Tugas Pengolahan Limbah Tempe

23
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan biasanya terdiri dari air yang telah digunakan. Sebanyak 0,1% limbah dapat pula berupa benda- benda padat yang terdiri dari zat organik dan anorganik. Limbah yang dihasilkan suatu usaha dapat digolongkan menurut sifatnya fisiknya yang meliputi: limbah cair, limbah padat dan limbah gas (Otto, 1986). Zat organik dalam sampah terdiri dari bahan-bahan nitrogen, karbohidrat, lemak, dan sabun. Mereka bersifat tidak tetap dan menjadi busuk, mengeluarkan bau-bauan yang tidak sedap. Benda-benda anorganik pada umumnya tidak merugikan (Mahida, 1992). Limbah industri pangan umumnya tidak membahayakan kesehatan masyarakat karena tidak terlibat langsung dalam perpindahan penyakit, tetapi kandungan bahan organiknya yang tinggi dapat bertindak sebagai sumber makanan bagi pertumbuhan mikroba. Pasokan makanan yang berlimpah akan menyebabkan mikroorganisme berkembang biak dengan cepat dan mereduksi oksigen terlarut yang ada di dalam air (Jenie & Rahayu, 1993). Menurut artikel Guideline for Agricultural Waste Management , penanganan limbah sebelum dilepaskan ke alam harus diperhatikan sebab dalam limbah dimungkinkan masih banyak senyawa–senyawa racun, selain itu mengandung pula zat–zat 1

description

Pengolahan limbah

Transcript of Tugas Pengolahan Limbah Tempe

Page 1: Tugas Pengolahan Limbah Tempe

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan biasanya terdiri

dari air yang telah digunakan. Sebanyak 0,1% limbah dapat pula berupa benda-benda

padat yang terdiri dari zat organik dan anorganik. Limbah yang dihasilkan suatu usaha

dapat digolongkan menurut sifatnya fisiknya yang meliputi: limbah cair, limbah padat dan

limbah gas (Otto, 1986).

Zat organik dalam sampah terdiri dari bahan-bahan nitrogen, karbohidrat, lemak,

dan sabun. Mereka bersifat tidak tetap dan menjadi busuk, mengeluarkan bau-bauan yang

tidak sedap. Benda-benda anorganik pada umumnya tidak merugikan (Mahida, 1992).

Limbah industri pangan umumnya tidak membahayakan kesehatan masyarakat

karena tidak terlibat langsung dalam perpindahan penyakit, tetapi kandungan bahan

organiknya yang tinggi dapat bertindak sebagai sumber makanan bagi pertumbuhan

mikroba. Pasokan makanan yang berlimpah akan menyebabkan mikroorganisme

berkembang biak dengan cepat dan mereduksi oksigen terlarut yang ada di dalam air

(Jenie & Rahayu, 1993).

Menurut artikel Guideline for Agricultural Waste Management, penanganan

limbah sebelum dilepaskan ke alam harus diperhatikan sebab dalam limbah

dimungkinkan masih banyak senyawa–senyawa racun, selain itu mengandung pula zat–

zat hidup khususnya bakteri, virus dan protozoa dan dengan demikian merupakan wadah

yang baik untuk pembiakan jasad-jasad renik. Setiap industri juga harus

bertanggungjawab untuk mengembangkan program yang dapat mengolah limbah dari

industri tersebut agar tidak menimbulkan bahaya untuk lingkungan sekitarnya.

Limbah pengolahan pangan yang seluruhnya dapat dikomposkan antara lain

limbah buah dan sayur, limbah pengolahan ikan, limbah pengolahan daging, serta limbah

pengolahan biji-bijian. Praktek landfilling menjadi kurang baik karena bisa menimbulkan

bau dan mengkontaminasi tanaman pangan. Pengolahan komponen yang tidak diinginkan

seperti garam serta organik terlarut ke dalam tanah dan air tanah juga menjadi perhatian

penting karena air tanah digunakan oleh komunitas. Selain itu, air tanah ini juga bisa

bermigrasi ke aliran yang terdekat (Parker, 2003).

