tugas anatomi

download tugas anatomi

of 23

Transcript of tugas anatomi

TUGAS ANATOMI Kelainan Cairan Serebrospinal pada Hidrosefalus

OLEH AIZAWANDA RE G0007181

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2008

A.1.

PENDAHULUANLATAR BELAKANG MASALAH Cairan serebrospinal yang berada di ruang subarakhnoid merupakan salah satu proteksi untuk melindungi jaringan otak dan medula spinalis terhadap trauma atau gangguan dari luar. Cairan ini merupakan pelindung utama otak. Jika cairan ini tersumbat distribusinya atau jumlahnya tidak normal, maka dapat terjadi kerusakan pada otak. Pada orang dewasa volume intrakranial kurang lebih 1700 ml, volume otak sekitar 1400 ml, volume cairan serebrospinal 52-162 ml (rata-rata 104 ml) dan darah sekitar 150 ml. 80% dari jaringan otak terdiri dari cairan, baik ekstra sel maupun intra sel. Rata-rata cairan serebrospinal dibentuk sebanyak 0,35 ml/menit atau 500 ml/hari, sedangkan total volume cairan serebrospinal berkisar 75-150 ml dalam sewaktu. Ini merupakan suatu kegiatan dinamis, berupa pembentukan, sirkulasi dan absorpsi. Untuk mempertahankan jumlah cairan serebrospinal tetap dalam sewaktu, maka cairan serebrospinal diganti 4-5 kali dalam sehari. Perubahan dalam cairan serebrospinal dapat merupakan proses dasar patologi suatu kelainan klinik. Terdapat beberapa kelainan dalam cairan otak. Salah satunya adalah hidrosefalus. Thanman (1984) melaporkan insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran. Raveley (1973) cit Yasa (1983) di Inggris melaporkan bahwa insidensi hidrosefalus kongenital adalah 0,5-1,8 pada setiap 1000 kelahiran dan 11%-43% disebabkan oleh stenosis aqueductus serebri. Hidrosefalus dengan meningomielokel, yaitu antara 4 per 1000 kelahiran di beberapa negara bagian wales dan Irlandia Utara sampai sekitar 0,2 per 1000 kelahiran di Jepang. Sedangkan insidensi hidrosefalus bentuk lainnya sekitar 1 per 1000 kelahiran. Stenosis akuaduktus ditemukan pada sekitar sepertiga anak dengan hidrosefalus (Huttenlocher, 1983). Insidensi kelainan ini terus bertambah setiap tahunnya. Kelainan cairan serebrospinal cukup mengganggu dan berbahaya. Karena itu diperlukan pengetahuan yang lebih mendalam tentang cairan tersebut serta salah satu penyakitnya yaitu hidrosefalus.

2.

TUJUAN PENULISAN Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui dasar-dasar penyakit hidrosefalus termasuk fisiologi cairan serebrospinal, patofisiologi hidrosefalus, diagnosis, pencegahan hingga penanganannya.

3.

MANFAAT PENULISAN Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk berbagi ilmu tentang suatu penyakit, agar mendapatkan gambaran tentang penyakit tersebut dan bila menjumpainya dapat segera ditangani dengan benar.

B.

TINJAUAN PUSTAKACairan serebrospinal Cairan serebrospinal adalah cairan yang terletak di dalam otak, berwarna bening, yang secara umum fungsinya melindungi otak. Secara anatomi, di dalam ruang tengkorak, selain terdapat jaringan otak, juga terdapat struktur pembuluh darah dan cairan otak. Cairan otak terletak di dalam ruang khusus yang disebut sebagai ventrikel dan diproduksi oleh sel-sel dalam ventrikel yang dikenal sebagai pleksus khoroideus. Jumlah produksi cairan tersebut pada manusia adalah 0,35 mililiter (ml) setiap menit atau 500 ml sehari. Cairan itu secara teratur diproduksi dan mengalir dari ventrikel satu ke yang lain, ke luar di sekitar otak, rongga sumsum tulang belakang kemudian di serap ke pembuluh darah balik (Prasetyo, 2002) Cairan serebrospinal (CSS) dibentuk oleh pleksus khoroideus, dimana sejumlah pembuluh darah kapiler dikelilingi oleh epitel kuboid/kolumner yang menutupi stroma di bagian tengah dan merupakan modifikasi dari sel ependim, yang menonjol ke ventrikel. Pleksus khoroideus membentuk lobul-lobul dan membentuk seperti daun pakis yang ditutupi oleh mikrovili dan silia. Tapi sel epitel kuboid berhubungan satu sama lain dengan tigth junction pada sisi aspeks, dasar sel epitel kuboid terdapat membran basalis dengan

