Prosedur dan kegunaan odontologi forensik dalam pengidentifikasian jenajazah
Tugas Kimia Forensik Odontologi
-
Upload
auzhy-vitamin-c-poenyagh -
Category
Documents
-
view
51 -
download
10
description
Transcript of Tugas Kimia Forensik Odontologi
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam beberapa tahun terakhir, kita banyak dikejutkan oleh terjadinya
bencana massal yang menyebabkan kematian banyak orang. Selain itu kasus
kejahatan yang memakan banyak korban jiwa juga cenderung tidak berkurang dari
waktu ke waktu. Pada kasus-kasus seperti ini tidak jarang kita jumpai korban jiwa
yang tidak dikenal sehingga perlu diidentifikasi.
Forensik odontologi adalah salah satu metode penentuan identitas individu
yang telah dikenal sejak era sebelum masehi. Kehandalan teknik identifikasi ini
bukan saja disebabkan karena ketepatannya yang tinggi sehingga nyaris menyamai
ketepatan teknik sidik jari, akan tetapi karena kenyataan bahwa gigi dan tulang adalah
material biologis yang paling tahan terhadap perubahan lingkungan dan terlindung.
Gigi merupakan sarana identifikasi yang dapat dipercaya apabila rekaman data dibuat
secara baik dan benar. Beberapa alasan dapat dikemukakan mengapa gigi dapat
dipakai sebagai sarana identifikasi adalah sebagai berikut, pertama karena gigi bagian
terkeras dari tubuh manusia yang komposisi bahan organik dan airnya sedikit sekali
dan sebagian besar terdiri atas bahan anorganik sehingga tidak mudah rusak, terletak
dalam rongga mulut yang terlindungi. Kedua, manusia memiliki 32 gigi dengan
bentuk yang jelas dan masing-masing mempunyai lima permukaan.
Berdasarkan pengalaman di lapangan, identifikasi korban meninggal massal
melalui gigi-geligi mempunyai kontribusi yang tinggi dalam menentukan identitas
seseorang. Pada kasus Bom Bali I, dimana korban yang teridentifikasi berdasarkan
gigi-geligi mencapai 56%, korban kecelakaan lalu lintas di Situbondo mencapai 60%,
dan korban jatuhnya Pesawat Garuda di Jogyakarta mencapai 66,7%.
Identifikasi korban pada kasus-kasus ini diperlukan karena status kematian
korban memiliki dampak yang cukup besar pada berbagai aspek yang ditinggalkan.
Identifikasi tersebut merupakan perwujudan HAM dan merupakan penghormatan
terhadap orang yang sudah meninggal.selain itu juga merupakan menentukan apakah
seseorang tersebut secara hukum sudah meninggal atau masih hidup.
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia secara geografis terletak pada
wilayah yang rawan terhadap bencana alam baik yang berupa tanah longsor, gempa
bumi, letusan gunung berapi, tsunami, banjir dan lain-lain, yang dapat memakan
banyak korban, dan salah satu cara mengidentifikasi korban adalah dengan metode
forensik odontologi. Oleh karena itu forensik odontologi sangat penting dipahami
peranannya dalam menangani korban bencana massal.
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Forensik Odontologi
Ilmu kedokteran gigi forensik memiliki nama lain yaitu forensic dentistry dan
odontology forensic. Forensik odontologi adalah suatu cabang ilmu kedokteran gigi
yang mempelajari cara penanganan dan pemeriksaan benda bukti gigi serta cara
evaluasi dan presentasi temuan gigi tersebut untuk kepentingan peradilan.
Forensik odontologi adalah salah satu metode penentuan identitas individu
yang telah dikenal sejak era sebelum masehi. Kehandalan teknik identifikasi ini
bukan saja disebabkan karena ketepatannya yang tinggi sehingga nyaris menyamai
ketepatan teknik sidik jari, akan tetapi karena kenyataan bahwa gigi dan tulang adalah
material biologis yang paling tahan terhadap perubahan lingkungan dan terlindung.
Gigi merupakan sarana identifikasi yang dapat dipercaya apabila rekaman data dibuat
secara baik dan benar.
