Tugas Obat2 THT FIX

download Tugas Obat2 THT FIX

of 56

Transcript of Tugas Obat2 THT FIX

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    1/56

    PENDAHULUAN

    Pada pengobatan dibidang telinga, hidung dan tenggorokan, pengobatan

    yang digunakan kebanyakan memakai obat-obat topical, selain obat-obatan oral

    yang berkerja sistemik. Selain karena efikasinya yang lebih besar, hal inipun

    mengurangi efek samping obat yang tidak diinginkan. Sesuai dengan indikasi

    penggunaan dan golongan penyakit pada bagian telinga, hidung dan tenggorok.

    antibiotika adalah merupakan salah satu agen yang sering digunakan.

    Penggunaannya dapar peroral dan taupun topical sesuai kebutuhan dan indikasi

    penggunaan. Golongan obat lain yang sering digunakan adalah golongan

    dekongestan dan antihistamin yang banyak digunakan pada kasus-kasus penyakit

    hidung, contohnya rhinitis. Obat lain yang juga seringkali digunakan adalah

    anastesi local yang tentu saja penting penggunaannya sebelum melakukan

    intervensi atau tindakan tertentu pada telinga, hidung atau tenggorokan.

    ANTIBIOTIK

    PENISILIN

    Farmakodinamik

    Mekanisme kerja: penisilin menghambat pembentukan mukopeptida yang

    diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba. Terhadap mikroba yang sensitive,

    penisilin akan menghasilkan efek bakterisid pada mikroba yang sedang aktif

    membelah. Mikroba dalam keadaan tidak aktif (tidak membelah), yang disebut

    juga persisters, praktis tidak dipengaruhi oleh penisilin, kalaupun ada

    pengaruhnya hanya bakteriostatik.

    Farmako kinetik

    Absorbsi: penisilin G mudah rusak dalam suasana asam. Cairan lambung

    dengan pH 4 tidak terlalu merusak penisilin. Garam Na penisilin G yang diberikan

    oral diabsorbsi terutama di duodenum. Absorbs di duodenum ini cukup cepat,

    tetapi hanya 1/3 bagian dosis oral diserap. Adanya makanan akan menghambat

    absorbs, yang mungkin disebabkan absorbsi penisilin pada makanan.. kadar

    maksimal dalam darah tercapai dalam 30 sampai 60 menit. Sisa 2/3 dari dosis oral

    1

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    2/56

    diteruskan ke kolon. Disini terjadi pemecahan oleh bakteri dan hanya sebagian

    kecil obat yang keluar bersama tinja.

    Distribusi : penisilin G didistribusikan luas dalam tubuh. Ikatan proteinnya

    adalah 65%. Kadar obat yang memadai dapat tercapai dalam hati, empedu, ginjal,

    usus, limfe dan semen tetapi dalam CSS sukar dicapai.

    Metabolism: penisilin dimetabolisme dihepar

    Ekskresi: melalui urin

    Indikasi: infeksi tenggorokan, otitis media, endokarditis, penyakit

    meningokokus, pneumonia, selulitis, antraks, profilaksis amputasi

    pada lengan atau kaki

    Kontraindikasi: hipersensitivitas terhadap penisilin

    Efek samping: reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi,

    angioudem, anafilaksis, serum sickness-like reaction, toksisitas

    system saraf pusat termasuk konvulsi.

    Ampisilin

    Farmakodinamik

    Mekanisme kerja: Derivat penicillin yang menginhibisi sintesis dinding sel

    pada mikroorganisme yang sensitif

    Farmakokinetik:

    Absorbsi: diabsorbsi di GIT

    Distribusi: ikatan protein 28-38%, didistribusi luas

    Metabolism: sebagian di hepar

    Ekskresi: diekskresi melalui urine

    Indikasi: eksaserbasi bronchitis kronis dan infeksi telinga bagian

    tengah, pneumonia, sistitis, uretritis.

    Kontra indikasi: hipersensitif terhadap penisilin, infeksi

    mononukleus

    Efek samping: gangguan GI, reaksi alergi, anafilaksis, gangguan

    hematologi

    2

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    3/56

    Amoxisilin

    Farmakodinamik

    Mekanisme kerja: Derivat penicillin yang menginhibisi sintesis dinding sel

    Farmakokinetik:

    Absorbs: diabsorbsi di GIT

    Distribusi: ikatan protein 28-38% didistribusikan luas

    Metabolism: sebagian dihepar

    Ekskresi: diekskresi melalui urine

    Indikasi: terapi kuman Gr+ atau Gr- yang peka terhadap

    amoxisilin, infeksi THT, saluran urogenital, saluran nafas

    atas dan bawah, kulit dan jaringan lunak, demam tifoid.

    Kontra indikasi: hipesensitifitas terhadap penisilin yang

    lainnya, gangguan ginjal dan hepar

    Efek samping: mual, muntah, diare, ruam kulit, pruritus,

    demam.

    SEFALOSFORIN

    Sefalosporin termasuk golongan antibiotika Betalaktam. Seperti antibiotik

    Betalaktam lain, mekanisme kerja antimikroba Sefalosporin ialah dengan

    menghambat sintesis dinding sel mikroba. Yang dihambat adalah reaksi

    transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding

    sel.Sefalosporin aktif terhadap kuman gram positif maupun garam negatif, tetapi

    spektrum masing-masing derivat bervariasi.

    Penggolongan Sefalosporin

    Hingga tahun 2006 golongan Sefalosporin sudah menjadi 4 generasi, pembedaan

    generasi dari Sefalosporin berdasarkan aktivitas mikrobanya dan yang secara tidak

    langsung sesuai dengan urutan masa pembuatannya.

    3

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    4/56

    Berikut pembagian generasi Sefalosporin :

    No. Nama Generasi Cara Pemberian Aktivitas Antimikroba1. Cefadroxil 1 Oral Aktif terhadap kuman gram

    positif dengan keunggulan dari

    Penisilin aktivitas nya terhadap

    bakteri penghasil Penisilinase

    2. Cefalexin 1 Oral3. Cefazolin 1 IV dan IM4. Cephalotin 1 IV dan IM5. Cephradin 1 Oral IV dan IM

    No. Nama Generasi Cara

    Pemberian

    Aktivitas Antimikroba

    1. Cefaclor 2 Oral Kurang aktif terhadap bakteri

    gram postif dibandingkan

    dengan generasi pertama, tetapi

    lebih aktif terhadap kuman gram

    negatif; misalnya H.influenza,

    Pr. Mirabilis, E.coli, dan

    Klebsiella

    2. Cefamandol 2 IV dan IM3. Cefmetazol 2 IV dan IM4. Cefoperazon 2 IV dan IM5. Cefprozil 2 Oral6. Cefuroxim 2 IV dan IM

    No. Nama Generasi Cara

    Pemberian

    Aktivitas Antimikroba

    1. Cefditoren 3 Oral Golongan ini umumnya kurang

    efektif dibandingkan dengan

    generasi pertama terhadap kuman

    gram positif, tetapi jauh lebih

    efektif terhadap

    Enterobacteriaceae, termasuk

    strain penghasil Penisilinase.

    2. Cefixim 3 Oral3. Cefotaxim 3 IV dan IM4. Cefotiam 3 IV dan IM5. Cefpodoxim 3 Oral6. Ceftazidim 3 IV dan IM

    7. Ceftizoxim 3 IV dan IM8. Ceftriaxon 3 IV dan IM

    No Nama Generasi Cara Pemberian Aktivitas Antimikroba1. Cefepim 4 Oral IV dan IM Hampir sama dengan generasi

    ketiga2. Cefpirom 4 Oral IV dan IM

    Indikasi Klinik

    4

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    5/56

    Sediaan Sefalosporin seyogyanya hanya digunakan untuk pengobatan

    infeksi berat atau yang tidak dapat diobati dengan antimikroba lain, sesuai

    dengan spektrum antibakterinya. Anjuran ini diberikan karena selain

    harganya mahal, potensi antibakterinya yang tinggi sebaiknya dicadangkan

    hanya untuk hal tersebut diatas.

    Adapun indikasi dari masing Sefalosporin sebagai berikut :

    1. Cefadroxil dan Cefalexin

    Obat golongan Cefalosporin ini yang digunakan untuk mengobati infeksi

    tertentu yang disebabkan oleh bakteri pada kulit, tenggorokan, dan infeksi

    kandung kemih. Antibiotik ini tidak efektif untuk pilek, flu atau infeksi

    lain yang disebabkan virus.

    Farmakodinamik:

    Mekanisme kerja: sefalosporin generasi I yang berikatan dengan

    membrane sel bakteri dan menginhibisi sintesis dinding sel.

    Farmakokinetik:

    Absorbs: diabsorbsi di GIT

    Distribusi: protein binding 15-20% distribusi luas

    Metabolism: -

    Ekskresi: melalui urine

    Kontra indikasi: hipersensitifitas terhadap sefalosporin

    Efek samping: diare dan colitis , mual, muntah, rasa tidak enak pada

    saluran cerna, sakit kepala, reaksi alergi berupa ruam, urtikaria, serum

    sickness-like reactions dengan ruam.

    2. Cefazolin

    Cefazolin digunakan untuk mengobati infeksi bakteri dan penyakit pada

    infeksi pada kandung empedu dan kandung kemih, organ pernafasan,

    5

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    6/56

    genito urinaria (infeksi pada organ seksual dan saluran kencing),

    pencegahan infeksi pada proses operasi dan infeksi kulit atau luka.

    3. Cephalotin

    Obat golongan Sefalosporin ini yang digunakan untuk mengobati infeksi

    bakteri dan penyakit pada infeksi kulit dan jaringan lunak, saluran nafas,

    genito-urinaria, pasca operasi, otitis media dan septikemia.

    4. Cefaclor dan Cefixim

    Cefalosporin ini menghilangkan bakteri yang menyebabkan berbagai

    macam penyakit seperti pneumonia dan infeksi pada telinga, paru-paru,

    tenggorokan, saluran kemih dan kulit.

    5. Cefamandol, Ceftizoxim dan Ceftriaxon

    Cefalosporin ini menghilangkan bakteri yang menyebabkan berbagai

    macam penyakit pada paru-paru, kulit, tulang, sendi, perut, darah dan

    saluran kencing.

    6. Cefmetazol

    Cefmetazol lebih aktif daripada Sefalosporin golongan pertama terhadap

    gram positif Proteus, Serritia, kuman anaerobik gram negatif (termasuk B.

    fragilis) dan beberapa E.coli, Klebsiella dan P. mirabilis, tetapi kurang

    efektif dibandingkan Cefoxitin atau Cefotetan melawan kuman gram

    negatif.

    7. Cefoperazon dan Ceftazidim

    Obat Sefalosporin ini menghilangkan bakteri yang menyebabkan berbagai

    macam infeksi termasuk paru-paru, kulit, sendi, perut, darah, kandungan,

    dan saluran kemih.

    8. Cefprozil

    6

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    7/56

    Obat Sefalosporin ini mengobati infeksi seperti Otitis Media, infeksi

    jaringan lunak dan saluran nafas.

    9. Cefuroxim

    Cefuroxim digunakan untuk mengobati infeksi tertentu yang disebabkan

    oleh bakteri seperti; bronkitis, gonore, penyakit limfa, dan infeksi pada

    organ telinga, tenggorokan, sinus, saluran kemih, dan kulit.

    Farmakodinamik:

    Mekanisme kerja: sephalosporin generasi II yang berikatan dengan

    membran sel bakteri dan menginhibisi sintesis dinding sel

    Farmakodinamik:

    Absorbs: diabsorbsi cepat dari GIT

    Distribusi: protein binding 33-50%

    Metabolism: -

    Ekskresi: melalui urine

    Kontra indikasi: hipersensitifitas terhadap sefalosporin

    Efek samping: hipersensitifitas, gangguan GI, perubahan hematologi,

    superinfeksi

    10. Cefotaxim

    Cefotaxime digunakan untuk mengobati Gonore, infeksi pada ginjal

    (pyelonephritis), organ pernafasan, saluran kemih, meningitis, pencegahan

    infeksi pada proses operasi dan infeksi kulit dan jaringan lunak.