ruang stroma diantaranya. Ditengah villus terdapat endotel yang menjorok ke dalam (kapiler fenestrata). Inilah yang disebut sawar darah LCS. Gambaran histologis khusus ini mempunyai karakteristik yaitu epitel untuk transport bahan dengan berat molekul besar dan kapiler fenestrata untuk transport cairan aktif. Pembentukan cairan serebrospinal melalui 2 tahap, yang pertama terbentuknya ultrafiltrat plasma di luar kapiler oleh karena tekanan hidrostatik dan kemudian ultrafiltrasi diubah menjadi sekresi pada epitel khoroid melalui proses metabolik aktif. Mekanisme sekresi cairan serebrospinal oleh pleksus khoroideus adalah sebagai berikut: Natrium dipompa/disekresikan secara aktif oleh epitel kuboid pleksus khoroideus sehingga menimbulkan muatan positif di dalam cairan serebrospinal. Hal ini akan menarik ion-ion bermuatan negatif, terutama clorida ke dalam cairan serebrospinal. Akibatnya terjadi kelebihan ion di dalam cairan neuron sehingga meningkatkan tekanan somotik cairan ventrikel sekitar 160 mmHg lebih tinggi dari pada dalam plasma. Kekuatan osmotik ini menyebabkan sejumlah air dan zat terlarut lain bergerak melalui membran khoroideus ke dalam cairan serebrospinal. Bikarbonat terbentuk oleh karbonik abhidrase dan ion hidrogen yang dihasilkan akan mengembalikan pompa Na dengan ion penggantinya yaitu Kalium. Proses ini disebut Na-K Pump yang terjadi dengan bantuan Na-K-ATP ase, yang berlangsung dalam keseimbangan. Obat yang menghambat proses ini dapat menghambat produksi cairan serebrospinal. Penetrasi obat-obat dan metabolit lain tergantung kelarutannya dalam lemak. Ion campuran seperti glukosa, asam amino, amin dan hormon tyroid relatif tidak larut dalam lemak, memasuki cairan serebrospinal secara lambat dengan bantuan sistim transport membran. Juga insulin dan transferin memerlukan reseptor transport media. Fasilitas ini (carrier) bersifat stereospesifik, hanya membawa larutan yang mempunyai susunan spesifik untuk melewati membran kemudian melepaskannya di cairan serebrospinal. Natrium memasuki cairan serebrospinal dengan dua cara, transport aktif dan difusi pasif. Kalium disekresi ke cairan serebrospinal dgnmekanisme transport aktif, demikian juga keluarnya dari cairan serebrospinal ke jaringan otak. Perpindahan Cairan, Mg dan Phosfor ke cairan serebrospinal dan jaringan otak juga terjadi terutama dengan mekanisme transport aktif, dan konsentrasinya dalam cairan serebrospinal tidak tergantung pada konsentrasinya dalam

serum. Perbedaan difusi menentukan masuknya protein serum ke dalam cairan serebrospinal dan juga pengeluaran CO2. Air dan Na berdifusi secara mudah dari darah ke cairan serebrospinal dan juga pengeluaran CO2. Air dan Na berdifusi secara mudah dari darah ke cairan serebrospinal dan ruang interseluler, demikian juga sebaliknya. Hal ini dapat menjelaskan efek cepat penyuntikan intervena cairan hipotonik dan hipertonik. Ada 2 kelompok pleksus yang utama menghasilkan cairan serebrospinal: yang pertama dan terbanyak terletak di dasar tiap ventrikel lateral, yang kedua (lebih sedikit) terdapat di atap ventrikel III dan IV. Diperkirakan cairan serebrospinal yang dihasilkan oleh ventrikel lateral sekitar 95%. Rata-rata pembentukan cairan serebrospinal 20 ml/jam. Cairan serebrospinal bukan hanya ultrafiltrat dari serum saja tapi pembentukannya dikontrol oleh proses enzimatik. Cairan serebrospinal dari ventrikel lateral melalui foramen interventrikular monroe masuk ke dalam ventrikel III, selanjutnya melalui aquaductus sylvii masuk ke dalam ventrikel IV. Tiga buah lubang dalam ventrikel IV yang terdiri dari 2 foramen ventrikel lateral (foramen luschka) yang berlokasi pada atap resesus lateral ventrikel IV dan foramen ventrikuler medial (foramen magendi) yang berada di bagian tengah atap ventrikel III memungkinkan cairan serebrospinal keluar dari sistem ventrikel masuk ke dalam rongga subarakhnoid. Cairan serebrospinal mengisi rongga subarakhnoid sekeliling medula spinalis sampai batas sekitar S2, juga mengisi keliling jaringan otak. Dari daerah medula spinalis dan dasar otak, cairan serebrospinal mengalir perlahan menuju sisterna basalis, sisterna ambiens, melalui apertura tentorial dan berakhir dipermukaan atas dan samping serebri dimana sebagian besar cairan serebrospinal akan diabsorpsi melalui villi arakhnoid (granula Pacchioni) pada dinding sinus sagitalis superior. Yang mempengaruhi alirannya adalah: metabolisme otak, kekuatan hidrodinamik aliran darah dan perubahan dalam tekanan osmotik darah. Cairan serebrospinal akan melewati villi masuk ke dalam aliran adrah vena dalam sinus. Villi arakhnoid berfungsi sebagai katup yang dapat dilalui cairan serebrospinal dari satu arah, dimana semua unsur pokok dari cairan cairan serebrospinal akan tetap berada di dalam CSS, suatu proses yang dikenal sebagai bulk flow. Cairan serebrospinal juga diserap di rongga subrakhnoid yang mengelilingi batang otak dan medula spinalis oleh pembuluh darah yang terdapat pada