B. Ruang Lingkup Odontologi Forensik
Ruang lingkup odontologi forensik sangat luas meliputi semua bidang
keahlian kedokteran gigi. Secara garis besar odontologi forensik membahas beberapa
topik sbb:
1. Identifikasi benda bukti manusia.
2. Penentuan umur dari gigi.
3. Penentuan jenis kelamin dari gigi.
4. Penentuan ras dari gigi.
5. Penentuan etnik dari gigi.
6. Analisis jejas gigit (bite marks).
7. Peran dokter gigi forensik dalam kecelanaan massal.
8. Peranan pemeriksaan DNA dari bahan gigi dalam identifikasi personal.
C. Keuntungan dan Kekurangan Gigi sebagai Objek Pemeriksaan
Terdapat beberapa hal yang menjadi keuntungan gigi menjadi objek
pemeriksaan, antara lain adalah
a. Gigi geligi merupakan rangkaian lengkungan secara anatomis, antropologis dan
morfologis mempunyai letak yang terlindung dari otot-otot bibir dan pipi
sehingga apabila trauma mengenai otot-otot tersebut terlebih dahulu.
b. Gigi geligi sukar untuk membusuk kecuali gigi tersebut sudah mengalami
nekrotik atau gangren, biarpun dikubur, umumnya organ-organ tubuh lain bahkan
tulang telah hancur tetapi gigi tidak (masih utuh).
c. Gigi geligi di dunia ini tidak ada yang sama karena menurut SIMS dan Furnes
bahwa gigi manusia kemungkinan sama adalah 1:1000000000.
d. Gigi geligi mempunyai ciri-ciri yang khusus apabila ciri-ciri gigi tersebut rusak
atau berubah maka sesuai dengan pekerjaan dan kebiasaan menggunakan gigi
bahkan setiap ras mempunyai ciri yang berbeda.
e. Gigi-geligi tahan asam keras, terbukti pada peristiwa Haigh yang dibunuh dan
direndam di dalam drum berisi asam pekat, jaringan ikatnya hancur sedangkan
giginya masih utuh.
f. Gigi geligi tahan panas, apabila terbakar sampai dengan suhu 4000C gigi tidak
akan hancur, kecuali dikremasi karena suhunya diatas 10000C. Gigi menjadi abu
sekitar suhu lebih dari 6490C. Apabila gigi tersebut ditambal menggunakan
amalgam maka bila terbakar akan menjadi abu sekitar suhu lebih dari 8710C,
sedangkan bila gigi tersebut memakai mahkota logam atau inlay alloy emas maka
bila terbakar akan menjadi abu sekitar suhu 871-10930C.
g. Gigi geligi dan tulang rahang secara roentgenografis, biarpun terdapat pecahan-
pecahan rahang pada roentgenogramnya dapat diinterpretasi kadang-kadang
terdapat anomali dari gigi dan komposisi tulang rahang yang khas.
h. Apabila korban telah dilakukan pencabutan gigi umumnya ia memakai gigi palsu
dengan berbagai macam model gigi palsu dan gigi palsu tersebut dapat ditelusuri
atau diidentifikasi. Gigi palsu akrilik akan terbakar menjadi abu pada suhu 5380C-
6490C. Bridge dari porselen akan menjadi abu pada suhu 10930C.
i. Gigi geligi merupakan sarana terakhir dalam identifikasi apabila sarana-sarana
lain atau organ lain tidak ditemukan.
Adapun Keterbatasan atau kekurangan dari odontologi forensik adalah
a. Rugae palatal tidak bisa digunakan pada kasus edentulus, ketika tidak ada data
antemortem, ketika ada patologi di palatal, dan jika korban terbakar, mengalami
dekomposisi, dan skeletonisasi karena rugae sering hancur.
b. Sidik bibir tidak bisa digunakan 20 jam setelah kematian, jika ada patologi di
bibir seperti mukokel, dan cleft, atau jika ada perubahan postoperaso dari bibir,
adascar, dan lain-lain.
c. Bite mark tidak bisa digunakan 3 hari setelah kematian atau jika sudah
dekomposisi atau jika korban terbakar.
d. Bisa terjadi kesalahan ketika mengambil foto dan radiograf. Kesalahan dapat
terjadi saat pengambilan sampel, proses, dan interpretasi. Kontaminasi bakteri dan
DNA orang lain dapat mengubah interpretasi.
D. Peranan Forensik Odontologi dalam Menangani Bencana Massal
Kematian yang tidak wajar atau tidak terduga, atau dalam kondisi bencana
massal, kerusakan fisik yang direncanakan, dan keterlambatan dalam penemuan
jenazah, bisa mengganggu identifikasi. Dalam kondisi inilah forensik odontologi
diperlukan walaupun tubuh korban sudah tidak dikenali lagi.
