TUGAS BPP BARU

27

Click here to load reader

Transcript of TUGAS BPP BARU

Page 1: TUGAS BPP BARU

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pelayanan publik yang menjadi fokus studi disiplin Ilmu Administrasi Publik di

Indonesia , masih menjadi persoalan yang perlu memperoleh perhatian dan penyelesaian

yang komprehensif. Harus diakuai bahwa pelayanan yang diberikan oleh pemerintah kepada

rakyat terus mengalami pembaruan seiring dengan meningkatnya tuntutan masyarakat dan

perubahan di dalam pemerintah itu sendiri.Pada dasarnya manusia membutuhkan pelayanan ,

bahkan secara ekstrim dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan

kehidupan manusia . Hal senada juga dikemukaakan. Masyarakat setiap waktu selalu

menuntut pelayanan publik yang berkualitasb dari birokrat, meskipun tuntutan tersebut sering

tidak sesuai dengan harapan karena secara empiris pelayanan publik yang terjadi selama ini

masih bercirikan : berbelit-belit lambat, mahal , dan melelahkan . kecenderungan spserti ini

tejadi karen masyarakat masih diposisikan senbagai pihak yang malayani bukan yang

dilayani . oleh karena itu pada dasarnya dibutuhkan reformasi pelayanan publik denghan

mengembalikan dan mendudukan pelayanan dan yang dilayani ke pengertian yang

sesungguhnya.

Pelayanan yang seharusnya ditujukan pada masyarakat umum kadang dibalik

manjadi pelayanan masyarakat terhadap negara, meskipun negara berdiri sesungguhnya

adalah untuk kepentingan masyarakat yang mendirikannya . artinya ,birkrat sesungguhnya

haruslah memberikan pelayanan terbaiknya kepada masyarakat.Dalam zaman kerajaan ,

birokrasi kerajaan dibentuk untuk melayanai kebutuhan raja dan keluarganya, bukan untuk

melayani kebutuhan rakyat. Birokrasi adalah abdi raja dan bukan abdi rakyat dan karena itu

orientasinya bukan bagaimana melayani dan menyejahterakan reahja dan keluarganya ,yang

dalah pere penguasa.

Sejak rezim orde baru , orientasi pada penguasa masih sangat kuat dalam kehidupan

birokrasi publik. Nilai-nilai dan simbol-simbol yang digunakan dalam birorasi masih amat kuat

menunjukan bagaimana birokrasi publik dan para pejabatnya mempersepsikan dirinya lebih

sebagai penguasa daripada sebagai abdi dan pelayana masyarakat. Istilah penguasa tunggal

sebagai sebutan untuk bupati dan gubernur pada zaman orde baru jelas menunjukan

bagaimana birokrasi publik dan para pejabatnya pada waktu itu memerankan

1

Page 2: TUGAS BPP BARU

dirinya.Pelayanan publik sebagai fokus disiplin Ilmu Administrtasi Publik tetap menarik untuik

dicermati karena pelayanan yang diberikan oleh aparatut pemerintah kepada publik masih

dianggap “belum baik atau tidak memuaskan “ hali ini dapat dilihat dari kesimpulanj Agus Dwi

Yanto dan kawan-kawan (2003: 102) dalam govermance and desentralitaion disingkat GDS

2002 di 20 Provinsi di Indonesia tentang kinerja pelayanan publik menyebutkan “ walaupun

pelaksanaan otonomi daerah tidak memperburuk kualitas pelayanan publik tetapi secara

umum praktik penyelenggaraan pelayanan publik masih jauh dari prinsip-prinsip pemerintahan

yang baik.

B. KERANGKA KONSEP

Didalam keputusan MENPAN nomor 63 Tahun 2003 disebutkan bahwa penyelenggaraan

palayanan harus memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut :

1. Kesederhanaan

2. Kejelasan

3. Kepastian waktu

4. Akurasi

5. Keamanan

6. Tanggung jawab

7. Kelengkapan sarana dan prasarana

8. Kemudahan akses

9. Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan

10. Kenyamanan

Hakikat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan yang berkualiats kepada

masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban apartur pemerintahan sebagai abdi

masyarakat . Menurut Sinambela dkk, pelayanan publlik yang berkualitas dapat dilihat dari

beberapa indikator dibawah ini :

1. Transparasi ,bersifat terbuka ,mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang

dibutuhkan dan disediakan secara memeadi serta mudah dimengherti.

