TUGAS CIVIL SOCIETY OKE.docx
Transcript of TUGAS CIVIL SOCIETY OKE.docx
STRATEGI MEMBANGUN CIVIL SOCIETY DI INDONESIA
TUGAS MATA KULIAH
DASAR DAN TEORI PENDIDIKAN HUKUM
DOSEN : RIA SAFITRI, SH. M Hum
Disusun oleh ; Hj.Sobariyah
NIRM :145710107
Kelas Raden Saleh
PROGRAM PASCASARJANA STKIP ARRAHMANIYAH DEPOK
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wacana masyarakat madani merupakan wacana yang telah mengalami proses yang
panjang. Ia muncul bersamaan dengan proses modernisasi, terutama pada saat terjadi
transformasi dari masyarakat feodal menuju masyarakat Barat modern, yang saat itu lebih
dikenal dengan istilah civil society.
Wacana masyarakat madani yang sudah menjadi arus utama dewasa ini, baik
di lingkungan masyarakat, pemerintah, dan akademisi, telah mendorong berbagai kalangan
untuk memikirkan bagaimana perkembangan sektor-sektor kehidupan di Indonesia yang
sedang dilanda reformasi itu dapat diarahkan kepada konsep masyarakat madani sebagai
acuan baru.
Dalam makalah ini akan dikemukakan pengertian civil society baik secara global
maupun menurut berbagai pakar di berbagai negara yang menganalisa dan mengkaji
fenomena civil society. Karakteristik yang menjadi prasyarat penegakan civil society, sejarah
dan perkembangan civil society , serta strategi–strategi dalam membangun civil society di
Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Civil Society?
2. Apa Karakteristik Civil Society?
3. Bagaimana Sejarah dan Perkembangan Civil Society di Indonesia?
4. Apa masalah yang dihadapai dalam membangun civil society ?
5. Bagaimana Strategi Membangun Civil Society di Indonesia?
6. Bagaimana pengaruh membangun civil society terhadap masyarakat ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian civil society
2. Untuk mengetahui karakteristik civil society
3. Untuk mengetahui sejarah dan perkembangan civil society di Indonesia
4. Untuk mengetahui strategi membangun civil society di Indonesia
BAB IIPEMBAHASAN
A. Pengertian Civil Society
Di bawah ini beberapa istilah dan penggegas yang mengacu pada pengertian
masyarakat sipil, sebagaimana dirumuskan oleh Dawam Rahardjo
INDONESIA ASING
Masyarakat Sipil
(Mansour Fakih)
Masyarakat Warga
(Soetandyo Wignyosubroto)
Masyarakat Kewargaan
(Frans-Magnis Suseno dan M. Ryas
Rasyid)
Masyarakat Madani
(Anwar Ibrahim, Nurcholis Madjid, M.
Dawam Rahardjo)
Civil Society (tidak diterjemahkan)
(M. AS. Hikam)
Koinonia Politike
(Aristoteles)
Societas Civilis
(Cicero)
Comonitas Civilis
Comonitas Politica
Societe Civile
(Tocquiville)
Burgerlishe Gesellscaft
(Hegel)
Civil Society
(Adam Ferguson)
Civitas Etat
Istilah madani secara umum dapat diartikan sebagai “ adab atau beradab “ Masyarakat
madani dapat didefinisikan sebagai suatu masyarakat yang beradab dalam membangun,
menjalani, dan memaknai kehidupannya, untuk dapat tata masyarakat yang beradab dalam
membangun, menjalani, dan memaknai kehidupannya, untuk dapat mencapai masyarakat
seperti itu, persyaratan yang harus dipenuhi antara lain adalah keterlibatan dalam
pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan bersama, kontrol masyarakat dalam
jalannya proses pemerintahan, serta keterlibatan dan kemerdekaan masyarakat dalam
memilih pimpinannya. Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan
teknologi.