1

Page 2: Tugas Pengolahan Limbah Tempe

Landfilling atau pengomposan merupakan salah satu proses minimalis untuk

mengurangi limbah padat. Proses ini dapat dilakukan melalui dewatering screens,

centrifugal screens, atau strainers untuk memisahkan cairan dari padatan. Contohnya,

padatan dari ekstraktor jus dan pensortiran untuk menghilangkan buah dan sayur yang

rusak dan limbah padat yang tidak diolah sebelum dibuang. Beberapa limbah padat yang

dibuang dan digunakan sebagai bahan pakan hewan tidak diolah lebih lanjut. Namun,

dialokasikan ke peternakan lokal khususnya untuk industri susu dan daging sapi, misalnya

limbah padat dari produksi jus jeruk dikeringkan dan dijual sebagai pakan ternak (Parker,

2003).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana defenisi tempe dan diagram alir proses pembuatan tempe?

2. Bagaimana karakteristik limbah yang dihasilkan dari proses pembuatan tempe?

3. Bagaimana penanganan limbah dari industri tempe?

C. Tujuan

1. Mengetahui defenisi tempe dan diagram alir proses pembuatan tempe?

2. Mengetahui karakteristik limbah yang dihasilkan dari proses pembuatan tempe?

3. Mengetahui penanganan limbah dari industi tempe?

2

Page 3: Tugas Pengolahan Limbah Tempe

BAB II

PEMBAHASAN

A. Defenisi tempe dan diagram alir proses pembuatan tempe

Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau

beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti

Rhizopus oligosporus, Rh. oryzae, Rh. stolonifer (kapang roti), atau Rh. arrhizus.

Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai "ragi tempe". Kapang yang

tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa

sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Tempe kaya akan serat pangan,

kalsium, vitamin B dan zat besi. Berbagai macam kandungan dalam tempe

mempunyai nilai obat, seperti antibiotika untuk menyembuhkan infeksi dan

antioksidan pencegah penyakit degeneratif.

Secara umum, tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia kapang yang

merekatkan biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang memadat. Degradasi

komponen-komponen kedelai pada fermentasi membuat tempe memiliki rasa dan

aroma khas. Berbeda dengan tahu, tempe terasa agak masam. Tempe banyak

dikonsumsi di Indonesia, tetapi sekarang telah mendunia. Kaum vegetarian di seluruh

dunia banyak yang telah menggunakan tempe sebagai pengganti daging. Akibatnya

sekarang tempe diproduksi di banyak tempat di dunia, tidak hanya di Indonesia.

Berbagai penelitian di sejumlah negara, seperti Jerman, Jepang, dan Amerika Serikat.

Indonesia juga sekarang berusaha mengembangkan galur (strain) unggul Rhizopus

untuk menghasilkan tempe yang lebih cepat, berkualitas, atau memperbaiki

kandungan gizi tempe. Beberapa pihak mengkhawatirkan kegiatan ini dapat

mengancam keberadaan tempe sebagai bahan pangan milik umum karena galur-galur

ragi tempe unggul dapat didaftarkan hak patennya sehingga penggunaannya

dilindungi undang-undang (memerlukan lisensi dari pemegang hak paten).

Tempe merupakan hasil fermentasi kedelai. Proses produksi tempe,

memerlukan banyak air yang digunakan untuk perendaman, perebusan, pencucian

serta pengupasan kulit kedelai. Limbah yang diperoleh dari proses tersebut dapat

berupa limbah cair maupun limbah padat. Sebagian besar limbah padat yang berasal

3

Page 4: Tugas Pengolahan Limbah Tempe

dari kulit kedelai, kedelai yang rusak dan mengambang pada proses pencucian serta

lembaga yang lepas pada waktu pelepasan kulit, sudah banyak yang dimanfaatkan

untuk makanan ternak. Limbah cair berupa air bekas rendaman kedelai dan air bekas

rebusan kedelai masih dibuang langsung diperairan disekitarnya (Anonim, 1989).

