TUGAS MPKI 3

21

Click here to load reader

Transcript of TUGAS MPKI 3

Page 1: TUGAS MPKI 3

TUGAS

METODE PENULISAN KARYA ILMIAH HUKUM

N A M A : SUPRIYADI

N I M : ERB.108014

KELAS : C

FAKULTAS HUKUM PROGRAM EKSTENSI

UNIVERSITAS JAMBI

2010 /20111

Page 2: TUGAS MPKI 3

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Metode

Penulisan Karya Ilmiah Hukum ini tanpa suatu halangan yang berarti. Selain itu

juga penulis ucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Hafrida, SH,MH. Selaku dosen pengajar mata kuliah Metode Penulisan

Karya Ilmiah Hukum hingga terselesaikannya tugas ini.

2. Bapak dan ibu serta keluargaku yang telah memberikan dorongan moral,

material dan doa yang senantiasa diberikannya.

3. Teman – teman dan semua pihak yang telah terlibat dan membantu hingga

terselesaikannya tugas ini tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa penulis masih dalam tahap belajar, dimana

pengetahuan yang dimiliki belum banyak, sehingga masih banyak kesalahan dan

kekurangannya. Untuk itu tidak ada salahnya jika pembaca yang budiman

memberi kritik dan sarannya kepada penulis demi kesempurnaan tugas ini.

Demikian yang dapat penulis sampaikan dan atas perhatiannya di ucapkan

terima kasih.

Jambi, 22 Nopember 2010.

Penulis

2

Page 3: TUGAS MPKI 3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB. I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

A. Latar Belakang ....................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................................. 2

C. Tujuan Penulisan .................................................................................... 2

BAB. II PEMBAHASAN ..................................................................................... 3

BAB. III KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 9

A. Kesimpulan .............................................................................................. 9

B. Saran ....................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 11

3

Page 4: TUGAS MPKI 3

BAB. I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Ketika Seseorang merasa dirinya tidak mampu menjalankan perannya

sebagai mahluk sosial, baik secara fisik dan mental, maka dapat dikatakan

seseorang dikatakan dalam kondisi sakit. Dalam keadaan yang demikian.

Seseorang akan bertindak untuk mencari pertolongan sesuai dengan tingkat

pendidikan, kemampuan dan pengalaman maupun lingkungan sosial

budayanya.

Pada umumnya seseorang yang sakit akan mendatangi dokter atau

penyedia layanan kesehatan ( Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik Kesehatan )

untuk mendapatkan pertolongan, bahkan tidak jarang ia diharuskan untuk

rawat inap. Hubungan antara dokter, penyedia pelayanan kesehatan dan

pasien atau yang lebih dikenal dengan transaksi terapeutik inilah biasanya

konflik bermula.

Konflik biasanya terjadi manakala para pihak tidak menjalankan

perannya sebagaimana mestinya yang diharapkan oleh pihak lain. Pasien

sebagai pihak yang membutuhkan pertolongan berada pada posisi yang

lemah, sebaliknya pihak penyedia layanan kesehatan seringkali tidak dapat

menjalin komunikasi yang baik dengan pasien maupun keluarga pasien.

Pada tahun 2004 ternyata kasus dugaan malpraktek mendapat perhatian

luas dari masyarakat seperti kasus ny. Agian Isna Nauli, Siti Zulaika, Adya

4

Page 5: TUGAS MPKI 3

Fitri Harisusanti dan terakhir tahun 2009 kasus ny.Prita yang perkaranya

sampai ke Pengadilan Negeri, walaupun akhirnya kandas1. Kondisi tersebut

diatas menunjukan rentannya perlindungan hukum bagi pasien sebagai

penerima jasa layanan kesehatan, karena faktanya selama ini tidak banyak

kasus dugaan malpraktek yang berhasil diselesaikan melalui jalur hukum2.