Menurut Zbigniew Rau, masyarakat madani merupakan suatu masyarakat yang
berkembang dari sejarah, yang mengandalkan ruang dimana individu dan perkumpulan
tempat mereka bergabung, bersaing satu sama lain guna mencapai nilai-nilai yang mereka
yakini.
Han Sung-joo mendefinisikan masyarakat madani merupakan sebuah kerangka
hukum yang melindungi dan menjamin hak-hak dasar individu, perkumpulan sukarela
yang terbebas dari negara, suatu ruang publik yang mampu mengartikulasikan isu-isu
politik, gerakan warga negara yang mampu mengendalikan diri dan independen, yang
secara bersama-sama mengakui norma-norma dan budaya yang menjadi identitas dan
solidaritas yang terbentuk serta pada akhirnya akan terdapat kelompok inti dalam civil
society ini.
Kim Sunhyuk mendefinisikan bahwa yang dimaksud dengan masyarakat madani
adalah suatu satuan yang terdiri dari kelompok-kelompok yang secara mandiri
menghimpun dirinya dan gerakan-gerakan dalam masyarakat yang secara relatif otonom
dari negara, yang merupakn satuan-satuan dari (re) produksi dan masyarakat politik yang
mampu melekukan kegiatan politik dalam suatu ruang publik, guna menyatakan
kepedulian mereka dan memejukan kepentingan-kepentingan mereka menurut prinsip-
prinsip pluralisme dan pengelolaan yang mandiri.
Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud masyarakat
madani adalah sebuah kelompok atau tatanan masyarakat yang berdiri secara mandiri
dihadapan penguasa dan negara, memiliki ruang publik dalam mengemukakan pendapat,
adanya lembaga-lembaga yang mandiri yang dapat menyalurkan aspirasi dan kepentingan
publik.[4]
Lebih jelas Anwar Ibrahim menyebutkan bahwa masyarakat madani adalah sistem
sosial yang subur berdasarkan prinsip moral yang menjamin kesimbangan antara
kebebasan perorangan dan kestabilan masyarakat.
B. Karakteristik Civil Society
Wilayah publik yang bebas (free public sphere)
Wilayah publik yang bebas yaitu adanya ruang publik yang bebas sebagai sarana dalam
mengemukakan pendapat. Ruang public dapat diartikan sebagai wilayah bebas di mana
semua warga Negara memiliki akses penuh dalam kegiatan yang bersifat publik.
Demokrasi
Demokrasi adalah suatu tatanan sosial politik yang bersumber dan dilakukan oleh, dari,
dan untuk warga negara. Masyarakat dapat berlaku santun dalam pola hubungan
interaksi dengan masyarakat sekitarnya dengan tidak memperhatikan suku, ras dan
agama.
Toleransi
Toleransi adalah sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan pendapat. Jika
toleransi menghsilkan adanya tata cara pergaulan yang menyenangkan antara berbagai
kelompok yang berbeda-beda, maka hasil itu harus dipahami sebagai hikmah atau
manfaat dari pelaksanaan ajaran yang benar.
Kemajemukan (pluralisme)
Sebagai prasyarat penegakan masyarakat madani, maka pluralisme harus dipahami
secara mengakar dengan menciptakan sebuah tatanan kehidupan yang menghargai dan
menerima kemajemukan dalam konteks kehidupan sehari-hari. Kemajemukan erat
kaitannya dengan sikap penuh pengertian (toleran) kepada orang lain, yang diperlukan
dalam masyarakat yang majemuk.
Keadilan sosial (social justice)
Keadilan sosial adalah keseimbangan dan pembagian yang proporsional terhadap hak
dan kewajiban setiap warga negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan.
Masyarakat memiliki hak yang sama dalam memperoleh kebijakan-kebijakan yang
ditetapkannya oleh pemerintah.
