Tugas Etika Profesionalitas Alfonsina AAT 115061100111027 Pelanggaran Kode Etik

download Tugas Etika Profesionalitas Alfonsina AAT 115061100111027 Pelanggaran Kode Etik

of 6

description

Etprof

Transcript of Tugas Etika Profesionalitas Alfonsina AAT 115061100111027 Pelanggaran Kode Etik

Alfonsina A. A. Torimtubun115061100111027PS Teknik Kimia FT UBSTUDI KASUS PELANGGARAN KODE ETIK INSINYUR

1. KASUS I : FORD PINTOA. URAIAN KASUSFord Pinto adalah mobil yang diproduksi oleh perusahaan Ford. Desainer Ford Pinto menempatkan tangki bahan bakar di bagian belakang mobil, di bagian belakang poros. Hal ini dilakukan untuk menciptakan ruang bagasi yang lebih besar. Desain ini sangat berbahaya, jika mobil ditabrak dari belakang dapat menyebabkan ledakan karena letak tangki bahan bakar di belakang mobil.

Gambar 1. Desain Ford PintoPada tanggal 10 Agustus 1978, sebuah Ford Pinto ditabrak dari belakang di jalan raya Indiana. Hantaman tabrakan itu menyebabkan tangki bahan bakar Pinto pecah, meledak kemudian terbakar. Hal ini mengakibatkan kematian tiga remaja putri yang berada di dalam mobil tersebut. Kejadian ini bukan pertama kalinya Pinto terbakar akibat tabrakan dari belakang. Dalam tujuh tahun sejak peluncuran Pinto, telah terdapat 50 tuntutan hukum yang berhubungan dengan tabrakan dari belakang. Kali ini, Ford dituntut di pengadilan kriminal akibat penumpangnya tewas (Fleddermann, 2006).Untuk kasus ini, desainer dan pihak Ford secara keseluruhan tidak memikirkan dampak berbahaya yang bisa terjadi. Desain dari mobil Ford Pinto tidak memikirkan aspek keamanan dan keselamatan nyawa pengemudi dan penumpangnya.Dilema yang dihadapi para desainer yang mengerjakan Pinto adalah menyeimbangkan keselamatan orang yang mengendarai mobil dan kebutuhan untuk memproduksi Pinto dengan harga yang dapat bersaing di pasar. Mereka harus berusaha menyeimbangkan tugas mereka kepada publik dan tugas mereka kepada atasan. Akhirnya usaha Ford untuk menghemat beberapa dolar dalam biaya manufaktur mengakibatkan pengeluaran jutaan dolar untuk membela diri dari tuntutan hukum dan membayar ganti rugi korban. Tentu saja ada juga kerugian hilangnya penjualan akibat publisitas buruk dan persepsi publik bahwa Ford tidak merancang produknya untuk keamanan pengendara. Semua menjadi dilema. Karena sangat sulit jika sebuah insititusi lebih mengutamakan laba perusahaan dariapda nyawa manusia.Pada awalnya desain yang berbahaya ini telah diketahui oleh perusahaan Ford sebelum mobil Ford Pinto dipasarkan, namun Ford lebih memilih untuk membayara biaya ganti rugi kematian daripada mendesain ulang tangki bahan bakar, karena dirasa akan membutuhkan biaya yang lebih besar (Fleddermann, 2006).