2

Page 3: TUGAS BPP BARU

2. Akuntabilitas ,dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

3. Kondisional ,sesuai dengan kondis dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan

denagn tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas.

4. Partisipatif, mendorong peran serta masyarakat dalam peyeklenggaraan pelayanan

pub lik dengan memperhatikan aspirasi ,kebutuhan dan harapan masyarakat.

5. Kesamaan hak, tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan susku ,ras, agama ,

golongan ,gender,dan status ekonomi.

6. Keseimbangan hak dan kewajiban ,pemberi ,dan penerima pelayanan publik harus

memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.

Kasmir (2005:31), mengatakan bahwa pelayana yang baik adalah kemampuan seseornag

dlam memberikan pelyanan yang dapat memberikan kepuasan kepada pelanghgan denagn

standar yang ditentukan.

Menurut Zethami & Haywood Farmer dalam Warella (1997:17), mengatakan ada tiga

karakteristik utama tentang pelyanan , yaitu : (1) intangibility, (2) heteregeinity dan (3)

Inseparability.

Lukman (1999) , menyebut salah satu ukuran keberhasilan menyajikan pelayanan yang

bekualitas prima sangat tergantung pada tingkat kepuasan pelanggan yang dilayani. Pendapat

tersebut artinya menuju kepada pelayana eksternal, dari perspektif pelanggan, lebih utama

atau lebih didahulukan apabila ingin mencapai kinerja pelayanan yang berkualitas.

Sementara itu Gerson (2002:55), menyatakan pengukuran kualitas in ternal memeng

pentingh . tetapi semua itu tidak ada artinya jika pelanggan tidak puas denagn apa yang

diberikan. Untuk membuat pengukuran kualitas lebih berarti dan sesuai, tanyakan kepada

pelanggan apa yang mereka inginkan, yang bisa memuaskan mereka

Konsepsi kepemerintahan yang baik atau good governance mengandung arti hubungan

yang sinergis dan konstruktif diantara negara , sektor swasta dan masyarakat (society). Dalam

hal ini adalah kepemerintahan yang mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip

profesionalitas ,akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima , demokrasi ,efisiensi, efektifitas,

supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat.

3

Page 4: TUGAS BPP BARU

BAB II

PEMBAHASAN

A. PELAYANAN PUBLIK PADA MASA REFORMASI

Kinerja pelayanan birokrasi pemerintah pada masa reformasi tidak banyak mengalami

perubahan secara signifikan, hal ini bisa kita telusuri dari tingkat akuntabilitas, responsivitas

4

Page 5: TUGAS BPP BARU

dan efisiensi dalam penyelenggaraan pelayanan public. Ide reformasi yang menginginkan agar

birokrasi lebih bersifat transparan, terbuka, dan jujur masih jauh dari harapan. Birokrasi masih

tetap belum terlihat jelas atau secara nyata mengembangkan komitmen untuk

mengembangkan iklim dialog dan membangun kepercayaan kepada public. Belum

terbentuknya kepercayaan dari public terhadap birokrasi menyebabkan hubungan birokrasi

dengan public sering kali masih belum komunikatif. Birokrasi membutuhkan kepercayaan

public sebagai kunci utama bagi terselenggaranya pelayanan public yang akuntabel.

Pemberian pelayanan transparan oleh birokrasi pemerintah yang mencangkup persyaratan,

prosedur, keteppatan waktu, kepastian biaya dan keramahan petugas manjadi dambaan

public pada era reformasi ini.

Tingginya keluhan masyarakat pengguna jasa terhadap pelayanan baik itu pelayanan

KTP, Rumah Sakit, Pelayanan Perizinan dan sebagainya merefleksikan masih belum

terpenuhinya aspirasi masyarakat pengguna jasa oleh birokrasi pelayanan. Birokrasi

pelayanan belum sepenuhnya mengembangkan kultur dan manajemen pelayanan yang

responsive terhadap kebutuhan masyarakat pengguna jasa, disamping itu juga panjangnya

meja birokrasi atau alur birokrasi pelayanan yang ribet dan memakan waktu serta biaya

pelayanan yang banyak menjadi salah keluhan masyarakat pengguna jasa.

