Tugas Manajemen Asset

25
TUGAS MANAJEMEN ASET DAN PENGELOLAAN BARANG DAN JASA UNIVERSITAS INDONESIA AKUNTANSI AKRUAL ASET PUBLIK ASEP SAMBAS 1406514952 FAKULTAS EKONOMI PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI JAKARTA 2015

description

Manajemen Asset dan Pengadaan Barang dan Jasa contoh di daerah purworejo

Transcript of Tugas Manajemen Asset

TUGASMANAJEMEN ASET DAN PENGELOLAAN BARANG DAN JASA

UNIVERSITAS INDONESIA

AKUNTANSI AKRUAL ASET PUBLIK

ASEP SAMBAS1406514952

Fakultas EkonomiPROGRAM Magister AkuntansiJakarta2015

BAB I

PENDAHULUANAkuntansi akrual merupakan konsep yang sangat popular digunakan di sektor swasta, karena akuntansi akrual dianggap memberikan benefit yang besar kepada penggunanya. Akuntansi akrual memberikan informasi yang lebih bisa diandalkan karena mampu memberikan informasi tentang kewajiban dan hak yang akan diterima di masa depan sehingga keputusan ekonomi dapat diambil lebih baik.Berbagai dorongan untuk mereformasi akuntansi pada sektor publik telah hadir dari berbagai lembaga internasional. Dalam Beberapa tahun terakhir sampai sekarang organisasi global seperti Bank Dunia, InternationalMonetary Fund (IMF) dan International federation of Accountants (IFAC) aktif mempromosikan adopsi manajemen dan teknik sektor swasta ke sektor publik (Roob dan Newberry, 2007:743).Akuntansi akrual pada sektor publiik adalah sebuah konsep turunan dari New Public Management karena akuntansi akrual merupakan bentuk sistem manajemen sektor privat yang diadopsi ke sektor publik sebagai alat pengukuran kinerja. Bahkan Pentingnya akuntansi akrual terhadap New Public Management diungkapkan oleh Liekerman (2003:3) yang menjelaskan bahwa pemerintah yang mengadopsi New Public Management maka dalam bidang akuntansi harus juga menjalankan akuntansi akrual. Tanpa akuntansi akrual maka adopsi New Public Management akan berjalan kurang lancar.Dalam banyak literatur dijelaskan bahwa akuntansi akrual diyakini mempunyai manfaat yang lebih baik dibandingkan dengan akuntansi kas.Diamond (2002 : 9-10) dalam dokumen International Monetary Fund (IMF) yang berjudul: Performance Budgeting: Is Accrual Accounting Required?, menuliskan ada empat manfaat dari akuntansi akrual yaitu :1. Meningkatkan Kualitas Penggunaan Sumber daya (Improve Resource Allocation).2. Penguatan Akuntabilitas (Strengthened Accountability).3. Meningkatkan Transparansi atas Total Biaya dari Aktivitas Pemerintahan (Enhanced Transparency on Total Resources Costs of Government Activities).4. Melihat dengan Lebih Komprehensif atas Pengaruh dari Aktivitas Pemerintahan Terhadap Perekonomian (More Comprehensive View of Governments Impact on The Economy).