sarung/selaput saraf kranial dan spinal. Vena-vena dan kapiler pada piameter mampu memindahkan cairan serebrospinal dengan cara difusi melalui dindingnya. Perluasan rongga subarakhnoid ke dalam jaringan sistem saraf melalui perluasaan sekeliling pembuluh darah membawa juga selaput piameter disamping selaput arakhnoid. Sejumlah kecil cairan berdifusi secara bebas antara cairan ekstraselluler dan cairan serebrospinal dalam rongga perivaskuler dan juga sepanjang permukaan ependim dari ventrikel sehingga metabolit dapat berpindah dari jaringan otak ke dalam rongga subrakhnoid. Pada kedalaman sistem saraf pusat, lapisan piameter dan arakhnoid bergabung sehingga rongga perivaskuler tidak melanjutkan diri pada tingkatan kapiler. (Japardi, 2002). Cairan serebrospinal dibentuk dari kombinasi filtrasi kapiler dan sekresi aktif dari epitel. Cairan serebrospinal hampir meyerupai ultrafiltrat dari plasma darah tapi berisi konsentrasi Na, K, bikarbonat, Cairan, glukosa yang lebih kecil dankonsentrasi Mg dan klorida yang lebih tinggi. Ph cairan serebrospinal lebihrendah dari darah. Perbandingan komposisi normal cairan serebrospinal lumbal dan serum: CSS Osmolaritas Natrium Klorida PH Tekanan CONCUSSION Glukosa Total Protein Albumin Ig G 295 mOsm/L 138 mM 119 mM 7,33 6,31 kPa 3,4 mM 0,35 g/L 0,23 g/L 0,03 g/L Serum 295 mOsm/L 138 mM 102 mM 7,41 (arterial) 25,3 kPa 5,0 mM 70 g/L 42 g/L 10 g/L

Fungsi cairan serebrospinal adalah sebagai berikut : 1. Cairan serebrospinal menyediakan keseimbangan dalam sistem saraf. Unsur-unsur pokok pada cairan serebrospinal berada dalam keseimbangan dengan cairan otak

ekstraseluler, jadi mempertahankan lingkungan luar yang konstan terhadap sel-sel dalam sistem saraf. 2. Cairan serebrospinal mengakibatkan otak dikelilingi cairan, mengurangi berat otak dalam tengkorak dan menyediakan bantalan mekanik, melindungi otak dari keadaan/trauma yang mengenai tulang tengkorak. Cairan serebsospinal dapat mengurangi berat otak dari 1.400 gram menjadi 50 gram. Hal itu penting untuk mengurangi penekanan atau geseran dasar otak dengan permukaan dasar ruang tengkorak yang tidak rata 3. Cairan serebrospinal mengalirkan bahan-bahan yang tidak diperlukan dari otak, seperti CO2, laktat, dan ion Hidrogen. Hal ini penting karena otak hanya mempunyai sedikit sistem limfatik. Dan untuk memindahkan produk seperti darah, bakteri, materi purulen dan nekrotik lainnya yang akan diirigasi dan dikeluarkan melalui villi arakhnoid. 4. Bertindak sebagai saluran untuk transport intraserebral. Hormon-hormon dari lobus posterior hipofise, hipothalamus, melatonin dari fineal dapat dikeluarkan ke cairan serebrospinal dan transportasi ke sisi lain melalui intraserebral. 5. Mempertahankan tekanan intrakranial. Dengan cara pengurangan cairan serebrospinal dengan mengalirkannya ke luar rongga tengkorak, baik dengan mempercepat pengalirannya melalui berbagai foramina, hingga mencapai sinus venosus, atau masuk ke dalam rongga subarakhnoid lumbal yang mempunyai kemampuan mengembang sekitar 30% (Japardi, 2002; Prasetyo, 2002) Definisi hidrosefalus Hidrosefalus (kepala-air, istilah yang berasal dari bahasa Yunani: "hydro" yang berarti air dan "cephalus" yang berarti kepala; sehingga kondisi ini sering dikenal dengan "kepala air") adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan aliran cairan di dalam otak (cairan serebrospinal). Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Darsono, 2005:209). Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak.

Gangguan itu menyebabkan cairan tersebut bertambah banyak yang selanjutnya akan menekan jaringan otak di sekitarnya, khususnya pusat-pusat saraf yang vital. Ukuran kepala Ukuran rata-rata lingkar kepala bayi ketika lahir adalah 34-35 cm. Lingkar kepala ini akan bertambah 2 cm per bulan pada usia 0-3 bulan. Selanjutnya di usia 4-6 bulan akan bertambah 1 cm per bulan, dan pada usia 6-12 bulan pertambahannya 0,5 cm per bulan. Jika ukuran lingkar kepala bayi lebih kecil daripada ukuran normalnya, maka disebut kelainan mikrosefali. Sebaliknya, bila ukuran lingkaran kepala si bayi lebih besar daripada ukuran normalnya, dikatakan kelainan makrosefali. Pada hidrosefalus, adanya kelainan akibat penyakit atau kerusakan otak menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun. Penimbunan cairan menyebabkan penekanan pada otak sehingga memaksa otak untuk mendorong tulang tengkorak atau merusak jaringan otak. Etiologi hidrosefalus Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal (CSS) pada salah satu tempat antara tempat pembentukan cairan serebrospinal dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan cairan serebrospinal diatasnya (Allan H. Ropper, 2005). Teoritis pembentukan cairan serebrospinal yang terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang abnormal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi. Penyebab hidrosefalus antara lain produksi cairan serebro-spinal meningkat, penyerapan cairan berkurang, atau terjadi sumbatan pada aliran cairan serebrospinal. Penyebab penyumbatan aliran cairan serebrospinal yang sering terdapat pada bayi dan anak ialah : 1. Kelainan Bawaan (Kongenital) a. Stenosis akuaduktus Sylvii Merupakan penyebab yang terbanyak pada hidrosefalus bayi dan anak (60-90%). Insidensinya berkisar antara 0,5-1 kasus/1000 kelahiran. Stenosis ini bukan berasal dari tumor. Ada tiga tipe stenosis : 1. Gliosis akuaduktus: berupa pertumbuhan berlebihan dari glia fibriler yang menyebabkan konstriksi lumen, 2. Akuaduktus yang berbilah (seperti