Jika limbah tersebut langsung dibuang keperairan maka dalam waktu yang

relatif singkat akan menimbulkan bau busuk dari gas H2S, amoniak ataupun fosfin

sebagai akibat dari terjadinya fermentasi limbah organik tersebut (Wardojo,1975).

Adanya proses pembusukan, akan menimbulkan bau yang tidak sedap,

terutama pada musim kemarau dengan debit air yang berkurang. Ketidak seimbangan

lingkungan baik fisik, kimia maupun biologis dari perairan yang setiap hari menerima

beban limbah dari proses produksi tempe ini, akan dapat mempengaruhi kualitas air

dan kehidupan organisme di perairan tersebut .

Secara garis besar proses pembuatan tempe adalah sebagai berikut :

Gambar 1. Bagan Proses Pembuatan Tempe

4

Page 5: Tugas Pengolahan Limbah Tempe

Dari gambar tersebut dapat dijelaskan:

1. Kedelai dimasak, setelah masak kedelai direndam 1 malam hingga lunak dan terasa

berlendir, kemudian kedelai dicuci hingga bersih.

2. Kedelai dipecah dengan mesin pemecah, hingga kedelai terbelah dua dan kulit kedelai

terpisah.

3. Kulit kedelai dipisahkan dengan cara hasil pemecahan kedelai dimasukkan ke dalam air,

sehingga kulit kedelai mengambang dan dapat dipisahkan.

4. Kedelai kupas dicuci kembali hingga bersih, kemudian peragian dengan cara kedelai

dicampurkan ragi yang telah dilarutkan dan didiamkan selama lebih kurang 10 menit.

5. Kedelai yang telah mengandung ragi ditiriskan hingga hampir kering, kemudian dibungkus

dengan daun pisang. Setelah fermentasi selama 2 hari diperoleh tempe.

(Said &Wahjono,1999).

Berdasarkan gambar 1 tersebut juga nampak bahwa hampir disetiap tahap

pembuatan tempe menghasilkan limbah. Apabila limbah ini dibuang keperairan maka akan

tercemar oleh bahan organik dalam jumlah yang besar, sehingga kebutuhan oksigen untuk

proses penguraiannya lebih banyak dari pada pemasukan oksigen keperairan, dan

kandungan oksigen terlarut sangat rendah. Hal ini sangat membahayakan kehidupan

organisme perairan tersebut. Sisa bahan organik yang tidak terurai secara aerob akan

diuraikan oleh bakteri anaerob, sehingga akan tercium bau busuk.

B. Karakteristik limbah yang dihasilkan dari proses pembuatan tempe

Untuk karakteristik limbah industri tempe ada dua hal yang perlu diperhatikan

yakni karakteristik fisika dan kimiawi. Karakteristik fisika meliputi padatan

total,suhu,warna dan bau. Karakteristik kimiawi meliputi bahan organik, bahan anorganik

dan gas. Bahan-bahan organik yang terkandung di dalam buangan industri tempe pada

umumnya sangat tinggi. Senyawa-senyawa organik di dalam air buangan tersebut dapat

berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Di antara senyawa-senyawa tersebut,

protein dan lemaklah yang jumlahnya paling besar yang mencapai 40% - 60% protein, 25

- 50% karbohidrat, dan 10% lemak. Semakin lama jumlah dan jenis bahan organik ini

5

Page 6: Tugas Pengolahan Limbah Tempe

semakin banyak, dalam hal ini akan menyulitkan pengelolaan limbah, karena beberapa

zat sulit diuraikan oleh mikroorganisme di dalam air limbah tempe tersebut. Untuk

menentukan besarnya kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian

seperti BOD, COD dan TOM. Uji BOD merupakan parameter yang sering digunakan

untuk mengetahui tingkat pencemaran bahan organik, baik dari industri ataupun dari

rumah tangga, (Said &Wahjono,1999).

