Tugas Manajemen Ekoturisme Proposal Bulu

download Tugas Manajemen Ekoturisme Proposal Bulu

of 15

description

Tugas Manajemen

Transcript of Tugas Manajemen Ekoturisme Proposal Bulu

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangHutan Riau sedang mengalami proses kehilangan yang cukup luas akibat dari perubahan fungsi hutan dan dikonversi untuk berbagai tujuan diantaranya untuk pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI), perkebunan sawit, pertambangan dan pemukiman. Namun demikian, di beberapa kawasan masih terdapat hutan yang relatif luas yang perlu dijaga, selain kawasan konservasi seperti Taman Nasional Tesso Nilo,Taman Nasional Bukit Tigapuluh, dan lainnya. Salah satu kawasan hutan tersebut terdapat di Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.Pengelolaan sumberdaya hutan berbasis masyarakat merupakan salah satu alternatif dalam pengelolaan sumberdaya hutan yang saat ini sedang mengalami keterpurukan, sebagai akibat akumulasi dari kesalahan pengurusan di masa lalu. Pengelolaan pengurusan yang sektoral dan sentralistik dan tidak memperhatikan prinsip pengelolaan berkelanjutan penyumbang kerusakan kawasan hutan kita. Mengganti sistem yang akan memberikan alternatif ataupun sistem yang selama ini digunakan, bukanlah hal yang mudah dan dapat dipahami secara keseluruhan. Namun untuk kepentingan dan keberlanjutan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan berkeadilan, prasyarat utama yang tidak bisa ditawar lagi adalah pilihan terhadap sistem pengelolaan yang dapat memenuhi aspek ekonomi, ekologi dan equity. Bangkitnya pilihan baru dalam pembangunan kehutanan juga disebabkan oleh pengelolaan yang dilakukan oleh pemerintah tidak cukup mampu memenuhi prasyarat utama tersebut.Pengelolaan hutan berbasis masyarakat berarti mendorong akses masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya hutan secara mandiri dalam pengelolaan hutan yang berkelanjutan dan berkeadilan. Juga mengandung arti bahwa masyarakat dengan segala kemampuan yang ada mengatur pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup mereka. Oleh karena itu status penguasaan atas lahan menjadi sangat penting dalam pengembangan kehutanan masyarakat. Berangkat dari berbagai persoalan yang selama ini dihadapi masyarakat yang hidup di kawasan pinggiran hutan, para tokoh masyarakat dan ninik mamak serta pemangku adat di sekitar kawasan hutan ulayat di Desa Buluh Cina sepakat untuk menjadikan kawasan hutan sebagai perekat bagi keutuhan masyarakat dalam suatu kebersamaan.Maret 2004 lalu, ninik mamak, pemerintahan desa dan ketua Lembaga Musyawarah Besar (LMB) Buluh Cina menyerahkan lahan ulayat seluas 1.000 ha kepada Gubernur Riau. Penyerahan ini diiringi harapan bahwa pemerintah Kabupaten Kampar dapat membangunkan kebun kelapa sawit seluas 1.500 ha dalam satu hamparan yang berada di bagian selatan tanah ulayat yang diserahkan. Harapan lainnya adalah pemerintah dapat membangun sarana dan pra sarana di kawasan hutan sehingga memberikan kontribusi nyata bagi perekonomian masyarakat adat pemilik hutan ulayat tersebut. Kekhawatiran melihat kondisi hutan di wilayah Riau yang semakin lama semakin habis merupakan salah satu faktor yang mendorong masyarakat Buluh Cina untuk melindungi kawasan hutan tersebut. Berlandaskan pada pemikiran bahwa jika tidak dijaga, maka hutan mereka pun akan habis untuk itu perlu dukungan dari pihak Pemerintah Daerah Riau sebagai landasan hukum formal untuk memperkuat tujuan dan keinginan masyarakat tersebut.Harapan ini pun disambut oleh pemerintah provinsi Riau dengan menjadikan kawasan tersebut menjadi taman wisata alam. Hutan Buluh Cina merupakan Hutan Produksi Terbatas yang sebagian kawasan hutan ini telah diubah dan ditunjuk menjadi Kawasan Taman Wisata Alam dengan Keputusan Gubernur Riau Nomor 