C. Sejarah dan Perkembangan Civil Society di Indonesia
Fase pertama, dikembangkan oleh:
Aristoteles (384-322 SM)
Civil Society dipahami sebagai sistem kenegaraan dengan menggunakan istilah koinonia
politike, yakni sebuah komunitas politik tempat warga dapat terlibat langsung dalam
berbagai percaturan ekonomi-politik dan pengambilan keputusan. Istilah koinonia
politike digunakan untuk menggambarkan sebuah masyarakat politis dan etis dimana
warga negara di dalamnya berkedudukan sama di depan hukum.
Marcus Tullius Cicero (106-43 SM)
Masyarakat sipil atau societies civilies ,yaitu sebuah komunitas yang mendominasi
komunitas yang lain. Istilah ini lebih menekankan pada konsep negara kota (city state),
yakni untuk menggambarkan kerajaan, kota, dan bentuk korporasi lainnya, sebagai
kesatuan yang terorganisasi.
Thomas Hobbes (1588-1679 M)
Menurut Hobbes, masyarakat madani harus memiliki kekuasaan mutlak agar mampu
sepenuhnya mengontrol dan mengawasi secara ketat pola-pola interaksi (perilaku
politik) setiap warga negara.
John Locke (1632-1704 M)
Kehadiran masyarakat madani dimaksudkan untuk melindungi kebebasan dan hak milik
setiap warga negara. Konsekuensinya adalah masyarakat madani tidak boleh absolut
dan harus membatasi perannya pada wilayah yang tidak bisa dikelola masyarakat dan
memberikan ruang yang manusiawi bagi warga negara untuk memperoleh haknya
secara adil dan proporsional.
Fase kedua, dikembangkan oleh:
Adam Fergusson (1767)
Ia menekankan masyarakat madani pada sebuah visi etis dalam kehidupan
bermasyarakat. Pemahamannya ini digunakan untuk mengantisipasi perubahan sosial
yang diakibatkan oleh revolusi industri dan munculnya kapitalisme serta mencoloknya
perbedaan antara publik dan individu.
Fase ketiga, dikembangkan oleh:
Thomas Paine (1792)
Ia menggunakan istilah masyarakat madani sebagai kelompok masyarakat yang
memiliki posisi secara diametral dengan negara, bahkan dianggapnya sebagai anti tesis
dari negara. Dengan demikian, maka negara harus dibatasi sampai sekecil-kecilnya dan
ia merupakan perwujudan dari delegasi kekuasaan yang diberikan oleh masyarakat
demi terciptanya kesejahteraan umum. Masyarakat madani menurut Paine adalah ruang
dimana warga dapat mengembangkan kepribadian dan memberi peluang bagi pemuasan
kepentingannya secara bebas dan tanpa paksaan.
Fase keempat, dikembangkan oleh:
GWF Hegel (1770-1851 M)
Struktur sosial terbagi atas 3 entitas, yakni keluarga, masyarakat madani dan negara.
Keluarga merupakan ruang sosialisasi pribadi sebagai anggota masyarakat yang
bercirikan keharmonisan. Masyarakat madani merupakan lokasi atau tempat
berlangsungnya percaturan berbagai kepentingan pribadi dan golongan terutama
kepentingan ekonomi. Sementara negara merupakan representasi ide universal yang
bertugas melindungi kepentingan politik warganya dan berhak penuh untuk intervensi
terhadap masyarakat madani.
Karl Mark (1818-1883)
Masyarakat madani sebagai “ masyarakat borjuis” dalam konteks kehidupan produksi
kapitalis, keberadaannya merupakan kendala bagi pembebasan manusia dari
penindasan. Karenanya, maka ia harus dilenyapkan untuk mewujudkan masyarakat
tanpa kelas.
Antonio Gramsci(1891-1837 M)
Ia tidak memahami masyarakat madani sebagai relasi produksi, tetapi lebih pada sisi
ideologis. Gramsci memandang adanya sifat kemandirian dan politis pada masyarakat
sipil, sekalipun keberadaannya juga amat dipengaruhi oleh basis material.
