Tugas Farmasi Rumah Sakit

42
TUGAS FARMASI RUMAH SAKIT “ASKARIASIS” Disusun oleh : Dionicie Leony Y Putri 2014000168 Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Pancasila JAKARTA 2014

description

school project

Transcript of Tugas Farmasi Rumah Sakit

TUGAS FARMASI RUMAH SAKITASKARIASIS

Disusun oleh :

Dionicie Leony Y Putri2014000168

Program Studi Profesi Apoteker

Fakultas Farmasi

Universitas Pancasila

JAKARTA

2014

BAB I

PENDAHULUAN

A. Definisi AskariasisAskariasis adalah infeksi yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides, yang merupakan nematoda usus terbesar. Angka kejadiannya di dunia lebih banyak dari infeksi cacing lainnya, diperkirakan lebih dari 1 milyar orang di dunia pernah terinfeksi dengan cacing ini (Djuanda, 2010).

Infeksi cacing usus masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk Indonesia. Dikatakan pula bahwa masyarakat pedesaan atau daerah perkotaan yang sangat padat dan kumuh merupakan sasaran yang mudah terkena infeksi cacing (Moersintowarti, 1992).

Dalam tubuh sendiri, infeksi cacing Ascaris menimbulkan banyak gejala klinik, dimulai dengan rasa mual pada saluran pencernaan sampai ditemukan gejala diare.

Salah satu penyebab infeksi cacing usus adalah Ascaris lumbricoides atau lebih dikenal dengan cacing gelang yang penularannya dengan perantaraan tanah (Soil Transmited Helminths). Infeksi yang disebabkan oleh cacing ini disebut Ascariasis.

Ascaris lumbricoides merupakan cacing bulat besar yang biasanya bersarang dalam usus halus. Adanya cacing didalam usus penderita akan mengadakan gangguan keseimbangan fisiologi yang normal dalam usus, mengadakan iritasi setempat sehingga mengganggu gerakan peristaltik dan penyerapan makanan.

Cacing ini merupakan parasit yang kosmopolit yaitu tersebar diseluruh dunia, lebih banyak di temukan di daerah beriklim panas dan lembab. Di beberapa daerah tropik derajat infeksi dapat mencapai 100% dari penduduk. Pada umumnya lebih banyak ditemukan pada anak-anak berusia 5 10 tahun sebagai host (penjamu) yang juga menunjukkan beban cacing yang lebih tinggi (Haryanti, E, 1993).

Cacing dapat mempertahankan posisinya didalam usus halus karena aktivitas otot-otot ini. Jika otot-otot somatik di lumpuhkan dengan obat-obat antihelmentik, cacing akan dikeluarkan dengan pergerakan peristaltik normal.

B. Tujuan

1. Mengetahui pengertian cacing Ascaris Lumbricoides (cacing gelang) dan penyakit yang ditimbulkannya (Askariasis).2. Mengetahui morfologi Ascaris Lumbricoides.

3. Mengetahui siklus hidup Ascaris Lumbricoides.4. Mengetahui epidemiologi Ascaris Lumbricoides.5. Mengetahui patologi klinik dari penyakit Askariasis.6. Mengetahui manifestasi klinik dari penyakit Askariasis.

7. Mengetahui cara penularan penyakit Askariasis di lingkungan.

8. Mengetahui cara penanggulangan dan pengobatan (penatalaksanaan penyakit askariasis) .

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Cacing Gelang (Ascaris Lumbricoides)Ascaris lumbricoides atau yang lebih dikenal dengan cacing gelang merupakan salah satu cacing yang merugikan bagi manusiadari kelas Nematoda dalam Filum Nemathelminthes. Ascaris lumbricoides hidup di dalam tubuh tepatnya di dalam usus halus. Ascaris lumbricoides hidup di dalam usus halus karena di dalam usus halus cacing perut ini dapat memperoleh makanan dengan mudah. Ascaris lumbricoides masuk ke dalam tubuh melalui makanan yang telah terkontaminasi telur cacing perut.

Telur cacing perut keluar bersama feses, ketika telur cacing tersebut berada di makanan dan makanan itu kita makan maka kemungkinan besar cacing ini akan tumbuh di dalam tubuh kita. Setelah telur masuk ke dalam tubuh, telur akan menetas dan akan menjadi cacing ke dalam usus halus. Karena ukurannya yang microscopis, maka cacing ini dapat menembus dinding-dinding usus, jalan terus hingga ke paru-paru. Sampai paru-paru cacing perut ini terus berjalan ke trakea lalu kembali lagi ke dalam usus halus melalui esofagus.

Ascaris lumbricoides merupakan nematoda kedua yang paling banyak menginfeksi manusia. Ascaris telah dikenal pada masa Romawi sebagai Lumbricus teres dan mungkin telah menginfeksi manusia selama ribuan tahun. Jenis ini banyak terdapat di daerah yang beriklim panas dan lembab, tetapi juga dapat hidup di daerah beriklim sedang.B. Pengertian Penyakit Askariasis

Askariasis adalah penyakit cacing yang paling besar prevalensinya di antara penyakit cacing lainnya. Penyakit ini diperkirakan menginfeksi lebih dari 1 miliar orang. Tingginya prevalensi ini terutama karena banyaknya telur disertai dengan daya tahan telur yang mengandung larva cacing pada keadaan tanah yang kondusif.

