Tugas Isd Tetang Masyarakat Pedesaan

15
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Banyak alasan penting untuk kita membicarakan masyarakat pedesaan. dianggap sebagai standar dan pemelihara system kehidupan bermasyarakat dan kebud seperti tolong menolong, keguyuban, persaudaraan, gotong royong, kesenian dalam berpakaian, adat istiadat kehidupan moral susila dan lain – lain Kita membayangkan bahwa desa itu merupakan tempat orang bergaul dengan ruk tenang, selaras, dan akur. Akan tetapi justru dengan berdekatan, mudah terjadi k persaingan yang bersumber dariperistiwa kehidupan sehari – hari, hal tanah, gengsi, perkawinan, perbedaan antara kaum muda dan tua, serta antara pria dan bahwa desa tempat ketentraman pada konstelasi tertentu ada benarnya, tet justru bekerja keraslah yang merupakan syarat pokok dapat hidup di de masalahnya dengan istilah terbelakang yang selalu tampak di pedesaan, sehingga p kehidupannya perlu di kembangkan melalui perangsang kredit, Banpres, Inpres, Bim dan sebagainya. Demikian pula dengan konteks pembangunandesa ( pertanian ), semula orang beranggapan bahwa masyarakat pertanian mengalami involusi pertanian yang berjal proses pemiskinan dan apapun teknologi dan kelembagaan modern yang masuk ke p akan sia – sia. 1

Transcript of Tugas Isd Tetang Masyarakat Pedesaan

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG Banyak alasan penting untuk kita membicarakan masyarakat pedesaan. Desa masih dianggap sebagai standar dan pemelihara system kehidupan bermasyarakat dan kebudayaan asli seperti tolong menolong, keguyuban, persaudaraan, gotong royong, kesenian, kepribadian dalam berpakaian, adat istiadat kehidupan moral susila dan lain lain Kita membayangkan bahwa desa itu merupakan tempat orang bergaul dengan rukun, tenang, selaras, dan akur. Akan tetapi justru dengan berdekatan, mudah terjadi konfik atau persaingan yang bersumber dari peristiwa kehidupan sehari hari, hal tanah, gengsi, perkawinan, perbedaan antara kaum muda dan tua, serta antara pria dan wanita. Bayangan bahwa desa tempat ketentraman pada konstelasi tertentu ada benarnya, tetapi yang nampak justru bekerja keraslah yang merupakan syarat pokok dapat hidup di desa. Hal ini erat masalahnya dengan istilah terbelakang yang selalu tampak di pedesaan, sehingga perbaikan kehidupannya perlu di kembangkan melalui perangsang kredit, Banpres, Inpres, Bimas, Inmas dan sebagainya. Demikian pula dengan konteks pembangunan desa ( pertanian ), semula orang beranggapan bahwa masyarakat pertanian mengalami involusi pertanian yang berjalan dalam proses pemiskinan dan apapun teknologi dan kelembagaan modern yang masuk ke pedesaan akan sia sia.

1

1.2 RUMUSAN MASALAH Beranjak dari latar belakang diatas maka kami menyusun beberapa rumusan masalah diantara lainnya : 1.2.1 Apa Pengertian Desa ? 1.2.2 Bagaimana ciri ciri masyarakat desa ? 1.2.3 Nilai nilai sosial apa sajakah yang terdapat dalam masyarakat desa ? 1.2.4 Permasalahan apa saja yang dihadapi oleh masyarakat desa ?

2

BAB II PEMBAHASAN

2.1. PENGERTIAN DESA Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia membentuk suatu kelompok. Kelompok tersebut menjadi besar kemudian membentuk masyarakat, dan kemudian menempari suatu wilayah yang menetap, maka munculah desa. Desa juga bisa berawal dari suatu tempat yang dianggap keramat, adanya sumber iar, pertambangan, pertambakan, dan lain lain, bahkan ada yang berawal dari lokasi diantara dua desa yang saling berhubungan. Desa ini tidak bisa tumbuh jika tidak ada suatu ikatan antara satu penduduk dengan penduduka lainnya. Seperti kota, desa juga dapat dilihat dari beberapa sudut pandang antara lain menurut beberapa ahli berikut ini.1. Sutardjo Kartohadikusumo , seorang ahli hukum mengatakan desa adalaha suatu

kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan sendiri. 2. Bintarto, ahli geografi mengatakan bahwa, desa merupakan perwujudan atau kesatuan geografi, social, ekonomi, politik, dan cultural yang terdapat di suatu daerah dalam hubungan dan pengaruhnya secara timbale balik dengan daerah lain. 3. Paul H landis, seorang ahli demografi mengatakan bahwa desa adalah suatu daerah yang penduduknya kurang dari 2.500 jiwa, dengan cirri cirri sebagai berikut : a. Mempunyai pergaulan hidup yang saling mengenal antara ribuan warga b. Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan c. Cara berusaha ( ekonomi ) adalah agraris yang paling umum yang sangat mempengaruhi alam seperti iklim, keadaan alam, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan ( part timer )

Dari ketiga definisi masalah desa tersebut, pendekatan yang sesuai dengan kondisi pedesaan Indonesia adalah definisi yang dikeluarkan oleh Bintaro. Dimana pedesaan3

ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan batin yang kuat antarwarga desa, yaitu perasaan setiap warga atau anggota masyarakat yang amat kuat yang hakikatnya, seorang merasa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat atau anggota masyarakat 2.2 CIRI CIRI MASYARAKAT DESA Adapun ciri ciri menonjol bagi masyarakat pedesaan antara lain sebagai berikut : 1. Di dalam masyarakat pedesaan di antara warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bila di bandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya di luar batas batas wilayahnya. 2. Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan ( Gemeinshaft atau paguyuban ) 3. Sebagian besar warga masyarakat pedesaan dari pertanian. Pekerjaan pekerjaan yang bukan pertanian, ,merupakan pekerjaan sambilan ( part time ) yang biasanya sebagai pengisi waktu luang. 4. Masyarakat pedesaan bersifat homogeny, seperti dalam hal mata pencaharian, agama, adat istiadat, dan sebagainya.

2.3. NILAI NILAI MASYARAKAT PEDESAAN Adapun nilai-nilai sosial yang terdapat dalam masyarakat pedesaan antara lain: lingkungan umum dan orientasi terhadap alam, pekerjaan atau mata pencaharian, ukuran komunitas, kepadatan penduduk, homogenitas, diferensiasi sosial, pelapisan sosial, mobilitas sosial, interaksi sosial, pengendalian sosial, pola kepemimpinan, ukuran kehidupan, solidaritas sosial, dan nilai atau sistem nilainya. 1. Lingkungan Umum dan Orientasi Terhadap Alam Masyarakat pedesaan berhubungan kuat dengan alam, disebabkan oleh lokasi geografinya di daerah desa. Mereka sulit mengontrol kenyataan yang dihadapinya, padahal bagi petani realitas ala mini sangat vital dalam menunjang kehidupannya. Penduduk yang tinggal di desa akan banyak ditentukan oleh4

kepercayaan-kepercayaan dan hokum-hukum alam, seperti dalam pola berpikir dan falsafah hidupnya.

Gambar 1. Pesona Alam Pedesaan

2.

Pekerjaan atau Mata Pencaharian Pada umumnya atau kekebanyakan mata pencaharian daerah pedesaan adaah bertani. Tetapi mata pencaharian berdagang (bidang ekonomi) merupakan pekerjaan sekunder dari pekerjaan yang nonpertanian. Sebab beberapa daerah pertanian tidak lepas dari kegiatan usaha (business) atau industri, demikian pula kegiatan mata pencaharian keluarga untuk tujuan hidupnya yang lebih luas lagi. Seorang petani harus kompeten dalam bermacam-macam keahlian seperti keahlian memelihara tanah, bercocok tanam, penyakit, pemasaran, dan sebagainya. Jadi, seorang petani memiliki keahlian yang sangat luas.

Gambar 2. Mata Pencaharian Masyarakat Desa 3. Ukuran Komunitas5

Dalam mata pencaharian di bidang pertanian, imbangan tanah dengan manusia cukup tinggi bila dibandingkan dengan industri, dan maka dari itu daerah pedesaan mempunyai penduduk yang rendah per kilometer perseginya. Tanah pertanian luasnya berpariasi,bergantung pada tipe usaha taninya, tanah yang cukup luasnya sanggup menampung usaha tani dan usaha ternak sesuai dengan kemampuannya. Jadi disini komunitas desa sangat kecil.

