tugas kelompok limbah
-
Upload
gustirendra0 -
Category
Documents
-
view
167 -
download
0
Transcript of tugas kelompok limbah
I. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah perairan
yang sangat luas dan hanya 1/5 saja merupakan daratan. Dengan
kondisi yang lebih banyak perairannya tinggi maka akan muncul
potensi yang besar dalam bidang perikanan. Potensi yang besar itu
belum dapat dioptimalkan dengan maksimal sehingga belum
menjadi komoditas yang dapat diandalkan oleh pemerintah dan
masyarakat sebagai sumber ekonomi yang menjanjikan.
Sektor perikanan belum menjadi ekonomis penting bagi
sumber ekonomi Indonesia lebih dikarenakan penanganan potensi
yang kurang tepat baik oleh pemerintah maupun masyarakat.
Penanganan ikan yang kurang tepat akan menjadikan ikan menjadi
barang sampah yang sudah tidak dapat digunakan lagi. Ini terjadi
karena ikan merupakan salah satu jenis produk perikanan yang
mudah mengalami kerusakan (most perishable food). Dari data
yang dapat dikumpulkan, setiap musim masih terdapat antara 25 –
30% hasil tangkapan Ikan Laut yang akhirnya harus menjadi ikan
sisa atau ikan buangan yang disebabkan karena berbagai hal
antara lain Keterbatasan pengetahuan dan sarana para nelayan di
dalam cara pengolahan ikan. Misalnya, hasil tangkapan tersebut
masih terbatas sebagai produk untuk dipasarkan langsung (ikan
segar), atau diolah menjadi ikan asin, pindang, terasi serta hasil-
hasil olahannya. Selan itu juga tertangkapnya jenis-jenis ikan lain
yang kurang berharga ataupun sama sekali belum mempunyai nilai
di pasaran, yang akibatnya ikan tersebut harus dibuang kembali.
Untuk memaksimalkan potensi perikanan dan banyaknya ikan
yang terbuang sia-sia tanpa ada nilai ekonimisnya maka perlu
dilakukan suatu terobosan baru dalam memanfaatkan setiap
bagaian dalam bidang perikanan salah satunya adalah dengan
memanfaatkan limbah ikan atau mungkin ikan-ikan yang tidak
ekomomis penting dan ikan yang terbuang sia-sia. Pemanfaatan ini,
salah satunya adalah menjadikan sebagai bahan pangan yang
mempunyai nilai ekonomi tinggi. Untuk itulah, ikan sisa atau ikan-
ikan yang terbuang itu ternyata masih dapat dimanfaatkan, yaitu
sebagai bahan baku pembuatan petis atau terasi. Masih banyak hal
yang perlu dikaji lagi mengenai pemanfaatan limbah perikanan
untuk diolah sebagai bahan pangan. Ini karena masih banyak hal
yang menjadikan kendala dalam pemanfaatan limbah perikanan
tersebut sehingga perlu adanya terobosan baru untuk mengurangi
jumlah cemaran limbah perikanan ini, salah satunya dengan
mengolahnya menjadi bahan pangan seperti terasi dan petis tadi.
II.STUDI PUSTAKA
Ikan merupakan sumber protein hewani dan juga memiliki
kandungan gizi yang tinggi di antaranya mengandung mineral,
vitamin, dan lemak tak jenuh. Protein dibutuhkan tubuh untuk
pertumbuhan dan pengganti sel-sel tubuh kita yang telah rusak.
Selain air, protein merupakan bagian utama dari susunan
(komposisi) tubuh kita. Protein dalam ikan berguna untuk
mempercepat pertumbuhan badan (baik tinggi maupun berat),
meningkatkan daya tahan tubuh, mencerdaskan otak/mempertajam
pikiran dan meningkatkan generasi/keturunan yang baik. Ikan
memiliki kadar protein yang sangat tinggi yaitu sekitar 20 %. Di
samping itu protein yang terkandung dalam ikan mempunyai mutu
yang baik, sebab sedikit mengandung kolesterol dan sedikit lemak.
1.Petis
Petis adalah komponen dalam masakan Indonesia yang
dibuat dari produk sampingan pengolahan makanan berkuah
(biasanya dari pindang, kupang atau udang) yang dipanasi hingga
cairan kuah menjadi kental seperti saus yang lebih padat. Dalam
pengolahan selanjutnya, petis ditambah karamel gula batok. Ini
menyebabkan warnanya menjadi coklat pekat dan rasanya manis.