Infeksi cacing pada usus halus yang biasanya ditandai dengan sedikit gejala atau tanpa gejala sama sekali. Cacing yang keluar bersama kotoran atau kadang keluar dari mulut, anus atau hidung adalah sebagai tanda awal adanya infeksi. Beberapa penderita menunjukkan gejala kelainan paru-paru (pneumonitis, sindroma Loffler) yang disebabkan oleh migrasi larva (terutama selama masa reinfeksi), biasanya ditandai dengan bersin, batuk, demam, eusinofilia darah dan adanya infiltrat paru-paru. Infeksi parasit yang berat dapat mengganggu penyerapan zat gizi makanan. Komplikasi serius, kadang fatal seperti ileus obstruktivus yang disebabkan oleh gumpalan cacing, terutama pada anak-anak; atau sumbatan pada organ yang berongga seperti pada saluran empedu, saluran pankreas atau usus buntu dapat terjadi yang disebabkan oleh cacing dewasa. Laporan terjadinya pankreatitis disebabkan oleh ascaris cenderung meningkat. C. MorfologiCacing dewasa bentuknya silindris dengan ujung anterior meruncing. Betina berukuran 20-35cm, sedang pada jantan berukuran 15-31cm. Jenis ini mempunyai tiga buah bibir yang sempurna. Ascaris memiliki beberapa jenis telur. Telur yang dibuahi bentuknya oval melebar, mempunyai lapisan tebal (luar: albuminoid, dalam: hialin) dan m.(benjol-benjol, umumnya berwarna coklat keemasan dengan panjang 7550 m(Telur yang belum dibuahi, umumnya lebih oval dengan panjang 9050 dengan lapisan lebih tipis daripada telur yang dibuahi. Sering kedua jenis telur ini terdapat dalam satu spesimen tinja. Jika tidak ditemukan telur yang dibuahi maka di dalam usus hanya terdapat cacing betina saja. Cacing jantan berukuran sekitar 10-30 cm, sedangkan betina sekitar 22-35 cm. Pada cacing jantan ditemukan spikula atau bagian seperti untaian rambut di ujung ekornya (posterior). Pada cacing betina, pada sepertiga depan terdapat bagian yang disebut cincin atau gelang kopulasi.

Cacing dewasa hidup pada usus manusia. Seekor cacing betina dapat bertelur hingga sekitar 200.000 telur per harinya. Telur yang telah dibuahi berukuran 60 x 45 mikron. Sedangkan telur yang tak dibuahi, bentuknya lebih besar sekitar 90 x 40 mikron. Telur yang telah dibuahi inilah yang dapat menginfeksi manusia.

Gambar cacing ascaris lumbricoides

D. Siklus Hidup

Infeksi pada manusia terjadi karena menelan telur matang dari tanah yang terkontaminasi. Telur yang tertelan akan menetas di duodenum, kemudian secara aktif menembus dinding usus dan via sirkulasi portal menuju jantung kanan. Kemudian larvanya masuk ke dalam sirkulasi pulmonal dan tersaring kapiler. Setelah kira-kira 10 hari di paru-paru, larva menempus kapiler dan masuk ke alveoli, melalui bronchi bermigrasi sampai trakea dan faring, lalu tertelan. Cacing akan menjadi matur dan kawin di dalam usus dan memproduksi telur yang akan keluar bersama tinja. Siklus ini membutuhkan waktu 8-12minggu mencapai 27.000.000 telur.

Pada tinja penderita askariasis yang membuang air tidak pada tempatnya dapat mengandung telur askariasis yang telah dubuahi. Telur ini akan matang dalam waktu 21 hari. bila terdapat orang lain yang memegang tanah yang telah tercemar telur Ascaris dan tidak mencuci tangannya, kemudian tanpa sengaja makan dan menelan telur Ascaris.

Telur akan masuk ke saluran pencernaan dan telur akan menjadi larva pada usus. Larva akan menembus usus dan masuk ke pembuluh darah. Ia akan beredar mengikuti sistem peredaran, yakni hati, jantung dan kemudian di paru-paru.

Pada paru-paru, cacing akan merusak alveolus, masuk ke bronkiolus, bronkus, trakea, kemudian di laring. Ia akan tertelan kembali masuk ke saluran cerna. Setibanya di usus, larva akan menjadi cacing dewasa.

Cacing akan menetap di usus dan kemudian berkopulasi dan bertelur. Telur ini pada akhirnya akan keluar kembali bersama tinja. Siklus pun akan terulang kembali bila penderita baru ini membuang tinjanya tidak pada tempatnya.

Gambar siklus hidup ascaris lumbricoides

E. Patofisiologi Penyakit

Patogenesis yang disebabkan infeksi Ascaris dihubungkan dengan (1) respon imun hospes,

(2) efek migrasi larva,

(3) efek mekanik cacing dewasa, dan

(4) defisiensi gizi akibat keberadaan cacing dewasa.

Ascaris menyebabkan penyakit yang disebut askariasis. Perjalanan larva melalui hati dan paru-paru biasanya tidak menimbulkan gejala,tetapi dalam jumlah besar dapat menimbulkan gejala pneuminitis. Ketika larva menembus jaringan paru masuk ke alveoli, dapat terjadi kerusakan pada epitel bronkhial. Dengan terjadi reinfeksi dan migrasi dapat menimbulkan obstruksi usus, masuk ke dalam saluran empedu, saluran pankreas, hati, rongga peritonium atau tempat-tempat kecil lain. Larva dalam jumlah sedikitpun dapat menimbulkan reaksi yang hebat. Reaksi jaringan dapat terjadi di sekitar larva dalam hati, paru-paru, disertai infiltrasi eosinofil, makrofag, dan sel epiteloid. Keadaan ini disebut sebagai pnemonitis ascaris yang disertai reaksi alergi seperti dispnea, batuk kering atau batuk produktif, mengi atau bronkhi kasar, demam C, dan eosinofilia yang bersifat sementara. Foto torax(39,9-40,0 menunjukkan ilfiltrat yang menghilang dalam tiga minggu. Keadaan ini disebut sindroma Loeffler.

