tugas dr bima_2

129
I. Etika kedokteran dalam anestesia dan terapi intensif 1. Etika kedokteran dalam anestesia dan terapi intensif A. Informed consent Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 779/Menkes/SK/VIII/2008 tentang Standar Pelayanan Anestesiologi dan Reanimasi di Rumah Sakit, penyuluhan dan upaya mendapatkan persetujuan pasien atas tindakan medik dilakukan pada waktu kunjungan pra-bedah. Syarat-syarat hukum dan administratif harus dipenuhi dan dicatat dalam lembar catatan medik. Formulir persetujuan tindakan medik (informed consent) ditandatangani oleh : 1) Pasien dan atau keluarga sesuai persyaratan hukum dan administrasi yang berlaku 2) Dokter atau perawat yang diberi pelimpahan wewenang untuk itu 3) Seorang saksi, sebaiknya petugas rumah sakit B. Proses kematian dan mati batang otak a) Penentuan mati Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2014 Tentang Penentuan Kematian Dan Pemanfaatan Organ Donor, Penentuan Mati Batang Otak : Pasal 9 (1) Penentuan seseorang mati batang otak hanya dapat dilakukan oleh tim dokter yang terdiri atas 3 (tiga) orang dokter yang kompeten. (2) Anggota tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melibatkan dokter spesialis anestesi dan dokter spesialis syaraf. (3) Dalam hal penentuan mati batang otak dilakukan pada calon donor organ, maka tim dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan merupakan dokter yang terlibat dalam tindakan transplantasi. (4) Masing-masing anggota tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan pemeriksaan secara mandiri dan terpisah. (5) Diagnosis mati batang otak harus dibuat di ruang rawat intensif (Intensive Care Unit). Pasal 10

description

ftrfttu

Transcript of tugas dr bima_2

  • I. Etika kedokteran dalam anestesia dan terapi intensif

    1. Etika kedokteran dalam anestesia dan terapi intensif

    A. Informed consent

    Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

    779/Menkes/SK/VIII/2008 tentang Standar Pelayanan Anestesiologi dan Reanimasi di

    Rumah Sakit, penyuluhan dan upaya mendapatkan persetujuan pasien atas tindakan

    medik dilakukan pada waktu kunjungan pra-bedah. Syarat-syarat hukum dan

    administratif harus dipenuhi dan dicatat dalam lembar catatan medik. Formulir

    persetujuan tindakan medik (informed consent) ditandatangani oleh :

    1) Pasien dan atau keluarga sesuai persyaratan hukum dan administrasi yang berlaku

    2) Dokter atau perawat yang diberi pelimpahan wewenang untuk itu

    3) Seorang saksi, sebaiknya petugas rumah sakit

    B. Proses kematian dan mati batang otak

    a) Penentuan mati

    Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 37 Tahun

    2014 Tentang Penentuan Kematian Dan Pemanfaatan Organ Donor, Penentuan Mati

    Batang Otak :

    Pasal 9

    (1) Penentuan seseorang mati batang otak hanya dapat dilakukan oleh tim dokter yang

    terdiri atas 3 (tiga) orang dokter yang kompeten.

    (2) Anggota tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melibatkan dokter

    spesialis anestesi dan dokter spesialis syaraf.

    (3) Dalam hal penentuan mati batang otak dilakukan pada calon donor organ, maka

    tim dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan merupakan dokter yang

    terlibat dalam tindakan transplantasi.

    (4) Masing-masing anggota tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan

    pemeriksaan secara mandiri dan terpisah.

    (5) Diagnosis mati batang otak harus dibuat di ruang rawat intensif (Intensive Care

    Unit).

    Pasal 10

  • (1) Pemeriksaan seseorang mati batang otak dilakukan pada pasien dengan keadaan

    sebagai berikut:

    a) koma unresponsive/GCS 3 atau Four Score 0;

    b) tidak adanya sikap tubuh yang abnormal (seperti dekortikasi, atau

    deserebrasi); dan

    c) tidak adanya gerakan yang tidak terkoordinasi atau sentakan epileptik.

    (2) Syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan pemeriksaan mati batang otak

    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

    a) terdapat prakondisi berupa koma dan apnea yang disebabkan oleh kerusakan

    otak struktural ireversibel akibat gangguan yang berpotensi menyebabkan mati

    batang otak; dan

    b) tidak ada penyebab koma dan henti nafas yang reversibel antara lain karena

    obat-obatan, intoksikasi, gangguan metabolik dan hipotermia.

    Pasal 11

    Prosedur pemeriksaan mati batang otak dilakukan sebagai berikut:

    a. memastikan arefleksia batang otak yang meliputi:

    1. tidak adanya respons terhadap cahaya;

    2. tidak adanya refleks kornea;

    3. tidak adanya refleks vestibulo-okular;

    4. tidak adanya respons motorik dalam distribusi saraf kranial terhadap rangsang

    adekuat pada area somatik; dan

    5. tidak ada refleks muntah (gag reflex) atau refleks batuk terhadap rangsang

    oleh kateter isap yang dimasukkan ke dalam trakea.

    b. memastikan keadaan henti nafas yang menetap dengan cara:

    1. pre oksigenisasi dengan O2 100% selama 10 menit;

    2. memastikan pCO2 awal testing dalam batas 40-60 mmHg dengan memakai

    kapnograf dan atau analisis gas darah (AGD);

    3. melepaskan pasien dari ventilator, insuflasi trakea dengan O2 100%, 6

    L/menit melalui kateter intra trakeal melewati karina;

    4. observasi selama 10 menit, bila pasien tetap tidak bernapas, tes dinyatakan

    positif atau berarti henti napas telah menetap.

  • c. bila tes arefleksia batang otak dan tes henti napas sebagaimana dimaksud pada

    huruf a dan huruf b dinyatakan positif, tes harus diulang sekali lagi dengan interval

    waktu 25 menit sampai 24 jam.

    d. bila tes ulangan sebagaimana dimaksud pada huruf c tetap positif, pasien

    dinyatakan mati batang otak, walaupun jantung masih berdenyut.

    e. bila pada tes henti napas timbul aritmia jantung yang mengancam nyawa maka

    ventilator harus dipasang kembali sehingga tidak dapat dibuat diagnosis mati batang

    otak.

    Pasal 12

    Penetapan waktu kematian pasien adalah pada saat dinyatakan mati batang

    otak, bukan saat ventilator dilepas dari mayat atau jantung berhenti berdenyut.

    Pasal 13

    (1) Setelah seseorang ditetapkan mati batang otak, maka semua terapi bantuan hidup

    harus segera dihentikan.

    (2) Dalam hal pasien merupakan donor organ, terapi bantuan hidup diteruskan sampai

    organ yang dibutuhkan diambil.

    (3) Pembiayaan tindakan medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibebankan

    kepada penerima donor organ.

    b) Withdrawal dan witholding terapi di ICU

    Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

    519/Menkes/Per/Iii/2011 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan

    Anestesiologi Dan Terapi Intensif Di Rumah Sakit,

    Penghentian terapi bantuan hidup (with-drawing life supports) adalah

    menghentikan sebagian atau semua terapi bantuan hidup yang sudah diberikan pada

    pasien. Penundaan terapi bantuan hidup (with-holding life supports) adalah menunda

    pemberian terapi bantuan hidup baru atau lanjutan tanpa menghentikan terapi bantuan

    hidup yang sedang berjalan.

    Pengelolaan Akhir Kehidupan

    1. Pengelolaan akhir kehidupan meliputi penghentian bantuan hidup (withdrawing

    life support) dan penundaan bantuan hidup (withholding life support).

  • 2. Keputusan withdrawing/withholding dilakukan pada pasien yang dirawat di ruang

    rawat intensif (ICU dan HCU). Keputusan penghentian atau penundaan bantuan

    hidup adalah keputusan medis dan etis.

    3. Keputusan untuk penghentian atau penundaan bantuan hidup dilakukan oleh 3

    (tiga) dokter yaitu dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki

    kompetensi dan 2 (dua) orang dokter lain yang ditunjuk oleh komite medis rumah

    sakit.

    4. Prosedur pemberian atau penghentian bantuan hidup ditetapkan berdasarkan

    klasifikasi setiap pasien di ICU atau HCU, yaitu:

    a. Bantuan total dilakukan pada pasien sakit atau cedera kritis yang diharapkan

    tetap dapat hidup tanpa kegagalan otak berat yang menetap. Walaupun sistem

    organ vital juga terpengaruh, tetapi kerusakannya masih reversibel. Semua

    usaha yang memungkinkan harus dilakukan untuk mengurangi morbiditas dan

    mortalitas.

    b. Semua bantuan kecuali RJP (DNAR = Do Not Attempt Resuscitation),

    dilakukan pada pasien-pasien dengan fungsi otak yang tetap ada atau dengan

    harapan pemulihan otak, tetapi mengalami kegagalan jantung, paru atau organ

    yang lain, atau dalam tingkat akhir penyakit yang tidak dapat disembuhkan.

    c. Tidak dilakukan tindakan-tindakan luar biasa, pada pasien-pasien yang jika

    diterapi hanya memperlambat waktu kematian dan bukan memperpanjang

    kehidupan. Untuk pasien ini dapat dilakukan penghentian atau penundaan

    bantuan hidup. Pasien yang masih sadar tapi tanpa harapan, hanya dilakukan

    tindakan terapeutik/paliatif agar pasien merasa nyaman dan bebas nyeri.

    d. Semua bantuan hidup dihentikan pada pasien dengan kerusakan fungsi batang

    otak yang ireversibel. Setelah kriteria Mati Batang Otak (MBO) yang ada

    terpenuhi, pasien ditentukan meninggal dan disertifikasi MBO serta semua

    terapi dihentikan. Jika dipertimbangkan donasi organ, bantuan jantung paru

    pasien diteruskan sampai organ yang diperlukan telah diambil. Keputusan

    penentuan MBO dilakukan oleh 3 (tiga) dokter yaitu dokter spesialis

    anestesiologi atau dokter lain yang memiliki kompetensi, dokter spesialis saraf

    dan 1 (satu) dokter lain yang ditunjuk oleh komite medis rumah sakit.

  • II. Bantuan hidup dasar dan lanjut

    (1)

    (2) Obat-obatan yang digunakan untuk resusitasi :

    Obat-obatan penyelamat hidup

    1. Adrenalin/ Epinefrin

    Epinefrin ini merupakan hormon yang sebenarnya uda disintesis sendiri oleh tubuh

    yaitu oleh kelenjar suprarenalis bagian medula, akan tetapi pada keadaan2 tertentu

    membutuhkan epinefrin sintesis.

    Kemasannya adalah ampul 1mg/cc. Adrenalin sangat berguna pada pasien dengan

    syok anafilaktik yang ditandai bronkospasme atau eksaserbasi asma yang hebat;

  • dengan dosis 0,3-0,5mg = 0,3-0,5 ml adrenalin 1:1000; pada anak-anak dosisnya

    0,01mg/kgBB. Di evaluasi tiap 5 menit, pemberian epinefrin dapat diulangi 3 kali.

    Kemudian jika sudah diulang 3 kali tapi tidak ada respon/ asistole maka lihat pupil,

    jika sudah dilatasi maksimal maka usaha dihentikan. Tapi jika miosis maka lanjutkan

    dengan VTP dan RJP, jika sudah muncul tensi tapi masih rendah maka dapat

    dilanjutkan dengan obat-obatan inotropik lain.

    Pada RJP diharapkan merangsang reseptor alfa agar terjadi vasokonstriksi perifer dan

    merangsang reseptor beta di jantung agar pembuluh darah koroner dilatasi hingga

    aliran darah ke myokard jadi lebih baik.

    Adrenalin mengubah Fine Ventricular Fibrillationmenjadi Coarse Ventricular

    Fibrillation yang lebih mudah disembuhkan dengan DC Shock (defibrilasi) dosis

    anjuran 0,5 - 1 mg dalam larutan 1 : 10.000 (1mg dilarutkan menjadi 10 cc) kalau

    perlu diulang tiap 5 menit karena masa kerjanya pendek.