Selain udang dan kupang, di (Boyolali), Jawa Tengah, Indonesia,
sebagai penghasil produk berbahan baku sapi seperti susu segar,
dendeng, abon, kulit dan rambak (kerupuk yang dibuat dari kulit
sapi), dikenal juga petis sapi. Yaitu petis yang terbuat dari hasil
sampingan dalam proses pembuatan dendeng dan abon sapi.
Aroma 'amis' petis yang dihasilkan tentu berbeda antara petis
udang, petis kupang dengan petis sapi.
Berbeda dengan 'saudara'nya yang berupa terasi, yang
dikenal dan dikonsumsi oleh penduduk Asia Tenggara umumnya,
petis nampaknya hanya dikenal di Indonesia. Hampir semua negara
di Asia tenggara, seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand,
Vietnam, Filipina, mengenal terasi, dengan variasi bentuk sediaan,
kering, basah atau setengah basah, dan nama. Namun aroma yang
keluar dari terasi hasil olahan negara-negara tersebut sama.
Bagi masyarakat Jawa Timur khususnya pesisir utara, petis
merupakan salah satu elemen memasak yang sangat disukai dibalik
warna hitamnya yang terkesan ”mengerikan” petis muncul sebagai
bumbu masak. Dari bahan bakunya ada dua jenis petis yaitu petis
ikan dan petis udang. Petis itu sendiri terdiri dari beberapa tingkat
kualitas yaitu petis kualitas super, kualitas istimewa, kualitas
sedang dan kualitas biasa. Jenis sedang dan biasa ini ada yang
diperkaya dengan bawang putih untuk meningkatkan flavour dan
rasa yang dikenal dengan sebutan petis bawang. Petis biasa dan
kualitas rendah wujudnya tidak terlalu pekat bahkan lebih mirip
bubur padat dibandingkan jenis kualitas istimewa dan super.
Tekstur seperti ini akibat banyaknya kandungan tepung atau pati
yang membentuk petis. Rasanya kurang gurih bahkan sedikit terasa
seperti abu merang untuk menghitamkan warnanya.
2.Proses Pembuatan Petis
a.Petis Udang
Petis udang dibuat dari kepala udang, kepala udang ini
digiling, diberi air secukupnya dan diperas. Kaldu yang terkumpul
dimasak dalam waktu yang lama hingga mulai pekat baru
kemudian ditambah gula merah, garam, dan beberapa bumbu lain
sesuai selera, setelah itu dilanjutkan memasak hingga sangat
pekat. Hasil perasan pertama menghasilkan petis kualitas super.
Hasil perasan kedua menghasilkan petis kualitas istimewa dan
seterusnya. Pada kualitas sedang dan biasa air kaldu yang encer
tidak lagi bisa menghasilkan konsistensi yang pekat sehingga harus
dibantu dengan tepung atau pati.
b. Petis Ikan
Tidak jauh berbeda dengan petis dari udang, cara pembuatan
petis ikan dilakukan dengan cara ikan disiangi dan dicuci bersih
kemudian direbus dalam air (membuat pindang). Selesai proses
pemindangan, air rebusan pindang ikan disaring terlebih dahulu
agar bersih dari kotoran. Kedalam cairan yang telah disaring
ditambahkan gula merah dengan perbandingan 500 gram gula
merah untuk setiap 1 kg cairan ekstrak. Cairan ekstrak
dipanaskan/dimasak dalam wajan dengan api sedang sambil
diaduk. Sebelum mengental, caitan ekstrak ikan disaring lagi untuk
membersihkan kotoran yang berasal dan gula merah. Sementara
itu, dibuat dalam panci lain air tajin dengan cara merebus beras.
Setelah air tajin jadi, dimasukkan kedalam cairan ekstrak ikan dan
dimasak lagi (direbus) sambil diaduk-aduk sampai merata. Apabila
campuran gula, ekstrak ikan dan tajin sudah agak mengental,
ditambahkan garam secukupnya ke dalam adonan tersebut.