HAMBATAN PELAKSANAAN AKUNTANSI AKRUALSejumlah isu pengakuan muncul ketika akuntansi akrual diterapkan pada sektor publik. Hal ini disebabkan beberapa jenis aset dan kewajiban sama sekali tidak ada di sektor privat, termasuk aset warisan (heritage), aset militer, aset infrastruktur dan program asuransi sosial.1. Heritage AssetsAset warisan termasuk bangunan bersejarah, monumen dan situs arkeologi, museum, galeri dan koleksi arsip. Isu-isu yang terkait dengan pengakuan aset tersebut umumnya tidak terlalu signifikan berdampak pada keuangan fiskal secara keseluruhan. Hal ini umumnya dimulai dari fakta bahwa akrual dipandang oleh beberapa orang sebagai penetapan "nilai pasar" pada sesuatu yang nilainya secara inheren budaya dan tidak moneter.Dari sudut pandang yang lebih teknis, aset warisan sangat berbeda dari jenis lain aset. Mereka memiliki siklus hidup yang sangat panjang, umumnya, diukur dalam ratusan tahun. Nilai mereka tidak berkurang dari waktu ke waktu karena keausan (tapi bisa ada biaya pemeliharaan yang signifikan), bahkan, nilai aset tersebut cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Biaya akuisisi mereka umumnya tidak dikenal dan dalam banyak kasus sama sekali tidak relevan untuk tujuan penilaian berdasarkan nilai pasar. Akuisisi aset mungkin terjadi melalui cara-cara non-orthodox, seperti yang disesuaikan selama perang. Aset umumnya tidak berharga dalam arti apapun, karena penjualan mereka umumnya dilarang oleh hukum. Dan, menurut sifatnya, mereka tidak memiliki nilai penggantian.Mendefinisikan apa yang merupakan aset warisan seringkali cukup sulit. Lebih kompleks lagi ketika bangunan bersejarah memiliki kegunaan ganda: misalnya, kantor-kantor pemerintah yang terletak di istana sejarah. Haruskah ini diperlakukan sebagai aset normal atau sebagai aset warisan? Atau haruskah aset dipisahkan sehingga bagian dari nilai bangunan dihitung sebagai aset normal dan sisanya diperlakukan sebagai aset warisan? Isi museum dan galeri adalah hal khusus lain. Beberapa negara mengambil pendekatan yang sangat komprehensif. Misalnya, New Zealand menghargai isi dari arsip nasional dengan penilaian yang diberikan oleh sebuah rumah lelang internasional.Isi galeri seni, dalam banyak hal, yang paling berharga dari semua aset warisan, karena merupakan pasar seni internasional yang hidup. Dalam praktiknya, beberapa negara melakukan penilaian khusus, sementara negara lainnya tidak. Di samping itu, ada beberapa negara yang tidak melakukannya untuk koleksi yang telah ada, tetapi melakukannya untuk akuisisi baru.2. Military AssetsPerlakuan aset militer merupakan masalah unik lainnya di sektor publik. Pandangan internasional jelas mendukung pengakuan aset militer sebagai aset lainnya. Jika mereka harus diperlakukan berbeda, maka mendefinisikan apa yang merupakan aset militer perlu diperjelas. Hal ini perlu dilakukan untuk membedakan antara aset tujuan militer bersifat umum dan aset militer bersifat khusus. Perlu pula diketahui bahwa aset ini juga rentan terhadap kerusakan dini, baik melalui kerugian dalam pertempuran atau karena usang (misalnya, musuh mengembangkan senjata militer yang canggih sehingga menyebabkan aset ini tidak berguna). Kriteria mendefinisikan apa yang merupakan aset militer tertentu dapat lebih diperketat. Misalnya, barang-barang pendukung (seperti angkutan militer) dapat dikapitalisasi dan disusutkan, sedangkan item tempur (seperti jet tempur) tidak akan dikapitalisasi dan disusutkan.Amerika Serikat menggunakan pendekatan di atas untuk aset militernya. Mereka sekarang telah memutuskan bahwa semua properti militer, tetap harus dikapitalisasi dan disusutkan. Mereka percaya bahwa perubahan itu secara konseptual benar dan akan membantu manajemen dalam perhitungan biaya penuh untuk memproduksi output. Hal ini juga menghindari masalah yang terkait dengan pendefinisian apa sebenarnya yang merupakan aset militer itu? Di samping itu, pandangan bahwa aset militer rentan terhadap kerusakan dini karena alasan-alasan yang disebutkan di atas dapat diterima. Tapi pendekatan yang diadopsi adalah untuk depresiasi secara normal dan dicatat sebagai kerugian jika aset tersebut dihancurkan atau menjadi usang.Sejumlah isu militer khusus lainnya dapat diidentifikasi. Pertama, sulit untuk melakukan penelitian di bidang aset militer, terutama bila sistem militer baru sedang dikembangkan. Hal ini terjadi karena keengganan pihak militer untuk memberikan informasi dan juga karena mereka sering merahasiakan biaya. Kedua, militer memegang peranan tidak proporsional dari surplus aset - seperti fasilitas yang dinonaktifkan - yang dicatat sebesar nilai nihil, tetapi pada dasarnya harus diberikan nilai negatif karena biaya militer tidak bisa di publikasikan. Ketiga, penggunaan eksklusif atas aset militer yang digunakan untuk komunikasi dan penggunaan wilayah udara, di mana situasi ini membutuhkan biaya besar bagi pemerintah. Di samping itu, informasi yang diberikan memiliki nilai komersial yang besar. Timbul pertanyaan bagaimana, dan jika perlu, kedua isu terakhir dapat secara khusus diperlakukan dengan menggunakan akuntansi akrual.3. Infrastructure AssetsAset infrastruktur adalah kategori sektor publik yang penting. Aset ini meliputi jalan raya dan aset jaringan