    Farmakodinamik

    Mekanisme kerja: sephalosporin generasi II yang berikatan dengan

    membran sel bakteri dan menginhibisi sintesis dinding sel

    7

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    8/56

    Farmakokinetik

    Absorbs:

    Disribusi: didistribusi luas termasuk CSF. Protein binding 30-50%

    Metabolism: dimetabolisme dihati menjadi metabolit aktif

    Ekskresi: melalui urine

    Kontra indikasi: alergi terhadap antibiotic terhadap golongan sefalosporin

    Efek samping: diare ringan, kram perut, jarang menimbulkan rush,

    pruritus, urtikaria, kandidiasis oral atau vagina.

    11. Cefotiam

    Memiliki aktivitas spetrum luas terhadap kuman gram negatif dan positif,

    tetapi tidak memiliki aktivitas terhadap Pseudomonas aeruginosa.

    12. Cefpodoxim

    Obat Sefalosporin ini menghilangkan bakteri yang menyebabkan berbagai

    macam infeksi seperti Pneumonia, Bronkitis, Gonore dan infeksi pada

    telinga, kulit, tenggorokan dan saluran kemih.

    13. Cefepim

    Obat Sefalosporin ini menghilangkan bakteri yang menyebabkan berbagai

    macam infeksi seperti Pneumonia, kulit, dan saluran kemih.

    Farmakodinamik

    Mekanisme kerja: Cephalosporin generasi IV yang berikatan dengan

    membran sel bakteri dan menginhibisi sintesis dinding sel.

    Farmakokinetik:

    Absorbs: diabsorbsi baik setelah di injeksi IM

    Distribusi: protein binding 20%

    Metabolism: -

    8

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    9/56

    Ekskresi: melalui urine

    Kontra indikasi: hipersensitifitas terhadap penisilin dan beta laktam

    lainnya

    Efek samping: hipersensitif: kemerahan, pruritus, demam. Saluran cerna:

    mual, muntah, konstipasi, nyeri abdomen.

    14. Cefpirom

    Obat Sefalosporin ini menghilangkan bakteri yang menyebabkan berbagai

    macam infeksi pada darah atau jaringan, paru-paru dan saluran nafas

    bagian bawah, serta saluran kemih.

    Efek samping sefalosporin tidak jauh berbeda dengan penisilin. Ruam

    nonpruritik dapat timbul pada 1% - 2,8% pasien dan bukan kontraindikasi

    pemberian sefalosporin berikutnya. Reaksi anafilaksis jarang terjadi dengan risiko

    anafilaksis sekitar 0,0001% - 0,1%. Reaksi anafilaksis sefalosporin pada pasien

    yang alergi penisilin juga tidak terbukti lebih besar. Reaksi silang dapat terjadi

    pada sefalosporin generasi pertama (cephalexin, cefadroxil, dan cefazolin) karena

    mempunyai struktur rantai kimia menyerupai penicilin atau amoksisilin. Namun,

    risiko reaksi silang tersebut sangat kecil (0,5%). Oleh karena itu, American

    Academy of Pediatrics merekomendasikan sefalosporin oral pada pasien yang

    alergi penisilin untuk tatalaksana otitis media dan sinusitis.

    KLORAMFENIKOL

    Kloramfenikol diisolasi pertama kali pada tahun 1947 dari Streptomyces

    venezuelae. Karena ternyata Kloramfenikol mempunyai daya antimikroba yang

    kuat maka penggunaan Kloramfenikol meluas dengan cepat sampai pada tahun

    1950 diketahui bahwa Kloramfenikol dapat menimbulkan anemia aplastik yang

    fatal.

    Efek antimikroba

    Kloramfenikol bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman. Yang

    dihambat adalah enzim peptidil transferase yang berperan sebagai katalisator

    untuk membentuk ikatan-ikatan peptida pada proses sintesis protein kuman.

    9

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    10/56

    Mekanisme kerja: derivate dihidtokloracetic yang menginhibisi sintesis protein

    bakteri dengan berikatan pada reseptor ribosomal bakteri.

    Efek toksis Kloramfenikol pada sel mamalia terutama terlihat pada sistem

    hemopoetik/darah dan diduga berhubungan dengan mekanisme kerja

    Kloramfenikol.

    Efek samping

    1. Reaksi hematologik

    Terdapat dalam 2 bentuk yaitu;

    Reaksi toksik dengan manifestasi depresi sumsum tulang.

    Kelainan ini berhubungan dengan dosis, menjadi sembuh dan pulih bila

    pengobatan dihentikan. Reaksi ini terlihat bila kadar Kloramfenikol dalam

    serum melampaui 25 mcg/ml.

    Bentuk yang kedua bentuknya lebih buruk karena anemia yang terjadi

    bersifat menetap seperti anemia aplastik dengan pansitopenia. Timbulnya

    tidak tergantung dari besarnya dosis atau lama pengobatan. Efek samping

    ini diduga disebabkan oleh adanya kelainan genetik.

    2. Reaksi alergi

    Kloramfenikol dapat menimbulkan kemerahan kulit, angioudem, urtikaria

    dan anafilaksis. Kelainan yang menyerupai reaksi Herxheimer dapat

    10

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    11/56

    terjadi pada pengobatan demam Tifoid walaupun yang terakhir ini jarang

    dijumpai.

    3. Reaksi saluran cerna

    Bermanifestasi dalam bentuk mual, muntah, glositis, diare dan

    enterokolitis.

    4. Sindrom gray

    Pada bayi baru lahir, terutama bayi prematur yang mendapat dosis tinggi

    (200 mg/kg BB) dapat timul sindrom Gray, biasanya antara hari ke 2

    sampai hari ke 9 masa terapi, rata-rata hari ke 4. Mula-mula bayi muntah,

    tidak mau menyusui, pernafasan cepat dan tidak teratur, perutkembung,

    sianosis dan diare dengan tinja berwarna hijau dan bayi tampak sakit berat.

    Pada hari berikutnya tubuh bayi menjadi lemas dan berwarna keabu-

    abuan; terjadi pula hipotermia (kedinginan).

    5. Reaksi neurologik

    Dapat terlihat dalam bentuk depresi, bingung, delirium dan sakit kepala.

    Penggunaan klinik

    Banyak perbedaan pendapat mengenai indikasi penggunaan kloramfenikol, tetapi

    sebaiknya obat ini hanya digunakan untuk mengobati demam tifoid, salmonelosis

    lain dan infeksi H. influenzae. Infeksi lain sebaiknya tidak diobati dengan

    kloramfenikol bila masih ada antimikroba lain yang lebih aman dan efektif.

    Indikasi: infeksi yang disebabkan salmonella. H influenza terutama infeksi

    meningeal, riketsia, bakteri Gr- penyebab bakterimia, meningitis

    Kontra indikasi: wanita hamil, menyusui, pasien profiria

    Kloramfenikol tidak boleh digunakan untuk bayi baru lahir, pasien dengan

    gangguan hati dan pasien yang hipersensitif terhadapnya.

    Sediaan

    11

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    12/56

    Kloramfenikol

    Terbagi dalam bentuk sediaan :

    1. Kapsul 250 mg,

    Dengan cara pakai untuk dewasa 50 mg/kg BB atau 1-2 kapsul 4 kali

    sehari.

    Untuk infeksi berat dosis dapat ditingkatkan 2 x pada awal terapi sampai

    didapatkan perbaikan klinis.

    2. Salep mata 1 %

    3. Obat tetes mata 0,5 %

    4. Salep kulit 2 %

    5. Obat tetes telinga 1-5 %

    Keempat sediaan topical di atas dipakai beberapa kali sehari.

    Kloramfenikol palmitat atau stearat

    Biasanya berupa botol berisi 60 ml suspensi (tiap 5 l mengandung

    Kloramfenikol palmitat atau stearat setara dengan 125 mg kloramfenikol).

    Dosis ditentukan oleh dokter.

    Kloramfenikol natrium suksinat

    Vial berisi bubuk kloramfenikol natrium suksinat setara dengan 1 g

    kloramfenikol yang harus dilarutkan dulu dengan 10 ml aquades steril atau

    dektrose 5 % (mengandung 100 mg/ml).

    Tiamfenikol

    Terbagi dalam bentuk sediaan :

    1. Kapsul 250 dan 500 mg.

    2. Botol berisi pelarut 60 ml dan bubuk tiamfenikol 1.5 g yang setelah

    dilarutkan mengandung 125 mg Tiamfenikol tiap 5 ml.

    MAKROLIDA

    ERITROMICIN

    12

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    13/56

    Eritromisin, turunan dari bakteri seperti jamur, streptomyces erythaeus

    pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 1950-an. Eritromisin

    menghambat sintesis protein. Dalam dosis rendah sampai sedang, obat ini

    mempunyai efek bakteriostatik dan dengan dosis tinggi efeknya bakteriostatik

    dan dengan dosis tinggi efeknya bakterisidal. Eritromisin dapat diberikan

    melalui oral atau intravena. Karena asam lambung merusak obat, berbagai

    garam eritromisin (contoh etilsuksinat, stearat dan estolat) dipakai untuk

    mengulangi disolusi (pecah menjadi partikel-partikel kecil) di dalam lambung

    dan memungkinkan absorbsi terjadi pada usus halus. Untuk pemakaian

    intravena, senyawa, eritromisin laktobionat dan eritromisin gluseptat, dipakai

    untuk meningkatkan absorbsi obat.

    Eritromisin aktif melawan hampir semua bakteri gram positif, kecuali

    staphylococcus aureus, dan cukup aktif melawan beberapa gram negatif. Obat

    ini sering diresepkan sebagai pengganti penisilin. Obat ini merupakan obat

    pilihan untuk pneumonia akibat mikroplasma dan penyakit legionnaire.

    Eritromisin dibuat oleh streptomyces erythreus dan secara kimiawi

    merupakan cincin lakton makrositik. Sering golongan antibiotika ini disebut

    sebagai makrolida. Ia mempunyai pka yang tinggi 8,8 dan senyawa induknya

    (basa/mungkin rentan terhadap keasaman lambung).

    A. Farmakokinetik

    Preparat eritromisin oral diabsorbsi dengan baik melalui saluran

    gastrointestinal. Obat ini tersedia untuk pemberian intravena, tetapi harus

    diencerkan dalam 100 ml salin atau dextrosa 5% dalam larutan air untuk

    mencegah plebitis atau rasa terbakar pada tempat suntikan. Obat ini

    mempunyai waktu paruh yang singkat dan efek pengikatnya pada proteinnya

    sedang. Obat ini diekstresikan ke dalam empedu, feses dan sebagian kecil

    dalam urine. Karenanya jumlah yang diekskresikan ke dalam urine sedikit,

    maka insufisiensi ginjal bahkan merupakan kontra indikasi bagi pemakaian

    eritromisin.

    B. Farmakodinamik

    13

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    14/56

    Eritromisin menekan sintesis protein bakteri. Mulai terjadi preparat oral

    adalah 1 jam. Waktu untuk mencapai puncak adalah 4 jam dan lama kerjanya

    adalah 6 jam.

    C. Efek Samping dan Reaksi Yang Merugikan

    Efek samping dan reaksi yang merugikan dari eritromisin adalah

    gangguan gastrointestinal, seperti mual dan muntah, diare dan kejang

    abdomen. Reaksi alergi terhadap eritromisin jarang terjadi. Heptotoksisitas

    (toksisitas hati) dapat terjadi jika obat dipakai bersama obat-obatan

    hepatotoksik lainnya seperti asetaminofen (dosis tinggi), fonotiazin dan

    sulfonamid. Eritromisin estolat (ilosone), nampaknya lebih mempunyai efek

    toksik pada liver dibandingkan dengan eritromisin lainnya. Kerusakan hati

    biasanya bersifat reversible jika obat dihentikan. Eritromisin tidak boleh

    dipakai bersama klindomisin atau linkomisin karena mereka bersaing untuk

    mendapatkan reseptor.

    Obat Dosis Pemakaian & PertimbanganEritromisin basa

    (E-mycin, ilotycin)

    D : PO : 250-500 mg/6

    jamA : PO : 30-50 mg/kg/hr

    dalam dosis

    terbagi (setiap 6

    jam)

    Tablet enterik-coated untuk mencegah

    asam lambung merusak obat. Dosis >tinggi diperlukan untuk infeksi yang berat.

    Eritromisin stearat

    (Erythromicin)

    Sama seperti E-mycin Stabil dalam asam. Tidak boleh dipakai

    bersama makanan. Dalam bentuk tablet

    salutEritromisin

    etilsuksimat (E.E.S., E-

    mycin E, pediamycin)

    Sama seperti E-mycin Tidak terpengaruh oleh makanan.

