Tugas Hukum Tenaga Kerja (Makalah)
-
Upload
dieseprinal -
Category
Documents
-
view
55 -
download
8
Transcript of Tugas Hukum Tenaga Kerja (Makalah)
TUGAS MATA KULIAH HUKUM TENAGA KERJA
PEKERJA ANAK DI INDONESIA
OLEH :
SEPRINAL
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRISEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUSANTARA LAMPUNG
2014
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji sukur kehadirat Allah SWT karena atas perkenan dan izinNya Penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan judul ” Pekerja Anak di Indonesia” sesuai dengan waktu
yang telah ditetapkan.
Dalam penyelesaian makalah ini penulis telah banyak mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Dosen yang telah memberikan bimbingan, arahan serta saran dalam pembuatan
makalah ini.
2. Rekan-rekan yang telah mendorong dan menyiapkan bahan dalam pembuatan makalah
ini.
Penulis masih menerima dengan tangan terbuka terhadap kritik dan saran dari pihak
yang peduli terhadap makalah ini agar menjadi perbaiakan di kemudian hari. Akhir kata
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ...................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................................................... ii
ABSTRAKSI ...................................................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................................................. 2
BAB II. PEMBAHASAN.............................................................................................................. 3
A. Defenisi Anak ................................................................................................................. 3
B. Makna pekerja anak dan hubunganya dengan hukum ketenagakerjaan ......................... 4
C. Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya Pekerja Anak ......................................................... 5
D. Bentuk-Bentuk Pekerja Anak .......................................................................................... 8
E. Kondisi Pekerja Anak di Indonesia ................................................................................. 9
BAB III. PENUTUP ...................................................................................................................... 11
A. Kesimpulan ..................................................................................................................... 11
B. Saran ................................................................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................................
ABSTRAKS
Anak, seyogyanya adalah gambaran dan cerminan masa depan, aset keluarga,
agama, bangsa, negara dan merupakan generasi penerus di masa yang akan datang.
Mereka berhak mendapatkan kebebasan, menikmati dunianya, dilindungi hak-hak mereka
tanpa adanya pengabaian yang dilakukan oleh pihak tertentu yang ingin memanfaatkan
kesempatan untuk mencari keuntungan pribadi.
Dilihat dari segi hukum ketenagakerjaan bahwa anak harus dihindarkan dari
kondisi pekerjaan yang berbahaya dan kondisi kerja yang sangat merugikan seperti diupah
dengan murah, rentan terhadap eksploitasi, rentan terhadap kecelakaan kerja, rentan
terhadap PHK yang semena-mena, serta berpotensi untuk kehilangan akses dan
kesempatan mengembangkan diri, menimbulkan kewajiban baru bagi negara untuk
memberikan perlindungan kepada anak yang terpaksa bekerja.
Menurut International Labour Organization (ILO) pada tahun 2007 pekerja anak,
di Indonesia masih cukup besar yakni 2.6 juta jiwa. Anak-anak bekerja diberbagai sektor
dan bentuk pekerjaan. Namun. sebagian besar dan mereka bekerja di sektor pertanian
keluarga dan di perusahaan manufaktur serta perdagangan skala kecil.
Kata Kunci : Pekerja anak, eksploitasi anak di Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fenomena pekerja anak merupakan gnnbaran betapa kompleks dan rumitnya
permasalahan anak. Terlepas dari semua hal tersebut penghargaan, penghormatan. serta
perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) digaung gaungkan di penjuru dunia. Sejak awal
pendeklarasian HAM, berbagai bentuk peraturan yang bersifat universal telah
dikeluarkan dalam rangka mendukung upaya perlindungan HAM di dunia, Upaya
perlindungan juga diikuti dengan penegakan hukum demi terselenggaranya HAM
yang konsistien Jika kita berbicara fenomena pekerja anak, maka bidang HAM yang
langsung bersinggungan adalah hak anak. Baik di dunia internasional maupun di
Indonesia. masalah seputar kehidupan anak menjadi perhatian utama bagi masyarakat
maupun pemerintah. Sangat banyak kejadian-kejadian ideal yang sebenamya dapat
menuntaskan permasalahan sosial ini. Namun, faktor-faktor lain seperü kegagalan dalam
pranata sosial turut menunjukkan ketidakinampuan pemerintah.