    Suntikan intra kardial tidak dianjurkan karena menyebabkan pneumothorak,

    kerusakan koronaria atau nekrosis miocard.

    2. Efedrin

    Kemasannya adalah ampul 50mg/cc, digunakan dalam bentuk larutan 1%. Fungsinya

    adalah untuk meningkatkan tensi pada hipotensi yang tidak disebabkan oleh karena

    kekurangan volume intravaskuler.

    Obat simpatomimetik .

    Kerja ganda : secara langsung pada reseptor adrenergik dan secara tidak langsung

    dengan merangsang pengeluaran katekolamin.

    Efeknya sama dengan adrenalin potensinya lebih lemah tapi masa kerjanya 7 - 10 kali

    lebih panjang. Selama anestesi untuk mengatasi hipotensi akibat blok spinal atau

    depresi Halothan. Dosis 10 - 50 mg IM atau 10 - 20 mg IV.

    3. Sulfas Atropin.

    Kemasannya adalah 0,25 mg/cc. Digunakan untuk bradikardi yanv disebabkan oleh

    karena stimulas vagal, misalnya pada rangsang omentum, operasi urogenital.

    Obat parasimpatolitik.Bekerja menghambat pengaruh Nervus Vagus pada SA Node

    (Vagolytic). Dapat meningkatkan denyut nadi pada pasien sinus bradicardi atau blok

    AV derajat 1 atau derajat 2. Dosis dewasa 0,5 mg IV dapat diulang sampai 2 mg.

    Dosis bayi 0,01 mg/kg BB tanda overdosis atropin pada bayi kenaikan suhu tubuh

    (hipertermia).

    4. Aminofilin

    Obat-obatan anastesi seperti Pentotal, pRopofol, muscle relaksan, dapat menginduksi

    asma attack. Hal ini yang paling ditakutkan pada tindakan anastesi, karena pada asma

  • attack yang terganggu adalah fase ekspirasinya, sedangkan pada intubasi yang dibantu

    adalah inspirasinya sedangkan untuk ekspirasi menggunakan spontanitas dari pasien.

    Sehingga aminofilin sangat dibutuhkan pada keadaan ini.

    5. Antihistamin

    6. Steroid

    Dexamethasone : Obat golongan glukokortikoid yang memiliki efek anti inflamasi

    dan anti edema yang sangat kuat .Digunakan untuk mengurangi edema otak pasca

    trauma dan pasca RJP (pada fase dini) dan untuk mengatasi edema laring pasca

    intubasi. Dosis 0,2 mg / kg BB IV dapat diulangi tiap 6 jam.

    7. Furosemid

    Pada tindakan anastesi furosemid sangat dibutuhkan pada keadaan dimana pasien

    banyak sekali kehilangan darah dan darah belum tersedia, sehingga kita menggantinya

    dengan menggunakan cairan dahulu, kemudian pada saat darah sudah tersedia maka

    kita mencegah terjadinya overload cairan yang sudah masuk.

    Diuretik yang bekerja cepat dalam waktu 2 - 10 menit setelah pemberian IV. Dosis IV

    0,5 - 2 mg / kg BB.Untuk payah jantung kongestif dan edema paru akut. Pada edema

    serebri pasca trauma untuk menurunkan tekanan intrakranial dan menyebabkan

    berkurangnya prooduksi CSF.

    8. Diazepam/ Midazolam

    9. Natrium Bicarbonat, digunakan pada saat pasien dengan asidosis metabolik' yang

    harus diperhatikan pada injeksi natrium bicarbonat adalah aliran darahnya lancar,

    karena jika terjadi ekstravasasi maka akan menyebabkan nekrosis jaringan. Hati-hati

    juga pemberian natrium bicarbonat karena akan menarik kalium dari dalam vaskuler

    yang akan menyebabkan hipokalemia.

    10. Antispasmodic

    Sangat berguna pasien dengan kolik, baik kolik karena urolitiasis, kolelitiasis

    11. Dopamine

    Obat precursor katekolamin.Dosis 2 - 5 mikrogram / kg BB / menit.

    Khasiat inotropik menaikkan curah jantung disertai sedikit kenaikan tekanan darah

    dan deenyut nadi.Dosis lebih tinggi 5 - 10 mikrogram/kg BB menyebabkan takhicardi

    dan mungkin aritmia. Jika lebih dari 10 mikrogram / kg BB / menit efek yang

    menonjol adalah vasokonstriksi perifer.

    Dipakai untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi pada syok septik, syok

    kardiogenik dan pasca resusitasi jantung.

    12. Lidokain

    Obat pilihan untuk aritmia ventrikuler .Efek segera dan masa kerjanya pendek. IV

    bolus memberi kadar puncak dalam 10 detik dan berlangsung sampai 30 menit.

  • Dosis IV 1 - 1,5 mg / kgbb. Dosis pemeliharaan dalam tetesan infus 15 - 50

    mikrogram / kg BB.

    Gejala intoksikasi pada SSP berupa penurunan kesadaran (somnolen), gangguan

    bicara sampai konvulsi.

    Gejala intoksikasi pada sirkulasi berupa depresi myokard, penurunan curah jantung

    tan tekanan darah.

    13. NATRIUM BICARBONAT (Na. Bic).

    Untuk koreksi asidosis metabolik, potensi anestetik lokal, terapi tambahan

    hiponatremia simptomatik akutdan alkalinisasi urine. Dosis pada henti jantung 1 mEq

    / kg BB IV, maintenance 0,5 mEq / kg BB tiap 10 menit setelah henti jantung.Dosis

    pada asidosis: BB(kg) x Defisit basa (mEq/l) x 0,3 (pd bayi 0,4) pemberian Bic

    separuhnya. Dosis maksimum 8 mEq / kg / hari.Dosis hiponatremia simptomatik akut

    1 mEq / kg BB IV lamban.

    Obat kardiovaskuler, 9 sub kelas :

    1. Obat inotropik positif 2. Obat anti-aritmia 3. Obat antihipertensi 4. Obat anti-angina 5. Diuretik 6. Obat sistem koagulasi darah 7. Obat hipolipidemik 8. Obat untuk syok dan hipotensi 9. Obat untuk gangguan sirkulasi darah.

    1.Obat inotropik positif (anti gagal jantung )

    Obat inotropik positif bekerja dengan meningkatkan kontraksi otot

    jantung(miokardium).

    Indikasi : gagal jantung, keadaan jantung gagal untuk memompa darah dalam volume

    yang dibutuhkan tubuh. Keadaan tersebut terjadi karena jantung bekerja terlalu berat

    (kebocoran katup jantung, kekakuan katub, atau kelainan sejak lahir di mana sekat

    jantung tidak terbentuk dengan sempurna ) atau karena suatu hal otot jantung menjadi

    lemah.

    Ada 2 jenis obat inotropik positif, yaitu :

    Glikosida jantung adalah alkaloid yang berasal dari tanaman Digitalis purpureayang

    kemudian diketahui berisi digoksin dan digitoksin.

    Penghambat fosfodiesterase merupakan penghambat enzim fosfodiesterase

    yang selektif bekerja pada jantung. Hambatan enzim ini menyebabkan peningkatan

    kadar siklik AMP (cAMP) dalam sel miokard yang akan meningkatkan kadar kalsium

    intrasel.

  • Contoh : Milrinon , Aminiron

    2. Obat-obat antiaritmia

    Obat-obat antiaritmia dapat dibagi berdasar penggunaan kliniknya untuk :

    aritmia supraventrikel misal : adenosin, verapamil, digoxin

    aritmia supraventrikel dan aritmia ventrikel misal : disopiramid, beta bloker

    aritmia ventrikel misal : lidokain, meksiletin

    3. Obat antihipertensi

    Sering digunakan obat yang melebarkan pembuluh darah (vasodilator), yang bisa

    melebarkan arteri, vena atau keduanya.

    Pelebar arteri akan melebarkan arteri dan menurunkan tekanan

    darahsehingga mengurangi beban kerja jantung.

    Pelebar vena akan melebarkan vena dan menyediakan ruang yang lebih untuk darah

    yang telah terkumpul dan tidak mampu memasuki bagian kanan jantung sehingga

    mengurangi penyumbatan dan mengurangi beban jantung

    Contoh vasodilator :

    Paling banyak digunakan adalah ACE-inhibitor (Angiotensin Converting Enzyme

    inhibitor). Efek pada pembuluh darah :

    ACE-inhibitor : melebarkan arteri & vena

    Nitroglycerin : hanya melebarkan vena

    Hydralazine : hanya melebarkan arteri

    4. Obat-obat antiangina

    Sebagian besar pasien angina pektoris ( nyeri dada ) diobati dengan beta-bloker atau

    antagonis kalsium.

    Meskipun demikian, senyawa nitrat kerja singkat, masih berperan penting untuk

    tindakan profilaksis sebelum kerja fisik dan untuk nyeri dada yang terjadi sewaktu

    istirahat.

    a. Golongan nitrat

    merelaksasi otot polos pembuluh vena, menyebabkan alir balik vena berkurang

    sehingga mengurangi beban hulu jantung.

    merupakan vasodilator koroner yang poten

    contoh : ISDN ( Isosorbid dinitrat )

    b. Golongan antagonis kalsium

    Antagonis kalsium bekerja dengan cara menghambat influks ion kalsium

    transmembran, yaitu mengurangi masuknya ion kalsium melalui kanal kalsium lambat

    ke dalam sel otot polos, otot jantung dan saraf.

  • Berkurangnya kadar kalsium bebas di dalam sel-sel tersebut menyebabkan

    berkurangnya kontraksi otot polos pembuluh darah (vasodilatasi), kontraksi otot

    jantung (inotropik negatif), serta pembentukan dan konduksi impuls dalam jantung

    (kronotropik dan dromotropik negatif).

    Contoh : Diltiazem , Nifedipin

    c. Golongan beta-bloker

    Menghambat adrenoseptor beta (beta-bloker) di jantung, pembuluh darah perifer,

    bronkus, pankreas & hati.

    Beta-bloker dapat mencetuskan asma dan efek ini berbahaya. Karena itu, harus

    dihindarkan pada pasien dengan riwayat asma atau Penyakit Paru Obstruktif Kronis.

    Contoh : Propranolol

    5. Diuretik

    Sering sebagai kombinasi obat jantung

    Fungsi : mengurangi penimbunan cairan, menambah pembentukan air kemih,

    membuang natrium dan air dari tubuh melalui ginjal.

    Contoh : Hidroclortiazide (HCT) & Furosemide

    Mengurangi cairan akan menurunkan jumlah darah yang masuk ke jantung

    sehingga mengurangi beban kerja jantung.

    Pemberian diuretik sering disertai dengan pemberian tambahan Kalium, karena

    diuretik tertentu menyebabkan hilangnya Kalium

    6. Obat yang mempengaruhi sistem koagulasi darah

    Pembentukan trombus berlangsung melalui 3 tahap, yaitu :

    1. pemaparan darah pada suatu permukaan trombogenik vaskuler yang rusak. 2. suatu rangkaian peristiwa terkait dengan trombosit. 3. pengaktifan mekanisme pembekuan melalui peran penting trombin dalam

    pembentukan fibrin. Trombin sendiri merupakan suatu perangsang agregasi dan

    adhesi platelet yang sangat kuat.

    Macam obat sistem koagulasi darah

    a. Antikoagulan,

    dibagi menjadi 2 yaitu : antikoagulan parenteral, contoh : Heparin dan antikoagulan

    oral, contoh : Warfarin

    Antikoagulan oral mengantagonisasi efek vitamin K

    Efek samping utama semua antikoagulan oral adalah pendarahan

    b. Antiplatelet (antitrombosit)

    bekerja dengan cara mengurangi agregasi (perlekatan ) platelet, sehingga dapat

    menghambat pembentukan trombus pada sirkulasi arteri, di mana trombi terbentuk

    melalui agregasi platelet dan antikoagulan menunjukkan efek yang kecil.

    Contoh : Asetosal, Dipiridamol

  • c. Fibrinolitik

    bekerja sebagai trombolitik dengan cara mengaktifkan plasminogen untuk membentuk

    plasmin, yang lebih lanjut mendegradasi fibrin dan dengan demikian memecah

    trombus.

