tugas dr hilma

15
TUGAS KULIAH BLOK MENTAL HEALTH Depresi Post-Partum dan Gangguan Disosiatif Disusun oleh : Kelompok 3 KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEDOKTERAN PURWOKERTO 2012

Transcript of tugas dr hilma

TUGAS KULIAH BLOK MENTAL HEALTH Depresi Post-Partum dan Gangguan Disosiatif

Disusun oleh : Kelompok 3

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEDOKTERAN PURWOKERTO 2012

ANGGOTA KELOMPOK

G1A009005 G1A009012 G1A009018 G1A009028 G1A009068 G1A009070 G1A009072 G1A009082 G1A009087 G1A009091 G1A009107 G1A009004 G1A009026 G1A009019 G1A009011 G1A009034 G1A009042 G1A009114 G1A009117 G1A009121 G1A009129 K1A006112 G1A009027 G1A009003 G1A009010 G1A009086 G1A009093 G1A009104 G1A009109 G1A009116 G1A009119 G1A009135 G1A009126 G1A009127

LUCKY MARIAM NOVIA MANTARI ISTIANI DANU P NONI MINTY BELANTRIC MIFTAHUL FALAH YUNI SADDAM HUSEIN S RAHMAT HUSEIN ZAHRA IBADINA SILMI FARIZA ZUMALA LAILI KUNANGKUNANG P B ARAS NURBARICH A INDAH ANNISA D OCTI GUCHIANI DIKODEMUS GINTING MINA RAHMANDA PUTRI DIAS ISNANTI KINANTHI CAHYANING NUGROHO RIZKI P ARFIN HERI INDARTO UNGGUL ANUGRAH P AUZIA TANIA UTAMI WIDHITYA S P DANNIA RISKI ARIANI KHOIRUL ANAM KARINA ADISTIARINI RIZKA OKTAVIANA P FITRI YULIANTI SELLY MARCHELLA P. FELLICIA WIDYA W. DEVY DESTRIANA M. A. BENZA ASA DICARAKA BELLINDRA PUTRA H. SHABRINA RESI PUTRI HAFIDH RIZA PERDANA

Lecture 1 1. Apa saja gangguan kejiwaan yang dapat ditemui pada ibu pasca persalinan/nifas? Gangguan jiwa pasca persalinan atau nifas yaitu (Ostler, 2009): a. Baby Blues Baby blues dapat terjadi segera setelah kelahiran namun segera akan menghilang dalam beberapa hari sampai satu minggu. Kejadian ini terjadi pada sekitar 50%-80% dari ibu yang baru melahirkan dan biasanya terjadi dalam sepuluh hari pertama pasca melahirkan. Ibu yang baru melahirkan dapat merasakan perubahan mood yang cepat dan berganti-ganti (mood swing), kesedihan, suka menangis, hilang nafsu makan, gangguan tidur, mudah tersinggung, cepat lelah, cemas dan merasa kesepian. Gejalanya biasanya tidak terlalu berat dan pengobatan pada fase ini tidak diperlukan. Secara umum gejala ini akan hilang sendiri dalam waktu 10-14 hari pasca melahirkan. Hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan meminta bantuan dari pasangan untuk menemani, lebih pengertian dan mengayomi. b. Depresi Postpartum Depresi pasca melahirkan dapat terjadi kapan saja dalam waktu setahun setelah melahirkan namun biasanya dalam beberapa kepustakaan dikatakan sebulan setelah melahirkan. Hal yang paling membedakan dengan Baby Blues adalah pasien dengan depresi akan mengalami gangguannya lebih lama dan memerlukan pengobatan segera. Tanda dan gejalanya pun lebih berat daripada baby blues. c. Psikotik Postpartum Psikosis pasca melahirkan (puerperal psychosis) yang dapat terjadi sekitar 1 sampai 2 dari 1000 kelahiran pada satu tahun pertama pasca melahirkan. Gejala yang timbul dapat berupa agitasi, racing thoughts, pembicaran yang cepat, insomnia, keinginan membunuh diri dan membunuh bayinya, waham dan halusinasi. Kadang juga terdapat pikiran obsesif tentang bayinya. Wanita dengan gangguan bipolar dan gangguan

skizoafektif merupakan wanita dengan resiko yang tinggi untuk terjadinya psikosis pasca melahirkan.

2.