Gejala klinis akan ditunjukkan pada stadium larva maupun dewasa.1. Pada stadium larva, Ascaris dapat menyebabkan gejala ringan di hati dan di paru-paru akan menyebabkan sindrom Loeffler. Sindrom Loeffler merupakan kumpulan tanda seperti demam, sesak nafas, eosinofilia, dan pada foto Roentgen thoraks terlihat infiltrat yang akan hilang selama 3 minggu.2. Pada stadium dewasa, di usus cacing akan menyebabkan gejala khas saluran cerna seperti tidak nafsu makan, muntah-muntah, diare, konstipasi, dan mual. Bila cacing masuk ke saluran empedu makan dapat menyebabkan kolik atau ikterus. Bila cacing dewasa kemudian masuk menembus peritoneum badan atau abdomen maka dapat menyebabkan akut abdomen.Setelah tertelan telur askariasis yang inefektif, telur ini akan menetap di bagian atas usus halus dengan melepaskan larva yang berbentuk rabditiformis. Larva ini akan menembus dinding usus dan mencapai venule dan pembuluh limfe kemudian melalui sirkulasi portal mencapai hati, bagian kanan jantung dan paru-paru.

Di dalam paru, larva akan merusak kapiler dan mulai mengikuti percabangan paru sampai mencapai glotis dan kemudian melewati epiglotis masuk ke dalam esofagus untuk seterusnya kembali ke usus halus, dimana meraka akan jadi matur dan berubah menjadi cacing dewasa.

Keseluruhan siklus mulai dari telur yang infektif sampai menjadi cacing dewasa memerlukan waktu sekitar 2 bulan. Infeksi bertahan dalam masyarakat akibat pembuangan feses di tanah yang memungkinkan perkembangan telur menjadi infektif lagi. Ini memerlukan waktu 2 minggu.

Selama fase migrasi, larva askariasis menyebabkan reaksi peradangan dengan terjadinya infiltrasi eosinofilia. Antigen ascariasis dilepaskan selama migrasi larva yang akan merangsang respon imunologis dalam tubuh dan respon ini telah pernah dibuktikan adanya pelepasan antibodi terhadap kelas IgG yang spesifik yang dapat membentuk reaksi complement-fixation dan precipitating. Mengenai respon kelas IgA terhadap infeksi ascariasis masih kurang diketahui.

Mekanisme pertahanan primer pada infestasi ascariasis mungkin suatu bentuk seluler. Selama fase intestinals maka gejala terutama berasal dari adanya cacing dalam usus atau akibat migrasi kedalam lumen usus yang lain atau perforasi ke dalam peritoneum.

Lebih lanjut ascariasis mengeluarkan antienzim sebagai suatu fungsi proteksi terhadap kelangsungan hidupnya dan ternyata antienzim ini di duga berhubungan dengan terjadinya malabsorbsi.

F. Tinjauan Penyakit Dari Segi Epidemiologi

Indonesia memiliki prevalensi askariasis tinggi, terutama pada anak. Frekuensinya antara 60-90 %. Kurangnya pemakaian jamban keluarga menimbulkan pencemaran tanah di sekitar halaman rumah, di bawah pohon, tempat mencuci, dan pembuangan sampah. C merupakan keadaan yang baik untuk berkembangnya telur(Tanah liat dengan kelembaban tinggi dan suhu berkisar antara 25-30 Ascaris lumbricoides menjadi bentuk infektif.Ascaris lumbricoides dijumpai diseluruh dunia dan diperkirakan 1,3 milyar orang pernah terinfeksi dengan cacing ini. Tidak jarang dijumpai infeksi campuran dengan cacing lain, terutama Trichuris trichiura. Telur yang infektif ditemukan di tanah, yang dapat bertahan bertahun-tahun. Manusia mendapat infeksi dengan cara tertelan telur cacing Ascaris lumbricoides yang infektif (telur yang mengandung larva). Hal ini terjadi karena termakan makanan atau minuman yang tercemar oleh telur cacing tadi (Djuanda,2010).Di daerah tropis, infeksi cacing ini mengenai hampir seluruh lapisan masyarakat, dan anak lebih sering terinfeksi. Bayi akan terinfeksi dengan cacing ini melalui jari ibunya yang mengandung telur Ascaris lumbricoides segera setelah lahir. Pencemaran tanah oleh telur cacing lebih sering disebabkan oleh tinja anak. Perbedaan insiden dan intensitas infeksi pada anak dan orang dewasa kemungkinan disebabkan oleh karena berbeda dalam kebiasaan, aktivitas dan perkembangan imunitas yang didapat (Djuanda, 2010).

Parasit ini terdapat di seluruh dunia, terutama di daerah tropis dengan sanitasi yang masih buruk. Di Indonesia, prevalensi askariasis masih sangat tinggi, terutama pada anak yang berusia 1-10 tahun. Di negara yang sudah maju, angka kejadian ini sudah sangat rendah.1. Penyebab

Ascaris lumbricoides, cacing gelang yang berukuran besar yang ada pada usus manusia. Ascariasis suum, parasit yang serupa yang terdapat pada Babi, jarang namun bisa berkembang menjadi dewasa pada usus manusia, namun ia dapat juga menyebabkan larva migrans.