    Contoh : streptokinase, urokinase, alteplase.

    Anti agregasi platelet

    d. Hemostatik dan antifibrinolitik

    Defisiensi faktor pembekuan darah dapat menyebabkan pendarahan.

    Pendarahan spontan timbul apabila aktivitas faktor pembekuan kurang dari 5%

    normal. Contoh obat : Asam traneksamat

    Obat vasoaktif dan inotropik

    Pemilihan obat-obat vasoaktif tergantung pada pengertian mengenai mekanisme kerja

    dan keterbatasan penggunaannya. Sebagian besar obat vasoaktif adalah katekolamin yang

    pengaruhnya tergantung pada interaksinya dengan reseptor a dan b adrenergik.

    Efek stimulasi reseptor :

    - a1 dan a2 : peningkatan resistensi sistemik (SVR) dan pulmonal.

    Reseptor a1 jantung : meningkatkan kontraktilitas dan menurunkan HR

    - b1 : meningkatkan kontraktilitas (inotropik), HR (kronotropik), dan konduksi

    (dromotropik)

    - b2 : menyebabkan vasodilatasi perifer dan bronkodilatasi

    Dopamin

    Indikasi :

    - terapi syok kardiogenik

    - terapi syok anafilaktik yang disertai hipotensi berat

    - pasca operasi

    Efeknya tergantung dosis yang digunakan.

    Dosis : 2-3 mg/kg/menit, mempunyai efek stimulasi b2.

    Dosis : >3-8 mg/kg/menit, mempunyai efek inotropik b1 yang kuat.

    Dosis : >8 mg/kg/menit, mempunyai efek :

    - Meningkatkan efek inotropik b1

    - Juga efek stimulasi reseptor a yang dapat meningkatkan systemic vascular

    resistance, meningkatkan tekanan darah, meningkatkan filling pressure,

    meningkatkan konsumsi oksigen miokard, dan memperburuk fungsi ventrikel

    kiri; hal ini dapat dicegah dengan pemberian vasodilator seperti nitroprusid,

    sehingga cardiac output dapat meningkat.

    Kontra indikasi : - Feokromositoma

  • - Takikardi

    - Fibrilasi ventrikel

    - Tirotoksikosis

    - Adenoma prostat

    - Penderita dengan hipoksemia dan hipovolemi

    - Glaukoma sudut sempit

    Efek samping : - Denyut jantung ektopik

    - Takikardi

    - Angina

    - Palpitasi

    - Vasokonstriksi

    - Hipotensi

    - Dispneu

    - Gangguan gastrointestinal

    - Sakit kepala

    Dobutamin

    Indikasi :

    Terapi decompensatio cordis ataupun operasi jantung (terapi inotropik penunjang untuk

    jangka pendek)

    Dosis : 2-20 mg/kg/menit per infus

    Mempunyai efek inotropik melalui stimulasi b1 yang kuat, efek b2 ringan, dan a1 sangat

    minimal.

    Seperti dopamine, dobutamin juga meningkatkan konsumsi oksigen miokard, namun

    dobutamin mampu menyeimbangkan dengan cara meningkatkan aliran darah miokard. Dari

    beberapa penelitian, dobutamin terbukti lebih baik daripada dopamine.

    Dobutamin juga mengurangi left ventricle wall stress melalui penurunan preload dan

    afterload. Perubahan ini dapat memperbaiki keseimbangan oksigen miokard, sehingga

    selanjutnya akan memperbaiki fungsi miokard.

    Kontraindikasi dobutamin : - stenosis subaorta

    - hipertrofi idiopatik

    - Hipoksemia yang disertai hipovolemia

    Norepinefrin

    Dosis : 4 mg/4cc dalam 1000 cc dextrose 5% (per infus)

    Indikasi :

    - Hipotensi akut seperti pada : feokromositomektomi, simpatektomi, poliomyelitis,

    anestesi spinal, infark miokard, septikemi, transfusi darah, reaksi antigen-antibodi

    - Terapi tambahan pada cardiac arrest.

    Kontra indikasi:

    - Hipotensi akibat defisit volume darah, kecuali keadaan emergensi untuk menjaga

    perfusi arteri serebral dan koroner sampai cairan terganti

    - Trombosis pembuluh darah perifer/mesenterik

    - Anestesi halotan dan siklopropan

  • Perbandingan efek obat-obat vasoaktif

    HR SVR PCWP CI MAP Mv O2

    Dopamin

    Dobutamin

    Norepinefrin

    Catatan :

    HR = heart rate

    SVR = systemic vascular resistance

    PCWP = pulmonary capillary wedge pressure

    CI = cardiac index

    MAP = mean arterial pressure

    = meningkatkan

    = menurunkan

    = tidak berubah

    Inotropik adalah agen obat yang berperan dalam kontraksi otot jantung (miokardium).

    Inotropik dibagi dalam dua agen yaitu :

    1. Agen inotropik positif : agen yang meningkatkan kontraktilitas miokard, dan

    digunakan untuk mendukung fungsi jantung dalam kondisi seperti gagal jantung, syok

    kardiogenik, syok septic, kardiomiopati.

    Contoh agen inotropik positif meliputi : Berberine, Omecamtiv, Dopamin,

    Epinefrin (adrenalin), isoprenalin (isoproterenol), Digoxin, Digitalis, Amrinon,

    Teofilin

    2. Agen inotropik negative : agen menurunkan kontraktilitas miokard, dan

    digunakan untuk mengurangi beban kerja jantung.

    Contoh agen inotropik negative meliputi : Carvedilol, Bisoprolol, metoprolol,

    Diltiazem, Verapamil, Clevidipine, Quinidin.

    Kronotropik adalah agen obat yang berperan dalam denyut jantung. Kronotropik dibagi

    dalam dua agen yaitu :

    1. Agen kronotropik positif : agen yang meningkatkan denyut jantung dengan

    mempengaruhi saraf mengendalikan hati, atau dengan mengubah irama yang

    dihasilakan oleh node sinoatrial

    Contoh agen kronotropik positif meliputi : sebagian Adrenergic agonic, Antropin,

    Dopamin, Epinefrin, Isoproterenol.

    2. Agen kronotropik negative : agen yang menurunkan denyut jantung dengan

    cara mempengaruhi saraf mengendalikan hati, atau dengan carah mengubah irama

    yang dihasilakn oleh node sinoatrial.

    Contoh agen kronotropik negative meliputi : Metoprolol. Asetilkolin, Digoxin,

    Diltiazem dan Verapamil.

  • 1. Obat inotropik positif

    Obat inotropik positif bekerja dengan meningkatkan kontraksi otot jantung

    (miokardium) dan digunakan untuk gagal jantung, yakni keadaan dimana jantung

    gagal untuk memompa darah dalam volume yang dibutuhkan tubuh. Keadaan tersebut

    terjadi karena jantung bekerja terlalu berat atau karena suatu hal otot jantung menjadi

    lemah. Beban yang berat dapat disebabkan oleh kebocoran katup jantung, kekakuan

    katub, atau kelainan sejak lahir dimana sekat jantung tidak terbentuk dengan

    sempurna.

    Ada 2 jenis obat inotropik positif, yaitu

    a. Glikosida jantung

    Glkosida jantung adalah alkaloid yang berasal dari tanaman Digitalis purpurea yang

    kemudian diketahui berisi digoksin dan digitoksin. Keduanya bekerja sebagai

    inotropik positif pada gagal jantung.

    Digoksin,

    Digitoksin,

    b. Penghambat fosfodiesterase

    Obat-obat dalam golongan ini merupakan penghambat enzim fosfodiesterase yang

    selektif bekerja pada jantung. Hambatan enzim ini menyebabkan peningkatan kadar

    siklik AMP (cAMP) dalam sel miokard yang akan meningkatkan kadar kalsium

    intrasel.

    Milrinon

    Aminiron

    Obat antiaritmia

  • Klasifikasi Obat Antiaritmia

    Obat yang memiliki aktivitas antiaritmia

    dengan cara merubah konduksi secara

    langsung melalui beberapa jalan. Obat

    tersebut dapat menekan impuls otomatis

    dari sel pacu jantung abnormal dengan

    menurunkan kemiringan fase 4 depolarisasi

    dan/atau meningkatkan potensi aksi. Obat

    ini dapat merubah karakteristik konduksi

    dari jalur masuk reentrant.

    Sitem klasifikasi yang sering digunakan

    adalah yang diusulkan oleh Vaughan

    Williams. obat tipe Ia menurunkan

    kecepatan konduksi, memperlambat

    refraktori dan menurunkan impuls otomatis

    dari jaringan konduksi yang tergantung

    natrium (normal atau sakit). Tipe Ia ini

    merupakan antiaritmia dengan spektrum

    yang luas. Efektif untuk supraventrikular

    dan aritmia ventrikular.

    Walaupun dikategorikan terpisah obat tipe

    Ib ini kemungkinan berlaku seperti tipe Ia,

    kecuali pada tipe Ib lebih efektif pada

    aritmia ventrikular dari pada

    supraventrikular.

    Tipe Ic dapat memperlambat kecepatan

    konduksi tapi tidak berpengaruh pada sifat

    refraktorinya. Walaupun tipe ini efektif

    untuk aritmia ventrikular dan

    supraventrikular. Penggunanan untuk

    artimia ventrikular diibatasi karena dapat

    mengakibatkan proaritmia.

    Pada umumnya obat tipe I dapat dakatakan

    sebagai blocker saluran natrium. Prinsip

    reseptor antiaritmia saluran natrium

    merupakan kombinasi obat aditif (contoh :

    quinidin dan mexiletin) dan antagonis

    (contoh : flekainidin dan lidokain), sama

    potensialnya dengan antidot untuk blokade

  • saluran natrium (contoh natrium bikarbonst,

    propanolol).

    Obat yang termasuk tipe II adalah

    antagonis b-adrenergik; mekanisme yang

    relefan secara klinis berasal dari kerja

    antiadrenerjiknya. B-blocker sangat berguna

    untuk takikardia yang jaringan nodusnya

    otomatis abnormal atau merupakan bagian

    dari suatu loop reentrant. Obat ini dapat

    membantu memperlambat respon

    ventrikular pada takikardia atrium (contoh,

    fibrilasi atrium) melalui efek di nodus AV.

    Obat tipe III secara spesifik memperlambat

    refraktori pada serabut atrium dan

    ventrikular, ke dalam golongan ini termasuk

    obat ini sangat berbeda yang juga memiliki

    effek umum yaitu menunda repolarisasi

    dengan memblok saluran kalium.

    Bretylium memperlambat repolarisasi

    melalui penghambatan konduktasi kalium

    yang tidak bergantung pada sistem syaraf

    simpatetik, meningkatkan ambang VF dan

    tampaknya memiliki efek antifibrilasi selektif

    tapi tidak takikardi. Bretylium efektif pada

    VF tetapi umumnya menjadi tidak efektif

    pada VT.

    Sebaiknya, amiodaron dan sotalol efektif

    pada kebanyakan takikardia. Amiodaron

    menunjukan karakteristik elektrofisiologi

    yang konsisten dengan masing-masing tipe

    obat antiaritmia. Tipe obat tersebut adalah

    penghambatan saluran natrium yang

    memiliki kinetik on-off kinetics relatif cepat,

    memiliki kerja pemblokan-b non selektif,

    blokade saluran kalium dan mempunyai

    aktivitas antagonis kalsium rendah. Efek

    yang mengesankan dan redahnya potensial

    proaritmia dari amiodaron telah menantang

    anggapan bahwa blokade saluran ion

    selektif lebih disukao. Sotalol merupakan

    inhibitor yang potensi pergerakan keluarnya

    kalium selama repolarisasi dan juga

  • memiliki kerja pemblokan-b ibutilid dan

    dofetilid memblok komponen cepat dari

    delayed potassium rectifier current.

    Obat tipe IV menginhibisi masuknya kalsium

    ke dalam sel yang dapat memperlambat

    konduksi, memperlambat refaktori dan

    menurunkan otomatisitas nodus SA dan AV.