lainnya. Aset ini sering memiliki nilai yang sangat tinggi, dan sering menjadi tanggung jawab pada tingkat pemerintahan yang lebih rendah (pemerintah daerah).Isu-isu utama dari aset infrastruktur yang dapat diidentifikasi dari beberapa literatur sebagaimana uraian Blondal (2003) adalah, pertama, bagaimana dampak dari umur ekonomis yang sangat panjang dalam menentukan metode penyusutan yang sesuai. Dalam konteks ini, ada contoh kasus di mana aset tersebut tidak didepresiasikan, melainkan hanya menyatakan bahwa aset tersebut dipertahankan sedemikian rupa. Kedua, isu berkaitan dengan pengakuan aset infrastruktur yang dihubungkan dengan kebutuhan untuk belanja pemeliharaan atas aset tersebut, di mana pengeluaran ini sering diabaikan oleh pihak pemerintah. Ketiga, seringkali sangat sulit untuk memperkirakan biaya akuisisi asli dari aset tersebut jika metode biaya perolehan digunakan. Hal ini baik karena usia tua dan kesulitan dalam memisahkan investasi awal dan biaya pemeliharaan. Keempat, adalah isu berkaitan dengan pemilihan metode penilaian (biaya perolehan vs nilai saat ini) memiliki dampak yang sangat tinggi atas aktiva tersebut.4. Social Insurance ProgrammesPerlakuan program asuransi sosial, seperti program pensiun hari tua di sektor publik, adalah masalah yang sangat kontroversial di lingkungan akuntansi akrual. Hal yang perlu ditekankan di sini adalah program ini tidak merujuk pada perlakuan atas program pensiun pegawai pemerintah, tetapi program ini merupakan kewajiban kontrak di mana perlakuan atas kewajibannya harus jelas.5. Valuation issuesPendekatan tradisional untuk penilaian adalah berdasarkan harga historis. Namun demikian, terjadi gerakan yang berkembang untuk mengadopsi pendekatan harga saat ini (current cost) untuk penilaian. Secara konseptual, valuasi dengan menggunakan harga saat ini umumnya dipandang sebagai superior, namun pertimbangan praktis sering menyebabkan kelanjutan/adopsi dari pendekatan biaya historis. Namun, ada masalah terlepas dari pendekatan yang diadopsi.Pendekatan historis atas penilaian aset didasarkan pada biaya akuisisinya setelah dikurangi penyusutan. Hal ini tampak sebagai pendekatan yang lebih objektif karena didasarkan pada jumlah yang harus dibayarkan untuk aset tersebut. Selain itu, akan lebih mudah penanganannya dari sudut pandang praktis. Masalah dengan pendekatan harga historis, adalah bahwa nilai-nilai aset menjadi out-of-date, di mana nilainya semakin berkurang dengan berjalannya waktu sejak akuisisi. Masalah utama lainnya adalah inkonsistensi dalam perlakuan aset individu, baik antara entitas dan dalam entitas itu sendiri. Sebagai contoh, dua bangunan yang identik dapat dinilai sangat berbeda jika mereka dibeli pada waktu yang berbeda. Masalah selanjutnya - terutama dalam konteks sektor publik - adalah catatan tidak lengkap sehingga biaya akuisisi tidak diketahui.Valuasi dengan menggunakan nilai saat ini dimaksudkan untuk mengatasi masalah di atas. Dengan sifatnya, metode ini lebih relevan, karena informasi tidak out-of-date. Karenanya, metode ini dipandang sebagai indikator yang lebih baik untuk mengetahui sumber daya yang ada dalam suatu entitas dan dasar yang lebih baik untuk mengevaluasi kinerja suatu entitas. Hal ini terutama terjadi ketika menghitung biaya yang sebenarnya dikeluarkan atas layanan yang diberikan (seperti aliran informasi dari neraca ke laporan laba-rugi dalam bentuk depresiasi). Valuasi dengan menggunakan harga saat ini juga nilainya jauh lebih besar untuk analisis ekonomi. Penggunaan metodologi valuasi saat ini sangat membutuhkan banyak pertimbangan profesional dalam membuat penilaian.Ada beberapa metodologi berbeda yang dapat digunakan dalam menerapkan valuasi berdasarkan harga saat ini, yaitu, biaya penggantian yang disusutkan, nilai penggunaan dan nilai realisasi bersih. Masing-masing metode memiliki masalah mereka sendiri. Biaya penggantian terdepresiasi mengasumsikan bahwa orang akan membeli aset yang sama di masa depan dengan harga yang sama, di mana hal tersebut kemungkinan besar tidak terjadi. Sementara nilai penggunaan, metodologi ini sangat tergantung pada niat manajemen. Ketika pendekatan ini diadopsi dalam lingkungan non-kompetitif, suatu entitas dapat meningkatkan biaya sehingga arus kas dari aset bertambah. Akibatnya, nilai aset akan meningkat. Masalah dengan pendekatan nilai realisasi bersih, terjadi misalnya pada aset khusus, di mana harga pasar mungkin tidak ada atau mungkin harga tersebut tidak akurat.Kesulitan lebih lanjut dengan valuasi menggunakan harga saat ini adalah hasilnya dapat berfluktuasi secara signifikan dari tahun ke tahun, menciptakan keuntungan ketika nilai naik, tapi kerugian ketika nilai turun. Hal ini dapat memiliki dampak besar pada surplus defisit (bottom line) yang dilaporkan pemerintah. Apakah politisi bersedia untuk menerima bahwa bottom line pemerintah dapat ditentukan oleh fluktuasi seperti itu? Juga, akan berbahaya dan merusak disiplin fiskal, apabila keuntungan dari fluktuasi tersebut digunakan untuk meningkatkan pengeluaran lainnya? Padahal keuntungan tersebut bukanlah sebuah keuntungan yang nyata dalam bentuk penerimaan uang. Hal ini yang menjadi sorotan yaitu perubahan perilaku karena adopsi akuntansi akrual dan berakibat kurang baik.