Zaman reformasi ini, reformasi sebenarnya secara subtansial tidak terlalu

banyakmenyentuh kultur pelayanan birokrasi terhadap public. Birokrasi masih tetap

menempatkan public bukan sebagai pelanggan dalam pemberian pelayanan, melainkan

sebagai objek pelayanan yang dapat diperlakukan sewenang-wenang. Reformasi belum

memunculkan kesadaran aparat birokrasi akan pentingnya nilai-nilai akuntabilitas dalam

pelayanan, seperti transparansi yang menyangkut biaya dan informasi, kepastian waktu

penyelesaian urusan. Pelayanan yang dilakukan aparat birokrasi masih jauh dari nilai-nilai

responsivitas sehingga menjadikan kualitas pelayanan yang diberikan jauh dari aspirasi dan

kebutuhan masyarakat pengguna jasa. Dari hal ini dapat kita ketahui bahwa penyelenggaraan

pelayanan public pada masa reformasi masih belum menyentuh permasalahan subtansial

pelayanan, yakni kepastian dan kepuasan pelayanan.

Dalam reformasi itu sendiri, antara aparat birokrasi dan masyarakat belum adanya

persamaan pemahaman atau cara pandang. Perbedaan pemahaman terhadap reformasi

tersebut menjadi factor penyebabnya. Tidak semua aparat birokasi yang menyukai perubahan,

terlebih lagi aparat yang merasa diuntungkan dengan system yang selama ini berlangsung.

5

Page 6: TUGAS BPP BARU

Pada sisi lain masyarakat menginginkan agar aparat birokrasi dapat bersikap dan berperilaku

seperti yang diinginkan masyarakat yaitu pemeberian pelayanan public yang mudah, murah,

cepat, tepat waktu serta tidak terbelit-belit.

Memang harapan dan keinginan masyarakat terhadap perbaikan kinerja birokrasi, seperti

adanya pelayanan yang serba cepat, prosedur mudah, dan biaya ringan sering kali dirasakan

aparat birokrasi tidak rasional. Keinginan masyarakat tersebut bukannya tanpa alasan sebab

apabila masa lalu aparat birokrasi menganggap dirinya sebagai penguasa yang harus dilayani,

dengan adanya reformasi, masyarakat pengguna jasa menghendaki justru masyarakat yang

menjadi raja dan harus dilayani dengan sebaik-baiknya oleh aparat birokrasi. Masyarakat

merasa bukan lagi sebagai objek pelayanan yang dapat dijadikan sapi perahan oleh birokrasi,

masyarakat menghendaki bahwa pada masa reformasi harus menjadi subjek pelayanan yang

ikut menentukan bentuk pelayanan dan harus diperlakukan secara manusiawi.

Birokrasi di pemerintahan menurut evert (1986) sudah cenderung mengarah pada

“orwellization” yaitu proses pertumbuhan birokrasi (birokratisasi) yang akhirnya menkjadikan

pertumbuhan birokrasi berada di luar kontrol birokrasi itu sendiri atau telah terjadi inflasi

birokrasi terutama di akhir orde lama dan di awal orde baru.

Diskriminasi pelayanan seringkali muncul karena persepsi mengenai hak dan kewajiban

antara penyedia layanan dan pengguna layanan belum mencapai titik temu. Misalnya saja

adalah hak bagi setiap pengguna layanan untuk mendapatkan perlakuan yang wajar dan

ramah dari penyedia layanan . hak tersebut jarang sekali dipenuhi bahkan terjadi hal yang

sebaliknya ,yaitu justru pengguna layanan yang harus bersikap ramah terhadap penyedia

layanan agar urusannya menjadi cepat dan lancar. Kewajiban untuk memberikan senyum dan

bersikap ramah dari penyedia layanan yang merupakan suatu bentuk posisi penyedia layanan

sebagai pelayan masyarakat tampaknya menjadi hal yang asanagat sulit sekali untukn

diwujudkan . namun anehnya , sikap penyedia layanan tersebut menjadi berubahketika yang

dilayaninya adalah kelompok orang denagn status sosial dan ekonomi yang tinggi yang

memeliki hubungan kekerabatan dengan penyedia layanan atau dilihat dari besarnya uang

rokok yang diterima.