Bagaimana membedakan antara gangguan2 tersebut? Tabel Perbandingan Baby Blues dan Postpartum Depression (Miller, 2002) Karakteristik Onset Baby Blues Depresi postpartum 3- 5 hari setelah melahirkan Dalam 3 6 bulan setelah melahirkan Durasi Hari sampai minggu Bulan sampai tahun jika tidak diobati Dihubungkan dengan stressor Pengaruh sosial budaya Tidak; hadir pada semua budaya dan kelas sosial ekonomi Riwayat kelainan mood Tidak ada hubungan Riwayat keluarga kelainan mood Kelabilan mood Iya Sering ada, tapi kadangkadang mood dengan depresi seragam Anhedonia Gangguan tidur Berpikiran bunuh diri Tidak Kadang-kadang Iya Sering Hampir selalu Kadang-kadang Sering Sering ada dan berlebihan Psikotik postpartum merupakan kelanjutan dari depresi postpartum. Biasanya sudah terdapat halusinasi. Tidak ada hubungan Berhubungan kuat Berhubungan kuat Berhubungan kuat Tidak Iya

Pikiran membunuh bayi Jarang Merasa bersalah Tidak ada atau ringan

3.

Apa penyebabnya? a. b. c. d. e. f. g. h. i. Riwayat depresi sebelumnya Kesiapan peran ibu Dukungan sosial (suami, keluarga) Kesesuaian suami istri Stres saat hamil Status mental suami Kondisi bayi Hormonal Budaya

Pitt (Regina dkk, 2001), mengemukakan 4 faktor penyebeb depresi postpartum sebagai berikut : a. Faktor konstitusional. Gangguan post partum berkaitan dengan status paritas adalah riwayat obstetri pasien yang meliputi riwayat hamil sampai bersalin serta apakah ada komplikasi dari kehamilan dan persalinan sebelumnya dan terjadi lebih banyak pada wanita primipara. Wanita primipara lebih umum menderita blues karena setelah melahirkan wanita primipara berada dalam proses adaptasi, kalau dulu hanya memikirkan diri sendiri begitu bayi lahir jika ibu tidak paham perannya ia akan menjadi bingung sementara bayinya harus tetap dirawat. b. Faktor fisik. Perubahan fisik setelah proses kelahiran dan memuncaknya gangguan mental selama 2 minggu pertama menunjukkan bahwa faktor fisik dihubungkan dengan kelahiran pertama merupakan faktor penting. Perubahan hormon secara drastis setelah melahirkan dan periode laten selama dua hari diantara kelahiran dan munculnya gejala. Perubahan ini sangat berpengaruh pada keseimbangan. Kadang progesteron naik dan estrogen yang menurun secara cepat setelah melahirkan merupakan faktor penyebab yang sudah pasti.

c.

Faktor psikologis. Peralihan yang cepat dari keadaan dua dalam satu pada akhir kehamilan menjadi dua individu yaitu ibu dan anak bergantung pada penyesuaian psikologis individu.

d.

Faktor sosial. Paykel (Regina dkk, 2001) mengemukakan bahwa pemukiman yang tidak memadai lebih sering menimbulkan depresi pada ibu ibu, selain kurangnya dukungan dalam perkawinan.

Menurut Kruckman (Yanita dan zamralita, 2001), menyatakan terjadinya depresi pascasalinan dipengaruhi oleh faktor : a. Biologis. Faktor biologis dijelaskan bahwa depresi postpartum sebagai akibat kadar hormon seperti estrogen, progesteron dan prolaktin yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dalam masa nifas atau mungkin perubahan hormon tersebut terlalu cepat atau terlalu lambat. b. Karakteristik ibu, yang meliputi : 1) Faktor umur Faktor usia perempuan yang bersangkutan saat kehamilan dan persalinan seringkali dikaitkan dengan kesiapan mental perempuan tersebut untuk menjadi seorang ibu. 2) Faktor pengalaman Lebih sering terjadi pada primipara 3) Faktor pendidikan. Perempuan yang berpendidikan tinggi menghadapi tekanan sosial dan konflik peran, antara tuntutan sebagai perempuan yang memiliki dorongan untuk bekerja atau melakukan aktivitasnya diluar rumah, dengan peran mereka sebagai ibu rumah tangga dan orang tua dari anakanak mereka (Kartono, 1992). 4) Faktor selama proses persalinan. Hal ini mencakup lamanya persalinan, serta intervensi medis yang digunakan selama proses persalinan. Diduga semakin besar trauma

fisik yang ditimbulkan pada saat persalinan, maka akan semakin besar pula trauma psikis yang muncul dan kemungkinan perempuan yang bersangkutan akan menghadapi depresi pascasalin. 5) Faktor dukungan sosial. Banyaknya kerabat yang membantu pada saat kehamilan, persalinan dan pascasalin, beban seorang ibu karena kehamilannya sedikit banyak berkurang.