BAB II

PENERAPAN AKUNTANSI AKRUAL DI INDONESIATerdapat dua model utama dalam penerapan akrual basis yakni model langsug (big bang) dan model bertahap (gradual). Pendekatan model big bang dilakukan dalam jangka waktu yang sangat singkat. Keuntungan pendekatan ini adalah mendukung terjadinya perubahan budaya organisasi, cepat dan dapat menghindari risiko kepentingan, namun mengandung kelemahan, seperti beban kerja tinggi, ketiadaan waktu untuk menyelesaikan masalah yang timbul, dan komitmen politik yang mungkin bisa berubah. Contoh sukses penerapan adalah di Selandia Baru yang didukung tiga faktor yakni adanya krisis fiskal, dukungan politisi, dan adanya reformasi birokrasi yang memberikan fleksibiltas kepada SDM. Alternatif lain yakni pendekatan bertahap, seperti pelaksanaan di pemerintah federal Amerika Serikat. Keuntungan pendekatan ini adalah antisipasi permasalahan yang mungkin timbul dan cara penyelesaiannya selama masa transisi, basis kas masih dapat dilakukan secara paralel untuk mengurangi risiko kegagalan. Sedangkan kelemahannya adalah akan membutuhkan banyak SDM, perubahan budaya organisasi tidak terjadi, dan hilangnya momentum penerapan basis akrual.Di Indonesia, reformasi pengelolaan keuangan negara telah berjalan lebih dari satu dasawarsa yaitu sejak ditetapkannya paket undang-undang keuangan negara, yang terutama adalah Undang-undang (UU) Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang- undang (UU) Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Dengan dilaksanakannya reformasi ini maka pengelolaan keuangan Negara harus dapat dijalankan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) UU Nomor 17 tahun 2003.Paket perundang-undangan keuangan negara tersebut telah menetapkan bahwa pengelolaan keuangan negara harus dilaksanakan dengan dukungan penerapan sistem akuntansi yang baik berpondasikan pada sistem pengendalian internal yang kokoh. Dalam paket perundang-undangan keuangan negara tersebut juga telah ditetapkan bahwa pelaksanaan sistem akuntansi akrual paling lambat 5 tahun sejak UU No. 17 tahun 2003 ditetapkan atau pada tahun 2008.Selama basis akrual belum dilaksanakan, pemerintah menjalankan sistem akuntansi menggunakan basis akuntansi cash towards accrual. Hal ini didukung Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) sebagai dasar pelaksanaan sistem akuntansi pemerintahan dengan basis cash towards accrual. Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) merupakan dasar pelaksanaan sistem akuntansi pemerintahan dengan basis akrual.Penerapan basis akrual tidak boleh hanya dilihat sebagai masalah teknik akuntansi saja, tetapi penerapan ini membutuhkan perubahan budaya organisasi dan harus merupakan bagian dari reformasi birokrasi secara menyeluruh. Informasi yang dihasilkan dengan basis akrual akan menjadi berharga dan sukses apabila informasi yang dihasilkan digunakan untuk dasar membuat kebijakan publik yang semakin baik. Perubahan ini tidak secara otomatis terjadi, tapi perlu secara aktif dipromosikan secara kontinyu. Khan and Mayes (2009) mendiskusikan kemungkinan rangkaian implementasi akuntansi akrual termasuk pelaporan keuangan periodik disesuaikan dengan tingkat entitas (line-entities) maupun pemerintah secara keseluruhan. Salah satu pendekatan yang mungkin dilakukan pada tahap awal adalah berfokus pada aset-aset keuangan dan kewajiban-kewajiban keuangan yang cenderung lebih mudah untuk diukur.

AKUNTANSI AKRUAL TERKAIT ASET TETAPTerdapat beberapa isu yang penting terkait aset tetap di pemerintahan yang harus mendapat perhatian:1. Masalah estimasi masa manfaat.Pada PP 71/2010 klasifikasi aset tetap adalah:a. Tanah;b. Peralatan dan Mesin;c. Gedung dan Bangunan;d. Jalan, Irigasi, dan Jaringan;e. Aset Tetap Lainnya; danf. Konstruksi dalam Pengerjaan.Kebijakan akuntansi harus mengatur tentang bagaimana estmasi masa manfaat pada setiap klasifikasi aset tetap tersebut untuk keperluan perhitungan penyusutan aset tetap. Selain tanah dan konstruksi dalam pengerjaan, seluruh aset tetap dapat disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut.Perlu ditelaah secara periodik apakah masa manfaat yang ditetapkan untuk penyusutan asset masih relevan atau ada perubahan. Jika ada perubahan estimasi maka perlu dilakukan penyesuaian sesuai aturan tentang perubahan estimasi dalam PSAP 10.2. Masalah perolehan aset tetap dan nilai yang akan disusutkan.Dalam pengelolaan aset tetap di Pemerintahan, aset tetap dicatat berdasarkan harga perolehan. Jika informasi harga perolehan tidak diketahui/didapatkan, maka dapat dicatat berdasarkan harga wajar asset yang diterima tersebut (SAP Par 24).3. Masalah estimasi nilai sisa asset yang akan disusutkan.Nilai sisa aset sangat penting dalam menentukan besarnya nilai tersusutkan. Jika dalam menghitung besarnya penyusutan periodik tidak mempertimbangkan nilai sisa, maka pada akhir masa manfaat nilai buku aset akan nol. Hal ini tentunya tidak realistis. Alternatif solusinya adalah dengan memberikan nilai residu pada saat menghitung formula penyusutan.4. Masalah manajemen asetPermasalahan manajemen aset terkait sistem pengelolaan aset daerah. Permasalahan akrual basis sesungguhnya mendorong upaya pembenahan sistem yang dapat mendukung pencatatan akrual. Hal-hal yang perlu mendapat perhatian antara lain perlunya memastikan efektifitas, efisiensi dan security dari operasi. Di lain pihak pengendalian informasi memerlukan validitas dalam penginputan data aset tetap yang mencakup pula akurasi, kelengkapan, dan juga terkait pembaruan dalam data aset tetap.