Dalam konteksnya, sebenarnya anak mempunai hak yang bersifat asasi
sebagaimana yang dimillki orang dewasa. Namun. perlindungan terhadapnya tidak
sebombastis ketika masalah HAM yang rnenyangkut orang dewasa atau isu gender
diumbar ke khalayak umum Perlindungan terhadap hak anak tidak terlalu banyak
dipikirkan pada umumnya. Begitu pula dengan langkah kongkritnya. bahkan upaya
perlindungan itu sendiri dilanggar oleh negara dan berbagai tempat di negeri ini, orang
dewasa, Bahkan orang tuanya sendiri. Banyak anak-anak yang berada di bawah umur
menjadi objek dalam pelanggaran terhadap hak-hak baik akibat pembangunan ekonomi
yang dilakukan. Di negara kita, pekerja anak dapat dilihat dengan mudah di pertigaan atau
di perempatan jalan. Pandangan kita jelas tertuju pada sekelompok anak yang mengamen,
mengemis atau mengais rezeki di jalanan. Itu hanya sedikit dari betapa mirisnya kondisi
anak-anak Indonesia. Masih banyak yang tidak terlihat jelas upaya-upaya pengeksploitasi
anak-anak di negeri ini bahkan dapat disejajarkan dengan tindakan kriminal. Mereka di
eksploitasi sebagai pekerja kasar konstruksi dan tambang tradisional, penyelam mutiara.
peneulikan dan perdagangan anak, kekerasan anak, penyiksaan anak dan bahkan pelaeur
komersial.
Anak, seyogyanya adalah gambaran dan cerminan masa depan, aset
keluarga, agama, bangsa, negara dan merupakan generasi penerus di masa yang akan
datang. Mereka berhak mendapatkan kebebasan, menikmati dunianya, dilindungi hak-
hak mereka tanpa adanya pengabaian yang dilakukan oleh pihak tertentu yang
ingin memanfaatkan kesempatan untuk mencari keuntungan pribadi.
B. Rumusan Masalah
Dalam perumusan masalah ini, permasalahan-permasalahan yang dibahas adalah
sebagai berikut :
1. Apakah defenisi dari pekerja anak jika dihubungkan dengan hak dan kewajiban anak
dalam keluarga?
2. Indikasi apa yang berkaitan dengan pekerja anak?
3. Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya pekerja anak?
4. Bagaimana bentuk-bentuk pekerja anak yang ada di Indonesia?
5. Bagaimana landasan hukurn yang mengatur pelarangan pekerja anak di Indonesia?
6. Bagaimana solusi efektif permasalahan pekerja anak serta usaha-usaha perlindungan
pekerja anak di Indonesia?
C. Tujuan
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan sebelumnya, tujuan dari permasalahan
sosial yang diangkat antara lain :
1. Mengetahui faktor penyebab terjadinya pekerja anak, khususnya pekerja anak di
Indonesia.
2. Mengetahui indikasi yang melatar belakangi pekerja anak di Indonesia.
3. Mengetahui bentuk-bentuk pekerja anak yang ada di Indonesia.
4. Mengetahui kondisi pekerja anak dan perkembangannya dari kurun waktu
tertentu,
BAB IIPEMBAHASAN
A. Definisi Anak
a. Penyajian seeara historis
Yakni anggapan bangsa Yunani bahwa “anak- anak dianggap sebagai manusia
dewasa dengan ukuran kecil”. Disini dianggap seluruh sikap dan perilaku yang
diberikan kepada anak-anak serta harapan dan tuntutan yang ditujukan kepada anak-
anak disamakan dengan sikap dan perilaku serta harapan dan tuntutan yang ditujukan
kepada orang dewasa.