B. Rumusan Masalah.

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, Dalam memberikan

pelayanan kesehatan kepada pasien terdapat permasalahan, yaitu :

“Apakah Undang – Undang nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek

Kedokteran telah memberikan perlindungan hukum yang memadai bagi

pasien ? “

C. Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan penulis melakukan penulisan karya tulis

ini adalah ;

1. Untuk melaksnakan tugas mata kuliah MPKIH.

2. Untuk mengetahui dan menganalisa perlindungan hak – hak pasien

dalam Undang – undang nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek

Kedokteran manakala terjadi dugaan Malpraktek.

BAB. II

1 Anton Pardede, “Gugatan Malpraktek Kandas”, Majalah Tempo Edisi 23, Tempo Interaktif, 30 september 2009, hal.15.

2 Mawardi, “Susahnya Menjerat Dokter yang bersalah”, Majalah Forum keadilan Edisi 15, Forum Hukum, 01Agustus 2004, hal.12-14.

5

Page 6: TUGAS MPKI 3

PEMBAHASAN

Tatanan yang diciptakan hukum baru menjadi kenyataan manakala subjek

hukum diberi Hak dan Kewajiban. Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa

Hak dan Kewajiban bukanlah merupakan kumpulan kaidah atau peraturan,

melainkan perimbangan kekuasaan dalam bentuk hak individual disatu pihak yang

tercermin dalam kewajiban pihak lawan. Hak dan Kewajiban inilah yang

diberikan oleh hukum3.

Perlindungan hukum bagi rakyat menurut pendapat Phillipus Hadjon ada

dua, yaitu :

1. Perlindungan Preventif.

2. Perlindungan Represif4

Pemakaian istilah pada bidang kajian yang mempelajari aspek hukum dengan

pelayanan kesehatan dikenal dengan istilah Hukum Kesehatan. Menurut pendapat

H.J.J Leenen : “ Hukum kesehatan meliputi semua ketentuan yang langsung

berhubungan dengan pemeliharaan kesehatan dan penerapanhukuk perdata,

hukum pidana dan hukum administrasi dalam hubungan tersebut”.5

3 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta, 1999, hal.40.

4 Phillipus Hadjon dan Somitro, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, 1988, hal.5

5 Fred Ameln, Kapita Selekta Hukum Kedokteran, Grafikatama Jaya, Jakarta, 1991, hal.14

6

Page 7: TUGAS MPKI 3

Sedangkan menurut Anggaran Dasar PERHUKI ( Perhimpunan Hukum

Kesehatan Indonesia ) menyebutkan bahwa hukum kesehatan adalah :6

Semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan dan pelayanan kesehatan dan penerapan hak dan kewajiban, baik perseorangan dan segenap lapisan masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan maupun dari pihak penyelenggara pelayanan kesehatan dalam segala dan hukum serta sumber – sumber hukum lainnya; Sedangkan yang dimaksud hukum kedokteran adalah bagian dari hukum kesehatan yang menyangkut aspek organisasi, sarana, pedoman – pedoman mediksic, ilmu kesehatan pelayanan medis.

Profesi adalah panggilan hidup untuk mengabdikan diri pada kemanusiaan

didasarkan pada pendidikan yang harus dilaksanakan dengan kesungguhan niat

dan tanggung jawab penuh. Pendapat Talcot Parsons sebagaimana dikutip oleh

Veronica Komalawati, mengemukakan ada beberapa ciri khusus yang melekat

pada profesi, yaitu :

1. Disinterestednes ( tanpa Pamrih ).

2. Rasionalitas ( dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah ).

3. Spesifitas Fungsional ( Fungsi Profesional yang khusus ).

4. Universalitas ( Apa yang menjadi keputusannya ).7

Dalam transaksi Terapeutik, karakteristik perikatannya adalah Inspanning8

artinya perikatan yang tidak didasarkan pada hasil akhir, akan tetapi didasarkan

pada upaya yang sungguh – sungguh. Dalam hal ini dokter atau Rumah Sakit

6 Amri Amir, Bunga Rampai Hukum Kesehatan, Widya Medika, Jakarta, 1997, hal.10

7 Veronica Komalawati et al, Peranan Informed Consent dalam Transaksi Terapeutik, Citra Aditya, Bakti, Bandung, 1999, hal.20