4.

Bagaimana cara mencegahnya? Pencegahan depresi post partum adalah dengan mengurangi faktor resiko terjadinya gangguan psikologis pada ibu hamil dan pasca melahirkan. Hal-hal yang dapat dilakukan antara lain: a. Luangkan waktu untuk diri sendiri, saat awal mempunyai bayi biasanya waktu tersita untuk merawat bayi. Oleh karena itu penting untuk menyediakan waktu guna memenuhi kebutuhan ibu. b. c. Saling support antara suami istri. Makan makanan yang bergizi, defisiensi nutrisi dapat memicu depresi (Freeman, 2006). d. Konsumsi cukup omega 3. Penelitian menunjukan hubungan signifikan antara defisiensi omega 3 dengan depresi pasca persalinan (Freeman, 2006). e. Tidur cukup. Kondisi tubuh yang kurang tidur membuat ibu lebih irritable dan mudah depresi. f. Olahraga. Banyak penelitian menunjukan olahraga merupakan terapi

yang efektif dalam penanganan depresi secara umum. Randomized controlled trials di Australia menunjukan olahraga berfungsi sebagai terapi adjuvan pada depresi pasce persalinan (Daley, 2007). g. h. Minta bantuan keluarga dalam mengurus bayi. Jangan ragu berkonsultasi dengan tenaga medis jika merasa ada tandatanda depresi pasce persalinan seperti kehilangan minat pada bayi, halusinasi, merasa sedih, dll.

i.

Jika

mempunyai

riwayat

depresi

pasca

persalinan

sebaiknya

berkonsultasi dengan dokter agar mendapatkan obat sebagai profilaksis.

5.

Bagaimana cara mengatasinya? a. Dukungan dari anggota keluarga dan teman-teman biasanya semuanya itu dibutuhkan. b. Bila depresi terdiagnosa, bantuan professional juga diperlukan. Biasanya, kombinasi konseling dan antidepresan dianjurkan. c. Seorang wanita yang mengalami postpartum psychosis bisa memerlukan rawat inap, terutama di ruangan yang memperbolehkan bayi tersebut tinggal bersama ibunya. Wanita tersebut membutuhkan obat-obatan antipsychotic sebaik antidepresan. d. Seorang wanita yang menyusui harus berkonsultasi dengan dokter sebelum menggunakan berbagai obat-obatan ini untuk memastikan kapan saatnya dia bisa melanjutkan untuk menyusui.

Lecture 2 6. Apa yang dimaksud gangguan disosiatif? Gangguan disosiatif adalah kehilangan keutuhan keadaan kesadaran sehingga penderita merasa tidak memiliki identitas atau memiliki identitas ganda. Disosiasi timbul sebagai suatu pertahanan terhadap trauma.

7.

Apa saja yang termasuk gangguan disosiatif? a. Amnesia Disosiatif Pada Amnesia disosiatif biasanya didapati gangguan ingatan yang spesifik saja dan tidak bersifat umum.Informasi yang dilupakan biasanya tentang peristiwa yang menegangkan atau traumatik, dalam kehidupan seseorang. Bentuk umum dari amnesia disosiatif melibatkan amnesia untuk identitas pribadi seseorang, tetapi daya ingat informasi umum adalah utuh. b. Fugue Disosiatif Perilaku seseorang pasien dengan fugue disosiatif adalah lebih bertujuan dan terintegrasi dengan amnesianya dibandingkan pasien dengan amnesia disosiatif. Pasien dengan fugue disosiatif telah berjalan jalan secara fisik dari rumah dan situasi kerjanya dan tidak dapat mengingat aspek penting identitas mereka sebelumnya ( nama,keluarga, pekerjaan). Pasien tersebut seringkali, tetapi tidak selalu, mengambil identitas dan pekerjaan yang sepenuhnya baru, walaupun identitas baru biasanya kurang lengkap dibandingkan kepribadian ganda yang terlihat pada gangguan identitas disosiatif. c. Gangguan Depersonalisasi Gangguan di mana adanya perubahan dalam persepsi atau pengalaman individu mengenai dirinya. d. Gangguan Identitas Disosiatif Individu memiliki setidaknya dua kepribadian yang berbeda (adanya perbedaan dalam keberadaan, feeling, perilaku), bahkan ada yang bertolak belakang. e. Stupor Disosiatif