garpu) menjadi kanal-kanal yang kadang dapat tersumbat, 3. Obstruksi akuaduktus oleh septum ependim yang tipis (biasanya pada ujung kaudal). Akuaduktus dapat merupakan saluran buntu sama sekali atau abnormal lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala hidrosefalus terlihat sejak lahir atau progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah lahir. Stenosis ini bisa disebabkan karena kelainan metabolisme akibat ibu menggunakan isotretionin (Accutane) untuk pengobatan acne vulgaris. Oleh karena itu penggunaan derivat retinol (vitamin A) dilarang pada wanita hamil. Hidrosefalus iatrogenik ini jarang sekali terjadi, hal ini dapat disebabkan oleh hipervitaminosis A yang akut atau kronis, di mana keadaan tersebut dapat mengakibatkan sekresi likuor menjadi meningkat atau meningkatnya permeabilitas sawar darah otak. Stenosis ini biasanya dapat bersamaan dengan malformasi lain seperti: malformasi Arnold chiari, ensefalokel oksipital (Lott et al, 1984). b. Spina bifida dan kranium bifida Hidrosefalus pada kelainan ini biasanya berhubungan dengan sindrom Arnold-Chiari akibat tertariknya medula spinalis dengan medula oblongata dan serebelum letaknya lebih rendah dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau total. Anomali Arnold-chiari ini dapat timbul bersama dengan suatu meningokel atau suatu meningomielokel. c. Sindrom Dandy-Walker Malformasi ini melibatkan 2-4% bayi baru lahir dengan hidrosefalus. Etiologinya tidak diketahui. Malformasi ini berupa ekspansi kistik ventrikel IV dan hipoplasi vermis serebelum. Kelainan berupa atresia kongenital foramen Luschka dan Magendie dengan akibat hidrosefalus obstruktif dengan pelebaran sistem ventrikel terutama ventrikel IV yang dapat sedemikian besarnya hingga merupakan suatu kista yang besar di daerah fosa posterior. Hidrosefalus yang terjadi diakibatkan oleh hubungan antara dilatasi ventrikel IV dan rongga subarakhnoid yang tidak adekuat, dan hal ini dapat tampil pada saat lahir, namun 80% kasusnya biasanya tampak dalam tiga bulan pertama. Kasus semacam ini sering terjadi bersamaan dengan anomali lainnya seperti: agenesis korpus kalosum, labiopalatoskisis, anomali okuler, anomali jantung, dan sebagainya.

d. Kista araknoid dan anomali pembuluh darah Dapat terjadi kongenital tetapi dapat juga timbul akibat trauma sekunder suatu hematoma. 2. Infeksi Akibat infeksi pada penyakit meningitis dapat timbul perlekatan meningen. Secara patologis terlihat penebalan jaringan piamater dan araknoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis purulenta terjadi bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat purulen di akuaduktus Sylvii atau sisterna basalis. Lebih banyak hidrosefalus terdapat pasca meningitis. Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah sembuh dari meningitisnya. Pada meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat di daerah basal sekitar sisterna kiasmatika dan interpedunkularis, sedangkan pada meningitis purulenta lokalisasinya lebih tersebar. Penyebab lainnya dari infeksi adalah toxoplasmosis (Ngoerah, 1991). Infeksi toxoplasmosis sering terjadi pada ibu yang hamil atau penderita dengan imunokompeten (Pohan, 1996). Penularan toxoplasmosis kepada neonatus didapat melalui penularan transplasenta dari ibu yang telah menderita infeksi asimtomatik. Dalam bentuk infeksi subakut, tetrade yang menyolok adalah perkapuran intraserebral, chorioretinitis, hidrosefalus atau mikrosefalus, dan gangguan psikomotor dan kejang-kejang (Pribadi, 1983). 3. Neoplasma Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS. Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma. 4. Perdarahan Perdarahan subaraknoid (selaput yang paling dalam) dapat menyebabkan sumbatan pada distribusi cairan serebrosipnal (Pramusinto, 2005). Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal

otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri (Allan H. Ropper, 2005). Selanjutnya hidrosefalus dengan penyebab pertama tersebut diatas dikelompokan sebagai hidrosefalus kongenitus, sedangkan penyebab kedua sampai ke empat dikelompokkan sebagai hidrosefalus akuisita. Sebab-sebab prenatal merupakan faktor yang bertanggung jawab atas terjadinya hidrosefalus kongenital yang timbul in-utero dan kemudian bermanifestasi baik in-utero ataupun setelah lahir. Sebab-sebab ini mencakup malformasi (anomali perkembangan sporadis), infeksi atau kelainan vaskuler. Pada sebagian besar pasien banyak yang etiologinya tidak dapat diketahui, dan untuk ini diistilahkan sebagai hidrosefalus idiopatik. Dari bukti eksperimental pada beberapa spesies hewan mengisyaratkan infeksi virus pada janin terutama parotitis dapat sebagai faktor etiologi (Ngoerah, 1991). Swaiman and Wright (1981) mengelompokkan etiologi hidrosefalus berdasarkan proses kejadiannya sebagai berikut: 1. Kongenital Agenesis korpus kalosum, stenosis akuaduktus serebri, anensefali dan disgenesis serebral, genetis. 2. Degeneratif Histiositosis, inkontinensia pugmenti, dan penyakit Krebbe. 3. Infeksi Post meningitis, TORCH, kista-kista parasit, lues kongenital. 4. Kelainan metabolisme Penggunaan isotretionin (Accutane) untuk pengobatan akne vulgaris, antara lain dapat menyebabkan stenosis akuaduktus, sehingga terjadi hidrosefalus pada anak yang dilahirkan. Oleh karena itu penggunaan derivat retinol (vit. A) dilarang pada wanita hamil (Lott et al, 1984). 5. Trauma Seperti pada perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, disamping organisasi darah itu sendiri yang mengakibatkan terjadinya sumbatan yang mengganggu aliran CSS.