Identifikasi dalam kematian penting dilakukan, karena menyangkut masalah
kemanusiaan dan hukum. Masalah kemanusian menyangkut hak bagi yang
meninggal, dan adanya kepentingan untuk menentukan pemakaman berdasarkan
agama dan permintaan keluarga. Mengenai masalah hukum, seseorang yang tidak
teridentifiksi karena hilang, tidak dipersoalkan lagi apabila telah mencapai 7 tahun
atau lebih. Dengan demikian surat wasiat, asuransi, masalah pekerjaan dan hukum
yang perlu diselesaikan, serta masalah status pernikahan menjadi tidak berlaku lagi.
Sebelum sebab kematian ditemukan atau pemeriksa medis berhasil menentukan
jenazah yang sulit diidentifikasi, harus diingat bahwa kegagalan menemukan rekaman
gigi dapat mengakibatkan hambatan dalam identifikasi dan menghilangkan semua
harapan keluarga, sehingga sangat diperlukan rekaman gigi setiap orang sebelum dia
meninggal. Adapun bencana massal di Indonesia yang pernah dolakukannya
odontology forensic yakni bencana Bom Bali I (2002), Peledakan hotel JW Marriott
(2003), Tsunami Aceh dan Nias (2004), Bom di depan kedubes Australia (2004),
Bom Bali II (2005), Kecelakaan pesawat adam air, lion air, kecelakaan kapal, dan
Gempa bumi di Bantul Yogyakarta.
E. Jenis Data Odontologi Forensik
1. Data Antemortem
Pencatatan data gigi dan rongga mulut semasa hidupnya, biasanya berisikan
Identitas pasien.
Keadaan umum pasien.
Odontogram (data gigi yang menjadi keluhan).
Data perawatan kedokteran gigi.
Nama dokter gigi yang merawat.
Informed consent (hanya sedikit sekali dokter gigi di Indonesia yang
membuatinformed consent baik di praktik pribadi maupun di rumah sakit).
Menurut buku DEPKES tentang penulisan data gigi dan rongga mulut yang
berisikan standar baku mutu nasional antara lain:
Pencatatan identitas pasien mulai dari nomor file sampai dengan alamat pekerjaan
serta kelengkapan alat komunikasinya.
Keadaan umum pasien, berisi golongan darah, tekanan darah, kelainan-kelainan
darah, serta kelainan dari virus yang berkembang saat ini.
Odontogram. Data gigi dicatat dalam formulir odontogram dengan denah dan
nomenklatur yang baku nasional dengan lengkap.
Data perawatan kedokteran gigi, berisi waktu awal perawatan, runtut waktu
kunjungan, kelihan dan diagnosa, gigi yang dirawat, tindakan lain yang dilakukan
dokter gigi tersebut.
Roentgenogram, baik intraoral maupun ekstraoral.
Pencatatan status gigi dengan kode tertentu sesuai dengan standar interpol.
Formulir data antemortem dalam buku DEPKES ditulis dengan warna kertas
kuning. Di dalam formulir ini terdapat pula catatan data orang hilang.
2. Data Postmortem
Pencatatan data postmortem menurut formulir DEPKES berwarna merah
dengan catatan victim identification pada mayat. Yang pertama dilakukan adalah
fotografi kemudian proses pembukaan rahang untuk memperoleh data gigi dan
rongga mulut, lalu dilakukan pencetakan rahang atas dan rahang bawah. Bila terjadi
kaku mayat maka lidah yang kaku tersebut diikat dan ditarik ke atas sehingga
lengkung rahang bebas untuk dilakukan pencetakan. Studi model rahang korban juga
merupakan barang bukti.
Dilakukan pencatatan gigi pada formulir odontogram sedangkan kelainan-
kelainan di rongga mulut dicatat pada kolom tertentu. Catatan ini adalah lampiran
dari visum et repertum korban. Lalu dilakukan pemeriksaan sementara dengan
formulir baku mutu nasional dan internasional, lalu dituliskan surat rujukan untuk
pemeriksaan laboratorium dengan formulir baku mutu nasional pula.
Setelah diperoleh hasil laboratorium maka dilakukan pencatatan ke dalam
formulir lengkap baru dapat dibuatkan suatu berita acara sesuai KUHAP demi proses
peradilan. Visum yang lengkap ini sangat penting dengan lampiran-lampirannya serta
barang buktu dapat diteruskan ke jaksa penuntut kemudian ke sidang acara hukum
pidana.