Limbah cair yang dihasilkan berasal dari lokasi pemasakan kedelai, pencucian

kedelai, peralatan proses dan lantai. Karakter limbah cair yang dihasilkan berupa bahan

organik padatan tersuspensi (kulit, selaput lendir dan bahan organik lain). Warna putih

keruh pada air limbah berasal dari pembuangan air rendaman dan pengelupasan kulit

kedelai yang masih banyak mengandung pati,juga berasal dari air bekas pencucian

peralatan proses produksi,peralatan dapur dan peralatan lainnya. Bau yang timbul karena

adanya aktivitas mikroorganisme yang menguraikan zat organik atau dari reaksi kimia

yang terjadi dan menghsilkan gas tertentu, (Wignyanto,et all, 2009).

Air buangan industri tempe kualitasnya bergantung dari proses yang digunakan.

Apabila air prosesnya baik, maka kandungan bahan organik pada air buangannya

biasanya rendah. Pada umumnya konsentrasi ion hidrogen buangan industri tempe

cenderung bersifat asam. Sehingga air limbah dan bahan buangan yang dibuang ke

perairan akan mengubah pH air, dan dapat mengganggu kehidupan organisme air, ph air

normal yang memenuhi syarat untuk kehidupan mempunyai pH berkisar antara 6,5 - 7,5

(Wardhana, 2004). Gas-gas yang biasa ditemukan dalam limbah tempe adalah gas

nitrogen (N2 ), oksigen (O2 ), hidrogen sulfida (H2S), amonia (NH3 ), karbondioksida

(CO2 ) dan metana (CH4). Gas-gas tersebut berasal dari dekomposisi bahan-bahan

organik yang terdapat di dalam air buangan tempe. Beberapa contoh hasil pengukuran

kadar BOD Dan COD di dalam air limbah tempe di daerah DKI Jakarta ditunjukkan pada

Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Analisa Limbah Cair Industri Tempe

PARAMETER LOKASI COD (mg/l) BOD (mg/l)

Setia Budi 7.852 5.400

Setia Budi 20.467 11.000

Setia Budi 8.659 4.750

6

Page 7: Tugas Pengolahan Limbah Tempe

Tebet 28.320 9.475

Tebet 5.285 2.950

Kebayoran Baru 5.597 3.675

Kebayoran Lama 6.423 3.525

Cilandak 6.073 3.600

Pasar Minggu 12.300 7.500

Pasar Minggu 7.912 3.650

Tegal Parang 15.685 8.250

Tegal Parang 23.340 14.000

Cipinang 61.425 13.600

Kebon Pala 2136 2100

Setia Budi 7852 5400

Tebet 28320 9475

Kebayoran Baru 5597 3675

Kebayoran Lama 6423 3525

Cilandak 6073 3600

(Said & wahjono,1999).

Limbah dari proses pembuatan tempe ini termasuk dalam limbah yang

biodegradable yaitu merupakan limbah atau bahan buangan yang dapat dihancurkan

oleh mikroorganisme. Senyawa organik yang terkandung didalamnya akan

dihancurkan oleh bakteri meskipun prosesnya lambat dan sering disertakan dengan

keluarnya bau busuk. Konsentrasi amoniak sebesar 0,037 mg / l sudah dapat

menimbulkan bau amoniak yang menyengat. Dalam limbah domestik, sebagian besar

nitrogen organik akan diubah menjadi amoniak pada pembusukan anaerobik dan

menjadi nitrat atau nitrit pada pembusukan aerob, (Said & wahjono,1999).

Selain itu Menurut penelitian yang dilakukan Wiryan, karakteristik kandungan

limbah tempe juga dapat diperjelas dengan tabel berikut dimana yang telah dilakukan

analis untuk mengetahui kandungan limbah tempe.