468/IX/2006 tanggal 6 September 2006 tentang penunjukan kelompok hutan Buluh Cina di Kabupaten Kampar Provinsi Riau seluas 1.000 Ha sebagai kawasan taman wisata alam.Penentuan nilai ekonomi sumberdaya mengikuti konsep valuasi ekonomi total (Pearce and Turner, 1990 dalam Fauzi (2004). Dasar pemikiran dari konsep tersebut adalah bahwa konsumen dalam menilai barang dan jasa yang dihasilkan dari suatu sumberdaya alam memiliki apa yang disebut nilai kegunaan (use value) dan nilai yang tidak terpakai/nilai buka guna (non use value). Konsep use value pada hakekatnya adalah mendefinisikan suatu nilai dari konsumsi aktual maupun konsumsi potensial dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam.Konsep ini dapat dibagi menjadi direct use value (nilai guna langsung), indirect use value (nilai guna tidak langsung) dan option value (nilai pilihan). Masyarakat adat yang masih memegang teguh nilai-nilai budaya adat (indegenous knowledge)bisa menjadi pelajaran bagi kita. Warman (2001) mengatakan bahwa masyarakat adat sejak lama memiliki nilai-nilai yang beroriantasi pada perlindungan hutan dan air. Masyarakat adat telah melarang penebangan hutan pada jarak 100 meter dari tepi sungai. Hukum adat cukup efektif melarang orang menebang pohon sembarangan. Disamping itu law enforcement dalam masyarakat hukum adat berjalan dengan baik, sehingga membuat warga masyarakat adat jera melanggar norma adat. Sejatinya masyarakat adat telah melakukan penilaian hutan baik yang manfaat langsung (tangible benefit) seperti kayu maupun yang tidak langsung (intangible benefit) seperti nilai keberadaan. Salah satu kawasan hutan yang dipertahankan oleh masyarakat adat adalah Hutan Ulayat Buluhcina (HUBC) yang terletak di Desa Buluhcina Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar. Hutan ulayat Buluhcina seluas 1.000 ha (dari seluas 2.500 ha, 1.500 ha direncanakan untuk areal budidaya kebun) telah ditetapkan oleh Gubernur Riau sebagai Taman Wisata Alam melalui SK No : Kpts.468/IX/2006 tanggal 6 September 2006.Sebagai lembaga yang bergerak di bidang konservasi, maka WWF Indonesia sangat mendukung langkah-langkah yang telah dilakukan oleh Lembaga Musyawarah Besar tersebut. Awal mula keterlibatan WWF dalam mendukung upaya yang dilakukan oleh masyarakat di desa Buluh Cina dimulai sekitar tahun 2004-2005, ketika bpk. Makmur Hendrik (Ketua Lembaga Musyawarah Adat Nuluh Cina) bertemu dengan manajemen yayasan WWF Indonesia. Dalam kesempatan itu, bp Makmur Hendrik mengutarakan niatnya meminta dukungan lembaga konservasi dalam upaya pelestarian hutan ulayat masyarakat. Langkah in kemudian dilanjutkan oleh WWF Program Riau pada September 2006 dengan melakukan pertemuan dengan ketua dan para pemuka adat Buluh Cina Kenegerian Enam Tanjung beserta masyarakat di desa Buluh Cina.Guna menunjang pengelolaan kawasan taman wisata alam tersebut diperlukan pengamanan dan pembangunan sarana dan prasarana. Pengelolaan kawasan yang efektif dilakukan bertujuan untuk menjamin dan memelihara keutuhan keberadaan kawasan dan ekosistemnya, potensi dan nilai-nilai keanekaragaman tumbuhan, satwa, komunitas, ekosistem penyusun kawasan, pemanfaatan kawasan secara optimal, lestari dan bijaksana untuk kepentingan kegiatan penelitian, pendidikan dan pariwisata alam bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.Kerjasama yang bergulir kemudian antara WWF dan masyarakat Buluh Cina adalah berupa bantuan operasional dan infrasrtuktur yang mendukung upaya perlindungan kawasan hutan tersebut. selain itu, WWF dan pihak masyarakat Buluh Cina bersepakat untuk membentuk gugus tugas pengamanan kawasan hutan ulayat di kawasan hutan wisata tersebut sesuai tugas pokok dan fungsi lembaga yang terlibat. Satuan tugas akan melibatkan masyarakat desa terutama kaum pemuda dibawah bimbingan lembaga adatnya.