Stupor Disosiatif bisa didefinisikan sebagai sangat berkurangnya atau hilangnya gerakan gerakan voulunter dan respon normal terhadap rangsangan luar, seperti misalnya cahaya, suara, dan perabaan ( sedangkan kesadaran dalam artian fisiologis tidak hilang ). f. Gangguan Trans atau Kesurupan Gangguan Trans atau Kesurupan dalam PPDGJ-III disbutkan bahwa gangguan ini menunjukkan adanya kehilangan sementara aspek penghayatan akan identitas diri dan kesadaran terhdap lingkungannya; dalam beberapa kejadian, individu tersebut berprilaku seakan-akan dikuasai oleh kepribadian lain, kekuatan gaib, malaikat atau kekuatan lain. g. Gangguan Motorik Disosiatif Gangguan Motorik Disosiatif dalam bentuk yang paling umum adalah ketidakmampuan untuk menggerakkan seluruh ataupun sebagian dari anggota gerak (tangan maupun kaki. h. Konvulsi Disosiatif Konvulsi disosiatif atau disebut juga pseudo seizures dapat sangat mirip dengan kejang epileptic dalam hal gerak-gerakannya, akan tetapi sangat jarang disertai dengan lidah tergigit, luka serius karena jatuh saat serangan berlangsung dan mengompol. Juga tidak dijumpai kehilangan kesadaran.

8.

Mengapa terjadi gangguan disosiatif? Karena adanya factor pencetus berupa tekanan atau trauma psikologis yang tidak berhubungan dengan gangguan fisik dengan kaitan waktu yang jelas dan tubuh merespon sebagai mekanisme pertahanan diri sehingga timbulah gejala-gejala gangguan kesadaran, ingatan, identitas, dll. Manifestasi ini biasanya berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari.

9.

Bagaimana membedakan masing-masing gangguan disosiatif? a. Amnesia Disosiatif

1) Hilangnya daya ingat (sebagian / seluruh), biasanya mengenai kejadian-kejadian penting (stressful, traumatik) yang baru terjadi, tidak disebabkan gangguan mental organic, kelupaan, kelelahan, intoksikasi. 2) Individu tiba-tiba menjadi tidak dapat mengingat kembali informasi personal yang penting (biasanya setelah mengalami beberapa peristiwa stressful). 3) Selama periode amnesia, perilaku atau kemampuan individu mungkin tidak berubah, kecuali bahwa hilangnya memori menyebabkan beberapa disorientasi, tidak mengenali identitas (asal, teman, keluarga, dll) 4) Hilangnya memori 5) Bisa hanya untuk peristiwa tertentu atau seluruh peristiwa kehidupan 6) Biasanya berlangsung dalam periode waktu tertentu, bisa beberapa jam sampai dengan beberapa tahun 7) Memori biasanya kembali muncul secara tiba-tiba juga, lengkap seperti sebelumnya (hanya sedikit kemungkinan untuk kambuh) 8) Hilangnya memori tidak sama dengan yang disebabkan oleh kerusakan otak atau karena ketergantungan obat. b. Fugue Disosiatif 1) Gangguan di mana individu melupakan informasi personal yang penting dan membentuk identitas baru, juga pindah ke tempat baru. 2) Individu tidak hanya mengalami amnesia secara total, namun juga tiba-tiba pindah (melarikan diri) dari rumah dan pekerjaan, serta membentuk identitas baru. 3) Biasanya terjadi setelah seseorang mengalami beberapa stress yang berat (konflik dengan pasangan, kehilangan pekerjaan, penderitaan karena bencana alam). 4) Identitas baru sering berkaitan dengan nama, rumah, pekerjaan bahkan karakteristik personality yang baru. Di kehidupan yang baru, individu bisa sukses walaupun tidak mampu untuk mengingat masa lalu.