Fase kelima, dikembangkan oleh:
Alexis de Tocqueville (1805-1859)
Masyarakat madani sebagai entitas penyeimbang kekuatan negara. Bagi de’
Tocqueville, kekuatan politik dan masyarakat madani-lah yang menjadikan demokrasi
di Amerika mempunyai daya tahan. Dengan tertwujudnya pluralitas, kemandirian dan
kapasitas politik di dalam masyarakat madani, maka warga negara akan mampu
mengimbangi dan mengontrol kekuatan negara.
D. Strategi Membangun Civil Society di Indonesia
Integrasi nasional dan politik
Strategi ini berpandangan bahwa sistem demokrasi tidak mungkin berlangsung dalam
masyarakat yang belum memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara yang kuat.
Reformasi sistem politik demokrasi
Strategi ini berpandangan bahwa untuk membangun demokrasi tidak usah menunggu
rampungnya tahap pembangunan ekonomi.
Membangun masyarakat madani sebagai basis yang kuat ke arah demokratisasi.
Strategi ini muncul akibat kekecewaan terhadap realisasi dari strategi pertama dan
kedua. Dengan begitu strategim ini lebih mengutamakan pendidikan dan penyadaran
politik, terutama pada golongan menengah yang makin luas.
BAB IIIPENUTUP
A. Kesimpulan
1. Masyarakat madani adalah sebuah kelompok atau tatanan masyarakat yang berdiri secara
mandiri dihadapan penguasa dan negara, memiliki ruang publik dalam mengemukakan
pendapat, adanya lembaga-lembaga yang mandiri yang dapat menyalurkan aspirasi dan
kepentingan publik.
2. Perwujudan masyarakat madani ditandai dengan beberapa karakteristik diantaranya
wilayah publik yang bebas, demokrasi, toleransi, kemajemukan, dan keadilan sosial.
3. Masyarakat madani berkembang melalui proses yang panjang yang dapat dikelompokkan
menjadi lima fase.
4. Strategi membangun masyarakat madani di indonesia dapat dilakukan dengan integrasi
nasional dan politik, reformasi sistem politik demokrasi, membangun masyarakat madani
sebagai basis yang kuat ke arah demokratisasi.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu
penulis senantiasa dengan lapang dada menerima bimbingan dan arahan serta saran dan
kritik yang sifatnya membangun demi perbaikan karya-karya berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Basyir, Kunawi (dkk.). 2011. Civic Education. Surabaya:IAIN Sunan Ampel press
Lisyarti, Retno (dkk.). 2008 Pendidikan Kewarganegaraan, Erlangga : PT. Gelora Aksara
Pratama
Rosyada, Dede (dkk.). 2003. Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat
madani. Jakarta: Prenada Media.
Ubaedillah (dkk.). 2010. Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat
madani. Jakarta: Prenada Media
http://fixguy.wordpress.com
http://www.kosmaext2010.com
catatan bu sobariyah :
1. Mas Tresna, menurut bu Ria makalah saya belum muncul masalahnya dan pengaruhnya terhadap masyarakat.
2. Tolong di print sekalian dan dijillid ya mas, besok siang jam 13 insya Allah saya ke Karakter.
Terimakasih mas Tresna
Masalah civil society
Hambatan Civil Society di Indonesia
Hambatan Civil Society di Indonesia :
1. Masyarakat Sipil dan Konsolidasi Internal: masing-masing Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) masih mengelola isu berdasarkan kepentingan masing-masing dan belum ada kerjasama permanen dan konsisten
2. Masyarakat Sipil dan Profesionalisme: beberapa Organisasi Masyarakat Sipil yang bekerja di ranah advokasi RSK hanya mengerti masalah mikro atau kurang menguasai aspek makro.
3. Masyarakat Sipil dan Jaringan: Organisasi Masyarakat Sipil di daerah tidak merasa terintegrasi, tersosialisasi dan kurang mengetahui perkembangan isu. Perlu ada kerjasama dengan Organisasi di daerah.