Masalah lain yang berkaitan denagn ketidakpastian pelayanan dapat dilihat dari dua hal

yaitu adanya ketidakpastian waktu dan biaya pelayanan. Ketidakpastian waktu dan baiaya

pelayanan sudah dianggap sebagai suatu hal yang wajar ketika beruerusan dengan birokrasi

pelayanan publik di Indonesia. Keadaan ini dimanfaatkan oleh berbagai pihak, baik yanmg

6

Page 7: TUGAS BPP BARU

sifatnya profesional maupun tidak, untuk membantu pengguna layanan mempercepat

urusanya. Dari sinilah kemudian muncul tradisi uang rokok atau rente dalam birokrasi

pelayanan publik (Dwiyanto : 2001). Akibatnya, banyak pengguna layanan yang kemudian

lebih suka membayar ekstra di luar baiaya yang resmi (uang rokok) agar mereka memperoleh

kepastian pelayanan. Hal tersebut menyebabkan biaya pelayana menjadi jauh lebih besar

daripada biaya semestinya. Berbagai kasusu yang sering muncul dan ditemukan , baik dari

hasil penelitian maupun dari surat kabar , menyiratkan bahwa masyarakat pengguna layanan

belum merasa puas terhadap leyanan yang dinerikan oleh pemerintah.

Kedua , budaya birokrasi di Indonesia banyak mengadopsi budaya jawa yang

hierarkis ,tertutup ,sentralisir , dan mempunyai nilai untuk menempatkan pimpinan sebagai

pihak yang harus sihirmati (Niels; 1985). Selain itu, bawahan juga dituntut untuk mematuhi

semua aturan demi kepentingan pribadi pimpinan.

Ketiga, tidak adanya sistem insentif yang secara efektif mampu mendorong para pejabat

birokrasi untuk berekrja secara efisien dan porfesional ikut memberi kontribusi terhadap

kegagalan birokrasi dalam membangun kinerja yang baik . kewenangan monopolis yang

dimilki oleh birokrasi publik dalam penyelenggaraan pelayanan publik membuat birokrasi gagal

mengembangkan budaya dan tradisi kompetisi. Akibatnya birokrasi kiehilangan dorongan dan

insentif untuk meningkatkan efisisensi dan kualitas pelayanan. Pada tataran individual ,

rendahnya gaji dan langkanya sumber insentif finansial lainnya yang bisa diperoleh secara

wajar oleh para pejabat birokrasi membuat mereka sering menyalahgunakan kekuasaan untuk

menambah penghasilan mereka. Apalagi ketika kemempuan kontrol masyarakat yang lemah,

kecenderungan pejabat birokrasi untuk menyalahgunakan kekuasaan menjadi semakin besar.

Perjalanan reformasi sudah memasuki tahun kesepuluh, dan tuntutan mendasar dari

reformasi juga salah satunya memperbaikan pelayanan publik yang selama ini sangat bobrok

dan banyak diskriminasi didalamnya di masa Orde Baru. Pelayanan Publik diartikan sebagai,

pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai

kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah

ditetapkan. Hakikat pemerintahan adalah pelayanan kepada rakyat dan ia bukan untuk

melayani diri sendiri namun memberikan pelayanan kepada ralyat. Jadi adalah pelayan rakyat.

Public services oleh birokrasi adalah salah perwujuda dari fungsi aparatur negara sebagai abdi

negara.

7

Page 8: TUGAS BPP BARU

Setelah era reformasi, tantangan birokrasi sebagai pemberi pelayanan kepada rakyat

mengalami suatu perkembangan yang dinamis seiring dengan perubahan didalam masyarakat

itu sendiri. Rakyat semakin sadar akan apa yang menjadi haknya serta apa yang menjadi

kewajibannya sebagai warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara. Dibalik itu, rakyat semakin berani mengajukan tuntutan-tuntutan, keinginan dan

aspirasinya kepada pemerintah. Tuntutan reformasi, birokrasi dituntut untuk mengubah posisi

dan perannya (revitalisasi) dalam memberikan pelayanan publik.

Dulu, birokrasi suka mengatur dan memerintah arus diubah menjadi suka melayani, dulu

yang menggunakan pendekatan kekuasaan harus diubah menjadi suka menolong menuju

kearah yang lebih fleksibel kolaboratis dan dialogis serta yang dulu dari cara-cara yang

sloganis menuju cara-cara kerja yang lebih realistis pragmatis. Melalui revitalisasi ini, birokrasi

publik diharapkan lebih baik dalam memberikan pelayanan publik serta menjadi lebih

profesional dalam menjalankan tugasnya serta kewenangannya. Ada beberapa fungsi utama

yang harus dijalankan oleh pemerintah tanpa memandang tingkatannya yaitu:pertama; fungsi

pelayan masyarakat (public service function), kedua; fungsi pembangunan (development

function), ketiga; fungsi perlindungan (protection function).

