Tugas Pengolahan Limbah b3

download Tugas Pengolahan Limbah b3

of 20

Transcript of Tugas Pengolahan Limbah b3

PROSES PENGOLAHAN LIMBAH PT ADI SATRIA ABADI PABRIK PENYAMAKAN KULIT TUGAS B3

Diajukan oleh :

ILMAN ASNUR

NIM : 11313995

SEKOLAH TINGGI TEKNIK LINGKUNGAN

YAYASAN LINGKUNGAN HIDUP

YOGYAKARTA

2011

BAB I PENDAHULUANI.1 Latar Belakang

Industri penyamakan kulit adalah industry yang mengolah kulit mentah (hides atau skin) menjadi kulit tersamak (leather) dengan bahan penyamak. Prosesnya adalah dengan memasukkan bahan penyamak tertentu ke dalam jaringan serat kulit sehingga terjadi ikatan kimia antara bahan penyamak dengan serat kulit. Hal tersebut akan mengakibatkan sifat fisik kulit berubah menjadi lebih baik dibandingkan dengan kulit mentahnya. Sifat tersebut antara lain kelemasannya, ketahanannya terhadap panas dan dingin serta ketahanannya terhadap gesekan (Sharphouse, 1989 ; Thornstensen, 1985 ).

Industri penyamakan kulit merupakan salah satu industry yang menghasilkan limbah cair yang amat bermasalah. Karena itu banyak Negara maju melarang ( atau mempersulit ) industry tersebut dan mendorong agar kegiatan penyamakan kulit dilakukan di Negara berkembang.

Salah satu penyebabnya adalah limbah yang dihasilkan oleh industry kulit amat komplek ditinjau dari barbagai sisi seperti potensi pencemaran yang diakibatkan oleh kualitas limbah, masalah bau,dsb. Karena disamping kulit yang akan diproses terdapat juga berbagai ikutan yang tidak bisa dihindari seperti sisa daging, lemak, bulu, dsb, yang masing-masing menimbulkan permasalahan tersendiri di dalam proses pengolahan limbah.

Dalam setiap tahapan proses penyamakan kulit diperlukan beberapa jenis bahan kimia, yaitu sejak dari proses pengerjaan basah (beam house), pencucian (washing), perendaman (soaking), pembuangan kapur (deliming), pengikisan protein (bating), penghilangan lemak (degreasing), dan pengasaman (pikling) diteruskan dengan proses penyamakan (tenning), serta proses penyelesaian akhir (finishing) (Bapedal,1995).

Ditinjau dari bahan penyamak yang dipakai, maka ada beberapa macam penyamakan, yaitu 1). Penyamakan nabati, 2). Penyamakan sintetis, 3). Penyamakan mineral, 4). Penyamakan minyak. Bahan penyamak krom banyak digunakan dalam penyamakan dengan bahan penyamak mineral (balai penelitian kulit, 1985 hal 4).

Bahan penyamak mineral yang utama biasanya berupa garam kromium. Walaupun senyawa krom yang ada pada limbah cair penyamakan kulit dilaporkan berada dalam bentuk valensi tiga yang tidak begitu berbahaya, kemungkinan adanya kromium valensi enam (Cr6+) yang bersifat karsinogenik akan tetap ada. Juka bahan tersebut bertemu dengan suatu oksidator yang sesuai. (Iswahyuni, 1997 hal 2).

Dalam proses penyamakan kulit terutama yang menggunakan bahan penyamak krom akan diperoleh hasil samping yang berupa krom (Kromium) dalam air limbah penyamakan kulit merupakan masalah besar terhadap kesehatan lingkungan. Industri penyamakan kulit Indonesia dan khususnya di daerah DIY sebagian besar menggunakan bahan penyamakan krom. Kandungan krom yang tinggi dalam air limbah penyamakan kulit bisa menyulitkan dalam pengolahannya dan juga meningkatkan biaya pengolahan air limbah dan pembuangan lumpur atau limbah padat, juga dibeberapa Negara memandang bahwa lumpur atau limbah padat yang mengandung krom tersebut sebagai racun berbahaya (LP3L, 2000).

Limbah cair dari proses penyamakan kulit sangat kompleks, sifatnya ditandai dengan kandungan BOD, padatan tersuspensi dan padatan total yang tinggi, yang terdiri dari bahan-bahan organic terlarut, berwarna dan berbau (Iswahyuni, 1997 hal 2).

Berdasarkan pemantauan limbah penyamakan kulit yang dihasilkan penyamakan kulit terus bertambah jumlahnya sejalan dengan peningkatan kapasitas produksi industri penyamakan kulit yang ada di Indonesia. Kandungan kromium sebagai kromium total (Cr) dalam air bekas penyamakan krom berkisar 500 1500 mg/l. Konsentrasi kromium air buangan campuran dari proses penyamakan kulit akan menjadi sekitar 100 300 mg/l. Keadaan ini menjadi masalah dalam pengolahan air limbah penyamakan kulit dan menjadi beban masalah lingkungan, apalagi dibuang begitu saja. Hal ini disebabkan karena pengolahan air limbah penyamakan kulit oleh industry saat ini sangat berkurang.