7

Page 8: Tugas Pengolahan Limbah Tempe

Tabel 2 : Hasil Analisa Kandungan Limbah Cair Pabrik Tempe

Berdasarkan Tabel 2. tersebut diatas dapat dinyatakan bahwa baik limbah cair

yang berasal dari air rebusan maupun air rendaman kedelai berpotensi untuk

mencemari lingkungan perairan disekitarnya. Suhu limbah cair yang berasal dari

rebusan kedelai mencapai 75oC. Apabila setiap hari perairan memperoleh pasokan

limbah cair dengan suhu yang tinggi maka akan membahayakan kehidupan organisme

air. Suhu yang optimum untuk kehidupan dalam air adalah 25 – 30o C. Air sungai

yang suhunya naik akan mengganggu kehidupan hewan maupun tanaman air karena

kadar oksigen terlarut akan turun bersamaan dengan kenaikan suhu (Wardhana,

2004).Tumbuhan air akan terhenti pertumbuhannya pada suhu air dibawah 10oC atau

diatas 40oC.

Terdapat hubungan timbal balik antara oksigen terlarut dengan laju

pernapasan mahkluk hidup. Meningkatnya suhu akan menyebabkan peningkatan laju

pernapasan makhluk hidup dan penurunan oksigen terlarut dalam air. Laju penurunan

oksigen terlarut (DO) yang disebabkan oleh limbah organik akan lebih cepat karena

laju peningkatan pernapasan makhluk hidup yang lebih tinggi (Connel dan Miller,

1995).

Limbah cair dari proses perebusan dan perendaman kedelai, mempunyai nilai

TDS dan TSS yang jauh melewati standart baku mutu limbah cair. Pengaruh Padatan

tersuspensi (TSS) maupun padatan terlarut (TDS) sangat beragam, tergantung dari

8

Page 9: Tugas Pengolahan Limbah Tempe

sifat kimia alamiah bahan tersuspensi tersebut. Pengaruh yang berbahaya pada ikan,

zooplankton maupun makhluk hidup yang lain pada prinsipnya adalah terjadinya

penyumbatan insang oleh partikel partikel yang menyebabkan afiksiasi. Disamping itu

juga adanya pengaruh pada perilaku ikan dan yang paling sering terjadi adalah

penolakan terhadap air yang keruh, adanya hambatan makan serta peningkatan

pencarian tempat berlindung . Pola yang ditemukan pada sungai yang menerima

sebagian besar padatan tersuspensi, secara umum adalah berkurangnya jumlah spesies

dan jumlah individu makhluk hidup (Connel dan Miller, 1995).

Derajat keasaman limbah cair dari air rebusan kedelai telah melampaui

standart baku mutu. Air limbah dan bahan buangan dari kegiatan industri yang

dibuang ke perairan akan mengubah pH air, dan dapat mengganggu kehidupan

organisme air. Air normal yang memenuhi syarat untuk kehidupan mempunyai pH

berkisar antara 6,5 - 7,5 (Wardhana, 2004).

Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa limbah tempe ini termasuk dalam

limbah yang biodegradable. Bahan buangan biodegradable merupakan nutrien bagi

tumbuhan air (Prawiro, 1988). Kandungan bahan buangan biodegradable yang tinggi

pada perairan dapat menimbulkan eutrofikasi sehingga menyebabkan terjadinya

blooming population beberapa tumbuhan air seperti Alga, Phytoplankton maupun

Eceng Gondok (Eichhornia crassipes Solm) (Wardhana, 2004).

Terjadinya peningkatan eutrofikasi mengakibatkan daerah bentik yang

kekurangan oksigen terlarut akan semakin meluas. Hal ini dapat menurunkan jumlah

habitat yang sesuai untuk ikan dan dapat menyebabkan penurunan jumlah ikan secara

keseluruhan (Connel dan Miller, 1995).

Jika kita lihat pada tabel 2 diatas nilai Biological Oxygen Demand (BOD atau

kebutuhan oksigen biologis) dari limbah cair ini sangat tinggi sehingga jumlah

oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme didalam perairan untuk mendegradasi

limbah tersebut, sangat besar. Bahan organik akan diuraikan oleh mikroorganisme

menjadi gas CO2, H2O dan gas NH3. Gas NH3 inilah yang menimbulkan bau busuk.