Pandangan lain mengenai definisi anak yakni pada masa awal tersebarnya agama
nasrani di Eropa menunjukkan ciri-ciri antara lain:
1. Anak-anak mempunyai kecenderungan untuk menyimpang dan hukurn dan
ketertiban.
2. Anak-anak lebih mudah belajar dengan contoh dari pada belajar dengan aturan.
3. Anak-anak tidak sama dengan orang dewasa.
b. Menurut makna Yuridis
Yakni berdasarkan Undang-Undang perlindungan anak (UUPA) No. 23 tahun
2002 yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun
(termasuk anak dalam kandungan) dan Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, Undang-Undang ini mengatur mengenai hal yang berhubungan
pekerja anak mulai dari batas usia diperbolehkan kerja, siapa yang tergolong anak,
pengupahan dan perlidungan bagi pekerja anak.
Dari beberapa penyajian definisi anak dapat disimpulkan bahwa anak-anak
merupakan masa sosialisasi yang berlangsung secara efektif seseorang yang berumur
diantara 5-18 tahun (dibawah 5 tahun temasuk kategori anak karena masih disebut
balita). Kecenderungan untuk menyimpang yang dipaparkan sebelumnya merupakan
bentuk sosialisasi dari anak-anak. Dari segi fisik dan psikis, jelas berbeda dengan orang
dewasa, sehingga dalam hal ini tidak bisa disama artikan. Namun, sisi lain
menggungkapkan bahwa pada masa ini anak-anak sudah mengalami korelasi yang
positif serta sifat tunduk pada peraturan yang kemudian menjadi sangat realistis dengan
berbagai kecenderungan-kecenderungan, seperti gemar membentuk kelompok dengan
aturan-aturan sendiri dan lain-lain.
B. Makna pekerja anak dan hubunganya dengan hukum ketenagakerjaan
Pekerja anak menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003
adalah anak-anak baik laki-laki maupun perempuan terlibat dalam kegiatan ekonomi
yang mengganggu dan menghambat proses tumbuh kembang dan membahayakan
bagi kesehatan fisik dan mental anak. Definisi lain menyebutkan bahwa pekerja anak
adalah sebuah istilah untuk mempekerjakan anak kecil dengan gaji kecil dan
dapat memiliki konotasi pengeksploitasian anak kecil atas tenaga mereka.
Dalam hal ini batasan yang ditentukan berhubungan dengan pekerja anak
adalah usia dibawah 18 tahun dengan penentuan beberapa karakteristik umum
anak misalnya, jenis kelamin, umur dan pendidikan. Karakiteristik ketenagakerjaan
seperti jenis pekerjan, status pekerjaan, jam kerja, dan imbalan kerja. Sedangkan
karakteristik umum sosial yakni tanpat tinggal dan kendisi keluarga.
Tindakan eksploitasi pekerja dilakukan karena dianggap produktif. Anak secara
psikologis menerima otoritas orang tua dan orang lain sebagai suatu hal yang wajar.
Dilihat dari segi hukum ketenagakerjaan bahwa anak harus dihindarkan dari kondisi
pekerjaan yang berbahaya dan kondisi kerja yang sangat merugikan seperti diupah dengan
murah, rentan terhadap eksploitasi, rentan terhadap keeelakaan kerja, rentan terhadap PHK
yang semena-mena, serta berpotensi untuk kehilangan akses dan kesempatan
mengembangkan diri, menimbulkan kewajiban baru bagi negara untuk memberikan
perlindungan kepada anak yang terpaksa bekerja, dan bahwa kepada anak yang bekerja
harus diberikan perlindungan melalui peraturan ketenagakerjaan agar mereka
mendapatkan hak-haknya sebagai pekerja sebagaimana orang dewasa dan agar mereka
terhindar dari segala bentuk eksploitasi dan penyalahgunaan.
ada tiga pendekatan dalam memandang masalah pekerja anak, yaitu penghapusan
(abolition), perlindungan (proteetion), dan pemberdayaan (empowerment).