1.2 TujuanAdapun tujuan di yang ingin di capai antara laun :a. Mengetahui berbagai macam mata pencaharian masyaraka Desa Buluh Cinab. Mengetahui permasalahan penghasilan yang di hadapi masyarakatc. Mencari Peluang usaha barud. Menghitung nilai Valuasi Hutan Buluh cina

1.3 PemasalahanKurang termanfaatkannya objek wisata Buluh cina berakibat pada kurang sejahteranya masyarakat di sekitar lokasi tersebut, hal ini di sebabkan karena kurang termanfaatkannya objek wisata buluh cina oleh masyarakat sehingga kurang memberikan dampak keuntungan ekonomi bagi masyarakat, di samping itu Masyarakat kesulitan mendapatkan bahan baku untuk pembuatan pompong karena lokasi bahan baku jauh yang mengakibatkan mahalnya harga.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Potensi Desa Buluh CinaDesa Buluhcina, Kabupaten Kampar, Riau. Desa yang memiliki kebudayaan jiwa untuk tidak merusak lingkungan ini, memiliki kekayaan alam yang turun-temurun masih tetap terlestarikan. Dia adalah Hutan Wisata Buluhcina. Hutan Wisata Buluhcina ini luasnya 1.000 hektare. Sepintas kita melihat hutan ini dari kejauhan hanyalah seperti hutan biasa. Namun, hutan ini memiliki kelebihan dari hutan-hutan lain. Dengan usianya yang sudah ratusan tahun ini, dia berada di tengah-tengah budaya keikhlasan warga Desa Buluhcina untuk merawat dan mempertahankan bentuk keasrian, keutuhan, dan kekayaan kandungan flora dan fauna tropis yang ada di dalamnya. Berikut adalah hasil penelusuran Mananging Editor RiauBisnis.com, Parlindungan, di Desa Buluhcina, Kabupaten Kampar, Riau.Sejarah terbentuknya hutan alam ini sebagai hutan wisata alam, sejak Gubernur Riau mengeluarkan Surat Keputusan Nomor: kpts.468/ix/2006 tentang Penunjukan Kelompok Hutan Buluhcina di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau Seluas 1.000 Hektare sebagai Kawasan Wisata Alam. 1.000 hektare lahan ini merupakan lahan warga Desa Buluhcina yang mereka ikhlaskan untuk dijadikan kawasan hutan wisata alam tanpa diganti-rugi. Makanya, hutan Buluhcina ini lahir dari kebudayaan masyarakatnya yang arif lokal (Anonim, 2010).Di Riau memang terbilang banyak tempat-tempat wisata yang patut diacungkan jempol dari segi keaslian alam dan keindahannya. Tempat-tempat wisata di Riau tidak saja indah dengan nuansa laut, danau, situs-situs peninggalan sejarah belaka, tapi kita coba melihat potensi wisata kekayaan alam yang tidak semua orang tahu. Desa Buluhcina. Sebuah desa yang luasnya sekitar 2.500 hektare ini letaknya memang terbilang daerah pinggiran dari ibukotanya, Bangkinang. Kalau dari Bangkinang, jaraknya sekitar 80 kilo meter. Namun, kalau dari Kota Pekanbaru, ia bisa ditempuh dengan waktu sekitar 25 menit dari tengah pusat Kota Pekanbaru. Sekitar 25 kilo meter. Desa Buluhcina adalah sebuah desa yang aman, penduduknya yang ramah, dan pola kehidupannya yang masih mengedepankan kehidupan adat-istiadat, tentunya menandakan desa ini adalah desa yang belum banyak tersentuh westernisasi atau kebarat-baratan. Selain kelebihan-kelebihan itu, desa yang memiliki jiwa untuk tidak merusak lingkungan ini, memiliki kekayaan alam yang turun-temurun masih tetap terlestarikan. Dialah Hutan Wisata Buluhcina. SK Gubernur Riau Nomor: kpts.468/ix/2006 tentang Penunjukan Kelompok Hutan Buluhcina di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau Seluas 1.000 Hektare sebagai Kawasan Wisata Alam, berdasarkan Surat Lembaga Musyawarah Besar atau lMB Buluhcina Nomor 367/lMN/xi2004 tentang Permohonan Perencanaan dan Pengembangan 1.000 Hektare Hutan Konservasi di Buluhcina, yang menyatakan, pucuk adat Desa Buluhcina telah menyerahkan tanah ulayat kepada Gubernur Riau, HM Rusli Zainal, seluas 1.000 hektare untuk dijadikan Taman Wisata Alam. Tidak itu saja, berdasarkan pertimbangan teknis dari Dinas Kehutanan Provinsi Riau, dengan surat Nomor 522.1/PR/8217 yang menyatakan, tanah ulayat yang diberikan ke Gubernur Riau seluas 1.000 hektare, dapat ditetapkan sebagai hutan wisata. Lahan 1.000 hektare tersebut merupakan lahan warga yang mereka ikhlaskan untuk dijadikan hutan wisata. Berdasarkan pertimbangan ini, sejak Gubernur Riau mengeluarkan SK tertanggal 6 September 2006, maka Hutan Wisata Alam Buluhcina yang memiliki 7 danau ini dikelola oleh masyarakat adat di bawah koordinasi ninik mamak Desa Buluhcina. Syaratnya, melarang warga atau siapa pun untuk membuka ladang baru atau menebang kayu untuk dijual, apalagi merusaknya. Landasan ini juga didasari atas Musyawarah Besar lMB II Tahun 2000.