6. Neoplasma Terjadinya hidrosefalus disini oleh karena obstruksi mekanis yang dapat terjadi di setiap aliran CSS, antara lain tumor ventrikel III, tumor fossa posterior, papilloma pleksus koroideus, leukemia, dan limfoma. 7. Gangguan vaskuler Dilatasi sinus dural, trombosis sinus venosa, malformasi v. Galeni, malformasi arteriovenosa. 8. Pembedahan bagian belakang dari tengkorak atau otak kecil, idiopatik, stenosis aquaduktus serebri, penekanan suatu massa terhadap foramen-foramen (foramen Luschka, foramen Magendi, ventrikel IV, dan foramen Monroe). Akibat adanya perdarahan pada fosa posterior yang menyumbat saluran ventrikel yang terjadi pasca trauma, dan lain-lain. Klasifikasi hidrosefalus Jenis hidrosefalus dapat di klasifikasikan menurut : 1. Waktu pembentukan o Hidrosefalus Congenital, yaitu hydrocephalus yang dialami sejak dalam kandungan dan setelah dilahirkan. o Hidrosefalus Akuisita, yaitu hydrocephalus yang terjadi setelah bayi dilahirkan atau terjadi karena faktor lain setelah bayi dilahirkan (Harsono, 2006). 2. Proses Terbentuknya Hidrosefalus o Hidrosefalus Akut, yaitu hydrocephalus yang tejadi secara mendadak yang diakibatkan oleh gangguan absorbsi CSS (Cairan Serebrospinal). o Hidrosefalus Kronik, yaitu hydrocephalus yang terjadi setelah cairan CSS mengalami obstruksi beberapa minggu (Anonim, 2007). 3. Sirkulasi Cairan Serebrospinal o Communicating, yaitu kondisi hidrosefalus dimana CSS masih bias keluar dari ventrikel namun alirannya tersumbat setelah itu.

o Non Communicating, yaitu kondis hidrosefalus dimana sumbatan aliran CSS yang terjadi disalah satu atau lebih jalur sempit yang menghubungkan ventrikel-ventrikel otak (Anonim, 2003). 4. Proses Penyakit o Acquired, yaitu hidrosefalus yang disebabkan oleh infeksi yang mengenai otak dan jaringan sekitarnya termasuk selaput pembungkus otak (meninges). o Ex-Vacuo, yaitu kerusakan otak yang disebabkan oleh stroke atau cedera traumatis yang mungkin menyebabkan penyempitan jaringan otak atau athrophy (Anonim, 2003). Gejala hidrosefalus Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada awitan dan derajat ketidakseimbangan kapasitas produksi dan resorbsi CSS (Darsono, 2005). Gejala-gejala yang menonjol merupakan refleksi adanya hipertensi intrakranial. Manifestasi klinis dari hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu : 1. Awitan hidrosefalus terjadi pada masa neonatus Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus kongenital dan pada masa bayi. Gangguan yang diakibatkan oleh meningkatnya jumlah cairan di rongga kepala, akan menimbulkan meningkatnya tekanan didalam rongga kepala (Tekanan Intra-Kranial). Pada bayi yang kurang dari 2 tahun oleh karena ubun-ubun atau fontanela belum menutup akan terlihat ubun-ubunnya menonjol ke luar, pembuluh darah pada kulit kepala akan melebar dan berkelok-kelok, gejala lain yang diakibatkan oleh peningkatan tekanan dalam rongga kepala, adalah penekanan massa otak sendiri, di mana volume otak akan berkurang dan sel-selnya mengalami atrofi atau mengecil dan tidak berfungsi (Yusuf, 2008). Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama tahun pertama kehidupan. Kranium terdistensi dalam semua arah, tetapi terutama pada daerah frontal. Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis. Vena-vena di sisi samping kepala tampak melebar dan berkelok. (Peter Paul Rickham, 2003)

2. Awitan hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi hipertensi intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat disertai keluhan penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus. Secara umum gejala yang paling umum terjadi pada pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran abnormal yang progresif dari ukuran kepala. Makrokrania mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran lingkar kepala lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran normal. Makrokrania biasanya disertai empat gejala hipertensi intrakranial lainnya yaitu: a. Fontanel anterior yang sangat tegang. b. Sutura kranium tampak atau teraba melebar. c. Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial menonjol. d. Fenomena matahari tenggelam (sunset phenomenon)/gerakan memandang ke arah atas hilang sehingga bintik cahaya atau iris dari bola mata terletak di bawah dari kelopak mata bagian bawah. Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar dibandingkan dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri kepala, muntah, gangguan kesadaran, gangguan okulomotor, dan pada kasus yang telah lanjut ada gejala gangguan batang otak akibat herniasi tonsiler (bradikardia, aritmia respirasi). (Darsono, 2005) Manifestasi klinis lain antara lain ialah ubun-ubun besar bayi akan melebar dan menonjol, pembuluh darah di kulit kepala makin jelas, gangguan sensorik-motorik, gangguan penglihatan (buta), gerakkan bola mata terganggu (juling), terjadi penurunan aktivitas mental yang progresif, bayi rewel, kejang, muntah-muntah, sakit kepala, kesadaran menurun, kejang, kelemahan saraf, inkontinensia urin (sulit menahan buang air kecil), mencong mulut, nyeri kepala diikuti gejala muntah, dan gangguan penglihatan, panas badan yang sulit dikendalikan, dan akhirnya gangguan pada fungsi vital akibat peninggian tekanan dalam ruang tengkorak yang berupa pernapasan lambat, denyut nadi turun dan naiknya tekanan darah sistolik.. Bahkan bila hidrosefalus dewasa tidak segera

