Tugas IO Fixx

5
Antibiotik yang tidak boleh digunakan untuk anak < 5 tahun dan usia lanjut 1. Antibiotik golongan kuinolon Antibiotik golongan kuinolon hanya berindikasi sebagai antiseptik saluran kemih saja, tetapi pada awal tahun 1980-an diperkenalkan golongan Kuinolon baru dengan atom Fluor pada cincin Kuinolon yang disebut Fluorokuinolon. Fluorokuinolon ini mempunyai indikasi yang jauh lebih luas dibandingkan dengan kuinolon, indikasinya antara lain : Infeksi Saluran Kemih, Infeksi Saluran Cerna, Infeksi Saluran Nafas, Penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual, Infeksi Tulang dan Sendi, serta Infeksi Kulit dan Jaringan Lunak. Yang termasuk golongan ini adalah Siprofloksasin, Levofloksasin, Ofloksasin, Asam nalidiksat, Pefloksasin, Norfloksasin, Enoksasin, Flerofloksasin dan Moksifloksasin. Penggunaan pada anak. Kuinolon dapat menyebabkan artropati pada sendi penahan berat badan menurut hasil penelitian pada hewan, karena itu tidak boleh digunakan pada anak dan remaja. Penggunaan levofloxacin juga kurang baik jika diberikan kepada pasien anak < 12 tahun karena dapat merusak tulang rawan / cartillage disgenesis. Namun, efek ini pada manusia masih belum diketahui dengan pasti. Pada beberapa kondisi, penggunaan kuinolon pada anak dapat dilakukan. Asam nalidiksat digunakan untuk infeksi saluran kemih pada anak di atas usia 3 bulan. Siprofloksasin diindikasikan untuk infeksi

description

informasi obat

Transcript of Tugas IO Fixx

Antibiotik yang tidak boleh digunakan untuk anak < 5 tahun dan usia lanjut1. Antibiotik golongan kuinolonAntibiotik golongan kuinolon hanya berindikasi sebagai antiseptik saluran kemih saja, tetapi pada awal tahun 1980-an diperkenalkan golongan Kuinolon baru dengan atom Fluor pada cincin Kuinolon yang disebut Fluorokuinolon. Fluorokuinolon ini mempunyai indikasi yang jauh lebih luas dibandingkan dengan kuinolon, indikasinya antara lain : Infeksi Saluran Kemih, Infeksi Saluran Cerna, Infeksi Saluran Nafas, Penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual, Infeksi Tulang dan Sendi, serta Infeksi Kulit dan Jaringan Lunak. Yang termasuk golongan ini adalah Siprofloksasin, Levofloksasin, Ofloksasin, Asam nalidiksat, Pefloksasin, Norfloksasin, Enoksasin, Flerofloksasin dan Moksifloksasin. Penggunaan pada anak. Kuinolon dapat menyebabkan artropati pada sendi penahan berat badan menurut hasil penelitian pada hewan, karena itu tidak boleh digunakan pada anak dan remaja. Penggunaan levofloxacin juga kurang baik jika diberikan kepada pasien anak < 12 tahun karena dapat merusak tulang rawan / cartillage disgenesis. Namun, efek ini pada manusia masih belum diketahui dengan pasti. Pada beberapa kondisi, penggunaan kuinolon pada anak dapat dilakukan. Asam nalidiksat digunakan untuk infeksi saluran kemih pada anak di atas usia 3 bulan. Siprofloksasin diindikasikan untuk infeksi pseudomonas pada fibrosis sistik untuk anak di atas usia 5 tahun dan untuk profilaksis antraks.Penggunaan Fluorokuinolon dapat meningkatkan risiko tendonitis dan tendon rupture pada semua rentang usia. Kerusakan tendon ini dapat terjadi dalam 48 jam setelah dimulai terapi. Kemungkinan terjadinya tendonitis lebih besar pada lansia yang berusia lebih dari 60th, pasien pasca transplantasi ginjal, jantung atau paru. Risiko terjadinya kerusakan tendon meningkat jika digunakan bersama dengan kortikosteroid. Efek samping kuinolon meliputi mual, muntah, dispepsia, nyeri lambung, diare, sakit kepala, pusing, gangguan tidur, ruam (sindroma Stevens-Johnson dan nekrolisis epidermal toksik), dan pruritus. Efek samping yang jarang terjadi : anoreksia, peningkatan kadar urea dan kreatinin dalam darah, mengantuk, restlessness, astenia, depresi, bingung, halusinasi, kejang, tremor, paraestesia, hipoastesia, fotosensitivitas, reaksi hipersensitivitas termasuk demam, urtikaria, angioedema, artralgia, mialgia dan anafilaksis serta gangguan darah. Juga dilaporkan terjadinya inflamasi tendon dan kerusakan tendon (terutama pada lansia dan penggunaan bersama kortikosteroid). Efek samping lain yang juga dilaporkan anemia hemolitik, gagal ginjal, nefritis interstisial dan disfungsi hati. Obat sebaiknya dihentikan bila terjadi reaksi hipersensitivitas (termasuk ruam berat), reaksi neurologis atau reaksi psikiatrik.Sumber :1. www.health.nsw.gov.au. Diakses tanggal 15 maret 2015 pukul 09.20 WIB.2. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2406/MENKES/PER/XII/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGGUNAAN ANTIBIOTIK. Diakses tanggal 15 maret 2015 pukul 09.30 WIB3. http://pionas.pom.go.id/book/ioni-bab-5-infeksi-51-antibakteri/516-kuinolon. Diakses tanggal 15 maret 2015 pukul 17.00 WIB