Adapun yang masih menjadi kendala dalam mewujudkan masyarakat madani di Indonesia diantaranya:
1. Kualitas SDM yang belum memadai karena pendidikan yang belum merata.
2. Masih rendahnya pendidikan politik masyarakat.
3. Kondisi ekonomi nasional yang belum stabil pasca krisis moneter.
4. Tingginya angkatan kerja yang belum terserap karena lapangan kerja yang terbatas.
5. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak dalam jumlah yang besar.
Masyarakat madani diartikan sebagai suatu tatanan kehidupan bangsa yang berintikan kebersatuan pemerintah dan masyarakat sebagai dua komponen yang saling menopang dalam menjaga dan memelihara kelangsungan hidup dan pembangunan bangsa sekaligus jadi kerangka dasar bagi berkembangnya masyarakat, yang harus mampu mengakomodasikan berbagai kepentingan dan elemen sosial kemasyarakatan di berbagai lapisan masyarakat. Sedangkan di Indonesia hal tersebut tidak ada. Jadi sudah jelas bahwa bukan kendala lagi yang dialami bangsa Indonesia dalam menciptakan masyarakat madani, tapi memang benar-benar tidak bisa dilaksanakan selama berbagai masalah seperti korupsi, pengabaian HAM, ekonomi yang buruk, dan tidak adanya rasa nasionalisme masih ada.
Kendala yang dihadapi bangsa Indonesia dalam mewujudkan masyarakat madani
Kendala-kendala yang dihadapi bangsa Indonesia dalam mewujudkan masyarakat madani antara lain:
a. masih adanya sikap mental penyelenggara negara yang mengedepankan budaya paternalistik,
b. penggusuran tanah rakyat secara paksa, dan
c. sikap mental warganegara yang acuh tak acuh dengan kebijakan pembangunan dan sebagainya.
Upaya mengatasi kendala yang dihadapi bangsa Indonesia dalam mewujudkan masyarakat madani ala Indonesia
Upaya mengatasi kendala yang dihadapi bangsa Indonesia dalam mewujudkan masyarakat madani ala Indonesia antara lain:
a. dengan mengedepankan integrasi nasional,
Strategi ini berpandangan bahwa sistem demokrasi tidak mungkin berlangsung dalam masyarakat yang belum memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara yang kuat.
b. adanya reformasi sistem politik demokrasi, dan
Strategi ini berpandangan bahwa untuk membangun demokrasi tidak usah menunggu rampungnya tahap pembangunan ekonomi
c. membangun masyarakat madani sebagai basis yang kuat kearah demokratisasi
Strategi ini muncul akibat kekecewaan terhadap realisasi dari strategi pertama dan kedua.
Pengaruh civil
Oleh karena itu dalam menghadapi perkembangan dan perubahan zaman, pemberdayaan civil society perlu ditekankan, antara lain melalui peranannya sebagai berikut : (1) sebagai pengembangan masyarakat melalui upaya peningkatan pendapatan dan pendidikan; (2) sebagai advokasi bagi masyarakat yang “teraniaya”, tidak berdaya membela hak-hak dan kepentingan mereka; (3) sebagai kontrol terhadap negara; (4) menjadi kelompok kepentingan (interest group) atau kelompok penekan (pressure group); (5) masyarakat madani pada dasarnya merupakan suatu ruang yang terletak antara negara di satu pihak dan masyarakat di pihak lain. (Crayonpedia.org:2008)
Masyarakat madani yang didambakan dalam kerangka bangsa Indonesia menurut Azyumardi: (1) masyarakat yang mempunyai visi kedepan serta religius; (2) masyarakat yang demokrasi berkeadaban, menghargai perbedaan dan keragaman pendapat/pandangan; (3) masyarakat yang mengakui dan menjunjung tinggi HAM dan egalitarianism; (4) masyarakat yang tertib dan sadar hokum (5) masyarakat baru yang merupakan bagian dari masyarakat global, yang memiliki semangat, keahlian dan ketrampilan kompetetif, namun mempunyai semangat solidaritas kemanusiaan universal; (6) masyarakat madani yang hendak dibangun adalah masyarakat berkeadaban (civility) yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang telah mengakar dalam tatanan kehidupan beradab dan demokratis (7) masyarakat madani yang diwujudkan adalah masyarakat yang belajar tumbuh dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat.