Demikian juga dengan angka Chemical Oxigen Demand (COD atau kebutuhan

oksigen kimiawi) sangat tinggi sehingga akan membutuhkan oksigen yang sangat

besar agar limbah cair tersebut dapat teroksidasi melalui reaksi kimia. Dalam hal ini

9

Page 10: Tugas Pengolahan Limbah Tempe

limbah organik akan dioksidasi oleh Kalium bikromat (K2Cr2O7) menjadi gas CO2 dan

H2O serta ion Chrom (Wardhana, 2004).

C. Penanganan limbah dari industi tempe

Salah satu cara untuk mengatasi masalah air limbah industri tempe tersebut

adalah dengan kombinasi proses pengolahan biologis anaerob dan aerob. Secara

umum proses pengolahannya dibagi menjadi dua tahap yakni pertama proses

penguraian anaerob (Anaerobic digesting), dan yang ke dua proses pengolahan lanjut

dengan sistem biofilter anaerob-aerob. Secara garis besar proses pengolahan air

limbah industri tempe ditunjukkan seperti pada gambar 2 di bawah ini menurut (Said

& wahjono,1999).

Gambar 2

Diagram proses pengolahan air limbah industri tempe dengan sistem biofilter anaerob

aerob :

1. Proses pengolahan secara anaerob

Air limbah yang dihasilkan dari proses pembuatan/pengrajin tempe

kumpulkan melalui saluran air limbah, kemudian dilairkan ke bak kontrol untuk

memisahkan kotoran padat. Selanjutnya, sambil di bubuhi dengan larutan kapur atau

10

Page 11: Tugas Pengolahan Limbah Tempe

larutan NaOH air limbah dialirkan ke bak pengurai anaerob. Di dalam bak pengurai

anaerob tersebut polutan organik yang ada di dalam air limbah akan diuraikan oleh

mikroorganisme secara anaerob, menghasilkan gas methan yang dapat digunakan

sebagai bahan bakar. Dengan proses tahap pertama konsentrasi COD dalam air limbah

dapat diturukkan sampai kira-kira 600 ppm (efisiensi pengolahan 90 %). Air olahan

tahap awal ini selanjutnya diolah dengan proses pengolahan lanjut dengan sistem

biofilter aerob.

Proses Penguarian Senyawa Organik Secara Anaerob

Secara garis besar penguraian senyawa organik secara anaerob dapat di bagi

menjadi dua yakni penguraian satu tahap dan penguraian dua tahap.

Penguraian satu tahap

Penguraian anaerobik membutuhkan tangki fermentasi yang besar, memiliki

pencampur mekanik yang besar, pemanasan, pengumpul gas, penambahan lumpur,

dan keluaran supernatan. Penguraian lumpur dan pengendapan terjadi secara simultan

dalam tangki. Stratifikasi lumpur dan membentuk lapisan berikut dari bawah ke atas :

lumpur hasil penguraian, lumpur pengurai aktif, lapisan supernatan (jernih), lapisan

buih (skum), dan ruang gas. Hal ini secara umum ditunjukkan seperti pada gambar 3

di bawah ini.

Gambar 3 : Penguraian anerob satu tahap (Said & wahjono,1999).

Penguraian dua tahap

11

Page 12: Tugas Pengolahan Limbah Tempe

Secara sederhana proses penguraian anaerob dua tahap dapat ditunjukkan

seperti gambar 4 di bawah ini.

Gambar 4 : Penguraian anerob dua tahap (Said & wahjono,1999).

Dari gambar 4 diatas dimana dalam proses ini membutuhkan dua tangki

pengurai (reaktor) yakni pada tangki tahap I berfungsi mencampur secara terus-

menerus dan pemanasan untuk stabilisasi lumpur, sedangkan tangki tahap II lagi

untuk pemekatan dan penyimpanan sebelum dibuang ke pembuangan. Proses ini

dapat menguraikan senyawa organik dalam jumlah yang lebih besar dan lebih cepat.