Ascariasis disebabkan oleh mengkonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi roundworm eggs. Ascariasi adalah infeksi cacing pada usus yang paling umum. Ditemukan pada orang yang higienisnya buruk, sanitasi yang jelek, dan penggunaan feses sebagai pupuk.Pada tinja penderita askariasis yang membuang air tidak pada tempatnya dapat mengandung telur askariasis yang telah dubuahi. Telur ini akan matang dalam waktu 21 hari. bila terdapat orang lain yang memegang tanah yang telah tercemar telur Ascaris dan tidak mencuci tangannya, kemudian tanpa sengaja makan dan menelan telur Ascaris.Telur akan masuk ke saluran pencernaan dan telur akan menjadi larva pada usus. Larva akan menembus usus dan masuk ke pembuluh darah. Ia akan beredar mengikuti sistem peredaran, yakni hati, jantung dan kemudian di paru-paru.Pada paru-paru, cacing akan merusak alveolus, masuk ke bronkiolus, bronkus, trakea, kemudian di laring. Ia akan tertelan kembali masuk ke saluran cerna. Setibanya di usus, larva akan menjadi cacing dewasa. Cacing akan menetap di usus dan kemudian berkopulasi dan bertelur. Telur ini pada akhirnya akan keluar kembali bersama tinja. Siklus pun akan terulang kembali bila penderita baru ini membuang tinjanya tidak pada tempatnya.2. Angka Kejadian (Frekuensi) & Penyebaran di Indonesia

Menurut Margono (2000) dalam Oktavianto (2009), di Indonesia prevalensi askariasis tinggi, terutama pada anak. Frekuensinya antara 60-90%. Menurut Elmi et al (2004) dalam Oktavianto (2009), pada penelitian epidemiologi yang telah dilakukan hampir di seluruh Indonesia, terutama pada anak-anak sekolah dan umumnya didapatkan angka prevalensi tinggi yang bervariasi. Prevalensi askariasis di propinsi DKI Jakarta adalah 4-91%, Jabar 20-90%, Yogyakarta 12-85%, Jatim 16-74%, Bali 40-95%, NTT 10-75%, Sumut 46-75%, Sumbar 2-71%, Sumsel 51-78%, Sulut 30-72%.

3. Epidemiologi Deskriptif (Main, Place and Time)

a. Aspek Main

1) Umur

Pada umumnya lebih banyak ditemukan pada anak-anak berusia 5 10 tahun sebagai host (penjamu) yang juga menunjukkan beban cacing yang lebih tinggi (Haryanti, E, 1993). Ada beberapa kejadian yang menyerang orang dewasa namun frekuensinya rendah. Hal ini disebabkan oleh karena kesadaran anak-anak akan kebersihan dan kesehatan masih rendah ataupun mereka tidak berpikir sampai ke tahap itu. Sehinga anak-anak lebih mudah diinfeksi oleh larva cacing Ascaris misalnya melalui makanan, ataupun infeksi melalui kulit akibat kontak langsung dengan tanah yang mengandung telur Ascaris lumbricoides.

2) Kelas sosial

Hal ini juga terjadi pada golongan masyarakat yang memiliki tingkat social ekonomi yang rendah, sehingga memiliki kebiasaan membuang hajat (defekasi) ditanah, yang kemudian tanah akan terkontaminasi dengan telur cacing yang infektif dan larva cacing yang seterusnya akan terjadi reinfeksi secara terus menerus pada daerah endemik (Brown dan Harold, 1983).

3) Pekerjaan

Para pekerja tambang dan pekerja kebun yang menggunakan feses sebagai pupuk cenderung terpapar langsung dengan tanah yang terkontaminasi telur cacing infektif. Mereka beresiko terkena penyakit ascariasis karena keadaan lingkungan kerja yang tidak aman dan tidak sehat serta langsung berhubungan dengan media tanah.

4) Penghasilan

Seseorang dengan penghasilan rendah biasanya tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada untuk tindakan pencegahan dan peningkatan status kesehatan. Ini merupakan salah satu penyebab penyakit ascariasis, masyarakat dengan penghasilan rendah tidak mampu untuk menggunakan pelayanan kesehatan dalam rangka pencegahan dan peningkatan status kesehatan.

5) Pendidikan

Ascariasis banyak diderita oleh anak kecil karena tingkat pengetahuan mereka yang kurang dan kurangnya kesadaran mereka terhadap kebersihan dirinya. Selain itu, peran orang tua sangat penting untuk mengajarkan kepada anak bagaimana cara perawatan diri yang benar dan bagaimana menjaga kesehatan. Jika pendidikan dan pengetahuan orang tua rendah maka kesadaran mereka untuk memberikan pendidikan kesehatan dan melakukan pengawasan terhadap anak juga rendah. Hal ini yang menyebabkan tingginya angka penderita ascariasis pada anak.

b. Aspek Place

Cacing ini merupakan parasit yang kosmopolit yaitu tersebar diseluruh dunia, lebih banyak di temukan di daerah beriklim panas dan lembab. Di beberapa daerah tropik derajat infeksi dapat mencapai 100% dari penduduk.

Di pedesan kasus ini lebih tinggi prevalensinya, hal ini terjadi karena buruknya sistem sanitasi lingkungan di pedesaan, tidak adanya jamban sehingga tinja manusia tidak terisolasi sehingga larva cacing mudah menyebar.

c. Aspek Time

Perkembangan telur dan larva cacing sangat cocok pada iklim tropik dengan suhu optimal adalah 230C sampai 300C. Jenis tanah liat merupakan tanah yang sangat cocok untuk perkembangan telur cacing, sementara dengan bantuan angin maka telur cacing yang infektif bersama dengan debu dapat menyebar ke lingkungan. Jadi, penyebaran telur cacing ascariasis ini banyak terdapat pada saat cuaca panas dan berangin karena memudahkan perkembangbiakan serta penyebarannya.