Sebagai informasi kami melakukan kunjungan lapangan ini di PT. Adi Satria Abadi yang beralamat di Sitimulyo, Piyungan Kab bantul Yogyakarta, Telp/Fax : (0274) 7492215 / (0274) 7485100). Industri ini mempunyai kapasitas produksi sebesar 1000 s/d 2000 lembar/hari kulit tersamak. Bahan baku yang digunakan kulit kambing dan kulit domba.I.2 Tujuan

Tujuan dari pembuatan laporan ini adalah untuk memberikan gambaran pengalahan limbah B3 dan IPAL yang ada di PT ADI SATRIA ABADI.

I.3 Metode Pelaksanaan PKL

Metode yang digunakan dalam praktek kerja lapangan ini adalah pengamatan secara langsung terhadap kegiatan pengolahan air limbah, wawancara dengan pihak-pihak yang terkait, mengadakan diskusi, studi pustaka.I.4 Waktu dan Tempat Pelaksanaan PKL

Kegiatan praktek kerja lapang dilaksanakan 31 Oktober 2011 di PT Adi Satria Abadi pabrik penyamakan kulit.BAB II

KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

II.1 Informasi Umum PerusahaanPT Adi Satria Abadi berlokasi di desa Banyakan, Kecamatan Sitimulyo, Kabupaten Bantul DIY dan menempati lahan seluas + 10.000 m2 dengan luas bangunan + 19.600 m2 (bangunan bertingkat II). Perusahaan ini merupakan perusahaan keluarga yang memproduksi bahan kulit setengah jadi yakni pickle dan wet blue menjadi bahan kulit jadi (tersamak) yang khusus diarahkan untuk produk sarung tangan kualitas ekspor. Perusahaan ini merupakan relokasi dari pabrik induk yang ada di Jalan Lowanu, sedangkan proses pengolahan menjadi sarung tangan dilakukan di kawasan LIK Jalan Solo, Yogyakarta. Perusahaan ini memiliki jumlah pekerja sebanyak 150 orang yang beroperasi setiap hari tanpa shift. Mengingat perusahaan masih dalam taraf relokasi dan penyempurnaan maka proses produksi masih belum maksimal. Bahan baku diperoleh dari pemasok lokal serta impor dari Afrika. Fasilitas pendukung yang terdapat di perusahaan ini meliputi unit laboratorium pengembangan dan instalasi pengolahan air limbah.

Proses produksi yang dilakukan di perusahaan ini meliputi berbagai tahapan yakni dari persiapan bahan baku, pengolahan produksi sampai tahap finishing. Persiapan bahan baku meliputi proses perendaman bahan baku, dilakukan pembersihan serat kasar dan serat halus. Proses produksi yakni penyamakan dan perwarnaan dilakukan berturut-turut di tabung / drum proses dengan menggunakan bahan-bahan kimia penyamak, pewarna serta bahan pendukung lainnya. Dari proses produksi tersebut selanjutnya kulit diberi talk/kapur, permukaan dihaluskan kembali, dilakukan pemotongan tepi dan dikeringkan. Tahap finishing meliputi pelemasan kulit, penghalusan kembali permukaan kulit, perentangan, pengukuran dan pemisahan produk (uji kontrol kualitas).

Pengolahan kulit yang dilakukan adalah mengolah bahan mentah berupa kulit hewan sampai menjadi bahan setengah jadi yaitu lembaran kulit yang siap diolah. Lembaran kulit ini dapat diolah menjadi produk lain seperti sepatu, tas, dan jaket kulit. Waktu pengolahan yang diperlukan mulai dari bahan mentah menjadi bahan setengah jadi adalah 20 hari. Proses tersebut terdiri atas 17 tahap, yaitu pengawetan, pengurangan kadar garam, perontokan bulu, pencucian, pembuangan daging, pembuangan kapur, pencucian, pengasaman (pikel), penyamakkan (tanning), penipisan atau penyerutan, pewarnaan dasar, pencucian, pengeringan, perenggangan, spraying, penyetrikaan, serta pengukuran dan penyortiran.

II.2 Bahan BakuKomoditas kulit digolongkan menjadi kulit mentah dan kulit samak. Kulit mentah adalah bahan baku kulit yang baru ditanggalkan dari tubuh hewan sampai kulit yang mengalami proses-proses pengawetan atau siap samak. Kulit mentah dibedakan atas kulit hewan besar (hides) seperti sapi, kerbau, steer, dan kuda, serta kelompok kulit yang berasal dari hean kecil (skins) seperti kambing, domba, calf, dan kelinci termasuk di dalamnya kulit hewan besar yang belum dewasa seperti kulit anak sapi dan kuda.

Secara topografis kulit dibagi menjadi 3 bagian. Gambar 1 menunjukkan topografi kulit hewan secara umum.

a. Daerah krupon, merupakan daerah terpenting yang meliputi kira-kira 55% dari seluruh kulit dan memiliki jaringan kuat dan rapat serta merata dan padat.

b. Daerah leher dan kepala meliputi 3% bagian dari seluruh kulit. Ukurannya lebih tebal dari daerah krupon dan jaringannya bersifat longgar serta sangat kuat.

c. Daerah perut, paha, dan ekor meliputi 22% dari seluruh luas kulit. Bagian tersebut paling tipis dan longgar.