    Tersedia dalam bentuk cair, tablet kunyah

    dan tablet salut.Eritromisin estolat

    (ilosone)

    Sama seperti E-mycin Tersedia dalam bentuk cair, tablet kunyah,

    tablet dan kapsul. Ada kaitan antara

    hepatotoksistas dengan garam estolat.Eritromisin laktoblonat

    (Erythrocin

    lactobionate-I.V)

    D : IV : 1-49/hr dalam

    dosis terbagi 4

    (setiap 6 jam)

    A : IV : 15-20 mg/kg/hr

    Untuk pemberian intravena.

    14

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    15/56

    dalam dosis

    terbagi 4D : Dewasa A : Anak-anak PO : peroral

    D. Mekanisme Kerja

    Eritromisin menghambat sintesis protein yang tergantung RNA. Pada

    sub unit ribosom 50 S menyekat reaksi-reaksi transpeptidasi dan translokasi.

    Terdapat bukti yang menggambarkan bahwa eritromisin dapat paling sedikit

    sebagian menempati suatu tempat pengikatan bersama-sama dengan

    klindamisin.

    1. Spektrum aktivitas utama eritromisin melawan organisme-organisme gram

    positif meskipun beberapa jenis bakteri gram negatif mungkin rentan juga.

    Treponema, mycoplasma, chlamydia dan ricketsia dapat rentan.

    2. Obat ini terutama bersifat bacteriostatik tetapi pada konsentrasi lebih

    tinggi dan terutama terhadap bakteri gram positif dapat bersifat

    bakteriosid.

    3. Ia basa lemah dan secara bermakna lebih aktif pada pH alkali daripada

    pada pH netral atau asam.

    4. Resistensi terhadap eritromisin dapat terjadi oleh mekanisme berikut ini :

    a. Ketidakmampuan antibiotika untuk menembus mikroba.

    b. Perubahan tempat reseptor pada ribosom 50 S.

    c. Metilasi adenin.

    E. Farmakologi Klinis

    V.1. Kerentanan

    Kerentanan in vitro untuk patogen yang tersering diisolasi diperlihatkan

    dalam tabel. Terlihat aktivitas yang selalu tinggi terhadap S. pneumoniae dan

    strepptococcus grup A, meskipun kadang-kadang dapat ditemukan isolat-isolat

    yang resisten. Aktivitas in vitro terhadap S. aureus (meskipun dapat terbukti

    rentan dengan tes in vitro) dapat menghasilkan seleksi resitensi. Resistensi ini

    dikenal sebagai resistensi yang tidak berhubungan, memilih sebagian kecil

    populasi yang resisten.

    15

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    16/56

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    17/56

    500 0,3 1,9- Estolat Oral 250

    500

    2 4

    3,5 4

    1,4 1,7

    4,2 a (1,1) b

    - Etilsuksinat Oral 500 0,5 2,5 1,5 a (0,6) b

    - Gluseptat IV 250

    1000

    Segera

    1

    3,5 10,7

    9,9- Laktobionat IV 200

    500

    Segera

    1

    3 4

    9,9- Stearat Oral 250 (puasa)

    500 (puasa)

    500 (puasa)

    3

    3

    3

    0,2 0,7

    0,4 1,8

    0,1 0,4

    b. Kira-kira 40% obat terikat. Ia menetap di dalam jaringan lebih lama

    daripada di dalam darah.

    c. Jika konsentrasi darah rata-rata yang diambil sebagai 1,0 maka

    konsentrasi pada tempat-tempat tubuh lainnya sehingga empedu 30;

    telinga tengah 0,7; cairan prostat 0,4; cairan serebrospinalis (tanpa

    peradangan) < 0,01; cairan serebrospinalis (dengan peradangan) < 0,1.

    d. Eritromisin dipekatkan oleh hati dan diekskresi ke dalam empedu.

    Terdapat sirkulasi enterohepatik. Jumlah obat antik yang dapat

    ditemukan dalam urine kurang dari 15%.

    e. Waktu paruh serum 1 jam dengan kadar serum yang adekuat,

    tersedia selama sampai 6 jam biasanya tidak diperlukan penentuan

    dosis pada kegagalan ginjal.

    f. Eritromisin tidak dapat dikeluarkan oleh dialisis peritoneal maupun

    kemodialisis.

    F. Indikasi Penggunaan (Tabel 5.3.)

    Indikasi primer dan sekunder penggunaannya disajikan dalam tabel :

    1. Guna utama sebagai pengganti penisilin.

    2. Penggunaan lainnya meliputi terapi legionella pneumophilla (penyakit

    legionnaire) dan mycoplasma pneumoniae.

    17

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    18/56

    3. Penerapan klinis modifikasi kimia eritromisin sama seperti yang dijelaskan

    untuk eritromisinnya sendiri.

    Indikasi dan dosis eritromisin

    Indikasi Dosis orang dewasa Primer

    Difteria

    (LP)

    mycoplasma pneumoniae

    Stadium pembawa (carrier) 500 mg

    IV diikuti dengan oral 10 hari

    - 0,5 1,09 qid PD atau IV

    - 0,5 gm tid qid PO atau IV

    - 0,5 qid PO Sekunder

    Infeksi dan anaerob

    bionkopulmonum infeksi

    streptokokus grap a, b, c, g

    Gonore

    Genital

    Diseminata

    Profilaksis endokarditis bakterialis(pada tindakan gigi)

    Profilaksis demam reumatik

    Infeksi streptococcus pneumoniae

    Sifilis

    Arggid

    - 250 500 mg qid PO 10 hari

    - 1,5 qid PO diikuti dengan 500

    mg qid selama 4 hari

    - 500 mg setiap 6 jam IV (3 hari)

    / PO (5 hari)

    - 1 PO 1 2 jam sebelum

    tindakan kemudian 500 mg qidPO selama 4 dosis

    - 250 mg qid PO

    - 250 500 mg qid PO 10 hari

    G. Toksisitas dan Efek Samping

    Eritromisin slah satu antibiotika terlama yang digunakan saat ini. Yang

    berikut ini harus diperhatikan :

    1. Iritasi : mual, muntah, diare yang berhubungan dengan dosis memperbaiki

    gejala-gejala ini.

    2. Alergi.

    3. Hepatitis kolestatik terjadi dengan estolat.

    4. Peningkatan SGOT positif palsu.

    5. Stenosis pilorus hipertrofik pada bayi.

    6. Super infeksi kolon dan vagina.

    18

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    19/56

    Spiramisin

    Spiramisin adalah antibiotika golongan Makrolida yang dihasilkan oleh

    Streptomyces ambofaciens. Secara in vitro (tes laboratorium) aktivitas antibakteri

    Spiramisin lebih rendah daripada Eritromisin.

    Sediaa yang tersedia dari spiramisin adalah bentuk tablet 500 mg.

    Seperti Eritromisin, Spiramisin digunakan untuk terapi infeksi rongga mulut dan

    saluran nafas. Spiramisin juga digunakan sebagai obat alternatif untuk penderita

    Toksoplasmosis yang karena suatu sebab tidak dapat diobati dengan Pirimentamin

    dan Sulfonamid (misalnya pada wanita hamil, atau ada kontra indikasi lainnya).

    Efeknya tidak sebaik Pirimentamin dan Sulfonamid.

    Pemberian oral kadang-kadang menimbulkan iritasi saluran cerna.

    Roksitromisin

    Roksitromisin adlah derivat Eritromisin yang diserap dengan baik pada pemberian

    oral. Obat ini lebih jarang menimbulkan iritasi lambung dibandingkan dengan

    Eritromisin. Juga (bioavailabilitas) kadar obat yang tersedia tidak banyak

    terpengaruh oleh adanya makanan dalam lambung. Kadar obat dalam darah dan

    plasma lebih tinggi dari Eritromisin.

    Bentuk sediaan yang beredar adalah tablet atau kapsul 150 mg dan 300 mg.

    Indikasinya diperuntukkan untuk infeksi THT, saluran nafas bagian atas dan

    bawah seperti bronkitis akut dan kronik, penumonia, uretritis (selain Gonore) akut

    dan kronis, infeksi kulit seperti pioderma, impetigo, dermatitis dengan infeksi,

    ulkus pada kaki.

    Klaritromisin

    Klaritromisin juga digunakan untuk indikasi yang sama denga Eritromisin. Secara

    in vitro (di laboratorium), obat ini adalah Makrolida yang paling aktif terhadap

    Chlamydia trachomatis.

    Absorpsinya tidak banyak dipengaruhi oleh adanya makanan dalam lambung.

    Efek sampingnya adalah iritasi saluran cerna (lebih jarang dibandingkan dengan

    iritasi saluran cerna dan peningkatan enzim sementara di hati.

    19

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    20/56

    Klaritromisin juga meningkatkan kadar Teofilin dan Karbamazepin bila diberikan

    bersama obat-obat tersebut.

    Azitromisin

    Azitromisin digunakan untuk mengobati infekti tertentu yang disebabkan oleh

    bakteri seperti bronkitis, pneumonia, penyakit akibat hubungan seksual dan

    infeksi dari telinga, paru-paru, kulit dan tenggorokan.

    Azitromisin tidak efektif untuk pilek, flu atau infeksi yang disebabkan oleh virus.

    Bentuk sediaan dari Azitromisin adalah tablet atau suspensi oral (cairan).

    Biasanya digunakan dengan atau tanpa makanan satu kali sehari selama 1-5 hari.

    Agar membantu anda ingat minum Azitromisin, minumlah pada jam yang sama

    setiap harinya. Minumlah azitromisin sesuai dosis yang ada. Jangan lebih atau

    kurang dari dosis yang ditentukan oleh dokter. Kocok sirup dengan baik sebelum

    dipakai untuk mencampur obat dengan baik. Gunakan syringe yang tersedia untuk

    mengukur dengan tepat dosis yang anda gunakan. Setelah itu bersihkan syringe

    dengan air. Untuk tablet harus diminum dengan segelas air penuh.

    Habiskan obat yang diresepkan, walaupun anda merasa sudah baik atau sembuh.

    Hal ini untuk menghindari bakteri menjadi resistensi bila pengobatan tidak

    diselesaikan.

    RESUME MAKROLIDA

    a. Farmakokinetik

    Preparat eritromisin oral diabsorbsi dengan baik melalui saluran

    gastrointestinal. Obat ini tersedia untuk pemberian intravena, terapi harus

    diencerkan dalam 100 ml salin atau dextrosa 5% dalam larutan air untuk

    mencegah plebitis atau rasa terbakar pada tempat suntikan.

    b. Farmakodinamik

    Eritromisin menekan sintesis protein bakteri.

    c. Efek samping dan reaksi yang merugikan

    Efek samping dan reaksi yang merugikan dari eritromisin adalah gangguan

    gastrointestinal, seperti mual dan muntah, diare dan kejang abdomen.

    d. Mekanisme kerja

    20

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    21/56

    Eritromisin menghambat sintesis protein yang tergantung RNA pada sub

    unit ribosom 50 S menyekat reaksi-reaksi transpeptidasi dan translokasi.

    e. Farmakologi klinis

    1. Kerentanan

    2. Kadar darah dan jaringan yang diperlukan

    f. Indikasi penggunaan

    Indikasi primer dan sekunder penggunaannya disajikan dalam tabel.

    1. Guna utama sebagai pengganti penisilin.

    2. Penggunaan lainnya meliputi terapi legionella pneumophilla (penyakit

    legionnaire) dan mycoplasma pneumoniae.

    3. Penerapan klinis modifikasi kimia eritromisin.

    g. Toksisitas dan efek samping

    1. Iritasi

    2. Alergi

    3. Hepatitis kolestatik terjadi dengan estolat

    4. Peningkatan SGOT positif palsu

    5. Stenosis pilorus hipertrofik pada bayi

    6. Super infeksi kolon dan vagina

    AMINOGLIKOSIDA

    GENTAMISIN

    Farmakodinamik

    Mekanisme kerja: golongan aminoglikosida yang secara ireversibel berikatan

    pada protein ribosom bakteri

    Farmakokinetik

    Absorbs: absorbs cepat dan sempurna setelah injeksi IM

    Distribusi: protein binding

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    22/56

    Indikasi: septicemia dan sepsis pada neonates, meningitis dan infeksi SSP

    lainnya, infeksi bilier, pielonefritis dan prostatitis akut, endokarditiskarena streptococcus viridians atau streptococcus faecalis, pneumonia

    nosokomial.