    Antagonis saluran kalsium efektif untuk

    takikardia otomatis atau reetrant yang

    berasal dari atau menggunakan nodus SA

    atau AV.

    Dosis umum antiaritmia intravena (iv)

    dan efek samping umum ditampilkan

    pada tabel 7.2

    Tabel 3.1 klasifikasi obat antiaritmia

    Tipe Obat Kemampuan

    konduksi

    Periode

    refraktori

    Otomatisasi Blokade ion

    Ia Quiidine

    prokainamid

    Disopiramid

    Natrium

    (pertengahan

    kalium)

    Ib Lidokain

    Mexiletine

    Tokainid 0/

    Natrium (on/off

    cepat)

    Ic Flekain

    Propafenon

    Moricizine

    Natrium (on/off

    lambat) kalium

    Iib Beta Blockers Kalsium (tidak

    langsung)

    III Aminodaron

    Bretylium

    Dofetilide

    0 0 Klasium

  • Sotalol

    Ibutilide

    IV Vetapamil

    Diltiazem

    Kalsium

    Tabel 3. 2 Efek Samping Obat Antiaritmia

    Amiodaron Ssp, mata kabur, neuropati/neurotis optik, GI, ventrikular aritmia,

    torsade de pointes, bradikardia atau AV blok, trombositopenia,

    fibriosis pulmonar, hepatitis, hipotiroid, fotosensitivitas, warna kulit

    biru abu-abu, miopati, hipotensi, flebitis(IV)

    Bretylium Hipotensi, GI

    Disopiramid Gejala antikoligenik, GI, torsade de pointers, gagal jantung,

    ventrikular aitmia, hipoglikemia, kolestatis hepatik

    Flecainid

    Propafenon

    Mata kabur, pusing, sakit kepala, GI, bronkospasmus, gagal jantung

    bertambah parah, gangguan konduksi atau aritmia ventrikular

    Ibutilid torsade de pointers, hipotensi

    Lidokain SSP, seizures, psikosis, sinus arrest

    Mexilietine SSP, psikosis, GI aritmia ventrikular

    Morocizine Pusing, sakit kepala, GI, ventrikular aritmia

    prokainamid Lupus Erithematosus sistemik, GI, torsade de pointers, gagal

    jantung, artimia ventrikular, agranulositosis

  • Quinidine Chinchonism, diare, GI, hipotensi, torsade de pointers, gagal jantung,

    ventrikular aritmia, hepatitis, trombositoponia, anemia hemopolitik

    Sotalol Lelah, GI, depresi, torsade de pointers, bronkospasmus, gagal

    jantung, aritmia ventrikular

    Tokainamid SSP, psikosis, Gi, aritmia ventrikular, ruam/nyeri sendi, infiltrasi

    pulmonar, agranulositosis, trombosistipenia

    Dofetilid torsade de pointers

    GI : muntah, anoreksia; SSP : bingung, parestesia, tremor, ataksia

    Tabel 3.3 Dosis Antiaritmia Intravena

    Obat Situasi klinik Dosis

    Amiodaron Recurrent VT/VF

    Cardiac arrest

    150mg/10menit push IV

    1mg/menit selama 6 jam, lalu 0,5mg/menit infus

    300mg push IV

    Bretylium VF akut 5mg/min push iv (dapat diulang sampai total dosis

    300mg/kg) 1-2mg/min infus jika diperlukan

    Diltiazem PSTV ; rate control

    AF 5-15 mg/jam

    infuse

    0,25mg/kg push iv (dapat diulang dengan

    0,35mg/kg)

    Ibutilid Terminasi AF 1mg/10 menit push IV (dapat diulang jika

    diperlukan)

    Lidokain VT/VF 100mg push iv (dapat diulang sampai total dosis

    300mg) (limit total sampai 200mg jika muncul

    gejala CHF) 2-4mg/menit infus (1-2mg/min jika

    gangguan hati atau CHF)

  • Prokainamid AF, VT 15-18mmg/kg pada 20-50mg/mencit loading 1-

    6mg/menit infus

    Verapamil PSTV ; rate control

    AF

    5mg push in(dapat diulang sampai 20mg) 5-

    15mg/jam infus

    ANTIARITMIA KELAS IA

    1. 1. Kinidin

    Farmakokinetik:

    Kuota absorbsi : 80-20%

    Ikatan protein plasma : 80%

    T : 6-7 jam pada sirosis hati diperpanjang sampai 50 hari

    Metabolisme : Penguraian di hati secara hidroksilasi

    Eliminasi : renal (sampai kl 20% sebagai obat dalam keadaan tidak

    Berubah

    Indikasi : ekstradiol, supraventrikular dan ventrikular, takikardia

    Supraventrikular (flutter atrium dan fibrilasi atrium) juga takikardi ventrikular

    (kecuali takiaritmia yang disebabkan digitalis) profilaksis residif setelah regularisasi

    Perhatian : kinidin merupakan isomer stereo dari kinin dan seperti

    obat ini juga mempunyai efek antimalaria dan kontaindikasi pada uterus. Selain itu ES

    seperti kinin (reaksi alergis dari cinchonism)

    Kontraindikasi : hipersensitifitas, blokade AV tingkat 2 dan 3, blokade pada

    paha, bradikardi, insufiensi jantung dengan dekompensasi, intoksikasi digitalis,

    hiperkalemia

    Interaksi : meningkatkan digoksin plasma

    Sediaan beredar : kinidin sulfat (generik)

    1. 2. Prokaiamid

  • Farmakokinetik :

    Dosis : 1000-1500mg setiap 8 jam (sebagai tablet retard)

    Konsentrasi plasma : 3-14ug/ml

    Kuota absorbsi : 80-100%

    Ikatan protein plasma : 20%

    T : 3 jam

    Metabolisme : di hati asetilasi menjadi N-asetilprokainamid

    Eliminasi : terutama renal (sampai 60% sebagai obat dalam keadaan tidak

    Berubah)

    Indikasi : mirip kinidin, profilaksis dan pengobatan awal ekstradiol

    Supraventrikular dan ventrikular serta takiaritmia (kecuali t

    Takiaritmia yang disebabkan digitalis)

    Perhatian : prokainamid (suatu amida asam) ada analogi struktur

    anestetik

    Lokal prokain (ester), namun berlawanan dengan hanya

    Mempunyai sedikit efek anestetik lokal

    Kontraindikasi : hipersentivitas; blokade AV tingkat 2 dan 3; blokade pada

    Paha; bradikardi, insufisensi jantung dengan dekompensasi,

    Intoksikasi digitalis, myasthenia gravis

    Sediaan beredar : procainamide HCL (generik)

    3. Disopiramid

    Farmakokinetik

  • Dosis : dosis penjenuhan 4 x 0.1 0.2 g p.o dalam 24 jam: dosis

    pemeliharaan: 2-4 x 0.1-0.2g p.o dalam 24 jam

    Konsentrasi plasma : 2 5 g/ml

    Kuota absorpsi : 70 90%

    Ikatan protein plasma : 30 40%

    T : 5-7 jam

    Metabolism : dihati terutama N-desalkilasi

    Eliminasi : terutama renal (sampai kalo 50 % sebagai obta dalam

    keadaan tidak berubah)

    Indikasi : Mirip kinidin, profilaksis dan pengobatan ekstrasistol

    sipraventrikuler dan ventrikuler serta takiaritmia ( kecuali takiaritmia yang disebabkan

    digitalis ), sindrom wolf-parkinson-white

    Kontraindikasi : Infusiensi jantung dengan dekompensasi : bradikardia: sick-

    sinus-sindrom;blockade AV tingkat 2 dan 3; blockade pada paha; intoksikasi digitalis;

    glaucoma sudut sempit; hipertrofi prostat

    Sediaan beredar : disopyramide, norpace, rytmacor, rytmilen

    ANTIARITMIA KELAS IB

    1. 1. Lidokain

    Farmokokinetik :

    Dosis : Sebagai antiaritmia : mula-mula 100mg i.v, setelah itu

    dengan infuse jangka panjang 4mg/menit selama 3 jam. Setelah itu pengurangannya

    sampai separonya ( sambil dikontrol EKG terus menerus )

    Konsentrasi plasma : 2-6 g/ml

    Bioavabilitas oral : hanya 30% (first past effect yang tinggi )

  • Ikatan protein plasma : 50 %

    T1/2 : 1-2 jam; pada insufisiensi hati pada pemberian dengan infuse

    jangka panjang lebih lama (>12 jam)

    Metabolise : penguraian cepat di hati secara deetilasi oksidatif dan

    pemecahan ikatan amida

    Eliminasi : terutama renal, hanya kI 2% sebagai obat dalam keadaan

    tidak berubah

    Indikasi : Takikardia ventrikuler dan ekstrasistol (terutama sebagai

    akibat infark miokad, setelah tindakan bedah pada jantung serta akibat dari intoksikasi

    glikosid jantung ). Tidak efektif pada gangguan irama atrium

    Perhatian : Lidokain hanya digunakan parenteral karena bioavabilitasnya

    sangat kecil. dalam bentuk infuse i.v mudah dikendalikan karena t1/2 yang pendek

    Kontraindikasi : Infusiensi jantun dengan dekompensasi: bradikardi; sick-sinus-

    sindrom; blockade AV total ; blockade pada paha; infusiensi hati

    Sediaan beredar : Lidocaine

    1. 2. Meksiletin

    farmakokinetik

    Dosis : sebagai antiaritmia : oral 3 x 200mg, i.v.: pada awal

    250mg/10 menit, 250mg pada jam berikut, setelah itu 0.5-1mg/menit sebagai infuse

    jangka panjang

    Konsentrasi plasma : 0.5-2 g/ml

    Bioavabilitas oral : 80-100%

    Ikatan protein plasma: 55-70 %

    T : 10-20 jam

    Metabolisme : Dalam jumlah besar

  • Eliminasi : Renal, sampai < 10% sebagai obat dalam keadaan tidak

    berubah

    Indikasi : Mirip lidokain. Takikardi ventrikuler dan ekstrasistol. Secara

    umum tidak efektif pada gangguan aritmia

    Perhatian : Ada kasamaan struktur kimiawi dengan lidokain dan denagn

    demikian juga mempunyai efek local anastesi berbeda dengan lidokain yang cocok untuk

    pengobatan jangka panjang

    Kontraindikasi :Infusiensi jantun dengan dekompensasi: bradikardi; sick-sinus-

    sindrom;blockade AV total ; blockade pada paha; infusiensi hati

    Sediaan beredar : Mexitec

    ANTIARITMIA KELAS IC

    1. 1. Propafenon

    farmakokinetik

    Dosis : sebagai antiaritmia : oral 3 x 200mg, i.v.: pada awal

    250mg/10menit, 250mg pada jam berikut, setelah itu 0.5-1mg/menit sebagai infuse

    jangka panjang

    Lama efek : umumnya 4-8 jam

    Konsentrasi plasma : 0.2-2 g/ml

    Bioavabilitas oral : kl 50% (karena first pass effect)

    Ikatan protein plasma : 90 %

    T : 3-6jam; pada yang metabolisnya lambat > 12 jam

    (polimorfisme genetic)

    Metabolisme : Hampir lengkap di hati (hidroksilasi dan konjugasi fase II)

    menjadi metabolit yang tidak aktif

  • Eliminasi : Renal, sampai < 1% sebagai obat dalam keaddan tidak

    berubah

    Indikasi : Ekstrasistol supraventrikular dan takiaritmia; fibrilasi atrium

    paroksismal; sindrom wolf-parkinson-white; takiardia ventriculer.

    Kontra indikasi : infusiensi jantung yang ; bradikardi; sick-sinus-

    sindrom;blockade AV tingkat 2 dan 3 ; blockade pada paha; hipotensi yang menonjol.