Proses Pengolahan Lanjut

Untuk bagian pengolahan lanjutan dimana dapat dijelaskan bahwa proses

pengolahan lanjut ini dilakukan dengan sistem biofilter anaerob-aerob. Pengolahan air

limbah dengan proses biofilter anaerob-aerob terdiri dari beberapa bagian yakni bak

pengendap awal, biofilter anaerob (anoxic), biofilter aerob, bak pengendap akhir, dan

jika perlu dilengkapi dengan bak kontaktor khlor. Air limbah yang berasal dari proses

penguraian anaerob (pengolahan tahap perama) dialirkan ke bak pengendap awal,

untuk mengendapkan partikel lumpur, pasir dan kotoran lainnya. Selain sebagai bak

pengendapan, juga berfungasi sebagai bak pengontrol aliran, serta bak pengurai

senyawa organik yang berbentuk padatan, sludge digestion (pengurai lumpur) dan

penampung lumpur, (Said & wahjono,1999).

12

Page 13: Tugas Pengolahan Limbah Tempe

Air limpasan dari bak pengendap awal selanjutnya dialirkan ke bak kontaktor

anaerob dengan arah aliran dari atas ke dan bawah ke atas. Di dalam bak kontaktor

anaerob tersebut diisi dengan media dari bahan plastik atau kerikil/batu split. Jumlah

bak kontaktor anaerob ini bisa dibuat lebih dari satu sesuai dengan kualitas dan

jumlah air baku yang akan diolah. Penguraian zat-zat organik yang ada dalam air

limbah dilakukan oleh bakteri anaerobik atau facultatif aerobik Setelah beberapa hari

operasi, pada permukaan media filter akan tumbuh lapisan film mikro-organisme.

Mikroorganisme inilah yang akan menguraikan zat organik yang belum sempat terurai

pada bak pengendap, (Said & wahjono,1999).

Air limpasan dari bak kontaktor anaerob dialirkan ke bak kontaktor aerob. Di

dalam bak kontaktor aerob ini diisi dengan media dari bahan kerikil, plastik

(polyethylene), batu apung atau bahan serat, sambil diaerasi atau dihembus dengan

udara sehingga mikro organisme yang ada akan menguraikan zat organik yang ada

dalam air limbah serta tumbuh dan menempel pada permukaan media. Dengan

demikian air limbah akan kontak dengan mikro-orgainisme yang tersuspensi dalam air

maupun yang menempel pada permukaan media yang mana hal tersebut dapat

meningkatkan efisiensi penguraian zat organik, deterjen serta mempercepat proses

nitrifikasi, sehingga efisiensi penghilangan ammonia menjadi lebih besar. Proses ini

sering di namakan Aerasi Kontak (Contact Aeration). Dari bak aerasi, air dialirkan ke

bak pengendap akhir. Di dalam bak ini lumpur aktif yang mengandung massa

mikroorganisme diendapkan dan dipompa kembali ke bagian inlet bak aerasi dengan

pompa sirkulasi lumpur. Sedangkan air limpasan (over flow) dialirkan ke bak

khlorinasi. Di dalam bak kontaktor khlor ini air limbah dikontakkan dengan senyawa

khlor untuk membunuh mikroorganisme patogen. Air olahan, yakni air yang keluar

setelah proses khlorinasi dapat langsung dibuang ke sungai atau saluran umum.

Dengan kombinasi proses anaerob dan aerob tersebut selain dapat menurunkan zat

organik (BOD, COD), ammonia, deterjen, padatan tersuspensi (SS), phospat dan

lainnya. Dengan adanya proses pengolahan lanjut tersebut konsentrasi COD dalam air

olahan yang dihasilkan relatif rendah yakni sekitar 60 ppm, (Said & wahjono,1999).