II.3 Proses Produksi Kulit PT. Adi Satria Abadi

1. Pickle / bahan baku

Bahan baku utama yang digunakan dalam industry penyamakan kulit ini adalah kulit kambing dan kulit domba.

2. Tanning / penyamakan

a. Pra-penyamakan

Proses yang ada pada pra-penyamakan adalah sebagai berikut Gambar 2. Tanin (Rotary Drum) Sebagai Reaktor Penyamakan :

Pencelupan kulit dalam air selama satu malam untuk menghilangkan darah, kotoran, larutan garam dan protein.

Menghilangkan bulu dengan perendaman dalam kapur dan sodium sulfida,

Pengolahan menggunakan larutan kapur kembali (reliming).

Pencukuran dan penghilangan mekanis jaringan ekstra dari sisi daging kulit, selanjutnya pemisahan (menggunakan kapur) 2/3 lapisan atas dari bagian bawah.

Penghilangan kapur dengan menggunakan asam lemah (latic acid) dan pemukulan/bating dengan menggunakan bahan kimia pembantu untuk menghilangkan sisa-sisa bulu dan protein yang hancur.

Pengawetan menggunakan larutan garam dan asam sulfur untuk pengasaman sampai pH tertentu untuk mencegah pengendapan garam-garam krom pada serat kulit.

b. Penyamakan

Penyamakan krom dilakukan dengan menggunakan krom sulfat. Proses ini untuk menstabilkan jaringan protein (collagen) dari kulit.

c. Pasca penyamakan

Proses yang ada pada pasca penyamakan adalah sebagai berikut Gambar 3. Pressing (Samming) Untuk Menghilangkan Kelembaban :

Pressing (samming) untuk menghilangkan kelembaban kulit segar.

Pencukuran (Gambar 4), (shaping) dengan melakukan penipisan (penyerutan). Proses perataan bertujuan untuk penyeragaman kulit. Limbahnya berupa limbah padat serbuk serutan. Pada tahap ini dapat terjadi pengurangan kulit sebanyak 10%, bergantung dari ukuran kulit yang diinginkan. Proses perataan dan pengukuran ini juga dilakukan secara manual. Berikut ini adalah gambar proses perataan dan pengukuran.

Pewarnaan dan pelembutan kulit yang sudah disamak menggunakan minyak-minyak emulsi (fatliquoring), didahului dengan sekali-sekali penyamakan sekunder menggunakan tanin sintesis (syntans) dan ekstrak penyamakan. Untuk proses pewarnaan dasar, kulit ditambahkan dengan cat dasar, minyak pelemasan kulit, dan air. Minyak pelemasan kulit sebanyak 10% dan air sebanyak 50%. Limbah yang dihasilkan adalah sisa cat dasar, minyak pelemasan kulit, dan air. Pemutaran molen untuk proses pewarnaan dasar memerlukan waktu 5-6 jam. Pengeringan dan pencukuran akhir, Penjemuran kulit secara langsung di bawah sinar matahari memberi hasil yang kurang baik sehingga pengeringan kulit hanya dengan mengandalkan adanya angin. Proses pengeringan dilakukan selama 24 jam. Tahap keempatbelas adalah perenggangan. Peregangan dilakukan pada ruang khusus dimana kulit satu per satu dilebarkan dan dijepit pada alat seperti (Gambar 5). Setelah kulit dilebarkan dan dijepit, papan penjepit didorong agar masuk ke bagian ruangan yang bersuhu 700C selama 50 menit. Sebelumnya dilakukan peregangan secara manual selama 30 menit untuk menurunkan kadar air sebelum kulit dijepit pada papan penjepit dan dimasukkan dalam ruangan bersuhu 700C. Proses ini sekaligus mengeringkan kulit agar kadar air benar-benar rendah. Pelapisan permukaan dan buffing (finishing), Pemberian warna menggunakan cat kulit sesuai dengan permintaan konsumen. Limbah yang dihasilkan adalah serbuk cat (Gambar 6), proses pengukuran dan penyortiran sesuai standar permintaan konsumen. Apabila ada kulit yang tidak sesuai standar, maka kulit dipisahkan untuk dijual ke konsumen dengan standar kulit yang lebih rendah atau dinyatakan sebagai produk gagal (reject). Pengukuran bertujuan menentukan luas kulit dalam satuan kaki untuk selanjutnya menentukan harga jual kulit. Harga jual kulit ditentukan berdasarkan luas kulit (Rupiah per kaki). Pengukuran kulit dilakukan menggunakan alat (Gambar 7).