    Kontra indikasi: kehamilan, miatenia gravis

    Efek samping: gangguan vestibuler dan pendengaran, nefrotoksisitas,

    hipomagnesemia pada pemberian jangka panjang, colitis karena antibioti

    STREPTOMISINFarmakodinamik

    Mekanisme kerja: aminoglikosida yang berikatan secara langsung pada subunit

    ribosom 30S menyebabkan kegagalan rangkaian peptide pembentuk rantai protein

    Farmakokinetik

    Absorbs: konsentrasi maksimum setelah injeksi -2 jam

    Distribusi: terikat protein plasma darah, terdistribusi ke air susu ibu, konsentrasi

    yang tinggi terdapat di ginjal

    Ekskresi: ginjal

    Indikasi: tuberkulosis dalam kombinasi dengan obat lain

    Kontra indikasi: hipersensitifitas terhadap aminoglikosida lainnya

    Efek samping: hipertensi, sakit kepala, demam, rash, nausea, vomiting,

    anemia, arthralgia, tremor, kelemahan.

    TETRASIKLIN

    Farmakodinamik

    Mekanisme kerja: tetrasiklin menginhibisi sintesis protein bakteri dengan

    berikatan pada ribosom

    Farmakokinetik

    22

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    23/56

    Absorbs: diabsorbsi cepat di GIT

    Distribusi: protein binding 30-60%, CSF, jaringan tubuh, cairan tubuh, saliva,

    mata, paru-paru, melintasi plasenta

    Metabolism:-

    Ekskresi: eliminasi di feses melalui system bilier, ekskresi melalui urine

    Indikasi: abses, akne, amubiasis, antraks, disentri basiler, bronchitis akut

    dan kronis

    Kontra indikasi: tetrasiklin dideposit di jaringan tulang dan gigi yang

    sedang tumbuh sehingga menyebabkan pewarnaan dan kadang-kadang

    hipoplasia pada gigi, gangguan ginjal, hamil,

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    24/56

    ANTIBIOTIK TOPIKAL

    Ada dua pertimbangan dasar pemilihan antibiotika pada penanganan berbagai

    penyakit telinga, hidung dan tenggorokan, yaitu:

    1. Dapat terdistribusi dengan baik pada jaringan yang terinfeksi

    2. Spektrum yang luas meliputi organisme yang ditemui pada infeksi telinga,

    hidung, tenggorok

    Pada kasus infeksi telinga, hidung dan tenggorok, khususnya pada bagian telinga

    prinsip terapi yang dianjurkan adalah pembersihan secara lokal kavum timpani

    dan liang telinga luar disertai pemberian obat lokal berupa antibiotik tetes telinga.

    Pemberian antibiotika topikal jauh lebih baik dibanding pemberian secara oral

    karena dalam waktu singkat sudah ditemui dengan konsentrasi tinggi pada mukus

    dan debris ditelinga tengah. Keluarnya sekret menandakan adanya perforasi

    membrana timpani, oleh karena itu penggunaan antibiotik topikal menjadi praktis

    dan bermanfaat

    Ada beberapa pendapat mengenai penggunaan antibiotika topikal untuk penyakit

    infeksi telinga, Riff menganjurkan irigasi dengan garam faal agar lingungan

    bersifat lebih asam dan merupakan media buruk untuk tumbuh kuman. Selain itu

    dikatakan bahwa tempat infeksi pada telinga yang seringkali terjadi pada telinga

    tengah sulit dicapai oleh antibiotika topikal

    Djaafar dan Gitowirjono menggunakan antibiotika topikal sesudah irigasi sekret

    profus dengan hasil yang cukup memuaskan, kecuali kasus dengan jaringan

    patologis yang menetap pada telinga tengah dan mastoid. Naser

    Aminifarshhidmehr (1996) dari Kuwait melaporkan irigasi asamasetat 2%

    menyebabkan keringnya sekret telinga pada 74 penderita otitis media supuratif

    (77%) dan pada 19 orang di antaranya (19%) perforasi membrana timpani

    menutup secara spontan. Supaya didapatkan hasil yang efektif, larutan yang

    dipergunakan harus dilarutkan dalam cairan higroskopik; propylene glycol adalah

    yang terbaik untuk keperluan ini.

    Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai ke telinga

    tengah, maka tidak dianjurkan menggunakan antibiotika yang ototoksik dan

    24

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    25/56

    lamanya tidak lebih dari satu minggu. Cara pemilihan antibiotika yang paling baik

    ialah berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi.

    Preparat antibiotika topikal untuk infeksi telinga tersedia dalam bentuk tetes

    telinga dan mengandung antibiotika tunggal atau antibiotika dalam kombinasi,

    jika perlu ditambahkan kortikosteroid untuk mengatasi manifestasi alergi lokal.

    Antibiotika topikal yang sering digunakan untuk pengobatan infeksi telinga

    adalah:

    1) Ofloksasin

    Merupakan derivat quinolon; sediaan yang terdapat dipasaran adalah

    berupa otic solution 0,3%. Pada penelitian secara in vitro ofloksasin

    mempunyai aktivitas yang kuat untuk bakteri Gram negatif dan Gram

    positif dan bekerja dengan cara menghambat enzim DNA gyrase. DNA

    gyrase adalah suatu enzim yang berperan dalam mengontrol topologi DNA

    dan replikasi DNA sehingga sintesis DNA dari kuman akan terhambat.

    Ofloksasin efektif terhadap kuman aerob Gram positif seperti

    Staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumonia serta untuk kuman

    aerob Gram negatif seperti H. influenza, M.catarrhalis, P. mirabilis dan P.

    aeruginosa.

    Konsentrasi ofloksasin ditemukan cukup tinggi di mukosa telinga tengah.

    Pada penderita OMSK dengan perforasi membrana timpani, konsentrasi

    tinggi ofloksasin telah ditemukan 30 menit setelah pemberian solusio

    ofloksasin 0,3%.

    2) Kloramfenikol

    Losin et. al (1983) melakukan penelitian pada 30 penderita OMSK jinak

    aktif mendapatkan bahwa sensitifitas kloramfenikol terhadap masing-

    masing kuman adalah sebagai berikut:

    Bacteroides sp. (90%), Proteus sp. (73,33%), Bacillus sp.(62,23%),

    Staphylococcus sp. (60%), dan Pseudomonas sp.(14,23%). Amadasun

    (1991) melakukan penelitian pada penderita OMSK jinak aktif yang tidak

    sembuh mendapatkan bahwa kloramfenikol tidak efektif terhadap kuman

    25

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    26/56

    Gram negatif terutama Pseudomonas sp. dan Proteus sp. Penelitian

    tersebut menunjukkan sensitifitas kedua kuman tersebut yang dominan

    pada OMSK jinak aktif terhadap khloramfenikol sebesar 16% dibanding

    gentamisin sebesar 28%.

    3) Polimiksin B atau Polimiksin E

    Obat ini bersifat bekterisid terhadap kuman Gram negatif, Pseudomonas,

    E. coli, Klebsiella dan Enterobakter tetapi tidak efektif (resisten) terhadap

    kuman Gram positif seperti Proteus dan B. fragilis dan toksik terhadap

    ginjal dan susunan saraf.

    4) Gentamisin

    Gentamisin adalah antibiotika derivat aminoglikosida dengan spektrum

    yang luas dan aktif untuk melawan organisme Gram positif dan Gram

    negatif termasuk Pseudomonas sp.,

    Proteus sp. dan Staphylococcus sp. Pemberian jangka pendek gentamisin

    0,3% secara tunggal tanpa kombinasi di samping biayanya murah juga

    sangat efektif untuk melawan organisme berspektrum luas terutama

    Pseudomonas aeruginosa.

    Penambahan steroid akan menyebabkan peningkatan biaya dua kali lipat.

    Penelitian Browning, Gatehouse and Calder (1988) mendapatkan bahwa

    penambahan steroid pada tetes telinga gentamisin 0,3% tidak

    meningkatkan efektivitasnya, hasilnya tidak lebih baik dari placebo.

    26

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    27/56

    Salah satu bahaya dari pemberian gentamisin tetes telinga adalah

    kemungkinan terjadinya kerusakan telinga dalam. Telah diketahui bahwa

    pemberian gentamisin secara sistemik akan menyebabkan efek ototoksik.

    Podoshin, Fradis dan Ben David (1989) pada penelitiannya menganjurkan

    untuk tidak memberikan gentamisin dan aminoglikosida tetes telinga

    lainnya untuk penanganan OMSK jangka panjang.

    5) Ofloksasin

    Merupakan derivat quinolon; sediaan yang terdapat dipasaran adalah

    berupa otic solution 0,3%. Pada penelitian secara in vitro ofloksasin

    mempunyai aktivitas yang kuat untuk bakteri Gram negatif dan Gram

    positif dan bekerja dengan cara

    menghambat enzim DNA gyrase. DNA gyrase adalah suatu enzim

    yang berperan dalam mengontrol topologi DNA dan replikasi DNA

    sehingga sintesis DNA dari kuman akan terhambat.

    Ofloksasin efektif terhadap kuman aerob Gram positif seperti

    Staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumonia serta untuk kuman

    aerob Gram negatif seperti H. influenza, M.catarrhalis, P. mirabilis dan P.

    aeruginosa.

    Konsentrasi ofloksasin ditemukan cukup tinggi di mukosa telinga

    tengah. Pada penderita OMSK dengan perforasi membrana timpani,

    konsentrasi tinggi ofloksasin telah ditemukan 30 menit setelah pemberian

    solusio ofloksasin 0,3%.

    Antibiotika topikal golongan kuinolon yang lain adalah

    siprofloksasin 0,3%,penelitian Utji (1999) mendapatkan bahwa pemakaian

    tetes 0,3% siprofloksasin pada penderita OMSK lebih berhasil guna dan

    lebih murah dibanding pemakaian tetes telinga kloramfenikol, dan tidak

    dijumpai efek ototoksik .

    Keuntungan lain pemakaian tetes telinga dari golongan kuinolon

    adalah dapat diberikan secara tunggal tanpa antibiotik oral dan dosis

    27

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    28/56

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    29/56

    satu sinus, tapi bisa beberapa bahkan semua sinus. Kondisi terakhir lebih dikenal

    dengan sebutan pansinusitis .

    Serangan sinusitis akut terjadi disebabkan terutama oleh rhinitis. Tak ayal

    jika penyakit ini dikenal juga rhinosinusitis. Acute bacterial rhinosinusitis (ABRS)

    biasanya berangkat juga dari infeksi virus saluran napas atas, gangguan

    imunodefisiensi, dan trauma yang bisa menyebabkan infeksi bakteri.

    Biasanya sinusitis akut bisa sembuh dengan sendirinya. Tapi untuk

    mempercepat penyembuhan dan mencegah komplikasi lebih lanjut ke arah kronik,

    bisa diberikan antibiotik dan antiinflamasi. Pemberian antibiotik poten seperti

    sefalosporin, kotrimoksazol, azitromisin, klaritromisin, dan kombinasi amoksisilin

    serta ampisilin dengan asam klavulanat dapat dipertimbangkan.

    Sementara kasus sinusitis kronik, inflamasi menetap lebih dari tiga bulan,

    perlu ditangani oleh tenaga spesialis yakni THT. Pasalnya, selain cukup sulit

    untuk menegakkan diagnosa karena keluhan yang tidak khas, sinusitis kronik

    kerap hadir bersama dengan penyakit lain, semisal asma atau alergi. Biasanya,

    pengobatan yang diberikan untuk mengatasi penyakit penyerta tersebut bisa juga

    membantu mengatasi sinusitis kronik.

    Berdasarkan panduan Mayo clinic, pemberian antibiotik tidak begitu

    membantu dalam penanganan sinusitis kronik. Pengobatan yang

    direkomendasikan adalah pemberian anti-histamin, semprot hidung steroid, dan

    steroid sistemik. Pengobatan harus disesuaikan dengan gejala dan tingkat

    keparahannya. Efek sedasi dari anti histamin konvensional, sekarang telah ter-

    cover dengan ditemukannya generasi baru yang lebih baik profil keamanannya.