2.2 Letak GeografisSecara geografis Desa Buluhcina berbatasan dengan desa-desa tetangga, yaitu disebelah timur berbatasan dengan Desa Pangkalanbaru, sebelah barat berbatasan dengan Desa Tanjung Balam dan Lubuk Siam, disebelah selatan berbatasan dengan Desa Buluh Nipis sedangkan disebelah utara berbatasan langsung dengan dengan Desa Baru. Keadaan daerah berupa daratan dan perairan, dimana sebahagian wilayahnya terdiri atas aliran sungai dan danau-danau. Desa Buluhcina ini dipisahkan oleh Sungai Kampar yang membelah ditengah-tengah desa diantara Dusun I dan Dusun II dengan Dusun III dan IV. Desa Buluhcina merupakan desa wisata yang terkenal hingga ke beberapa negara tetangga, karena didesa ini banyak terdapat tempat-tempat wisata diantaranya danau-danau yang indah, hutan-hutan yang masih asri dengan berbagai macam flora fauna yang hidup didalamnya (Atamajaya , 2010)Umumnya wisatawan asing adalah peneliti flora dan fauna hutan hujan tropika. Dalam hal ini pemanfaatan tanah dan lahan dipergunakan untuk perkebunan, hutan wisata 1000 ha, dan lahan kosong seluas 1.500 ha. Khusus untuk lahan kososng tersebut rencanaya akan dipergunakan sebagai cadangan lahan perkebunan masyarakat. Dalam hal sarana dan prasarana transportasi dipergunakan lintas darat dengan kondisi jalan beraspal sedangkan perairan dipergunakan sebagai jalan alternatif untuk menghubungkan dengan desa tetangga yaitu disebelah hulu sungai dengan Desa Tanjung Balam, Desa Lubuk Siam, dan Desa Kampung Pinang (Kecamatan Perhentian Raja). Sedangkan di hilir sungai dengan Desa Pangkalan Baru, Desa Buluh Nipis, dan Kuala Besako ke Kuala Kampar di Kabupaten Pelalawan. Jarak Desa Buluhcina dari ibu kota Kecamatan Siak Hulu lebih kurang 6 Km dapat ditempuh lebih kurang 10 (sepuluh) menit sedangkan jarak ke ibu kota Kabupaten Kampar (Bangkinang) ditempuh kurang lebih 83 Km dengan jalan darat dengan waktu tempuh 1,5 - 2 jam perjalanan dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat. Sedangkan jarak Desa Buluhcina dengan ibu kota Propinsi Riau (Pekanbaru) dapat ditempuh dalam waktu lebih kurang 1 jam perjalanan darat dengan jarak tempuh sekitar 25 km. Jumlah penduduk Desa Buluhcina kurang lebih berjumlah 1.488 jiwa, dengan 387 kepala keluarga, yang mayoritas memegang teguh ajaran agama Islam dan adat istiadat. Pemerintah desa terdiri dari 4 dusun dengan berpegang teguh kepada adat ninik mamak yang kuat. Adapun suku yang ada didesa ini hanya 2 (dua) suku utama saja, yaitu Suku Melayu dan Suku Domo. a. Suku Melayu, dipegang oleh : PUCUK Datuk Mojolelo, Dubalang Monti Datuk Sanggo, Dubalang Kayo Datuk Jelo Sutan, tanpa Dubalang b. Suku Domo, dipegang oleh : PUCUK Datuk Tumenggung, Datuk Pulo Godang Datuk Bagindak, Datuk Paduko Datuk Koto Marajo, Datuk Muncak Dan masing-masing suku dibantu oleh Sumonto Tuo dan Tuo Pakaian. 2.3 Keanekaragaman HayatiEkosistem Dan Flora Secara umum kawasan Desa Buluhcina mempunyai tipe ekosistem hutan daratan rendah kurang lebih dari 10 meter dari permukaan laut terletak disepanjang jalan menuju desa dan sepanjang bantaran Sungai Kampar yang terdapat di desa ini. Tanaman hutan ini didominasi oleh pohon kayu : 1. Rengas, 2. Meranti, 3. Cimpur, 4. Belanti, 5. Karet, 6. Keriung, 7. Mahang, 8. Tapa-tapa, 9. Rotan, 10. Angrek Hutan jenis Ochirium, 11. Telinga Beruk, 12. Kedundung, 13. Kandis, 14. Palam, dan lain-lain. FAUNA Dikawasan hutan Desa Buluhcina terdapat beberapa jenis fauna, yang sering dijumpai adalah : 1. Elang, 2. Kijang, 3. Rusa, 4. Trenggiling, 5. Beruang Madu, 6. Landak, 7. Siamang, 8. Enggang, 9. Gagak, 10. Kera, 11. Monyet, 12. burung Punai, 13. Murai, 14. Ketitiran, 15. Ayam Hutan, 16. Merbah, 17. Gereja, 18. Layang-layang, 19. Balam, dan lain-lain. (Flora dan Fauna bersumber : masyarakat, ninik mamak dan hasil penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa UIR jurusan biologi bekerja sama dengan PT CALTEX Riau tahun 2006/2007, Institute Pertanian Bogor (IPB) jurusan Pertanian-Kehutanan tahun 2007, mahasiswa UNILAK jurusan Kehutanan tahun 2006, kemudian hasil penelitian mahasiswa pecinta alam UIR, UNRI, UNILAK, dan Politeknik Riau).