D. Identifikasi Forensik Secara Umum
Pada prinsipnya identifikasi adalah prosedur penentuan identitas individu,
baik hidup ataupun mati, yang dilakukan melalui pembandingan berbagai data dari
individu yang diperiksa dengan data dari orang yang disangka sebagai individu
tersebut. Identifikasi personal dilakukan dengan melakukan pemeriksaan berdasarkan
beberapa metode identifikasi. Kita mengenal ada 9 macam metode identifikasi umum
yaitu :
1. Visual
Identifikasi dilakukan dengan melihat tubuh atau bagian tubuh korban secara
visual, misalnya muka, tungkai dsb. Metode ini hanya dapat dilakukan jika tubuh atau
bagian tubuh tersebut masih utuh.
2. Perhiasan
Beberapa perhiasan yang dipakai korban, seperti cincin, gelang, rantai, arloji,
liontin, dsb dapat mengarahkan kita kepada identitas korban tersebut. Perhiasan
mempunyai nilai yang lebih tinggi jika ia mempunyai ciri khas, seperti gravir nama,
foto dalam liontin, bentuk atau bahan yang khas dan sebagai berikut..
3. Pakaian
Pakaian luar dan dalam yang dipakai korban merupakan data yang amat berharga
untuk menunjukkan identitas si pemakainya, bentuknya yang unik atau yang
mempunyai label tertentu (label nama, penjahit, binatu atau merek) memiliki nilai
yang lebih karena dapat mempersempit kemungkinan tersangka.
4. Dokumen
Dokumen seperti SIM, KTP, Pasport dapat menunjukkan identitas orang yang
membawa dokumen tersebut, khususnya jika dokumen tersebut dibawa sendiri oleh
pemiliknya dan tidak palsu.
5. Identifikasi secara medis
Pemeriksaan medis dilakukan untuk mendapatkan data umum dan data khusus
individu berdasarkan pemeriksaan atas fisik individu tersebut. Pada pengumpulan
data umum dicari data yang umum diketahui dan dimiliki oleh setiap individu dan
mudah dikonfirmasi kepada keluarga, seperti data ras, jenis kelamin, umu, berat
badan, warna kulit, rambut, dsb. Data khusus adalah data yang belum tentu dimiliki
oleh setiap individu atau data yang tidak dengan mudah dikonfirmasi kepada
keluarganya, seperti data foto ronsen, data laboratorium, adanya tattoo, bekas operasi
atau jaringan parut, teknik superimposisi, tehnik rekonstruksi wajah, dsb.
6. Odontologi forensik
Pemeriksaan atas gigi geligi dan jaringan sekitarnya serta berbagai perubahan
akibat perawatan gigi dapat membantu menunjukkan identitas individu yang
bersangkutan.
7. Serologi forensik
Pada awalnya yang termasuk dalam kategori pemeriksaan serologi adalah
pemeriksaan terhadap polimorfisme protein yaitu pemeriksaan golongan darah dan
golongan protein serum. Perkembangan ilmu kedokteran menyebabkan ruang lingkup
serologi diperluas dengan pemeriksaan polimorfisme protein lain yaitu pemeriksaan
terhadap enzim eritrosit serta pemeriksaan antigen Human Lymphocyte Antigen
(HLA). Pada saat ini dengan berkembangnya analisis polimorfisme DNA, bidang ini
menjadi lebih luas lagi karena bahan pemeriksaan bukan lagi darah, melainkan
hampir seluruh sel tubuh kita. Hal ini memberikan dampak kecenderungan
penggantian istilah serologi dengan istilah hemereologi yang mencakup semua hal
diatas.
8. Sidik jari
Telah lama diketahui bahwa sidikjari setiap orang didunia tidak ada yang sama
sehingga pemeriksaan sidikjari dapat digunakan untuk identifikasi individu.
9. Eksklusi
Dalam kecelakaan massal yang menyebabkan kematian sejumlah individu, yang
nama-namanya ada dalam daftar individu (data penumpang, data pegawai dsb), maka
jika (n-1) individu telah teridentifikasi, maka satu individu terakhir diputuskan tanpa
pemeriksaan (per ekslusionam) sebagai individu yang tersisa menurut daftar tersebut.
E. Isolasi DNA dari Gigi Pascamortem untuk Penentuan Jenis Kelamin dan
Analisis Forensik
Metode reaksi berantai polimerase (PCR) dapat digunakan untuk identifikasi
dan pembeda di antara individu yang DNA-nya sudah terdegradasi oleh proses
pembusukan dan atau dalam jumlah kecil. Penelitian ini bertujuan mencari metode
isolasi DNA tulang manusia yang cepat, mudah, dan murah menggunakan bahan
yang umum dan mudah didapat, mencari primer baru sehingga cukup diseparasi dan
divisualisasi dengan gel agarosa.