BAB III

SUMBER DAN KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR III.1 Sumber Air Limbah

Air limbah dijumpai pada industri yang menggunakan air dalam proses produksinya termasuk industri penyamakan kulit, mulai dari pra pengolahan bahan baku menghasilkan air limbah. Air limbah adalah buangan yang dihasilkan dari proses produksi, kegiatan utilitas dan kegiatan domestik Gambar 1.Menurut David Winter 1984, penggunaan air untuk proses penyamakan kulit dari tahun ke tahun ada kecenderungan semakin menurun. Dijelaskan pada tahun 1962 pemakaian air 103 l/ kg tahun 1975 sebanyak 71 l/kg tahun 1977 turun menjadi 40 l/kg kulit yang diproses. David Winter 1984 dan Clonvero 1987 cenderung memilih penggunaan air untuk proses ini sebanyak 45 l/kg kulit yang diproses.

Di Indonesia sampai saat ini belum ada penelitian khusus tentang penggunaan air untuk tiap 25 kg kulit namun berdasarkan pengamatan pemakaian air berukuran antara 30-70 l/kg kulit mentah.

Dilihat dari asal bahan pencemar, maka sumber dan sifat air limbah industri penyamakan kulit dapat dibedakan pertahapan proses sbb:

a. Perendaman ( Soaking).

Air limbah soaking mengandung sisa daging, darah, bulu, garam, mineral, debu, dan kotoran lain atau bahkan bakteri antrax. Pada proses perendaman air limbah cairnya berbau busuk, kotor, dengan kandungan suspended solid 0,05- 0,1 %. Menurut ESCAP 1982, volume limbah soaking berkisar antara 2,5- 4 l/kg kulit, pH 7,5- 8. Total Solid 8.000- 28.000 mg/l. Suspended Solid 2.500- 4.00 mg/l.

Selain itu UNEP 1991 menambahkan bahwa air limbah soaking juga mengandung garam dan bahan organic lain yang akan mempengaruhi BOD,COD,SS.

b. Buang bulu dan pengapuran ( Unhairing dan liming).

Air pada proses ini berwarna putih kehijauan dan kotor, berbau menyengat, pH air limbah pada proses ini berkisar antara 9-10, mengandung kalsium , natrium, sulfide, albunin, bulu sisa daging, dan lemak. Suspended solid 36%. Menurut CTTE 1979, ESCAP 1982, bahwa air limbah pada proses unhairing mengandung total solid 16.000-45.000 mg/l, suspended solid 4.500-6.500 mg/l. BOD 1.100-2.500 mg/l, pH berkisar 10-12.5. Dampak yang ditimbulkan akibat buangan dalam proses tersebut adalah bahwa air limbah berpengaruh tehadap air, tanah, dan udara. Pengaruh terhadap air terutama pada BOD, COD,SS, alkalinitas, sulphida, N-Organik, N- ammonia. Adanya gs H2S pada pencemaran ini menyebabkan terjadinya pencemaran udara.

c. Air limbah buanagan kapur ( Deliming).

Air limbah pada proses deliming mempunyai beban polutan yang lebih kecil dibanding dengan unhairing dan liming. Menurut CTTE 1979,ESCAP 1982, air limbah pada proses tersebut mempunyai pH 3-9, total solid 1.200- 12.000 mg/l, suspended solid 200- 1.200 mg/l dan BOD 1.000- 2.000 mg/l. UNEP menambahkan bahwa air limbah tersebut akan menyebabkan pencemaran air berupa BOD,COD, DS, dan N- ammonia. Kemudian adanya ammonia akan menimbulkan pencemaran udara.

d. Air limbah pengikisan Protein (Degreasing).

Pada proses ini air limbah yang dihasilkan pencemaran air yang ditunjukkan dengan tingginya nilai COD,BOD,DS dan lemak. (UNEP 1991).

e. Air limbah Pikel ( Pickling) dan Krom ( Tanning).

Air limbah dari proses ini akan mengandung bahan protein, sisa garam, sejumlah kecil mineral dan crome velensi 3 yang apabila tercampur dengan alkali akan terbentuk chrome hidroksida, pH berkisar antara 3,5-4, suspendid solid 0,01-0,02 % ( Koziowroski dan Kucharski 1972). Sedangkan CTTE 1979, ESCAP 1982, membedakan antara air limbah partikel dengan penyamakan chorome sbb:

1). Air limbah pikel volume 2-3 l/kg kulit, pH 2,9-4, total solid 1.6000- 45.000 mg/l, suspended solid 16.000- 45.000 mg/l, dan BOD 800- 2.2000 mg/l.

2). Air lmbah samak chrome, volume 4-5 l/kg, pH 2,6-3,2, total solid 2.400- 12.000 mg/l, suspended solid 300-1.000 mg/ l dan BOD 800- 1.200 mg/l.

3). Selain yang tersebut diatas UNEP menambahkan bahwa air limbah pikel dan krom akan menimbulkan pencemaran air berupa BOD, COD, SS, DS,, asam garam krom, dan sisa samak nabati.

f. Air limbah Gabungan Termasuk Pencucian.

Pada buangan air limbah gabungan ini ESCAP menjelaskan untuk volume air 30-35 l/kg, pH berkisar antara 7.5-10, total solid 10- 25 mg/l, suspended solid 1.250- 6.000 mg/l dan BOD 2.000- 3.000 mg/l.