4. Kepadatan Penduduk Pada suatu daerah pedesaan biasanya jumlah penduduk tidak begitu padat, angka kelahiran dan kematian masih stabil. Ini juga dikarenakan jarang ada pendatang yang masuk ke daerah pedesaan. 5. Homogenitas Homogenitas atau persamaan dalam cirri-ciri- sosial dan psikologis, bahasa, kepercayaan, adapt-istiadat, dan prilaku sering nampak pada masyarakat pedesaan. Kampung-kampung bagian dari suatu masyarakat desa mengenai minat dan pekerjaannya hamper sama, sehingga kontak tatap muka lebih sering.

6. Diferensiasi Sosial Keadaan homogenitas dari penduduk desa tidak berindikasi pentingnya derajat yang tinggi di dalam diferensiasi sosial. Tingkat homogenitas alam ini cukup tinggi, dan reaktif berdiri sendiri dengan derajat yang rendah dari pada diferensiasi sosialnya.

7. Pelapisan Sosial Kelas sosial di dalam masyarakat sering nampak dalam perwujudannya seperti piramida sosial, yaitu kelas-kelas yang tinggi berada pada posisi atas piramida, kelas menengah ada diantara kedua tingkat kelas ekstrem masyarakat. Di desa ada beberapa sistem pelaspisan sosial tak resmi, antara lalin : a. Pada masyarakat desa aspek kehidupan pekerjaan, ekonomi, atau sosialpolitik tidak begitu diperhitungkan system pelapisannya6

b. Pada masyarakat desa kesenjangan (gap) anatara kelas ekstrem dalam piramida sosial tidak terlalu besar. Di daerah pedesaan hanya dikenal tingkatan kaya dan miskin saja. c. Pada umumnya masyarakat pedesaan cendrung berada pada ukuran menengah menurut ukuran desa, sedangkan yang kaya dan miskin cendrung pergi meninggalkan desa. Karena apa yang didinginkan dan dibutuhkan oleh orang yang berada pada golongan miskin desa sering tidak mampu mengatasinya sedangkan dengan meninggalkan desa yang kaya ingin tambah maju atau berkembang di daerah lain. d. Di wilayah pedesaan system kasta masih digunakan, misal di Bali system kasta di bagi menjadi 4 lapisan yaitu Brahmana, Satria, Wesia, dan Sudra. Dimana gelar-gelar tersebut diwariskan terus secara turuntemurun. Gelar-gelar tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan mata pencaharian atau pekerjaan. Tinggi rendah tentangpelapisan sosial tak resmi ini, untuk setiap warga masyarakat tentu tidak selau sama. Istilah dari daerah ke daerah berbeda, dan kriteria berkisar sekitar milik tanah pertanian atau pekarangan, dan juga rumah. Beberapa contoh di masyarakat perbedaan pelapisan sosialnya banyak ditentukan atas dasar kepemilikan tanah, misalnya : a. Menurut Ter haar (1960) dibedakan menurut : 1. Golongan pribumi pemilik tanah (sikep,kuli,baku atau googol), 2. Golongan yang hanya memiliki rumah dan pekarangan saja atau tanah pertanian saja (indung atau lindung), 3. Golongan yang hanya memiliki rumah saja di atas pekarangan orang lain, dan emncari nafkah sendiri (numpang). b. Menurut M. Jaspaan (1961), di daerah Yogyakarta dibedakan menurut : 1. Golongnan yang memiliki tanah pekarangan dan sawah (kuli,kenceng), 2. Golongan yang hanya memiliki tanah sawah saja (kuli gundul), 3. Golongan yang hanya memiliki pekarangan saja (kuli karang kopel), 4. Golongan yang hanya memiliki rumah saja diatas tanah orang lain (indung telosor).