8 Ibid, hal.847

Page 8: TUGAS MPKI 3

tidak di wajibkan memberikan atau menciptakan suatu hasil seperti yang di

inginkan pasien. Dalam transaksi medis banyak hal – hal yang berpengaruh diluar

jangkauan dokter, sehingga jika pasien tidak sembuh maka dokter atau rumah

sakit tidak dapat digugat sepanjang upaya medis sudah dilakukan sesuai dengan

standar profesi. Sedangkan Perikatan tunduk pada asas – asas umum perikatan

sebagaimana diatur dalam pasal 1320 BW, untuk sahnya persetujuan ada 4 syarat,

yaitu :

1. Sepakat untuk mengikatkan diri.

2.Cakap membuat perikatan

3.Ada hal tertentu

4.Karena sebab yang Halal.

Menurut Fred Ameln, Hak pasien9 meliputi sebagai berikut :

a. Hak atas informasi

b.Hak memberikan persetujuan

c. Hak memilih Dokter

d.Hak memilih Rumah saklit

e. Hak Atas rahasia kedokteran

f. Hak untuk menolak perawatan

g.Hak untuk menolak tindakan medis tertentu

9 Fred Ameln, Op.Cit, hal.40

8

Page 9: TUGAS MPKI 3

h.Hak untuk menghentikan perawatan

i. Hak untuk mendapatkan scond opinion

j. Hak melihat Rekam Medis10

Malpraktek adalah kesalahan dalam menjalankan profesi kesehatan seperti dokter,

apoteker, perawat, dan lain – lain akibat dari sikap tidak peduli, kelalaian,

kurangnya ketrampilan atau tidak hati – hati dalam melaksanakan tugas

profesional, berupa pelanggaran yang disengaja baik hukum ataupun etika.11

Sedangkan Hak dokter adalah sebagai berikut12 :

a. Menolak melakukan tindakan yang bertentangan dengan moral, etika,

hukum dan hati nuraninya.

b. Mengakhiri hubungan terapeutik dengan pasien, kecuali dalam keadaan

gawat darurat.

c. Menolak pasien yang bukan bidang spesialisasinya, kecuali gawat darurat.

d. Hak atas privacy.

e. Hak atas ketentraman bekerja

f. Hak untuk mengeluarkan surat keterangan

10 Arie Kelana, “Dari beberapa kasus dugaan malpraktek ternyata pasien tidak dapat meminta rekam medisnya sendiri, misalnya kasus Ny Agian Isna Nauli”, Majalah Gatra, Edisi 3, Laporan Khusus ; Susahnya menyeret dokter ke meja hijau, 13 maret 2004, hal.75

11 Hermien, Hadiati, dan Koeswadji, Hukum Kedokteran, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, hal.124.

12 Fred Ameln, Loc.Cit9

Page 10: TUGAS MPKI 3

g. Hak untuk mendapatkan imbal jasa

h. Hak untuk membela diri.

Di Indonesia, pola hubungan antara dokter dan pasien memiliki tingkat

perkembangan yang berbeda tergantung pada kondisi sosial ekonomi masyarakat

setempat. Didaerah – daerah yang terpencil dan jauh dari akses pelayanan

kesehatan, model vertikal paternalisttik masih berlaku. Sebaliknya di kota – kota

besar pola hubungan antara dokter dan pasien lebih mengarah pada horisontal

kontraktual.

Hubungan antara dokter dan pasien adalah bergesernya peran antara dokter

dan pasien yang dipandang sebagai penyedia pelayanan jasa dan penerima jasa

kesehatan menjadi Transaksi komersial. Perubahan pelayanan kesehatan tersebut

antara lain :13

1.Dasar – dasar moral sebagian masyarakat makin memudar

2.Dasar dan sendi agama beberapa daerah makin menipis

3.Penelitian dan perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran yang pesat.

4.Meningkatnya kesadaran pasien atas hak – haknya.