diatasi bisa sampai menyebabkan kebutaan. Bila sudah buta tidak bisa mengembalikan penglihatannya lagi. Bila kesadaran penderita hidrosefalus menurun, penderita bisa meninggal. Patofisiologi dan patogenesis hidrosefalus Sebagian besar cairan Cerebrospinal diproduksi oleh pleksus koroideus di dalam ventrikel otak dan mengalir melalui foramen monro ke ventrikel III, kemudian melalui akuaduktus Sylvius ke ventrikel IV. Dari sana liquor mengalir melalui foramen Magendi dan Luscha ke sisterna dan rongga subarachnoid di bagian kranial maupun spinal. Penyerapan terjadi melalui vilus arachnoid yang berhubungan dengan sistem vena seperti sinus venosus serebral. Ruangan cairan serebrospinal mulai terbentuk [ada minggu kelima masa embrio, terdiri dari sistem ventrikel, sisterna magna pada dasar otak dan ruang subarakhnoid yang meliputi seluruh susunan saraf. Cairan serebrospinal yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus khoroidalis kembali ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang meliputi seluruh susunan saraf pusat (SSP). Cairan likuor serebrospinalis ini terdapat dalam suatu sistem yang terdiri dari dua bagian yang berhubungan satu sama lainnya : (1) Sistem internal terdiri dari dua ventrikel lateralis, foramen-foramen interventrikularis (Monroe), ventrikel ke-3, akuaduktus Sylvii dan ventrikel ke-4. (2) Sistem eksternal terdiri dari ruang-ruang subaraknoid, terutama bagian-bagian yang melebar disebut sisterna. Hubungan antara sistem internal dan eksternal ialah melalui kedua apertura lateralis ventrikel ke-4 (foramen Luschka) dan foramen medialis ventrikel ke-4 (foramen Magendie). Pada orang dewasa normal jumlah cairan serebrospinal 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60 ml, neonatus 20-30 ml dan pada prematur kecil 10-20 ml (Harsono, 1996). Cairan yang tertimbun dalam ventrikel biasanya antara 500-1500 ml, akan tetapi kadang-kadang dapat mencapai 5 liter (Wiknjosastro, 1994). Aliran cairan serebrospinal yang normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen monroe ke ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke

ventrikel IV dan melalui foramen Luschka dan Magendie ke dalam ruang subarakhnoid melalui sisterna magna. Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan resorbsi CSS oleh sistem kapiler. Dalam keadaan normal tekanan likuor berkisar antara 50200 mm, praktis sama dengan 50-200 mmH2O. Ruang tengkorak bersama dura yang tidak elastis merupakan suatu kotak tertutup yang berisikan jaringan otak dan medula spinalis sehingga volume otak total (kraniospinal) ditambah dengan volume darah dan likuor merupakan angka tetap (Hukum Monroe Kellie). Bila terdapat peningkatan volume likuor akan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Keadaan ini terdapat pada perubahan volume likuor, pelebaran dura, perubahan volume pembuluh darah terutama volume vena, perubahan jaringan otak (bagian putih otak berkurang pada hidrosefalus obstruktif). Pada umumnya volume otak serta tekanan likuor berubah oleh berbagai pengaruh sehingga volume darah selalu akan menyesuaikan diri (Harsono, 1996). Hidrosefalus secara teoritis hal ini terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu: 1. Produksi likuor yang berlebihan, 2. Peningkatan resistensi aliran likuor, 3. Peningkatan tekanan sinus venosa. Sebagai konsekuensi dari tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan intrakranial sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel masih belum dapat dipahami secara terperinci, namun hal ini bukanlah hal yang sederhana sebagaimana akumulasi akibat dari ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda tiap saat selama perkembangan hidrosefalus. Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari: 1. Kompresi sistem serebrovaskuler, 2. Redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan ekstraseluler atau keduanya di dalam sistem susunan saraf pusat, 3. Perubahan mekanis dari otak (peningkatan elastisitas otak, gangguan viskoelastisitas otak, kelainan turgor otak), 4. Efek tekanan denyut likuor serebrospinalis (masih diperdebatkan),