7

c. Selanjutnya Koentjaraningrat (1964) mengenal lapisan yang sedikit menggunakan kriteria campuran : 1. Keterunan cikal bakal desa dan pemilik tanah ( kentol), 2. Pemilik tanah di luar golongan kentol (kuli), 3. Yang tidak memiliki tanah. d. Menurut J.M. Van Der Kroef (1956) dan C.B Tripathi (1957), dibedakan menurut : 1. Lapisan pertama adalah golongan elite desa, yaitu penguasa desa yang menguasai tanah bengkok, bersama golongan pemilik tanah yasan. 2. Lapisan kedua adalah kuli kenceng, yaitu mereka yang mempunyai rumah sendiri, pekarangan sendiri, dan menguasai bagian sawah komunal. 3. Lapisan ketiga adalah kuli kendo, yaitu mereka yang mempunyai rumah dan pekarangan sendiri, tetapi belum memiliki bagian sawah. 4. Lapisan berikutnya adalah mereka yang memiliki tanah pertanian, tetapi tidak memiliki rumah dan pekarangan yang dengan istilah setempat disebut dengan gundul (tetapi jumlah lapisan ini sangat kecil). 5. Lapisan di bawahnya lagi adalah mereka yang tidak mempunyai tanah pertanian, tidak mempunyai pekarangan, tetapi mempunyai rumah sendiri yang didirikan diatas pekarangan orang lain disebut magersari. Yang sebagian besar bekerja sebagai buruh tani. 6. Lapisan terbawah adalah mereka yang sama sekali tidak memiliki apapun kecuali tenaganya. Mereka hidup bersama majikannya. Golongan ini disebut mondok-empok, bujang, tlosor, atau dengan istilah setempat lain. Kedua lapisan terbawah itulah yang merupakan buruh tani dalam arti kata sebenarnya.

8. Mobilitas Sosial Mobilitas sosial berkaitan dengan perpindahan atau pergerakan suatu kelompok ke kelompok sosial lainnya. Mobilitas kerja dari suatu pekerjaan ke pekerjaan8

lainnya, mobilitas territorial dari desa ke kota, dari kota ke desa, atau dari desa ke kota sendiri. Di daerah pedesaan sendiri jarang terjadi mobilitas. Hal lain, mobilitas atau perpindahaan penduduk dari desa ke kota lebih banyak (urbanisasi) ketimbang dari kota ke desa. Tipe desa pertanian dan kebiasaan pindah dapat mempengaruhi mobilitas sosial, seperti perpindahan yang berkaitan dengan mencari kerja, ada yangmenetap atau tinggal sementara sesuai dengan musim dan waktu pengolahan pertanian.

9. Interaksi Sosial Masyarakat pedesaan jumlahnya cenderung sedidkit sehingga tingkat mobilitas sosialnya rendah, maka kontak pribadi per individu lebih sedikit. Demikian pula kontak melalui radio, televisi, majalah, poster, Koran, dan media-media lain.Di desa kontak sosial lebih banyak melaui tatap muka, ramah-tamah (informal), dan pribadi. Jadi kesimpulannya daerah jangkauan kontak sosialnya terbatas dan sempit.

10. Pengawasan Sosial Tekanan sosial oleh masyarakat di pedesaan sangat kuat, karena kontaknya yang bersifat pribadi dan ramah tamah (informal) serta keadaan masyarakatnya yang homogen. Penyesuaian terhadap norma-norma sosial lebih tinggi dengan tekanan sosial yang informal, dan nantinya dapat berarti sebagai pengawasan sosial.

11. Pola Kepemimpinan Menentukan kepemimpinan di daerah pedesaan cendrung banyak ditentukan oleh kualitas pribadi dari individu, keadaan ini disebabkan oleh lebih luasnya kontak tatap muka dan individu lebih banyak saling mengetahui. Misalnya kesalahan, kejujuran, jiwa pengorbanannya, dan pengalamannya. Kalau kriteria itu melekat terus pada generasi selanjutnya, maka kriteria keturunanpun akan menentukan kepemimpinan di pedesaan.

12. Standar kehidupan9

Berbagai alat yang menyenangkan di rumah, keperluan masyarakat, pendidikan, rekreasi, fasilitas agama, dan fasilitas lain akan membahagiakan kehidupan bila dapat disediakan cukup nyata, namun itu semua terkadang hampir tidak ada di daerah pedesaan. Orientasi hidup dan pola berpikir masyarakat desa yang sederhana dan standar hidup demikian kurang mendapat perhatian.