2.4 Potensi EkowisataEkowisata -Wisata Hutan Desa Buluhcina Riau A. Sungai kampar Sungai Kampar merupakan sungai yang membentang dan membelah Desa Buluhcina dengan air yang berarus cukup deras, sehingga setiap tahun tepatnya pada bulan Agustus dilakukan olah raga pacu sampan. Sungai ini pun sebagai tempat berkembang biaknya ikan sehingga baik untuk refreshing dengan memancing ikan dialam bebas. Bagi wisatawan yang ingin menelusuri Sungai Kampar dapat mempergunakan sampan atau perahu motor yang disediakan masyarakat. B. Danau Di Desa Buluhcina terdapat 11 (sebelas) danau wisata yaitu 1. Danau Rengas, 2. Danau Tanjung Putus, 3. Danau Baru, 4. Danau Dalam, 5. Danau Pinang Luar, 6. Danau Kutit, 7. Danau Tuok Tongah, 8. Danau Tanjung Balam, 9. Danau Tangon, 10. Danau Buntar, dan 11. Danau Awang. Terdapat 7 (tujuh) danau yang berada di lokasi Hutan Wisata yang baik untuk tempat rekreasi keluarga dan menghilangkan kejenuhan dengan memancing di danau tersebut dengan disediakannya sampan bagi para pengunjung (Atamajaya, 2010).Selain itu bagi wisatawan dapat pula melihat budidaya ikan selais. Hutan Wisata dan seluruh lingkungannya merupakan menjadi lokasi yang tepay bagi penelitian flora dan fauna serta lingkungan sosial budaya bagi mahasiswa dan peneliti. C. Hutan Wisata Hutan Desa Buluhcina memiliki hutan yang sangat luas dengan jenis tanaman hutan yang beraneka ragam dengan peruntukan lahan hutan yang berbeda yaitu : * Hutan Lindung * Hutan wisata 1000 ha * Hutan cadangan perkebunan 1500 ha Sehingga bagi wisatawan atau peneliti dan mahasiswa yang hobi berpetualangan dapat melakukan hiking, kemping dan penelitian di Hutan WisataDesaBuluhcina.Wisata Hutan Desa Buluhcina Hiking (Jalan Sehat di Hutan) Tersedia pemandu dari masyarakat setempat untuk memandu para wisatawan yang hendak hiking di dalam hutan. Terdapat 3 jalur yang disediakan yaitu Jalur 500m, Jalur 1000m, dan Jalur 2000m. Hal ini disesuaikan dengan kemampuan para wisatawan. Setiap kelompok hiking akan dipandu oleh 2 orang pemandu (depan dan belakang) dengan biaya berkisar Rp. 75.000 - Rp. 100.000 /pemandu. Setiap kelompok hiking berjumlah maksimal 25 orang. Camping (Kemping alias Berkemah) Banyak tempat kemping di areal Wisata Hutan Desa Buluhcina ini. Jika tak hendak memilih, pemandu siap memberikan tempat kemping terbaik bagi wisatawan. Jika hendak memilih, lakukanlah survey tempat terlebih dahulu beberapa hari sebelum pelaksanaan kemping. Pemandu akan menunjukkan tempat-tempat yang cocok bagi wisatawan untuk kemping. Selain itu, pemuda setempat akan bersedia menjadi pembuat/pendiri tenda, pembuat kamar kecil (MCK), penjaga malam dan antar jemput ke lokasi. Mereka pun siap menyediakan makanan jika dipesan terlebih dahulu.