Wajah birokrasi publik selama orde baru sebagai pelayan rakyat sangat jauh dari yang

diharapkan. Dalam pratika penyelenggaraan pelayanan, rakyat menempati posisi yang tidak

menguntungkan. Beragam keluhan dan ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan publik

menunjukkan desakan terhadap perbaikan atau pembaharuan makna baik dari sisi substansi

hubungan negara – masyarakat dan pemerintah – rakyat maupun perbaikan-perbaikan

didalam internal birokrasi publik itu sendiri.1 Gasperz (1994) dalam Agung Kurniawan

mengatakan, pelayanan memiliki karakteristik yang berbeda dengan barang yaitu outputnya

yang tidak berbentuk (intangible output), tidak standar serta tidak dapat disimpan dalam

inventori melainkan langsung dapat dikonsumsi pada saat produksi. Jadi dilihat dari hal

tersebut, sebagai suatu intangible output pelayanan memiliki dimensi yang berbeda dengan

barang yang bersifat tangible. Produk akhir pelayanan tidak memiliki karakteristik fisik

sebagaimana yang dimiliki barang. Outputnya tergantung dari proses interaksi antara layanan

dengan konsumen.

Guna mencapai suatu pelayanan publik yang baik memang banyak hal-hal yang perlu

diperbaiki dan salah 1 Kurniawan, Agung, Transformasi Pelayanan Publik, Pembaruan,

Cetakan I Tahun 2005, hal 6-7. satunya melakukan pembaharuan birokrasi. Birokrasi harus

8

Page 9: TUGAS BPP BARU

bisa mengurangi bebannya dalam pengambilan keputusan dengan membaginya kepada lebih

banyak orang yang mana memungkinkannya lebih banyak keputusan dibuat kebawah atau

kepada pinggiran ketimbang mengkonsentrasikannya pada pusat yang akhirnya menjadi stres

dan tertekan sehingga menjadi tidak berfungsi baik dalam memberikan pelayanan publik.

Desentralisasi ini akan menciptakan birokrasi yang lebih fleksibel, efektif, inovatif, serta

menumbuhkan motivasi kerja daripada yang tersentralisasi.

Dengan pendelegasian wewenang keda strata yang lebih bawah daristrategic apex

(pemimpin puncak) kepada operation apex (birokrat pelaksana) perlu segera direalisasikan,

mengingat operation apex merupakan orang-orang yang bersentuhan langsung dengan

masyarakat sebagai pengguna pelayanan publik.Sebagai contoh, dalam hal pengurusan

penerbitan surat kelahiran maupun lainnya yang selama ini dipegang oleh Kabupaten sudah

bisa mendelegasikannya kepada pihak Kecamatan guna menciptakan pelayanan publik yang

lebih cepat, lebih fleksibel dan tidak memerlukan waktu yang panjang dan prosedur yang rumit

sehingga membuat masyarakat akhirnya menjadi gampang dan mudah mengurusnya.

Mendelegasikan tugas yang lebih besar kepada Kecamatan akan banyak memberikan

keuntungan yang lebih besar sehingga Bupati sebagai pemimpin politik tidak repot dibuatnya,

pendelegasian ini akan banyak memberikan perubahan yang signifikan sesuai tuntutan

reformasi yaitu menciptakan pelayanan publik yang lebih baik.

Era desentralisasi (otonomi daerah) saat ini merupakan momentum yang baik guna juga

melakukan pembaruan struktur birokrasi publik didaerah yang lebih desentralistis dan tidak

dilingkupi banyaknya aturan organisasi dan terlalu prosedural sehingga pengguna kekuasaan

menjadi lebih leluasa dalam menggunakan diskresi yang adaptif dengan perubahan

lingkungan termasuk tuntutan perbaikan pelayanan publik. Jadi struktur organisasi yang

berbelit-belit dan terlalu menakutkan masyarakat harus diubah kepada yang lebih sederhana

dan lebih bermasyarakat sehingga pelayanan publik di era reformasi dapat dicapai dengan

baik dan memuaskan masyarakat. Mindset dalam merancang struktur birokrasi pemerintah

Indonesia selama ini juga telah salah. Hierarki mulai dari pusat sampai kepelosok negeri

Indonesia dirancang guna memudahkan Jakarta untuk mengendalikan sistem pemerintahan

agar warga tidak melakukan kegiatan yang berlawanan dengan kepentingan pemerintah.