4. Faktor Utama yang Mempengaruhi Penyakit (Model Beagehole)

a. Predisposis

1) Umur

Penyakit Ascariasis biasa menyerang anak-anak berusia 5-10 tahun. Ada pula yang menyerang dewasa tetapi prevalensinya sedikit.

2) Jenis Kelamin

Penyakit ascariasis menyerang wanita maupun pria. Tidak ada indikator khusus untuk kriteria penderita ascariasi.

b. Pemungkin

a. Pendapatan Rendah

1) Tingkat pendapatan rendah merupakan salah satu faktor penurunan kesadaran masyarakat untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang ada. Masyarakat dengan pendapatan rendah biasanya tidak memeriksakan kesehatan secara berkala sehingga tidak mengetahui kondisi kesehatannya karena keterbatasan biaya. Mengingat biaya kesehatan yang semakin tinggi.

2) Gizi Buruk

Gizi buruk yang menimpa penderita akan memudahkan penularan penyakit ascariasis. Hal ini dikarenakan penderita gizi buruk mengalami penurunan daya tahan atau imunitas. Daya tahan tubuh sangat penting untuk melindungi tubuh, salah satunya dari serangan parasit cacing.

3) Perumahan Kumuh

Kondisi lingkungan rumah yang kumuh dapat menyebabkan penyakit ascariasis. Sanitasi yang tidak baik akan menjadi tempat berkembangbiakan bibit penyakit. Misalnya sebuah perumahan yang memiliki sanitasi buruk dengan tempat pembuangan feses tidak tercover, akan menyebabkan pencemaran tanah oleh feses yang kemudian menjadi tempat berkembangbiakan telur cacing ascarisis.

Tanah yang tercemar tadi terpegang oleh sesorang dan seseorang tadi tidak mencuci tangan sebelum makan, maka orang tersebut menelan telur ascariasis dan terkenan penyakit ascariasis.

c. Pencetus

Penyakit ascariasis dipengaruhi oleh keadaan lingkungan yang kotor (sanitasi kehidupan sehari-hari, penggunaan feses sebagai pupuk masih banyak terdapat di masyarakat. Padahal bahaya dari pencemaran tanah akibat pupuk tersebut sangat mengancam kehidupan dan menjadi jalan masuk penyakit ascariasis.

Pola hidup tidak sehat dengan kurang memperhatikan kebersihan lingkunag dan kebersihan diri juga menjadi salah sati faktor pencetus penyakit ascariasis. Orang yang suka sembarangan makan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu sangat beresiko terkena penyakit ascariasis karena mereka menelan telur cacing ascariasis. Membuang feses tidak pada tempatnya (membuang hajat sembarangan) juga menjadi hal yang perlu diperhatikan. Tanah akan tercemar oleh feses dan menjadi tempat perkembangbiakan telur cacing ascariasis.

d. Pemberat

Jenis pekerjaan merupakan faktor pemberat dari penyakit ascariasis. Yang mudah terkena penyakit ini biasanya mereka yang bekerja di dan terpapar langsung dengan tanah. Hal ini dikarenakan tempat hidup cacing ascariasis banyak di tambang. Jenis pekerjaan lainnya yang memudahkan penularan telur cacing ascariasis adalah pekerja perkebunan yang menggunakan feses sebagai pupuk. Karena tanah tempat mereka bekerja menjadi tempat bertelurnya cacing ascariasis.

G. Manifestasi KlinikSebagian besar kasus tidak menunjukkan gejala, akan tetapi karena tingginya angka infeksi; morbiditasnya perlu diperhatikan. Gejala yang terjadi dapat disebabkan oleh :

1. Migrasi larva

Walaupun kerusakan hati dapat terjadi sewaktu larva melakukan siklus dari usus melalui hati ke paru, tetapi organ yang sering dikenai adalah paru, yang mana semua larva Ascaris lumbricoides harus melalui paru-paru sebelum menjadi cacing dewasa di usus. Hal ini terjadi sewaktu larva menembus pembuluh darah untuk masuk ke dalam alveoli paru. Pada infeksi yang ringan, trauma yang terjadi bisa berupa perdarahan (petechial hemorrhage), sedangkan pada infeksi yang berat, kerusakan jaringan paru dapat terjadi, sejumlah kecil darah mungkin mengumpul di alveoli dan bronkhiol yang kecil yang bisa mengakibatkan terjadinya edema pada organ paru. Semua hal ini disebut pneumonitis ascaris. Pneumonitis ascaris ini disebabkan oleh karena proses patologis dan reaksi alergik berupa peningkatan temperature sampai 39.5-40oC, pernafasan cepat dan dangkal (tipe asmatik), batuk kering atau berdahak (ditandai dengan Kristal Charcot-Leyden), ronkhi atau wheezing tanpa krepitasi yang berlangsung 1-2 minggu, eosinofilia transien, infiltrat pada gambaran radiologi (sindrom Loeffer) sehingga diduga sebagai pneumoni viral atau tuberculosis (Djuanda, 2010).