MANAJEMEN ASET DAERAHAset atau barang daerah merupakan potensi ekonomi yang dimiliki oleh daerah. Potensi ekonomi bermakna adanya manfaat finansial dan ekonomi yang bisa diperoleh pada masa yang akan datang, yang bisa menunjang peran dan fungsi pemerintah daerah sebagai pemberi pelayanan publik kepada masyarakat.Pengelolaan aset daerah diatur dalam PP No.6/2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Permendagri No.17/2007 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah. Sedangkan lingkup pengelolaan aset dimaksud meliputi:(1) perencanaan kebutuhan dan penganggaran,(2) pengadaan,(3) penggunaan,(4) pemanfaatan,(5) pengamanan dan pemeliharaan,(6) penilaian,(7) penghapusan,(8) pemindahtanganan,(9) penatausahaan,(10) pembinaan, pengawasan, dan pengendalian.

Perencanaan KebutuhanBerdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, menjelaskan bahwa perencanaan kebutuhan adalah kegiatan merumuskan rincian kebutuhan barang milik daerah untuk menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar dalam melakukan tindakan pemenuhan kebutuhan yang akan datang. Perencanaan kebutuhan disusun dalam Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dengan memperhatikan ketersediaan barang milik daerah yang sudah ada. Perencanaan ini harus berpedoman pada standarisasi barang dan standarisasi kebutuhan barang/sarana prasarana perkantoran.Menurut Mardiasmo (2004: 238) pemerintah daerah perlu membuat perencanaan kebutuhan aset yang akan digunakan/dimiliki. Berdasarkan rencana tersebut, pemerintah daerah kemudian mengusulkan anggaran pengadaannya. Dalam hal ini, masyarakat dan Dewan Perwakilan RakyatDaerah (DPRD) perlu melakukan pengawasan (monitoring) mengenai apakah aset (kekayaan) yang direncanakan untuk dimiliki daerah tersebut benar-benar dibutuhkan daerah.

PengadaanBerdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 tentang Perubahan Keempat Atas Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003 Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, menjelaskan bahwa pengadaan barang/jasa pemerintah adalah kegiatan pengadaan barang/jasa yang dibiayai dengan APBN/APBD, baik yang dilaksanakan secara swakelola maupun oleh penyedia barang/jasa. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, menjelaskan bahwa pengadaan adalah kegiatan untuk melakukan pemenuhan kebutuhan barang daerah dan jasa. Pengadaan barang milik daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip efisien, efektif, transparan dan terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel.Mardiasmo (2004) menjelaskan pengadaan barang atau kekayaan daerah harus dilakukan berdasarkan sistem tender (compulsory competitive tendering contract). Hal tersebut dilakukan supaya pemerintah daerah dan masyarakat tidak dirugikan.

PemanfaatanBerdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik daerah yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, bangun guna serah dan bangun serah guna dengan tidak mengubah status kepemilikan. Bentuk-bentuk pemanfaatan barang milik daerah adalah seperti berikut ini.a. Sewa yaitu pemanfaatan barang milik daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dengan menerima imbalan uang tunai.b. Pinjam Pakai yaitu penyerahan penggunaan barang antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah dan antar Pemerintah Daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu tersebut berakhir diserahkan kembali kepada pengelola.c. Kerjasama Pemanfaatan yaitu pendayagunaan barang milik daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan daerah bukan pajak/pendapatan daerah dan sumber pembiayaan lainnya.d. Bangun Guna Serah yaitu pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu.e. Bangun Serah Guna yaitu pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunan diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu yang disepakati.Sehubungan dengan pemanfaatan aset daerah khususnya berupa benda tidak bergerak yang berbentuk tanah atau bangunan/gedung, terutama yang belum didayagunakan secara optimal sehingga dapat memberikan value added, value in use dan mampu menaikkan nilai ekonomi aset bersangkutan, maka dapat dilaksanakan melalui penggunausahaan yaitu pendayagunaan aset daerah (tanah dan atau bangunan) oleh pihak ketiga (perusahaan swasta) dalam bentuk BOT (Build-Operate-Transfer), BTO (Build-Transfer-Operate), BT (Build- Transfer), KSO (Kerja Sama Operasi) dan bentuk lainnya (Siregar, 2004).