    Untuk intervensi awal untuk mengatasi gejala sinusitis bisa diberikan

    dekongestan. Obat jenis ini bekerja dengan menyempitkan pembuluh darah di

    hidung dan menghambat serta menurunkan risiko menjadi sinusitis parah akibat

    virus atau bakteri. Dekongestan banyak tersedia di pasaran dengan berbagai

    bentuk preparat; semprot, tetes, dan inhaler.

    Zat aktif yang biasa digunakan pada dekongestan nasal mencakup

    oxymetazoline, xylometazoline, phenylephrine, naphazoline, dan

    tetrahydrozoline. Oxymetazoline dan xylometazoline merupakan dekongestan

    29

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    30/56

    kerja panjang yang mulai berefek dalam beberapa menit dan tetap efektif selama

    6-8 jam. Saat menggunakan semprot hidung, pasien harus menyemprotkan tiap

    lubang hidung sekali. Setelah beberapa menit hingga obat diserap mukosa hidung,

    baru dilakukan semprotan kedua.

    Berikut beberapa semprot steroid yang biasa digunakan untuk penanganan

    rhinosinusitis atau sinusitis :

    1. Fluticasone propionate

    Farmakologi

    Fluticasone propionate adalah suatu kortikosteriod trifluorinasi yang bisa diberikan dalam

    formula intra. Studi in vitro pada cloned human glucocorticoid receptor system tampak 3

    -5 kali lebih potensial ketimbang dexamethasone. Pada uji klinis pada dewasa, fluticasone propionate dalam spray menurunkan eusinofil mukosa nasal 66% (plasebo 35%) dan

    basofil 39% (placebo 28%). Spray ini, seperti kortikosteroid lainnya tidak memiliki efek

    yang mulai segera atau cepat mengatasi gejala alergi. Pengurangan gejala hidup dicatat

    terjadi setelah 12 jam pemberian spray. Serupa juga dengan kortisteroid jenis lain, saat

    pemberian dihentikan, gejala tidak muncul untuk beberapa hari.

    Bagaimana mekanisme fluticasone propionate mengatasi gejala rhinitis alergi atau

    sinusitis tidak diketahui. Tapi diperkirakan kortikosteroid berefek pada sejumlah besar sel

    (sel mast, eusinofil, neutrofil, makrofag, dan limfosit) dan banyak mediator (histamin,

    eikoanoid, leukotrien, dan sitokin) yang terlibat dalam proses inflamasi.

    Pemberian fluticasone propionate secara intranasal memiliki bioavailabilitas absolut

    kurang dari 2%. Persentase fluticasone propionate terikat dengan protein plasma sekitar

    91. Klirens darah total fluticasone propionate cukup tinggi (sekitar1.093 mL/min),

    dengan klirens renal < 0,02% dari total. Satu-satunya metabolit yang berhasil dideteksi

    adalah turunan asam karboksilat-17 yang dibentuk melalui jalur sitokrom cytochrome

    P450 3A4. Pada pemberian intravena, waktu paruh sekitar 7,8 jam.

    Indikasi

    30

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    31/56

    Mengobati dan sebagai profilaksis rhinitis alergi musiman atau perennial dan sinusitis

    Dosis & Cara Pemberian

    Dewasa dan anak 12 tahun keatas : 2 semprotan pada tiap lubang hidung (tiap semprot

    mengandung 50 mcg fluticasone propionate) sekali sehari, dianjurkan pada pagi hari.

    Pada beberapa kasus kadang dibutuhkan 2 semprotan 2 kali sehari. Maksimal semprotan

    tiap hidung per hari adalah 4 semprot.

    Anak usia 4-11 tahun : satu semprotan per hari untuk tiap lubang hidung dan sebaiknya

    diberikan pada pagi hari. Pada beberapa kasus, kadang dibutuhkan satu semprot dua kali

    sehari. Maksimal semprotan per hari adalah 2 semprot untuk tiap lubang hidung.

    KontraindikasiHipersensitif

    Peringatan

    Hati-hati pada pasien hamil dan infeksi saluran hidung. Hati-hati saat

    mengalihkan pasien dari terapi steroid sistemik. Terapi tambhan perlu diberikan

    selama musim panas yang banyak alergen.

    Efek Samping

    Hidung dan tenggorokan kering terkadang disertai iritasi, rasa tidak enak, bau dan

    epitaksis.

    Nama dagang

    Cutivate, Flixonase

    2. Budenoside

    Farmakologi

    Budesonide adalah kortikosteroid sintetik yang memiliki aktivitas glukokortikoid

    potensial dan aktivitas mineral kortikoid lemah. Budesonide diperkirakan mengatasi

    alergi rhinitis atau sinusitis melalui aktivitas hambatannya pada serangkaian luas sel

    (yakni sel mast, eusinofil, neutrofil, makrofag, dan limfosit) dan mediator (histamine,

    eicosanoid, leukotrien, dan sitokin) yang terlibat dalam inflamasi yang dimediatori oleh

    alergen.

    Budesonide diabsorpsi relatif baik setelah pemberian inhalasi maupun oral, dan secara

    cepat dimetabolisme menjadi metabolit dengan potensi kortikosteroid rendah. Makanya

    efek budesonide dari semprot hidup diperkirakan berasal dari obat induk, yakni

    budesonide.

    31

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    32/56

    Setelah pemberian intranasal budesonide, kadar puncak plasma dicapai pada sekitar 0,7

    jam. Sekitar 34% dari dosis intranasal mencapai sirkulasi sistemik dibandingkan dengan

    pemberian intravena. Budesonide yang diabsorpsi dari saluran cerna, bioavailabilitasnya

    rendah sekali sekitar 10%. Hal ini karena efek metabolisme lintas pertama yang cukup

    ekstensif di hati.

    Ikatan protein budesonide secara in vitro terlihat konstan (8590%) dari suatu range

    konsentrasi (1-100 nmol/L). Waktu paruh terminal sekitar 2-3 jam. Setelah pemberian

    nasal spray pada anak tampak bahwa konsentrasi puncak plasma dan waktu parah sama

    antara anak dan dewasa. Anak memiliki kadar plasma dua kali orang dewasa terutama

    untuk mereka dengan perbedaan bobot badan.

    Indikasi

    Mengobati dan sebagai profilaksis rhinitis alergi musiman atau perennial dan sinusitis.

    Dosis & Cara Pemberian

    Dosis awal untuk dewasa dan anak >6 tahun : 64 mcg per hari. Berikan 2 semprotan (64

    mcg) tiap lubang hidung pada pagi hari atau satu semprotan (32 mcg) pada pagi hari dan

    satu semprotan lagi di malam hari. Dosis maksimum dewasa dan anak >12 tahun : 256

    mcg per hari yang diberikan 4 semprot tiap lubang hidung sekali sehari. Sementara dosis

    maksimum anak (

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    33/56

    (histamine, eicosanoid, leukotrien, dan sitokin) yang terlibat dalam inflamasi yang

    dimediatori oleh alergen

    Indikasi

    Profilaksis dan mengobati gejala rhinitis atau sinusitis musiman atau parennial.

    Dosis & Cara Pemberian

    Dewasa dan anak >12 tahun : 2 semprotan (50 mcg/semprot) pada tiap lubang hidung

    sekali sehari. Total dosis 200 mcg.

    Efek samping

    Pendarahan, mukur bercampur darah, keluar flek darah, faringitas, nasal burning,

    dan iritasi hidung. Kontraindikasi

    Hipersensitif, infeksi local pada mukosa hidung yang tidak diobati, infeksi jamur

    lokal di hidung dan faring.

    Nama dagang

    Nasonex

    Efektif sbg sediaan semprot hidung (absorbsi sitemik minimal dan efek samping

    terlokalisir). Steroid topikal lebih efektif dari pada antihistamin untuk

    menyembuhkan gejala hidung pada rinitis alergika dan nonalergika. Merupakan

    obat pilihan untuk rhinitis tipe perennial, dan dapat digunakan untuk rhinitis

    seasonal. Nasal steroid diketahui memiliki efek samping yang sedikit.

    KORTIKOSTEROID TOPIKAL

    Kortikosteroid merupakan derivat dari hormon kortikosteroid yang dihasilkan

    oleh kelenjar adrenal. Hormon ini memainkan peran penting pada tubuh termasuk

    mengontrol respon inflamasi. Kortikosteroid terbagi kepada dua golongan utama

    yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid. Golongan glukokortikoid adalah

    kortikosteroid yang efek utamanya terhadap penyimpanan glikogen hepar dan

    khasiat anti-inflamasinya nyata, sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air

    dan elektrolit kecil atau tidak berarti. Prototip untuk golongan ini adalah kortisol

    dan kortison, yang merupakan glukokortikoid alam. Terdapat juga glukokortikoid

    sintetik, misalnya prednisolon, triamsinolon, dan betametason.

    33

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    34/56

    Golongan mineralokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya terhadap

    keseimbangan air dan elektrolit, sedangkan pengaruhnya terhadap penyimpanan

    glikogen hepar sangat kecil. Prototip dari golongan ini adalah

    desoksikortikosteron. Umumnya golongan ini tidak mempunyai khasiat anti-

    inflamasi yang berarti, kecuali 9 -fluorokortisol, meskipun demikian sediaan ini

    tidak pernah digunakan sebagai obat anti-inflamasi karena efeknya pada

    keseimbangan air dan elektrolit terlalu besar.

    Berdasarkan cara penggunaannya kortikosteroid dapat dibagi dua yaitu

    kortikosteroid sistemik dan kortikosteroid topikal. Tetapi pada pembahasan

    selanjutnya kami akan lebih banyak membahas tentang kortikosteroid topikal.

    Kortikosteroid topikal adalah obat yang digunakan di kulit pada tempat tertentu.

    Ia merupakan terapi topikal yang memberi pilihan untuk para ahli kulit dengan

    menyediakan banyak pilihan efek pengobatan yang diinginkan, diantaranya

    termasuk melembapkan kulit, melicinkan, atau mendinginkan area yang dirawat.

    II. Farmakologi

    Semua hormon steroid sama-sama mempunyai rumus bangun

    siklopentanoperhidrofenantren 17-karbon dengan 4 buah cincin yang diberi label

    A D (Gambar 1). Modifikasi dari struktur cincin dan struktur luar akan

    mengakibatkan perubahan pada efektivitas dari steroid tersebut. Atom karbon

    tambahan dapat ditambahkan pada posisi 10 dan 13 atau sebagai rantai samping

    yang terikat pada C17. Semua steroid termasuk glukokortikosteroid mempunyai

    struktur dasar 4 cincin kolestrol dengan 3 cincin heksana dan 1 cincin pentana.

    Hormon steroid adrenal disintesis dari kolestrol yang terutama berasal dari

    plasma. Korteks adrenal mengubah asetat menjadi kolestrol, yang kemudian

    dengan bantuan enzim diubah lebih lanjut menjadi kortikosteroid dengan 21 atom

    karbon dan androgen lemah dengan 19 atom karbon. Hormon steroid pada

    prekursor serta metabolitnya memperlihatkan perbedaan pada jumlah dan jenis

    gugus yang tersubstitusi, jumlah serta lokasi ikatan rangkapnya, dan pada

    konfigurasi stereokimiawinya. Tatanama yang tepat untuk menyatakan formulasi

    kimiawi ini sudah disusun. Atom karbon yang asimetris (pada molekul C21)

    memungkinkan terjadinya stereoisomerisme. Gugus metil bersudut (C19 dan C18)

    34

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    35/56

    pada posisi 10 dan 13 berada di depan sistem cincin dan berfungsi sebagai titik

    acuan. Substitusi nukleus dalam bidang yang sama dengan bidang gugus ini diberi

    simbol cis atau . Substitusi yang berada di belakang bidang sistem cincin

    diberi simbol trans atau . Ikatan rangkap dinyatakan oleh jumlah atom karbon

    yang mendahului. Hormon steroid diberi nama menurut keadaan hormon apakah

    hormon tersebut mempunyai satu gugus metil bersudut (estran, 18 atom karbon),

    dua gugus metil bersudut (androstan, 19 atom karbon) atau dua gugus bersudut

    plus 2 rantai samping karbon pada C17 (pregnan, 21 atom karbon).