Penambahan garam jangan dilakukan pada saat kondisi ekstrak
rnasih encer, agar bila telah mengental rasa petis tidak terlalu asin.
Adonan tersebut diaduk dalam pemasakan sampal mengental
(berbentuk pasta kental). Biasanya waktu yang dibutuhkan sekitar
± 6 jam. Bila adonan petis yang terbentuk banyak mengandung
kristal gula, sebaiknya dilakukan penambahan air tajin dan
dipanaskan dalam wajan lagi sampai kental. Sebaliknya, bila petis
terlalu liat seperti lem, perlu dilakukan penambahan gula merah.
Petis yang telah mengental diangkat sambil tetap diaduk dan
dikipasi, agar petis cepat dingin dan tidak timbul bau yang kurang
sedap. Setelah dingin, petis dimasukkan kedalam toples/ botol kaca
yang bermulut lebar dan ditutup rapat. Salah satu kendala petis
ikan adalah bau amis. Bau amis yang terdapat pada petis ikan
semula ditimbulkan oleh berkurangnya kesegaran ikan terutama
berasal dari arnonia, trimethylamin, asam lemak yang mudah
menguap dan hasil-hasil oksidasi dari asam lemak, Sulaiman dan Noor
(1982) telah membuktikan bahwa penggunaan asam cuka 10% pada
ikan mujair yang dipanggang dapat mengurangi bau amis ikan.
Diharapkan dengan penggunaan asam-asam organik seperti jeruk
nipis, Blimbing wuluh dan asam cuka dapat mengurangi bau amis
petis ikan yang rnerupakan salah satu kendalanya.
3. Manfaat Petis
Petis udang kualitas super dan istimewa cocok untuk
memasak seperti telur bumbu petis, sampuran pada saus sate dan
sambal kecap. Takaran penggunaannya relatif sedikit karena
rasanya sudah sangat gurih dan sedap. Petis udang kualitas sedang
dipakai untuk saus rujak uleg dan tahu tek (tahu gunting).
Umumnya dikombinasi dengan petis kualitas istimewa untuk
menambah efek gurih. Saus kacang pada sate Madura umumnya
menggunakan sedikit petis istimewa pada pembuatannya sehingga
saus menjadi lebih sedap dengan cita rasa yang khas. Di Surabaya
sambal kecap dengan petis, air asam dan remukan bawang putih
goreng yang dijadikan saus rujak dikenal dengan sebutan ”rujak
colek”. Petis udang kualitas biasa banyak dipilih untuk saus
gorengan karena rasanya yang ringan dan murah.
Petis ikan lebih sedikit variasi penggunaannya karena hanya
dikenal di daerah Madura dan sebagian wilayah Tuban. Karakter
rasanya kuat dengan aroma seperti ikan pindang, cenderung asin
dibandingkan dengan petis udang yang manis. Di Madura lebih
sering dipakai sebagai saus rujak ala Madura
4. Komposisi Gizi dalam Petis
Protein Karbohidr
at
Kalsium Fosfor Zat besi
15-20g/
100g
20-40g/
100g
37mg/100g 36mg/100g 3mg/100g
Ciri- ciri petis yang baik adalah berwarna cerah (tidak kusam),
umumnya coklat kehitaman, berbau sedap, kental tetapi sedikit
encer daripada margarin. Petis terlalu liat dapat dicurigai terlalu
banyak mengandung tepung kanji. Rasa dan bau ikan atau udang
pada petis masih dapat dikenali denga mudah. Teksturnya halus
dan mudah dioleskan. Kerusakan pada petis dapat diketahui
dengan adanya pertumbuhan cendawan pada permukaan petis. Hal
ini terjadi pada petis yang memiliki kadar air cukup tinggi.
Timbulnya rasa dan bau asam serta alkohol adalah akibat dari
fermentasi glukosa yang berasal dari tepung karena adanya
cendawan atau jamur. Untuk mencegah kerusakan tersebut, perlu
dilakukan penurunan kadar air dan penggunaan bahan pengemas
yang baik. Agar dapat disimpan lama, petis yang kemasannya telah
dibuka sebaiknya disimpan di dalam lemari pendingin
(Anonim,1992).