Pengamanan dan pemeliharaanPeraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, menjelaskan bahwa pemeliharaan adalah kegiatan atau tindakan yang dilakukan agar semua barang milik daerah selalu dalam keadaan baik dan siap untuk digunakan secara berdaya guna dan berhasil guna. Pengamanan adalah kegiatan tindakan pengendalian dalam pengurusan barang milik daerah dalam bentuk fisik, administratif dan tindakan upaya hukum.Siregar (2004) mengatakan legal audit, merupakan suatu ruang lingkup untuk mengidentifikasi dan mencari solusi atas permasalahan legal mengenai prosedur penguasaan atau pengalihan aset seperti status hak penguasaan yang lemah, aset yang dikuasai pihak lain, pemindahan aset yang tidak termonitor dan lain-lain. Mardiasmo (2004) menyatakan bahwa pengamanan aset daerah merupakan salah satu sasaran strategis yang harus dicapai daerah dalam kebijakan pengelolaan aset daerah.

PenilaianBerdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, penilaian adalah suatu proses kegiatan penelitian yang selektif didasarkan pada data/fakta yang obyektif dan relevan dengan menggunakan metode/teknis tertentu untuk memperoleh nilai barang milik daerah. Dalam rangka menyusun neraca pemerintah perlu diketahui berapa jumlah aset negara sekaligus nilai dari aset tersebut. Untuk diketahui nilainya maka barang milik negara secara periodik harus dilakukan penilaian baik oleh pengelola barang ataupun melibatkan penilai independent sehingga dapat diketahui nilai barang milik negara secara tepat. Untuk penilaian berupa tanah dan atau bangunan menggunakan patokan Nilai Jual Obyek Pajak.Menurut Siregar (2004) penilaian aset merupakan suatu proses kerja untuk melakukan penilaian atas aset yang dikuasai. Untuk itu pemerintah daerah dapat melakukan outsourcing kepada konsultan penilai yang profesional dan independent. Hasil dari nilai tersebut akan dimanfaatkan untuk mengetahui nilai kekayaan maupun informasi untuk penetapan bagi aset yang akan dijual.

PenghapusanBerdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, penghapusan adalah tindakan menghapus barang milik daerah dari daftar barang dengan menerbitkan surat keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan pengguna dan/atau kuasa pengguna dan/atau pengelola dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya. Mardiasmo (2004) menyatakan bahwa penghapusan aset daerah merupakan salah satu sasaran strategis yang harus dicapai daerah dalam kebijakan pengelolaan aset daerah guna mewujudkan ketertiban administrasi mengenai kekayaan daerah.

InventarisasiBerdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, menjelaskan bahwa inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan barang milik daerah. Menurut Siregar (2004) inventarisasi aset terdiri dari dua aspek yaitu inventarisasi fisik dan yuridis/legal. Aspek fisik terdiri dari bentuk, luas, lokasi, volume/jumlah, jenis, alamat dan lain-lain, sedangkan aspek yuridis adalah status penguasaan, masalah legal yang dimiliki, batas akhir penguasaan. Proses kerjanya adalah dengan melakukan pendaftaran labeling, cluster, secara administrasi sesuai dengan manajemen aset.Mardiasmo (2004) menjelaskan bahwa pemerintah daerah perlu mengetahui jumlah dan nilai kekayaan daerah yang dimilikinya, baik yang saat ini dikuasai maupun yang masih berupa potensi yang belum dikuasai atau dimanfaatkan. Untuk itu pemerintah daerah perlu melakukan identifikasi dan inventarisasi nilai dan potensi aset daerah. Kegiatan identifikasi dan inventarisasi dimaksudkan untuk memperoleh informasi yang akurat, lengkap dan mutakhir mengenai kekayaan daerah yang dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah daerah.

Pengawasan dan pengendalianUntuk menjamin kelancaran penyelenggaraan pengelolaan barang milik daerah secara berdayaguna dan berhasilguna, maka fungsi pembinaan, pengawasan dan pengendalian sangat penting untuk menjamin tertib administrasi pengelolaan barang milik daerah. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, menjelaskan bahwa pengendalian merupakan usaha atau kegiatan untuk menjamin dan mengarahkan agar pekerjaan yang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sedangkan pengawasan merupakan usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas dan/atau kegiatan, apakah dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan.Siregar (2004) mengatakan pengawasan dan pengendalian, dalam pemanfaatan dan pengalihan aset merupakan suatu permasalahan yang sering terjadi pada pemerintah daerah saat ini. Suatu sarana yang efektif dalam meningkatkan kinerja aspek ini adalah melalui pengembangan SIMA (Sistem Informasi Manajemen Aset). Melalui sistem ini maka transparansi kerja dalam pengelolaan aset sangat terjamin dan dapat diawasi dengan jelas, karena keempat aspek di atas diakomodir dalam suatu sistem yang termonitor dengan jelas seperti sistem arus keuangan yang terjadi di perbankan, sehingga penanganan dan pertanggungjawaban dari tingkat pelaksana hingga pimpinan mempunyai otoritas yang jelas.Mardiasmo (2004) menjelaskan bahwa pengawasan yang ketat perlu dilakukan sejak tahap perencanaan hingga penghapusan aset. Dalam hal ini peran masyarakat dan DPRD serta auditor internal sangat penting. Pengawasan diperlukan untuk menghindari penyimpangan dalam perencanaan maupun pengelolaan aset yang dimiliki daerah.Sebagai salah satu tolok ukur yang paling riil dalam menilai kinerja pihak-pihak yang terkait dengan manajemen aset adalah opini yang di dapat oleh Kementerian/Lembaga dari aparat pengawas eksternal yaitu BPK. Salah satu tolok ukur kinerja pemda dapat dilihat dari laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD), yang harus terlebih dahulu diaudit oleh BPK. Informasi dalam LKPD harus dapat memenuhi kebutuhan penggunanya, yang menurut SAP adalah masyarakat, wakil rakyat, lembaga pengawas, lembaga pemeriksa, donatur, investor, pemberi pinjaman, dan pemerintah. Untuk mendapatkan opini WTP atas LKPD dari tim audit BPK memang cukup sulit mengingat biasanya pengelolaan cash flow tidak dikontrol dengan baik, sistem pengendalian intens pemerintah (SPIP) daerah atas pengelolaan keuangan masih lemah, dan pengelolaan aset daerah tidak dilengkapi dengan bukti administrasi lengkap.Pengelolaan aset daerah bukan merupakan pekerjaan yang mudah. Hal ini terbukti dari masih banyaknya pengecualian kewajaran atas nilai aset pemerintah daerah dalam opini BPK-RI atas laporan keuangan pemerintah daerah. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa pemerintah daerah mengalami kesulitan dalam pengelolaan aset sehingga menyajikan aset daerah dengan kurang atau tidak wajar.Hasil pendalaman BPK terdapat beberapa kelemahan signifikan dalam penyajian aset tetap antara lain :1. Pencatatan kartu inventaris barang (KIB) tidak didukung pencatatan pendukung seperti kartu inventaris ruangan (KIR).2. Sebagian besar fisik barang tidak bisa langsung diidentifikasi karena tidak diberi nomor register barang atau nomor register yang menempel pada fisiknya,3. Ada barangnya tetapi tidak terdata dalam KIB4. Kartu inventaris tidak dibuat berdasarkan data realisasi fisik barang tetapi mengikuti data dari DPPAD.5. Adanya ketidaksamaan nilai perolehan antara KIB dan neraca.