Mungkin ini merupakan model birokrasi peninggalan kolonial dimana cenderung menganggap

warga negara sebagai ancaman.2 Perubahan prosedur layanan terhadap masyarakat yang

selama orde baru cenderung berbelit-belit sehingga menghambat akses masyarakat terhadap

9

Page 10: TUGAS BPP BARU

pelayanan publik yang secara wajar dan adil juga tidak akan tercapai tanpa perubahan misi

dan budaya birokrasi. Misi birokrasi yang selama ini adalah untuk mengendalikan perilaku

sehingga sulit mengembangkan pelayanan publik harus diubah melalui mempermudah akses

akses warga dalam menggunakan pelayanan publik. Selama ini banyak warga tidak dapat

mengikuti secara wajar prosedur pelayanan publik Indonesia.Apabila dilihat dari sisi

pelayanan, diberlakukannya Undang Undang No. 22 Tentang Pemerintahan 2 Agus Dwiyanto

(editor), Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, Gadjah Mada University

Press, 2005, hal 30.Daerah sejak 1 Januari 2001, yang telah memberikan perluasan

kewenangan pada tingkat pemerintah daerah, dipandang sebagai salah satu upaya untuk

memotong hambatan birokratis yang acapkali mengakibatkan pemberian pelayanan memakan

waktu yang lama dan berbiaya tinggi. Dengan adanya desentralisasi, pemerintah daerah mau

tidak mau harus mampu melaksanakan berbagai kewenangan yang selama ini dilaksanakan

oleh pemerintah pusat, seiring dengan pelayanan yang harus disediakan.

Konseksuensinya, pemerintah daerah dituntut untuk lebih mampu memberikan pelayanan

yang lebihberkualitas, dalam arti lebih berorientasi kepada aspirasi masyarakat, lebih efisien,

efektif dan bertanggung jawab (accountable). Dengan kata lain pelaksanaan otonomi daerah

adalah juga upaya untuk meningkatkankualitas pelayanan.

Dalam konteks era desentralisasi ini, pelayanan publik seharusnya menjadi lebih

responsifterhadap kepentingan publik. Paradigma pelayanan publik berkembang dari

pelayanan yang sifatnya sentralistik ke pelayanan yang lebih memberikan fokus pada

pengelolaan yang berorientasi kepuasan pelanggan (customerdriven government) dengan ciri-

ciri: (a) lebih memfokuskan diri pada fungsi pengaturan melalui berbagai kebijakan yang

memfasilitasi berkembangnya kondisi kondusif bagi kegiatan pelayanan kepada masyarakat,

(b) lebih memfokuskan diri pada pemberdayaan masyarakat sehingga masyarakat mempunyai

rasa memiliki yang tinggi terhadap fasilitas-fasilitas pelayanan yang telah dibangun bersama,

(c) menerapkan sistem kompetisi dalam hal penyediaan pelayanan publik tertentu sehingga

masyarakat memperoleh pelayanan yang berkualitas, (d) terfokus pada pencapaian visi, misi,

tujuan dan sasaran yang berorientasi pada hasil (outcomes) sesuai dengan masukan yang

digunakan, (e) lebih mengutamakan apa yang diinginkan oleh masyarakat, (f) pada hal

tertentu pemerintah juga berperan untuk memperoleh pendapat dari masyarakat dari

pelayanan yang dilaksanakan, (g) lebih mengutamakan antisipasi terhada permasalahan

pelayanan, (h) lebih mengutamakan desetralisasi dalam pelaksanaan pelayanan, dan (i)

10

Page 11: TUGAS BPP BARU

menerapkan sistem pasar dalam memberikan pelayanan.Namun dilain pihak, pelayanan

publik juga memiliki beberapa sifat antara lain: (1) memiliki dasar hukum yangjelas dalam

penyelenggaraannya, (2)memiliki wide stakeholders, (3) memiliki tujuan sosial, (4) dituntut

untukakuntabel kepada publik, (5) memiliki complex and debated performance indicators, serta

(6) seringkali menjadi sasaran isu politik.Permasalahan utama pelayanan publik pada

dasarnya adalah berkaitan dengan peningkatan kualitaspelayanan itu sendiri. Pelayanan yang

berkualitas sangat tergantung pada berbagai aspek, yaitu bagaimana pola

penyelenggaraannya (tata laksana), dukungan sumber daya manusia, dan kelembagaan.