Civil Society sebagai Pembaruan Reformasi dan Demokrasi
Reformasi adalah seperangkat usaha yang berfokus pada adanya pembaruan, penyegaran dan perubahan secara bertahap sekaligus konsisten, secara bertahap, mendasar dan mencakup seluruh segi-segi kehidupan bersama, secara bertahap dan mengarah pada tujuan yang disepakati dan dihasratkan seluruh rakyat. Oleh karena itu, dalam reformasi terkandung lajur kesinambungan yang bersifat pilar, legitimasi, fungsi dan substansinya terkait erat dengan paham pencerahan, pembaruan, penyegaran, koreksi, dan kemauan yang kuat (tulus) dalam menangkap serta menyalurkan apa yang disampaikan secara cukup jelas oleh rakyat melalui berbagai ekspresi dan
manifestasi keinginan, harapan maupun cita-citanya untuk hidup yang lebih baik, ketimbang yang dialami sekarang ini. Di era reformasi ini, pemberdayaan masyarakat dalam kehidupan sosial politik, hukum, ekonomi dan budaya merupakan suatu kondisi yang tidak terelakan. Suatu pemberdayaan rakyat akan berhasil apabila di negeri ini tercipta suatu "ruang publik" yang membuka peluang bagi hadir dan tumbuh suburnya kreativitas rakyat. Ruang publik, atau ruang dialog yang dibuka lebar oleh negara selama ini sangat memungkinkan orang (masyarakat) berekspresi untuk menyatakan diri dan suara hati nuraninya. Dalam hal ini kita melihat, betapa besar efek yang ditimbulkan oleh gerakan reformasi. Hal ini terbukti, rakyat beramai-ramai membangun organisasi-organisasi kemasyarakatan, bahkan partai politik sekalipun, yang di masa Orba jelas sangat tidak memungkinkan. Komitmen pemerintahan baru terhadap perwujudan iklim demokrasi merupakan titik berangkat yang penting, karena dari situ akan membawa pengaruh positif terhadap eksistensi pluralisme sosial. Harus diingat, bahwa pemberdayaan rakyat hanya akan terjadi bila iklim demokrasi dapat ditegakkan, dan demokrasi akan berhasil bila rakyatnya menghargai pluralisme di segala bidang. Intinya pendapat tersebut adalah bahwa pemberdayaan rakyat tanpa ada toleransi dan rasa menghormati terhadap pluralisme akan menimbulkan suatu iklim demokrasi yang anarkis, chaotic, penindasan terhadap minoritas, termasuk pemaksaan kehendak. Selama Orba berkuasa, kita memperoleh pengalaman berharga (pengalaman pahit), dimana pluralisme politik menjadi sesuatu yang tabu sehingga proses demokrasi berjalan dengan tersendat-sendat, dan bahkan mencapai titik nadir, karena begitu kuatnya penetrasi kekuasaan dengan berbagai bentuk tindakan represifnya terhadap komponen masyarakat (bawah). Hal ini harus menjadi cermin, bahwa selama demokrasi yang "ditawarkan" hanya demokrasi proforma (semu), maka pemberdayaan rakyat dan upaya membangun masyarakat madani (civil society) yang didengung-dengungkan selama ini, tak lebih isapan jempol belaka. Karena itu pembicaraan tentang civil society barangkali tidak relevan kalau tidak dikaitkan dengan tiga persoalan: pertama, menggugat dominasi negara yang cenderung melampaui batas sehingga mengakibatkan tertutupnya peluang bagi masyarakat memperoleh tempat yang wajar dan fair dalam politi. Kedua, mengembalikan posisi sebagai faktor yang signifikan dalam proses politik. Ketiga, mencari konspirasi berbeda dan atau 'agen; masyarakat yang lain di luar partai yang memungkinkan masyarakat merebut kembali kemandiriannya sehingga bisa mengimbangi negara di satu pihak