    III. Klasifikasi Kortikosteroid Topikal

    Berdasarkan potensi klinisnya dibedakan ke dalam beberapa golongan, yaitu :

    (9,14,15)

    1. Golongan I : Super Poten

    Clobetasol proprionate ointment dan cream 0,5%

    Betamethasone diproprionate gel dan ointment 0,05%

    Diflorasone diacetate ointment 0,5%

    Halobetasol proprionate ointment 0,05%

    2. Golongan II : Potensi Tinggi

    Amcinonide ointment 0,1%

    Betamethasone diproprionate AF cream 0,05%

    Mometasone fuorate ointment 0,1%

    Diflorasone diacetate ointment 0,05%

    Halcinonide cream 0,1%

    Flucinonide gel, ointment, dan cream 0,05%

    Desoximetasone gel, ointment, dan cream 0,25%

    3. Golongan III : Potensi Tinggi

    Triamcinolone acetonide ointment 0,1%

    Fluticasone proprionate ointment 0,05%

    Amcinonide cream 0,1%

    Betamethasone diproprionate cream 0,05%

    Betamethasone valerate ointment 0,1%

    Diflorasone diacetate cream 0,05%

    35

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    36/56

    Triamcinolone acetonide cream 0,5%

    4. Golongan IV : Potensi Medium

    Fluocinolone acetonide ointment 0,025%

    Flurandrenolide ointment 0,05%

    Fluticasone proprionate cream 0,05%

    Hydrocortisone valerate cream 0,2%

    Mometasone fuorate cream 0,1%

    Triamcinolone acetonide cream 0,1%

    5. Golongan V : Potensi Medium

    Alclometasone diproprionate ointment 0,05%

    Betamethasone diproprionate lotion 0,05%

    Betamethasone valerate cream 0,1%

    Fluocinolone acetonide cream 0,025%

    Flurandrenolide cream 0,05%

    Hydrocortisone butyrate cream 0,1%

    Hydrocortisone valerate cream 0,2%

    Triamcinolone acetonide lotion 0,1%

    6. Golongan VI : Potensi Lemah

    Alclometasone diproprionate cream 0,05%

    Betamethasone diproprionate lotion 0,05%

    Desonide cream 0,05%

    Fluocinolone acetonide cream 0,01%

    Fluocinolone acetonide solution 0,05%

    Triamcinolone acetonide cream 0,1%

    7. Golongan VII : Potensi Lemah

    Obat topikal dengan hydrocortisone, dexamethasone, dan prednisole.

    IV. Mekanisme Kerja Kortikosteroid Topikal

    Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul

    hormon memasuki jaringan melalui membran plasma secara difusi pasif di

    jaringan target, kemudian bereaksi dengan reseptor steroid. Kompleks ini

    36

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    37/56

    mengalami perubahan bentuk, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan

    kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik.

    Induksi sintesis protein ini merupakan perantara efek fisiologis steroid.

    Efek katabolik dari kortikosteroid bisa dilihat pada kulit sebagai gambaran dasar

    dan sepanjang penyembuhan luka. Konsepnya berguna untuk memisahkan efek ke

    dalam sel atau struktur-struktur yang bertanggungjawab pada gambaran klinis ;

    keratinosik (atropi epidermal, re-epitalisasi lambat), produksi fibrolast

    mengurangi kolagen dan bahan dasar (atropi dermal, striae), efek vaskuler

    kebanyakan berhubungan dengan jaringan konektif vaskuler (telangiektasis,

    purpura), dan kerusakan angiogenesis (pembentukan jaringan granulasi yang

    lambat).

    Khasiat glukokortikoid adalah sebagai anti radang setempat, anti-proliferatif, dan

    imunosupresif. Melalui proses penetrasi, glukokortikoid masuk ke dalam inti sel-

    sel lesi, berikatan dengan kromatin gen tertentu, sehingga aktivitas sel-sel tersebut

    mengalami perubahan. Sel-sel ini dapat menghasilkan protein baru yang dapat

    membentuk atau menggantikan sel-sel yang tidak berfungsi, menghambat mitosis

    (anti-proliferatif), bergantung pada jenis dan stadium proses radang.

    Glukokotikoid juga dapat mengadakan stabilisasi membran lisosom, sehingga

    enzim-enzim yang dapat merusak jaringan tidak dikeluarkan.

    Glukokortikoid topikal adalah obat yang paling banyak dan tersering dipakai.

    Glukokortikoid dapat menekan limfosit-limfosit tertentu yang merangsang proses

    radang. Ada beberapa faktor yang menguntungkan pemakaiannya yaitu:

    1. Dalam konsentrasi relatif rendah dapat tercapai efek anti radang yang cukup

    memadai.

    2. Bila pilihan glukokortikoid tepat, pemakaiannya dapat dikatakan aman.

    3. Jarang terjadi dermatitis kontak alergik maupun toksik.

    4. Banyak kemasan yang dapat dipilih : krem, salep, semprot (spray), gel, losion,

    salep berlemak (fatty ointment).

    Kortikosteroid mengurangi akses dari sejumlah limfosit ke daerah inflamasi di

    daerah yang menghasilkan vasokontriksi. Fagositosis dan stabilisasi membran

    lisosom yang menurun diakibatkan ketidakmampuan dari sel-sel efektor untuk

    37

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    38/56

    degranulasi dan melepaskan sejumlah mediator inflamasi dan juga faktor yang

    berhubungan dengan efek anti-inflamasi kortikosteroid.

    Meskipun demikian, harus digaris bawahi di sini bahwa khasiat utama anti radang

    bersifat menghambat : tanda-tanda radang untuk sementara diredakan. Perlu

    diingat bahwa penyebabnya tidak diberantas, maka bila pengobatan dihentikan,

    penyakit akan kambuh.

    Efektifitas kortikosteroid topikal bergantung pada jenis kortikosteroid dan

    penetrasi. Potensi kortikosteroid ditentukan berdasarkan kemampuan

    menyebabkan vasokontriksi pada kulit hewan percobaan dan pada manusia. Jelas

    ada hubungan dengan struktur kimiawi. Kortison, misalnya, tidak berkhasiat

    secara topikal, karena kortison di dalam tubuh mengalami transformasi menjadi

    dihidrokortison, sedangkan di kulit tidak menjadi proses itu. Hidrokortison efektif

    secara topikal mulai konsentrasi 1%. Sejak tahun 1958, molekul hidrokortison

    banyak mengalami perubahan. Pada umumnya molekul hidrokortison yang

    mengandung fluor digolongkan kortikosteroid poten. Penetrasi perkutan lebih

    baik apabila yang dipakai adalah vehikulum yang bersifat tertutup. Di antara jenis

    kemasan yang tersedia yaitu krem, gel, lotion, salep, fatty ointment (paling baik

    penetrasinya).

    Kortikosteroid hanya sedikit diabsorpsi setelah pemberian pada kulit normal,

    misalnya, kira-kira 1% dari dosis larutan hidrokortison yang diberikan pada

    lengan bawah ventral diabsorpsi. Dibandingkan absorpsi di daerah lengan bawah,

    hidrokortison diabsorpsi 0,14 kali yang melalui daerah telapak kaki, 0,83 kali

    yang melalui daerah telapak tangan, 3,5 kali yang melalui tengkorak kepala, 6 kali

    yang melalui dahi, 9 kali melalui vulva, dan 42 kali melalui kulit scrotum.

    Penetrasi ditingkatkan beberapa kali pada daerah kulit yang terinfeksi dermatitis

    atopik ; dan pada penyakit eksfoliatif berat, seperti psoriasis eritodermik,

    tampaknya sedikit sawar untuk penetrasi.

    Secara keseluruhan, kortikosteroid topikal berhubungan dengan empat hal yaitu :

    1. vasokontriksi,

    2. efek anti-proliferasi,

    3. immunosupresan, dan

    38

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    39/56

    4. efek anti-inflamasi.

    Steroid topikal menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah di bagian superfisial

    dermis, yang akan mengurangi eritema. Kemampuan untuk menyebabkan

    vasokontriksi ini biasanya berhubungan dengan potensi anti-inflamasi, dan

    biasanya vasokontriksi ini digunakan sebagai suatu tanda untuk mengetahui

    aktivitas klinik dari suatu agen.

    Efek anti-proliferatif kortikosteroid topikal diperantarai dengan inhibisi dari

    sintesis dan mitosis DNA. Kontrol dan proliferasi seluler merupakan suatu proses

    kompleks yang terdiri dari penurunan dari pengaruh stimulasi yang telah

    dinetralisir oleh berbagai faktor inhibitor. Proses-proses ini mungkin dipengaruhi

    oleh kortikosteroid. Glukokortikoid juga dapat mengadakan stabilisasi membran

    lisosom, sehingga enzim-enzim yang dapat merusak jaringan tidak dikeluarkan.

    Efektivitas kortisteroid bisa akibat dari sifat immunosupresifnya. Mekanisme

    yang terlibat dalam efek ini kurang diketahui. Beberapa studi menunjukkan bahwa

    kortikosteroid bisa menyebabkan pengurangan sel mast pada kulit. Hal ini bisa

    menjelaskan penggunaan kortikosteroid topikal pada terapi urtikaria pigmentosa.

    Mekanisme sebenarnya dari efek anti-inflamasi sangat kompleks dan kurang

    dimengerti. Dipercayai bahwa kortikosteroid menggunakan efek anti-inflamasinya

    dengan menghibisi pembentukan prostaglandin dan derivat lain pada jalur asam

    arakidonik. Mekanisme lain yang turut memberikan efek anti-inflamasi

    kortikosteroid adalah menghibisi proses fagositosis dan menstabilisasi membran

    lisosom dari sel-sel fagosit.

    Ada beberapa cara pemakaian dari kortikosteroid topikal, yakni :

    1. Pemakaian kortikosteroid topikal poten tidak dibenarkan pada bayi dan anak.

    2. Pemakaian kortikosteroid poten orang dewasa hanya 40 gram per minggu,

    sebaiknya jangan lebih lama dari 2 minggu. Bila lesi sudah membaik, pilihlah

    salah satu dari golongan sedang dan bila perlu diteruskan dengan hidrokortison

    asetat 1%.

    3. Jangan menyangka bahwa kortikosteroid topikal adalah obat mujarab (panacea)

    untuk semua dermatosis. Apabila diagnosis suatu dermatosis tidak jelas, jangan

    pakai kortikosteroid poten karena hal ini dapat mengaburkan ruam khas suatu

    39

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    40/56

    dermatosis. Tinea dan scabies incognito adalah tinea dan scabies dengan

    gambaran klinik tidak khas disebabkan pemakaian kortikosteroid.

    Kortikosteroid topikal tidak seharusnya dipakai sewaktu hamil kecuali dinyatakan

    perlu atau sesuai oleh dokter untuk wanita yang hamil. Percobaan pada hewan

    menunjukkan penggunaan kortikosteroid pada kulit hewan hamil akan

    menyebabkan abnormalitas pada pertumbuhan fetus. Percobaan pada hewan tidak

    ada kaitan dengan efek pada manusia, tetapi mungkin ada sedikit resiko apabila

    steroid yang mencukupi di absorbsi di kulit memasuki aliran darah wanita hamil.

    Oleh karena itu, penggunaan kortikosteroid topikal pada waktu hamil harus

    dihindari kecuali mendapat nasehat dari dokter untuk menggunakannya. Begitu

    juga pada waktu menyusui, penggunaan kortikosteroid topikal harus dihindari dan

    diperhatikan.

    Kortikosteroid juga hati-hati digunakan pada anak-anak. Anak-anak juga

    VI. Efek Samping

    Efek samping dapat terjadi apabila :

    1. Penggunaan kortikosteroid topikal yang lama dan berlebihan.

    2. Penggunaan kortikosteroid topikal dengan potensi kuat atau sangat kuat atau

    penggunaan sangat oklusif.

    Efek samping yang tidak diinginkan adalah berhubungan dengan sifat

    potensiasinya, tetapi belum dibuktikan kemungkinan efek samping yang terpisah

    dari potensi, kecuali mungkin merujuk kepada supresi dari adrenokortikal

    sistemik. Dengan ini efek samping hanya bisa dielakkan sama ada dengan

    bergantung pada steroid yang lebih lemah atau mengetahui dengan pasti tentang

    cara penggunaan, kapan, dan dimana harus digunakan jika menggunakan yang

    lebih paten.

    Secara umum efek samping dari kortikosteroid topikal termasuk atrofi, striae

    atrofise, telangiektasis, purpura, dermatosis akneformis, hipertrikosis setempat,

    hipopigmentasi, dermatitis peroral.