1. Pendekatan abolisi
Bahwa setiap anak tidak boleh bekerja dalam kondisi apapun, karena anak punya hak
yang seluas-luasnya untuk bersekolah dan bermain, serta mengembangkan dirinya
seoptimal mungkin.
2. Pendekatan proteksi
Jaminan terhadap hak sipil yaitu bahwa sebagai manusia dan sebagai warga negara
setiap anak punya hak untuk bekerja.
3. Pendekatan pemberdayaan
merupakan lanjutan dari pendekatan proteksi, yang mengupayakan pemberdayaan
terhadap pekerja anak agar mereka dapat memahami dan mampu memperjuangkan hak-
haknya. Pada dasarnya ILO didukung beberapa negara termasuk Indonesia seeara terus-
menerus mengupayakan pendekatan abolisi atau penghapusan terhadap segala bentuk
pekerja anak.
C. Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya Pekerja Anak
Faktor penyebab dan pendorong permasalahan pekerja anak di Indonesia merupakan
interaksi dari berbagai faktor di tingkat mikro sampai makro, dari faktor ekonomi sosial
budaya sampai pada masalah politik. Adapun faktor-faktor penyebab dan pendorong
permasalahan pekerja anak menurut hasil penelitian Jaringan Penanggulangan Pekerja
Anak (JARAK) adalah sebagai berikut;
1. Kemiskinan
Rendahnya ekonomi keluarga merupakan faktor dominan yang menyebabkan
anak-anak terlibat meneari nafkah. Anak sering menjadi sumber penghasilan yang
sangat penting. Bahkan dalam banyak hal, pekerja anak dipandang sebagai mekanisme
survival untuk mengeliminasi tekanan kemiskinan yang tidak terpenuhi dari hasil kerja
orang tua.
Terlibatnya anak dalam kegiatan ekonomi juga karena adanya dorongan untuk
membantu meringankan beban orang tua, bekerja untuk mendapatkan penghormatan
dari masyarakat, juga keinginan menikmati hasil usaha kerja, merupakan faktor-faktor
motivasi pekerja anak. Akan tetapi sebab terbesar yang mendorong anak-anak bekerja
adalah tuntutan orangtua dengan tujuan mendapat tambahan pemasukan bagi keluarga.
Anak-anak seringkali tidak dapat menghindar untuk tidak ikut terlibat dalam pekerjaan.
Faktor kemiskinan dianggap sebagai pendorong utama anak untuk bekerja.
Kemiskinan seeara ekonomi telah banyak meneiptakan terjadinya pekerja anak. Orang
tua “terpaksa” memobilisasi anak-anaknya sebagai pekerja untuk membantu ekonomi
keluarga. Pada titik inilah muneulnya kerawanan, sebab anak-anak bisa berubah peran
dari “sekadar membantu” menjadi peneari nafkah utama. Pekerja anak tidak hanya
disebabkan oleh kemiskinan, tetapi juga menyebabkan “pemiskinan”, artinya anak-anak
yang bekerja dan tidak mengeeap pendidikan akan tetap hidup di dalam kondisi
kemiskinan di kemudian hari. Akibat lebih jauh, generasi berikutnya akan tetap miskin
dan tidak berpendidikan (Tadjhoedin, 1992: 68).
Menurut International Labour Organization (ILO) pada tahun 2007 pekerja anak,
di Indonesia masih cukup besar yakni 2.6 juta jiwa. Anak-anak bekerja diberbagai
sektor dan bentuk pekerjaan. Namun. sebagian besar dan mereka bekerja di sektor
pertanian keluarga dan di perusahaan manufaktur serta perdagangan skala kecil. Krisis
ekonomi yang terjadi sejak 1997 telah mengubah struktur pekerja anak secara signikan
dalam pasar tenaga kerja. Terjadi informalisasi pekerja anak, jumlah anak-anak yang
bekerja diberbagai sektor meningkat tajam, semua itu meneerminkan adanya
gelombang pekerja anak yang memasuki sektor informal.