dan membentuk civil society di pihak lain. Itu sebab kalau kita bicara soal masyarakat madani ( civil society ), yang dapat diambil analoginya masyarakat mandiri, sebenarnya kita harus bicara soal emansipasi politik atau proses penyamaan kesempatan warga negara dalam pelibatan sosial, politik, ekonomi, dan hukum, karena masyarakat mandiri sering digambarkan sebagai masyarakat yang dibentuk masyarakat itu sendiri, tidak dibentuk negara. Dengan kata lain, konsep civil society merupakan idealisasi tentang suatu masyarakat yang mandiri secara ekonomi, sosial dan politik, yang relatif bebad dari campur tangan negara. Di samping itu, kemandirian masyarakat atas negara merupakan salah satu prasyarat terpenting dari terbentuknya sistem politik yang demokratis. Masyarakat mandiri memfungsikan diri sebagai alat kedaulatan individu-indivdu di dalamnya merupakan pribadi yang sederajat dalam berbagai matra kehidupan. Tidak ada campur tangan negara yang menyangkut hak-hak asasi, apalagi memaksa. Sebaliknya, negara lebih banyak berperan sebagai fasilitator untuk memenuhi kepentingan masyarakat. Proses kemandirian ini akan terbentuk bilamana keagungan nilai-nilai demokrasi dipegang teguh dan diiplementasikan dalam dinamika aktivitas kehidupan warga negara. Misalnya, menjunjung tinggi kebebasan dan perbedaan mengemukakan pendapat. Pemahaman demokrasi dalam perspektif masyarakat mandiri, seharusnya tidak terformulasi dalam gerakan-gerakan parsial seperti demonstrasi atau unjuk rasa, tetapi lebih pada kesepakatan yang
secara terarah mempertemukan berbagai kepentingan dalam bentuk kompromi yang ujung-ujungnya akan membentuk suatu masyarakat yang mandiri, yang berdaya, dan senantiasa akan menghormati perbedaan dan menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi.
KESIMPULAN
Masyarakat madani dengan berbagai cirinya sebagai masyarakat terbuka, masyarakat yang bebas dari pengaruh kekuasaan dan tekanan negara, masyarakat yang kritis dan masyarakat yang berperan aktif serta masyarakat egaliter merupakan bagian yang integral dalam menegakkan demokrasi. Esensinya keduanya saling keterkaitan, tetapi apabila di analisa dari masyarakat Indonesia, mungkin sebutan istilah masyarakat madani untuk menunjuk keseluruhan bangsa Indonesia masih sangat jauh. Demokrasi memang sistem yang dianut pemerintah, walaupun dianggap negara dengan penduduk mayoritas Islam yang paling berhasil menerapkan demokrasi serta predikat bahwa Indonesia adalah negara demokrasi multikultural yang sukses, realita di lapangan sendiri masihlah jauh dari apa yang disebut masyarakat madani. Faktor dominan penyebabnya adalah distribusi kemakmuran yang mengalami ketimpangan serta dari segi akhlaq moral, bangsa ini masih berkutat akan perkara krisis keteladanan dan kepemimpinan. Namun jangan dinafikkan bahwa Indonesia tidak bisa mencapai masyarakat madani. Alam Indonesia yang kaya, sumber daya manusia yang banyak, dan kualitas pendidikan yang semakin membaik merupakan sebuah bukti real bahwa di masa datang bukan suatu hal mustahil. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono-pun yakin bahwa pada puncak perayaan seabad Proklamasi atau tepatnya pada tahun 2045 Indonesia akan menjadi negara besar di dunia, tidak sekedar besar dalam kuantitas penduduknya tapi juga menjadi magnet dunia, serta menjadi rujukan kemajuan dunia.