B. ANALISA KASUS :Kasus Ford Pinto merupakan salah satu kasus yang menyadarkan para insinyur bahwa pekerjaan insinyur memiliki dampak luas terhadap masyarakat, terutama mempengaruhi keselamatan masyarakat.Kesalahan etik dari Ford Pinto ini yaitu pada etika bisnis. Etika bisnis berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan pelaku bisnis. Etika bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam sistem dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa, serta diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam organisasi.Jika profesi insinyur dilakukan tanpa etika, mungkin sudah dapat dibayangkan apa yang akan terjadi. Ketika seorang insinyur merancang produk tidak memperhatikan aspek keamanan dan keselamatan serta pengaruhnya terhadap manusia, seperti halnya Ford Pinto, yang mereka pikirkan hanyalah keuntungan dari penjualan produk tersebut, pihak Ford harus masuk pengadilan dan mengeluarkan jutaan dolar untuk membela diri dari tuntutan hukum. Uang penting tetapi keselamatan orang lain harus lebih diutamakan daripada uang.Kejayaan suatu perusahaan besar dituntut dari hal-hal seperti kepercayaan, nama baik perusahaan, produk yang berkualitas, dan tentunya ketahanan terhadap persaingan dengan kompetitor. Dalam kasus Ford Pinto, keputusan bisnis yang dibuat untuk memenangkan persaingan dengan kompetitor telah mengabaikan kepercayaan, nama baik perusahaan, kualitas produk dengan mengabaikan etika-etika dasar yang harusnya ditaati.Kasus Ford Pinto tidak akan terjadi jika kebijakan bisnis untuk mendapatkan laba yang lebih besar dengan mengorbankan keamanan tidak diambil oleh Ford. Kepercayaan konsumen terhadap sebuah produk bisnis sangatlah penting, karena menjadi poin dasar dalam penentuan pemasaran produk dan keberlangsungan sebuah perusahaan.

2. KASUS II : LUMPUR LAPINDOA. URAIAN KASUSPada awalnya sumur Lapindo direncanakan hingga kedalaman 8500 kaki (2590 meter) untuk mencapai formasi Kujung (batu gamping). Sumur tersebut akan dipasangselubung bor(casing) yang ukurannya bervariasi sesuai dengan kedalaman untuk mengantisipasi potensicirculation loss(hilangnya lumpur dalam formasi) dankick(masuknya fluida formasi tersebut ke dalam sumur) sebelum pengeboran menembus formasi Kujung.Sesuai dengan desain awalnya, Lapindo sudah memasangcasing30 inchi pada kedalaman 150 kaki,casing20 inchi pada 1195 kaki,casing (liner)16 inchi pada 2385 kaki dancasing13-3/8 inchi pada 3580 kaki (Lapindo Press Rilis ke wartawan, 15 Juni 2006). Ketika Lapindo mengebor lapisan bumi dari kedalaman 3580 kaki sampai ke 9297 kaki, mereka belum memasang casing 9-5/8 inchiyang rencananyaakan dipasang tepat di kedalaman batas antara formasi Kalibeng Bawah dengan Formasi Kujung (8500 kaki).Diperkirakan bahwa Lapindo, sejak awal merencanakan kegiatan pemboran ini dengan membuatprognosispengeboran yang salah. Mereka membuat prognosis dengan mengasumsikanzona pemboran mereka di zona Rembang dengan target pemborannya adalah formasi Kujung.Padahal mereka membor di zona Kendeng yang tidak ada formasi Kujung-nya.Alhasil, mereka merencanakan memasangcasingsetelah menyentuh target yaitu batu gamping formasi Kujung yang sebenarnya tidak ada. Selama mengebor mereka tidak meng-casinglubang karena kegiatan pemboran masih berlangsung. Selama pemboran, lumpuroverpressure(bertekanan tinggi) dari formasi Pucangan sudah berusaha menerobos (blow out) tetapi dapat diatasi dengan pompa lumpur milik Lapindo (Medici).Setelah kedalaman 9297 kaki, akhirnya mata bor menyentuh batu gamping.Lapindo mengiratarget formasi Kujung sudah tercapai, padahal mereka hanya menyentuh formasi Klitik. Batu gamping formasi Klitik sangatporous(bolong-bolong).Akibatnyalumpur yang digunakan untuk melawan lumpur formasi Pucangan hilang (masuk ke lubang di batu gamping formasi Klitik) ataucirculation losssehingga Lapindo kehilangan/kehabisan lumpur di permukaan.Akibat dari habisnya lumpur Lapindo, maka lumpur formasi Pucangan berusaha menerobos ke luar (terjadikick). Mata bor berusaha ditarik tetapi terjepit sehingga dipotong. Sesuai prosedur standard, operasi pemboran dihentikan, perangkapBlow Out Preventer (BOP)di rig segera ditutup & segera dipompakan lumpur pemboran berdensitas berat ke dalam sumur dengan tujuan mematikankick.Kemungkinan yang terjadi, fluida formasi bertekanan tinggi sudah terlanjur naik ke atas sampai ke batas antaraopen-holedengan selubung di permukaan (surface casing) 13 3/8 inchi. Di kedalaman tersebut, diperkirakan kondisi geologis tanah tidak stabil & kemungkinan banyak terdapat rekahan alami (natural fissures) yang bisa sampai ke permukaan. Karena tidak dapat melanjutkan perjalanannya terus ke atas melalui lubang sumur disebabkan BOP sudah ditutup, maka fluida formasi bertekanan tadi akan berusaha mencari jalan lain yang lebih mudah yaitu melewati rekahan alami tadi & berhasil. Inilah mengapasurface blowoutterjadi di berbagai tempat di sekitar areasumur.