Dilihat dari sisi pola penyelenggaraannya, pelayanan publik masih memiliki berbagai

kelemahan antara lain:a. Kurang responsif. Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan

unsur pelayanan, mulai padatingkatan petugas pelayanan (front line) sampai dengan tingkatan

penanggungjawab instansi. Responterhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan

masyarakat seringkali lambat atau bahkan diabaikansama sekali.b. Kurang informatif.

Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan kepada masyarakat,lambat atau bahkan

tidak sampai kepada masyarakat.c. Kurang accessible. Berbagai unit pelaksana pelayanan

terletak jauh dari jangkauan masyarakat,sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan

pelayanan tersebut.d. Kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan

lainnya sangat kurangberkoordinasi. Akibatnya, sering terjadi tumpang tindih ataupun

pertentangan kebijakan antara satu instansipelayanan dengan instansi pelayanan lain yang

terkait.e. Birokratis. Pelayanan (khususnya pelayanan perijinan) pada umumnya dilakukan

dengan melalui prosesyang terdiri dari berbagai level, sehingga menyebabkan penyelesaian

pelayanan yang terlalu lama.Dalam kaitan dengan penyelesaian masalah pelayanan,

kemungkinan staf pelayanan (front line staff)untuk dapat menyelesaikan masalah sangat kecil,

dan dilain pihak kemungkinan masyarakat untuk bertemudengan penanggungjawab

pelayanan, dalam rangka menyelesaikan masalah yang terjadi ketika pelayanandiberikan, juga

sangat sulit. Akibatnya, berbagai masalah pelayanan memerlukan waktu yang lama

untukdiselesaikan.f. Kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat. Pada

umumnya aparat pelayanan kurangmemiliki kemauan untuk mendengar keluhan/saran/

aspirasi dari masyarakat. Akibatnya, pelayanandilaksanakan dengan apa adanya, tanpa ada

perbaikan dari waktu ke waktu.g. Inefisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya

dalam pelayanan perijinan) seringkali tidakrelevan dengan pelayanan yang diberikan.

11

Page 12: TUGAS BPP BARU

B. Fenomena

Ketika mengurus ijazah tamat SMA, penyedia layanan meminta dana Rp 75000 sebagai

dana administasi ijazah, untuk itu kami membayarnya dan beberapa hari setelah itu terdengar

kabar bahwa ada seorang siswa yang tidak bisa membayar , dan tidak mendapat ijazah, maka

orangtua dari siswa tersebut meminta perlindungan atau informasi yang lengkap kepada Dinas

Pendidikan, laluj Dinas Pendidikan tersebut memeriksa pegawai birokrat di SMA dan meminta

agar mengembalikan dana tersebut kepada siswa, meka dikembalikanlah dan kami

menerimanya . tetapi tyerdapat ketimpangan, ada siswa yang mengembalikan dan juga ada

yang tidak mengembalikan, bagi siswa yang mengembalikan maka urusan ijazahnya akan

dipercepat, tetapi bagi siswa yang mengambil dana tersebut urusan mengenai ijazahnya akan

dipersulit. Sungguh model birokrasi seperti apa ini.

Dwiyanto (2002), dalam penelitiannya tentang pelayanan publik, salah satunya menukik

pada aspek etika pelayanan publik dengan menyimpulkan hasil penelitiannya sebagai berikut:

bahwa dalam penyelenggaraan pelayanan publik terdapat dua pihak yang berhadapan dan

saling berbeda kepentingan. Pihak aparat sebagai pemberi layanan yang berhadapan dengan

masyarakat sebagai pengguna jasa layanan, antara keduanya seringkali terdapat perbedaan

kepentingan-kepentingan yang mencolok. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di

lapangan dengan mengambil sampel beberapa daerah di Indonesia yaitu : Sumatra Barat,

Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Sulawesi Selatan. Menunjukkan adanya kecenderungan

diskriminasi yang mencolok dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Dalam kontek etika

pelayanan, masyarakat pengguna jasa mengharapkan adanya etika birokrasi sebagai bentuk

adanya sikap tanggap dari aparat birokrasi terhadap kepentingan masyarakat pengguna jasa.

Kepentingan pengguna jasa harus ditempatkan sebagai tujuan utama, melalui prinsip

pelayanan tersebut diharapkan tidak terjadi diskriminasi . Jika kondisi demikian dapat

diciptakan, etika pelayanan publik sesuai dengan misi aparat birokrasi dan tuntutan

masyarakat sebagai pengguna jasa.