2. Sumber dan Karateristik Limbah Padat

Didalam proses penyamakan disamping limbah cairjuga menghasilkan limbah padat sebagai hasil samping. Dikatakan hasil samping karena dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, misalnyasebagai bahan makanan,obat-obatan, kosmetik, pupuk, kerajinan, dan bahan bangunan lainnya. Bahan padat yang dimaksud antara lainbulu, sisa trimming,fleshing, sisa split,shaving, buffing, dan Lumpur.

III.2 Karakteristik Air Limbah

Mengacu pada beberapa karakter maka parameter-parameter analisis yang dapat dilakukkan diantaranya mencakup :

a. Parameter fisikawi: TS,FSS,VSS,SVI, warna, kekeruhan, suhu

b. Parameter kimiawi: pH, alkalinitas, BOD5,COD, Ntotal, NH4+, NO3- dan NO2-, serta logam berat seperti Cd maupun Cr.

c. Parameter biologis: Total coliform, jamur dan virus.

1. Karakteristik Limbah Industri Penyamakan Kulit.Pada garis besarnya karakteristik limbah (kwalitas dan kwantitas) dari industri penyamakan dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah.a) Proses yang digunakan dalam penyamakan, seperti:

- penyamakan dengan proses Mineral (Chrom, Aluminium, Zircon);

- proses Aromatic (vegetable tanning, Syntan, samak nabati);

- proses Aliphatic (gugus aldehyde, polymerization, paraffin derivative)

- kombinasiKarakteristik umum yang lazim dijumpai pada limbah industri penyamakan adalah:Parameter

Satuan

Angka yg lazim dijumpai pada industri penyamakan konventional

Satuan

Angka yg lazim dijumpai pada industri penyamakan konventional

Keterangan

PH

8-11

8-11

BOD5

Kg/T.SW

70

mg/l

1,000-3,000

Dipengaruhi keter-tiban dantingkat penyamakan yg dilakukan

COD

Kgrr.sw

175

mg/l

2,200-8,000

SS

Kg/T.SW

100

mg/l

500-1,200

Dipengaruhi keter-tiban dan proses sebelumnya

Ammonia N

Kg/T.SW

7

mg/l

80-150

Total Kjeldahl N

Kg/F.SW

14

mg/l

150 - 225

Chrom *)

KgH".SW

5 ,

mg/l

Hanya untuk Chrom tanning

Sulphide

Kg/T.SW

5mg/l

25-50

Volume

M3/T.SW)

50

2. Unit Pengolahan Limbah PT. Adi Setia Abadi1. Unit Pengolahan Tingkat I (Primary Treatment)

a. Saluran Pembawa

Saluran pembawa merupakan saluran air buangan dari hasil aktifitas produksi maupun yang bukan aktifitas produksi, saluran pembawa ini berfungsi untuk menyalurkan air buangan dari satu unit pengolahan ke pengolahan lain. b. Bak Pembagi

Bak pembagi adalah bak yang digunakan untuk merata-ratakan aliran yang berfluktasi. Bak pembagi ini berfungsi untuk merata-ratakan aliran, merata-ratakan konsentrasi/beban. Sebelum diolah air limbah perlu disaring terlebih dahulu untuk menghilangkan padatan kasar yang dapat menutup pipa, pompa-pompa dan saluran- saluran. Pada proses ini lebih dari 30% padatan tersuspensi total dalam cairan air limbah dapat dihilangkan dengan saringan.c. Bak Pengendapan

Bak Pengendapan adalah bak bersekat yang digunakan untuk menggumpalkan koagulum/butiran-butiran kulit yang terbawa air buangan. Pengendapan krom relatif mudah dilakukan, pengendapan limbah krom dapat mempengaruhi biaya produksi/ pengolahan limbahnya. Pada pengolahan ini menghasilkan cairan supernatan yang hampir bebas krom dan juga dapat menurunkan BOD. d. Koagulan

Pada tahapan ini dilakukan perlakuan fisiko kimiawi untuk menghilangkan BOD dan padatan. Dengan perlakuan fisiko kimiawi yang relatif mudah dan sederhana dapat menghilangkan > 95 % padatan tersuspensi dan BOD sekitar 70%. Untuk menghilangkan BOD sepenuhnya dapat dilakukan dalam pengolahan proses biologis selanjutnya.

Perlakuan fisiko kimia terhadap air limbah penyamakan kulit terdiri dari perlakuan awal dengan pemberian penggumpal yang dilanjutkan dengan pemberian pengendap sampai dengan pemisahan lumpurannya untuk dibuang.

Efesiensi penggumpalan dapat diperoleh dengan penambahan larutan pengendap yang berupa larutan polyelektrolit anionik rantai panjang dengan konsentrasi 1-10 mg/l.