5. Hilangnya jaringan otak, 6. Pembesaran volume tengkorak (pada penderita muda) akibat adanya regangan abnormal pada sutura kranial. Produksi likuor yang berlebihan hampir semua disebabkan oleh karena tumor pleksus khoroid (papiloma atau karsinoma). Adanya produksi yang berlebihan akan menyebabkan tekanan intrakranial meningkat dalam mempertahankan keseimbangan antara sekresi dan resorbsi likuor, sehingga akhirnya ventrikel akan membesar. Adapula beberapa laporan mengenai produksi likuor yang berlebihan tanpa adanya tumor pada pleksus khoroid, di samping juga akibat hipervitaminosis A. Gangguan aliran likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang disebabkan oleh gangguan aliran akan meningkatkan tekanan likuor secara proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi yang seimbang. Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu peningkatan tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler intrakranial bertambah dan peningkatan tekanan intrakranial sampai batas yang dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus vena yang relatif tinggi. Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini tergantung dari komplians tengkorak. Bila sutura kranial sudah menutup, dilatasi ventrikel akan diimbangi dengan peningkatan volume vaskuler; dalam hal ini peningkatan tekanan vena akan diterjemahkan dalam bentuk klinis dari pseudotumor serebri. Sebaliknya, bila tengkorak masih dapat mengadaptasi, kepala akan membesar dan volume cairan akan bertambah. Derajat peningkatan resistensi aliran cairan likuor dan kecepatan perkembangan gangguan hidrodinamik berpengaruh pada penampilan klinis. Diagnosis Prosedur dari diagnosis suatu penyakit didasarkan atas suatu anamnesa yang cermat, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Gejala hidrosefalus sebelum menunjukan manifestasi klinis adalah sangat bervariasi sehingga anamnesis memerlukan pengetahuan dan pengalaman yang cukup luas dalam praktek, tetapi hal tersebut tidak selalu mudah dicapai. Dilain pihak, pemberi informasi (penderita dan atau keluarganya) juga sangat

berperan dalam proses anamnesis. Apabila informasi tidak jelas atau tidak lengkap maka diagnosis akan sulit ditegakkan (Harsono, 1994). Upaya penegakan diagnosis suatu kelainan dalam hal ini hidrosefalus dapat dilakukan dengan melakukan skrining atau deteksi dini gangguan tumbuh kembang anak. Skrining terdiri dari penemuan faktor resiko dan deteksi adanya kelainan. Faktor resiko adalah faktor-faktor atau keadaan yang mempengaruhi perkembangan suatu penyakit atau status kesehatan tertentu. Istilah mempengaruhi mengandung pengertian menimbulkan resiko lebih besar pada individu atau masyarakat untuk terjadinya status kesehatan atau kelainan tertentu (Pratiknya, 1986). Faktor resiko ini mungkin baru dalam tahap kecurigaan, perkiraan atau memang sudah terbuktikan kebenarannya. Disamping dari pemeriksaan fisik, gambaran klinik yang samarsamar maupun yang khas seperti yang telah diterangkan di atas, maka kepastian diagnosis hidrosefalus dapat ditegakkan dengan menggunakan alat-alat radiologik yang canggih. USG adalah pemeriksaan penunjang yang mempunyai peranan penting dalam mendeteksi adanya hidrosefalus pada periode prenatal dan pascanatal selama fontanelnya tidak menutup. Pada neonatus, USG dapat cukup bermanfaat, untuk anak yang lebih besar, umumnya diperlukan CT scanning. CT scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) dapat memastikan diagnosis hidrosefalus dalam waktu yang relatif singkat (Harsono, 1996). Pemeriksaan dengan CT scan ini dapat memperlihatkan susunan ventrikel yang membesar secara simetris (Ngoerah, 1991). Dengan CT scan ini sistem ventrikel dan seluruh isi intrakranial dapat tampak lebih terperinci, serta dalam memperkirakan prognosa kasus tersebut di masa depan. CT scan merupakan cara yang aman dan dapat diandalkan untuk membedakan hidrosefalus dari penyakit lain yang juga menyebabkan pembesaran kepala abnormal, serta untuk identifikasi tempat obstruksi aliran CSS. MRI sebenarnya juga merupakan pemeriksaan diagnostik terpilih untuk kasus-kasus yang efektif. Namun, mengingat waktu pemeriksaannya yang cukup lama sehingga pada bayi perlu dilakukan pembiusan. Untuk menentukan apakah seorang bayi dalam kandungan adalah hidrosefal atau tidak, adalah suatu tugas yang tidak mudah, namun pemeriksaan dengan USG sudah sangat dapat membantu (Ngoerah, 1991).

Pengukuran Lingkar Kepala untuk diagnosa dini, pada bayi normal paling cepat terjadi pada tiga bulan pertama. Pada rontgen polos lateral, tampak kepala yang membesar dengan disproposi kraniofasial, tunlang yang menipis, dan sutura yang melebar. Pada CT-Scan terlihat jelas dilatasi seluruh ventrikel otak (Darsono, 2005). Pada pemeriksaan cairan cerebrospinal dengan pungsi ventrikel melalui fontanel mayor, didapatkan tanda radang, pendarahan baru atau lama, dan pungsi juga digunakan untuk menentukan tekanan ventrikel. Pemeriksaan yang biasa dilakukan pada hidrosefalus: transiluminasi kepala bisa menunjukkan adanya cairan abnormal yang tertimbun di berbagai daerah di kepala ct scan kepala pungsi lumbal dan pemeriksaan cairan serebrospinal rontgen kepala (menunjukkan adanya penipisan dan pemisahan tulang tengkorak) scan otak dengan radioisotop bisa menunjukkan adanya kelainan pada jalur cairan serebrospinal arteriografi pembuluh darah otak. ekoensefalogram (usg otak, menunjukkan adanya pelebaran ventrikel akibat hidrosefalus maupun perdarahan intraventrikuler). Penatalaksanaan hidrosefalus Prinsip dasar dari pengobatan penyakit hidrosefalus ini adalah membuat aliran baru secara artificial (buatan) melalui operasi. Tindakan operasi yang dilakukan adalah operasi Ventriculo-Peritoneal Shunting (V-P Shunt), pada operasi ini operator membuat aliran artificial (buatan) cairan serebrospinal dari dalam rongga kepala (ventrikuler) ke dalam rongga perut (peritonium) dengan menggunakan alat seperti slang, sehingga kelebihan cairan di otak dapat mengalir ke dalam rongga perut, dan dengan sendirinya akan menurunkan tekanan di dalam rongga kepala. Melihat akibat yang ditimbulkan oleh peningkatan tekanan intra-kranial pada penyakit hidrosefalus ini, terutama kelainan yang dialami oleh otak, dimana massa otak yang berkurang dan terjadi atrofi sel-sel otak. Sel-sel otak yang sudah mati tidak akan