Hasil kajian tentang etika pelayanan publik di Instansi teknis di Dinas Kependudukan dan

Catatan Sipil Denpasar dalam hal pengurusan KTP yang dilakukan oleh Sudana (2003)

disimpulkan etika pelayanan belum optimal diterapkan dalam pelayanan publik. Hal ini dapat

dilihat: pertama, lemahnya penerapan kode etik aparat dalam pelayanan, yang terindikasi dari

adanya tindakan-tindakan yang menyimpang dalam memberikan pelayanan. Beberapa

oknum aparat kadang-kadang menawarkan diri sebagai biro jasa atau calo yang mengarah

12

Page 13: TUGAS BPP BARU

kepada tindakan terjadinya korupsi; kedua, rendahnya kesadaran aparat birokrasi akan

tanggung jawab dan disiplin dalam proses pelayanan, dan masih adanya tindakan diskriminasi

pelayanan yang mengarah pada unsur nepotisme; ketiga, etika birokrasi dalam pelayanan

publik masih sangat jauh dari yang diharapkan. Fenomena pemberian pelayanan ini terlihat.

Seperti tindakan aparat yang mengharapkan balas jasa, adanya penyalahgunaan wewenang,

menghindar dari tanggung jawab, pelanggaran terhadap aturan yang ditetapkan, dan

munculnya diskriminasi dalam pelayanan. Dengan demikian, masyarakat pengguna jasa

dirugikan dalam pelayanan secara komprehensif.

13

Page 14: TUGAS BPP BARU

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Birokrasi publik di Indonesia belum mampu menyelenggarakan pelayanan publik yang

efisisen ,adil, responsif, dan akuntabel. Kinerja birokrasi publik masih sangat jauh dari yang

diharapkan . Akluntabilitas birokrasi masih sangat rendah sebagaimana ditunjukan dengan

diabaikannya kepentingan penghguan jasa dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Norma

dan kriteria pelayanan publik masih ditentukan oleh prosedur dan petunjuk pelaksanaan

(juklak). Improvisasi dan diskresi untuk merespons dinamika , kebutuhan dan aspirasi

pengguna jasa masih menjadi barang langka dalam kehidupan birokrasi publik ketiga daerah

itu.

Keseriusan pemerintah untuk menempatkan kualitas pelayanan sebagai sentyral dari

prilaku birokrasi publik masih amat jauh. Para petugas pemberi layanan seringkali tidak

berkonsentrasi dalam penyelenggaraan pelayanan karena mereka harus melakuakan

kegiatan-kegiatan lain yang tidak terkait dengan pelayanan yang menjadi tanggung jawab.

Disamping melayani masyarakat pengguna jasa para pejabat birokrasi masih harus

sssmelkuakan tugas-tugas lain ,seperti tugas lapangan yang frekuensinya sering amat tinggi.

Akibatnya , para pejabat birokrasi sering harus meniggalkan tugas pelayanan untuk

melkukan tugas-tugas lainnya yang tidak relevan denagn pelayana yang sebenarnya menjadi

perna utamanya. Akibatnya , banyak para pengguna jasa yang ekmudian harus menuggu para

petugas , yang kadang-kadang memerlukan waktu yang cukup panjang . seringnya petugas

meniggalkan pelayanan, untuk mengerjakan pekerjaan lain dan membuat pelayanan menjadi

tertunda menunjukan betapa birokrasi publik belum benar-benar menempatkan kepentingan

penggunaan jasa menjadi bagian yangb terpenting dari kehidupannya hal ini tentu akan

memlkiki implikasi yang penting terhadap kinerja biroktrasi publik.

Hak-hak para pengguna jasa dan kewajiban birokrasi publik dan p[ejabatnya sering tidak

diatur dengan jelas, yang datur secara jelas dalam prosedur pelayanan biasanya hanya

kewajiban para pengguna saja. Adalah wajar kalau para pejaabat birokrasi sering

14

Page 15: TUGAS BPP BARU

memperlakukan para penggyna jasa dengan acuh tak acuh ,dan bahkan menjadikan mereka

sebagai objek penguuna layana yang bisa dipermainkan sesuai dengan kepenti8nganya.

Ketidak seimbanagn tersebut membuat kedudukan para pengguna jasa menjadi sangat lemah

ketika berhubungan dengan pejabat birokrasi

15