2. Unit Pengolahan Tingkat II (Secondary Tretment)Dalam persyaratan baku mutu air limbah, maka perlu adanya pegolahan sekunder. Pilihan cara pengolahan sekunder untuk air limbah penyamakan kulit sbb:

a. Kolam Aerob

Pengolahan secara aerobik, meliputi proses lumpur aktif (pertumbuhan tersuspensi) dan pengolahan film biologi (pertumbuhan lekat). Proses lumpur aktif memiliki beragan tipe , yakni tipe konvensional /standar, aerasi diperluas (extended aeration), proses bebas bulk (lumpur tak bisa mengendap), parit oksidasi (oxidation ditch), proses nitrifikasi dan denitrifikasi. Sedangkan yang termasuk tipe pengolahan film biologi, antara lain saringan tetes (trickling filter), cakram biologi (RBC = Rotating Biological Contactor), aerasi kontak (contact aeration), proses filter biologi (biofilter) dan proses media unggun biologi.

b. Kolam Fakultatif (Facultative Lagoons)Lagoon merupakan kolam yang didalamnya terjadi proses aerob, fakultatip dan anaerob, sesuai kedalaman air. Pasokan oksigen mengandalkan dari proses alam, yakni oksigen dari udara yang melarut kedalam air dan oksigen yang berasal dari fotosintesis tumbuhan air. Kadang lagoon disertai juga dengan aerator untuk menambah oksigen terlarut pada air (aerated lagoon)c. Kolam Aerasi

Kolam ini sudah banyak dioperasikan di banyak perusahaan dan membutuhkan tenaga 10 30 w/m3 yang biasanya digunakan adalah aerator permukaan mekanik.

d. Bak Kontrol

Bak kontrol adalah bak yang berfungsi sebagai kontrol debit effluent UPL sebelum masuk ke badan sungai. Bak ini dilengkapi dengan V-Notch sebagai alat ukur debitnya.

3. Unit Pengolahan Tingkat III (Tertiary treatment)

Unit pengolah limbah yang termasuk dalam tahap ini antara lain nitrifikasi, denitrifikasi, ion exchange, activated carbon, reverse osmosis, electrodialisis, filtrasi, land irigation.

BAB IVPEMBAHASAN

Jumlah limbah yang dihasilkan oleh PT. Adi Satria Abadi setiap harinya berkisar 200 m3. Untuk meminimalisasi jumlah limbah yang diolah dan disain IPAL, pemilahan terhadap limbah yang tidak mengandung polutan sangat diperlukan. Disamping itu perlu juga dihindari terjadinya pengenceran limbah oleh air hujan selama di saluran menuju IPAL. Teknologi pengolahan air limbah adalah kunci dalam memelihara kelestarian lingkungan, berbagai teknik pengolahan air buangan untuk menyisihkan bahan polutannya telah dicoba dan dikembangkan selama ini. Teknik-teknik pengolahan air buangan yang telah dikembangkan tersebut secara umum terbagi menjadi tiga metode pengolahan:

1. Pengolahan secara fisika

2. Pengolahan secara biologi

3. Pengolahan secara kimia

Untuk jenis air buangan tertentu, ketiga metode pengolahan tersebut dapat diaplikasikan secara sendiri-sendiri atau secara kombinasi. Dalam pengolahan air buangan di pabrik penyamakan kulit PT Adi Setia Abadi menggunakan kombinasi metode fisika, kimia dan biologi.

1. Pengolahan Secara FisikaPada umumnya, sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air buangan, diinginkan agar bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan yang mudah mengendap atau bahan-bahan yang terapung disisihkan terlebih dahulu. Penyaringan (screening) merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar. Bahan tersuspensi yang mudah mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses pengendapan. Parameter desain yang utama untuk proses pengendapan ini adalah kecepatan mengendap partikel dan waktu detensi hidrolis di dalam bak pengendap.2. Pengolahan secara biologiSemua air buangan yang biodegradable dapat diolah secara biologi. Sebagai pengolahan sekunder, pengolahan secara biologi dipandang sebagai pengolahan yang paling murah dan efisien. Proses biologis ini merupakan proses yang sangat diperlukan dalam menurunan kandungan bahan organik dengan memanfaatkan mikroorganisme menggunakan lumpur aktif (Sludge Activated), proses ini dapat dilakukan dalam keadaan aerob atau anaerob.

3. Pengolahan secara kimia

Pengolahan air limbah secara kimia bertujuan untuk menghilangkan partikelpartikel yang tidak mudah mengendap (suspensi dan koloid), logam-logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun; dengan menambahkan bahan kimia tertentu, sehingga terjadi perubahan sifat. Perubahan sifat dimaksud antara lain meliputi perubahan keasaman (pH), perubahan dari tidak bisa mengendap menjadi bisa mengendap, perubahan dari beracun menjadi tidak beracun.Pada umumnya pengolahan air limbah bertujuan untuk menghilangkan kandungan padatan tersuspensi, koloid, dan bahan-bahan organik maupun anorganik yang terlarut. Jumlah limbah yang di hasilkan dari pabrik penyamakan kulit ini adalah 200 m3/hari serta teknik pengolahan air limbah yang digunakannya adalah kombinasi metode fisika (Primary Treatment), metode biologi (Secondary Treatment) metode kimia (Tertiary treatment).IV.1 Unit Pengolahan Tingkat I (Primary Treatment)