2. Cacing dewasa

Cacing dewasa biasanya hidup diusus halus. Gejala klinis yang paling menonjol adalah rasa tidak enak diperut, kolik akut pada daerah epigastrium, gangguan selera makan, mencret. Ini biasanya terjadi pada saat proses peradangan pada dinding usus. Pada anak kejadian ini bisa diikuti demam. Komplikasi yang ditakuti adalah bila cacing dewasa menjalar ke tempat lain dan menimbulkan gejala akut. Pada keadaan infeksi yang berat, paling ditakuti bila terjadi muntah cacing, yang akan dapat menimbulkan komplikasi penyumbatan saluran nafas oleh cacing dewasa. Pada keadaan lain dapat terjadi ileus oleh karena sumbatan pada usus oleh massa cacing, ataupun apendisitis sebagai akibat masuknya cacing kedalam lumen apendiks. Bisa dijumpai penyumbatan ampulla vateri ataupun saluran empedu dan terkadang masuk ke jaringan hati (Djuanda, 2010).

Gejala lain adalah sewaktu masa inkubasi dan pada saat cacing menjadi dewasa didalam usus halus, yang mana hasil metabolisme cacing dapat menimbulkan fenomena sensitisasi seperti urtikaria, asam bronchial, konjungtivitis akut, fotofobia dan terkadang hematuria. Eosinofilia 10% atau lebih sering pada infeksi dengan Ascaris lumbricoides, tetapi hal ini tidak menggambarkan beratnya penyakit, tetapi lebih banyak menggambarkan proses sensitisasi dan eosinofilia ini tidak patognomonis untuk infeksi Ascaris lumbricoide (Djuanda, 2010).

H. Diagnosis

Cara menegakkan diagnosis penyakit adalah dengan pemeriksaan tinja secara langsung. Adanya telur memastikan diagnosis askariasis. Diagnosis juga dapat dibuat bila cacing dewasa keluar sendiri baik melalui hidung, mulut, maupun tinja.

Dari gejala klinis sering kali susah untuk menegakkan diagnosis, karena tidak ada gejala klinis yang spesifik sehingga diperlukan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis ascariasis ditegakkan berdasarkan menemukan telur cacing dalam tinja (melalui pemeriksaan langsung atau metode konsenntrasi), larva dalam sputum, cacing dewasa keluar dari mulut, anus, atau dari hidung. Tingkat infeksi ascariasis dapat ditentukan dengan memeriksa jumlah telur per gram tinja atau jumlah cacing betina yang ada dalam tubuh penderita. Satu ekor cacing betina per-hari menghasilkan lebih kurang 200.000 telur, atau 2.000-3.000 telur per-gram tinja. Jika infeksi hanya oleh cacing jantan atau cacing yang belum dewasa sehingga tidak ditemukan telur dalam tinja penderita, untuk diagnosis dianjurkan dilakukan pemeriksaan foto thorax (Natadisastra, 2009).

I. Pencegahan

Anjuran mencuci tangan sebelum makan, menggunting kuku secara teratur, dan pemakaian jamban keluarga serta pemeliharaan kesehatan pribadi dan lingkungan merupakan tindakan pencegahan askariasis.Melaksanakan prinsip-prinsip kesehatan lingkungan yang baik, misalnya membuat kaskus yang baik untuk menghindari pencemaran tanah dengan tinja penderita, mencegah masuknya telur cacing yang mencemari makanan atau minuman dengan selalu memasak makanan dan minuman sebelum dimakan atau diminum, serta menjaga kebersihan perorangan (Soedarto, 2008).

Mengobati penderita serta pengobatan massal dengan obat cacing berspektrum lebar didaerah endemik dapat memutuskan rantai siklus hidup cacing ini dan cacing lainnya. Pendidikan kesehatan pada penduduk perlu dilakukan untuk menunjang upaya pencegahan penyebaran dan pemberantasan askariasis (Soedarto, 2008).

Penyakit ini dapat dicegah dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan yang baik. Pemakaian jamban keluarga dapat memutus rantai siklus hidup Ascaris lumbricoides ini. Lebih rincinya pencegahan dapat dilakukan dengan cara:1. Tidak makan makanan mentah (sayuran,daging babi, daging sapi dan daging ikan), buah dan melon dikonsumsi setelah dicuci bersih dengan air.

2. Minum air yang sudah dimasak mendidih baru aman.

3. Menjaga kebersihan diri, sering gunting kuku, membiasakan cuci tangan menjelang makan atau sesudah buang air besar.

4. Tidak boleh buang air kecil/besar di sembarang tempat, tidak menjadikan tinja segar sebagai pupuk; tinja harus dikelola dengan tangki septik, agar tidak mencemari sumber air.

5. Di Taman Kanak Kanak dan Sekolah Dasar harus secara rutin diadakan pemeriksaan parasit, sedini mungkin menemukan anak yang terinfeksi parasit dan mengobatinya dengan obat cacing.

6. Bila muncul serupa gejala infeksi parasit usus, segera periksa dan berobat ke rumah sakit .

7. Meski kebanyakan penderita parasit usus ringan tidak ada gejala sama sekali, tetapi mereka tetap bisa menularkannya kepada orang lain, dan telur cacing akan secara sporadik keluar dari tubuh bersama tinja, hanya diperiksa sekali mungkin tidak ketahuan, maka sebaiknya secara teratur memeriksa dan mengobatinya.

8. Pengobatan masal 6 bulan sekali di daerah endemik atau di daerah yang rawan askariasis.

9. Penyuluhan kesehatan tentang sanitasi yang baik, hygiene keluarga dan hygiene pribadi seperti:

a. Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman.

b. Sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak makan, tangan dicuci terlebih dahulu dengan menggunakan sabun.

c. Sayuran segar (mentah) yang akan dimakan sebagai lalapan, harus dicuci bersih dan disiram lagi dengan air hangat karena telur cacing Ascaris dapat hidup dalam tanah selama bertahun-tahun.

d. Buang air besar di jamban, tidak di kali atau di kebun.

