Tugas Kasus Pidana

download Tugas Kasus Pidana

of 4

description

free

Transcript of Tugas Kasus Pidana

TUGASETIKA PROFESI DAN PERUNDANG-UNDANGAN

HENDRA SENDANA1520303173LUKMAN

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKERFAKULTAS FARMASIUNIVERSITAS SETIA BUDI2015

1. Kasus Pidana ApotekerAwal kasus Yuli Setyarini (30) warga Kauman, Semarang Tengah, itu terjadi ketika pemilik apotik Dirgantara, Ngaliyan, Wiwik dan Yulis melakukan perjanjian kerjasama pada 29 Mei 2010. Isinya tentang hak dan kewajiban apoteker menerima resep obat dan mengamankan/menyimpan obat-obatan.Pada 1 Desember 2010, Yuli mengambil dalam dus yang berisi obat jenis narkotika dan psikotropika.Lalu, ia menyerahkannya ke Dinas Kesehatan Kota Semarang karena merasa tidak memesan obat-obatan keras yang memerlukan ijin itu.Langkah itulah yang dipermasalahkan. Menurutnya, hal itu tidak sesuai dengan perjanjian kerjasama karena tidak memberi tahu pemilik apotik. Wiwik yang tersinggung langsung lapor ke Polsek Ngaliyan dengan tuduhan pencurian atau penggelapan barang yang menyebabkan kerugian Rp2.213.675 serta didakwa dengan pasal 374 KUHP.Yuli membenarkan hal itu tetapi dalam rangka mengamankan karena sebagai apoteker ia tahu apotiknya tidak dalam kapasitas menyimpan obat itu. Selain itu, apotik tempatnya bekerja sudah pernah teguran karena kasus yang sama. "Setelah itu yang menangani dinas hingga apotik itu ditutup dan menjadi apotik baru," kata Yuli.Yang mengejutkan, langkah pengamanan yang sudah diatur dalam undang-undang itu justru dipermasalahkan. Pada 13 Agustus 2011, Wiwik yang apotiknya sudah ditutup melaporkannya ke polsek Ngaliyan dan ia harus menjalani proses hukum hingga hari ini dalam jadwal tuntutan. Tribun.comPenyelesaian kasusnya :Dalam kasus ini terjadi perjanjian kerjasama pada 29 Mei 2010. Isinya tentang hak dan kewajiban apoteker menerima resep obat dan mengamankan/menyimpan obat-obatan. Jadi dalam kasus ini Apoteker tersebut mempunyai Hak & kewajibannya untuk menerima resep obat dan mengamankan/menyimpan obat-obatan dalam Apotek tersebut. Sebagaimana yang di lindungi oleh PP 51 tahun 2009 tentang Tenaga Kesehatan Pasal 1 Ayat 1. Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.Dalam kasus ini juga sebenarnya tidak terjadi kesalahan pada Yuli yang menyerahkan obat jenis narkotika dan psikotropika tersebut ke Dinas Kesehatan Kota Semarang karena sebagai APA seharusnya Yuli mengetahui bahwa adanya pemesanan jenis-jenis obatan tersebut harus seizin dia sebagai APA di Apotek tersebut bukan seizin PSA nya. Hal ini di lindungi oleh PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEREDARAN, PENYIMPANAN, PEMUSNAHAN, DAN PELAPORAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN PREKURSOR FARMASI Pasal 16 (Penyaluran Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi Dalam Bentuk Obat Jadi) yaitu Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi hanya dapat dilakukan berdasarkan surat pesanan dari Apoteker penanggung jawab atau Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan untuk kebutuhan penelitian dan pengembangan.

2. Kasus pidana dokter

3. Kasus pidana PerawatJakarta - Seorang perawat yang juga Kepala Puskesmas Pembantu di Kuala Samboja, Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur, Misran, dipidana 3 bulan penjara oleh hakim karena memberikan resep obat kepada masyarakat. Akibat putusan hakim PN Tenggarong ini, Misran meminta keadilan ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena merasa UU yang menjeratnya bertentangan dengan UUD 1945."Saya meminta keadilan kepada hakim MK karena saya memberikan resep adalah tugas saya sebagai tenaga medis." ujar Misran saat dihubungi detikcom, Selasa, (6/4/2010).Peristiwa tersebut bermula ketika paroh waktu Maret 2009 dia memberikan obat penyembuh rasa sakit kepada pasiennya. Tapi tanpa pemberitahuan, tiba-tiba polisi dari Direktorat Reserse dan Narkoba (Direskoba) menggelandangnya ke Mapolda Kaltim dengan tuduhan memberikan resep tanpa keahlian.Penyelesaian Kasus :Dalam kasus ini Seorang perawat yang juga Kepala Puskesmas Pembantu melakukan kesalahan karena Memberikan resep obat kepada masyarakat. Hal ini di anggap benar oleh si perawat karena merasa statusnya sebagai seorang tenaga kesehatan. Namun dalam PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2014 tentang STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK Pasal 1 (4) bahwa yang berwenang untuk menulis dan memberikan resep kepada pasien hanyalah seorang dokter atau dokter gigi. Bunyi aturan undang-undangnya berdasarkan pengertian resep itu sendiri yaitu sebagai berikut : Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku.Sedangkan pada peristiwa pemberian obat yang di lakukan oleh perawat sebenarnya boleh-boleh saja namun harus pada situasi dan keadaan tertentu misalnya tidak adanya satupun tenaga medis dan/atau tenaga kefarmasian di suatu wilayah tempat perawat tersebut bertugas. Hal ini di dukung oleh UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2014 Tentang KEPERAWATAN, BAB V Bagian Ke-2 tentang tugas dan wewenang perawat Pasal 33 ayat (1) & (4). Yang berbunyi sebagai berikut Pelaksanaan tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) huruf f merupakan penugasan Pemerintah yang dilaksanakan pada keadaan tidak adanya tenaga medis dan/atau tenaga kefarmasian di suatu wilayah tempat Perawat bertugas. Dan Dalam melaksanakan tugas pada keadaan keterbatasan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perawat berwenang: a. melakukan pengobatan untuk penyakit umum dalam hal tidak terdapat tenaga medis; b. merujuk pasien sesuai dengan ketentuan pada sistem rujukan; dan c. melakukan pelayanan kefarmasian secara terbatas dalam hal tidak terdapat tenaga kefarmasian.