STUDI KASUS PENATAUSAHAAN ASET DAERAH DI KABUPATEN PURWOREJO

Inspektorat Kabupaten Purworejo memiliki aset tetap dalam kondisi rusak berat sejumlah 33 buah senilai Rp11.473.000,00. Secara substansi, aset tetap tersebut sudah tidak digunakan untuk keperluan operasional pemerintah. Atas aset tetap tersebut sudah diusulkan penghapusan pada tanggal 11 Oktober 2010, 4 Juli 2011, dan terakhir pada tanggal 16 Agustus 2011. Namun sampai dengan tanggal 31 Desember 2011, belum terdapat Surat Keputusan Penghapusan atas aset tetap tersebut.Berdasarkan Laporan Keuangan dan Perda Kabupaten Purworejo Nomor 12 tahun 2012 tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Kab Purworejo TA 2011 (audited), pada neraca dan CaLK, aset lainnya senilai Rp21.761.146.246,96 terdiri dari Tuntutan Ganti Kerugian Daerah, Kemitraan dengan Pihak Ketiga, dan Aset tidak berwujud. Apakah penyajian tersebut sudah tepat?

Reklasifikasi AsetApabila suatu aset tetap tidak dapat digunakan karena aus, ketinggalan jaman, tidak sesuai dengan kebutuhan organisasi yang makin berkembang, rusak berat, tidak sesuai dengan rencana umum tata ruang (RUTR) atau masa kegunaannya telah berakhir, maka aset tetap tersebut hakekatnya tidak lagi memiliki manfaat ekonomi masa depan, sehingga penggunaannya harus dihentikan. Selanjutnya, terhadap aset tersebut secara akuntansi dapat dilepaskan, namun harus melalui proses yang dalam terminologi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Daerah disebut dengan penghapusan.Suatu aset tetap yang dihentikan atau dihapuskan, tidak memenuhi definisi aset tetap. Namun demikian, aset tersebut belum dapat dieliminasi dari neraca karena proses penghentian yang lebih dikenal sebagai pemindahtanganan dan penghapusan masih berlangsung. Dengan kata lain, dokumen sumber untuk melakukan penghapusbukuan belum diterbitkan. Paragraf 78 PSAP 07 mengatur bahwa aset dengan kondisi demikian harus dipindahkan dari aset tetap ke aset lainnya. Aset tetap yang dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus dipindahkan ke pos aset lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya. Pemindahan kelompok aset tetap ke aset lainnya dalam akuntansi disebut sebagai reklasifikasi aset.Peraturan Bupati Purworejo Nomor 34.A tahun 2008 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Kabupaten Purworejo, Kebijakan Akuntansi No 09 Akuntansi Aset, pada paragraf 105 menyatakan bahwa Aset tetap yang dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah daerah tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus dipindahkan ke pos aset lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya.Pada paragraf 166, disebutkan bahwa, Pos aset lain-lain digunakan untuk mencatat aset lainnya yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam aset tak berwujud, tagihan penjualan angsuran, tuntutan perbendaharaan, tuntutan ganti rugi, dan kemitraan dengan pihak ketiga. Contoh dari aset lain-lain adalah aset tetap yang dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah daerah.Berdasarkan data APBD Kab Purworejo TA 2011 (audited), pada neraca dan CaLK, aset lainnya, tidak terdapat nilai aset lainnya yang dihasilkan dari reklasifikasi. Nilai aset lainnya sebesar Rp21.761.146.246,96 terdiri dari Tuntutan Ganti Kerugian Daerah, Kemitraan dengan Pihak Ketiga, dan Aset tidak berwujud. Padahal, terdapat aset tetap yang secara substansi sudah rusak berat, hilang/tidak diketemukan yang belum ada Surat Keputusan Penghapusan, yang seharusnya direklasifikasi ke pos aset lainnya.