2. TetrasiklinGolongan tetrasiklin termasuk antibiotik yang bersifat bakteriostatik dan bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman.Penggunaan tetrasiklin pada anak < 4 tahun atau pada dosis tinggi dapat menyebabkan diskolorisasi gigi dan gangguan pertumbuhan tulang.Faktor utama penyebab dari perubahan warna pada gigi anak akibat tetrasiklin adalah pemberian obat dalam masa pembentukan gigi, baik gigi sulung maupun gigi permanen. Pada masa pembentukan gigi, struktur gigi yang sedang mengalami kalsifikasi seperti kalsium akan diikat oleh tetrasiklin secara irreversible. Kemudian ikatan tersebut mengikat hidroksi apatit dalam struktur gigi yang sedang erupsi. Ikatan ini nantinya akan menetap pada dentin dan enamel sehingga mengakibatkan perubahan warna pada gigi.Efek samping dalam penggunaan tetrasiklin diantaranya yaitu:1. Perusakan warna pada gigi2. Merapuhkan gigi dan melubangi gigi3. Gangguan pencernaanGangguan saluran pencernaan yang sering terjadi diantaranya seperti mual, muntah, diare, nyeri menelan , iritasi kerongkongan. Efek samping yang jarang terjadi termasuk: kerusakan hati, pankreatitis, gangguan darah, fotosensitif, reaksi hipersensitif (ruam, dermatitis eksfoliatif, sindrom steven-johnson, urtikaria, angioedema, anafilaksis,carditis). Sakit kepala dan gangguan penglihatan dapat terjadi dan dapat menjadi penanda peningkatan tekanan dalam kepala dan segera hentikan pengobatan bila ini terjadi.Sumber :1. Anonim. 2007. Farmakologi dan Terapi, Edisi 5. Bagian farmakologi FakultasKedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: Gayabaru2. Ganiswara S.G: Farmakologi dan terapi . Edisi IV, Bagian Farmakologi . FakultasKedokteran UI, 1955, Jakarta.

3. Chloramphenicol Kloramfenikol mempunyai daya antimikroba yang kuat maka penggunaan Kloramfenikol meluas dengan cepat sampai pada tahun 1950 diketahui bahwa Kloramfenikol dapat menimbulkan anemia aplastik yang fatal. Di Barat, kloramfenikol sebagian besar dibatasi untuk penggunaan topikal karena kekhawatiran tentang risiko anemia aplastik .Efek samping dari penggunaan kloramfenikol yaitu : Mual, Muntah, Diare, neuritis perifer, neuritis optic, eritema multiforme, stomatitis, glositis, hemoglobinuria nocturnal, Reaksi toksik dengan manifestasi depresi sumsum tulang. Kelainan darah reversible dan ireversibel seperti, anemia yang terjadi bersifat menetap yaitu anemia aplastik dengan pansitopenia (dapat berlanjut menjadi leukemia). Timbulnya tidak tergantung dari besarnya dosis atau lama pengobatan.Alasan penggunaan kloramfenikol dilarang untuk bayi umur dibawah 2 minggu adalah reaksi hipersensitivitas misalnya sindrom grey pada bayi premature dan bayi baru dengan gangguan hepar dan ginjal. Kloramfenikol terakumulasi dalam darah pada bayi khususnya ketika pemberian dalam dosis tinggi ini yang menyebabkan Gray-baby syndrome, biasanya antara hari ke 2 sampai hari ke 9 masa terapi, rata-rata hari ke 4. Mula-mula bayi muntah, tidak mau menyusui, pernafasan cepat dan tidak teratur, perut kembung, sianosis dan diare dengan tinja berwarna hijau dan bayi tampak sakit berat.Pada hari berikutnya tubuh bayi menjadi lemas dan berwarna keabu-abuan; terjadi pula hipotermia (kedinginan). Sumber : Almasdy D., Deswinar dan Helen, 2013, Evaluasi Penggunaan Antibiotika Pada Suatu Rumah Sakit Pemerintah di Kota Padang, Padang.