2. Urbanisasi
Daerah asal dari pekerja anak yang mayoritas dari pedesaan juga merupakan
salah satu faktor timbulnya pekerja anak. Pedesaan yang dianggap tidak bisa
memberikan jaminan perbaikan ekonomi, maka banyak orang yang mengadu nasib ke
kota-kota besar dengan harapan dapat memperoleh penghasilan yang lebih tinggi, tanpa
keeuali para orangtua yang terbelenggu masalah ekonomi mengajak anaknya untuk
dipekerjakan, mulai dijadikannya pengemis sampai pada buruh pabrik.
3. Sosial budaya
Fenomena pekerja anak ini tidak terlepas dari realitas yang ada pada masyarakat,
yang seeara kultural memandang anak sebagai potensi keluarga yang wajib berbakti
kepada orang tua. Anak yang bekerja justru dianggap sebagai anak yang berbakti dan
dapat mengangkat harkat dan martabat orang tua. Dengan budaya yang seperti ini,
maka posisi anak yang sebenarnya mempunyai hak dan wajib dilindungi menjadi
terabaikan.
4. Pendidikan
Alasan utama seorang anak menjadi pekerja adalah karena keterbelakangan
mereka untuk mengenyam pendidikan. Satu hal yang paling bisa dilakukan oleh
pemerintah mendatang adalah melaksanakan program-program pendidikan berbiaya
rendah dan mengakomodasi kebutuhan keterampilan tertentu bagi anak. Sebab, selama
ini anak-anak "dipaksa" bekerja karena tuntutan ekonomi keluarga. Upah anak adalah
salah satu sumber pemasukan keluarga.
Dengan pendidikan murah dan pemberian keterampilan praktis, mereka
diharapkan tidak lagi menganggap sekolah tidak memberikan keuntungan apa-apa dan
malah membuat kondisi keluarga makin terpuruk. Diperlukan inovasi untuk membuat
pendidikan menjadi hal yang diterima di daerah yang menjadi kantong-kantong pekerja
anak. Pendidikan yang diterapkan tentu harus tidak sama dengan pendidikan yang
diadakan di sekolah-sekolah formal lain, yang orang tuanya dianggap mampu
meneukupi kebutuhan keluarga sehari-hari. Salah satu inovasi yang bisa dilakukan
adalah memasukkan keterampilan yang bisa "dijual". Sehingga, anak punya
keterampilan yang bisa mendatangkan pemasukan. Pekerjaan sampingan pun bisa
dilaksanakan di luar jam sekolah. Misalnya, lewat koperasi sekolah atau unit usaha
sekolah. Untuk mendukung itu, diperlukan juga balai latihan kerja yang memberikan
pelatihan dan dukungan dana bagi orang tua mereka.
5. Perubahan proses produksi
Perkembangan jaman yang juga menuntut pada keeanggihan teknologi membuat
beberapa perusahaan dalam melakukann proses produksi menggunakan alat-alat
teknologi canggih. Sehingga banyak sekali pekerjaan yang seharusnya dikerjakan oleh
tenaga ahli menjadi lebih cepat selesai hanya dengan hitungan waktu yang sangat
singkat dikerjakan oleh sebuah alat. Yang tersisa hanyalah pekerjaan kasar dan
serabutan yang ternyata banyak anak yang diambil untuk dipekerjakan, tentu saja
dengan upah murah dan jaminan perlindungan kerja yang minim, karena masih
dianggap sebagai anak yang tidak mengetahui apa-apa dan dituntut untuk selalu
menuruti aturan yang dibuat oleh perusahaan tempat bekerja.
6. Lemahnya pengawasan dan terbatasnya institusi untuk rehabilitasi.
Adanya peraturan untuk melakukan perlindungan pekerja anak tidak diimbangi
dengan pelaksaan dari aturan tersebut. Sehingga sangat dimungkinkan banyak sekali
masalah-masalah yang timbul pada pekerja anak yang tidak bisa terselesaikan oleh
aparat penegak hukum.