    Beberapa penulis membagi efek samping kortikosteroid kepada beberapa tingkat

    yaitu :

    Efek Epidermal

    40

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    41/56

    Ini termasuk :

    1. Penipisan epidermal yang disertai dengan peningkatan aktivitas kinetik

    dermal, suatu penurunan ketebalan rata-rata lapisan keratosit, dengan

    pendataran dari konvulsi dermo-epidermal. Efek ini bisa dicegah dengan

    penggunaan tretinoin topikal secara konkomitan.

    2. Inhibisi dari melanosit, suatu keadaan seperti vitiligo, telah ditemukan.

    Komplikasi ini muncul pada keadaan oklusi steroid atau injeksi steroid

    interakutan.

    o Efek Dermal

    Terjadi penurunan sintesis kolagen dan pengurangan pada substansi dasar. Ini

    menyebabkan terbentuknya striae dan keadaan vaskulator dermal yang lemah

    akan menyebabkan mudah ruptur jika terjadi trauma atau terpotong. Pendarahan

    intradermal yang terjadi akan menyebar dengan cepat untuk menghasilkan suatu

    blot hemorrhage. Ini nantinya akan terserap dan membentuk jaringan parut stelata,

    yang terlihat seperti usia kulit prematur.

    Efek Vaskular

    Efek ini termasuk :

    1. Vasodilatasi yang terfiksasi. Kortikosteroid pada awalnya menyebabkan

    vasokontriksi pada pembuluh darah yang kecil di superfisial.

    2. Fenomena rebound. Vasokontriksi yang lama akan menyebabkan

    pembuluh darah yang kecil mengalami dilatasi berlebihan, yang bisa

    mengakibatkan edema, inflamasi lanjut, dan kadang-kadang pustulasi.

    ANTIHISTAMIN (antagonis reseptor H1)

    Contoh ; dipenhidramin, klorfeniramin,terfenadin, astemizol dan loratadin.

    Antihistamin obat pilihan untuk gejala ingus cair dan bersin yang menyertai

    rinitis. Kombinasi antihistamin dan dekongestan untuk gejala sumbatan hidung

    pada rinitis.

    Pada tahun 1940 untuk pertama kali diperkenalkan obat antihistamin. Sejak itu

    secara luas digunakan dalam pengobatan simtomatik penyakit alergi. Pada

    umumnya antihistamin yang beredar di Indonesia mempunyai spektrum luas

    41

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    42/56

    artinya mempunyai efek lain seperti antikolinergik, anti serotonin, antibradikinin

    dan alfa adrenoreseptor bloker. Golongan obat ini disebut antihistamin (AH1)

    klasik (1). Histamin adalah suatu alkoloid yang disimpan di dalam mast sel. Dan

    menimbulkan berbagai proses faalan dan patologik. Pelepasan histamin terjadi

    akibat reaksi antitigen-antibodi atau kontak antara lain dengan obat, makanan,

    kemikal dan venom. Histamin ini kemudian mengadakan reaksi dengan

    reseptornya (H1 dan H2) yang tersebar di berbagai jaringan tubuh. Perangsangan

    reseptor H1 menyebabkan kontraksi otot polos, peningkatan permeabilitas kapiler

    dan reaksi mukus. Perangsangan reseptor H2 terutama menyebabkan sekresi asam

    lambung. Penderita yang mendapat obat AH1 klasik akan menimbulkan efek

    samping, mengantuk, kadang-kadang timbul rasa gelisah, gugup dan mengalami

    gangguan koordinasi. Efek samping ini sering menghambat aktivitas sehari-hari,

    dan menimbulkan masalah bila obat antihistamin ini digunakan dalam jangka

    panjang .

    Antihistamin yang sering digunakan adalah antihistamin oral. Antihistamin oral

    dibagi menjadi dua yaitu generasi pertama (nonselektif) dikenal juga sebagai

    antihistamin sedatif serta generasi kedua (selektif) dikenal juga sebagai

    antihistamin nonsedatif. Dekade ini muncul antihistamin baru yang digolongkan

    ke dalam kelompok AH1 sedatif yang tidak bersifat sedasi, yang memberikan

    harapan cerah. Termasuk dalam AH1 non sedatif ini adalah; terfenidin, astemizol,

    loratadin, mequitazin. Mekanisme kerja obat golongan ini adalah berikatan

    dengan reseptor H1 tanpa mengaktivasinya, mencegah ikatan dan aksi histamine.

    Antihistamin generasi baru juga dapat berefek pada respon inflamasi seperti

    pelepasan histamine dan influx sel inflamasi.

    Efek sedative antihistamin sangat cocok digunakan untuk pasien yang mengalami

    gangguan tidur karena rhinitis alergi yang dideritanya. Selain itu efek samping

    yang biasa ditimbulkan oleh obat golongan antihistamin adalah efek

    antikolinergik seperti mulut kering, susah buang air kecil dan konstipasi.

    Penggunaan obat ini perlu diperhatikan untuk pasien yang mengalami kenaikan

    tekanan intraokuler, hipertiroidisme, dan penyakit kardiovaskular.

    42

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    43/56

    Antihistamin sangat efektif bila digunakan 1 sampai 2 jam sebelum terpapar

    allergen. Penggunaan antihistamin harus selalu diperhatikan terutama mengenai

    efek sampingnya. Antihistamin generasi kedua memang memberikan efek

    sedative yang sangat kecil namun secara ekonomi lebih mahal.

    Antihistamin merupakan salah satu obat yang paling banyak digunakan, karena

    antihistamin adalah obat yang paling bermanfaat untuk mengatasi penyakit alergi

    seperti rhinitis,urtikaria,pruritus,dan lain-lain. Walaupun selama ini ahtihistamin

    dianggap sebagai obat yang cukup aman, namun efek samping sedasi (rasa

    mengantuk) menyebabkan penurunan daya tangkap, terutama pada antihistamin

    generasi pertama, sangat mengganggu aktivitas sehari-hari. Oleh sebab itu, untuk

    penanganan penyakit alergi gunakan antihistamin yang aman dan efektif.

    Beberapa efek samping antihistamin:

    Efek sedasi, dari hasil penelitian oleh perocek, dibandingkan difenhidramin 2x50

    mg dengan loratadine dosis tunggal 20 mg. Hasilnya memperlihatkan efek sedasi

    difenhidramin lebih besar dibanding loratadine. Jadi loratadine tidak

    mempengaruhi kemampuan mengendarai, tingkat kewaspadaan siang hari dan

    produktifitas kerja. Juga loratadin menghilangkan gejala rhinitis alergi musiman

    secara efektif dan absorbsi oralnya sangat cepat serta memiliki masa kerja yang

    panjang, sehingga cukup diberikan sekali dalam sehari.

    Gangguan psikomotor yaitu gangguan dalam pekerjaan yang melibatkan fungsi

    psikomotor, merupakan masalah yang menjadi perhatian dalam terapi yang

    menggunakan antihistamin. Efek samping terlihat saat pasien melakukan kegiatan

    dengan resiko fisik seperti mengendarai mobil, berenang, gulat, atau melakukan

    pekerjaan tangan. Gangguan fungsi psikomotor adalah efek yang berbeda dari

    terjadinya sedasi (rasa mengantuk). Dari hasil penelitian memperlihatkan bahwa

    loratadin tidak mengganggu kemampuan mengendarai dan tidak memperkuat efek

    alkohol.

    Gangguan kognitif adalah gangguan terhadap kemampuan belajar, konsentrasi

    atau ketrampilan di tempat bekerja. Dari hasil penelitian memperlihatkan

    antihistamin generasi pertama terutama difenhidramin menyebabkan gangguan

    kemampuan belajar, konsentrasi, atau ketrampilan di tempat kerja. Sedangkan

    43

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    44/56

    loratadin meniadakan efek negative dari rhinitis alergi terhadap kemampuan

    belajar. Dengan menggunakan loratadin tampaknya memperbaiki kemampuan

    belajar anak, penderita rhinitis alergi.

    Efek kardiotoksisitas, antihistamin selama ini dianggap sebagai obat yang aman,

    tetapi sejak akhir tahun 80-an mulai muncul beberapa jenis antihistamin yang

    digunakan dengan dosis yang berlebihan. Sehingga dapat menyebabkan pasien

    yang menggunakan mengalami gangguan pada jantung (kardiotoksisitas). Namun

    dari hasil penelitian, loratadin merupakan antihistamin yang tidak berhubungan

    dari serangan kardiovaskuler yang membahayakan jiwa itu.

    Untuk pasien yang aktif bekerja harus berhati-hati dalam menggunakan

    antihistamin, karena beberapa antihistamin memiliki efek samping sedasi

    (mengantuk), gangguan psikomotor,dan gangguan kognitif. Akibatnya bila

    digunakan oleh orang yang melakukan pekerjaan dengan tingkat kewaspadaan

    tinggi sangat berbahaya.Untuk itu pasien yang aktif bekerja sebaiknya gunakan

    antihistamin yang aman dan efektif seperti loratadin, sudah terbukti tidak

    menimbulkan sedasi, tidak mengakibatkan terganggunya fungsi psikomotor dan

    fungsi kognitif. Juga terbukti aman tidak menyebabkan kardiotoksisitas dan

    efektif karena cukup diminum 1x sehari, karena memiliki masa kerja yang

    panjang serta diabsorbsi secara cepat.

    PENGGUNAAN ANTIHISTAMIN (AH1) NON SEDATIF

    AH1 non sedatif mempunyai efek menghambat kerja histamin terutama diperifer,

    sedangkan di sentral tidak terjadi karena tidak dapat melalui sawar darah otak.

    Antihistanin bekerja dengan cara kompetitif dengan histamin terbadap reseptor

    histamin pada sel, menyebabkan histamin tidak mencapai target organ. AH1 non

    sedatif umumnya mempunyai efek antialergi yang tidak berbeda dengan AH1

    klasik. Beberapa peneliti melaporkan bahwa untuk penderita seasonal rhinitis

    alergika. terfenidin bekerja lebih cepat (1-3 jam) dari astemizol 1-6 hari karena itu

    untuk penyakit ini astemizol dianjurkan oleh mereka untuk profilaktik. Loratadin

    dan Mequitazin mempunyai mula kerja dan efektivitas yang sama dengan

    terfenidin. Diantara AH1 non sedatif Mequitazin yang paling tidak spesifik,

    karena masih mempunyai efek antikolinergik. Efek terhadap "psyvhomotor

    44

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    45/56

    performance" dari terfenidin, asetemizol, loratadin dari berbagai penelitian

    menyatakan tidak dijumpai kelainan Pada reaksi wheal dan flare, pemberian per

    oral terfenidin 60 mg menunjukkan efek hambatan 1 jam setelah pemberian, efek

    maksimum 3-4 jam dan lama kerja 8-12 jam sesudah pemberian. Pada loratadin

    respon wheal akan ditekan pada pemberian 1-2 jam. Untuk pemberian jangka

    panjang dan untuk penderita yang pekerjannya memerlukan kewaspadaan

    misalnya pengemudi mobil lebih sesuai diberi AH1 non sedatif, karena efek

    sedasi dan atltikolinergik dari AH1 klasik akan mengganggu penderita. Krause

    dan Shuter 1985 mendapat hasil astemizol lebih baik pada penggunaan jangka

    panjang terhadap urtikaria kronik dibandingkan dengan chlorfeniramin

    mendapatkan hasil yang bermakna dari perbandingan terfenidin dengan plasebo

    dalam menurunkan skor itch dan wheal. Loratadin mengurangi sistem chronic

    idiopathic urticaria dari pada plasebo .Untuk pengobatan seasonal allergic rhinitis

    (SAR) . telah dilakukan beberapa uji klinik antara lain Katelaris membandingkan

    loratidin dengan azatadin pada 34 penderita dan mendapatkan efek kedua obat

    sama baiknya, tetapi loratadin kurang efek sampingnya. Pemberian kombinasi 5

    mg loratadin clan 120 mg pseudoefedri 2X sehari untuk pengobatan SAR

    memberikan hasil baik .Pengobatan rinitis alergik prineal dengan 10 mg loratadin

    1X sehari dan terfenidin 60 mg 2X sehari, selama 4 minggu jelas lebih baik dari

    plasebo dalam menurunkan total symptom scores (TSS) . Berbeda dengan AH1

    klasik, AH1 non sedatif dengan obat-obat diazepam dan alkohol, tidak ada

    interaksi potensial efek sedasi . Takhipilaksis tidak dijumpai pada 3 AH1 non

    sedatif . Penggunaan yang lama dari astemizol akan menambah nafsu makan dan

    berat badan. Penyelidikan pada binatang percobaan memperlihatkan dijumpainya

    toksisitas yang rendah, sedang aktivitas mutagenik dan karsinogenik tidak

    dijumpai pada AH1 non sedatif . Pemberian dosis terapi AH1 non sedatif

    meskipun jarang sekali, dapat juga timbul sedasi dan efek samping lain.