10. Bila pasien menderita beberapa spesies cacing, askariasis harus diterapi lebih

dahulu dengan pirantel pamoat.

Pencegahan Penyakit (Model Clarck)a. PromotionPenyuluhan kesehatan tentang sanitasi yang baik dan tepat guna serta hygiene keluarga dan hygiene pribadi seperti : 1) Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman.2) Sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak makan, tangan dicuci terlebih dahulu dengan menggunkan sabun dan air mengalir.3) Bagi yang mengkonsumsi sayuran segar (mentah) sebagai lalapan, hendaklah dicuci bersih dan disiram lagi dengan air hangat.4) Ajarkan masyarakat menggunakan fasilitas jamban yang memenuhi syarat kesehatan.

5) Mengajarkan kepada masyarakat agar tidak membuang feses outdors.

6) Mengajarkan kepada masyarakat untuk tidak kontak langsung dengan tanah tanpa menggunakan pelidung diri (sarung tangan) apalagi dengan tanah yang terkontaminasi feses.

b. Specifik Protection1) Sediakan fasilitas yang cukup memadai untuk pembuangan kotoran yang layak dan cegah kontaminasi tanah pada daerah yang berdekatan langsung dengan rumah, terutama di tempat anak bermain.

2) Di daerah pedesaan, buatlah jamban umum yang konstruksinya sedemikian rupa sehingga dapat mencegah penyebaran telur askariasis melalui aliran air, angin, dan lain-lain. Kompos yang dibuat dari kotoran manusia untuk digunakan sebagai pupuk kemungkinan tidak membunuh semua telur.

3) Lakukan kegiatan pemberian obat cacing secara berkala di masyarakat melalui unit pelayanan kesehatan dasar (PUSKESMAS).

4) Di daerah endemis, jaga agar makanan selalu di tutup supaya tidak terkena debu dan kotoran. Makanan yang telah jatuh ke lantai jangan dimakan kecuali telah dicuci atau dipanaskan.

5) Ketika bepergian ke negara yang sanitasi dan higienisnya jelek, hindari makanan yang mungkin berkontaminasi dengan tanah.6) Mengadakan kemotrapi massal setiap 6 bulan sekali didaerah endemik ataupun daerah yang rawan terhadap penyakit askariasis.c. Early Diagnosis and Promt Treatment1) Melakukan pemerikasaan kesehatan secara berkala di unit pelayanan kesehatan agar mengetahui kondisi kesehatan dan bisa mencegah terkena penyakit ascariasis.

2) Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada untuk meningkatkan status kesehatan. Bisa dengan berkonsultasi dengan tenaga kesehatan agar memperoleh informasi tentang diagnosa penyakit dini.

d. Disabillity LimitationInvestigasi kontak dan sumber infeksi : cari dan temukan penderita lain yang perlu diberikan pengobatan. Perhatikan lingkungan yang tercemar yang menjadi sumber infeksi terutama disekitar rumah penderita. Penderita penyakit askariasis tidak perlu di isolasi ataupun di karantina karena tidak akan membahayakan orang lain dan dirinya sendiri.

Untuk penaganan wabah di daerah endemis tinggi cukup dengan pemberian penyuluhan tentang sanitasi lingkungan dan higiene perseorangan yang baik serta pengobatan massal kepada kelompok resiko tinggi terutama anak-anak.

e. RehabilitationWHO menyarankan strategi pemberantasan difokuskan pada penduduk dengan resiko tinggi termasuk pengobatan pada masyarakat (juga terhadap Trichuris trichura dan cacing tambang). Pengobatan dibnedakan berdasarkan prevalensi dan beratnya penyakit infeksi:

1) Pengobatan masal pada wanita (sekali setahun termasuk wanita hamil) dan anak prasekolah usia diatas satu tahun (2 kali setahun). Pengobatan massal untuk anak sekolah diberikan apabila lebih dari 10% menunjukkan adanya infeksi berat (> 50.000) telur askariasis/gram tinja tanpa melihat angka prevalensinya.

2) Pengobatan massal setahun sekali untuk risiko tinggi (termasuk wanita hamil) apabila prevalensinya > 50% dan infeksi berat pada anak sekolah < 10%.

3) Pengobatan individual, apabila prevalensinya < 50% dan infeksi berat pada anak sekolah < 10%.

J. PengobatanPengobatan dapat dilakukan secara perorangan atau masal pada masyarakat. Untuk perorangan dapat diberikan piperasin dosis tunggal untuk dewasa 3-4gram, anak 25mg/kgBB; pirantel pamoat dosis tunggal 10mg/kgBB; mebenzadol 2100mg/hr selama 3hr atau 500mg dosis tunggal; albenzadol dosis tunggal 400mg.