Selain itu, di Indonesia masih sangat kurang sekali lembaga-lembaga yang bisa
melakukan rehabilitasi terhadap anak dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar baik
seeara rohani, jasmani maupun sosial khususnya anak yang mempunyai masalah, antara
lain anak yang tidak mempunyai orang tua dan terlantar, anak terlantar, anak yang tidak
mampu, anak yang mengalami masalah kelakuan, dan anak cacat. Usaha ini
dimaksudkan memberikan pemeliharaan, perlindungan, asuhan, perawatan dan
pemulihan kepada anak yang mempunyai masalah (Prinst, 2003: 84).
D. Bentuk-Bentuk Pekerja Anak
Dunia internasional memberikan perhatian khusus terhadap bentuk-bentuk terburuk
dan sifat pekerja anak. Sebagai negara yang pertama kali menanda tangani Konvensi ILO
182 tentang Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak (BPTA). Pada tahun 2002
Indonesia telah menetapkan satu langkah yang signifikan kearah penghapusan pekerja
anak, terutama jenis pekerjaan yang masuk dalam kategori pekerjaan terburuk untuk anak,
Keputusan Presiden No. 39 tahun 2002 tentang reneana aksi nasional penghapusan
Bentuk-Bentuk Terburuk Untuk Anak (BPTA) ada 13 bentuk pekerjaan.
Adapun 13 Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk anak adalah sebagai berikut:
1) Mempekerjakan anak-anak sehngai pelacur
2) Mempekerjakan anak-anak di pertambangan
3) Mempekerjakan anak-anak sebagai penyelam mutiara
4) Mempekerjakan anak-anak di bidang kontruksi
5) Menugaskan anak-anak di anjungan penangkapan ikan lepas pantai (di Indonesia
disebut jermal)
6) Mempekerjakan anak-anak sebagai pemulung
7) Melibatkan anak-anak dalam pembuatan dan kegiatan yang menggunakan bahan
peledak
8) Mempekerjakan anak-anak di jalanan
9) Mempekerjakan anak-anak sebagai tulang punggung keluarga
10) Mempekerjakan anak-anak di industri rumah tangga; (cottage industries)
11) Mempekerjakan anak-anak di perkebunan
12) Mempekerjakan anak-anak dalam kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan usaha
penebangan kayu untuk industri atau mengolah kayu untuk bahan bangunan dan
pengangkutan kayu gelondongan dan kayu olahan
13) Mempekerjakan anak-anak dalam berbagai industri dan kegiatan yang rnenggunakan
bahan kimia berbahaya.
Dan program aksi telah menetapkan 5 dari 13 jenis pekerjaan terburuk sebagai
prioritas dalam lima tahun pertama pada pelaksanaan program yang direneanakan
berlangsung selama 20 tahun kedepan. Kelima bentuk pekerjaan terburuk itu adalah:
1)Anak-anak yang terlibat dalam penjualan, produksi dan perdagangan narkoba.
2)Anak-anak yang diperdagangkan untuk dijadikan pelacur (AYLA)
3)Anak-anak yang bekerja di penangkapan ikan lepas pantai (Jermal).
4)Anak-anak yang bekerja disektor pertambangan
5)Anak-anak yang bekerja di sektor pembuatan alas kaki.
E. Kondisi pekerja anak di Indonesia
Sebelum melihat realitas yang terjadi sekarang dan mungkin pada masa yang akan
datang, alangkah bijaknya kalau mengingat dan menelusuri konteks historis pekerja anak
di Indonesia. Sehingga dapat diperoleh suatu gambaran yang mendekati utuh tentang
dinamika pekerja anak dalam konteks sosial dan budaya Indonesia.
Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) melalui Program Internasional
Penghapusan Pekerja Anak (IPEE) meyampaikan hasil temuannya mengenai bentuk-
bentuk terburuk pekerja anak di Indonesia. Temuan ini diperoleh melalui serangkaian
kajian cepat yang dilakukan ILO-IPEE bekerjasama dengan Universitas Sumatera Utara
(USU), Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Indonesia (UI), Yayasan
Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI), SKEPO Jawa Barat dan konsultan lainnya di
daerah Sumatera, Jawa dan Kalimantan.