III. ANALISIS DAMPAK
A. Lingkungan
Didalam kegiatan pengendalian pencemaran limbah, tidak hanya dilakukan
pengolahan limbah saja, namun kegiatan untuk mengurangi jumlah limbah yang
keluar dari industri juga merupakan suatu langkah yang akan membantu menurunkan
beban pencemaran. Penanganan limbah tersebut sudah harus dimulai dari tahap
pemilihan bahan baku hingga akhir proses produksi, disamping itu juga pengendalian
dampak setelah proses produksi. Sehubungan dengan itu maka dibutuhkan informasi
pemilihan bahan baku yang bersih dari bahan pencemar, teknologi proses yang bersih
yang mampu menghasilkan limbah yang sedikit, efisiensi energi proses yang tinggi,
serta didukung teknologi daur ulang bahan buangan dan penanganan limbah yang
sangat diperlukan.
Udang merupakan bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan biologis
oleh enzim atau mikroorganisme pembusuk, karena udang merupakan sumber protein
hewani sehingga memerlukan penanganan khusus agar tidak menimbulkan bau yang
tidak sedap yang merupakan hasil degradasi protein oleh mikroorganisme.
Apabila limbah udang dibiarkan begitu saja dan tidak dikelola dengan baik
akan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan merusak lingkungan.
Limbah udang dapat menimbulkan pencemaran pada air, tanah dan udara. Limbah
udang dapat mencemari air yaitu apabila terjadi perubahan sifat fisik air misalnya
terjadi perubahan warna, air menjadi keruh, berbau, dan perubahan suhu air. Dapat
mencemari tanah yaitu menimbulkan terjadinya bau busuk karena timbulnya reaksi-
reaksi kimia dan pembusukkan timbunan sampah dan tanah yang pada akhirnya
menimbulkan gas-gas yang berbau yang membuat udara menjadi tidak segar dan
kotor.
B. Sosial
Limbah udang yang tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan
pencemaran terutama bau yang tidak sedap. Hal ini apabila dibiarkan secara terus-
menerus akan mengganggu masyarakat di sekitarnya. Untuk itu perlu penanganan
limbah ikan tuna yang baik sehingga tidak akan mengganggu ketentraman
masyarakat di sekitar lokasi industry pembuangan limbah udang.
C. Ekonomi
Sedangkan dari segi ekonomi, perkembangan usaha udang di Indonesia
berkembang sangat pesat. Dengan banyaknya masyarakat yang berwiraswasta dalam
hal tersebut, Pemanfaatan limbah udang selama ini juga masih sangat minimal.
Sehingga belum bisa meningkatkan nilai dan manfaat yang menguntungkan kepada
industry tersebut maupun masyarakat yang ada di sekitar industry tersebut.
Salah satu faktor yang mendukung dalam hal ini adalah harga jual yang relatif
murah, tidak bersaing dengan kebutuhan manusia lainnya, mudah didapat dan
berkualitas baik.
IV. PEMBAHASAN
Petis adalah komponen dalam masakan Indonesia yang
dibuat dari produk sampingan pengolahan makanan berkuah
(biasanya dari pindang, kupang atau udang) yang dipanasi hingga
cairan kuah menjadi kental seperti saus yang lebih padat. Dalam
pengolahan selanjutnya, petis ditambah karamel gula batok. Ini
menyebabkan warnanya menjadi coklat pekat dan rasanya manis.
Selain udang dan kupang, di (Boyolali), Jawa Tengah, Indonesia,
sebagai penghasil produk berbahan baku sapi seperti susu segar,
dendeng, abon, kulit dan rambak (kerupuk yang dibuat dari kulit
sapi), dikenal juga petis sapi. Yaitu petis yang terbuat dari hasil
sampingan dalam proses pembuatan dendeng dan abon sapi.
Aroma 'amis' petis yang dihasilkan tentu berbeda antara petis
udang, petis kupang dengan petis sapi.
Petis sebenarnya merupakan hasil samping dari proses pengolahan masakan
yang mengandung ikan atau udang (terutama dari hidangan berkuah) yang dipanasi
hingga airnya habis dan bentuknya menjadi seperti pasta atau lebih padat lagi.