Pengobatan masal diperlukan beberapa syarat seperti:

obat mudah diterima masyarakat

aturan pemakaian sederhana

mempunyai efek samping minim

bersifat polivalen, sehingga dapat berkhasiat terhadap beberapa jenis cacing

harganya murah

Dan berikut daftar obat spesialite askariasis yang dapat dan seringkali ditemui di apotek :

NoJenis cacingNama genericDosisNama DagangBentuk sediaanPabrik

1.NematodeMebendazoleDosis tunggal 500 mg

Gavox-tablet 500 mgGuardian

Vermox-tablet 500 mg

Janssen-Cilag

Pyrantel pamoateDosis tunggal 10 mg/kg bb atau 250 mg/ 25 kgCombantrin- sirup 10ml

- tablet 250 mgPfizer

Compyrantel-kaplet 250mg

-tablet 125 mgMega Esa Farma

Helmintrin-tablet 125 mgErlimpex

Konvermex-tablet 125 mgKonimex

Omegfantrin-tablet 125 mg; 250 mgMutifa

Thiabendazole

Dosis maksimum 3 gr sehariMintezolTablet kunyah 500 mgMerck and Co., Inc (New Zealand)

Ivermectin

Dosis tunggal 150 mcg/ kg bbStromectolTablets 3 mgMerck and Co., Inc (New Zealand)

Diethylcarbamazine

(DEC)Dosis 3 x 2 mg/ kg bbBanocideSirup 100 ml

Tablet 50 mg; 100 mgGlaxo Smith Kline (India)

HetrazanTablet 50 mgWyeth (india)

NotezineTablet 50 mgSanofi-Aventis (Greece)

K. Riwayat Penyakit KhasKurang lebih 85% kasus askariasis tidak menunjukan gejala klinis (asimtomatik), namun beberapa individu dengan keluhan rasa terganggu di abdomen bagian atas dengan intensitas bervariasi. 1. Migrasi pulmonal

Pada awal migrasi larva melalui paru-paru pada umumnya tidak menimbulkan gejala klinis, namun pada onfeksi berat dapat menyebabkan pneumonitis. Larva Ascaris dapat menimbulakan reaksi hipersensitif pulmonum, reaksi inflamasi dan pada individu yang sensitif dapat menyebabakan gejala seperti asma misalnya batuk, demam, dan sesak nafas. Reaksi jaringan karena migrasi larva yakni inflamasi eosinofilik, granuloma pada jaringan dan hipersensitifitas local menyebabakan peningkatan sekresi mucus, inflamasi bronkiolar dan eksudat serosa. Pada kondisi berat karena larva yang mati, menimbulkan vaskulitis dengan reaksi granuloma perivaskuler. Inflamasi eosinofilik dekenal dengan lofflers sindrom.

2. Gejala alergi lainnya seperti urtikaria kemerahan di kulit (skin rash), nyeri pada mata dan insomnia karena reaksi alergi terhadap:

a) Ekskresi dan sekresi metabolik cacing dewasa

b) Cacing dewasa yang mati

3. Infeksi intestinal

a) Cacing dewasa menimbulkan gejala klinis ringan , kecuali pada infeksi berat. Gejala klinis yang sering timbul, gangguan abdominal, nausea, anoreksia dan diare.

b) Komplikasi serius akibat migrasi cacing dewasa ke pencernaan lebih atas akan menyebabkan muntah (cacing keluar lewat mulut atau hidung) atau keluar lewat rectum. Migrasi larva dapat terjadi sebagai akibat rangsangan panas (38,90C).

c) Sejumlah cacing dapat membentuk bolus (massa) yang dapat menyebabkan obstruksi intestinal secara parsial atau komplet dan menimbulkan rasa sakit pada abdomen, muntah dan kadang-kadang massa dapat di raba.

d) Migrasi cacing ke kandung empedu, menyebabkan kolik biliare dan kolangitis. Migrasi pada saluran pankreas menyebabkan pankreatitis. Apendisitis dapat disebabkan Ascaris yang bermigrasi ke dalam saluran apendiks.

4. Pada anak di bawah umur 5 tahun menyebabakan gangguan nutrisi berat karena cacing dewasa dan dapat di ukur secara langsung dari peningkatan nitrogen pada tinja. Gangguan absorpsi karbohidrat dapat kembali normal setelah cacing dieleminasi.

5. Ascaris dapat menyebabkan protein energy malnutrition. Pada anak-anak yang diinfeksi 13-14 cacing dewasa dapat kehilangan 4 gram protein dari diet yang mengandung 35-50 gram protein/hari (Ideham B dan Pusarawati S, 2007).

6. Efek terhadap ekonomi telah banyak diketahui orang, yaitu, menguras banyak uang, karena kemampuan A. lumbrikoides memakan karbohidrat yang cukup besar (Soedarmo, 2008).

BAB IIIPENUTUPA. Kesimpulan

Askariasis adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh cacing gelang Ascaris lumbricoides. Penyakit ini penyakit terbesar kedua di dunia yg disebabkan oleh parasit atau cacing, maka sangat penting untuk kita mengetahui penyakit tersebut. Pada dasarnya penyakit ini tidak membahayakan, kemungkinan untuk sembuh mencapai 80 hingga 99%. Parasit ini cukup unik dalam bertumbuh yaitu dengan cara telur bentuk infektif ( tertelan manusia ( menetas di usus halus ( larvanya menembus ddg usus halus ( masuk pembuluh darah/limfe( ke sirkulasi( jantung ( paru ( menembus ddg pemb.darah paru( ddg alveolus ( rongga alveolus ( bronkiolus ( bronkus ( trakea ( faring ( laring (Karena di laring ada benda asing: LARVA. Maka terjadilah refleks batuk) ( larva tertelan ke esofagus ( usus halus (jadi cacing dewasa).

Pencegahan merupakan suatu hal yang penting daripada mengobati, pencegahan timbulnya penyakit parasit ini dimulai dari hal yang sangat kecil, misalnya Minum air yang sudah dimasak mendidih baru aman. Dan masih banyak upaya untuk pencegahan yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

www.google.comwww.hendrick-nursingofgood.blogspot.comNugroho Taufan. 2010. Kamus Pintar Kesehatan. Yogyakarta: Mulia Medika.

Ngastiah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Mansjoer Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Medika Aesculapius.

Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007. Dinas Keseharan R.I.