Kajian yang dilakukan itu merupakan bagian dari persiapan Program Terikat Waktu
Bagi Penghapusan Bentuk-Bentuk Terburuk Pekerja Anak di Indonesia (Time-Bound
Programme/TBP). Tujuan utama dari TBP adalah memberi dukungan terhadap pemerintah
dalam mengembangkan kebijakan, program dan proyek guna menerapkan reneana aksi
nasional untuk penghapusan bentuk-bentuk terburuk pekerja anak.
Terdapat lima sektor prioritas dalam kajian yang dilaksanakan pada November 2002
ini. Kelima sektor itu meliputi anak-anak yang terlibat penjualan, pembuatan dan
perdagangan obat-obat terlarang di Jakarta, perdagangan anak untuk dilacurkan di Jawa,
pekerja anak di sektor perikanan lepas pantai Sumatera Utara, di pertambangan
Kalimantan Timur, dan sektor alas kaki di Jawa Barat.
Temuan awal dari kajian mengenai anak yang terlibat penjualan, pembuatan dan
pengedaran narkoba memperlihatkan sekitar 4 persen berusia di bawah 17 tahun. Dua dari
sepuluh pengguna terlibat penjualan dan pengedaran narkoba dan sudah mulai
melakukannya sejak berusia antara 13-15 tahun. Umumnya mereka menjual mariyuana
(54,4 persen). Alasan mereka terlibat pengedaran karena teman, hubungan dekat, atau
ingin mendapatkan narkoba gratis.
Sedangkan kajian anak yang diperdagangkan untuk dilacurkan yang dilakukan di
daerah Jawa kecuali Banten menemukan bahwa kemiskinan, kurangnya fasilitas
pendidikan, pandangan tradisional tentang nilai ekonomi dan longgarnya kontrol sosial
merupakan karakteristik utama dari daerah pengirim. Anak-anak tersebut umumnya
dilacurkan pada usia 15- 17 tahun dan orangtua, kerabat, dan agen menjadi pelaku yang
terlibat dalam proses tersebut.
Untuk pekerja anak di sektor alas kaki, Ciomas dan Tasikmalaya diidentifikasi
sebagai dua lokasi utama yang memiliki jumlah pekerja anak yang besar di sektor tersebut.
Anak-anak berusia 13-18 tahun harus bekerja di bengkel-bengkel yang sesak dan berdebu
dengan jam kerja yang panjang. Para pekerja anak itu seringkali bekerja dalam posisi yang
merugikan kesehatan seperti berjongkok atau bersila tanpa alat pelindung diri. Mereka
juga terpapar zat-zat kimia berbahaya seperti lem dan debu kulit.
Temuan pekerja anak di perikanan tengah laut memperlihatkan anak-anak berusia 13-
17 tahun bekerja di sana dengan resiko tenggelem atau dirampok bajak laut serta jam kerja
yang panjang (10-19 jam per hari). Mereka rentan terhadap siksaan fisik dan emosiaonal
dari majikan atau rekan kerja yang lebih dewasa. Selain itu, upah yang diterimanya pun
rendah, bervariasi antara Rp 200 ribu dan Rp 500 ribu.
Berkaitan dengan sektor perikanan dan alas kaki, ILO-IPEE sejak Desember 1999
telah melakukan proyek-proyek agar anak-anak tersebut dapat dicegah memasuki sektor
yang berbahaya itu. Hasilnya terjadi penurunan 70 persen jumlah anak yang terlibat di
sektor alas kaki dan pada Februari 2003 hanya ditemukan 28 pekerja anak yang bekerja di
perikanan tengah laut (jermal). ILO-IPEE meyakini kedua sektor ini dapat terbebas dari
pekerja anak pada Juli 2004.
Tidak kalah buruknya adalah kondisi pekerja anak di sektor pertambangan di
Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur. Temuan awal memperlihatkan anak-anak di
pertambangan bekerja di bawah tanah dengan terpapar zat-zat kimia dalam waktu jam
kerja yang panjang.