5.Asuransi kesehatan yang menjadi kebutuhan modern

6.Kebebasan Pers

13

? Haryadi, “Aspek Etika Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit”, Seminar Etika Legal dan Hukum dalam Pelayanan di Rumah Sakit, RSCM, Jakarta, 18 – 20 November 2008, hal.5-8

10

Page 11: TUGAS MPKI 3

7.Berlakunya Undang – undang baru yang berdampak pada pelayanan

kesehatan.

Didalam Undang – Undang nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek

Kedokteran Tidak Mengatur Sanksi yang berkaitan dengan kelalaian yang

dilakukan oleh dokter dalam transaksi terapeutiknya. Akan tetapi sanksi pidana

justru diterapkan pada perbuatan yang lebih bersifat administratif, seperti

Larangan melakukan praktek kedokteran tanpa izin; sengaja menggunakan gelar

palsu; tidak membuat rekam medik.

BAB. III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan.

11

Page 12: TUGAS MPKI 3

Hubungan antara dokter dan pasien mengalami berbagai

perkembangan seiring dengan perkembangan masyarakat, ilmu

pengetahuan, teknologi dan hukum.

Semakin bertambahnya kesadaran pasien atas hak – haknya juga

mempengaruhi tersendiri terhadap cara pandang pasien dalam mencari

penyelesaian atas kasus malpraktek yang merugikannya.

Pemerintah telah mencoba mengakomodasi kepentingan pasien untuk

mendapatkan perlindungan hukum dengan memakai instrumen aturan

perundang – undangan yang ternyata tidak menguntungkan bagi pasien

sebagai konsumen pelayanan jasa kedokteran.

Diberlakukannya Undang – Undang nomor 29 tahun 2004 tentang

Praktek Kedokteran ternyata tiodak mampu menjawab persoalan tentang

Hak Pasien jika terjadi Malpraktek. Sebaliknya, yang terjadi adalah adanya

pemborosan yang seharusnya tidak perlu, karena undang – undang ini

mengatur hal – hal yang sebenarnya sudah diatur dengan aturan yang lebih

dahulu ada dan secara normatif masih berlaku.

B. Saran

Pemerintah sebagai penyelenggara negara seharusnya melindungi

Hak – Hak Pasien , sehingga perlu adanya Amandemen terhadap materi

12

Page 13: TUGAS MPKI 3

Undang – Undang nomor 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran yang

rancu, tidak logis dan tidak dapat diterapkan.

Dengan tujuan memberikan kejelasan perlindungan atas hak pasien,

maka hal yang mendesak untuk dilakukan adalah melakukan kajian yang

berkaitan dengan aturan hukum yang berkaitan dengan hak – hak pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Amri Amir, Bunga Rampai Hukum Kesehatan, Widya Medika, Jakarta, 1997.

13

Page 14: TUGAS MPKI 3

Anton Pardede, Gugatan Malpraktek Kandas, edisi 23, Majalah Tempo Jakarta, 30 September 2009.

Arie Kelana, Susahnya Menyeret Dokter ke Meja Hijau, Edisi 43, Laporan Khusus, Majalah Gatra, Jakarta, 13 Maret 2004

Fred Ameln, Kapita Selekta Hukum Kedokteran, Grafikatama Jaya, Jakarta, 1991

Hermien, Hadiati, dan Koeswadji, Hukum Kedokteran, Cetakan Kedua, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998.

Haryadi, “Aspek Etika Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit”, Seminar Etika Legal dan Hukum dalam Pelayanan di Rumah Sakit, RSCM, Jakarta, 18 – 20 November 2008

Mawardi, Susahnya Menjerat Dokter yang bersalah, edisi 15, Majalah Forum Keadilan, Jakarta, 01 Agustus 2008.

Phillipus Hardjon dan Soemitro, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, 1988.

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Cetakan Pertama, Liberty, Yogyakarta, 1999.

Veronica Komalawati, et al, Peranan Informed Consent dalam Transaksi Terapeutik, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999.

14