13. Kesetiakawanan Sosial Kesetiakawanan sosial (social solidarity) atau kepaduan dan kesatuan, pada masyarakat pedesaan kepaduan dan kesatuan merupakan akibat dari sifat-sifat yang sama, persamaan dalam pengalaman, tujuan yang sama, dimana bagian dari masyarakat pedesaan hubungan pribadinya bersifat informal dan tidak bersifat kontrak sosial (perjanjian). Pada masyarakat pedesaan ada kegiatan tolongmenolong (gotong-royong) dan musyawarah yang pada saat sekarang masih banyak dirasakan meskipun banyak pengaruh dari gagasan idiologis dan ekonomis kepedesaan Aktifitas kerja sama yang disebut gotong-royong ini pengertiannya kemudian berkembang. Yang aslnya aktivitas kerja sama antara sejumlah besar warga masyarakat desa dalam menyelesaikan suatu proyek tertentu bagi kepentingan umum, menjadi bersifat dipaksakan seperti padat karya. Sifat gotong-royong tidak memerlukan keahlian khusus. Semua orang dapat mengerjakannya dan merupakan gejala sosial yang universal. Inilah yang dikatakan jiwa kebudayaan, jiwa musyawarah yang nampak dalam masyarakat Indonesia. Kenyataan menunjukan bahwa jiwa musyawarah merupakan ekspresi dari gotong-royong.

Gambar 3. Gotong Royong Pembuatan Lawar 10

14. Nilai dan Sistem Nilai Nilai dan system nilai di desa dapat diamati dari kebiasaan, cara norma yang berlaku. Pada masyarakat pedesaan, misalnya mengenai nilai-nilai keluarga, dalam masalah pola bergaul dan mencari jodoh kepala keluarga masih berperan. Nilai-nilai agama masih dipegang kuat dalam bentuk pendididkan agama. Bentuk-bentuk ritual agama yang berhubungan dengan kehidupan atau proses mencapai dewasanya manusia, selalu diikuti dengan upacara-upacara. Nilai-nilai pendidikan belum merupakan orientasi bernilai penuh bagi penduduk desa, cukup dengan bisa bacatulis, dan pendidikan agama. Dalam hal nilai-nilai ekonomi, terlihat pada pola usaha taninya yang masih bersifat subsistem tradisional, kurang berorientasi pada ekonomi.

2.4 PERMASALAHAN YANG DI HADAPI MASYARAKAT DESA Kita sering beranggapan atau berbaik sangka bahwa masyarakat pedesaan itu adalah masyarakat yang tenang, harmonis, dan tidak ada masalah hidup. Sebetulnya pernyataan tidak seluruhnya betul, karena masyarakat pedesaan juga manusia biasa yang banyak masalah dan ketegangan. Masalah masalah yang sering timbul bagi masyarakat pedesaan antara lain adalah : 1. Pertengkaran ( Konflik ) Rumah rumah di daerah pedesaan sangat berdekatan dan tidak di beri pembatas (pagar), sehingga kontak sosial antar warganya selalu berjalan hampir setiap saat.hal ini akan menyebabkan kesempatan untuk bertengkar amat banyak sehingga kemungkinan terjadi peristiwa peristiwa peledakan dari ketegangan amat banyak dan sering terjadi. Pertengkaran pertengkaran yang sering terjadi biasanya berkisar pada masalah kedudukan dan gengsi, perkawinan dan sebagainya. 2. Pertentangan ( Kontroversi ) Pertentangan ini bisa di sebabkan oleh perubahan konsep konsep kebudayaan ( adat istiadat ), psikologi atau dalam hubungannya dengan guna guna ( black magic )11

3. Persaingan ( Kompetisi ) Kompetisi ini ada yang bersifat positif tetapi ada juga yang bersifat negative. Persaingan positif apabila wujudnya saling meningkatkan usaha untuk meningkatkan prestasi dan produksi atau out put ( hasil ). Sebaliknya persaingan negative apabila persaingan ini berhenti pada sifat iri atau tidak mau berusaha, sehingga kadang kadang hanya melancarkan fitnah fitnah saja, yang dalam hal ini kurang ada manfaatnya, dan sebaliknya akan menambah ketegangan dalam masyarakat. 4. Kegiatan pada masyarakat pedesaan Masyarakat pedesaan bukanlah masyarakat yang senang diam diam tanpa aktivitas, tanpa adanya suatu kegiatan tetapi kenyataan adalah sebaliknya, dan bukan pula masyarakat yang selalu di dorong agar lebih keras bekerja.hal itu tidak mendapat sambutan yang hangat dari para ahli. Desa bukanlah tempat untuk bekerja, melainkan untuk ketentraman. Pernyataan itu adalah tidak tepat, karena justru orang desa bekerja keras yang merupakan kebiasaan petani agar dapat hidup 5. Sistem nilai budaya Sistem nilai kebudayaan masyarakat desa antara lain : a. Bekerja untuk hidup dan kadang kadang untuk mencapai kehidupan b. Berorientasi pada masa kini dan kurang mempedulikan masa depan c. Alam tidak menakutkan, bila ada bencana, alam itu adalah sesuatu yang harus diterima. Masyarakat pedesaan cukup menyesuaikan diri dengan alam.d. Untuk menghadapi alam mereka cukup dengan hidup gotong royong.