Pada tahap pertama dilakukan isolasi DNA tulang melalui beberapa tahapan.
1. Pertama, tulang atau gigi dihancurkan sampai berupa bubukan halus dengan
mesin bor Makita dengan kecepatan tertentu sehingga diperoleh bubukan
tulang berukuran 100 µm.
2. Sebanyak 1 g bubuk tulang atau gigi didekalsifikasi dengan 10 ml EDTA 0.5
M (pH 7.5), selanjutnya divorteks, diinkubasi pada suhu 56°C dalam alat
ultrasonik selama 2 jam. Proses dekalsifikasi dipantau dengan menambahkan
larutan amonium oksalat pH 3.0 jenuh dan proses dekalsifikasi dihentikan
setelah larutan jernih.
3. Kedua, DNA diisolasi dari tulang atau gigi yang sudah didekalsifikasi
menggunakan 4 metode, yaitu metode Maxim (silika/guanidium tiosianat),
peranti (kit) DNAZol, piranti Ready AMP, dan ekstraksi menggunakan garam
dapur NaCl.
4. DNA dapat diisolasi dari semua contoh tulang dan gigi kontrol, semua tulang
dan gigi dengan perlakuan 3 bulan dipaparkan pada udara luar dan ditanam di
dalam tanah, tulang korban yang sudah membusuk, dan tulang korban yang
terendam di dalam air sungai selama 3 bulan.
DNA yang dihasilkan diukur menggunakan peranti DNA DipStick. Jumlah DNA
tulang kontrol yang diperoleh sebanyak lebih dari 10 ng/˜l dan jumlah DNA dari
tulang yang diteliti dan dari korban yang telah membusuk sebesar 5–10 ng/˜l. Semua
contoh gigi menghasilkan DNA lebih besar dari 10 ng/˜l. DNA dari korban yang telah
membusuk sekali pun masih dapat diisolasi, tetapi dalam kebanyakan kasus sudah
tidak sesuai untuk analisis RFLP.
Pada tahap kedua dilakukan visualisasi DNA pada gel agarosa konvensional
menggunakan metode pengecatan perak dan perancangan primer menggunakan
perangkat lunak pangkalan data (database) the Human Genebank dengan sekuen: 5-
CTGATGGTTGGCCTCAAGCCTGTG-3 (Indrasex1) dan 5-TAAAGAGA-
TTCATTAACTTGACTG-3 (Indrasex2) dari Genset Singapore Biotechnology Pte
Ltd yang dapat menghasilkan produk PCR X-spesifik dan Y-spesifik menggunakan
gel agarosa biasa. Dari agarosa gel elektroforesis tampak pita khas pada 977 pb-X
spesifik dan 788 pb-Y spesifik. Jadi primer yang dirancang menghasilkan pita yang
cukup jelas separasinya, yaitu 189 pb (X-Y).
Metode preparasi tulang untuk isolasi DNA yang dihasilkan mempunyai keuntungan,
yaitu proses dekalsifikasi dipercepat dari 7 hari (metode konvensional) menjadi 2
jam. Sejumlah besar mata bor dapat pula disiapkan dan disterilkan terlebih dahulu
secara murah dan disimpan tanpa risiko kontaminasi. Metode baru pengecatan perak
pada gel agarosa biasa dapat digunakan karena separasinya lebih jelas. Kepekaannya
kira-kira 2.5 kali lebih baik dibandingkan dengan pewarna etidium bromida. Karena
kecepatan stabilitas dan kesederhanaannya, maka metode ini cocok untuk aplikasi
klinis rutin. Penggunaan poliakrilamida, etidium bromida yang karsinogen dan
transluminator ultraviolet dan film polaroid yang mahal juga dapat dihindari.
Daftar pustaka
Sumber : 1. Rai B, Kaur J. Evidence-Based Forensic Dentistry. Heidelberg: Springer. 2013.
p.1-2, 6. 2. Senn DR, Stinson PG. Forensic Dentistry. 2nd Edition. USA: Taylor & Francis
Group. 2010. p.4 3. Averkari EL. Progress in Challenges in Forensic Odontology, Faculty of Dentistry.
University of Indonesia. Jakarta. 2013 4. Lukman D. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Gigi Forensik. Jilid 1. Jakarta: Sagung
Seto. p.1-2, 5-6, 45-6