tergantikan lagi karena regenerasi sel otak hampir nol. Penatalaksanaan dan pengobatan dari penyakit ini terbatas hanya menyelamatkan sisa sel-sel otak yang masih hidup dan berfungsi. semakin dini kita ketahui penyakit ini dan semakin dini dilakukan tindakan operasi, semakin banyak sel-sel otak yang terselamatkan. Pengobatan kausal hanya mungkin bila hidrosefalus disebabkan oleh sumbatan seperti pada pada tumor kistik yang menyumbat sistem ventrikel. Dengan mengalirkan cairan serebrospinal dari ventrikel otak menuju atrium kanan jantung atau ke rongga peritonium (ventrikuloatrial atau ventrikuloperitoneal). Pintasan dapat dipakai selamanya, untuk itu harus terbuat dari bahan silikon khusus, yang tidak menimbulkan reaksi radang atau penolakan sehingga dapat ditinggalkan dalam tubuh untuk selamanya. Penyulit terjadi 40-50%, terutama berupa infeksi, obstruksi.

C.

KESIMPULAN DAN SARANKesimpulan yang ada adalah, hidrosefalus yaitu kelainan pada jumlah dan distribusi cairan serebrospinal pembentukan cairan serebrospinal berlebihan oleh plexus choroideus, absorbsi yang inadekuat atau absorbsi aliran keluar pada salah satu ventrikel atau lebih. Kejadian tersering biasanya terjadi setelah lahir dengan penyebab lazim penyempitan aquaductus cerebri kongenital. Penyebab hidrosefalus antara lain perdarahan pada otak, neoplasma, infeksi, trauma, dan yang lain-lain tetapi penyebab tersering adalah karena kongenital pada produksi dan distribusinya. Gejala-gejala yang muncul biasanya perubahan ukuran kepala menjadi makrosefali, nyeri kepala dengan lokasi yang tidak khas, diplopia, muntah, gangguan kesadaran, gangguan okulomotor, sunset phenomenon dan sebagainya. Diagnosis dilakukan skrinning pada tengkorak, pengukuran lingkar kepala, rontgen dan CT-scan otak, dan lain-lain. Untuk mengatasi hidrosefalus biasanya dilakukan operasi VP shunt, pembuatan pirau untuk mengalirkan sumbatan cairan serebrospinal. Saran yang dapat disampaikan adalah untuk mencegah hidrosefalus adalah dengan skrinning (untuk bukan kongenital) pada pascaoperasi otak, trauma otak dan sebagainya untuk mencegah terjadinya sumbatan.

D.

DAFTAR PUSTAKAAnonimous.2005.Hidrosefalus. http://kunsantori.blog.friendster.com/2007/09/hidrosefalus/ Anonimous.2004.Hidrosefali.http://www.medicastore.com/cybermed/detail_pyk.php? idktg=19&iddtl=914 Darsono dan Himpunan dokter spesialis saraf indonesia dengan UGM. 2005. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: UGM Press DeVito EE, Salmond CH, Owler BK, Sahakian BJ, Pickard JD. 2007. Caudate structural abnormalities in idiopathic normal pressure hydrocephalus. Acta Neurol Scand 2007: 116: pages 328332. Dorland, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi. 29 ; alih bahasa, Huriawati Hartanto, dkk. ; editor edisi bahasa Indonesia, Huriawati Hartanto, dkk. Jakarta : EGC Guyton, Arthur C .2002. Fisiologi Kedokteran. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC Irga.2007.Hidrosefalus Obstruktif. http://irwanashari.blogspot.com/2007/06/hidrosefalusobstruktif.html Ngoerah, I. Gst. Ng. Gd., 1991.Dasar-dasar Ilmu Penyakit Saraf. Surabaya: Airlangga University Press Peter Paul Rickham. 2003. Obituaries. BMJ 2003: 327: 1408-doi: 10.1136/ bmj.327.7428.1408. Pramusinto, Handoyo dr.2004.Hidrosefalus Bisa Serang Orang Dewasa. http://www.keluargasehat.com/klinika-isi.php?news_id=811 Prasetyo, dr. Eko.2002.Hidrosefalus, Si Kepala Besar. http://www2.kompas.com/kompascetak/0406/11/ilpeng/1076445.htm Ropper, Allan H. And Robert H. Brown. 2005. Adams And Victors Principles Of Neurology: Eight Edition. USA. Yusuf, Yursirwan dr.2008.Anak Saya Hidrosefalus.http://www.padangekspres.co.id/conten t/view/5560/124/

Kelainan Cairan Serebrospinal pada Hidrosefalus

OLEH AIZAWANDA RE G0007181 Tanggal Pengumpulan 6 Oktober 2008 Jenis Pelanggaran : Tidak mengikuti asistensian dan pretest

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret 2008

Tugas anatomi

ACC

Alfa Alvin Nursiddiq