Petis merupakan salah satu elemen memasak yang sangat
disukai dibalik warna hitamnya yang terkesan ”mengerikan” petis
muncul sebagai bumbu masak. Dari bahan bakunya ada dua jenis
petis yaitu petis ikan dan petis udang. Petis itu sendiri terdiri dari
beberapa tingkat kualitas yaitu petis kualitas super, kualitas
istimewa, kualitas sedang dan kualitas biasa. Jenis sedang dan
biasa ini ada yang diperkaya dengan bawang putih untuk
meningkatkan flavour dan rasa yang dikenal dengan sebutan petis
bawang. Petis biasa dan kualitas rendah wujudnya tidak terlalu
pekat bahkan lebih mirip bubur padat dibandingkan jenis kualitas
istimewa dan super. Tekstur seperti ini akibat banyaknya
kandungan tepung atau pati yang membentuk petis. Rasanya
kurang gurih bahkan sedikit terasa seperti abu merang untuk
menghitamkan warnanya.
Petis memberikan rasa yang dominan pada makanan tradisional dari beberapa
tempat di Pulau Jawa. Penyedap yang bahan utamanya udang, ikan, dan bisa juga
daging ini bukan hanya menambah rasa enak, tetapi juga mengandung protein,
karbohidrat, dan beberapa unsur mineral, yaitu fosfor, kalsium, dan zat besi.
Petis berbentuk pasta, merupakan olahan dari ikan atau udang ditambah
bumbu, tepung beras, atau kanji. Seperti halnya kecap dan saus, petis juga merupakan
produk yang menyerupai bubur kental, liat, dan elastis, berwarna hitam atau cokelat
tergantung dari jenis bahan baku yang digunakan. Sesuai dengan teksturnya yang
setengah padat, petis umumnya diperdagangkan dalam kemasan stoples, atau botol
plastik yang berukuran kecil.
Cita rasa petis lebih ditentukan oleh jenis bumbu yang digunakan. Apabila
bumbu yang digunakan sama, walaupun bahan bakunya berbeda, pada akhirnya akan
menghasilkan petis dengan cita rasa yang hampir sama satu sama lain. Petis udang
dan petis ikan banyak diproduksi di daerah pantai Jawa Timur, seperti Sidoarjo,
Gresik, Lamongan, Tuban, dan Madura.
Petis ada dua macam, yaitu petis udang dan petis ikan. Petis udang dibuat
dari kepala udang, kepala udang ini digiling, diberi air secukupnya
dan diperas. Kaldu yang terkumpul dimasak dalam waktu yang
lama hingga mulai pekat baru kemudian ditambah gula merah,
garam, dan beberapa bumbu lain sesuai selera, setelah itu
dilanjutkan memasak hingga sangat pekat. Hasil perasan pertama
menghasilkan petis kualitas super.
Hasil perasan kedua menghasilkan petis kualitas istimewa
dan seterusnya. Pada kualitas sedang dan biasa air kaldu yang
encer tidak lagi bisa menghasilkan konsistensi yang pekat sehingga
harus dibantu dengan tepung atau pati. Petis ikan dilakukan dengan
cara ikan disiangi dan dicuci bersih kemudian direbus dalam air
(membuat pindang). Selesai proses pemindangan, air rebusan
pindang ikan disaring terlebih dahulu agar bersih dari kotoran.
Kedalam cairan yang telah disaring ditambahkan gula merah
dengan perbandingan 500 gram gula merah untuk setiap 1 kg
cairan ekstrak. Cairan ekstrak dipanaskan/dimasak dalam wajan
dengan api sedang sambil diaduk. Sebelum mengental, caitan
ekstrak ikan disaring lagi untuk membersihkan kotoran yang
berasal dan gula merah. Sementara itu, dibuat dalam panci lain air
tajin dengan cara merebus beras. Setelah air tajin jadi, dimasukkan
kedalam cairan ekstrak ikan dan dimasak lagi (direbus) sambil
diaduk-aduk sampai merata. Apabila campuran gula, ekstrak ikan
dan tajin sudah agak mengental, ditambahkan garam secukupnya
ke dalam adonan tersebut. Penambahan garam jangan dilakukan
pada saat kondisi ekstrak rnasih encer, agar bila telah mengental
rasa petis tidak terlalu asin.
Komposisi Gizi dalam Petis
Protein Karbohidr
at
Kalsium Fosfor Zat besi
15-20g/
100g
20-40g/
100g
37mg/100g 36mg/100g 3mg/100g
Ciri-ciri petis yang baik adalah berwarna cerah (tidak kusam), umumnya
cokelat kehitaman, berbau sedap, kental tetapi sedikit lebih encer daripada margarin.