    1. 2. Flekainid

    farmakokinetik

    Dosis : 1 mg/kg/BB i.v atau 2x 100-150 mg p.o/hari

    Lama efek : 95%

    Konsentrasi plasma : 245-980 ng/ml

    Bioavabilitas oral : kl 40%

    Ikatan protein plasma : 90 %

    T : 14-20jam

    Metabolisme : sebagian besar di hati

    Eliminasi : renal, sampai kl 25% sebagai obat dalam keaddan tidak

    berubah

    Indikasi : Hanya pada ventrikuler yang istemewa berat dan pada aritmia

    ventrikuler yang bertahan dan mengancam jiwa

    Kontraindikasi : Infusiensi jantung yang serius ; bradikardi; sick-sinus-

    sindrom;blockade AV tingkat 2 dan 3 ; blockade pada paha; hipotensi yang menonjol

    Efek samping :

    - Bahaya ES kardiostotik pada lebar terapeutik yang sempit: bradikardia yang

    menonjol, blockade AV atau blockade intraventrikuler, takiaritmia ventrikuler : fibrilasi

    ventrikel.

  • - Gangguan SSP: diplopia, vertigo, nyeri kepala.

    ANTIARITMIA KELAS II

    Bloker reseptor (simpatolitik )

    K-chennels bockers: amiodaron, sotalol, dan brethylium (bretylate). Akibat blokade

    saluran kalium, masa refrakter dan lamanya aksipotensial diperpanjang. Amiodaron

    efektif terhadap aritmia serambi dan bilik, sotalol terutama terhadap aritmia bilik.

    ANTIARITMIA KELAS III

    1. Amiodaron

    farmakokinetik

    Dosis : dosis penjenuhan: 8-10 hari, 600mg/hari; dosis

    pemeliharaan: 200mg/hari dengan istirahat pada akhir pekan

    Konsentrasi plasma : 0.9-5.3 g/ml

    Absorpsi oral : sangat lambat (lebih dari 5-10 jam)

    Bioavabilitas oral : kl 50% (variasi individual sangat besar)

    Ikatan protein plasma : 99-100 %

    T : 1-2 bulan, maka sulit dikendalikan

    Metabolisme : mis deetilasi di hati; banyak penimbunan di berbagai jaringan

    Eliminasi : didalam urin tidak ditemukan amiodaron yang tidak berubah

    Indikasi : sebagai antiaritmia cadangan, jika antiaritmia lain secara

    medis tidak dapt digunakan; takiaritmia supraventrikuler dan ventrikulert takikardi pad

    sindrom wolf-parkinson-white.

    Perhatian : sebagai antiaritmia cadangan berhubng efeksampingnya yang

    berat

  • Sifat-sifat zat : derivate benzofuran yang ada kemiripan structural tertentu

    dengan tiroksin (cincin fenol teryodasi)

    Kontraindikasi : Infusiensi jantung yang ; bradikardi; sick-sinus-

    sindrom;blockade AV tingkat 2 dan 3 ; blockade pada paha; hipotensi yang menonjol

    Interaksi : Amiodaron menyebabkan peningkatan konsentrasi digoksin

    plasma: pendesakan keluar jaringan. Amiodaron memperkuet efek penghambat

    pembekuan dari derivate kumarin

    Sediaan beredar : corbionax , cordanon, tiaryl

    1. 2. Sotalol

    farmakokinetik

    Dosis : sebagai antiaritmia mula-mula 100mg/hari, jiak perlu dapat

    dinaikkan menjadi 340-480mg/hari (sambil frekuensi jantung diawasi)

    Konsentrasi plasma : 1-3 g/ml

    Bioavabilitas oral : 90-100%

    Ikatan protein plasma : tidak ada

    T : 10-15 jam

    Metabolisme : tidak ada

    Eliminasi : praktis lengkap renal obat dalam keadaan tidak berubah

    Indikasi :Takiaritmia supraventrikular dan ventricular; perlindungan

    terhadap pengaruh adnergik pada hipertiroidisme; sindrom jantung hiperkinetis; angina

    pectoris; tekanan darah tinggi

    Perhatian : Sotalol termasuk reseptor bloker (antiaritmia kelas II).

    Mengenai efek antiaritmia pada jantung sifat-sifat kelas III lebih menonjol sehingga

    sotalol digolongkan disini

    Kontraindikasi : Infusiensi jantung yang ; bradikardi; sick-sinus-

    sindrom;blockade AV tingkat 2 dan 3 ; blockade pada paha; hipotensi yang menonjol.

  • ANTIARITMIA KELAS IV

    1. 1. Veravamil

    farmakokinetik

    Dosis : untuk awal terapi: 240-480 mg, pengobatan jangka panjang:

    80-240mg setiap 6-8 jam

    Konsentrasi plasma :60-100 g/ml

    Bioavabilitas oral : hanya 10-20% walaupun terabsorpsi sampai 90% (firstpass

    effect tinngi) ; pada sirosis hati bioavabilitas dapat naik sampai 80%

    Ikatan protein plasma : 90 %

    T : 3-7 jam

    Metabolisme : hampir lengkap di hati dengan N- atau O- demetilasi dan

    konjigasi peruraian

    Eliminasi : sampai 70% renal sisanya biliar

    Indikasi : Takikardia supraventrikuler; ekstrasistol atrium; flutter dan

    fibrilasi atrium disertai takiaritmia; semua bentuk angina pectoris; hopertensi

    Perhatian : Verapamil termasuk zat penghambat kalnal kalsium seperti

    juga nifedipin dan diltiazem. Dari sudut struktur kimia termasuk suatu derivate

    fenilasetonitril atau derivate fenilalkilamin maka berbeda dari nifedipin yang merupakan

    derivate dihidropiridin dan diltiazem suatu deruvat benzotiazepin. Walaupun verapamil

    seperti juaga nifedipin, berefek vasodilatasi pada pembuluh darah resistensi dan

    pembuluh darah koroner, namun efek antagonis Ca 2+ terhadap jantung lebih lama

    Kontraindikasi : Infusiensi jantung dengan dekompensasi ; infark miokarrd

    yang baru; AV; hipotensi ; blockade reseptor

    Interaksi : Hati-hati pada kombinasi dengan bloker : saling

    menguatkan efek kardiodepresif

    Sediaan beredar : verapamil (generic), cardiover, isoptin, isoptin sr, vemil

  • 1. 2. Diltiazem

    farmakokinetik

    Dosis : 180-360 mg/hari

    Konsentrasi plasma : 100-300 mg/ml

    Bioavabilitas oral : kl 44% walaupun absorpsi hamper lengkap (first pass effect

    tinggi). Pada terapi jangka panjang bioavabilitas naik sampai 90% mungkin disebabkan

    penjenuhan enzim.

    Ikatan protein plasma : kl 90 %

    T : desasetilasi baik O- maupun N-demetilasi oksidatif dan

    selanjutnya konjugasi.

    Metabolisme : hampir lengkap di hati dengan N- oksidatif atau dan

    selanjutnya konjugasi peruraian

    Eliminasi : terutama renal setelah metabolisme lengkap

    Indikasi : Semua bentuk angina pectoris ; hipertensi, takikardia

    supraventrikuler, ekstrasistol atrium, flutter, dan fibrilasi atrium atau disebut takiaritmia

    (kecuali pada sindrom-wolf-parkinson-white).

    Perhatian : Diltiazem suatu deruvat benzotiazepin termasuk zat

    penghambat kalnal kalsium seperti juga nifedioin dan verpamil. Seperti juga pad

    verpamil digunakan sebagai efek antagonis Ca 2+ langsung terhadap jantung kekuatan

    efek berdasar pada efek vasodilatasi pada pembuluh darah resistensi arterial dan

    koroner, posisinya diantara verapamil dan nifedipin

    Efek samping , KI, interaksi : seperti pada verapamil.

    C. Evaluasi hasil terapi

    Parameter pengawasan yang paling utama adalah

    1. Mortalitas (total dan karena kematian

    aritmia)

    2. Terjafinya aritmia kembali (durasi frekuensi,

    gejala)

  • 3. Konsekuensi hemodinamik (laju, tekanan

    darah, gejala)

    4. Komplikasi penanganan (kebutuhan akan

    tambahan atau alternative obat, alat atau

    pembedahaan )

    III. Mengetahui tanda dan terapi gawat darurat / dengan kegawatan

    kardiorespirasi

    (1) Terapi oksigen dan ventilasi mekanik

    TERAPI OKSIGEN

    Fisiologi oksigen dalam tubuh

    Dalam udara bebas terdapat beberapa macam gas, antara lain oksigen (O2), gas asam

    arang (CO2), gas nitrogen (N2) dan uap air (H2O). Kadar gas oksigen di dalam udara kamar

    dimana manusia menghirup/bernafas setiap hari adalah 21% dengan tekanan parsial sekitar

    159 mmHg (159torr). Gas oksigen yang dihirup tersebut akan sampai di alveoli dan

    mempunyai tekanan parsiel sebesar 104 mmHg. Selanjutnya gas oksigen dalam alveoli

    tersebut akan berdifusi ke kapiler darah yang menempel di dinding alveoli dan seterusnya

    ikut aliran darah ke seluruh tubuh untuk dibagikan pada sel-sel. Dalam keadaan normal

    oksigen yang ada di dalam darah ini mempunyai tekanan parsiel (PaO2 = tekanan parsiel

    oksigen dalam darah arteri) sebesar 100 mmHg.

    Oksigen yang ada di dalam darah terdiri dari dua bentuk, yaitu :

    1. Larut dalam plasma darah.

    Banyaknya oksigen yang terlarut dalam plasma darah tergantung dengan tekanan parsial

    oksigen. Dalam 100 cc darah maka yang terlarutadalah sebesar 0,003 ml per 1 mmHg

    tekanan parsial oksigen.

    2. Terikat dengan hemoglobin (Hb)

    Hemoglobin yang mengikat oksigen disebut oksihemoglobin (HbO2). Kemampuan Hb

    mengikat O2 ditunjukkan sebagai derajat kejenuhan (saturasi = SaO2). Saturasi yang paling

    tinggi (jenuh) adalah 100%, artinya seluruh tangan Hb mengikat 02.Sebaliknya saturasi

  • yang paling rendah adalah 0%, artinya tidak ada oksigen sedikitpun yang terikat oleh Hb.

    Dan Hb yang tidak berikatan dengan 02 disebut reduced Hb. Bila kadar reduced Hb 5 gr%

    akan terlihat sebagai

    sianosis. Bila saturasi Hb adalah jenuh, maka dalam 100 cc darah tiap gram Hb dapat

    mengikat 1,34 ml 02.

    Kurva disosiasi oksihemoglobin

    Bila hubungan antara saturasi Hb (S02) dan tekanan parsiel 02 dalam darah arteri (Pa02) kita

    buat grafik dimana SO2 sebagai ordinat dan Pa02 sebagai absis maka akan terbentuklah suatu

    grafik seperti huruf S yang disebut sebagai kurva disosiasi koksihemoglobin

    Dalam kurva disosiasi oksihemoglobin yang normal akan terlihat bahwa :

    pada PaO2 100 torr maka SO2 adalah 97%

    pada PaO2 27 torr maka SO2 adalah 50%

    PaO2 dimana SaO2 sebesar 50% disebut P50 artinya tekanan parsiel oksigen dalam darah

    sehingga saturasi Hb sebesar 50 %. Dalam keadaan normal maka P50 adalah 27 torr. Bila

    P50 lebih besar dari 27 torr, kurva disosiasi oksihemoglobin disebut bergeser ke kanan.

    Berarti agar Hb dapat mengikat 02 lebih banyak perlu Pa02 yang lebih tinggi dari biasanya.

    Dengan perkataan lain pada keadaan dimana kurva bergeser ke kanan maka Hb lebih sulit

    mengikat 02. Bila P50 lebih kecil dari 27 torr maka kurva disosiasi oksihemoglobin disebut

    bergeser ke kiri. Berarti Hb lebih mudah mengikat 02 tetapi agak sukar melepaskan ke

    jaringan/sel.