B. ANALISA KASUS :Selain bekerja secara profesional, insinyur juga dituntut untuk memiliki etika profesi. Insinyur amat berperan dalam menyejahterakan dan memudahkan kehidupan dalam masyarakat. Insinyur banyak dituntut untuk berpikir kritis, bukan secara asal-asalan melainkan dengan bukti dan data yang telah dihitung yang ditinjau secara matematika dan sains.Insinyur memiliki Kode Etik Engineer, di mana tindakan yang diperbuatnya akan memunculkan suatu peraturan. Namun kebanyakan orang tidak sadar ataupun sengaja melanggar kode etik tersebut, sehingga menimbulkan masalah di masyarakat yang alhasil bukan membantu namun semakin mempersulit masyarakat.Salah satu pelanggaran kode etik engineer yang kita kenal adalah peristiwa blow out lumpur lapindo. Umumnya bencana ini terjadi karena adanya mud volcano atau lumpur bawah tanah. Yang kedua adalah karenafenomena UGBO di mana fluida bawah tanah seperti air, minyak, atau gas keluar tanpa melalui lubang pengeboran.Penjelasan ilmiah atau secara umum semata-mata akan membawa kita pada kesimpulan bahwa banjir lumpur di Sidoarjo adalah sebuah bencana alam. Namun dibalik itu semua pastilah ada faktor manusia yang bekerja dibelakangnya sehingga alam pun bertindak. Aktivitas pengeboran, teknik apa yang digunakan, serta lokasi pengeboran adalah keputusan-keputusan yang diambil oleh manusia. Seperangkat keputusan inilah yang menjadi titik awal terjadinya bencana, para ahli kebanyakan hanya menduga tanpa memperhitungkan lebih dalam tentang pengeboran ini. Dari sudut pandang ini, tragedi lumpur panas bukanlah bencana alam, tetapi bencana teknologi yang terjadi karena kegagalan pengoperasian sistem teknologi.Kasus lumpur Lapindo menunjukkan ketiadaan etika rekayasa yang merupakan salah satu kode etik engineer. Dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pengeboran di Sidoarjo kebanyakan ahli hanyaberpikir kaku yang hanya berorientasi pada kebutuhan industri tanpa pernah peduli implikasi dari teknologi yang mereka gunakan di masyarakat. Mereka yang awalnya bertujuan untuk menyejahterakan masyarakat malah sebaliknya menyusahkan masyarakat dan juga menyulitkan pemerintah karena banyaknya dana yang harus ditanggung oleh pemerintahKetiadaan etika rekayasa adalah salah satu faktor yang mesti menjadi pelajaran penting agar kasus seperti lumpur Lapindo tidak terulang kembali.