BAB IIIMETODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat PenelitianPenelitian ini akan di laksanakan pada Bulan Januari sampai april 2013 yang berlokasi di Hutan Ulayat Buluhcina dan masyarakat yang berada di sekitar lokasi hutan. Secara administratif Hutan Ulayat Buluhcina berada di Desa Buluhcina Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.3.2 Langkah kerjaMetode yang dilakukan dalam kegiatan penelitian ini adalah metode survey untuk mengumpulkan data di lokasi penelitian. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Metode yang dilakukan adalah dengan pengambilan sampling acak secara sistematis dengan sistem jalur. Jumlah jalur adalah 5 buah dengan panjang masing-masing jalur 1000 meter. Kemudian pengambilan data lapangan dilakukan dengan membuat plot dengan luas 20 m x 20 m dimana jumlah plot keseluruhan adalah 250 plot sehingga luas total pengambilan contoh adalah 10 ha. Untuk memperoleh data tentang pemanfaatan komoditi tersebut juga dilakukan wawancara langsung menggunakan kuesioner kepada warga masyarakat Desa Buluhcina. Responden dipilih secara purposive (Mukhammadun et al. 2008)Untuk komoditi kayu bakar, nilai keberadaan, dan air, pengambilan datanya melalui wawancara langsung menggunakan kuesioner dengan masyarakat Buluhcina, terutama para pengguna komoditas dimaksud. Responden juga dipilih secara purposive. Khusus untuk penghitungan nilai ikan, responden diwawancarai secara sensus. Sedangkan untuk nilai serapan karbon menggunakan Indeks Penyerapan Carbon menurut Brown and Pierce (1994) dalam Widada (2004), dengan standar harga Wold Bank (2004) dalam Widada (2004). Pengolahan data hasil penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan Productivity Cost (Biaya Produktivitas), dan Contingent Valuation Method (CVM). Nilai ekonomi suatu komoditas dihitung dengan memperkalikan harga pasar dengan kuantitas dari barang atau jasa dimaksud, sebagaimana rumus dibawah ini :Nilai ekonomi komoditas (NK) = (Ki X Pi)Keterangan : K = Komoditas yang dinilaiP = Harga suatu komoditasNilai keberadaan Hutan Ulayat Buluhcina dihitung dengan pendekatan CVM, yaitu: Nilai keberadaan = WTP (Willingness to Pay) rata-rata X Jumlah pendudukpengeluaran investasi (Investment), dan selisih antara nilai ekspor dikurangi impor (X M). Setelah hasil perhitungan semua komponen potensi manfaat yang bernilai ekonomi diketahui, maka akan dihitung Nilai Ekonomi Total (Total Economic Value). Nilai Ekonomi Total Hutan Ulayat Buluhcina diperoleh melalui penjumlahan masing-masing nilai ekonomi komoditi, dengan rumus :TEV = ( Vn) ; n = 1 sd 12Dimana:TEV = Total Economic Value, yakni nilai ekonomi total obyek sumberdaya alam yang diteliti Vn = Nilai ekonomi komoditas yang diteliti ke n (1 s/d 12) Selanjutnya diasumsikan daur tiap komoditi adalah 25 tahun, suku bunga atau discount rate diasumsikan 10 %, serta harga dianggap tetap, sehingga masing-masing komoditi akan diketahui net present value untuk jangka waktu 25 tahun dengan rumus :NPV = (Bt-Ct)(1+i)tKeterangan :Present Value (PV) adalah nilai sekarang dari penerimaan (uang) yang akan di dapat pada tahun mendatang. Net Present Value (NPV) adalah selisih antara penerimaan dan pengeluaran tiap tahunBt = benefit tahun ke t;Ct = cost tahun ke t;i = interest rate yang ditentukant = tahun