Pengolahan primer bertujuan untuk menghilangkan zat padat tercampur melalui pengendapan. Pengendapan yaitu kegiatan utama pada tahap ini dan pengendapan yang dihasilkan terjadi karena adanya kondisi yang tenang. Dengan adanya pengendapan ini, maka akan mengurangi kebutuhan oksigen pada pengolahan biologis berikutnya dan pengendapan yang terjadi secara gravitasi. Berikut diantara unit pengolahan air limbah secara fisika yang ada di pabrik penyamakan kulit, sebagai berikut (Gambar 8) :

1. Sedimentation / presipitation berupa unit grit chamber (bak penangkap pasir) dan clarifier / sedimentation tank (bak pemisah / pengendap) atau unit thickener (pemekatan). Unit ini berfungsi untuk memisahkan partikel utuh (discreet) seperti pasir dan juga untuk memisahkan padatan melayang (suspensi) yang sudah menggumpal. Penggumpalan pertikel susupensi ini dapat disebabkan karena proses alamiah atau proses penambahan bahan kimia atau proses biologis (lumpur aktif).

IV.2 Unit Pengolahan Tingkat II (Secondary Tretment)Unit pengolah limbah yang termasuk dalam tahap ini adalah pengolahan secara biologis diantaranya lumpur aktif konvensional (activated sludge), saringan tetes (trickling filter) dan bentuk modifikasi lainnya (Gambar 9).a. Filter biologis.Filter biologis dalam pengolahan limbah penyamakan kulit sering tidak dipertimbangkan.

b. Lumpur aktif (kolam oksidasi).Pengolahan lumpur aktif pada prinsipnya adalah mempertemukan antara air limbah yang mengandung bahan pengencer organik dengan sejumlah besar bakteri aerob dan mokroorganisme lain yang terkandung dalam lumpur biologis (lumpur aktif). Pengolahan dengan lumpur aktif berbeban ringan sangat sesuai untuk air limbah penyamakan kulit. Cara ini dikenal deng oksidasi kolam PASVEER.

c. Lumpur aktif konvensional.Jika dibandingkan dengan cara konvensional yang berbeban berat, maka waktu yang diperlukan adalah 2-4 hari dan beban organik yang ringan lebih mudah menahan variasi keadaan air limbah dan beban mendadak yang menjadi proses penyamakan kulit, dengan demikian lumpur yang dihasilkan berkurang. Kolam oksidasi relatif lebih murah, dan pemeliharaannya mudah, juka dioprasikan sebagaimana mestinya dapat menghasilkan air limbah terolah dengan BOD , 20 mg/l.

Pengolah dengan lumpur aktif konvensional ( bebn berat) dapat dipilih dengan cara pegolahan sekundernya jika lahan yang ada sangat tebatas. Oksidasi berlangsung terus menerus dalam bk aerasi karena itu kebutuhan aerasinya juga agak intensif ( sampai kra- kira 1 Kw/ kg BOD). Waktu tingga l yang diperlukan hanya 6-12 jam sudah cukup.

d. Lagun (kolam) .Ada pendekatan lain bagi daerah pedesaan atau yang memiliki lahan luas, yaitu kolam dapat dibuat dengan biaya rendah dan perawatan pengolahan juga sangat mudah.

IV.3 Unit Pengolahan Tingkat III (Tertiary treatment)

1. Netralisasi, upaya ini pada dasarnya adalah untuk mengatur keasaman (pH) menjadi netral (pH mendekati nilai 7). Untuk pengaturan keasaman air limbah, bahan kimia yang lazim digunakan adalah larutan kapur (CaCO3) dan asam klorida (HCl). Netralisasi dibutuhkan sebagai persyaratan untuk pengolahan tahap berikutnya, misalnya koagulasi & flokulasi atau untuk pengolahan cara biologi. Netralisasi dalam pengolahan cara biologi dimaksudkan untuk mengatur keasaman dan menghilangkan bahan beracun.

2. Koagulasi & flokulasi adalah proses pencampuran bahan kimia kedalam air limbah melalui pengadukan dengan kecepatan tertentu, sehingga terjadi proses destabilisasi Sugeng Abdullah, 2006, Teknologi Pengelolaan Kualitas Air. p.6 pada partikel melayang (suspensi dan koloid). Selanjutnya akan terbentuk gumpalan (flok) dan akhirnya dapat mengendap. Bahan kimia yang dipakai untuk proses ini dikenal dengan sebutan koagulan, antara lain berupa tawas (Al2[SO4]3), Ferichlorida (FeCl3), Ferosulfat (FeSO4) PAC (Poly Aluminium Chlorida).(Gambar 10)Untuk limbah padat yang di hasilkan dari proses produksi maupun dari proses limbah untuk PT Adi Setia Abadi ini di tamping sementara, untuk menangani masalah limbah ini yang mengandung B3 karna mengandung crom, pihak pabrik bekerja sama dengan pihak ke dua yaitu di kirim ke semarang untuk di olah karna untuk mengikuti aturan yang ada (Gambar 11)..