    Hal-hal yang mempengaruhi kurva disosiasi oksishemoglobin :

    Yang menyebabkan kurva bergeser ke kanan

    a. Asidosis (yaitu pH tubuh < 7,4)

    b. Hipertemia

    c. Kadar 2,3 DPG (2,3 diphosphoglycerate) yang tinggi

    Yang menyebabkan kurva bergeser ke kiri

    a. Alkalosis (yaitu pH tubuh > 7,4)

    b. Hipotermia

    c. Kadar 2,3 DPG yang rendah

  • Hipoksia

    Hipoksia adalah suatu keadaan dimana sel/jaringan tubuh kekurangan oksigen. Penyebab

    dari hipoksia :

    1. Berkurangnya 02 yang dilepaskan ke jaringan

    a. Hipoksia yang menyeluruh (global hipoxia)

    Hipoksia arterial

    Kadar 02 dalam udara yang rendah

    Terganggunya oksigenasi dalam paru

    Shunting darah vena ke arteri

    Hipoksia anemia

    Kadar Hb yang rendah

    Gangguan pada Hb

    Hipoksia sirkulasi

    Hipoksia pada organ/daerah tertentu (regional hipoxia)

    2. Kebutuhan 02 yang meningkat

    a. Tiroktoksikosis

    b. Latihan yang berlebihan

    3. Gangguan pada penggunaan 02 oleh jaringan/sel

    Secara praktis hipoksia dengan berbagai penyebab tersebut dapat digolongkan menjadi 4

    macam yaitu :

    a) Hipoksia hipoksemia

    Pada keadaan ini hipoksia yang terjadi pada jaringan adalah akibat dari berkurangnya

    kandungan 02 dalam darah (hipoksemia) sehingga tidak cukup 02 yang dapat

    dilepaskan ke jaringan/sel/organ. Berkurangnya kandungan 02 dalam darah adalah

    sebagai akibat dari kurang cukupnya oksigenasi darah oleh paru.

    b) Hipoksia anemia

    Pada keadaan ini oksigenasi darah cukup baik tetapi zat pembawa 02 dalam darah

    (yaitu Hb) kurang jumlahnya.

    c) Hipoksia stagnasi

    Pada keadaan ini oksigenasi dan pembawa 02 tidak banyak terganggu, tetapi aliran

    darah dimana Hb berada di dalamnya mengalami kelambatan.

    d) Hipoksia histotoksik

  • Pada keadaan ini gangguan terletak di jaringan/sel itu sendiri, dimana jaringan/sel

    mengalami kerusakan sehingga tidak dapat mengambil 02 yang disediakan oleh

    Hb/darah.

    Berdasarkan gradasinya hipoksia terbagi menjadi :

    1. Derajat ringan

    Mungkin terbatas setempat saja sehingga gejala sistemik tidak nampak jelas. Kalau

    disebabkan hippoksemia maka Pa02 biasanya kurang dari 80 torr.

    2. Derajat sedang

    Pada keadaan ini sudah terjadi kompensasi dari sistem aliran darah dan jantung (nadi cepat)

    dan sistem pernafasan (nafas yang cepat dan terengah-engah) dan gejala sistemik (cepat capai

    dan lemah, kurang konsentrasi, kurang koordinasi dalam gerakan, lamban). Dan bila akibat

    hipoksemia maka Pa02 kurang dari 60 torr.

    3. Derajat berat

    Gejala yang timbul lebih jelas dan yang mencolok adalah terganggunya kesadaran akibat

    berkurangnya 02 dalam susunan saraf. Dan bila terjadi hipoksemia maka Pa02 kurang dari 40

    torr.

    Tujuan Terapi Oksigen

    Secara klinis tujuan utama pemberian O2

    :

    (1) untuk mengatasi keadaan Hipoksemia sesuai dengan hasil Analisa Gas Darah

    Mengatasi hipoksia atau mencegah agar tidak terjadi hipoksia dengan jalan mencukupi

    kandungan 02 dalam darah dengan harapan agar 02 yang dilepaskan ke sel/jaringan cukup.

    Tidak semua hipoksia dapat diatasi atau dicegah hanya dengan memberikan O2, sebab tidak

    semua hipoksia selalu hipoksemia. Pemberian O2 akan mencapai sasaran kalau disertai

    dengan menangani penyebab hipoksia.

    (2) untuk menurunkan kerja nafas dan meurunkan kerja miokard.

    Syarat agar sel/jaringan mendapatkan 02 dengan cukup ialah :

    1. Kadar 02 yang dihirup (Fi02 = fraksi inspirasi 02) cukup

    2. Fungsi respirasi adekuat

    Jalan nafas lancar/bebas

    Volume tidal cukup

  • Frekuensi nafas cukup (sesuai dengan umur)

    Irama nafas teratur

    Alveoli yang baik

    3. Pengangkut 02 yang baik

    Kadar Hb cukup

    Bentuk dan sifat Hb yang baik

    Suasana dimana Hb berfungsi baik

    4. Fungsi sirkulasi adekuat

    Volume cairan intra vaskuler cukup (preload).

    Kontraktilitas otot jantung baik

    Keadaan pembuluh darah baik (afterload)

    Frekuensi dan irama denyut jantung baik

    5. Sel/jaringan masih baik

    Dalam pemberian terapi O2

    perlu diperhatikan Humidification. Hal ini penting

    diperhatikan oleh karena udara yang normal dihirup telah mengalami humidfikasi sedangkan

    O2

    yang diperoleh dari sumber O2

    (Tabung) merupakan udara kering yang belum

    terhumidifikasi, humidifikasi yang adekuat dapat mencegah komplikasi pada pernafasan.

    Indikasi Terapi Oksigen

    Berdasarkan tujuan terapi pemberian O2

    yang telah disebutkan, maka adapun indikasi

    utama pemberian O2

    ini adalah sebagai berikut :

    a) Pasien dengan kadar O2

    arteri rendah dari hasil analisa gas darah

    b) Pasien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap keadaan

    hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan serta adanya kerja

    otot-otot tambahan pernafasan

    c) Pasien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk mengatasi

    gangguan O2

    melalui peningkatan laju pompa jantung yang adekuat.

    Berdasarkan indikasi utama diatas maka terapi pemberian O2

    dindikasikan kepada klien

    dengan gejala :

    1) sianosis

  • 2) hipovolemi

    3) perdarahan

    4) anemia berat

    5) keracunan CO

    6) asidosis

    7) selama dan sesudah pembedahan

    8) klien dengan keadaan tidak sadar.

    Salah satunya terapi oksigen juga diberikan pada kasus gagal nafas. Dimana terjadi kegagalan

    sistem respirasi dalam pertukaran gas O2, dan CO2, dengan PaO2 < 60 mmHg atau PaCO2 >

    50 mmHg. Gagal nafas akut dapat digolongkan menjadi dua yaitu, gagal nafas akut

    hipoksemia ( tipe I) dan gagal nafas akut hiperkapnia ( tipe II).

    Gagal nafas tipe I (hipoksemia) dimana PaO2 kurang dari atau sama dengan 60 mmHg, SaO2

    rendah < 90% namun PaCO2 dapat normal 45 mmHg atau kurang. Jadi, mekanisme primer

    pada tipe kegagalan ini adalah mekanisme oksigenasi yang tidak adekuat atau hipoksemia.

    Gagal nafas tipe 2 menunjukkan abnormalitas oksigenasi darah dan ketidakmampuan sistem

    pernapasan untuk mengeliminasi karbondioksida. Pada tipe ini, PaO2 60 mmHg atu kurang,

    sedangkan PaCO2 dapat naik lebih dari 45 mmHg. Jadi, kegagalan tipe 2 ini merupakan

    kombinasi retensi CO2 (hiperkapnea) dengan oksigenasi yang tidak adekuat (hipoksemia) .

    I. Teknik dan Cara Pemberian Oksigen

    Dapat dibagi menjadi 2, yaitu Sistem aliran rendah dan sistem aliran tinggi. Sistem aliran

    rendah diberikan untuk menambah konsenstrasi uadara ruangan, bekerja dengan memberikan

    oksigen pada frekuensi aliran kurang dari volume inspirasi pasien, sisa volume ditarik dari

    udara ruangan. Karena oksigen ini bercampur dengan udara ruangan, maka FiO2 aktual yang

    diberikan pada pasien tidak diketahui, sehingga menghasilkan FiO2 yang bervariasi

    tergantung pada tipe pernapasan dengan patokan volume tidal klien. Alat oksigen aliran

    rendah ini cocok dengan pasien stabil dengan pola napas, frekuensi, volume ventilasi normal,

    misalnya pasien dengan Volume Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16-20 x/menit.

    Contohnya, kateter nasal, kanul nasal, sungkup muka sederhana, sungkup muka dengan

    kantong Rebreathing, dan sungkup muka dengan kantong NonRebreathing.

    Sedangkan sistem aliran tinggi adalah teknik memberikan aliran dengan frekuensi cukup

    tinggi untuk memberikan 2 atau 3 kali volume isnpirasi pasien. Alat ini cocok untuk pasien

    dengan pola nafas pendek dan pasien dengan PPOK yang mengalami hipoksia karena

  • ventilator. Contoh sistem aliran tinggi dalah sungkup muka dengan venturi/ Masker Venturi,

    Bag and mask, sungkup terbuka, dan collar trakeostomi.

    A. Nasal kanula

    Biasanya tidak memerlukan humidifikasi pada gas 02 yang dialirkan, sebab humidifikasi dari

    nasopharing masih cukup baik (tidak terganggu). Kejelekannya adalah apabila aliran gas

    lebih dari 3 L/mnt akan mengakibatkan iritasi selaput lendir daerah hidung.

    B. Nasal kateter

    Yaitu dengan menggunakan kateter hidung yang dipasang sampai daerah pharing. Biasanya

    digunakan untuk penderita yang gelisah sehingga tidak bisa dipasang nasal kanula atau

    masker.

    Perlu disertai dengan humidifikasi dan juga sering menyebabkan iritasi selaput lendir

    pharing.

    C. Masker sederhana

    Konsentrasi 02 yang terhirup tergantung dengan pola pernafasan dan aliran gas 02.

    Digunakan untuk konsentrasi oksigen rendah sampai sedang. Ini adalah teknik oksigen

    jangka pendek, kontinyu, atau selang-seling. Sungkup muka sederhana ini memiliki aliran 5-8

    Liter/menit dengan konsentrasi oksigen 40-60%. Masker ini kontraindikasi dengan retensi

    karbondioksida karena akan memperburuk retensi. Aliran O2 tidak boeh kurang dari 5

    L/menit untuk mendorong CO2 keluar dari masker.

    D. Masker dengan kantong simpan

    Seperti masker sederhana hanya ditambahkan kantong yang bisa menampung aliran gas baik

    dari sumber gas atau yang dari udara kamar dan udara nafas.

    Ada dua macam yaitu :

    Yang tanpa disertai katup ekspirasi, jadi terjadi rebreathing

    Teknik pemberikan oksigen dengan konsentrasi tinggi yaitu 35-60% dengan aliran

    6-15 L/menit. Serta dapat meningkatkan nilai PaCO2. Udara ekspirasi sebagian

    tercampur dengan udara inspirasi, sesuai dengan aliran O2, kantong akan terisi saat

    ekspirasi dan hampir menutup waktu saat inspirasi. Keuntungan dari sungkup muka

    ini adalah dengan konsentrasi oksigen lebih tinggi dari sungkup muka sederhana,

    tidak mengeringkan selaput lendir. Kerugiannya adalah kantong oksigen ini bisa

  • telipat atau terputar atau mengempes ,apabila hal ini terjadi akan menyebabkan

    pasien akan menghirup sejumlah besar karbondioksida.

    Yang disertai katup ekspirasi sehingga tidak terjadi rebreathing -- non rebreathing

    Teknik ini memberikan oksigen dengan konsentrasi oksigen yang tinggi mencapai

    90% dengan aliran 6-15 L/menit. Pada prinsipnya udara inspirasi todak bercampur

    dengan udara ekspirasi, udara ekspirasi dikeluarkan langsung ke atmosfer melalui satu

    atau lebih katup, sehingga dalam kantong konsentrasi oksigen menjadi tinggi.