5) Recovery biasanya lengkap dan individu biasanya tidak ingat apa yang terjadi selama fugue. c. Gangguan Depersonalisasi 1) Gangguan di mana adanya perubahan dalam persepsi atau pengalaman individu mengenai dirinya. 2) Individu merasa tidak riil dan merasa asing terhadap diri dan sekelilingnya, cukup mengganggu fungsi dirinya. 3) Memori tidak berubah, tapi individu kehilangan sense of self. 4) Gangguan ini menyebabkan stress dan menimbulkan hambatan dalam berbagai fungsi kehidupan. 5) Biasanya terjadi setelah mengalami stress berat, seperti kecelakaan atau situasi yang berbahaya. 6) Biasanya berawal pada masa remaja dan perjalanannya bersifat kronis (dalam waktu yang lama). d. Gangguan Identitas Disosiatif 1) Individu memiliki setidaknya dua kepribadian yang berbeda (adanya perbedaan dalam keberadaan, feeling, perilaku), bahkan ada yang bertolak belakang. 2) Adanya dua atau lebih kepribadian yang terpisah dan berbeda pada seseorang. Setiap kepribadian memiliki pola perilaku, hubungan dan memori masing-masing. 3) Kepribadian yang asli dan pecahannya kadang dapat menyadari adanya periode waktu yang hilang, adanya kepribadian yang lain. Suara dari kepribadian yang lain sering bergema, masuk ke kesadaran mereka tapi tidak diketahui milik siapa. 4) Gap dalam memori mungkin terjadi jika suatu kepribadian tidak berkaitan dengan kepribadian yang lain. 5) Keberadaan pribadi-pribadiyang berbeda menyebabkan gangguan dalam kehidupan seseorang dan tidak dapat disembuhkan seketika oleh obat-obatan.

6) Biasanya muncul di awal masa kanak-kanak (adanya trauma berat di masa kanak-kanak), namun jarang didiagnosis sampai masa remaja. Lebih berat dari bentuk gangguan disosiatif lainnya 7) Wanita > pria 8) Ketidak mampuan mengingat informasi penting yang tidak terlalu ekstensif untuk dapat dikatakan sebagai kelupaan biasa 9) Gangguan bukan diakibatkan oleh efek-efek fisiologis dari substansi tertentu (misalnya intoksikasi alcohol) atau kondisi medis secara umum. e. Stupor Disosiatif 1) Berkurangnya atau hilangnya gerakan gerakan voulunter dan respon normal terhadap rangsangan luar, seperti misalnya cahaya, suara, dan perabaan 2) Kesadaran dalam artian fisiologis tidak hilang ). f. Gangguan Trans atau Kesurupan 1) Adanya kehilangan sementara aspek penghayatan akan identitas diri 2) Adanya kehilangan sementara kesadaran terhdap lingkungannya 3) Dalam beberapa kejadian, individu tersebut berprilaku seakan-akan dikuasai oleh kepribadian lain, kekuatan gaib, malaikat atau kekuatan lain. g. Gangguan Motorik Disosiatif tidakmampu untuk menggerakkan seluruh ataupun sebagian dari anggota gerak (tangan maupun kaki). h. Konvulsi Disosiatif 1) Mirip dengan kejang epileptic dalam hal gerak-gerakannya, akan tetapi sangat jarang disertai dengan lidah tergigit, luka serius karena jatuh saat serangan berlangsung dan mengompol. 2) Tidak dijumpai kehilangan kesadaran.

DAFTAR PUSTAKA

Daley, Amanda., et all. 2007. The Role of Exercise in Treating Postpartum Depression: A Review of the Literature. J Midwifery Womens Health. 52: 56-62. Freeman., et all. 2006. Randomized Dose Ranging Pilot Trial of Omega 3- Fatty Acids for Postpartum Depression. Acta Psychiatry Scand. 113: 31-35 Kaplan, Harold., Benjamin Sadock., Jack Grebb. 2010. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Tangerang: Bina Rupa Aksara Kartono, K. 1992. Psikologi Wanita : Mengenal Wanita Sebagai Ibu dan Nenek. Jilid Dua. Bandung : Mandar Maju. Miller LJ. 2002. How baby blues and postpartum depression differ. Women's Psychiatric Health. The KSF Group Ostler, Teresa. 2009. Mental Illness in the Peripartum Period. University of Illinois at Urbana-Champaign. Available from URL:

http://main.zerotothree.org/site/DocServer/29-5_Ostler.pdf?docID=9261 diakses tanggal 4 Mei 2012. Regina, Pudjibudojo, J. K dan Malinton, P. K. 2001. Hubungan Antara Depresi Postpartum Dengan Kepuasan Seksual Pada Ibu Primipara. Anima Indonesian Psychological Journal. Vol. 16. No. 3. 300 314. Yanita, A, dan Zamralita. 2001. Persepsi Perempuan Primipara Tentang Dukungan Suami Dalam Usaha Menanggulangi Gejala Depresi pascasalin. Phronesis. Vol.3. No : 5. 34 50.