13

Page 14: Tugas Pengolahan Limbah Tempe

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau

beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti

Rhizopus oligosporus, Rh. oryzae, Rh. stolonifer (kapang roti), atau Rh. arrhizus. Sediaan

fermentasi ini secara umum dikenal sebagai "ragi tempe". Kapang yang tumbuh pada

kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang

mudah dicerna oleh manusia. Tempe kaya akan serat pangan, kalsium, vitamin B dan zat

besi. Berbagai macam kandungan dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotika

untuk menyembuhkan infeksi dan antioksidan pencegah penyakit degeneratif.

Tempe merupakan hasil fermentasi kedelai. Proses produksi tempe, memerlukan

banyak air yang digunakan untuk perendaman, perebusan, pencucian serta pengupasan

kulit kedelai. Limbah yang diperoleh dari proses tersebut dapat berupa limbah cair

maupun limbah padat. Sebagian besar limbah padat yang berasal dari kulit kedelai,

kedelai yang rusak dan mengambang pada proses pencucian serta lembaga yang lepas

pada waktu pelepasan kulit, sudah banyak yang dimanfaatkan untuk makanan ternak.

Limbah cair berupa air bekas rendaman kedelai dan air bekas rebusan kedelai masih

dibuang langsung diperairan disekitarnya (Anonim, 1989).

Limbah cair yang dihasilkan berasal dari lokasi pemasakan kedelai, pencucian

kedelai, peralatan proses dan lantai. Karakter limbah cair yang dihasilkan berupa bahan

organik padatan tersuspensi (kulit, selaput lendir dan bahan organik lain). Warna putih

keruh pada air limbah berasal dari pembuangan air rendaman dan pengelupasan kulit

kedelai yang masih banyak mengandung pati, juga berasal dari air bekas pencucian

peralatan proses produksi,peralatan dapur dan peralatan lainnya. Bau yang timbul karena

adanya aktivitas mikroorganisme yang menguraikan zat organik atau dari reaksi kimia

yang terjadi dan menghsilkan gas tertentu, (Wignyanto,et all, 2009).

14

Page 15: Tugas Pengolahan Limbah Tempe

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1989. Tahu Tempe, Pembuatan, Pengawetan dan Pemanfaatan Limbah. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan IPB. Bogor.

Connell, D.W. dan G.J. Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi lingkungan. UI Press.

Jakarta.

Guideline for Agricultural Waste Management

Jenie, B. S. L. & W. P. Rahayu. (1993). Penanganan Limbah Industri Pangan. Kanisius. Yogyakarta

Karyadi, D. 1985. Prospek Pengembangan Tempe Dalam Upaya Peningkatan Status Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Mahida , U N. 1992. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. CV Rajawali. Jakarta.

Otto. (1986). Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. CV.Rajawali. Jakarta.

Parker, Rick. (2003). Introduction to Food Science. Delmar, a Division of Thomson Learning, Inc. United States of America.

Prawiro, R. 1988. Ekologi Lingkungan Pencemaran. Satya Wacana. Semarang .

Rosalina R .2008. Pengaruh Konsentrasi Dan Frekuensi Penyiraman Air Limbah Tempe Sebagai Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tomat (Lycopersicum Esculentum Mill.). Universitas Islam Negeri Malang. Malang.

Said, N I & Wahjono H.D.1999. Teknologi Pengolahan Limbah Tahu Tempe Dengan Proses Biofilter Anaerob dan Aerob. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta.

Wardoyo, S.T.H. 1975. Pengelolaan Kualitas Air. IPB. Bogor.

Wardhana, W.A. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Wiryani E.____.Analisa Kandungan Limbah Cair Pabrik Tempe. Universitas Dipenogoro. Semarang.

Wignyanto, Hidayat N, & Ariningrum A. 2009. Bioremediasi Limbah Cair Sentra Industri Tempe Sanan Serta Perencenaan unit Pengolahan (Kajian Pengaturan Kecepatan Aerasi Dan Waktu Inkubasi). Universitas Brawijaya. Malang.

https://id.wikipedia.org/wiki/Tempe

15