    E. Masker venturi

    Dengan alat ini maka konsentrasi gas 02 yang dihirup dapat diatur sesuai dengan kehendak

    kita dan sesuai dengan kebutuhan penderita. Teknik ini juga mrupakan metode yang paing

    akurat dan dapat diandalkan untuk konsentrasi yang tepat melalui cara non invasif. Meetode

    ini juga memungkinkan konsentrasi Oksigen yang konstan untuk dihirup yang tidak

    tergantung pada kedalaman dan kecepatan pernapasan. Teknik ini diberikanpada pasien

    hyperkarbia kronik seperti PPOK , pasien hipoksemia sedang sampai berat.

    F. Tenda oksigen

    Semacam tenda kecil yang melingkup bagian wajah penderita sehingga penderita dapat

    bernafas dari udara yang berada dalam tenda tersebut. Konsentrasi 40% dengan aliran 10-15

    L/mnt. Digunakan untuk memberikan pelembapan pada pasien di ruang pemulihan atau

    setelah ekstubasi. Kentungannya adalah lebih nyaman untuk anak, namun FiO2 sulit untuk

    dikontrol.

    G. Alat bantu nafas

    Selain memberikan 02, dengan alat ini sekaligus mengatasi persoalan yang mengganggu

    ventilasi paru. Apapun teknik dan cara yang kita gunakan yang mutlak harus diperhatikan

    adalah kita harus mengetahui dan mengerti berapa persen konsentrasi 02 yang terhirup pasien

    dengan cara tersebut (Fi02). Jadi bukan secara otomatis biasanya begitu. Oleh karena itu

    untuk menentukan berapa Fi02 yang harus diberikan adalah dengan memantau apakah

    target/sasaran terapi 02 tercapai atau belum yaitu dengan oksimeter (Sa02) atau dengan

    menganalisa gas darah secara terus menerus.

    Untuk itu dapat dipergunakan tabel seperti di bawah ini :

  • Cara Aliran 02 (L/mnt) Konsentrasi

    (Fi02)%

    Nasal kateter

    1 2

    3 4

    5 - 6

    24 28

    30 35

    38 44

    Masker sederhana 5 6

    6 7

    7 - 8

    40

    50

    60

    Masker dengan

    kantong simpan

    6

    7

    8

    9 - 10

    60

    70

    80

    90 99

    Masker venturi Aliran tetap 24 35

    Tenda oksigen 8 - 10 40

    Alat bantu nafas

    (ventilator)

    Sesuai dengan

    aturan alat

    0 100

    Bahaya dan Efek Samping Terapi Oksigen

    1) Hipoksia

    Hal ini dapat terjadi bila pemberian 02 secara mendadak dengan tekanan yang tinggi.

    Dapat dihindari dengan jalan memberikan secara bertahap.

    2) Hipoventilasi

    Hal ini sering terjadi pada penderita dengan kelainan paru yaitu penyakit paru

    obstruksi menahun (PPOM). Pada penderita demikian pengendalian pusat nafas disebabkan

    oleh kadar 02 dalam darah yang rendah (hipoksemia). Sehingga apabila keadaan hipoksemia

    dihilangkan maka pusat nafas tidak ada yang merangsang yang akan berakibat hipoventilasi

    bahkan sampai henti nafas (apneu). Oleh karena itu pemberian 02 pada penderita demikian

    harus hati-hati yaitu dengan memberikan secara bertahap. Mulai dari konsentrasi rendah yang

    dinaikkan secara pelan dan bertahap sambil memantau keadaan penderita dengan pegangan

    bahwa keadaan umum penderita membaik tetapi masih tetap bernafas seperti biasanya.

    3) Atelektasis paru

    Hal ini terjadi apabila konsentrasi 02 yang diberikan sangat tinggi (hampir 100%)

    dalam jangka waktu yang lama. Akibatnya gas N2 akan terusir dari alveoli sehingga dinding

  • alveoli tidak dapat teregang lagi dan akhirnya kolap. Pencegahannya ialah jangan

    memberikan 02 dengan konsentrasi 100% lebih dari 24 jam.

    4) Keracunan oksigen

    Ada dua macam yaitu :

    Keracunan yang menyeluruh

    Yaitu disebabkan karena Pa02 yang lebih dari 100 torr dalam jangka waktu yang lama

    (bervariasi untuk tiap individu). Pada yang akut bisa terjadi kejang-kejang. Pada yang kronis

    gejalanya berupa nyeri dibelakang tulang dada, nyeri sendi, kesemutan, mual muntah, nafsu

    makan menurun. Pada bayi prematur dapat terjadi kebutaan yang disebut retrolental

    fibroplasia, yaitu terjadi penyempitan pembuluh darah di retina mata sehingga retina

    mengalami fibrosis.

    Keracunan setempat

    Sel epitel kapiler paru akan mengalami kerusakan yang mengakibatkan gangguan difusi gas.

    Oleh sebab itu, pemberian oksigen harus diperhatikan dengan baik, dengan memonitoring

    tanda-tanda klinis seperti TTV, Saturasi oksigen, kerja nafas , apakah ada nafas cuping

    hidung, sianosis, butuh bantuan otot pernapasan, serta Analisa Gas darah dan jangan

    memberikan O2 dengan konsentrasi > 50% lebih dari 48 jam.

    VENTILASI MEKANIK

    Suatu alat yang mampu membantu (sebagian) atau mengambil alih (seluruh) fungsi

    pertukaran gas paru untuk mempertahankan hidup.

    Brunner dan Suddarth, 1996:Ventilasi mekanik adalah alat pernafasan bertekanan negatif

    atau positif yang dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam waktu yang

    lama.

    American College of Chest Physicians, 1999: Ventilasi mekanik adalah suatu metode

    dengan menggunakan mesin-mesin untuk membantu pasien bernafas saat mereka tidak

    mampu bernafas adekuat dengan pernafasan mereka sendiri.

    Klasifikasi :

    Ventilator Tekanan Negatif

  • Mengeluarkan tekanan negatif pada dada eksternal. Dengan mengurangi tekanan

    intratoraks selama inspirasi memungkinkan udara mengalir ke dalam paru-paru

    sehingga memenuhi volumenya.

    Digunakan terutama pada gagal nafas kronik yang berhubungn dengan kondisi

    neurovaskular seperti poliomyelitis, distrofi muscular, sklerosisi lateral amiotrifik dan

    miastenia gravis.

    Ventilator Tekanan Positif

    Menggembungkan paru-paru dengan mengeluarkan tekanan positif pada jalan nafas

    dengan demikian mendorong alveoli untuk mengembang selama inspirasi.

    Pada ventilator jenis ini diperlukan intubasi endotrakeal atau trakeostomi.

    Ventilator ini secara luas digunakan pada klien dengan penyakit paru primer.

    Terdapat tiga jenis ventilator tekanan positif yaitu tekanan bersiklus, waktu bersiklus

    dan volume bersiklus

    Ventilator Tekanan Positif

    Ventilator Tekanan bersiklus

    Adalah ventilator tekanan positif yang mengakhiri inspirasi ketika tekanan preset

    telah tercapai

    Siklus ventilator hidup mengantarkan aliran udara sampai tekanan tertentu yang telah

    ditetapkan seluruhnya tercapai, dan kemudian siklus mati.

    Hanya untuk jangka waktu pendek di ruang pemulihan.

    Ventilator waktu bersiklus

    Adalah ventilator mengakhiri atau mengendalikan inspirasi setelah waktu ditentukan.

    Volume udara yang diterima klien diatur oleh kepanjangan inspirasi dan frekuensi

    aliran udara.

    Ventilator ini digunakan pada neonatus dan bayi.

    Ventilator volume bersiklus

    yaitu ventilator yang mengalirkan volume udara pada setiap inspirasi yang telah

    ditentukan.

    Jika volume preset telah dikirimkan pada klien , siklus ventilator mati dan ekshalasi

    terjadi secara pasif.

    Ventilator volume bersiklus sejauh ini adalah ventilator tekanan positif yang paling

    banyak digunakan.

    Indikasi untuk dipasang ventilasi mekanis :

    Jika pasien mengalami penurunan kontiniu oksigenisasi (PaO2) PaO2 60 mmHg

    Peningkatan kadar karbondioksida arteri (PaCO2)

    Asidosis persisten (penurunan pH) atau PaO2 > 50 mmHg dengan pH < 7,25

    Kapasitas vital < 2 kali volume tidal

    Dorongan inspirasi negatif < 25 cm H2O

    Frekwensi pernafasan > 35/mnt

  • Indikasi Klinik

    Kegagalan ventilasi

    Neuromuskular disease

    Central Nervous Sistem Disease

    Depresi System Saraf Pusat

    Musculo sceletal disease

    Ketidakmampuan toraks untuk ventilasi

    Kegagalan pertukaran gas

    Gagal nafas akut

    Gagal nafas kronik

    Gagal jantung kiri

    Penyakit paru gangguan difusi

    Penyakit paru ventilasi/perfusi mesmatch

    Frekuensi Pernapasan Permenit

    Tiap individu memiliki RR yang berbeda sesuai dengan kondisi klinisnya masing-

    masingSecara umum rentang RR berkisar antara 10-20x permenit. Harus diset dengan

    mempertimbangkan juga tidal volume yang tercapai untuk menghasilkan ventilasi semenit

    yang cukup.

    Pada pasien dewasa ARDS, karena penggunaan TV yang rendah harus diimbangi dengan RR

    hingga 35x/menit untuk mempertahankan ventilasi semenit yang adekuat

    Volume Tidal

    8-10 cc/kg berat badan ideal

    Pada pasien dengan paru-paru normal yang terintubasi karena alasan tertentu, volume tidak

    yang digunakan sampai 12 cc/kg berat badan ideal

    Konsentrasi oksigen (fiO2)

    ngan ventilator untuk

    pertama kali

    Ketika penempatan ETT sudah ditetapkan dan pasien telah distabilisasi FiO2 harus

    diturunkan sampai konsentrasi terendah yang masih dapat mempertahankan saturasi oksigen

    hemoglobin, karena konsentrasi oksigen yang tinggi dapat menyebabkan toksisitas pulmonal

    Tujuan utama mempertahankan nilai saturasi lebih dari 90%

  • Positive end expiratory pressure

    Berfungsi untuk mempertahankan tekanan positif jalan napas pada tingkatan tertentu selama

    fase ekspirasi

    Meningkatkan volume residual dan volume total paru

    5 cm H2O : nilai fisiologis

    Nilai yang tinggi

    paru

    Peak Flow

    Kecepatan penghantaran volume tidal

    Biasa di preset pada 60 L/min

    Modus Operasional Ventilasi Mekanik :

    Controlled Ventilation

    Ventilator mengontrol volume dan frekwensi pernafasan.

    Indikasi untuk pemakaian ventilator meliputi pasien dengan apnea.

    Ventilasi mekanik adalah alat pernafasan bertekanan negatif atau positif yang

    dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian O2 dalam waktu yang lama.

    Ventilator tipe ini meningkatkan kerja pernafasan pasien

    Assist/Control

    Ventilator jenis ini dapat mengontrol ventilasi, volume tidal, dan kecepatan.

    Bila pasien gagal untuk ventilasi, maka ventilator secara otomatis

    menggantikan.

    Ventilator ini diatur berdasarkan atas frekwensi pernafasan yang spontan dari

    klien, biasanya digunakan pada tahap pertama pemakaian ventilator.

    Intermitten Mandatory Ventilation

    Model ini digunakan pada pernafasan asinkron dalam penggunaan model

    kontrol, pasien dengan hiperventilasi. Pasien yang bernafas spontan yang

    dilengkapi dengan mesin dan waktu diambil alih oleh ventilator

  • Synchronized Intermitten Mandatory Ventilation (SIMV)

    SIMV dapat digunakan untuk ventilasi dengan tekanan udara rendah, otot

    tidak begitu lelah dan efek baro trauma minimal.

    Pemberian gas melalui nafas spontan biasanya tergantung pada aktivitasi

    pasien.

    Indikasi pada pernafasan spontan tapi tidal volumen dan/atau frekwensi nafas

    kurang adekuat

    Positive end Expiratory Pressure

    Modus yang digunakan dengan menahan tekanan akhir ekspirasi positif

    dengan tujuan untuk mencegah atelektasis.

