrin-
HCl 1% dan 2% terhadap kelompok plasebo Besarnya perubahan yang bermakna
terjadi pada kelompok efedrin 2% terhadap kelompok efedrin-HCl 1% yang
menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi efedrin-HCl dalam tampon
hidung semakin besar pengaruhnya terhadap tekanan darah diastol. Pemakaian
48
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
49/56
efedrin-HCl 1% dan 2% tidak mempengaruhi frekuensi denyut nadi akibat adanya
refleks kompensasi vagal terhadap kenaikan tekanan darah yang terjadi. Respon
kompensasi alamiah ini diperantarai oleh sistem baroreseptor karotis dan aorta
untuk mengurangi atau memperlambat denyut nadi.
Efek farmakologis efedrin terhadap sistem kardiovaskuler baik pada pemberian
oral maupun parenteral dapat meningkatkan tekanan darah, mempercepat irama
jantung, meningkatkan curah jantung dan konstriksi pembuluh darah perifer. Bila
refleks kardiovaskuler normal, maka peninggian tekanan darah akan
menyebabkan pacuan baroreseptor untuk meningkatkan tonus vagus sehingga
denyut jantung menjadi lambat. Pemberian efedrin-HCl 1% dan 2%, aman
diberikan pada penderita yang mempunyai tekanan darah dan denyut nadi normal.
Walaupun peningkatan tersebut bervariasi pada penderita rinitis dengan tekanan
darah dan frekuensi denyut nadi normal, namun beberapa penderita peka terhadap
pengaruh efedrin. Pada penderita penyakit jantung, sistem simpatis menjadi
dominan dalam pengaturan frekuensi jantung dan juga dalam mempertahankan
kompensasi jantung.
SERUMENOLITIK
Natrium Dokusat
Serumen atau ear wax adalah hasil dari sekresi normal oleh kelenjar serumenus
yang terdapat pada telinga, yaitu pada garis kanalis auditorius eksterna.
Akumulasi dan produksi dari serumen yang berlebihan dapat menurunkan kualitas
pendengaran dan dapat mencetuskan tinnitus atau otalgia. Membilas kanalis
auditorius eksterna adalah metodefavorityang banyak dibunakan untuk
membersihakan serumen dari telinga. Agen serumenolitik juga dapat digunakan 7
hari sebelum dilakukan pembersihan. Obat ini juga dapat digunakan sendiri.
Secara tradisional yang banyak digunakan adalah campuran dari minyak zaitun
dan minyak almond. Namun agen lain seperti dokusat, peroksida (hydrogen
peroksida atau urea hydrogen peroksida) salisilat kolin dan larutan minyak para
diklorobenzen dan klorobutanol dapat digunakan sebagai serumenolitik. Gliserol
dan natrium bicarbonate dikatakan juga dapat digunakan.
49
-
7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX
50/56
Natrium dokusat sendiri adalah obat gastrointestinal golongan laksatif yang
digunakan untuk mengatasi konstipasi.
ANESTETIKA LOKAL
Anestetika lokal atau zat-zat penghalang rasa setempat adalah obat yang pada
penggunaan lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls-impuls saraf ke
SSP dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal-
gatal, rasa panas, atau dingin. Banyak persenyawaan lain juga memiliki daya kerja
demikian, tetapi efeknya tidak reversibel dan menyebabkan kerusakan
permanen terhadap sel-sel saraf. Misalnya, cara mematikan rasa setempat juga
dapat dicapai dengan pendinginan yang kuat (freezing anaesthesia) atau melalui
keracunan protoplasma (fenol)
Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk suatu jenis obat yang digunakan
s