Masyarakat sadar bahwa dalam hidup ini pada hakikatnya tergantung pada sesama Apabila kita berbicara masalah desa, maka tidak lepas dari masalah kemiskinan, karena umur kemiskinan sama dengan umur umat manusia. Ada beberapa varibabel yang mencirikan kemiskinan di pedesaan, antara lain di sebabkan oleh factor : a. Lemahnya posisi sumber daya alam.12

b. Lemahnya posisi sumber daya manusia di pedesaan c. Kurang penguasaan teknologi, dan d. Lemahnya infrastruktur serta lemahnya aspek kelembagaan, termasuk budaya, sikap, dan motivasi ( Soekarwati 1997 ) Lemahnya aspek sumber daya manusia dapat dilihat dari masih banyaknya penduduk pedesaan yang tidak lulus SD, hal ini berakibat kurang terampilnya masyarakat yang akan mengakibatkan rendahnya tingkat pengetahuan, tingkat sosial ekonomi rendah, dan akhirnya penduduk pedesaan terperangkap pada property trap. Rendahnya sumber daya alam juga merupakan karakteristik daerah miskin. Lebih separu daerah miskin memiliki lahan yang tingkat kesuburan rendah, kondisi lahan rawan erosi,serta topografi bergelombang atau bergunung. Untuk daerah miskin yang ada di daerah banyak hujan dicirikan oleh seringnya banjir, tetapi pada daerah yang kurang hujan dicirikan oleh keringnya lahan pertanian. Faktor kelembagaan yang mencirikan daerah miskin adalah lemahnya peran kelembagaan formal yang disebabkan karena kelembagaan informal yang masih dominan.struktur organisasi,teknologi, tujuan, dan partisipasi masyarakat yang disyaratkan dalam kelembagaan formal, sering tidak sesuai dengan lingkungan setempat BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN Dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat pedesaan merupakan suatu masyarakat yang memiliki hubungan sosial yang masih sangat melekat pada diri setiap individu pada masyarakat pedesaan memiliki hubungan sosial yang sangat kental tetapi masyarakat pedesaan tidak lepas dari suatu permasalahan itu terjadi karena beberapa hal diantaranya, tingkat pendidikaan masih rendah dan kurangnya sarana dan prasarana penunjang kehidupan masyarakat desa. 3.2 SARAN13

Masyarakat desa mempunyai banyak nilai nilai sosial yang menunjang kehidupan masyarakat desa tersebut. Terkadang nilai nilai tersebut digunakan sebagai acuan atau pedoman untuk menjadikan masyarakat desa itu lebih baik dari sebelumnya. Oleh karena itu nilai nilai sosial yang terdapat di dalam masyarakat desa itu tidak boleh di hilangkan begitu saja karena hal itu merupakan ciri khas dari suatu masyarakat desa.

DAFTAR PUSTAKA

Soelaeman, Munandar.M.Dr. Ilmu Sosial Dasar Jakarta : Refika Aditama Boedhi santoso, Masyarakat Pedesaan dan Perkotaan , Lokakarya Penyusunan Kumpulan Minimal Peragaan Mata Kuliah Ilmu Sosial Dasar Universitas Brawijaya,Malang tanggal 21-27 Januari 1985 Wahyono,Efendi.M.Hum.Drs.Ilmu Sosial Dasar.Universitas Terbuka Soegarda Priyadna, Masyarakat Perkotaan dan Masyarakat Pedesaan ,Bahan Diskusi Pengajar Ilmu Sosial Dasar Universitas Padjajaran,Bandung,1982 www.hellobalimagazine.com14

www.wordpress.com www.photoblog.com

15