    Pemberian astemizol lebih dari 2 minggu dapat meningkatkan nafsu makan dan

    menambah berat badan . Pada beberapa AH1 sedatif ada yang daPat melalui ASI

    tepai konsentrasinya cukup kecil. Efek antikolinergik jarang sekali terjadi pada

    penggunaan AH1 non sedatif, kecuali mequitazin

    45

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    46/56

    FARMAKOLOGI

    AH1 non sedatif berbeda dengan AH1 klasik oleh sifat farmakokinetiknya. Secara

    in-vitro diketahui bahwa terfenidin, astemisol terikat lebih lambat kepada reseptor

    H1 daripada AH1 klasik dan jika telah terikat akan dilepaskan secara lambatm

    dari ikatan reseptor.

    TERFENIDIN Merupakan suatu derivat piperidin, struktur kimia. Terfenidin

    diabsorbsi sangat cepat dan mencapai kadar puncak setelah 1-2 jam pemberian.

    Mempunyai mula kerja yang cepat dan lama kerja panjang. Obat ini cepat

    dimetabolisme dan didistribusi luas ke berbagai jaringan tubuh. Terfenidin

    diekskresi melalui faeces (60%) dan urine (40%). Waktu paruh 16-23 jam. Efek

    maksimum telah terlihat sekitar 3-4 jam dan bertahan selama 8 jam setelah

    pemberian. Dosis 60 mg diberikan 2 X sehari.

    ASTEMIZOL

    Merupakan derivat piperidin yang dihubungkan dengan cincin benzimidazol,

    struktur kimia. Astemizol pada pemberian oral kadar puncak dalam darah akan

    dicapai setelah 1 jam pemberian. Mula kerja lambat, lama kerja panjang. Waktu

    paruh 18-20 hari. Di metabolisme di dalam hati menjadi metabolit aktif dan tidak

    aktif dan di distriibusi luas keberbagai jaringan tubuh. Metabolitnya diekskresi

    sangat lambat, terdapat dalam faeses 54% sampai 73% dalam waktu 14 hari.

    Ginjal bukan alat ekskresi utama dalam 14 hari hanya ditemukan sekitar 6% obat

    ini dalam urine. Terikat dengan protein plasma sekitar 96%.

    MEQUITAZIN

    Merupakan suatu derivat fenotiazin, struktur kimia lihat Gbr.1. Absorbsinya cepat

    pada pemberian oral, kadar puncak dalam plasma dicapai setelah 6 jam

    pemberian. Waktu paruh 18 jam, Onset of action cepat, duration of action lama.

    Dosis 5 mg 2 X sehari atau 10 mg 1 X sehari (malam hari).

    LORATADIN

    Adalah suatu derivat azatadin, struktur kimia Gbr. 1. Penambahan atom C1

    meninggikan potensi dan lama kerja obat loratadin. Absorbsinya cepat. Kadar

    puncak dicapai setelah 1 jam pemberian. Waktu paruh 8-11 jam, mula kerja

    sangat cepat dan lama kerja adalah panjang. Waktu paruh descarboethoxy-

    46

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    47/56

    loratadin 18-24 jam. Pada pemberian 40 mg satu kali sehari selama 10 hari

    ternyata mendapatkan kadar puncak dan waktu yang diperlukan tidak banyak

    berbeda setiap harinya hal ini menunjukkan bahwa tidak ada kumulasi, obat ini di

    distribusi luas ke berbagai jaringan tubuh. Matabolitnya yaitu descarboetboxy-

    loratadin (DCL) bersifat aktif secara farmakologi clan juga tidak ada kumulasi.

    Loratadin dibiotransformasi dengan cepat di dalam hati dan di ekskresi 40% di

    dalam urine dan 40% melalui empedu. Pada waktu ada gangguan fiungsi hati

    waktu paruh memanjang. Dosis yang dianjurkan adalah 10 mg 1 X sehari.

    DEKONGESTAN (Agonis adrenergik)

    Contoh ; fenilefrin, oksimetazolin

    Dekongestan topical dan sistemik merupakan simpatomimetik agen yang beraksi

    pada reseptor adrenergic pada mukosa nasal, memproduksi vasokonstriksi.

    Topikal dekongestan biasanya digunakan melalui sediaan tetes atau spray.

    Penggunaan dekongestan jenis ini hanya sedikit atau sama sekali tidak diabsorbsi

    secara sistemik. Penggunaan obat ini dalam jangka waktu yang lama dapat

    menimbulkan rhinitis medikamentosa (rhinitis karena penggunaan obat-obatan).

    Selain itu efek samping yang dapat ditimbulkan topical dekongestan antara lain

    rasa terbakar, bersin, dan kering pada mukosa hidung. Untuk itu penggunaan obat

    ini memerlukan konseling bagi pasien.

    Sistemik dekongestan onsetnya tidak secepat dekongestan topical. Namun

    durasinya biasanya bisa lebih panjang. Agen yang biasa digunakan adalah

    pseudoefedrin. Pseudoefedrin dapat menyebabkan stimulasi sistem saraf pusat

    walaupun digunakan pada dosis terapinya. Obat ini harus hati-hati digunakan

    untuk pasien-pasien tertentu seperti penderita hipertensi. Saat ini telah ada produk

    kombinasi antara antihistamin dan dekongestan. Kombinasi ini rasional karena

    mekanismenya berbeda.

    Agonis adrenergik menyempitkan arteriol yang berdilatasi pada mukosa hidung

    dan mengurangi resistensi saluran napas. Sediaan aerosol memberikan mula kerja

    cepat dan sedikit efek sistemik. Pemberian oral masa kerja panjang tapi

    meningkatkan efek sistemik. Tidak boleh digunakan lebih dari beberapa hari akan

    47

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    48/56

    menimbulkan rebound sumbatan hidung, shg tidak digunakan untuk rinitis jangka

    panjang. Efedrin adalah alkaloid yang dikenal sebagai obat simpatomimetik aktif

    pertama secara oral. Efedrin sebagai obat adrenergik dapat bekerja ganda dengan

    cara melepaskan simpanan norepinefrin dari ujung saraf dan mampu bekerja

    memacu secara langsung di reseptor dan Pada sistem kardiovaskuler, efedrin

    meninggikan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik melalui vasokonstriksi

    dan terpacunya jantung. Efedrin berefek bronkodilatasi tetapi lebih lemah dan

    lebih lambat dibandingkan epinefrin atau isoproteronol. Efedrin memacu ringan

    SSP sehingga menjadi sigap, mengurangi kelelahan, tidak memberi efek tidur dan

    dapat digunakan sebagai midriatik.2 Efedrin digunakan sebagai dekongestan

    hidung, bekerja sebagai vasokonstriktor lokal bila diberikan secara topikal pada

    permukaan mukosa hidung, karena itu bermanfaat dalam pengobatan kongesti

    hidung pada Hay fever, rinitis alergi, influenza dan kelainan saluran napas atas

    lainnya.2 Efedrin telah lama digunakan pada beberapa prosedur operasi hidung,

    tenggorok dan laring untuk menyusutkan tebalnya mukosa, dengan demikian

    dapat memperbaiki visualisasi lapangan operasi dan mengurangi perdarahan.

    Efedrin dapat mengontrol perdarahan superficial dari kulit dan membran mukosa,

    jika obat ini diberikan secara topikal sebagai spray, tampon kapas atau kasa.

    Efedrin topikal hanya efektif pada perdarahan arteriol dan kapiler, tetapi tidak

    dapat mengontrol perdarahan vena atau perdarahan dari pembuluh darah besar.3-5

    Dosis oral pada orang dewasa biasanya diberikan 15 50 mg dengan interval

    pemberian 3- 4 jam. Bila diperlukan pengobatan dalam jangka waktu lama, maka

    diberikan dengan dosis yang paling minimal. Penggunaan topikal dalam bentuk

    tetes atau spray pada membran mukosa dengan konsentrasi 0,5 % - 2 %.1,5

    Efek samping efedrin bisa menyebabkan hipertensi dengan akibat dapat

    menimbulkan perdarahan intrakranial, memicu nyeri angina pada penderita

    dengan insufisiensi koroner atau penyakit jantung iskemia dan kelompok efedrin-

    HCl 1% dan 2% terhadap kelompok plasebo Besarnya perubahan yang bermakna

    terjadi pada kelompok efedrin 2% terhadap kelompok efedrin-HCl 1% yang

    menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi efedrin-HCl dalam tampon

    hidung semakin besar pengaruhnya terhadap tekanan darah diastol. Pemakaian

    48

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    49/56

    efedrin-HCl 1% dan 2% tidak mempengaruhi frekuensi denyut nadi akibat adanya

    refleks kompensasi vagal terhadap kenaikan tekanan darah yang terjadi. Respon

    kompensasi alamiah ini diperantarai oleh sistem baroreseptor karotis dan aorta

    untuk mengurangi atau memperlambat denyut nadi.

    Efek farmakologis efedrin terhadap sistem kardiovaskuler baik pada pemberian

    oral maupun parenteral dapat meningkatkan tekanan darah, mempercepat irama

    jantung, meningkatkan curah jantung dan konstriksi pembuluh darah perifer. Bila

    refleks kardiovaskuler normal, maka peninggian tekanan darah akan

    menyebabkan pacuan baroreseptor untuk meningkatkan tonus vagus sehingga

    denyut jantung menjadi lambat. Pemberian efedrin-HCl 1% dan 2%, aman

    diberikan pada penderita yang mempunyai tekanan darah dan denyut nadi normal.

    Walaupun peningkatan tersebut bervariasi pada penderita rinitis dengan tekanan

    darah dan frekuensi denyut nadi normal, namun beberapa penderita peka terhadap

    pengaruh efedrin. Pada penderita penyakit jantung, sistem simpatis menjadi

    dominan dalam pengaturan frekuensi jantung dan juga dalam mempertahankan

    kompensasi jantung.

    SERUMENOLITIK

    Natrium Dokusat

    Serumen atau ear wax adalah hasil dari sekresi normal oleh kelenjar serumenus

    yang terdapat pada telinga, yaitu pada garis kanalis auditorius eksterna.

    Akumulasi dan produksi dari serumen yang berlebihan dapat menurunkan kualitas

    pendengaran dan dapat mencetuskan tinnitus atau otalgia. Membilas kanalis

    auditorius eksterna adalah metodefavorityang banyak dibunakan untuk

    membersihakan serumen dari telinga. Agen serumenolitik juga dapat digunakan 7

    hari sebelum dilakukan pembersihan. Obat ini juga dapat digunakan sendiri.

    Secara tradisional yang banyak digunakan adalah campuran dari minyak zaitun

    dan minyak almond. Namun agen lain seperti dokusat, peroksida (hydrogen

    peroksida atau urea hydrogen peroksida) salisilat kolin dan larutan minyak para

    diklorobenzen dan klorobutanol dapat digunakan sebagai serumenolitik. Gliserol

    dan natrium bicarbonate dikatakan juga dapat digunakan.

    49

  • 7/22/2019 Tugas Obat2 THT FIX

    50/56

    Natrium dokusat sendiri adalah obat gastrointestinal golongan laksatif yang

    digunakan untuk mengatasi konstipasi.

    ANESTETIKA LOKAL

    Anestetika lokal atau zat-zat penghalang rasa setempat adalah obat yang pada

    penggunaan lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls-impuls saraf ke

    SSP dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal-

    gatal, rasa panas, atau dingin. Banyak persenyawaan lain juga memiliki daya kerja

    demikian, tetapi efeknya tidak reversibel dan menyebabkan kerusakan

    permanen terhadap sel-sel saraf. Misalnya, cara mematikan rasa setempat juga

    dapat dicapai dengan pendinginan yang kuat (freezing anaesthesia) atau melalui

    keracunan protoplasma (fenol)

    Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk suatu jenis obat yang digunakan

    s