Petis yang terlalu liat dapat dicurigai terlau banyak mengandung tepung kanji.
Rasa dan bau ikan atau udang pada petis masih dapat dikenali dengan mudah.
Teksturnya halus dan mudah dioleskan. Disarankan untuk membeli petis dengan
kemasan yang bagus, memiliki label lengkap, serta mencantumkan waktu
kedaluwarsa. Kerusakan pada petis dapat diketahui dengan adanya pertumbuhan
cendawan pada permukaan petis. Hal ini terjadi pada petis yang memiliki kadar air
cukup tinggi. Timbulnya rasa dan bau asam serta alkohol adalah akibat dari
fermentasi glukosa yang berasal dari tepung karena adanya cendawan atau jamur.
Untuk mencegah kerusakan tersebut, perlu dilakukan penurunan kadar air dan
penggunaan bahan pengemas yang baik. Agar dapat disimpan lama, petis yang
kemasannya telah dibuka sebaiknya disimpan di dalam lemari pendingin.
Walaupun kandungan protein petis cukup tinggi (15-20 g/100 g), dalam praktiknya
petis tidak dapat diandalkan sebagai sumber protein karena pemakaiannya dilakukan
dalam jumlah sangat sedikit. Petis hanya dikonsumsi sebatas sebagai pembangkit cita
rasa. Sama halnya seperti terasi, petis umumnya dipakai sebagai bumbu.
Komposisi gizi pada petis yang ada di pasaran sangat bervariasi sekali, Penambahan
gula dan tepung dalam proses pembuatannya menyebabkan cukup tingginya kadar
karbohidrat pada petis, yaitu sekitar 20-40 g per100 g. Kandungan mineral yang
cukup berarti pada petis adalah kalsium, fosfor, dan zat besi, masing-masing
sebanyak 37, 36, dan 3 mg per 100 g.
V. SIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Petis berbentuk pasta, merupakan olahan dari ikan atau udang ditambah bumbu,
tepung beras, atau kanji. Seperti halnya kecap dan saus, petis juga merupakan produk
yang menyerupai bubur kental, liat, dan elastis, berwarna hitam atau cokelat
tergantung dari jenis bahan baku yang digunakan. Sesuai dengan teksturnya yang
setengah padat, petis umumnya diperdagangkan dalam kemasan stoples, gelas jar,
atau botol plastik berukuran kecil.
Petis dapat juga dikategorikan sebagai makanan semi basah yang memiliki kadar
air sekitar 10-40 persen, nilai aw (aktivitas air) 0,65-0,90, dan mempunyai tekstur
plastis. Untuk mencegah kerusakan, perlu dilakukan penurunan kadar air dan
penggunaan bahan pengemas yang baik. Agar dapat disimpan lama, petis yang
kemasannya telah dibuka sebaiknya disimpan di dalam lemari pendingin.
2. Saran
perlu dikembangkan lebih lanjut pemanfaatan limbah perikanan sebagai bahan
dasar petis agar rasanya lebih enak.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 1992. Kumpulan Hasil-hasil Penelitian Pasca Panen Perikanan. Balai
Penelitian dm Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Perikanan
bekerjasama dengan United State Agency For Internasional Development
Fisheries Research and Development Project. Jakarta.
Sulaiman S dan Z Noor. 1982. Pengaruh asam cuka terhadap rasa amis dari daging
ikan mujair yang dipanggang. Agritech Vol. 3 no. 3 dan 4. Yogyakarta.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1., Pangan Gizi IPB Bogor. Gramedia Utama,
Jakarta
Hart, Harold. 2003. Kimia Organik : Suatu Kuliah Singkat. Jakarta: Erlangga.
PEMANFAATAN LIMBAH PERIKANAN SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN PETIS
TUGAS TERSTRUKTUR TEKNOLOGI PEMANFAATAN LIMBAH HASIL PERTANIAN
Di Susun oleh :
Teguh Priyanto A1D007058
Rosita Rahmawati A1M008002
Sofyan Tri Widayat A1M008022
Rendra Gusti Pambudi A1M008037
KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
2011