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 tahun 2007 pasal 29 menyebutkan bahwa Laporan Barang Milik Daerah digunakan sebagai bahan untuk menyusun neraca pemerintah daerah.Peraturan Bupati Purworejo Nomor 55.1 tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, mengatur hal tersebut pada pasal 29.Nilai aset tetap pada Laporan Barang Milik Daerah (LBMD) terdiri dari nilai tanah (KIB A), peralatan dan mesin (KIB B), gedung dan bangunan (KIB C), jalan irigasi jaringan (KIB D), aset tetap lainnya (KIB E), dan konstuksi dalam pengerjaan (KIB F). Nilai tersebut termasuk juga aset tetap dengan kondisi rusak berat serta aset yang tidak ditemukan/ hilang yang belum ada Surat Keputusan Penghapusan, yang secara substansi sudah tidak digunakan untuk keperluan operasional pemerintah/dihentikan dari penggunaan aktif.Dengan demikian, nilai aset tetap pada LBMD tidak sinkron dengan nilai aset tetap yang seharusnya tercatat di neraca, karena nilai tersebut termasuk nilai aset dengan kondisi rusak berat dan tidak ditemukan/ hilang yang sesuai SAP harus disajikan di pos aset lainnya.LBMD seharusnya merupakan dukungan untuk menyusun neraca sebagaimana ketentuan Pasal 29 Permendagri Nomor 17 tahun 2007. Namun karena nilai aset pada LBMD termasuk juga aset dengan kondisi rusak berat dan tidak ditemukan/hilang, maka LBMD belum sepenuhnya dapat menjadi laporan yang mendukung penyusunan neraca pemerintah daerah.Di dalam LBMD tidak terdapat pos aset lainnya sebagaimana di dalam neraca. LBMD hanya memuat pos aset tetap. Apabila dilakukan pengurangan dengan mekanisme penghapusan LBMD, maka aset dengan kondisi rusak berat serta aset yang hilang/ tidak ditemukan yang belum ada Surat Keputusan Penghapusan, sudah dikelarkan dari buku inventarisnya, padahal kenyataanya belum ada Surat Keputusan Penghapusan. Hal tersebut jelas tidak dapat mengakomodir reklasifikasi tersebut.BAB III

KESIMPULANAkuntansi akrual pada sektor publiik adalah sebuah konsep turunan dari New Public Management karena akuntansi akrual merupakan bentuk sistem manajemen sektor privat yang diadopsi ke sektor publik sebagai alat pengukuran kinerja.Di Indonesia, reformasi pengelolaan keuangan negara telah berjalan lebih dari satu dasawarsa yaitu sejak ditetapkannya paket undang-undang keuangan negara, yang terutama adalah Undang-undang (UU) Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang- undang (UU) Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.Terdapat beberapa isu yang penting terkait aset tetap di pemerintahan yang harus mendapat perhatian, yaitu: masalah estimasi masa manfaat, masalah perolehan aset tetap dan nilai yang akan disusutkan, masalah estimasi nilai sisa asset yang akan disusutkan, dan masalah manajemen aset.Pengelolaan aset daerah diatur dalam PP No.6/2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Permendagri No.17/2007 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah. Sedangkan lingkup pengelolaan aset dimaksud meliputi: perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, serta pembinaan, pengawasan, dan pengendalian.Sebagai salah satu tolok ukur yang paling riil dalam menilai kinerja pihak-pihak yang terkait dengan manajemen aset adalah opini yang di dapat oleh Kementerian/Lembaga dari aparat pengawas eksternal yaitu BPK. Salah satu tolok ukur kinerja pemda dapat dilihat dari laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD), yang harus terlebih dahulu diaudit oleh BPK.

DAFTAR PUSTAKA

Damayanti, Ratna Ayu. Akuntansi Akrual Dan Penerapannya Di Sektor Publik: Sebuah Agenda Pembaruan, BPKP. Jakarta, 2013.Ichsan, Muhammad. Manfaat Basis Akrual Akuntansi Pemerintahan: Pondasi Manajemen Biaya Entitas Pemerintahan: BPKP. Jakarta, 2013.Ardianto. Akuntansi Akrual Terkait Aset Tetap (Disesuaikan Untuk Memahami PP 71 Tahun 2010). BPKP. Jakarta, 2013.Mardiasmo, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Good Governence Democratization, Local Government Financial Management, Public Policy, Reinventing Government, Accountability Probity, Value for Money, Participatory Development, Serial Otonomi Daerah, Yogyakarta, 2004.Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah.http://inspektorat.purworejokab.go.id/aset-tetap-yang-tidak-memenuhi-definisi-aset-tetap/