DAFTAR PUSTAKA

Mukamadun ; Efrizal, Tengku ; Tarumun, suardi. 2008. Valuasi Ekonomi Hutan Ulayat Buluh cina Desa Buluh Cina Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar. Universitas Riau. Pekanbaru

Anonim, 2011. http://gskbb.blogspot.com/2011/08/taman-wisata-alam-desa-buluh-cina.html (Diakses pada 27 November 2012)Fauzi, A. 2004. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Warman, K. 2001. Penggalian Potensi Hukum Adat dalam Rangka Penanganan Kasus Pencurian Hasil Hutan di Taman Nasional Kerinci Seblat. Yayasan Andalas Bumi Lestari Padang. Padang

Widada, 2004. Valuasi Ekonomi Taman Nasional Gunung Halimun. Desertasi Doktor Program Studi Ilmu Kehutanan. IPB. Bogor. Tidak diterbitkan.

Anonim,2010.http://riaubisnis.com/index.php/expedition/81-hutanbuluhcina/1902-potensi-hutan-buluhcina-yang-lahir-dari-kearifan-lokal?tmpl=component&print=1&page=(Diakses pada 27 November 2012)Atmajaya, 2010. http://www.attayaya.net/2012/03/wisata-hutan-desa-buluhcina-riau.html. =(Diakses pada 28 November 2012)