BAB VKESIMPULAN DAN SARANV.1 KESIMPULANPT. Adi Satri Abadi di daerah Bantul, DIY Yogyakarta diketahui bahwa proses penyamakan kulit terdiri dari beberapa proses, yaitu penyamakan, tanning, wet blue, shaving, dying, hunging, milling, stating, pementangan dan pengukuran, penyortiran dan pengepakan. Pada proses produksi industry ini menghasilkan beberapa jenis limbah yang digolongkan berdasarkan bentuk , yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah padat diantaranya adalah garam yang berwarna kemerahan, daging sisa, dan serbuk kulit. Sedangkan limbah cair adalah sisa pencucian, larutan kapur, larutan asam dan larutan krom (limbah B3).Proses pengolahan air limbah yang digunkan oleh PT Adi Setia Abadi adalah IPAL kombinasi (Primary Treatment), (Secondary Treatment) dan (Tertiary treatment).1. Pengolahan Tingkat I (primary treatment)Proses fisika atau Pengolahan tingkat I digunakan untuk menyisihkan polutan yang berupa solid (padatan). Proses ini melibatkan fenomena fisik seperti pengendapan maupun pengapungan. Penyisihan padatan memanfaatkan berat jenis padatan. Jika berat jenisnya lebih besar dari air, maka proses penyisihannya dilakukan melalui pengendapan.

2. Pengolahan Tingkat II (Secondary Tretment)Proses Kimia atau pengolahan tingkat II meliputi : Koagulasi flokulasi adalah salah satu proses kimia yang digunakan untuk menghilangkan bahan cemaran yang tersuspensi atau dalam bentuk koloid. Dimana partikel-partikel koloid ini tidak dapat mengendap sendiri dan sulit ditangani oleh perlakuan fisik. Pada proses koagulasi, koagulan dan air limbah yang akan diolah dicampurkan dalam suatu wadah atau tempat kemudian dilakukan pengadukan secara cepat agar diperoleh campuran yang merata distribusi koagulannya sehingga proses pembentukan gumpalan atau flok dapat terjadi secara merata pula. Proses flokulasi dilakukan setelah setelah proses koagulasi dimana pada proses koagulasi kekokohan partikel koloid ditiadakan sehingga terbentuk flok-flok lembut yang kemudian dapat disatukan melalui proses flokulasi. 3. Pengolahan Tingkat III (Tertiary treatment)Proses Biologi atau pengolahan tingkat ke III yaitu antara lain pengolahan air limbah secara biologi yang banyak dijumpai adalah proses lumpur aktif. Proses lumpur aktif adalah merupakan salah satu bentuk pengolahan air limbah secara biologi. Sekitar tahun 1880, telah dikenal bahwa air limbah yang diaerasi dapat mereduksi bau dan menurunkan kadar polusi serta menghasilkan lumpur ( Veenstra S & Polpraset C, 1995). Lumpur yang dihasilkan dirangsang agar dapat menguraikan air limbah secara biologis. Lumpur inilah yang kemudian dikenal dengan lumpur aktif. Fenomena lumpur yang dapat menguraikan air limbah menjadi bersih ini, kemudian dikembangkan menjadi metode pengolahan air limbah dengan proses proses lumpur aktif.

V.2 SARAN

Dalam pengolahan limbah yang baik terdiri dari tiga bagian yaitu secara fisika,kimia dan biologi. Tiap bagian memiliki fungsi masing-masing yang berbeda. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh hasil yang maksimal. Sarannya jika ada pengelolaan yang lebih baik lagi dari proses kimia maka gunakan hal ini untuk menjadikan bahan buangan yang akan dialirkan ke alam benar-benar bebas bahan kimia. Serta mengoptimalkan penggunaan air (recycle), mendesain instalasi pembuangan air dengan baik menggunakan pipa, melalukan perawatan pada molen, meminimalisasi penggunaan kapur, dan menerapkan Good House Keeping.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. Departemen Kesehatan R.I. Bahan-Bahan Berbahaya dan Dampaknya terhadap Kesehatan Manusia. Jakarta 2001

Fahidin dan Mislich. 1999. Ilmu dan Teknologi Kulit. Fateta. IPB. Bogor.

Informasi Lingkungan Hidup No. 6.2002. Pengolahan dan Pemanfaatan Limbah Penyamakan Kulit. Kementrian Lingkungan Hidup. Jakarta

Judoamidjojo M. 1974. Dasar Teknologi dan Kimia Kulit. Departemen Teknologi Hasil Pertanian. Fateta. IPB. Bogor.Purnomo E. 1985. Pengetahuan Dasar Teknologi Penyamakan Kulit. Akademi Teknologi Kulit. Departemen Perindustrian. Yogyakarta.Shalahuddin Djalal Tanjung. Toksikologi Lingkungan. Pusat Studi Lingkungan Hidup. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta 2002.

Gambar 2. Tanin (Rotary Drum)Gambar 3. Pressing (Samming)Gambar 4 Alat pencukurGambar 5. Alat Peregangan

Gambar 6. PengecatanGambar 7. PengukuranGambar 8. Pengolahan tingkat IGambar 9. Pengolahan Tingkat II

Gambar 10. Pengolahan tingkat IIIGambar 11. Penyimpanan sementaraGambar SEQ Gambar \* ARABIC 1. Topografi kulit hewan