    Dengan terbukanya jalan nafas oleh karena tekanan yang tinggi, atelektasis

    akan dapat dihindari

    . Indikasi pada klien yang menderita ARDS dan gagal jantung kongestix yang

    mossif dan pneumonia difus.

    Efek samping dapat menyebabkan vensus return menurun, barotrauma dan

    penurunan curah jantung

    Continious Positive Airway Pressure (CPAP)

    Ventilator ini berkemampuan untuk meningkatkan FRC.

    Biasanya digunakan untuk penyapihan ventilator

    Komplikasi

    Obstruksi jalan nafas

    Hipertensi

    Tension pneumotoraks

    Atelektase

    Infeksi pulmonal

    Kelainan fungsi gastrointestiral : dilatasi lambung, pendarahan GI

    Kelainan fungsi ginjal

    Kelainan fungsi susunan saraf pusat

    (2) kegawatan kardiovaskular

    a. syok

  • SYOK

    A. Definisi

    Syok adalah sindroma klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik

    dan metabolik yang ditandai dengan kegagalan system sirkulasi untuk

    mempertahankan perfusi yanga dekuat organ-organ vital tubuh. Hal ini muncul

    akibat kejadian pada hemostasis tubuh yang serius seperti, perdarahan yang

    massif, trauma atau luka bakar berat (syok hipovolemik), infark miokard luas

    atau emboli paru (syok kardiogenik), sepsis akibat bakteri yang tidak terkontrol

    (syok septic), tonus vasomotor yang tidak adekuat (syok neurogenik) atau

    akibat respon imun (syok anafilaktik).

    B. Etiologi dan klasifikasi

    Syok secara umum dapat diklasifikasikan menjadi :

    1. Syok hipovolemik, syok yang disebabkan karena tubuh :

    - Kehilangan darah/syok hemoragik

    Hemoragik eksternal : trauma, perdarahan gastrointestinal

    Hemoragik internal : hematoma, hematotoraks

    - Kehilangan plasma : luka bakar

    - Kehilangan cairan dan elektrolit

    Eksternal : muntah, diare, keringat yang berlebih

    Internal : asites, obstruksi usus

    2. Syok kardiogenik, kegagalan kerja jantung. Gangguan perfusi jaringan yang

    disebabkan karena disfungsi jantung misalnya : aritmia, AMI (Infark Miokard

    Akut).

    3. Syok septik, terjadi karena penyebaran atau invasi kuman dan toksinnya

    didalam tubuh yang berakibat vasodilatasi.

    4. Syok neurogenik, terjadi gangguan perfusi jaringan yang disebabkn karena

    disfungsi sistem saraf simpatis sehingga terjadi vasodilatasi. Misalnya : trauma

    pada tulang belakang, spinal syok.

    5. Syok anafilaktik, gangguan perfusi jaringan akibat adanya reaksi antigen

    antibodi yang mengeluarkan histamine dengan akibat peningkatan

    permeabilitas membran kapiler dan terjadi dilates arteriola sehingga venous

  • return menurun. Misalnya: reaksi tranfusi, sengatan serangga, gigitan ular

    berbisa.

    C. Patofisiologi

    Syok menunjukkan perfusi jaringan yang tidak adekuat. Hasil akhirnya

    berupa lemahnya aliran darah yang merupakan petunjuk yang umum, walaupun

    ada bermacam-macam penyebab. Syok dihasilkan oleh disfungsi empat system

    yang terpisah namun saling berkaitan yaitu: jantung, volume darah, resistensi

    arteriol (beban akhir), dan kapasitas vena. Jika salah satu faktor ini

    bermasalah dan faktor lain tidak dapat melakukan kompensasi maka akan

    terjadi syok. Awalnya tekanan darah arteri mungkin normal sebagai kompensasi

    peningkatan isi sekuncup dan curah jantung. Jika syok berlanjut, curah jantung

    menurun dan vasokontriksi perifer meningkat.

    Gambar 1. Patofisiologi Syok

  • Gambar 2. Berbagai jenis umpan balik yang dapat menimbulkan

    perkembangan syok.

    Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu:

    1. Fase Kompensasi

    Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga

    timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan

    gangguan seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi

    untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet dan

    penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral

    dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah

    dengan konservasi air. Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya

    penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini

    terjadi peningkatan frekuensi dan kontraktilitas otot jantung untuk

    menaikkan curah jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki

    ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke ginjal menurun, tetapi ginjal

    mempunyai cara regulasi sendiri untuk mempertahankan filtrasi glomeruler.

    Akan tetapi jika tekanan darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga

    menurun.

    2. Fase Progresif

  • Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi

    kebutuhan tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah

    jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh

    tubuh. Pada saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah menurun,

    hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme, produk

    metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Dinding

    pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga

    terjadi bendungan vena, venous return menurun. Relaksasi sfinkter

    prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat

    kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis luas (DIC =

    Disseminated Intravascular Coagulation). Menurunnya aliran darah ke otak

    menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini

    menambah hipoksia jaringan.Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya

    toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bridikinin) yang ikut

    memperburuk syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia

    dan anoksia usus menimbulkan penurunan integritas mukosa usus pelepasan

    toksin dan invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan

    fungsi detoksifikasi hepar memperburuk keadaan. Timbul sepsis, DIC

    bertambah nyata, integritas system retikuloendotelial rusak, integritas

    mikrosirkulasi juga rusak. Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan

    metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis

    metabolik, terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan

    asam karbonat di jaringan.

    3. Fase Irrevesibel/Refrakter

    Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat

    diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya irreversibilitas

    syok. Gagal sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa

    darah yang cukup, paru menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya

    respirasi menurun, dan akhirnya anoksia dan hiperkapnea.

    Patogenesis dan Patofisiologi Syok Hipovolemik

  • Penyebab syok hipovolemik yang paling umum adalah perdarahan mukosa

    saluran cerna dan trauma berat. Penyebab perdarahan terselubung adalah antara

    lain trauma abdomen dengan ruptur aneurisma aorta, ruptur limpa atau ileus

    obstruksi, dan peritonitis. Secara klinis syok hipovolemik ditandai oleh volume

    cairan intravaskuler yang berkurang bersama-sama penurunan tekanan vena

    sentral, hipotensi arterial, dan peningkatan tahanan vaskular sistemik. Respon

    jantung yang umum adalah berupa takikardia, Respon ini dapat minimal pada

    orang tua atau karena pengaruh obat-obatan. Gejala yang ditimbulkan bergantung

    pada tingkat kegawatan syok.

    Patogenesis dan Patofisiologi Syok Kardiogenik

    Patofisiologi yang mendasari syok kardiogenik adalah depresi kontraktilitas

    miokard yang mengakibatkan lingkaran setan penurunan curah jantung, tekanan

    darah rendah,insufisiensi koroner, dan selanjutnya terjadi penurunan kontraktilitas

    dan curah jantung. Syok kardiogenik ditandai dengan gangguan fungsi ventrikel

    kiri, yang mengakibatkan gangguan berat pada pefusi jaringan dan penghantaran

    oksigen ke jaringan. Yang khas pada syok kardiogenik oleh infark miokardium akut

    adalah hilangnya 40% atau lebih jaringan otot pada ventrikel kiri. Selain dari

    kehilangan masif jaringan otot ventrikel kiri juga ditemukan daerah-daerah

    nekrosis fokal diseluruh ventrikel. Nekrosis fokal diduga merupakan kibat dari

    ketidak seimbangan yang terus-menerus antara kebutuhan dan suplai oksigen

    miokardium. Pembuluh koroner yang terserang juga tidak mampu meningkatkan

    alira darah secara memadai sebagai respon terhadap peningkatan beban kerja dan

    kebutuhan oksigen jantung oleh aktivitas respon kompensatorik seperti

    perangsangan simpatik. Sebagai akibat dari proses infark, kontraktilitas ventrikel

    kiri dan kinerjanya menjadi sangat terganggu.

    Ventrikel kiri gagal bekerja sebagai pompa dan tidak mampu menyediakan

    curah jantung yang memadai untuk mempertahankan perfusi jaringan. Maka

    dimulailah siklus berulang. Siklus dimulai dengan terjadinya infark yang berlanjut

    dengan gangguan fungsi miokardium. Gangguan fungsi miokardium yang berat akan

    menyebabkan menurunnya curah jantung dan hipotensi arteria. Akibatnya

    terjadinya asidosis metabolik dan menurunnya perfusi koroner, yang lebih lanjut

    mengganggu fungsi ventrikel dan menyebabkan terjadinya aritmia.

  • Patogenesis Syok Septik

    Pada umumnya penyebab syok septik adalah infeksi kuman gram negatif

    yang berada dalam darah/endotoksin. Jamur dan jenis bakteri juga dapat menjadi

    penyebab septicemia. Syok septik sering diikuti dengan hipovolemia dan hipotensi.

    Hal ini dapat disebabkan karena penimbunan cairan disirkulasi mikro,

    pembentukan pintasan arteriovenus dan penurunan tahanan vaskuler sistemik,

    kebocoran kapiler menyeluruh, depresi fungsi miokardium. Beberapa faktor

    predisposisi syok septic adalah trauma, diabetes, leukemia, granulositopenia

    berat, penyakit saluran kemih, terapi kortikosteroid jangka panjang,

    imunosupresan atau radiasi. Syok septik sering terjadi pada bayi baru lahir, usia di

    atas 50 tahun, dan penderita gangguan sistem kekebalan.

    Patogenesis Syok Neurogenik

    Syok neurogenik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok

    distributif. Syok neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor karena

    hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh sehingga

    terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh darah pada capacitance

    vessels. Hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik ini diakibatkan

    oleh cidera pada sistem saraf (seperti : trauma kepala, cedera spinal atau anestesi

    umum yang dalam). Syok neurogenik juga disebut sinkop.

    Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang

    mengakibatkan terjadinya vasodilatasi menyeluruh di daerah splangnikus sehingga

    aliran darah ke otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu

    lingkungan yang panas, terkejut, takut, atau nyeri hebat. Pasien merasa pusing

    dan biasanya jatuh pingsan. Setelah pasien dibaringkan, umumnya keadaan

    berubah menjadi baik kembali secara spontan. Trauma kepaa yang terisolasi tidak

    akan menyebabkan syok. Adanya syok pada trauma kepala harus dicari penyebab

    yang lain. Trauma pada medulla spinalis akan menyebabkan hipotensi akibat

    hilangnya tonus simpatis. Gambaran klasik dari syok neurogenik adalah hipotensi

    tanpa takikardi atau vasokonstriksi perifer.

    Patogenesis Syok Anafilaktik

  • Coomb dan Gell (1963), anafilaksis dikelompokkan dalam hipersensitivitas

    tipe 1 atau Immediate type reaction. Mekanisme anafilaksis melalui beberapa fase

    :

    - Fase Sensitisasi, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai

    diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil.

    - Fase Aktivasi, yaitu waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen

    yang sama.

    - Fase Efektor, yaitu waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai

    efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik

    pada organ organ tertentu.

    D. Stadium-Stadium Syok

    Syok memiliki beberapa stadium sebelum kondisi menjadi dekompensasi

    atau irreversibel sebagaimana dilukiskan dalam gambar berikut:

    Stadium 1: anticipation stage

    Gangguan sudah ada tetapi bersifat lokal. Parameter-paramater masih

    dalam batas normal. Biasanya masih cukup waktu untuk mendiagnosis dan

    mengatasi kondisi dasar.

    Stadium 2. pre-shock slide

  • Gangguan sudah bersifat sistemik. Parameter mulai bergerak dan mendekati

    batas atas atau batas bawah kisaran normal.

    Sadium 3. compensated shock

    Compensated shock bisa berangkat dengan tekanan darah yang normal

    rendah, suatu kondisi yang disebut normotensive, cryptic shock. Banyak

    klinisi gagal mengenali bagian dini dari stadium syok ini. Compensated shock

    memilik