Jadi sementara negara belum bisa sepenuhnya menghapus pekerja anak, setidaknya
negara dapat menjamin terpenuhinya hak-hak pekerja anak, sebagai anak dan sebagai
pekerja, serta memberikan perlindungan bagi anak-anak yang terpaksa bekerja, melalui
cara memfasilitasi mereka dengan pelayanan kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan.
Tetapi seperti halnya berbagai peraturan lainnya, kendala utamanya adalah dalam hal
pelaksanaan. Dan sejauh mana Negara telah memberikan perlindungan terhadap pekerja
anak, masih perlu dikaji lebih lanjut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Permasalahan pekerja anak sebenarnya hampir menyerupai sebuah gunung es.
Kompleksitas pada dasar permasalahannya tidak tampak, sedangkan aktualisasi pada
permukaan berupa tindakan-tindakan eksploitasi terhadap anak juga hanya muncul sedikit.
Terjadinya pekerja anak dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial seperti kemiskinan,
urbanisasi, sosial budaya, pendidikan, perubahan proses produksi serta lemahnya
pengawasan dan minimnya lembaga untuk rehabilitasi. Namun pada kenyataannya
keterlibatan anak dalam pekerjaan mayoritas didorong oleh faktor kemiskinan atau
ekonomi.
Perlindungan bagi anak sebagai pekerja pada dasarnya telah diatur dalam beberapa
rumusan Undang-undang dan Konvensi Internasional yang telah diratifikasi oleh
Indonesia. Sekarang ini Indonesia telah memiliki kebijakan tentang perlindungan pekerja
anak dan hak-haknya.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi permasalahan pekerja anak, namun
pada umumnya upaya pemerintah belum berjalan secara optimal. Pelaksanaan peraturan
perundang-undangan belum sesuai antara harapan dan kenyataan.
B. Saran
1. Pemerintah harus melakukan perbaikan ekonomi untuk kesejahteraan rakyat, sehingga
diharapkan angka kemiskinan berkurang yang kemudian diikuti dengan peningkatan
kualitas pendidikan di masyarakat yang diharapkan bisamengurangi pekerja anak.
2. Diharapkan Pemerintah lebih mengefektifkan aturan-aturan yang telah ada, termasuk
pemberdayaan aparatur Negara dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang
konsisten terhadap perlindungan hak-hak anak untuk bisalebih mengawasi dan
mendampingi anak yang dipekerjakan agar tidak diperlakukan sewenang-wenang oleh
yang mempekerjakannya.
3. Dalam kaitannya dengan upaya penghapusan anak sebagai pekerja, Pemerintah
haruslah mempunyai target untuk menghapus pekerja anak secara tuntas. Untuk itu
diperlukan suatu kebijakan yang bersifat nasional dengan upaya penghapusan
kemiskinan yang telah terstruktur.
DAFTAR PUSTAKA
o Husni, Lalu.2008. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia (Edisi Revisi), Rajawali
Pers ,Jakarta.
o Abu Huraerah, 2006, Kekerasan Terhadap Anak, Nuansa, Bandung.
o Tadjhoedin, Noer Effendi, 1992, Buruh Anak Fenomena Dikota dan Pedesaan-Dalam
Buruh Anak Disektor Informal-Tradisional Dan Formal,Sumberdaya Manusia, Yayasan
Tenaga Kerja Indonesia, Jakarta.
o Undang-undang UU No. 39 Tahun 1999, Tentang HAM, Jakarta.
o Undang-Undang No. 1 tahun 2000 tentang Ratifikasi Konvensi ILO No. 182 Tahun 1999
mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan
Terburuk untuk Anak, Jakarta.
o Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Jakarta.
o http://www.tempo.co/read/news/2003/07/08/05622045/ILO--Kondisi-Pekerja-Anak-di-
Indonesia-Buruk diakses tanggal 6 Januari 2014
o http://perlindungantenagakerjanak.wordpress.com/ diakses tanggal 6 Januari 2014
o http://emeidwinanarhati.blogspot.com/2012/08/jurnal-reformasi.html diakses tanggal 7
Januari 2014